BUDAYA KERJA
budaya kerja adalah kumpulan sikap, keyakinan, dan pola perilaku yang
membentuk suasana biasa dalam suatu lingkungan kerja (Indeed Editorial Team
2021).
Indeed Editorial Team. What is work culture? 2021. Retrieved on 10 April 2021. Available at
https://www.indeed.com/career-advice/career-development/work-culture
Budaya kerja memainkan peran penting dalam proses kerja dengan membuat
karyawan melakukan yang terbaik. Suatu organisasi dikatakan memiliki budaya
kerja yang kuat apabila karyawannya mengikuti peraturan dan perundang-
undangan serta mentaati pedoman yang ada (Prachi Juneja2021).
Prachi J., Management Study Guide Content Team (Eds.) Work Culture - Meaning, Im-
portance & Characterics of a Healthy Culture. Retrieved on 10 April 2021. Available at
https://www.managementstudyguide.com/work-culture.htm
Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasarkan pada pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan pemacu yang dibudayakan
dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, aspirasi,
pendapat, pandangan, dan tindakan yang terwujud dalam pekerjaan.
Koentjaraningrat 2002).
Koentjaraningrat. (2002). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan [Culture Mentality and
Development]. Gramedia.
Budaya kerja mempengaruhi perilaku kerja karyawan dan hasil organisasi (Smrita Sinha,
Singh, Gupta & Dutt, 2010).
Sinha, S., Singh, A.K., Gupta, N & Dutt, R. (2010). Impact of work culture on motivation and
performance level of employees in private sector companies. Acta Oeconomica
Pragensia,18(6), 48-67.
2. KOMITMEN AFEKTIF
Tabrani et al. (2018) mendefinisikan setiap dimensi sebagai berikut. Komitmen
afektif mengacu pada pelanggan yang memiliki mistik, koneksi psikosomatik ke
perusahaan yang menyebabkan mereka bertahan dalam hubungan.
Tabrani, M., Amin, M., & Nizam, A. (2018). Trust, commitment, customer intimacy and
customer loyalty in Islamic banking relationships. International Journal of Bank
Marketing, 36(5), 823–848. https://doi.org/10.1108/IJBM-03-2017-0054
Komitmen afektif dapat diukur dengan beberapa indikator (Busro, 2018), antara
lain: 1. Kepercayaan yang kuat dan menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi 2.
Loyalitas terhadap organisasi 3. Kesediaan menggunakan upaya untuk
kepentingan organisasi
1. Busro, M. (2018). Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenada Media.
3. KOMITMEN NORMATIF
Komitmen normatif menunjukkan penilaian individu yang merasa ada kebutuhan
untuk tetap menjadi anggota organisasi, Meyer dan Allen (1991)
Meyer, J. P., & Allen, N. J. (1991). A Three Component Conceptualization of Organizational
Commitment. Human Resource Management Review 1 (1) , 61-89.
Komitmen normatif didefinisikan sebagai kewajiban untuk tetap dalam suatu
hubungan karena mereka merasa seharusnya (Chai dkk., 2015; Shukla dkk., 2016;
Yao dkk., 2019).
Chai, J. C. Y., Malhotra, N. K., Dash, S., & Anil Bilgihan, Mohammad G. Nejad, D. (2015). The
impact of relational bonding on intention and loyalty. Journal of Hospitality and Tourism
Technology, 6(3), 203–227. https://doi.org/10.1108/JHTT-08-2014-0035
kualitas kehidupan kerja sebagai setiap aktivitas (perbaikan) yang terjadi pada
setiap level dalam suatu Organisasi untuk meningkatkan efektivitas organisasi
yang lebih besar melalui peningkatan martabat manusia
dan pertumbuhan (Flippo, 2005)
Flippo, E. B. (2005). Manajemen Personalia. Jilid 2. Edisi ke-6.Terjemahan. Erlangga. Jakarta
Konsep dari kualitas kehidupan kerja diadopsi dengan total lima subdimensi yaitu
lingkungan yang aman dan sehat, integrasi sosial dalam lingkungan kerja,
konstitusionalisme, total ruang kerja-kehidupan, dan sosial relevansi. Penelitian
ini mengadopsi 22 item dari skala Walton [4].
[4] Walton RE. QWL indicators: prospects and problems. In: Portigal AH, editor. Measuring
the quality of working life. A symposium on social indicators of working life. Ottawa: Labour
Canada; 1974.
5. ETIKA KERJA
Etika kerja adalah sikap dan keyakinan tentang perilaku kerja dan multidimensi
karakteristik yang tercermin dalam pengambilan keputusan dan perilaku
(Miller, Woehr, & Hudspeth, 2002; Ravangard et al., 2014).
Miller, M. J., Woehr, D. J., & Hudspeth, N. (2002). The meaning and measurement of work
ethic: Construction and initial validation of a multidimensional inventory. Journal of
Vocational Behavior, 60(3), 451–489.
etika kerja karyawan dapat dianggap sebagai keseluruhan kerangka kerja, yang
mempengaruhi perilaku individu di tempat kerja (van der Walt, 2016)
van der Walt, F. (2016). Work ethics of different generational cohorts in South Africa. African
Journal of Business Ethics, 10(1). doi: 10.15249/10-1-101
Etika kerja sebagai salah satu bentuk etika kerja Islami dapat mencerminkan
sikap seseorang terhadap berbagai aspek pekerjaan, termasuk kegiatan prioritas
dan partisipasi, dan keinginan untuk memiliki peningkatan karyawan dan
mencapai yang lebih tinggi tujuan organisasi (Yousef, 2000)
Yousef, D. A. (2000). Organizational commitment as a mediator of the relationship between
Islamic work ethic and attitudes toward organizational change. Human Relations, 53(4),
513v537.
Etika kerja Islami sebagai pedoman bagi karyawan (khususnya umat Islam) dalam
meningkatkan kinerja, hasil terbukti dan benar. Imam, Abbasi, dan Munir (2015)
Imam, A., Abbasi, A. S., & Muneer, S. (2015). Employee Performance From The Lens Of Islamic
Work Ethics: Mediating Role Of Personality X And Y. Sci,Int,(Lahore), 415–422.
6. PENGALAMAN
Kelly (2006) mendefinisikan TQM sebagai koordinasi upaya yang diarahkan untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan partisipasi karyawan,
memperkuat kemitraan pemasok dan memfasilitasi suasana organisasi
peningkatan kualitas berkelanjutan dalam penyediaan layanan kesehatan.
Kelly D. (2006). Applying Quality Management in Health care. A Systems Approach. Chicago
Illinois: Health Administration Press.
TQM berfokus pada tiga prinsip yang meliputi peningkatan kualitas berkelanjutan,
fokus pelanggan dan kerja tim (Sethuraman, 2005).
Sethuraman H. (2005). Total Quality Management in Health care. Healthcare
Administration.com.
Dalam studi mereka, positif efek dari praktik Total Qualitiy Manajemen seperti
manajemen sumber daya (Modi & Mishra, 2011), karyawan manajemen (Sabella
et al., 2014), perencanaan strategi (Parvadavardini et al., 2016), dan manajemen
rantai pasokan (Lo et al., 2009) ditunjukkan.
Modi, S. B., & Mishra, S. (2011). What drives financial performance–resource efficiency or
resource slack?: Evidence from U.S. based manufacturing firms from 1991 to 2006. Journal of
Operations Management, 29(3), 254–273. https://doi.org/10.1016/j.jom.2011.01.002
Sabella, A., Kashou, R., & Omran, O. (2014). Quality management practices and their
relationship to organizational performance. International Journal of Operations & Production
Management, 34(12), 1487–1505. https://doi.org/10.1108/IJOPM-04-2013-0210
Parvadavardini, S., Vivek, N., & Devadasan, S. R. (2016). Impact of quality management
practices on quality performance and financial performance: Evidence from Indian
manufacturing companies.
Total Quality Management & Business Excellence, 27(5), 507–530. https://doi.org/10.
1080/14783363.2015.101541
Lo, C. K., Yeung, A. C., & Cheng, T. C. E. (2009). ISO 9000 and supply chain efficiency: Empirical
evidence on inventory and account receivable days. International Journal of Production
Economics, 118(2), 367–374. https://doi.org/10.1016/j.ijpe.2008.11.010
8. Kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional mengacu pada kemampuan untuk melindungi diri dari pikiran irasional
yang menjadi penyebab tekanan psikologis dan berperan penting dalam pengendalian
emosi yang dimanifestasikan karena stres kerja [10,11].
11. Kim, J.-H.; Song, J.-E.; Lee, S.-K.; Heo, S.-K.; Sung, Y.-H.; Lee, J.-E. The Effect of Emotional Intelligence on
Organizational Performance in Clinical Nurses—A Preliminary Study for an Education Program of Organizational
Performance. J. Korean Acad.Soc. Nurs. Educ. 2011, 17, 80–89. [CrossRef]
12. Baik, D.W.; Yom, Y.-H. Effects of Social Support and Emotional Intelligence in the Relationship between
Emotional Labor and Burnout among Clinical Nurses. J. Korean Acad. Nurs. Adm. 2012, 18, 271–280. [CrossRef]
Kim dan Bae [15] menilai bahwa kecerdasan emosional staf administrasi rumah sakit umum
meningkat dengan meningkatnya dalam ketahanan ego, loyalitas kepada organisasi, dan
dedikasi terhadap organisasi.
15. Kim, S.H.; Bae, S.Y. Analysis of the relationship between emotional intelligence and convergence factors in
hospital administrative staffs. J. Digit. Conv. 2021, 19, 185–192. [CrossRef]
dan kecerdasan emosional memberikan dampak negatif efek pada kelelahan [11-14].
11. Kim, J.-H.; Song, J.-E.; Lee, S.-K.; Heo, S.-K.; Sung, Y.-H.; Lee, J.-E. The Effect of Emotional Intelligence on
Organizational Performance in Clinical Nurses—A Preliminary Study for an Education Program of Organizational
Performance. J. Korean Acad.Soc. Nurs. Educ. 2011, 17, 80–89. [CrossRef]
14. Kim, Y.-J. The Influence of a General Hospital Nurse’s Emotional Labor, Emotional Intelligence on Job Stress.
J. Digit. Converg. 2014, 12, 245–253. [CrossRef]
Emosionalkecerdasan dianggap penting dan memiliki hubungan positif dengan
komitmen organisasi tetapi sering diabaikan karena komitmen organisasi sering dikaitkan
dengan kepuasan kerja (Yusof, 2011)
Yusof, M. (2011). The impact of self-efficacy, achievement motivation, and self-regulated learning strategies on
student’s academic achievement. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 15, 2623-2626.
9. kecerdasaa intelektual
Menurut Robbins & Judge [6] IQ adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan
berbagai aktivitas mental. Semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin tinggi pula
kemampuannya dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan kemampuan spasial,
numerik, dan linguistik.
Robbins S P and Judge T A 2013 Organizational Behavior. Boston: Pearson