Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP WORK FAMILY

CONFLICT PADA TENAGA MEDIS PEREMPUAN YANG SUDAH


MENIKAH

Nama : Rida Rahmawati


NPM : 2131060169
Program Studi : Psikologi Islam

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2024
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Rumah sakit adalah sebuah organisasi pelayanan Kesehatan yang sangat
penting bagi Masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu contoh bisnis
penyedia jasa Kesehatan bagi Masyarakat, untuk itu keberadaannya sangatlah
penting (Astuti et al., 2018). Pertumbuhan rumah sakit akhir-akhir ini
semakin pesat yang kemudian membuat manajemen yang mempengaruhi
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya yaitu modal, sumber
daya manusia, mesin, bahan, metode dan uang. Salah satu sumber daya yang
sangat penting dalam menentukan keberhasilan penggunaan sumber daya
yang lain adalah sumber daya manusia. Dalam hal ini rumah sakit sangat
bergantung dengan kemampuan dan keahlian staf-stafnya baik itu staf
kesehatan maupun staf non Kesehatan.
Tenaga medis adalah profesional medis yang tugas utamanya memberikan
layanan medis terbaik kepada pasien dengan menggunakan metode dan teknik
yang sesuai dengan ilmu medis dan etika yang berlaku serta dapat dipercaya (
Veronica et al., 2019)
Work family conflict adalah ketidak seimbangan antara tuntutan peran
pekerjaan dan keluarga yang menyebabkan konflik dalam diri seseorang,
yang menyebabkan mereka lebih aktif berpartisipasi pada salah satu peran
dan sulit untuk memenuhi peran lain (Anggarwati & Thamrin, 2019)
Beban kerja adalah aktivitas satuan organisasi atau beban kerja masing-
masing pejabat atau pegawai. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
organisasi memiliki terlalu banyak aktivitas atau terlalu sedikit aktivitas, serta
mencegah pejabat atau pegawai memiliki terlalu banyak tugas dan terlalu
sedikit tugas sehingga tampak menganggur (Hendriani & Efni, 2018).
Rumah sakit adalah bagian penting dari sistem pelayanan kesehatan dan
bertanggung jawab untuk menyediakan layanan masyarakat yang berkualitas
tinggi. Keberhasilan operasional dan tujuan strategis rumah sakit dipengaruhi
oleh banyak faktor, salah satunya adalah sumber daya manusia. Dalam
keadaan seperti ini, tenaga medis sangat penting untuk menyediakan layanan
medis yang efektif dan berkualitas. Kinerja mereka dipengaruhi oleh faktor
internal, seperti keahlian klinis, dan faktor eksternal, seperti beban kerja dan
konflik antara tuntutan pekerjaan dan keluarga.
Tenaga medis di rumah sakit menghadapi banyak tantangan kualitatif dan
kuantitatif, seperti jumlah pasien yang ditangani dan kompleksitas kasus.
Mereka juga menghadapi masalah tambahan terkait konflik pekerjaan-
keluarga. Jika tuntutan profesional mereka tidak seimbang dengan tanggung
jawab keluarga mereka, mereka dapat mengalami stres tambahan dan
mengganggu keseimbangan hidup kerja-keluarga mereka.
Dalam manajemen sumber daya manusia rumah sakit, memahami
bagaimana rumah sakit, tenaga medis, beban kerja, dan konflik keluarga
sangat penting. Penelitian ini dapat membantu membangun kebijakan dan
praktik manajemen yang lebih baik untuk mengatasi beban kerja yang tinggi
dan konflik rumah tangga yang dialami tenaga medis. Hal ini dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kinerja tenaga medis serta meningkatkan
layanan kesehatan rumah sakit kepada masyarakat.
Mereka yang mengalami konflik kerja-keluarga mengalami kesulitan
untuk menjaga keseimbangan antara tanggung jawab keluarga dan pekerjaan
mereka. Konflik ini dapat terjadi dalam dua cara: pertama, konflik kerja-
keluarga, di mana tuntutan atau stres dari lingkungan kerja mempengaruhi
kinerja atau kesejahteraan di tempat kerja; dan kedua, konflik keluarga-
pekerjaan, di mana tanggung jawab atau stres dari kehidupan keluarga
mempengaruhi kinerja atau kesejahteraan di tempat kerja.
Adapun ciri – ciri dari Work Family Conflict antara lain :
1. Terkait dengan Tuntutan Peran: Seseorang mungkin merasa terbebani oleh
tuntutan yang bertentangan dengan peran mereka dalam keluarga dan di
pekerjaan mereka. Jadwal kerja yang padat, misalnya, dapat mengganggu
waktu untuk menghabiskan waktu bersama keluarga atau menyelesaikan
tugas rumah tangga.
2. Konflik Peran: Beberapa orang merasa sulit untuk beralih antara peran
keluarga dan pekerjaan mereka. Mereka mungkin merasa terbebani oleh
tanggung jawab di bidang tertentu yang mengganggu kinerja atau
kesejahteraan mereka di bidang lain.
3. Stres Emosional: Konflik pekerjaan-keluarga seringkali menyebabkan
stres emosional, seperti rasa bersalah karena meninggalkan keluarga untuk
bekerja atau cemas karena pekerjaan rumah yang belum selesai.
4. Dampak pada Kesejahteraan: Konflik rumah tangga dapat berdampak
negatif pada kesehatan secara keseluruhan, termasuk kesehatan fisik dan
mental, kepuasan hidup, dan hubungan interpersonal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengaruh dari beban kerja terhadap Work Family Conflict
terhadap tenaga medis perempuan yang sudah menikah.
2. Apakah Umur, Pendidikan, dan Posisi Pekerjaan mempengaruhi
Hubungan antara Beban Kerja dan Work Family Conflict pada Tenaga
Medis Perempuan yang Sudah Menikah?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui seberapa besar beban kerja fisik dan mental yang dirasakan
oleh tenaga medis di rumah sakit.
2. Menemukan hubungan antara beban kerja dan konflik antara pekerjaan
dan keluarga.
3. Menyarankan cara-cara untuk meningkatkan kondisi kerja dan
mengurangi konflik pekerjaan-keluarga bagi tenaga medis

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada teori beban kerja
dengan menggali lebih dalam aspek fisik dan mental dari beban kerja
tenaga medis di rumah sakit, sekaligus menyumbangkan wawasan
terhadap teori konflik pekerjaan-keluarga dengan mengeksplorasi dampak
beban kerja tersebut pada tingkat konflik, selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk memperluas pemahaman tentang bagaimana perbedaan
dalam jenis pekerjaan, seperti antara dokter dan perawat, dapat
mempengaruhi kesejahteraan tenaga medis secara keseluruhan.

2. Manfaat Praktis
a). Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan bisa untuk menjadi referensi bagi
pihak manajemen rumah sakit agar bisa mengatasi beban kerja terhadap
work family conflict pada tenaga medis perempuan yang sudak menikah .

b). Bagi Tenaga Medis


Hasil penelitian ini diharapakan bisa menjadi sumber informasi bagi
pihak tenaga medis sehingga dapat mengatasi kondisi dimana ada work
family conflict yang mungkin bisa dapat terjadi dan bisa menjalankan 2
peran sebagai ibu rumah tangga dan wanita karrir yang seimbang dan
baik.

c). Manfaat bagi peneliti selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan untuk membuat
tugas akhir selanjutnya di bidang psikologi khususnya mengenai tentang
beban kerja dan work family conflict.

E. Tinjauan Pustaka
Work family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran
dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat
disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang
berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut
dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi
tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran
dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi
tuntutan pekerjaannya (Frone, 2000).
Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu
tertentu (Menpan 1997).
Faktor Faktor yang mempengaruhi Work family conflict :
Froneet al. (1997) melakukan pembagian faktor-faktor yang mempengaruhi
konflik pekerjaan- keluarga dalam dua jenis yaitu faktor langsung (proximal)
dan tidak langsung (distal), dan disesuaikan dengan dua arah konflik
pekerjaan-keluarga.
1. Langsung (proximal)
a. Komitmen waktu untuk satu peran (role related time commitment)
Komitmen waktu untuk satu peran adalah banyaknya waktu yang
dihabiskan individu untuk perannya di lingkungan pekerjaan atau
keluarga. Faktor ini didasari pada pandangan bahwa waktu adalah
sumber daya yang terbatas, ini berarti semakin banyak waktu yang
digunakan untuk satu peran membuat waktu untuk pemenuhan
tuntutan dan tanggung jawab dalam peran lain lebih sedikit.
b. Ketidakpuasan atau distress terhadap peran (role related dissatisfaction
or distress).
Ketidakpuasan atau distress terhadap peran menerangkan bahwa
berbagai karakter atau ciri pada satu peran dapat menghasilkan
ketidakpuasan bagi individu dan membawa konsekuensi yaitu
mengganggu kemampuan atau kesediaan individu untuk memenuhi
kewajiban dari peran lain.
c. Role overload.
Role overload mempunyai efek langsung terhadap konflik
pekerjaan-keluarga. Role overload yang tinggi mempunyai arti bahwa
individu mempunyai terlalu banyak hal untuk dicapai dalam suatu
periode waktu yang pendek. Konsekuensi dari hal ini adalah
terpakunya perhatian individu terhadap tugas-tugas yang belum selesai
bahkan pada saat berusaha memenuhi tuntutan peran yang lain.
2. Tidak langsung (distal)
a. Prediktor dari dalam peran (within role predictor)
Prediktor dari dalam peran berupa dukungan instrumental dari
atasan dan rekan kerjadan, dukungan instrumental dari pasangan dan
keluarga. Dukungan instrumentalmerujuk pada pengetahuan terhadap
bantuan langsung atau saran dengan tujuan membantu individu untuk
memenuhi tanggung jawab atau kebutuhannya.
b. Dua arah konflik pekerjaan-keluarga (bidirectional nature of work
family conflict).
Kedua konflik pekerjaan-keluarga berhubungan secara resiprokal dan
tidak langsung pada kedua konflik lewat role overload dan role
distress. Konflik pekerjaan ke keluarga mempengaruhi konflik
keluarga ke pekerjaan lewat family distressdanfamily overload,
sedangkan konflik keluarga ke pekerjaan mempengaruhi konflik
pekerjaan ke keluarga lewat work distress dan work overload.

F. Penelitian Terdahulu yang relevan


1. Penelitian yang di lakukan oleh Jasmalinda (2021) Sampel penelitian nya
adalah perawat wanita berperan ganda di RSUD Arosuka Kabupaten
Solok. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier
berganda untuk mengetahui pengaruh antar variabel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa work family conflict dan beban kerja secara
individual maupun kombinasi antara kedua variabel tersebut berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kinerja perawat. Work family conflict dan
beban kerja berkontribusi sebesar 82,6% terhadap kinerja perawat,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian.

2. ⁠Penelitian yang dilakukan Sharah Mahdiatunnisa dan Abdurrohim (2020).


Populasi dalam penelitian ini berjumlah 493 perawat Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang. Penentuan sampel menggunakan teknik
purposive sampling dengan kriteria subjek yakni perawat perempuan,
sudah menikah dan memiliki anak. Dari hasil teknik sampling tersebut,
diperoleh 113 subjek.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat
hubungan negatif yang signifikan antara konflik peran ganda dengan
kepuasan kerja perawat wanita yang sudah menikah dan memiliki anak di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Nilai koefisien korelasi
sebesar rxy = -0,024 dengan signifikansi p = 0,024 (p<0,05).
Dimungkinkan terdapat hubungan yang signifikan antara konflik peran
ganda dengan kepuasan kerja pada perawat wanita yang sudah menikah
dan memiliki anak di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Konflik
peran ganda telah memberikan sumbangan efektif sebesar 4,1% yang dapat
dilihat dari R square = 0,041, kemudian sumbangan efektif sebesar 95,9%
dipengaruhi faktor lain, baik dari faktor individu maupun faktor di luar
individu.
3. Penelitian yang dilakukan Risma Darmia,Lukman,Nur Afni Indahari
Subjek penelitian nya adalah perawat wanita yang telah menikah dan
memiliki anak di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar sebanyak 75 orang.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara faktor extraversion dengan konflik pekerjaan keluarga
pada perawat wanita (p= 0,175) dengan nilai koefisien korelasi (r=-0,158).
Tidak ada hubungan antara faktor agreableness dengan konflik pekerjaan
keluarga pada perawat wanita (p=0,052) dengan nilai koefisien korelasi
(r=-0,225). Ada hubungan negatif antara faktor conscientiousness dengan
konflik pekerjaan-keluarga pada perawat wanita (p=0,005) dengan konflik
pekerjaan keluarga pada perawat wanita dengan nilai koefisien korelasi
(r=-0,321). Faktor neuroticism berhubungan positif dengan konflik
pekerjaan-keluarga pada perawat wanita dengan nilai koefisien korelasi
(r=0,330). Faktor openness to experience tidak berhubungan dengan
konflik pekerjaan keluarga pada perawat wanita (p=0,869) dengan nilai
koefisien korelasi (r=-0,019). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
keterkaitan antara kepribadian khususnya faktor neuroticism dan
conscientiousness dengan konflik pekerjaan-keluarga.

4. Penelitian yang dilakukan Andika Sari Putri (2019) Jumlah sampel pada
penelitian ini adalah sebanyak 139 para perawat wanita di RSUP Haji
Adam Malik.Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
dengan menggunakan metode skala, metode ini terdiri dari dua macem
skala yang mengungkap stres kerja dan work family conflict. jenis skala
yang digunakan adalah skala likert.Metode analisis data menggunakan
korelasi Product Moment (Pearson Correlation) dengan bantuan SPSS 19
for windows untuk mengetahui bagaimana hubungan antara variabel work
family conflict dengan variabel stres kerja.Ada hubungan positif antara
work family conflict dengan stres kerja pada perawat wanita di RSUP Haji
Adam Malik Medan dengan korelasi Product Moment (r) sebesar 0.236
dengan p sebesar 0.003 (p < 0.05), artinya semakin tinggi work family
conflict yang dialami oleh perawat wanita, maka semakin tinggi stres
kerja, dan sebaliknya jika semakin rendah work family conflict, maka
semakin rendah stres kerja pada perawat wanita. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sumbangan yang diberikan variabel stres kerja pada
penelitian ini diperoleh koefisien determinasi R Square (R2) sebesar 5.6
persen. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa 5.6 persen
work family conflict mempengaruhi stres kerja di RSUP Haji Adam
Malik.

5. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Luh ita dian,listiyani dewi


hartika,Supriyadi Tingkat Work Family Conflict.
Work Engagement dan Fear of Success yang dialami oleh pekerja wanita
yang sudah menikah di Hotel X tergolong tinggi. Hal tersebut terjadi
karena adanya sumbangan dari variabel lain yang dapat meningkatkan
Work Family Conflict, Work Engagement dan Fear of Success di Hotel X.
Sumbangan dari varibael lain diperoleh dari masa lama bekerja yang
dimiliki oleh pekerja wanita di Hotel X yang lebih dominan adalah 1-5
tahun dan memiliki lulusan paling banyak adalah D3 yang dapat
memunculkan rasa takut kehilangan pekerjaan karena lulusan D3
tergolong pada level yang rendah terutama dengan masa lama bekerja yang
masih sebentar yang menyebabkan perusahaan dapat mengeluarkan
pekerja wanita yang sudah menikah dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA

Anggarwati, P. I., & Thamrin, W. P. (2019). WORK FAMILY-CONFLICT DAN


PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA IBU BEKERJA. Jurnal
Psikologi, 12(2), 200–212. https://doi.org/10.35760/psi.2019.v12i2.2444
Astuti, R., Prima, O., & Lesmana, A. (2018). Pengaruh Motivasi dan Beban Kerja
terhadap Kinerja Perawat pada Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan.
Jurnal Ilman, 6(2), 42–50.
http://journals.synthesispublication.org/index.php/ilman
Hendriani, S., & Efni, Y. (2018). Pengaruh Beban Kerja dan Mutasi Terhadap
Semangat Kerja Dengan Kompetensi Sebagai Variabel Intervening pada
Ditreskrimum Polda Riau. https://doi.org/10.24014/jp.v14i2.4609
PENGARUH KUALITAS TENAGA MEDIS TERHADAP PELAYANAN
KESEHATAN (Di Puskesmas Kecamatan Ratahan Kabupaten Minahasa
Tenggara) VERONICA V MALINGKAS FEMMY M G TULUSAN VERY Y
LONDA. (n.d.).

Anda mungkin juga menyukai