Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PERENCAAN BISNIS

KARAKTERISTIK PENGELOLAAN BISNIS KELUARGA

DAN LINGKUNGAN

Disusun Oleh :

Nama : Erwin Armada

NIM : 2024021008

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI GALILEO BATAM
2022

1
Latar Belakang

Family Business merupakan perusahaan yang dimiliki, dijalankan dan dikontrol oleh
anggota keluarga. Keberadaan dari bisnis keluarga merupakan hal yang sangat penting demi
pertumbuhan ekonomi disuatu negara (Simanjuntak dan Indriyani, 2014). Adanya perusahaan
keluarga dipandang mampu dalam menyerap tenaga kerja baik dari sumber daya manusia
yang professional sampai yang mengandalkan tenaga atau sebagai buruh kasar. Tentunya
dalam pengembangan usaha tersebut tidak terlepas dari peran anggota keluarga, khususnya
kegiatan usaha dikendalikan oleh anggota keluarga tunggal khususnya dalam proses
pengambilan keputusan bisnis yang penting (Wahjono, 2009). Terlepas dari hal tersebut
tentunya karyawan memiliki peran dalam menjalankan usaha sesuai dengan keinginan dari
pengendali usaha keluarga tersebut. Karyawan diharapkan mampu bekerja dan patuh
terhadap semuah perintah dari pemilik usaha keluarga.

Dalam kaitannya dengan family business, Work family conflict merupakan fenomena
yang dapat terjadi pada karyawan dan menarik untuk diteliti. Pasalnya work family conflict
rentan terjadi pada pekerja yang telah berkeluarga. Pekerja yang berkeluarga memiliki 2
peran dalam hidupnya. Dalam hal itu Howard, (2008) menjelaskan bahwa work family
conflict terjadi dalam konteks peran yang satu dengan yang lainnya yakni peran pekerjaan
dan peran dalam keluarga. Beban yang ditanggung mereka yang telah berkeluarga tentunya
berbeda, dimana mereka harus memikirkan kehidupan keluarga, tapi juga bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya. Sedangkan Iswari dan Pradhanawati, (2017) menjelaskan bahwa work
family conflict terjadi dimana karena waktu dan perhatian terlalu tercurah pada satu peran
saja (biasanya pada peran dalam dunia kerja), sehingga tuntutan peran lain (dalam keluarga)
tidak bisa dipenuhi secara optimal.

Hal-hal tersebut terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara kedua peran


ditempat kerja dan di rumah, sebagai contoh peran wanita bekerja, pada saat yang bersamaan
ibu dituntut untuk bekerja semaksimal mungkin dan disisi lain ibu dituntut selalu
memperhatikan keluarga, sehingga urusan dikeluarga biasanya terabaikan. Baik untuk
mengurus anak atau sekedar hanya menemani anak untuk mengerjakan tugas sekolah saja
tidak ada waktu. Apperson et al, (2002) menunjukkan bahwa intensitas terjadi work family
conflict pada wanita lebih besar dibandingkan pria. Keterlibatan dan komitmen waktu
perempuan pada keluarga yang didasari tanggung jawab mereka terhadap tugas rumah
tangga, termasuk mengurus suami dan anak membuat para wanita bekerja lebih sering

2
mengalami konflik. Dengan karakteristik pekerjaan yang sifatnya lebih formal dan manajerial
seperti jam kerja yang relatif panjang dan pekerjaan yang berlimpah lebih cenderung
memunculkan work-family conflict pada wanita bekerja.
Work family conflict dapat berdampak pada berbagai latar belakang individu atau
bahkan dapat berdampak pada keluarga. Diantaranya¸ work family conflict dapat berpengaruh
pada stress, kinerja karyawan, demotivasi karyawan atau bahkan berpindah kerja. Hal ini
perlu ditelisik lebih dalam penyebab work family conflict dalam perusahaan ini lebih
menunjukkan kearah mana. Setelah dilakukan observasi singkat, ditemukan bahwa dalam
perusahaan ini, karyawan lebih rentan mengalami stress dan berdampak pada penurunan
kinerja.
Penelitian ini akan mengajukan kajian pada konteks manajer perusahaan pada sebuah
perusahaan manufaktur dengan ciri manajemen perusahaan keluarga. Peran manajer yang
bekerja pada perusahaan tidak memiliki hubungan sebagai anggota keluarga yang memiliki
usaha. Peneliti meyakini adanya fenomena mengenai work family conflict yang terdapat pada
karyawan yang bekerja pada situasi dan kondisi ditempat kerja dari latar belakang perusahaan
dan memiliki peran dalam keluarganya.
Dari latar belakang tersebut, maka pertanyaan penelitian yang akan diajukan sebagai
berikut.
1. Apakah work family conflict terjadi pada karyawan berposisi manajer di PT.X?
2. Apakah derajad work family conflict lebih tinggi dialami oleh manager perempuan
dibanding laki-laki?
3. Apakah dampak yang dapat ditimbulkan dari work family conflict?

KAJIAN PUSTAKA
Work Family Conflict
Work Family Conflict adalah suatu tekanan atau ketidakseimbangan antara peran
dipekerjaan dengan peran didalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Jam kerja yang
panjang dan beban kerja yang berat merupakan penyebab terjadinya konflik pekerjaan-
keluarga, dikarenakan waktu yang berlebihan dipakai untuk bekerja mengakibatkan
kurangnya waktu dan energi yang bisa digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas
keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Frone, Rusell & Cooper (1992) mendefinisikan
konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana disatu
sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan disisi lain harus memperhatikan keluarga
secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga

3
mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan
perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk
keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan
perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu
pekerjaan.
Konsep konflik pekerjaan-keluarga mengacu pada konsep peran ganda. Orang dapat
mempunyai berbagai peran pada saat yang bersamaan: sebagai ayah/ibu, suami/istri,
sekaligus pekerja (Voydanoff, 2002). Kombinasi antar peran tersebut dapat menimbulkan
konflik peran (peran-peran yang dijalankan saling menimbul-kan konflik). Konflik pekerjaan
dan keluarga merupakan konflik antar peran, konflik tersebut muncul dikarenakan peran
didalam pekerjaan dan peran didalam keluarga saling menuntut untuk dipenuhi. Jika salah
satu tidak dipenuhi secara seimbang, maka akan mempersulit pemenuhan peran yang lain.
Faktor dalam pekerjaan dapat berdampak pada kehidupan keluarga (konflik antara pekerjaan-
keluarga) dan sebaliknya faktor dalam keluarga akan juga memiliki dampak pada pekerjaan
(konflik keluarga-pekerjaan).
Keterkaitan antara domain pekerjaan dan keluarga salah satunya work family conflict.
Work family conflict dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk antar peran yang
terjadi/muncul ketika harapan/ekspektasi dari ranah pekerjaan dan ranah keluarga tidak
kompatibel antara satu dengan lainnya (Setyowati, 2013). Work Family Conflict merupakan
salah satu bentuk dari konflik peran dimana secara umum dapat didefinisikan sebagai
kemunculan penyebab konflik dari dua tekanan peran. Kehadiran salah satu peran akan
menyebabkan kesulitan dalam memenuhi tuntutan peran yang lain. Sehingga mengakibatkan
individu sulit membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya
peran yang lain.

Keterlibatan Perempuan Dalam Organisasi

Tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun banyak perempuan memutuskan
untuk bekerja (Linandar, 2009). Sebagian perempuan memilih bekerja untuk kepentingan diri
sendiri, yaitu untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi diri (Rejeki & Nugrahani, 2007).
Alasan perempuan bekerja diantaranya karena keinginan perempuan untuk mandiri secara
ekonomi serta makin terbukanya kesempatan kerja yang menyerap tenaga kerja perempuan
(Majid, 2012). Makin besarnya kesempatan yang tersedia bagi perempuan untuk
mendapatkan pendidikan juga menjadi faktor meningkatnya keterlibatan perempuan dalam

4
dunia kerja (Lubis & Syahfitriani 2007). Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dipunyai
seorang perempuan, semakin besar juga keinginan untuk berkarier. Bagi sebagian kalangan
perempuan bekerja tidak hanya sekedar untuk mendapatkan gaji, namun dengan mempunyai
tujuan lain seperti mempunyai tempat yang dituju setiap hari, mengembangkan keterampilan,
menjadi anggota dari komunitas tertentu, memiliki persahabatan dan menjadi pribadi tertentu
(Syahfitriani & Lubis, 2007).

Sejumlah bidang pekerjaan yang dulu didominasi laki-laki, kini mulai mengandalkan
perempuan di dalamnya, misalnya di pemerintahan yaitu sebagai kepala negara, menteri,
kepala daerah, dan pimpinan perusahaan. Dengan begitu, saat ini keterlibatan perempuan di
bidang manajer perusahaan terbilang lazim ditemui. Bagi perempuan yang sudah berkeluarga,
jam kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan untuk bekerja
(Payaman Simanjutak, 1998). Pembagian waktu yang tidak tepat dapat menjadi sumber
masalah. Masalah yang dapat timbul adalah munculnya konflik. Baik konflik didalam diri
sendiri, konflik dalam keluarga atau bahkan konflik dalam pekerjaan.

Dampak Work Family Conflict pada Karyawan


Pada umumnya, work family conflict dapat menimbulkan berbagai masalah. Perlu
ditinjau lebih dalam melalui latar belakang kehidupan pribadinya atau beban berat yang
dipikul karena pekerjaannya. Setelah dilakukan observasi pada narasumber terdapat 2 faktor
pendorong penyebab terjadinya work family conflict. Factor tersebut adalah stress dan
kinerja. Maka selanjutnya stress dan kinerja akan dibahas lebih lanjut.
Stres dapat membawa dampak bagi seorang pekerja. Setiap orang pernah mengalami
perasaan tertekan atau mengalami ketegangan. Sebab stress merupakan bagian dari
kehidupan manusia, artinya bahwa manusia tidak akan pernah luput dari pengalaman
merasakan ketegangan dalam hidupnya. Cara individu dalam menyikapi kondisi stress pun
berbedabeda. Hal itu tergantung dari pengalaman yang dimiliki oleh setiap individu,
kepribadiannya, dan kondisi lingkungan hidupnya (Sukadiyanto, 2010).
Kupriyanov dan Zhdanov (2014) menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah
sebuah atribut kehidupan modern. Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup yang
tidak terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau dimanapun, stres bisa
dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun termasuk anak-anak, remaja,
dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain, stres pasti terjadi pada siapapun dan
dimanapun. Masalah akan terjadi apabila jumlah stres begitu banyak dialami seseorang, maka
stres dapat membahayakan kondisi fisik dan mentalnya.

5
Menurut As’ad (2004) kinerja berperan sebagai kesuksesan seseorang dalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Dapat dikatakan sukses apabila setelah melakukan pekerjaan
dan hasilnya lebih tinggi dari standar kerja yang telah ditetapkan. Oleh karena itu banyak
yang menjadikan kinerja sebagai patokan keberhasilan pekerja. Sedangkan menurut Anoraga
(2006) kinerja merupakan prestasi atau hasil kerja yang ditunjukkan oleh orang per orang
atau kelompok maupun organisasi sesuai persyaratan - persyaratan pekerjaan yang telah
ditentukan. Dengan adanya penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
adalah hasil dari pekerja yang melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan di kantor.
Penilaian kinerja karyawan mencakup banyak aspek teknis yang perlu dipahami oleh
seluruh manajer dan karyawan, dan bahwa penilaian kinerja bukan merupakan wahana untuk
menjalin hubungan kedekatan demi keuntungan pribadi atau sebaliknya. Penilaian kinerja
diharapkan mampu menghasilkan potret mengenai kinerja karyawan yang mampu
memberikan penjelasan secara utuh mencakup sisi baik maupun sisi kurang baik atas kinerja
karyawan.

METODE PENELITIAN
Penggunaan metode penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Oleh karena untuk menjawab kebenaran seluruh masalah, metode penelitian ini selalu
berhubungan dengan pertimbangan mengenai tahapan yang harus dilaksanakan diantaranya
satuan analisis dan satuan pengamatan, jenis data yang digunakan dan prosedur pengumpulan
data, serta teknik analisis yang digunakan. Penelitian ini mengambil obyek penelitian pada
sebuah perusahaan keluarga, dimana dalam perusahaan keluarga sering terjadi manajemen
nya tidak tertata dengan baik. Hal ini dapat menjadikan work family conflict lebih ketara.

Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer. Data primer merupakan data atau
informasi dari sumber pertama, biasanya disebut dengan informan. Data primer merupakan
hasil wawancara dari informan yang dituju. Informan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah para pekerja yang menduduki posisi manajer di suatu perusahaan.

Metode Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan data tersebut dilakukan dengan menggunakan metode wawancara
pada satuan pengamatan, yaitu sebanyak 4 individu (2 laki-laki-2 perempuan) yang terlibat pada
pengendalian perusahaan sebagai manajer. Dimana ke-empat individu tersebut telah berkeluarga

6
dan mempunyai anak. Menurut sugiyono (2001) menyatakan teknik penentuan sampel bisa
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel disebut sebagai teknik sampling jenuh.
Hal ini sering dilakukan jika populasi realtif kecil, yaitu kurang dari 30 orang. Pengambilan
studi kasus dilakukan dengan mempertimbangkan adanya tuntutan peran yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan. Dengan harapan perempuan lebih tinggi memikul beban dibanding
laki-laki. Selain dengan menggunakan metode wawancara, peneliti juga melakukan observasi
melalui pengamatan. Peneliti akan mengarahkan narasumber untuk menjawab kebutuhan
peneliti terkait work family conflict, stress, dan job performance terkait dengan aktivitas pada
lingkungan kerja di perusahaan keluarga. Hasil wawancara dilakukan dengan perekaman
melalui fasilitas ponsel dan catatan kecil pada notes. Oleh karena perusahaan tidak
menyetujui dalam penelitian ini terdapat nama perusahaan, maka dengan kesepakatan dalam
penelitian ini selanjutnya perusahaan disebut PT. X

Teknik Analisis Data


Dalam penelitan ini, peneliti menggunakan teknik analisis data dengan analisis
kualitatif. Analisis ini merupakan prosedur penelitian yang berdasarkan data deskriptif,
berupa lisan atau kata tertulis dari seorang narasumber yang telah diamati, selain itu memiliki
karekteristik bahwa data yang diberikan merupakan data asli yang tidak diubah serta
menggunakan cara yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Menurut Patton dalam Poewandari (2007) menyatakan bahwa teknik analisis kualitatif
memiliki sifat yang luwes. Oleh sebab itu tidak ada aturan pasti dalam jumlah sampel yang
harus diambil. Pengambilan sampel tergantung dari apa yang dianggap bermanfaat dan dapat
dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia.
Dalam menyiapkan wawancara peneliti perlu memperhatikan beberapa hal yang
disesuaikan dengan work family conflict dan kinerja karyawan. Pertanyaan disusun
berdasarkan literatur buku pendukung dan penelitian sebelumnya. Penyusunan pertanyaan
wawancara nantinya akan dilakukan secara nonterstruktur, dimana pertanyaan yang
disampaikan kepada narasumber dilakukan secara tidak berurutan mengikuti jawaban atau
penjelasan narasumber terkait work family conflict. Peneliti melakukan pemilahan apabila ada
beberapa keterangan atau pendapat yang berbeda terkait dengan pertanyaan penelitian yang
disampaikan.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Profil Perusahaan dan Informan

7
Penelitian ini mengangkat perusahaan berinisial PT.X yang berada di Kota Semarang.
Peneliti melakukan wawancara dan observasi pada narasumber berposisi manajer, di PT X.
Adapun narasumber yang dimintai keterangan dalam penelitian ini berjumlah empat orang
dengan tugas dan peran yang berbeda tiap divisinya. Adapun keterangan dari narasumber
dapat dilihat dari tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Narasumber Work Family Conflict Pada Perusahaan Keluarga
No Nama Status Jabatan
1 Narasumber Pertama Perempuan/Berkeluarga Manajer Accounting
2 Narasumber Kedua Perempuan/Berkeluarga Manajer Keuangan
3 Narasumber Ketiga Laki-laki/Berkeluarga Manajer Produksi
4 Narasumber Keempat Laki-laki/Berkeluarga Manajer Operasional
Sumber : Data Primer 2018
Dari hasil wawancara dan observasi pada perusahaan dapat diungkapkan bahwa latar
belakang pendidikan dari narasumber adalah lulusan Strata Satu (S-1). Permasalahan yang
telah dianggap umum dan sering terjadi adalah hal kepemimpinan. Masalah kepemimpinan
biasa terkait dengan pengaturan perusahaan keluarga terutama dalam hal pergantian
kepemimpinan. Hal ini tentunya akan memicu benturan antara kepentingan keluarga dengan
kepentingan perusahaan yang tak jarang akan selalu berimbas pada tenaga kerja yang dimiliki
perusahaan.

Work Family Conflict di PT. X


Work family conflict sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana
karyawan harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan
keluarga. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan dari manajer accounting mengenai work family
conflict sebagai berikut,

“Dengan tuntutan pekerjaan yang padat dikantor, pulang terlambat adalah hal
biasa. Ini berimbas pada waktu dengan keluarga berkurang”

Berbeda dengan manajer accounting, jawaban dari manajer produksi menyikapi hal
tentang work family conflict sebagai berikut,

“pekerjaan sama halnya dengan kita makan setiap hari, ini menjadi hal yang
rutin karena setiap hari dilakukan. Jangan dibuat susah, karena sudah menjadi
tanggung jawab atau bisa disebut dinamika kehidupan. Karena jika merasa
terbeban atas pekerjaan, maka pekerjaan seringan apapun akan menjadi berat.”

8
Dampak dari pulang terlambat tidaklah mudah untuk diterima. Hal ini bisa menjadi
semakin besar ketika dirumah muncul masalah. Hal yang paling signifikan terasa ketika
pulang lembur adalah waktu yang dihabiskan dikantor menjadi lebih panjang dan pulang ke
rumah menjadi lebih malam. Ungkapan mengenai hal tersebut diungkapkan oleh manajer
keuangan sebagai berikut,

“Jadwal di rumah menjadi berubah. Emosi meluap dapat muncul ketika berada
dirumah, hal ini menjadi lebih parah lagi jika dirumah muncul masalah seperti,
kondisi rumah yang kotor karena tidak ada waktu untuk membersihkan, dapur
berantakan, dan sebagainya. Saya menjadi lebih tidak sabar dan mudah sekali
marah.”

Pekerjaan mengganggu keluarga dapat diartikan sebagian besar waktu dan perhatian
dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga.
Hal ini diungkapkan oleh manajer produksi, sebagai berikut.

“Dengan padatnya pekerjaan kantor, saya sering pulang terlambat. Sehingga


sampai rumah larut malam. Dampaknya jadwal yang sudah direncanakan
menjadi berantakan. Misal jadwal makan malam bersama diluar rumah, terlebih
dulu keluarga harus menunggu saya pulang hingga larut.”

Pengertian tersebut juga dapat terjadi pada work family conflict yang diartikan,
dimana keluarga mengganggu pekerjaan karyawan atau sebagian besar waktu dan perhatian
karyawan digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan.
Adanya potensi konflik pada perusahaan dan keluarga merupakan fenomena dan dipastikan
selalu ada dan berdampak terhadap karyawan. Permasalahan yang terjadi pada suksesi
kepemimpinan dalam bisnis keluarga salah satunya adalah nilai yang terjadi antara pendiri
yang masih berperan sebagai motor penggerak bisnis utama dan anggota keluarga yang
kemudian terlibat di dalam perusahaan. Mengingat generasi baru cenderung mempunyai
pandangan berbeda karena umumnya jenjang pendidikan yang ditempuhnya pun lebih tinggi
dibanding generasi sebelumnya. Suksesi merupakan isu yang krusial, terutama kalau kendali
perusahaan sudah mulai bergerak ke arah generasi kedua, apalagi generasi ketiga. Isu-isu
dalam suksesi antara lain adalah rencana suksesi yang tidak jelas dan konflik antara calon-
calon pengganti. Karyawan memiliki dampak tersendiri dalam melakukan pekerjaan dimana
dalam tugas dan tanggung jawab yang seharusnya dapat mencakup perihal yang lebih besar
selain pekerjaannya sendiri. Hal ini pun terjadi dari pola kepemimpinan yang terjadi dan

9
peran karyawan yang bertambah dan tidak sesuai dengan seharusnya dilakukan di
perusahaan.
Konflik mencerminkan adanya suatu ketidakcocokan, baik ketidakcocokan karena
berlawanan maupun karena perbedaan. Konflik dalam hubungan antarpribadi (misalnya
dengan teman, rekan kerja, tetangga, suami/istri, orangtua/anak) merupakan suatu hal yang
tidak dapat dielakkan, bahkan semakin tinggi saling ketergantungan semakin meningkat pula
kemungkinan terjadinya konflik. jadi, semakin dekat hubungan semakin berpotensi untuk
terjadi konflik. Konflik berguna menguji bagaimana karekteristik suatu hubungan
antarpribadi. Dua pihak yang memiliki hubungan yang berkualitas akan mengelola konflik
dengan cara yang positif. Konflik juga bermanfaat bagi perkembangan individu dalam hal
menumbuhkan pengertian sosial.
Konflik mungkin akan menyebabkan munculnya emosi negatif seperti jengkel, marah,
atau takut. Namun hasil akhir dari keberadaan konflik sangat tergantung pada strategi yang
digunakan untuk menanganinya. Dengan pengelolaan yang baik, konflik justru dapat semakin
memperkuat hubungan dan meningkatkan kepaduan dan rasa solidaritas.
Dengan melihat perbedaan porsi peran antara laki-laki dengan perempuan, peneliti
dapat menyimpulkan bahwa derajat work family conflict lebih tinggi dialami oleh perempuan,
dengan melihat padatnya pekerjaan baik dikantor maupun dirumah. Sedangkan derajat work
family conflict laki-laki lebih rendah dibanding perempuan. Dengan melihat porsi peran
ketika berada dirumah lebih rendah.

Dampak Work Family Conflict pada karyawan


Dilihat dari kegiatannya, karyawan menyenangi kegiatan yang sudah menjadi
rutinitasnya setiap hari. Mereka bekerja atas dasar kesenangan dan hobi karena sesuai dengan
style hidupnya. Pekerjaan bukan menjadi sebuah beban namun pekerjaan merupakan passion
yang mudah untuk dijalani. Namun demikian, pekerja dilevel manajer akan merasa jenuh
apabila hal-hal yang tidak sesuai datang secara terus menerus dan menimbulkan stress yang
dapat mempengaruhi hubungan diluar pekerjaan terutama keluarga. Hal ini diungkapkan oleh
manajer produksi sebagai berikut,
“Dengan padatnya pekerjaan yang harus saya selesaikan, pasti dapat
memunculkan banyak masalah. Masalah bisa datang dari pekerjaan dan
keluarga. Pertentangan peran yang sering kali terjadi membuat saya semakin
pusing.”

10
Menurut ungkapan manajer produksi, pertentangan peran menjadi sulit diterima karena
hal ini tidak hanya menyangkut dirinya sendiri. Tetapi menyangkut keluarganya serta
pimpinannya. Ketika ia tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dikantor, pasti ia
akan dicap sebagai pegawai yang tidak kompeten. Namun ketika ia memberatkan pekerjaan
nya, keluarganya akan merasa keberatan. Penjelasan ini diperjelas dengan ungkapan manajer
produksi sebagai berikut,

“Dalam urusan pekerjaan, pimpinan sering kali memberikan tekanan. Hal ini
sering terjadi ketika hal yang sudah dijadwalkan ternyata tidak dapat selesai
tepat waktu. Hal ini membuat saya dan karyawan lain bekerja dengan tidak
ikhlas karena serasa dikejar-kejar. Ketidaknyamanan inilah yang seringkali
menganggu dalam bekerja.”

Kondisi stress seperti ini sudah tidak asing lagi bagi para pekerja. Sudah menjadi hal
yang wajar ketika seorang pekerja merasa stress bahkan tertekan dengan pekerjaannya.
Dengan kondisi stress seperti ini, pekerja tetap dituntut professional. Sebagai contoh, dalam
keadaan stress, pekerja tetap tidak diperbolehkan salah dalam bekerja. Ia harus tetap fokus
dalam melaksanakan pekerjaannya. Seperti ungkapan manajer accounting sebagai berikut,

“Ketika dalam pekerjaan muncul masalah seperti laporan tidak seimbang,


laporan tidak sesuai dan sebagainya, sikap yang sepatutnya diambil adalah sikap
yang tenang, tidak terburu-buru dan terbawa emosi. Entah bagaimana caranya
jika terjadi hal yang tidak beres, harus segera mendapat jalan keluar yang tepat.”

“Biasanya saya stress ditandai dengan kondisi emosional yang naik turun,
konsumsi rokok yang terlalu banyak dan penampilan saya yang sudah tidak rapi
atau tidak enak dilihat.” Manajer Operasional

Opini yang berkembang terhadap perusahaan keluarga oleh keempat narasumber


mengungkapkan bahwa, dari segi perusahaan memiliki kepemimpinan yang bertingkat
dimana dipegang oleh kepala keluarga, kemudian dilanjutkan oleh pendampingnya, serta
anak – anak yang mereka libatkan juga dalam mengelola perusahaan. Karyawan akan merasa
ragu dan jenuh ketika setiap anggota keluarga merasa dominan dan tidak ada kesatu pahaman
dalam mengelola perusahaan.
Dapat dikatakan secara organisasi Perusahaan Keluarga sudah ada tugas dan
wewenang yang jelas. Pada umumnya, tugas dari orang tua (ayah dan ibu) berperan sebagai
pemimpin perusahaan. Sedangkan para anak memiliki peran sebagai pengawas dalam

11
perusahaan. Namun pada kenyataannya, mereka memiliki kekuasaan yang sama dalam
memimpin perusahaan. Hal ini akan menjadi parah ketika dalam perusahaan muncul kegiatan
usaha lain yang dipegang anggota keluarga yang dipekerjakan pada dua tempat atau lebih,
sehingga menambah beban pekerjaan dan membuat pekerjaan utama terlantar, kemudian
penggajian yang hanya keluar pada perusahaan utama keluarga.
Ada dilema pada karyawan yang muncul apabila kepemimpinan dalam perusahaan
diantara anggota keluarga menganggap sama. Para karyawan baik pada posisi manajer
maupun bagian buruh kasar memiliki perasaan tidak enak apabila tidak membantu pekerjaan
diluar pekerjaan utama perusahaan. Hal ini seperti permintaan oleh anggota keluarga atau
pimpinan dari perusahaan untuk mengerjakan hal lain diluar pekerjaan perusahaan dan
membantu usaha anggota keluarga (anaknya) lain. Apabila tidak dituruti dapat memunculkan
kesan karyawan malas bekerja, namun apa bila dituruti maka pekerjaan utama akan menjadi
menumpuk dan terlantar, sehingga karyawan akan mendapatkan teguran.

“Hal unik yang ada dalam perusahaan ini adalah dalam satu perusahaan
terdapat empat pimpinan. Terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anaknya. Dan juga hal ini
diperparah dengan tidak ada kesatu pahaman antara pimpinan satu dengan
pimpinan yang lainnya. Hal aneh disini adalah anak-anak dari pimpinan memiliki
bisnis catering dan fashion. Dan mereka sering meminta bantuan para karyawan
yang jelas melenceng dari pekerjaan utama.” Manajer accounting

Timbulnya fenomena dari perusahaan keluarga ini tidak hanya berdampak secara
pribadi, namun juga berdampak pada permasalahan hubungan antar karyawan.
Kecenderungan hubungan karyawan yang tidak harmonis adalah munculnya anggapan yang
berkembang menjadi isu yang tidak baik. Ketika karyawan selalu menyanggupi pekerjaan
dari berbagai pemimpin keluarga, bisa jadi karyawan tersebut dianggap mencari muka
(menjilat) untuk tujuan tertentu seperti kenaikan posisi, kenaikan kesejahteraan dari gaji, atau
hal lain terkait urusan pribadi. Selain itu, ketika karyawan lebih banyak menerima pekerjaan
akan berpengaruh terhadap jam kerja karyawan lain, dimana perusahaan menyediakan
fasilitas transportasi bagi seluruh karyawan. Apabila ada beberapa karyawan belum selesai
pekerjaannya, maka karyawan yang sudah selesai bekerja harus menunggu agar dapat pulang
bersamaan.
Selain fenomena yang dilihat dari organisasi yang dipimpin keluarga, hal lain yang
menjadi beban dan tanggung jawab karyawan adalah kemampuan dan ketrampilan dalam
bekerja. Para karyawan khususnya pada bagian posisi manajer diharapkan dapat menguasai
keseluruhan bidang terkait pekerjaan di perusahaan. Kebanyakan usaha keluarga belum bisa

12
menfokuskan pekerjaan karyawan untuk menangani hal yang benar-benar menjadi
konsentrasinya. Karyawan tekadang juga menangani bagian yang bukan bidangnya untuk
kelangsungan perusahaan. Seperti manajer produksi yang juga ikut andil dalam menentukan
negosiasi pada pihak konsumen, padahal rutinitas pekerjaan pada posisi manajer produksi
mangelola quality control, keberlanjutan produksi, dan pembelian bahan baku. Padahal dalam
proses negosiasi sudah ada yang menangani.
Dengan menimbang latar belakang pendidikan, para karyawan sudah mengetahui
mengenai peran, posisi, dan tanggung jawab yang dimiliki. Pada pemahaman kompleksitas
pekerjaan, tentunya karyawan disesuaikan dengan porsinya masing-masing. Karyawan pada
perusahaan ini memiliki budaya kerja yang dibutuhkan baik bekerja dalam tim, maupun
individual. Kemampuan karyawan dalam olah pikir sudah tidak perlu diragukan lagi.
Kemampuan karyawan pada posisi manajer sudah melalui seleksi dan proses yang panjang
untuk bisa menduduki posisi seperti sekarang. Karyawan yang ada pada perusahaan sudah
memenuhi kriteria sehingga bisa dipastikan cocok untuk menangani pekerjaan. Ketanggapan
karyawan bisa memahami kapan dibutuhkan oleh rekan lain, sehingga terjadi kerja sama
yang baik antara karyawan dan atasan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Manajer
accounting sebagai berikut.

“Olah pikir karyawan pada perusahaan ini sudah diposisikan sebagaimana


mestinya. Dengan menimbang latar belakang pendidikan, para karyawan sudah
tau dimana posisi mereka berada. Dan untuk pemahaman kompleksitas
pekerjaan, karena karyawan sudah disesuaikan dengan porsinya masing2, maka
mereka sudah tau bagaimana kerja sama dalam tim dibutuhkan”

Pengukuran kinerja karyawan dapat dilihat dari bagaimana setiap karyawan


memecahkan masalah, perencanaan, mengemukakan gagasan atau pendapat, serta terampil
melaksanakan pekerjaannya. Memecahkan masalah atau mencari solusi adalah pekerjaan
yang mudah, jika kita saling terbuka menerima pendapat. Jika ada masalah, hal utama yang
harus dilakukan adalah dengan membicarakannya hingga mendapat titik temu. Berdasarkan
pendapat manajer keuangan mengungkapkan pendapat sebagai berikut.

“Untuk memecahkan sebuah masalah, terutama yang harus dibahas adalah


mengapa bisa muncul permasalahan demikian? Contoh penyebabnya mungkin
karena pola pikir yang tidak sama atau cara pandang kepada objek yang
berbeda. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan. Cara untuk
menyelesaikannya adalah duduk bersama untuk mencari jalan tengah

13
permasalahan. Setelah mendapat jalan tengah, sebisa mungkin jangan memakai
ego masing-masing. Gunakan pemikiran yang logis untuk menanggapi masalah.”

“Memecahkan masalah adalah pekerjaan yang mudah, jika kita saling terbuka
menerima pendapat. Jika ada masalah, hal utama yang harus dilakukan adalah
dengan membicarakannya hingga mendapat titik temu. Diantara kami, semua
saling terbuka. Dan bahkan tidak ada batasan antara karyawan dengan atasan.
Ketika ingin mengungkapkan pendapat, ya ungkapkan saja. Dengan bersikap
jujur dengan apa yg dirasakan, membuat kita lebih mudah menjalani pekerjaan.
Untuk keterampilan pekerja, tidak ada kekhususan kita melatih keterampilan.”
Manajer Accounting.

Dalam hal perencanaan tugas, para karyawan dan atasannya membuat rapat setiap 2
minggu sekali. Guna membahas hingga tuntas apa saja yang perlu diperbaiki kedepannya.

“Untuk perencanaan, tiap 2 minggu sekali para karyawan dan atasannya


mengadakan meeting guna membahas hal-hal apa saja yang ditargetkan dalam 2
pekan kedepan. Semua dibahas hingga tuntas sehingga tidak menimbulkan
ketidakpahaman pada saat bekerja.” Manajer produksi

Pengelolaan diri dalam pekerjaan dan di rumah tangga oleh karyawan memiliki
beberapa pandangan. Membagi peran antara orang tua dan seorang pekerja adalah hal yang
bisa dianggap mudah atau bahkan sebaliknya. Perlu porsi yang seimbang antara keduanya,
baik ditempat kerja maupun dirumah. Memungkinkan kembali lagi pada diri kita, untuk
setiap waktu melakukan penyesuaian. Jika urusan kantor sangat padat, porsi yang dapat
diberikan lebih ke pekerjaan. Namun jika dirumah ada permasalahan, dapat
mengesampingkan urusan kantor yang memang dimungkinkan bisa untuk ditunda dulu.
Seperti ucapan manajer keuangan seperti berikut,

“Mengelola diri pada sebagian orang dianggap sulit. Disatu pihak memiliki
tanggung jawab kepada perusahaan sebagai seorang pekerja. Disisi lain
memiliki tanggung jawab sebagai seorang orang tua. Hal yang terbaik untuk
dilakukan adalah mengatur waktu. Sebagai contoh ketika sudah dirumah,
sebaiknya meninggalkan dunia pekerjaan, karena sudah menghabsikan waktu
yang lama diperusahaan.”

Kemampuan beradaptasi dalam situasi perusahaan keluarga dari karyawan dianggap


sama. Beradaptasi pada dasarnya tidak ada yang berbeda dengan bekerja pada perusahaan
non keluarga maupun perusahaan keluarga. Hal utama yang menjadi pembeda adalah atasan
lebih dari satu. Kegagalan beradaptasi bagi karyawan mungkin adanya pembeda dalam
memahami karakter kepemimpinan pada perusahaan keluarga. Sehingga ketika pengambilan

14
keputusan, para pemilik tidak dapat menentukan satu jawaban. Disinilah yang membuat
karyawan menjadi kebingungan dari beberapa pendapat pimpinan yang kadang sukar untuk
dipahami.

“Beradaptasi seperti biasa saja sebagai umumnya pekerja. Pada dasarnya tidak
ada yang berbeda. Hal utama yang menjadi pembeda dan harus dipahami adalah
atasan lebih dari satu.” Manajer accounting

Kemampuan komunikasi yang baik pada perusahaan keluarga, baik pada atasan
maupun bawahan menjadi keharusan. Perusahaan keluarga sangat mendukung kedekatan
antara atasan dan bawahan. Sebaiknya karyawan tidak usah mempermasalahkan berapa
jumlah pimpinan yang dimiliki, cukup memandang satu orang yang dianggap atau diyakini
paling mendapat porsi lebih untuk memimpin. Individu yang dianggap paling besar memiliki
porsi itulah yang menjadi acuan dalam bekerja.

PEMBAHASAN
Work Family Conflict Terjadi Pada Karyawan
Work family conflict memiliki peran dimana tuntutan dari pekerjaan dan keluarga
secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini terjadi pada saat seseorang
berusaha memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh
kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya.
Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menghabiskan sebagian besar
waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga interdependent satu sama lain
sebagaimana keduanya berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Melalui pekerjaan,
seseorang mengubah tidak hanya lingkungan namun juga dirinya, memperkaya dan me-
numbuhkan hidup dan semangatnya. Sedangkan keluarga dikaitkan dengan kasih sayang
dimana seseorang dapat mengembangkan diri dan memperoleh pemenuhan dirinya, serta
merupakan tempat yang penting bagi sebuah kebahagiaan dan harapan.
Konflik muncul bila seseorang mendapatkan beban berlebih atau menerima terlampau
banyak tanggung jawab. Terlebih jika seorang pekerja mendapat beban pekerjaan yang bukan
menjadi tanggung jawabnya. Mengingat, perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga,
sehingga peluang pekerja mendapat tugas yang bukan menjadi tanggung jawabnya lebih
besar dibanding dengan perusahaan yang hanya berfokus pada 1 bidang usaha. Mau tidak
mau, dengan menanggung rasa sungkan menolak, pekerja harus melaksanakan tugas yang
telah diberikan kepadanya. Hal ini menjadi parah ketika tugas utamanya sudah terlampau

15
banyak, ditambah dengan pekerjaan tambahan yang seharusnya bukan menjadi tanggung
jawabnya.
Dampak yang ditimbulkan dari work family conflict
Dalam keadaan yang dialami pekerja, pekerja mengalami stress sehingga
mengganggu pekerjaan bahkan mengganggu keluarga. Menurut Guitian (2009) yang
mengutip pendapat beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa konflik
pekerjaan keluarga berkorelasi dengan ketidakhadiran, penurunan produktivitas, ketidak-
puasan kerja, penurunan komitmen organisasi, kurangnya kepuasan hidup, kecemasan,
kelelahan, distress psikologikal, depresi, penyakit fisik, penggunaan alkolhol, atau
ketegangan dalam pernikahan. Di samping itu konflik pekerjaan keluarga juga dapat
menurunkan kinerja. Selain itu konflik pekerjaan keluarga mengakibatkan kehidupan
karyawan menjadi kurang manusiawi.
Temuan pada penelitian ini adalah semakin besar waktu, dan energi yang dicurahkan
pada peran keluarga dan pekerjaan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik. Konflik pekerjaan dengan keluarga pada perempuan berperan ganda terjadi ketika
wanita dituntut untuk memenuhi harapan perannya dalam keluarga dan dalam pekerjaan,
dimana masing-masing membutuhkan waktu, dan energi dari wanita tersebut. Temuan ini
mendukung hasil penelitian Prawitasari, (2007) dimana dijelaskan bahwa akibat yang harus
dihadapi wanita jika dirinya tidak mampu menyeimbangkan tuntutan atas peran keluarga dan
pekerjaan adalah munculnya konflik.
Keterlibatan wanita dalam organisasi
Penelitian ini menemukan bahwa manajer wanita mengalami konflik peran pada
tingkat yang lebih tinggi dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan jabatan yang dimiliki
manajer wanita tidak hanya mengurusi pekerjaan di kantor melainkan pada posisi didalam
keluarga juga memiliki kewajiban utama sebagai ibu rumah tangga yang mengelola
manajemen rumah tangga seperti keuangan, rumah, pengasuhan anak, dan berperan sebagai
istri. Wanita dituntut untuk memberikan sumbangan lebih, tidak hanya terbatas pada
mengurus suami, perawatan anak, serta menjadi pengurus rumah tangga. Adanya tekanan dari
faktor ekonomi serta keinginan psikologis untuk mengembangkan identitas diri sebagai
wanita karir, telah mendorong manajer wanita untuk bekerja di luar rumah, mengembangkan
karir serta berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian Tewal
dan Florensia (2014) memiliki kesamaan temuan yakni wanita karir mengalami konflik peran
dalam kehidupan nyatanya. Pada satu sisi ia dituntut bertanggungjawab dalam melakukan

16
pekerjaannya sebaik mungkin, sedangkan pada sisi lainnya ia harus mengatur keluarganya
(suami, anak-anak dan urusan rumah tangga lainnya).
Penelitian ini dijelaskan peran pria juga mengalami work family conflict yang
berbeda. Walaupun beban yang dimiliki berbeda, posisi pria juga dituntut baik di rumah dan
di kantor. Sebagai kepala rumah tangga, manajer pria pada perusahaan ini terkadang memiliki
beberapa jenis pekerjaan, dimana selain pekerjaan utama menangani urusan kantor, juga
melayani pekerjaan diluar kantor yang merupakan bisnis pemilik usaha. Pada posisi kepala
rumah tangga, pria perlu menunjukan perhatian terhadap keluarga baik kepada istri, maupun
kepada anaknya. Walaupun berbeda dengan wanita, pria juga bertanggung jawab terhadap
keharmonisan keluarga dan wadah pelepasan stress yang di alami dalam bekerja dapat
diredakan secara psikologis.
Pada penelitian ini pekerjaan yang dimiliki oleh manajer pria dan manajer wanita
dalam perusahaan keluarga cenderung mengganggu peran di dalam keluarga, artinya
sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang
mempunyai waktu untuk keluarga. Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang
berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti pekerjaan yang harus
diselesaikan terburu-buru (deadline), belum lagi ada faktor teknis terkait mesin ataupun SDM
pada perusahaan di PT X. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang
dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga menjadi terbiasa memahami kondisi
dan cenderung terjadi konflik.
Menurut Simanjuntak (2010) perusahaan keluarga sebagai bisnis yang dimiliki dan
dikendalikan oleh keluarga maka manajemen maupun kinerja perusahaan, baik yang berskala
kecil maupun besar, banyak dipengaruhi oleh visi maupun misi keluarga. Bisnis keluarga
tentu tidak luput dari ragam persoalan yang kadang-kadang sulit dipecahkan. Misalnya;
adanya distrust atau ketidakpercayaan di antara sesama anggota keluarga, konflik dalam
suksesi kepemimpinan, konflik dalam pengambilan keputusan, isu putra mahkota (penerus
tahta di perusahaan), perbedaan pola pikir manajerial antara generasi pertama dan generasi
berikutnya, dan pembagian kerja yang mencampur peran pekerja dari bidang satu ke bidang
yang lain. Akibatnya, tidak jarang bisnis keluarga mengalami kemerosotan, bahkan terpaksa
tutup, akibat konflik yang berkepanjangan di internal keluarga.
Dengan temuan dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya
relasi yang baik, karyawan akan merasa sungkan menolak jika diberi pekerjaan tambahan lalu
hal ini berdampak pada beban berat yang ditanggung oleh para pekerja dan hal ini bisa
berimplikasi karyawan terjadi konflik.

17
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut diantaranya:
1. Work family conflict yang terjadi pada karyawan berposisi manajer di PT X dapat
dilihat dari beban kerja yang lebih besar dan tambahan pekerjaan yang dimiliki oleh
para manajer, terkadang diluar tanggung jawab pekerjaan yang seharusnya dilakukan
di kantor. Besarnya beban kerja berimplikasi menambah kurangnya perhatian pada
keluarga. Jadwal pulang kerja yang terlambat dapat memiliki dampak terhadap
rencana-rencana keluarga untuk kebersamaan. Selain itu, waktu bersama keluarga
tidak begitu efektif karena terkadang para manajer membawa pikiran dari pekerjaan
kantor dirumah.
2. Dari 2 manajer, masing-masing 2 laki-laki dan 2 perempuan, menunjukkan bahwa
derajad work family conflict lebih tinggi dimiliki oleh manajer wanita dibandingkan
oleh manajer pria. Namun demikian, pada umumnya setiap manajer dengan beban
kerja yang lebih besar memiliki pengaruh terhadap perannya di keluarga.
3. Dari 4 kasus yang diteliti, Work family conflict menimbulkan stress dan berdampak
pada kinerja oleh masing-masing manajer. Hal ini tidak jarang dilampiaskan pada
keluarga atau lingkungan pekerjaan.

Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan implikasi secara teoritis dan
praktis sebagai berikut:
Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan penelitian
selanjutnya. Dimana penelitian ini dapat diteliti dengan menggunakan metode kuantitatif.
Sehingga dapat dianalisis apakah ada perbedaan hasil. Lalu penelitian dengan memperhatikan
family type, apakah hasilnya dapat berbeda? Serta diharapkan dapat memberi manfaat bagi
para pembaca.
Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan bagi perusahaan, untuk membenahi
ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan pekerja dengan perusahaan, untuk itu perusahaan
dapat melakukan peninjauan regulasi perusahaan terkait dengan jam bekerja dan tugas pokok
sebagai pekerja yang menjabat pada posisi tertentu. Hal ini diperlukan keterbukaan antara
pekerja dan pemilik perusahaan dalam membicarakan terkait work family conflict. sehingga

18
perusahaan dapat memberikan inovasi kepada karyawan dalam kinerjanya terhadap
peningkatan produktivitas perusahaan. Serta bagi peneliti lain untuk dapat lebih
memperdalam apakah penjabaran dalam penelitian ini adalah memang benar cirri perusahaan
keluarga atau memang sebagai kelaziman pada semua organisasi. Dan apakah memang benar
jika wanita bekerja lebih besar work family conflict nya? Lantas bagaimana wanita karir yang
sukses dapat mengendalikan work family conflict nya.

Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah.
Namun demikian, dalam penelitian ini masih memiliki keterbatasan, yaitu kajian dilakukan
pada 4 karyawan dengan posisi manajer sehingga ada keterbatasan data. Dan juga karena
keterbatasan waktu, mengakibatkan kedalaman data kurang dalam. Diharapkan penelitian
berikutnya dapat melibatkan dari pekerja lain yang bukan pada posisi manajer dan pihak
pemilik.

19
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji. 2006. Psikologi Kerja. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Apperson et al. 2002. Women Managersand the Experience of Work Family Conflict.
American Journal of Undergraduate Research. Vol.1. No.3
http://www.ajuronline.org/uploads/Volume%201/Issue%203/13D-AppersonArt.pdf
diakses pada tanggal 20/06/2018
As’ad, Moh, 2004. Psikologi Industri: Seri ilmu Sumber Daya Manusia. Penerbit Liberty,
Yogyakarta
Frone, Russell dan Cooper. 1992. Model Of The Antecedents and Outcomes of Work-Family
Conflict: Testing a Model of the Work-Family Interface. Journal of Applied
Psychology, 77, 65-78.
https://www.researchgate.net/profile/Michael_Frone/publication/21599770_Antecedent
s_and_Outcomes_of_Work-Family_Conflict_Testing_a_Model_of_the_Work-
Family_Interface/links/0046352a794db4eeb1000000/Antecedents-and-Outcomes-of-
Work-Family-Conflict-Testing-a-Model-of-the-Work-Family-
Interface.pdf?origin=publication_detail Diakses pada tanggal 23/06/2018
Greenhaus, J.H. & Beutell, N.J. 1985. Sources of Conflict Between Work and Family Roles.
Academy of Management Review, 10 (1), 76-88. 75
https://www.researchgate.net/profile/Jeffrey_Greenhaus/publication/287011938_Sourc
es_of_conflict_between_work_and_family_roles_Academy_of_Management_Review_
Vol/links/56a8dc1308aeea2a20497e78/Sources-of-conflict-between-work-and-family-
roles-Academy-of-Management-Review-Vol.pdf?origin=publication_detail Diakses
Tanggal 18/06/2018.
Guitian, Gregorio. 2009. Conciliating Work and Family: a Catholic Social Teaching
Perspective. Journal of Business Ethic, 88: 513-524.
https://www.researchgate.net/publication/225796650_Conciliating_Work_and_Family_
A_Catholic_Social_Teaching_Perspective Diaskes pada tanggal 23/06/2018
Howard, J. L. 2008. Balancing conflicts of interest when employing spouses. Employee
Responsibility Rights Journal, 20(1), 29-43.
Iswari, Rina Indra dan Ari Pradhanawati. 2017. Pengaruh Peran Ganda, Stres Kerja Dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Perempuan Di PT Phapros Tbk Kota
Semarang. Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017.
Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro.

20
Semarang. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jiab/article/viewFile/14557/14082
Diakses pada tanggal 20/06/2018
Kupriyanov, R., & Zhdanov, R. (2014). The Stress Concept: Problems and out-looks. World
Journal of Medical Sciences,11(2), 179-185. doi: 10.5829/idosi.wjms.2014.11.2.8433
Linandar, Tidar Noefitri. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karier Wanita (Studi
kasus: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Bogor).
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor.
Lubis, Namora Lumongga., Syahfitriani, Emy. Perbedaan Konflik Peran Ganda Suami
Ditinjau dari Motivasi Kerja Kebutuhan Ekonomi dan Aktualisasi Diri pada Istri.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 1. Maret 2007.
Majid, Fitria. 2012. Faktor-faktor yang Mepengaruhi Keputusan Perempuan Berstatus
Menikah untuk Bekerja (Studi Kasus: Kota Semarang. UNDIP: Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/37390/1/MAJID.pdf. diakses pada 26/3/2018.
Payaman, J Simanjuntak. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Penerbit FE UI.
Poerwandari, K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi,
Univeritas Indonesia.
Prawitasari, A. K. 2007. Hubungan Work-Family Conflicts dengan KepuasaanKerja pada
Karyawati Berperan Jenis Kelamin Androgini di PT. Tiga Putra Abadi Perkasa
Cabang Purbalingga. Skripsi (Tidak Diterbitkan).Surakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rejeki, Sri, & Nugrahani, T.S. 2008. Analisis Konflik Peran Wanita Karir dan Hubungannya
dengan Komitmen Profesi (Studi Empiris Wanita Karir di D.I. Yogyakarta).Lembaga
Penelitian : UNY.
Setyowati, Theresia Lurry Ayu Dwi dan Tutuk Ari Arsanti. 2013. Perempuan Dan Jabatan
Managerial Dalam Organisasi: WFC Pada Perempuan Bekerja. Prosiding Seminar
Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call For Papers UNISBANK (SENDI_U) Kajian Multi
Disiplin Ilmu untuk Mewujudkan Poros Maritim dalam Pembangunan Ekonomi
Berbasis Kesejahteraan RakyatISBN: 978-979-3649-81-
8. https://media.neliti.com/media/publications/174695-ID-perempuan-dan-jabatan-
managerial-dalam-o.pdf Diakses pada tanggal 23/06/2018.

21
Simanjuntak, Augustinus. 2010. Prinsip-Prinsip Manajemen Bisnis Keluarga (Family
Business) Dikaitkan Dengan Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (PT). Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.1 114 2, No. 2, September 2010: 113-120.
Sugiyono, 2001, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.
Sukadiyanto. 2010. Stres dan Cara Menguranginya. Jurnal Ilmiah Pendidikan, 29 (1), 45-61.
Tewal, Bernhard dan Florensia B. Tewal. 2014. Pengaruh Konflik Peran Terhadap Kinerja
Wanita Karir Pada Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal EMBA Vol.2 No.1
Maret 2014, Hal. 450-456. http://eprints.ums.ac.id/36515/26/Naskah%20Publikasi.pdf
Diakses pada tanggal 23/06/2018.
Voydanoff, P. 2004. The Effects of WorkDemands and Resources on Work-to-Family Conflict
and Facilitation. Journal of Marriage and the Famil.66,398-412.
Wahjono, Sentot Imam. 2009. Perilaku Organisasi Sentot Imam Wahjono. Edisi Pertama
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

22

Anda mungkin juga menyukai