Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menghabiskan sebagian besar
waktunya.Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga interdependent satusama lain sebagaimana
keduanya berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Melalui pekerjaan, seseorang
mengubah tidak hanya lingkungan namun juga dirinya, memperkaya dan menumbuhkan hidup
dan semangatnya. Sedangkan keluarga dipandang sebagai hal yang pertama dan paling penting
dalam human society.Keluarga juga dikaitkan dengan kasih sayang dimana seseorang dapat
mengembangkan diri dan memperoleh pemenuhan dirinya, serta merupakan tempat yang
penting bagi sebuahkebahagiaandanharapan.Sedangkan pekerjaan adalah kondisi dan kebutuhan
dasar bagi kehidupan keluarga, dan pada sisi lain merupakan sekolah pertama bagi pekerjaan
untuk setiap orang.
Pembagian peran pekerjaan dan tugas keluarga dimasa lalu sangatlah jelas. Dimana
suami adalah pencari nafkah melalui pekerjaannya sedangkan istri merawat keluarga dan anak-
anak.Sejalan dengan perkembangan bisnis dan dunia usaha, kesempatan menempuh pendidikan
dan bekerja terbuka tidak hanya bagi lelaki namun juga perempuan. Lebih dari 20 tahun,
karakteristik demografi pekerja berubah secara signifikan. Peningkatan yang paling menonjol
adalah dari jumlah pekerja perempuan, orang tua tunggal, dual career, dan pasangan pencari
nafkah ganda.Perubahan ini memiliki potensi untuk mempengaruhi kualitas kerja dan
kehidupan keluarga. Hal ini juga meningkatkan perhatian peneliti untuk memahami konflik
yang muncul ketika partisipasi dalam kerja (W) mengganggu partisipasi dalam keluarga (F) ,
(W -> F) dan sebaliknya (F - * W).
Menurut Direktorat Tenaga Kerja dan Olahraga (2011), partisipasi perempuan dalam
dunia kerja diprediksi akan semakin terus meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat berbagai
alasan yang melandasi perempuan bekerja. Pertama, adanya tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga (Reddy, Vranda, Ahmed, Nirmala, & Siddaramu, 2010), misalnya
membantu suami mencari pemasukan tambahan bagi keluarga, menjadi single parent sehingga
harus menjadi tulang punggung keluarga (Lazr, Codrua, & Patricia, 2010), atau untuk
memenuhi kebutuhan pribadi jika belum menikah. Hal ini juga didukung oleh Ford, Heinen, dan
Langmaker (2007) yang menyatakan bahwa tekanan ekonomi yang terjadi pada beberapa
dekade terakhir ini menjadi salah satu penyebab perempuan terjun ke dunia kerja. Kedua, latar
belakang pendidikan yang dimiliki perempuan menjadikan bekerja sebagai bentuk aktualisasi
dirinya.
Duffield, Pallas, dan Aitken (2004) mengatakan bahwa hanya perempuan yang memiliki
keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadinya yang dapat melanjutkan pekerjaannya.
Adanya keseimbangan antara kehidupan pekerjaan dan kehidupan diluar pekerjaan seperti
keluarga, social, dan komunitas disebut dengan work/life balance. Konsep work/life balance
telah banyak digunakan dalam praktik organisasi. Selain itu, konsep work/life balance ini pada
awalnya dikembangkan untuk mengurangi konflik yang terjadi antara pekerjaan dan keluarga
(work family conflict) karena konflik tersebut dapat berdampak bagi efektivitas organisasi.
1.2 Tujuan
Untuk menjelaskan konflik-konflik dalam managing work and family.
Untuk menjelaskan bagaimana membentuk keseimbangan antara pekerjaan dan
keluarga.

BAB II

PEMBAHASAN

Secara teoritis, keseimbangan kerja keluarga digambarkan sebagai fenomena


perseptual yang dicirikan dengan rasa memiliki pencapaian resolusi kepuasan dari
beberapa tuntutan pekerjaan dan keluarga.individu yang memiliki kesulitan dalam
keseimbangan kerja dan keluarga mungkin memiliki masalah dalam dua area besar.
Pertama, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam manajemen waktu dan
menemukan kesulitan untuk bekerja memenuhi tuntutan kerja dan keluarga. Kedua,
mereka mungkin menganggap adanya bentuk konflik antar peran dimana tekananan
antara pekerjaan dan keluarga bertentangan.

2.1 Konflik Kerja dan Keluarga

Literatur konflik Kerja Keluarga menyatakan bahwa kerja dan keluarga memiliki
kemungkinan menggaangu satusama lain. Salah satu bentuk umum konflik kerja
keluarga adalah konflik waktu yang muncul ketika tuntutan waktu yang terkait dengan
partisipasi dalam salah satu peran mengganggu partisipasi dalam peran lainnya.
Program dukungan keluarga seperti jadwal yang fleksibel dan pengawasan yang
supportive berpengaruh secara langsung maupun tidak dengan koflik kerja-keluarga.
Karena permasalahan dasar dari Konflik Kerja Keluarga merupakan waktu, maka
karakteristik utama yang perlu dibenahi adalah manajemen waktu. Menurut penelitian,
manajemen waktu dapat mengurangi ketegangan seperti ketidak puasan kerja dan
keluhan kesehatan somatik.

Definisi dari konflik kerja-keluarga adalah sebuah bentuk konflik antar peran
dimana tekanan peran dari kerja dan keluarga saling bertentangan satu sama lain.
Artinya, partisipasi peran kerja dibuat lebih sulit berdasarkan parisipasi dalam peran
keluarga, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan literatur, diketahui ada tiga bentuk utama
dari konflik kerja-keluarga : a. konflikberbasiswaktu, b. konflikberbasisketegangan, dan
c. konflikperilaku.

Beberapa peran mungkin bersaing untuk waktu seseorang.


Waktu yang dihabiskan untuk kegiatan dalam satu peran secara umum
tidak dapat dikhususkan untuk kegiatan dalam peranlain.
Bentuk kedua dari konflik kerjakeluarga melibatkan ketegangan peran. Ada bukti
ketegangan peran. Terdapat bukti yang dapat dipertimbangkan jika tekanan pekerjaan
dapat menimbulkan gejala ketegangan seperti kecemasan, kelelahan, depresi, apatis,
dan mudah marah. Konflik basis ketegangan terjadi ketika ketegangan dalam satu peran
mempengaruhi performa peran lain.

Pola tertentu perilaku di-peran mungkintidak sesuai dengan harapan mengenai


perilakudalam peran lain.Misalnya, bahwa laki-laki, stereotip manajerial
menekankan kemandirian, kestabilan emosi,agresifitas, danobjektif. Anggota keluarga,
di sisi lain, mungkin mengharapkan seseorang untuk menjadi hangat, mengasuh,
emosional,danrentan dalam interaksi dengan mereka.Jika seseorang tidak mampu
untukmenyesuaikan perilaku sesuaiharapan, diakemungkinan akan mengalami konflik
antara peran.

Benin dan Niendstedt (1985) menyatakan bahwa spillover dari konflik pekerjaan
terhadap wilayah keluarga akan lebih besar bagi dual-career. Mereka memandang
bahwa ketika suami dan istri bekerja, mereka mensejajarkan peran pekerjaan dan
keluarga sehingga waktu dan tenaga mereka saling berkompetisi. Jika peran dalam
keluarga dapat mengurangi jumlah waktu dan tenaga yang dapat dicurahkan untuk
peran pekerjaan,
makakecederungannyaadalahmerekaakanberkonflikdalamwilayahpekerjaan, dan
karenanya akan menimbulkan potensi terjadinya spillover dari konflik pekerjaan dalam
wilayah keluarga. Dengan demikian, seseorang mengalami konflik dalam pekerjaan
yang semakin besar maka semakin besar juga konflik di dalam lingkungan pekerjaan
karena dia sangat dituntut di lingkungan kerja sehingga waktu bagi keluarga semakin
berkurang yang dapat menimbulkan konflik dalam lingkungan keluarga.

Konflik pekerjaan keluarga terjadi saat individu melakukan berbagai peran seperti
sebagai pekerja, pasangan (spouse), dan orang tua. Tiap-tiap peran tersebut memberikan
tuntutan tersediri yang membutuhkan waktu, energi, dan komitmen. Tuntutan berbagai
peran tersebut menghasilkan ketegangan dalam duahal, yaituoverload dan interference
(Kelly and Voydanoff, 1985). Overload terjadi saat keseluruhan tuntutan terhadap
waktu dan energi yang dikaitkan dengan aktivitas yang telah ditentukan sebelumnya
dari berbagai peran yang diembannya terlalu berat untuk dilaksanakan dengan memadai
atau dilaksanakan dengan cukup nyaman. Sedangkan interference terjadi saat tuntutan-
tuntutan saling berkonflik dan membuatnya sulit untuk memenuhi berbagai peran
tersebut.Teori overload dan interference memprediksikan bahwa tingginya konflik
pekerjaan akan diasosiasikan dengan tingginya konflik pekerjaan keluarga, sebuah
proposisi yang didukung secara empiris. (Greenhaus and Beutell, 1985; Kopelmanet al.,
1983; Jones and Butler, 1980).

Hasil penelitian dari Greenhaus and Beutell (1985) serta Kopelmanet al. (1983)
memberikan hasil bahwa meningkatnya konflik keluarga akan meningkatkan terjadinya
konflik pekerjaankeluarga. Penelitian sebelumnya juga menyatakan adanya peran-peran
parallel dalam gaya hidup dual-career yang menyatakan adanya hubungan positif
antara konflik keluarga dan konflik pekerjaan keluarga (Greenhaus and Beutell 1985;
Michelson, 1983) . Oleh Karena itu, semakin tinggi konflik dalam lingkungan pekerjaan
makasemakin tinggi konflik pekerjaan keluarga.

2.2 Work-Family Balance


Berkaitan dengan definisi keseimbangan kerja keluarga, para peneliti mempunyai konsep
yang berbeda antara satu dengan yang lain, bahkan menurut Frone (2003), Jones et al (2006)
keseimbangan kerja keluarga sulit didefinisikan. Pada awalnya keseimbangan kerja keluarga
hanya mengacu pada konsep tidak adanya konflik kerja-keluarga (Grzywacz & Carlson, 2007;
Clark, 2001; Saltzstein & Saltztein, 2001). Konsep ini adalah yang pertama dan yang paling
banyak digunakan dalam membahas keseimbangan kerja keluarga. (Grzywacz & Carlson,
2007).

Keseimbangan kerja keluarga adalah keberadaan individu ketika ada keterlibatan dan
kepuasan yang sama dalam peran kerja dan keluarga (Marks & MacDermind, 1996;
Greenhause, Collins, & Shaw, 2003) dengan konflik minimal (Clark, 2000). Konsep
keseimbangan peran menawarkan suatu alternatif bahwa individu memprioritaskan peran secara
hierarki untuk mengorganisir dan mengatur berbagai tanggung-jawab (Marks & MacDermind,
1996), sedangkan pencapaian peran yang dilakukan individu tersebut sehubungan dengan
harapan akan adanya negosiasi dan berbagi peran dalam domain kerja keluarga. (Grzy-wacz &
Carlson, 2007). Karena keterlibatan peran terbagi dalam elemen waktu dan keterlibatan secara
psikologis, maka komponen keseimbangan kerja keluarga adalah time balance, involvement
balance dan satisfaction balance. (Marks & MacDermind, 1996; Greenhause et al, 2003).
Berdasarkan hasil telaah referensi tentang pengertian keseimbangan kerja keluarga
diperoleh gambaran sementara bahwa keseimbangan kerja dan keluarga adalah keadaan ketika
seseorang merasakan adanya keterlibatan dan kepuasan peran yang sama dalam domain kerja
dan keluarga, dengan konflik yang minimal, karena kemampuannya dalam mengatur berbagai
tanggungjawab dan menentukan skala prioritas. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa pemahaman
sementara tentang komponen keseimbangan kerja keluarga terdiri dari rendahnya tingkat work
family conflict dan tingginya tingkat work family facilitation atau work family enrichment.
Meskipun demikian, di sisi lain disebutkan bahwa karena keterlibatan peran terbagi dalam
elemen waktu dan keterlibatan secara psikologis, maka komponen keseimbangan kerja keluarga
adalah time balance, involvement balance dan satisfaction balance.

Berdasarkan hasil kategorisasi tentang makna keluarga terungkap ada empat


kategorisasi makna keluarga, yaitu keluarga adalah yang terpenting dalam hidup, keluarga
merupakan sarana, keluarga merupakan tempat, dan keluarga adalah pemotivasi sehingga
lebih semangat dalam bekerja. Jika tidak ada keluarga rasanya tidak semangat dalam
bekerja. Diketahui bahwa salah satu alasan bekerja, diantaranya bertujuan untuk
kepentingan keluarga. Hal ini seperti yang dikatakan salah satu informan, bahwa saat ini
suaminya sedang sekolah, sehingga dia menjadi tulang punggung keluarga. Karena saat ini
suami tidak dapat memberikan kebutuhan yang cukup, maka ibu ini bekerja keras demi
kebutuhan keluarganya. Berkaitan dengan makna bekerja, dari hasil penelitian ini
terungkap lima kategori tentang makna bekerja, yaitu aktualisasi diri, tanggung jawab,
sarana berhubungan dengan orang lain, membantu suami dalam ekonomi rumah tangga,
dan menyalurkan hobby.

2.1.2 Makna keseimbangan kerja keluarga

Pada dasarnya makna keseimbangan kerja keluarga adalah jika seorang ibu bekerja
dapat membagi waktu, perhatian, dan tenaga serta membuahkan hasil yang memuaskan,
sehingga tugas-tugas di kantor dan di rumah terselesaikan dengan baik. Hal itu dapat
dilakukan karena ibu dapat mengatur bebagai peran dan mampu menempatkan skala
prioritas. Dengan demikian hasil penelitian ini merujuk kepada pendapat Marks &
MacDermind (1996), Grzywacz & Carlson (2007) serta Greenhause et al (2003).
Marks & MacDermind (1996), Greenhause et al (2003) mengungkapkan bahwa karena
keterlibatan peran terbagi dalam elemen waktu dan keterlibatan secara psikologis, maka
komponen keseimbangan kerja keluarga adalah time balance, involvement balance dan
satisfaction balance. Dalam hal ini seorang ibu yang seimbang karena mampu membagi waktu,
perhatian, termasuk tenaga antara keluarga dan pekerjaan. Di sisi lain, seorang ibu ada yang
lebih memilih mengutamakan bekerja, karena bekerja adalah sesuatu yang sudah dipilih, dengan
demikian sudah selayaknya dilakukan dengan baik. Sementara itu, ibu yang lebih
mengutamakan keluarga dengan pertimbangan keluarga adalah segalanya, yang terpenting
dalam hidup, bahkan keluargalah yang memberi rasa aman bagi para perempuan bekerja.

2.3 Upaya Memanage Waktu untuk Keseimbangan Keluarga

Upaya untuk memanage waktu yang kita miliki dengan aktivitasaktivitas yang
ingin kita lakukan,menyeimbangkan antara kerja dan keluarga disebut Sebagai Work Life
Balance. Menyeimbangkan antara kerja dan keluarga tidaklah mudah,. Namun terdapat
Beberapa hal yang dapat mempermudah keluarga untuk menyeimbangkan kerja dan
keluarga,yaitu :
1. Anggota keluarga harus menyadari pentingnya pekerjaan.
Jika anggota sadar,maka Keluarga akan lebih bersikap suportif terhadap kesibukan
anggota keluarga yang lain. Toleransi yang diberikan anggota keluarga akan mengurangi
beban maupun rasa bersalah yang timbul karena merasa terlalu sibuk bekerja.
2. Perilaku Asertif, individu yang asertif akan lebih sedikit konflik karena mampu
menyusun strategi dan mempertahankan rencana. Individu yang perfectionist
menginginkan perfect dalam setiap perannya, sehingga akan lebih merasa konflik dan
kesusahan dalam penyeimbangan dengan keluarga karena terlalu ingin perfect dalam
segala hal.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, Gary A & Jex, Strve M. (1999). Brief Report Relationships Between Time
Management, Control Work-Family, and Strain. Journal of Occupational Health
Psychology,  4 No 1, 72-77

Higgins, Christopher,. Duxbury, Lea,. Johnson, Karen Lea. (2000) Part-Time Work for
Women : Does it really help balance work and Family ? .HUman Resource Management,
39, 17-32

Beutell, Nicholas J & Greenhaus, Jeffrey H. (1985). Source of Conflict Between Work and
Family Roles. Academy of Management, 10, 76-88

Anshori & Yuwono (2012) Abstrak Makna Kerja (Meaning of Work) Suatu Studi Etnografi
Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Daerah Istimewa Yogyakarta. Media Jurnal
Psikologi Industri dan Organisasi.1, 3.

Dewi & Widayanti (2011). Gambaran Makna Keluarga ditinjau dari Status dalam Keluarga,
Usia, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Pekerjaan (Studi Pendahuluan) Jurnal Psikologi Undip. 10,
(2), 163-172. Diunduh dari
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/download/2890/2573. tanggal 13
Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai