Greenhaus & Beutell (1985) menggambarkan jenis konflik yang terkait dengan dilema
peran perempuan antara rumah tangga dan bekerja. Pertama, konflik berbasis waktu, yaitu
konflik yang terjadi karena penggunaan waktu untuk memenuhi satu peran dan tidak dapat
digunakan untuk memenuhi peran lain, termasuk pembagian waktu, energi dan peluang
antara peran pekerjaan dan rumah tangga (Allen et al, 2019). Kedua, konflik berbasis
ketegangan, yang mengacu pada munculnya ketegangan atau keadaan emosional yang yang
dihasilkan oleh satu peran menyulitkan seseorang untuk memenuhi tuntutan peran lainnya.
Misalnya, seorang ibu yang bekerja seharian akan merasa lelah, dan itu membuatnya sulit
untuk duduk dengan nyaman bersama anak untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya.
Ketiga, konflik berbasis perilaku, adalah konflik yang muncul ketika ekspektasi terhadap
suatu perilaku berbeda dengan ekspektasi dari perilaku peran lainnya. Ketidaksesuaian
perilaku individu saat bekerja dan saat berada di rumah, yang disebabkan oleh perbedaan
perilaku wanita karir biasanya sulit untuk mengubah antara peran yang dia jalani satu sama
lain (Ohu et al, 2019; Prancis & Allen, 2019; Conte dkk, 2019; Bettac & Probst, 2019; Pan &
Yeh, 2019; Khursheed dkk, 2019; Zang, Rasheed & Luqman, 2019; Reimann, Marx &
Diewald, 2019).
Wanita dijadikan sebagai objek penelitian karena wanita yang bekerja dan berkeluarga
dihadapkan pada peran ganda. Dalam menjalani kehidupannya, beberapa wanita tetap
menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan menjalankan pekerjaan
domestiknya, seperti mencuci, memasak, menyetrika, memandikan anak dan lain sebagainya.
Tetapi, diluar tugas domestiknya sebagai ibu rumah tangga, ia tetap menjalankan
kewajiibannya sebagai pekerja di sektor,publik. (www.Kompasiana.com).Timbulnya masalah
dalam kedua peran yang dijalaninya itu bisa memicu tingkat stres para wanita tersebut.
Adanya intensitas peran ganda yang tinggi menjadi penyebab menurunnya kinerja karena
wanita bekerja akan mengalami depresi, peningkatan keluhan fisik dan tingkat energi yang
rendah. Dari hasil penelitian Sianturi dan Zulkarnain (2013) menunjukkan banyak
konsekuensi negatif yang disebabkan oleh konflik peran ganda yang dijalani oleh seseorang,
tidak hanya berakibat pada dirinya sendiri tapi juga berakibat pada sikap kerja, keluarga, dan
kehidupan sosialnya. Menurut Gibson (dalam Ilyas 2001), kinerja dipengaruhi oleh beberapa
hal, salah satunya adalah faktor psikologis yang terdiri dari, peran, sikap, kepribadian,
motivasi, dan kepuasan kerja. Faktor psikologis di dalamnya tercakup pula konflik peran,
dalam hal ini peran ganda pada perawat wanita yang sudah menikah. Work-Family Conflict
akan menurunkan kinerja, produktivitas dan kepuasan kerja menurut Rohmah(2015).
Kepuasan kerja merupakan keadaan pikiran yang positif, bahagia dan selalu bekerja keras,
karyawan yang bekerja keras dan memiliki perasaan sengan terhadap pekerjaannya
merupakan aset dalam organisasi, mereka akan menghasilkan kinerja dan citra yang baik bagi
organisasi (Bashir dan Ramay, 2010). Dalam penelitian Churiyah (2011) menyatakan adanya
hubungan negatif antara work-family conflict dan kepuasan kerja yang akan berdampak pada
kinerja. Sedangkan pengertian kinerja menurut Bangun (2012) kinerja karyawan
(performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-
persyaratan pekerjaan. Penelitian ini diharapkan mampu memperluas wawasan dan
pemahaman tentang work-family conflict serta pengaruhnya terhadap kepuasan kerja yang
berkaitan dengan tingkat kinerja karyawan dalam pekerjaannya.
Menurut De Vries (2011) work family conflict sering timbul karena pekerjaan yang
memiliki jam kerja tidak fleksibel, tidak teratur, jam kerja yang panjang, serta beban kerja
yang tinggi, stres pekerjaan yang dialami, konflik personal di tempat kerja, perjalanan dinas,
perubahan karir, atau atasan organisasi yang tidak supportif dapat berpengaruh terhadap
pelaksanaan tanggung jawab terhadap keluarga. Keadaan ini dapat mengganggu pikiran
maupun mental karyawan saat bekerja pada puncaknya, dapat menimbulkan stres kerja pada
karyawan. Dengan kata lain, tuntutan yang datang dari pekerjaan dan keluarga melebihi
kapasitas yang dimiliki karyawan dapat meningkatkan ketegangan. Sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sudibya (2018) yang menjelaskan ketika work conflict family
meningkat maka hal tersebut akan mempengaruhi peningkatan pada stres kerja karyawan.
Stres kerja adalah pola emonsional perilaku kognitif dan reaksi psikologis terhadap aspek
yang merugikan dan berbahaya dari setiap pekerjaan, organisasi kerja dan lingkungan kerja
(Venalnampy, 2013). Namun menurut Gaol (2014:65), stres kerja merupakan istilah yang
merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, panik, perasaan gemuruh, anxiety,
kemurungan dan hilangnya daya. Stres kerja merupakan suatu keteganan yang dapat
menciptakan ketidak seimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, kondisi dan
proses berpikir seorang karyawan. Menurut Lazarus dalam Lumonga (2009:17) bentuk stres
dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu: Distress dan Eustress. Secara sederhana, stres yang
terjadi pada karyawan dapat bersifat destruktif (merusak) ataupun konstruktif (membangun)
tergantung dari seberapa besar tingkat stres dan tergantung bagaimana karyan
mempersepsikan, menafsirkan, dan memberikan tanggapan terhadap permasalahan yang
terjadi. Pada penelitian ini indikator stres kerja menggunakan distress dalam pengukuran stres
kerja. Bagi sebagian orang, tingkat kualitas stres yang rendah sampai sedang masih
memungkinkan karyawan untuk bekerja dengan baik, tetapi tingkat stres yang tinggi atau
stres yang berkepanjangan menyebabkan kinerja karyawan menurun (Robbins dan Judge,
2014). Stres kerja merupakan beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan
emosional yang dapat menghambat performance atau kinerja individu (Robbins dalam
Almasitoh, 2011). Menurut Mangkunegara (2009:195) Kinerja karyawan adalah hasil kerja
secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sinambella
(2017:480), Kinerja karyawan sebagai kemampuan karyawan dalam melakukan sesuatu
keahlian tertentu. Suatu pekerjaan memiliki persyaratan dalam mencapai tujuan yang disebut
sebagai standart pekerjaan (Setyawan, 2016). Kinerja seorang karyawan di tempat kerjanya
adalah menjadi titik terpenting bagi semua organisasi terlepas dari semua faktor dan kondisi.
Akibatnya karyawan dianggap sebagai aset yang penting bagi perusahaan karena faktor
penentu untuk keberhasilan suatu organisasi yang bersangkutan adalah produktivitas tenaga
kerja (Kishori &B.vinothini, 2016). Di zaman yang sangat dinamis ini kinerja yang baik dari
karyawan dapat mengarah pada kinerja perusahaan yang baik sehingga pada akhirnya
membuat perusahaan lebih sukses dan efektif.
Dari penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya hubungan antara work family
conflict atau konflik peran ganda sangat berpengaruh positif dan signifikan terhadap stres
kerja, yang artinya ketika work family conflict meningkat akan mempengaruhi peningkatan
pada stres kerja karyawan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmed (2013), stres kerja
memiliki hubungan negatif dengan kinerja karyawan perbankan di Pakistan. Sari, dkk (2015)
menyatakan bahwa stres dapat berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero Tbk cabang tuban) artinya bahwa semakin rendah stres dapat
meningkatkan kinerja karyawan. Penemuan penemuan ini menyarankan bahwa wanita
terlibat dalam profesi atau pekerjaan yang sama, maka keduanya berkomitmen serupa dengan
pekerjaan dan kehidupan keluarga mereka. Sedangkan menurut Bernadetta (2012)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara work family conflict terhadap kinerja
karyawan PT. Matahari Kahuripan Indonesia. Menurut Pintauli (2018) pada sektor formal
yang dipilih adalah sektor perbankan di mana karyawan di sektor perbankan memiliki
tekanan yang cukup tinggi, karena mereka harus mampu mencapai target yang ditetapkan
setiap periodenya. Para karyawan diminta untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi
pelanggan untuk bersaing dengan industri serupa lainnya, tetapi karyawan juga memiliki
tanggung jawab yang lebih tinggi dalam hal mengurus rumah tangga. Menurut Hasanah dan
Suharmono (2016) menjelaskan bahwa dalam sektor perbankan dalam menyelesaikan
tugasnya karyawan perlu melakukan lembur ketika ada tugas atau pekerjaan yang harus
diselesaikan pada hari yang sama dan pekerjaan yang perlu dikerjakan terburu buru
(deadline). Dibutuhkan dedikasi tinggi bagi karyawan untuk dapat membagi waktu dan
perhatian mereka untuk keluarga serta untuk pekerjaan sebagai karyawan. Faktor ini cukup
tinggi untuk menyebabkan dan menimbulkan tekanan pada karyawan.
Pekerja yang menghadapi tantangan WFC mengalami ketidakpuasan kerja, kinerja buruk
pada pekerjaan dan peningkatan niat berpindah (Jarrod, 2008; Akintayo, 2010; Allen, 2012;
Eby et al., 2005; Pardo & Alfonso, 2017). Dengan kata lain, WFC mengurangi kinerja dan
kepuasan pekerja dalam suatu organisasi, yang kemungkinan besar menghambat keseluruhan
produksi dan efisiensi organisasi. WFC mungkin bisa membuat beberapa karyawan berpikir
untuk berhenti dari pekerjaan mereka untuk lebih berkonsentrasi pada peran keluarga mereka.
Itu juga bisa membuat beberapa karyawan wanita kehilangan rumah mereka, sementara
beberapa memilih untuk tetap tidak menikah untuk menghadapi tekanan dan tuntutan
komitmen organisasi dan kinerja pekerjaan di organisasi. Sebuah perusahaan dapat
dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh terganggu, maka akan
menghambat keseluruhan menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan
individu tidak dapat berfungsi secara normal. Salah satu komponen penting yang pasti ada di
setiap perusahaan adalah karyawan. maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh antara
keeempat variabel yaitu work family conflict atau konflik peran ganda, stress kerja dan work
life balance yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja pada karyawan Wanita.
B. Pernyataan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat
disajikan beberapa masalah pokok yaitu sebagai berikut :
1. Banyak wanita yang mulai mengembangkan karir pada zaman modern ini.
2. Work Familly Conflict banyak terjadi kepada pekerja wanita yang bekerja dan
berkeluarga dihadapkan pada peran ganda.
3. Work conflict family conflict mempengaruhi peningkatan pada stres kerja karyawan.
4. Stres kerja yang diakibatkan oleh WFC dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
5. Pekerja yang menghadapi tantangan WFC mengalami penurunan kinerja.
C. Pertanyaan Masalah
1. Apakah work family conflict berpengaruh terhadap kinerja ?
2. Apakah work life balance berpengaruh terhadap kinerja ?
3. Apakah stress kerja berpengaruh terhadap kinerja ?
DAFTAR PUSTAKA