2
p-ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN : 2502 – 3594 DOI: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2020.13.2.112
Adriana Soekandar Ginanjar1*), Indira Primasari1, Rizqika Rahmadini1, Rima Woro Astuti1
*)E-mail: adriana.soekandar@ui.ac.id
Abstrak
Kepuasan pernikahan pada pasangan yang menjalani dual-earner family memiliki tantangan yang besar,
terutama bagi istri, akibat tingginya stress yang bersumber dari pekerjaan maupun pernikahan dan keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan work-family conflict dan work-family balance terhadap
kepuasan pernikahan pada istri yang menjalani dual earner family. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan desain cross-sectional. Kepuasan pernikahan diukur menggunakan Couple Satisfaction Index,
work-family conflict diukur dengan menggunakan Work-Family Conflict Scale, sementara work-family balance
diukur dengan Work-Family Balance Scale. Responden dalam penelitian ini adalah 181 istri yang merupakan
pegawai penuh waktu di Jabodetabek, dipilih dengan teknik convenience sampling. Teknik korelasi Pearson
digunakan sebagai metode dalam melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa work-
family conflict berhubungan negatif secara signifikan dengan kepuasan pernikahan, terutama dalam dimensi
work-intervening with family (r=-0,346; p<0,01). Sementara itu, terdapat korelasi yang positif antara work-family
balance dengan kepuasan pernikahan pada istri dalam dual-earner family (r=0,294; p<0,01). Penelitian ini
menunjukkan bahwa menjalankan peran sebagai pekerja, istri, dan ibu dalam waktu yang bersamaan bukan hal
yang mudah dan dapat menurunkan kepuasan pernikahan.
Kata kunci: dual-earner family, kepuasan pernikahan, wanita bekerja, work-family balance, work-family conflict
The Relationship between Work-Family Conflict and Work-Family Balance with Marital
Satisfaction of Wife in Dual-Earner Families
Abstract
Marriage satisfaction among couples in dual earner family faces greater challenges because of high stress from
work and family, especially for the wives due to dominant role in the family. The aim of this cross-sectional study
was to analyze the correlation of work-family conflict and work-family balance on wives’ marital satisfaction in dual
earner family. Marriage satisfaction was measured by the Couple Satisfaction Index, work-family conflict was
measured using the Work-Family Conflict Scale, while work-family balance was measured using the Work-Family
Balance Scale. The participants, selected with convenience sampling, were 181 wives who were full time
employees and worked in Jabodetabek. Pearson Correlation technique was used for testing hypotheses. The
results showed that work-family conflict was negatively related to marital satisfaction, especially work-intervening
with family (r=-0,346; p<0.01). Meanwhile, work-family balance had positive correlation with marriage satisfaction
(r=0,294; p<0.01). This research showed that fulfilling the role as a worker, wife, and mother at the same time is
not easy and can decrease marital satisfaction.
Keywords: dual-earner family, marital satisfaction, working women, work-family conflict, work-family balance
Work-family conflict merupakan bentuk dari merasa mendapat beban pekerjaan yang berat
konflik peran yang muncul dari tekanan peran di tempat kerja sehingga saat berada di rumah
yang bertolak belakang antara domain akan merasa sangat tertekan akibat tidak
pekerjaan dan keluarga sehingga partisipasi memiliki waktu yang cukup banyak untuk
pada salah satu peran menjadi lebih sulit akibat keluarga (Carlson et al., 2000; Van
peran lainnya (Armstrong et al., 2015; Liu et al., Steenbergen et al., 2014). Beban yang berat
2015). Kondisi ini berpengaruh langsung pada pekerjaan tersebut dapat menyita pikiran
kepada keluarga dan memberikan dampak dan tenaga, sementara itu istri masih memiliki
kepada kehidupan pernikahan (Carroll, Hill, tanggung jawab kepada keluarga. Kondisi
Yorgason, Larson, & Sandberg, 2013). Pada tersebut menyebabkan performa dalam
keluarga dengan suami dan istri yang sama- menjalankan tanggung jawab keluarga dapat
sama bekerja, kondisi menjalankan beberapa menurun. Tuntutan peran yang berlebihan
peran dalam waktu bersamaan merupakan tersebut menyebabkan munculnya role strain
beban mental yang lebih berat pada istri yang dapat berujung kepada konflik peran
dibandingkan pada suami. Istri yang bekerja (Creary & Gordon, 2016; Nohe, Meier, Sonntag,
dibebani oleh dua tanggung jawab yang sama & Michel, 2015).
penting dan berat di waktu yang bersamaan.
Akibat adanya tuntutan dari pekerjaan dan Work-family conflict terdiri dari tiga bentuk,
keluarga, istri dapat mengalami konflik akibat yaitu: time-based conflict, strain-based conflict,
kurangnya waktu untuk menjalankan kedua dan behavior-based. Time-based conflict
peran, ketidakcocokan perilaku pada kedua adalah kurangnya waktu yang dibutuhkan untuk
peran, dan ketegangan yang muncul dalam berpartisipasi pada satu peran karena banyak
menjalankan masing-masing peran (Tazekand, digunakan untuk peran lainnya. Misalnya,
Nafar dan Keramati, 2013) beban waktu yang tinggi dalam pekerjaan
mengganggu peran sebagai orang tua di
Work-family conflict merupakan variabel yang keluarga. Strain-based conflict muncul ketika
memiliki dua arah yang terdiri dari work- ketegangan dari salah satu peran berakibat
intervening with family (WIF) atau kondisi ketika sulitnya penyesuaian pada peran lainnya,
pekerjaan mengganggu keluarga dan family- seperti misalnya kinerja di tempat kerja
intervening with work (FIW) atau kondisi ketika menurun akibat ketegangan menghadapi
keluarga mengganggu pekerjaan (Beigi, masalah keluarga. Sementara behavior-based
Shirmohammadi, & Kim, 2016; Mercado & conflict merupakan konflik yang terjadi akibat
Dilchert, 2017). Fellows, Chiu, Hill, dan adanya ketidakcocokan tingkah laku antara
Hawkins (2015) menemukan adanya hubungan satu peran dengan peran lainnya. Sebagai
negatif antara work-family conflict dengan contoh, seorang manajer dituntut untuk
kepuasan pernikahan. Hal ini sejalan dengan bertindak tegas, stabil secara emosional, dan
temuan bahwa kepuasan pernikahan cukup asertif, sementara di dalam keluarga
merupakan bagian dari kehidupan keluarga dan individu dituntut untuk bersikap hangat,
yang paling terkena dampak negatif dari work- fleksibel, dan cenderung mengalah (Armstrong
family conflict (Bagherzadeh et al., 2016). et al., 2015; Liu et al., 2015).
responden, dan kuesioner online. Dengan cara dari 16 pernyataan) yang telah diadaptasi oleh
tersebut dapat diperoleh karakteristik sampel Melissa (2015). Validitas CSI-16 versi adaptasi
yang sesuai dengan yang ditetapkan oleh berkisar 0,270 sampai 0,751, yang diukur
peneliti. dengan metode corrected item-total correlation
dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,906.
Work-Family Conflict didefinisikan sebagai
salah satu bentuk konflik antar peran yang CSI-16 dibagi kedalam lima bagian dan
terjadi pada saat tekanan dari keluarga dan memiliki lima jenis respon. Setiap bagian
pekerjaan saling bertolak belakang sehingga memiliki jumlah pernyataan dan bentuk respon
mengakibatkan partisipasi pada salah satu yang berbeda-beda. Bagian satu mengukur
peran menyulitkan partisipasi dalam peran yang derajat kebahagiaan dalam hubungan, bagian
lainnya (Armstrong et al., 2015; Liu et al., dua mengukur seberapa jauh relasi dengan
2015). Variabel ini diukur menggunakan pasangan dirasakan berjalan dengan baik, dan
instrumen Work-Family Conflict Scale (WFCS) bagian tiga mengukur sejauh mana hubungan
yang dikembangkan oleh Carlson et al. (2000) dengan pasangan dirasakan positif.
dengan menggunakan definisi Work-Family Pemenuhan kebutuhan dari hubungan dan
Conflict dari Greenhaus dan Beutell (1985). pasangan serta perasaan subjek tentang
WFCS tersusun dari 18 pernyataan yang hubungannya masig-masing diukur pada
mencakup enam dimensi, yaitu Strain-based bagian empat dan lima. Skoring CSI dilakukan
WIF, Strain-based FIW, Behavior-based WIF, dengan cara menjumlahkan respon dari seluruh
Behavior-based FIW, Time-based WIF, dan jawaban. Rentang skor dari skala ini adalah 0-
Time-based FIW. Respon responden diukur 81. Skor CSI dibawah 51,5 mengindikasikan
melalui skala Likert dari rentang skor 1 hingga 5 terdapat ketidakpuasan yang nyata dalam
(“sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”). hubungan (Funk & Rogge, 2007).
Semakin tinggi skor yang didapat maka
semakin tinggi juga tingkat work-family conflict Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
yang dirasakan dan begitu pula sebaliknya. Alat statistik deskriptif untuk mengetahui gambaran
ukur ini memiliki item validity berkisar antara demografis dan masing-masing variabel utama
0,437-0,972 yang dilakukan dengan metode yakni kepuasan pernikahan, work-life conflict,
corrected item-total correlation dengan nilai dan work life balance responden. Peneliti
reliabilitas nilai Cronbach’s alpha sebesar menggunakan perhitungan korelasi Pearson
0,779. untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
pada variabel yang diteliti. Sementara itu, untuk
Work-family balance merupakan ketercapaian melakukan ketegorisasi terhadap hasil skor
seluruh ekspektasi dari peran dalam pekerjaan variabel work-family conflict dan work-family
dan peran dalam keluarga yang dijalankan balance, dilakukanlah analisis dengan metode
bersama-sama (Omar & Zakaria, 2015). Work- hypothetical mean. Berdasarkan kategorisasi
family balance merupakan skor total yang tersebut, batas pisah untuk skor work-family
diperoleh dari kuesioner Work-Family Balance conflict adalah 41 sehingga responden yang
Scale (Carlson, Grzywacz, & Zivnuska, 2009). memiliki skor ≥ 41 dapat dikategorikan memiliki
Skala ini terdiri dari 6 pernyataan dan respon work-family conflict yang tinggi, sementara
responden diukur menggunakan skala Likert responden yang memiliki skor < 41 dapat
dengan rentang 1-5 (“sangat tidak setuju” dikategorikan memiliki work-family conflict yang
hingga “sangat setuju”). Validitas masing- rendah. Adapun pada variabel work-family
masing pernyataan adalah diatas 0,77 yang balance, responden yang memiliki skor <15, 16
diukur dengan metode corrected item-total – 20, ≥ 21 dapat dikategorikan memiliki work-
correlation dengan nilai Cronbach’s alpha family balance di tingkat rendah, sedang, dan
sebesar 0,93. tinggi. Untuk seluruh prosedur analisis, foftware
analisis data yang digunakan dalam penelitian
Kepuasan pernikahan didefinisikan sebagai ini adalah aplikasi IBM SPSS Version 20.0.
evaluasi global tentang keadaan pernikahan
seseorang (Norton, 1983) Alat ukur yang HASIL
digunakan untuk mengukur kepuasan
pernikahan adalah Couple Satisfaction Index Karakteristik Istri
(CSI) (Funk dan Rogge, 2007). Kuesioner CSI
menggunakan enam poin skala Likert dengan Jumlah responden yang berhasil didapatkan
rentang 0-5, yaitu sangat tidak benar, sedikit dalam penelitian ini, yaitu 212 responden.
benar, cukup benar, kebanyakan benar, hampir Namun, data yang dapat diolah berjumlah 181
sepenuhnya benar, dan sepenuhnya benar. data.
Dalam penelitian ini digunakan CSI-16 (terdiri
Vol. 13, 2020 WORK-FAMILY BALANCE DAN KEPUASAN PERNIKAHAN 117
Tabel 1 Gambaran umum responden penelitian responden berpendidikan D4 atau S1. Selain
(n=181) itu, hampir separuh dari responden (49,70%)
Karakteristik
Kategori
Frekue Distrib memiliki usia pernikahan berkisar 1-5 tahun,
responden nsi (n) usi (%) walaupun ada sejumlah kecil responden yang
Usia 20-39 137 75,70 telah menikah lebih dari 20 tahun. Keseluruhan
40-60 44 24,30 responden bekerja di daerah Jabodetabek
Pendidikan SMA/SMK/Sed dengan jumlah terbesar bekerja di Jakarta.
20 11,00
terakhir erajat
18 9,90
D1-D3 Selanjutnya, sebanyak 58 persen responden
106 58,60 sudah bekerja di perusahaan saat ini selama 2-
D4/S1
37 20,40 10 tahun dan jenis pekerjaan terbanyak adalah
S2-S3
Usia ≤ 5tahun 90 49,70 karyawan swasta (64,60%). Hasil lain
pernikahan 6-10 tahun 34 18,80 menunjukkan bahwa tujuh dari sepuluh
11-15 tahun 25 13,80
responden bekerja antara 35-40 jam/minggu
dan sisanya lebih dari 40 jam/minggu. Pada
16-20 tahun 19 10,50
aspek penghasilan, sebagian besar (64,61%)
>20 tahun 13 7,20
mengaku mendapatkan penghasilan antara
Anak Tidak memiliki 14,90 Rp3.000.000 sampai Rp10.000.000 setiap
anak 27
85,10 bulannya.
Memiliki anak 154
Tabel 3 Analisis work-family conflict dengan Berbeda dengan hasil work-family conflict,
kepuasan pernikahan analisis hasil menunjukkan adanya korelasi
Variabel r p r2 yang positif antara work-family balance dengan
Work-family conflict dan - 0,119 kepuasan pernikahan pada istri dalam dual-
0,000
kepuasan pernikahan 0,346** earner family (r=0,294; p<0,01). Artinya,
Arah Beta semakin tinggi tingkat work family balance
SE Sig maka semakin tinggi pula kepuasan
(β)
Work intervening with -0,632 2,00 0,002 pernikahannya. Selanjutnya, untuk
family (WIF) memperdalam analisis, peneliti juga melakukan
Family intervening with -0,224 2,38 0,34 analisis regresi berganda untuk mengetahui
work (FIW) sumbangan peran kovariat terhadap variabel
Bentuk Beta kepuasan pernikahan. Berdasarkan analisis
SE Sig regresi berganda dapat diketahui bahwa 8,9
(β)
Time-based -0,170 0,311 0,585 persen varians kepuasan pernikahan dapat
Strain-based -0,636 0,330 0,056 dijelaskan oleh work family balance dan
Behavior-based -0,543 0,222 0,016* sisanya oleh faktor-faktor lain.
Keterangan: **Signifikan pada LoS 0,01 (one-tailed),
*Signifikan pada LoS 0,05
Vol. 13, 2020 WORK-FAMILY BALANCE DAN KEPUASAN PERNIKAHAN 119
Analisis terhadap data demografis juga Korelasi antara jumlah anak dengan work-
dilakukan pada variabel ini. Beberapa hasil family balance sebesar r = 0,142 (p<0,05), yaitu
penting adalah bahwa usia, jumlah anak, dan artinya semakin banyak jumlah anak yang
usia pernikahan berkorelasi dengan work-family dimiliki maka work-family balance semakin
balance pada istri yang menjalani dual-earner tinggi. Sementara korelasi antara usia
family. Korelasi usia dengan work-family pernikahan dengan work-family balance adalah
balance adalah 0,228 (p<0,01), yang sebesar r = 0,210, (p<0,01) yang menunjukkan
menunjukkan bahwa semakin bertambah usia bahwa work-family balance akan cenderung
istri maka kemampuannya untuk mencapai meningkat dengan bertambahnya usia
keseimbangan antara pekerjaan dengan pernikahan.
keluarga juga semakin tinggi.
PEMBAHASAN
Tabel 5 Korelasi variabel demografi, work-
family balance, dan kepuasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pernikahan terdapat hubungan negatif yang signifikan
Variab antara work-family conflict dengan kepuasan
1 2 3 4 5 6 7
el pernikahan pada istri yang berada dalam
Usia pernikahan dual-earner family. Hasil ini
--
(1) mendukung penelitian sejumlah penelitian
Jumlah - sebelumnya yang juga membuktikan adanya
anak 0,59 - korelasi negatif antara work-family conflict
(2) 2 dengan kepuasan hubungan, walaupun dalam
Pendidi 0,18 0,13 istri bekerja yang berbeda (Fellows et al., 2015;
-
kan (3) 3** 3* Minnotte et al., 2014). Hasil penelitian ini juga
Usia sejalan dengan temuan yang menggunakan
0,90 0,61 0,1
pernika - istri bekerja wanita bekerja di Indonesia
2** 3** 10
han (4) (Handayani & Harsanti, 2017). Hubungan
Jam - - - negatif pada hasil penelitian yang telah lalu dan
0,0
kerja 0,02 0,07
52
0,0 - penelitian ini menunjukkan bahwa semakin
(5) 4 3 22 tinggi work-family conflict maka diikuti dengan
Work- 0,22 semakin rendah kepuasan pernikahan yang
-
family 8** 0,14 0,1 0,2 dirasakan oleh individu tersebut dan begitu juga
0,0 -
balanc 2* 12 10 sebaliknya.
36
e (6)
Kepua Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
san 0,01 0,06 0,0 0,0 0,0 0,29 semakin tinggi work-family conflict maka
pernika 4 0 93 14 67 4** kepuasan pernikahan akan menurun, demikan
han (7)
juga sebaliknya. Keadaan konflik akibat
Keterangan: *signifikan pada level 0,05; **signifikan pada memiliki beberapa peran memang seringkali
level 0.01
dianggap sebagai mekanisme yang
120 GINANJAR, PRIMASARI, RAHMADINI, & ASTUTI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
bertanggung jawab terhadap hubungan negatif Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
antara domain keluarga dan pekerjaan (Poms, adanya perbedaan signifikan pada tingkat work-
Fleming, & Jacobsen, 2016). Ketika seseorang family conflict apabila dilihat berdasarkan usia.
mengalami work-family conflict maka tekanan Responden yang berusia 20 hingga 39 tahun
akibat waktu, ketegangan, atau perbedaan (masa dewasa muda) mengalami konflik yang
perilaku akan dialami. Pada akhirnya tekanan- lebih tinggi dibandingkan mereka yang berada
tekanan tersebut dapat memunculkan pada masa dewasa madya. Perbedaan yang
kelelahan emosional yang kemudian signifikan juga ditemukan pada jam kerja. Dari
berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan aspek jam kerja, responden yang
individu tersebut (Poms et al., 2016). menghabiskan lebih dari 40 jam per minggu
memiliki tingkat konflik yang lebih tinggi. Kedua
Berdasarkan arah work-family conflict, dalam perbedaan pada tingkat work-family conflict
penelitian ini ditemukan bahwa arah work- tersebut dapat terjadi karena sebagian besar
intervening with family (WIF) atau kondisi responden berada pada rentang usia dewasa
pekerjaan mengganggu keluarga menjadi muda, memiliki usia pernikahan 1-5 tahun, dan
prediktor yang signifikan pada kepuasan sudah memiliki anak. Akibatnya konflik peran
pernikahan istri dibandingkan dengan arah yang dialami cenderung tinggi karena istri perlu
family-intervening with work (FIW). Temuan mengalokasikan waktu, perhatian, dan tenaga
dalam penelitian ini berbeda dengan hasil untuk bekerja dan juga memelihara pernikahan
penelitian Keene dan Reynolds (2005) yang dan mengurus anak. Waktu yang dihabiskan
menyatakan bahwa dibandingkan pria, wanita untuk mengurus anak, khususnya pada masa
cenderung lebih banyak mengalami konflik bayi, juga memiliki efek negatif pada
keluarga yang mengganggu kinerja dalam penghasilan istri karena ia mengorbankan
pekerjaan atau family-intervening with work. waktu dan energi untuk anaknya dibanding
Tingginya tingkat konflik pekerjaan yang pada kariernya (Angelov, Johansson, & Lindahl,
berdampak negatif pada keluarga dapat 2016; Evers & Sieverding, 2013; Molina, 2015)
disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya
adalah tingginya tingkat keterlibatan pada Analisis terhadap variabel work-family balance
pekerjaan dan banyaknya waktu yang dan kepuasan pernikahan menunjukkan hasil
digunakan untuk bekerja (Byron, 2005). Pada yang berlawanan dengan hubungan antara
penelitian ini, responden yang dipilih adalah work-family conflict dan kepuasan pernikahan.
karyawan penuh waktu yang bekerja minimal Penelitian ini membuktikan bahwa work family
35 jam/minggu, bahkan sebagian bekerja lebih balance dapat meningkatkan kepuasan
dari 40 jam/minggu. Kondisi ini menyebabkan pernikahan. Hasil ini mendukung dan
waktu yang dimiliki istri untuk keluarganya memperkaya penelitian-penelitian sebelumnya
menjadi terbatas. Selain itu, belum lagi yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
kemacetan di kota besar yang harus dihadapi positif yang signifikan antara work-family
setiap hari, semakin mengurangi jumlah waktu balance dan kepuasan pernikahan (Barnett et
dan energi yang dapat diberikan untuk al., 2003; Carlson et al., 2009; Chen & Li,
keluarga. 2012).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa bentuk Istri yang berasal dari dual-earner family
konflik yang menjadi prediktor signifikan dihadapkan pada berbagai tanggung jawab
terhadap kondisi kepuasan pernikahan pada peran yang harus dijalani, yaitu peran untuk
istri dalam dual-earner family adalah behavior- mengurus anak, mengurus rumah tangga, dan
based conflict, yaitu yang terjadi ketika terdapat bertanggung jawab terhadap pekerjaan.
ketidaksesuaian perilaku antara satu peran Seringkali tuntutan dan tekanan dalam domain
dengan peran lainnya. Ketidaksesuaian pekerjaan dan keluarga saling bertentangan
perilaku tersebut membuat seseorang akhirnya sehingga membuat partisipasi dalam kedua
menampilkan perilaku negatif seperti marah domain semakin sulit (Minnotte et al., 2014).
atau menarik diri sehingga akan berdampak Keberhasilan dalam menyeimbangkan tuntutan
kepada penurunan kepuasan pernikahan dan tekanan peran akan mempermudah
(Wortel, 2009). Dalam penelitian ini, mayoritas partisipasi dalam domain tersebut dan
responden telah memiliki anak sehingga berdampak positif pada pernikahan.
memiliki peran sebagai karyawan, istri dan juga
ibu dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil
menyumbangkan fakta bahwa tingginya penelitian Barnett et al. (2003) yang
perbedaan tuntutan diantara peran-peran menunjukkan bahwa level work family balance
tersebut mengarah pada menurunnya yang dipersepsi oleh individu memengaruhi
kepuasan pernikahan. persepsi kualitas pernikahan yang sedang
Vol. 13, 2020 WORK-FAMILY BALANCE DAN KEPUASAN PERNIKAHAN 121
dijalani. Istri yang telah mencapai level balance sehingga mendorong peningkatan performa
dapat mengembangkan kemampuan dalam keluarga (van Steenbergen et al., 2014).
pemecahan masalah dan lebih tahan terhadap Penelitian-penelitian tersebut mendukung hasil
stres. Ketika suatu masalah datang, maka penelitian ini yang juga membuktikan bahwa
individu dapat mencari solusi secara cepat dan work-family conflict berpengaruh pada
dapat melihat suatu permasalahan dari penurunan kepuasan pernikahan sementara
berbagai sudut pandang (Chen & Li, 2012). work-family balance meningkatkan kepuasan
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian pernikahan.
lain bahwa kemampuan membagi sumber daya
secara merata berperan sebagai faktor penentu SIMPULAN DAN SARAN
well-being (Carlson et al., 2009; Chen & Li,
2012; Nohe et al., 2015). Dengan demikian, Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
saat terjadi masalah dalam hubungan disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif
pernikahan yang dikarenakan urusan pekerjaan yang signifikan antara work-family conflict
maka individu dapat menangani masalah dengan kepuasan pernikahan. Adanya
tersebut dengan cepat sehingga masalah tidak peningkatan pada
menjadi berlarut larut sehingga kepuasan work-family conflict akan diikuti dengan
pernikahan tetap stabil bahkan dapat penurunan pada kepuasan pernikahan,
meningkat. demikian juga sebaliknya. Sementara itu, work-
family balance memiliki hubungan positif yang
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa usia signifikan dengan kepuasan pernikahan.
responden berkorelasi positif dengan work- Dengan demikian, semakin tinggi work-family
family balance, yang artinya semakin tinggi usia balance maka semakin tinggi pula kepuasan
responden maka semakin tinggi tingkat work- pernikahan yang dimiliki.
family balance. Jika dikaitkan dengan tugas
perkembangan, semakin dewasa seseorang Keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak
maka tingkat conscientiousness yang dimiliki dilibatkannya suami dalam pengambilan data
semakin tinggi, yang mungkin disebabkan oleh padahal besar kemungkinan mereka juga
pengalaman kerja atau karena meningkatnya mengalami konflik-konflik terkait pekerjaan dan
kematangan sosial dan stabilitas emosi yang keluarga dalam perkawinan yang lebih egaliter.
semakin baik (Deepa, 2019; Leikas & Salmela- Jumlah responden dalam penelitian ini juga
Aro, 2014). Dengan demikian, semakin dewasa perlu diperbanyak, terutama responden dari
seseorang maka pengetahuan mengenai Jabodetabek yang bukan penduduk Jakarta,
bagaimana bertindak dan menyikapi kondisi- agar hasil penelitian lebih menggambarkan
kondisi dalam hidup menjadi lebih baik. Ditinjau populasi yang dipilih. Disamping itu, cara
dari segi kognitif, mereka yang telah memasuki pengambilan sampel dengan metode
usia dewasa madya memiliki kemampuan nonprobability sampling menghambat
integrative thought, artinya mereka mampu dilakukannya generalisasi hasil penelitian ini
mengintegrasikan logika dengan intuisi dan pada populasi. Keterbatasan lain dari penelitian
emosi. Mereka juga menginterpretasikan ini adalah adanya dua cara penyebaran
informasi yang diperoleh menjadi sesuatu yang kuesioner, yaitu secara langsung dan secara
bermakna berdasarkan pengalaman hidup online. Perbedaan ini kemungkinan
mereka. Dengan demikian, mereka akan lebih memengaruhi kualitas data yang terkumpul dan
berhasil dalam mencapai keseimbangan dalam memiliki efek pada hasil penelitian secara
peran-perannya (Papalia & Martorell, 2014). keseluruhan.
Penelitian VanSteenbergen, Kluwer, dan Berdasarkan hasil penelitian ini perlu dilakukan
Karney (2014) menemukan bahwa faktor terkait penelitian lanjutan untuk meneliti faktor-faktor
pekerjaan dan keluarga yang berperan dalam lain dalam dual-earner family yang
kepuasan pernikahan adalah work-family memengaruhi kepuasan pernikahan secara
conflict dan work-family enrichment. Tingginya negatif dan positif, seperti stres internal dan
work-family conflict akan mendorong stres dan eksternal, serta coping pada pasangan (dyadic
penurunan performa dalam menjalankan peran coping). Bagi psikolog, hasil penelitian ini dapat
pada domain keluarga. Sebaliknya jika tingkat menjadi panduan untuk memberikan
work-family enrichment tinggi maka akan psikoedukasi dan konseling kepada wanita
mendorong kepuasan pernikahan. Pengalaman bekerja tentang pentingnya mencari strategi
yang didapatkan dari pekerjaan dapat mengatasi work-family conflict dan mencapai
diterapkan ketika menjalankan tanggung jawab work-family balance dan juga menjalin
peran di dalam keluarga disamping juga kerjasama suami-istri dalam menjalankan peran
meningkatkan pengaruh positif individu sebagai orang tua.
122 GINANJAR, PRIMASARI, RAHMADINI, & ASTUTI Jur. Ilm. Kel. & Kons.
Nohe, C., Meier, L. L., Sonntag, K., & Michel, A. (2017). The role of job demands and job
(2015). The chicken or the egg? A meta- resources in the development of emotional
analysis of panel studies of the relationship exhaustion, depression, and anxiety
between work–family conflict and strain. among police officers. Police Quarterly,
Journal of Applied Psychology, 100(2), 21(1), 109–134. doi:10.1177/1098611
522–536. doi:10.1037/a0038012. 117743957.
Norton, R. (1983). Measuring marital quality: A Steil, J. M. (2009). Dual-earner couples. In
critical look at the dependent variable. Reis, H. T. & Sprecher, S. (Eds.)
Journal of Marriage and Family, 45(1), Encyclopedia of human relations. (pp. 29-
141-151. doi: 10.2307/351302. 54). Thousand Oaks, CA: Sage.
Omar, M. K., & Zakaria, A. (2015). Tazekand, F. E., Nafar, N., & Keramati, R.
Conceptualising work-life balance: (2013). The relationship between marital
Extension of work-family balance. satisfaction and job satisfaction among
Advanced Science Letters, 21(6), 2155- employees of social welfare organization
2158. doi:10.1166/asl.2015.6240. at Tehran Branches. Life Science Journal,
10(6s), 804-812. doi:10.7537/marslsj
Papalia, D. E., & Martorell, G. (2014).
Experience human development (12th 1006s13.127.
ed.). New York, US: McGraw Hill Toffoletti, K., & Starr, K. (2016). Women
Education. academics and work-life balance:
Park, Y., & Fritz, C. (2015). Spousal recovery Gendered discourses of work and care.
Gender, Work & Organization, 23(5), 489–
support, recovery experiences, and life
504. doi:10.1111/gwao.12133.
satisfaction crossover among dual-earner
couples. Journal of Applied Psychology, VanSteenbergen, E. F., Kluwer, E. S., &
100(2), 557–566. doi:10.1037/a0037894. Karney, B. R. (2014). Work–family
enrichment, work–Family conflict, and
Pattusamy, M., & Jacob, J. (2015). Testing the
marital satisfaction: A dyadic analysis.
mediation of work–family balance in the
Journal of Occupational Health
relationship between work–family conflict
and job and family satisfaction. South Psychology, 19(2), 182 - 194. doi:10.10
African Journal of Psychology, 46(2), 218– 37/a0036011.
231. doi:10.1177/0081246315608527. Waismel-Manor, R., Levanon, A. & Tolbert, P.S.
(2016). The impact of family economic
Pedersen, D. E., & Kilzer, G. (2013). Work-to-
family conflict and the maternal structure on dual-earners’ career and
family satisfaction. Sex Roles, 75(7-
gatekeeping of dual-earner mothers with
young children. Journal of Family and 8), 349–362. doi:10.1007/s11199-016-
Economic Issues, 35(2), 251– 0620-3.
262. doi:10.1007/s10834-013-9370-3. Wortel, C. (2009). The relation of work-family
Pluut, H., Ilies, R., Curşeu, P. L., & Liu, Y. conflict and work-family facilitation with
marital satisfaction, through negative and
(2018). Social support at work and at
positive behaviors (Master’s Thesis).
home: Dual-buffering effects in the work-
family conflict process. Organizational Utrecht, NL: Universiteit Utrech.
Behavior and Human Decision Processes, Xie, J., Shi, Y., & Ma, H. (2017). Relationship
146(2018), 1–13. doi:10.1016/j.obhdp between similarity in work-family centrality
.2018.02.001. and marital satisfaction among dual-earner
couples. Personality and Individual
Poms, L. W., Fleming, L. C., & Jacobsen, K. H.
Differences, 113(2017), 103–108. doi:10.
(2016). Work-family conflict, stress, and
physical and mental health: A model for 1016/j.paid.2017.03.021.
understanding barriers to and opportunities Yucel, D. (2017). Work-family Balance and
for women’s well-being at home and in the Marital Satisfaction: The mediating effects
workplace. World Medical & Health Policy, of mental and physical health. Society and
8(4), 444-457. doi:10.1002/wmh3.211. Mental Health, 7(3), 175–195. doi:10.1177/
2156869317713069.
Sakina, A. I., & Asiah, D. H. (2017). Menyoroti
budaya patriarki di Indonesia. Social Work Zaimah, R. (2019). The probability factor
Journal, 7(1), 71-80. doi:https://doi.org influences the level of financial well-being
/10.24198/share.v7i1.13820. of workers in Malaysia. Malaysian Journal
of Society and Space, 15(3), 122-135.
Santa-Maria, A., Wörfel, F., Wolter, C., Gusy,
doi:10.17576/geo-2019-1503.
B., Rotter, M., Stark, S., Renneberg, B.