Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/259716093

Analisis Work Family Conflict Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pekerja

Article · September 2013

CITATIONS READS

2 4,518

2 authors, including:

Zulkarnain Amin
University of Sumatera Utara
27 PUBLICATIONS 50 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

workplace bullying View project

All content following this page was uploaded by Zulkarnain Amin on 27 January 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI
© 2013 Psychology Forum UMM, ISSN: 2303-2936
Volume I (3), 207 - 215

Analisis work family conflict terhadap kesejahteraan


psikologis pekerja

Maria Mayasari Sianturi dan Zulkarnain Universitas Sumatera Utara1

Abstraksi Keberhasilan suatu organisasi ditandai dengan karyawan yang sejahtera di tempat kerjanya. Bagi
karyawan yang sudah menikah, tuntutan pekerjaan dan keluarga harus dijalankan dengan seimbang
karena kepuasan dalam keluarga berkontribusi terhadap kebahagiaaan di tempat kerja. Selanjutnya,
ketika karyawan dapat menjaga keseimbangan pemenuhan tuntutan pekerjaan dan keluarga, maka
karyawan akan terhindar dari work family conflict. Studi ini memiliki dua tujuan penelitian. Pertama
adalah untuk mengetahui hubungan work family conflict dengan kesejahteraan psikologis. Kedua adalah
untuk mengetahui faktor-faktor penentu kesejahteraan psikologis berdasarkan dimensi work family
conflict (yaitu, time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict). Kuesioner digunakan
untuk mengukur kedua variabel penelitian. Ada 288 karyawan perkebunan yang terlibat dalam
penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa work-family conflict berkorelasi negatif dengan
kesejahteraan psikologis. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada dua dimensi work-family conflict
yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan psikologis. Penelitian ini bisa menjadi pedoman
bagi pembuat kebijakan untuk pelaksanaan kebijakan sumber daya manusia yang lebih baik.

Kata kunci Work family conflict, kesejahteraan psikologis, pekerja perkebunan, sumber daya manusia

banzad (2012) bahwa penerapan sumber daya


Latar Belakang
manusia akan meningkatkan kualitas pekerja
Perubahan dalam bidang ekonomi mendorong dan kondisi ini akan berkorelasi positif dengan
organisasi untuk berbenah diri dalam meng- kemajuan operasional organisasi.
hadapi persaingan yang ada. Pembenahan diri Kerja merupakan salah satu aspek yang
perusahaan dapat dilakukan dengan memper- penting dalam kehidupan manusia saat ini
siapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil untuk memenuhi kebutuhan dan kebanyakan
sehingga dicapailah performa kerja yang baik pekerja menghabiskan waktu rata-rata dela-
yang akan meningkatkan produktivitas peru- pan jam sehari di tempat kerjanya (Harter,
sahaan (Mufunda, 2006). Schmidt & Hayes, 2002). Kondisi ini menye-
Dalam mencapai tujuan tersebut, penge- babkan sebagian besar waktu seorang pekerja
lolaan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi itu dihabiskan di tempat kerja. Dalam dunia
hal yang sangat penting dalam siklus hidup kerja individu menghadapi segala tugas, ling-
organisasi. Sumber daya manusia dianggap kungan sosial di tempat kerja, serta pengua-
sebagai investasi yang berharga bagi perusa- saan alat-alat yang mereka gunakan. Dalam
haan karena kinerja mereka memberikan ha- menjalankan tugasnya sebagai pekerja atau
sil yang nyata bagi perusahaan (Zhang & Jin, karyawan, ada hal-hal yang menyenangkan
2006). Dengan kata lain, sumber daya manu- dan tidak menyenangkan yang mereka hadapi.
sia berperan penting dalam menyukseskan Pengalaman-pengalaman menyenangkan
suatu organisasi. Hal ini sejalan dengan yang dan tidak menyenangkan ataupun kebahagia-
dikemukakan oleh Beig, Karbasian, dan Ghor- an dan ketidakbahagiaan dikenal sebagai Psy-

1
Korespondensi ditujukan kepada Zulkarnain, zulkarnain3@usu.ac.id, Jl. Dr. Mansur No. 7, Padang Bulan, Medan

207
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (3), 207 - 215

chological Well-Being (PWB) atau kesejahteraan yang didasari oleh kepercayaan, empati dan
psikologis (Halim & Atmoko, 2005). Ryff (1989) kasih sayang yang kuat (Ryff, 1989). Hal terse-
menjelaskan kesejahteraan psikologis sebagai but dapat diperoleh dari orang-orang terdekat,
hasil evaluasi atau penilaian seseorang ter- misalnya rekan kerja, kerabat, terutama kelu-
hadap dirinya yang merupakan evaluasi atas arga (Keyes, Hysom, & Lupo, 2000). Demikian
pengalaman-pengalaman hidupnya. Hal ini halnya dalam konteks pekerjaan, karyawan
berarti bahwa kesejahteraan psikologis akan yang sejahtera adalah karyawan yang memi-
membantu individu untuk mengontrol aspek liki hubungan positif dengan orang lain, ter-
kehidupannya secara sadar. Keberhasilan sua- masuk keluarganya.
tu organisasi salah satunya ditandai dengan Amstad, Meier, Fasel, Elfering, dan Sem-
karyawan yang merasa sejahtera di tempat mer (2011) menjelaskan bahwa kepuasan da-
kerjanya (Keyes, Hysom, & Lupo, 2000). lam kehidupan keluarga berkontribusi terha-
Kesejahteraan psikologis melibatkan ber- dap kepuasan dalam kehidupan pekerjaan,
bagai aspek kehidupan, salah satunya adalah sehingga dengan demikian keduanya saling
aspek pekerjaan. Menurut Harter, Schmidt, mempengaruhi. Hal inilah yang menuntut se-
dan Keyes (2002), rata-rata orang dewasa me- tiap individu untuk selalu mengupayakan ke-
ngisi sepertiga waktu hidupnya dengan beker- sejahteraan di dalam kehidupan keluarganya
ja. Bagi mereka, kesejahteraan di tempat kerja agar kebahagiaan di tempat kerjanya pun
tentu sangat penting karena hal tersebut juga tercapai. Sejalan dengan itu, Jimenez, Mayo,
akan berpengaruh terhadap aspek lain dalam Vergel, Geurts, Munoz, dan Garrosa (2008)
kehidupannya. menjelaskan bahwa ketidakseimbangan yang
Sejalan dengan hal tersebut, Harter, terjadi antara pekerjaan dan keluarga akan
Schmidt, dan Keyes (2002) juga menjelaskan membawa dampak buruk bagi kebahagiaan
bahwa karyawan yang sejahtera dalam bekerja karyawan.
akan memiliki loyalitas, kepuasan kerja, daya Ketidakseimbangan antara pekerjaan dan
tahan dan produktivitas yang tinggi. Karyawan keluarga disebut sebagai work-family conflict,
yang bekerja dengan bahagia akan memiliki yaitu konflik yang mengacu pada sejauh mana
performa kerja yang baik (Wright, Cropanzano, hubungan antara pekerjaan dan keluarga sa-
& Bonett 2007). Robertson dan Cooper (2011) ling terganggu (Greenhaus & Beutell, 1985;
menjelaskan bahwa dengan memiliki karya- Jimenez, Mayo, Vergel, Geurts, Munoz, & Gar-
wan yang sejahtera akan memberikan keun- rosa, 2008). Konflik ini terjadi karena tuntutan
tungan pada organisasi, seperti produktivitas peran yang berasal dari satu domain (peker-
yang tinggi, kepuasan pelanggan, dan tingkat jaan atau keluarga) tidak sesuai dengan tuntu-
absen yang rendah. Kesejahteraan karyawan tan peran yang berasal dari domain yang lain
merupakan prediktor negatif terhadap intensi (keluarga atau pekerjaan).
turnover karyawan (Zulkarnain & Akbar, 2013). Grandey, Bryanne, dan Ann (2005) me-
Selanjutnya, Wright et al, (2007) menjelas- nyatakan bahwa work family conflict dapat
kan bahwa karyawan yang sejahtera akan menghabiskan waktu dan energi seseorang
merasa puas dan lebih menikmati pekerjaan- sehingga menyebabkan munculnya perasaan
nya. Mereka tidak menganggap pekerjaan se- terancam dalam diri seseorang serta perilaku
bagai suatu beban melainkan suatu tanta- negatif dalam pekerjaannya. Menurut hasil
ngan dan terdorong untuk melakukan peker- penelitian, dijelaskan bahwa 30% karyawan
jaan lebih banyak lagi (Anoraga, 2001). Secara laki-laki khawatir dengan kehidupan peker-
khusus, Wright et al (2007) menyebutkan bah- jaan mereka yang akan mengganggu kehidu-
wa karyawan yang bahagia lebih dapat menye- pan keluarga mereka (Vallone & Donaldson,
lesaikan masalah yang berhubungan dengan 2001). Selain itu, hasil penelitian Galinsky,
pekerjaannya sehingga produktivitas kerja- Bond, dan Friedman (1996) juga menyatakan
nya meningkat. Selain itu, karyawan yang bahwa 58% karyawan yang telah berumah
sejahtera dalam pekerjaannya juga memiliki tangga serta memiliki anak (orang tua) dan
komitmen yang tinggi (Annisa & Zulkarnain, 42% karyawan yang telah berumah tangga na-
2013). Hal ini dapat menjadi bukti bahwa Ke- mun belum memiliki anak cemas dengan tun-
sejahteraan psikologis karyawan sangat ber- tutan pekerjaannya yang akan mengganggu
manfaat bagi perusahaan. kehidupan keluarganya; 17% karyawan yang
Individu yang sejahtera adalah individu telah memiliki anak dan 12% karyawan yang
yang dapat membangun hubungan positif de- telah berumah tangga namun belum memiliki
ngan orang lain, yaitu hubungan interpersonal anak melaporkan bahwa konflik peran ganda

208
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (3), 207 - 215

cukup banyak terjadi pada mereka. Hal ini ber- individu mampu mengatur prilakunya dan
arti bahwa work-family conflict tidak hanya ter- juga dapat mengevaluasi diri sendiri. Pengua-
jadi pada orang tua saja. saan lingkungan berupa kemampuan individu
Tuntutan peran dalam pekerjaan dan kelu- dalam mengembangkan diri dan mengenda-
arga sangat menguras waktu, psikis dan men- likan lingkungan yang kompleks. Tujuan hi-
tal seseorang (Grzywacz, Arcury, Marin, Carril- dup diasumsikan individu memiliki keyaki-
lo, Burke, Coates, & Quandt, 2007). Penelitian nan yang dapat memberikan makna dan arah
telah membuktikan bahwa tuntutan-tuntutan bagi kehidupannya. Fungsi yang positif dari
tersebut berkontribusi terhadap peningkatan dimensi ini adalah memiliki tujuan, maksud,
terjadinya work-family conflict (Frone, 2000). dan arah, yang semuanya berkontribusi pada
Dengan demikian, dibutuhkan usaha yang le- perasaan bahwa hidup ini bermakna. Pertum-
bih dari individu dalam mengatur tuntutan pe- buhan pribadi mengandung makna individu
rannya agar konflik peran ganda dapat termi- mempunyai keinginan untuk terus mengem-
nimalisir. Bagi pekerja, salah satu faktor yang bangkan potensinya, tumbuh sebagai individu
mempengaruhi kesejahteraan di tempat kerja dan dapat berfungsi secara penuh (fully func-
adalah kesejahteraan keluarga. Ketika terjadi tioning). Individu yang dapat berfungsi secara
ketidakseimbangan dalam memenuhi tuntu- penuh dapat terbuka terhadap pengalaman
tan peran keluarga dan pekerjaannya, maka sehingga akan lebih menyadari lingkungan
akan muncul work-family conflict. Berdasarkan sekitarnya.
penjelasan tersebut maka peneliti tertarik un- Individu yang berada dalam tempat kerja,
tuk meneliti kaitan antara work family conflict akan menghadapi keenam dimensi kesejahte-
dengan kesejahteraan psikologis. raan psikologis tersebut. Hal ini diperkuat oleh
Sirgy, Reilly, Wu, dan Efraty (2008) yang me-
nyatakan bahwa tempat kerja menjadi medan
Work family conflict dan kesejahteraan
pertemuan sosial untuk berbincang, bertukar
psikologis
pikiran, bertemu dan bertukar pengalaman
De Vita (2010) menjelaskan kebahagiaan atau- dengan rekan-rekan sekerja. Hal ini tentu saja
pun kesejahteraan di tempat kerja adalah su- menjelaskan bahwa pekerja tidak lepas dari
atu kualitas keadaan yang dicapai ketika indi- keadaan sosial atau hubungan interpersonal
vidu memaksimalkan potensi kinerjanya ber- yang dapat mempengaruhi performanya dalam
dasarkan 5C, yaitu contribution (kontribusi), bekerja.
conviction (keyakinan), culture (kebudayaan), Huppert (2009) menjabarkan beberapa
commitment (komitmen) dan confidence (ke- faktor yang mempengaruhi kesejahteraan ya-
percayaan diri). Kesejahteraan di tempat ker- itu: (1) dukungan sosial yang merupakan gam-
ja dimaknai sebagai suatu keadaan individu baran perilaku mendukung kepada individu
yang lebih termotivasi, terlibat di tempat ker- yang dilandasi emosi posiitif dari orang-orang
ja, memiliki energi positif, menikmati peker- yang bermakna dalam hidupnya, terutama
jaan yang diberikan dan cenderung bertahan keluarga; (2) kepribadian merupakan indivi-
dalam suatu organisasi (Berger, 2010). du dengan kepribadian yang senang bergaul,
Ryff dan Singer (2008) mengistilahkan ke- energik, dan mampu mengontrol hubungannya
bahagiaan sebagai psychological well-being. dengan orang lain akan memunculkan emosi
Ryff (1989) mengkonstruksikan kesejahtera- yang positif; (3) Usia, dimana kesejahteraan
an psikologis dengan mengemukakan enam dipandang sebagai aspek yang berkembang
dimensi dari kesejahteraan psikologis, yaitu: seiring meningkatnya usia; (4) Jenis kelamin
penerimaan diri, hubungan positif dengan berkaitan erat dengan kebahagiaan seseorang.
orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, Wanita yang memiliki skor tinggi pada skala
tujuan hidup dan pengembangan pribadi. Se- yang menilai fungsi sosial, seperti menjalin
lanjutnya Ryff (1989) menjelaskan penerimaan hubungan positif dengan orang lain; (5) Status
diri bermakna individu memegang sikap posi- sosial ekonomi berkaitan erat dengan kebaha-
tif terhadap diri sendiri dan dapat menerima giaan individu. Dolan, Peasgood & White (2008)
dirinya apa adanya. Hubungan positif dengan menyebutkan bahwa individu dengan tingkat
orang lain adalah hubungan interpersonal sosial dan pendapatan yang tinggi akan mem-
yang positif dengan orang lain, saling percaya, peroleh kebahagiaan yang lebih tinggi dan
memiliki persahabatan yang mendalam, dan cenderung terhindar dari stress.
mempunyai kemampuan untuk mengidentifi- Penelitian Huppert (2009) menunjukkan
kasi orang lain dengan baik. Otonomi adalah bahwa individu yang menampilkan perilaku

209
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (3), 207 - 215

sosial yang baik, seperti membangun hubu- Konflik ketegangan ini bisa memicu tekanan
ngan positif dengan orang lain, termasuk darah meningkat, kecemasan, kelelahan, cepat
hubungan dengan keluarga, dapat memberi- marah dan depresi; dan (3) behavior-based
kan efek positif pada organisasi tempat ia conflict, merupakan konflik yang muncul ke-
bekerja. Hal ini berarti bahwa kebahagiaan tika pola dari suatu perilaku pada peran yang
di tempat kerja berkaitan dengan kepuasan sedang dijalankan tidak sesuai dengan hara-
kehidupan karyawan dengan orang-orang di pan perilaku pada peran yang lainnya. Seba-
sekitarnya, termasuk keluarga (Keyes, Hysom, gai contoh seorang manajer pria saat bekerja
& Lupo, 2000) diharapkan memiliki kepercayaan diri, emosi
Hubungan positif yang utama bagi se- yang stabil, agresif, dan objektif, sedangkan
bagian besar individu dalam kehidupannya ketika berada di rumah mungkin diharapkan
adalah hubungan dengan keluarga, seperti menjadi orang yang hangat, melindungi, dan
hubungan antara suami dengan isteri dan emosional. Jika seseorang tidak bisa menye-
hubungan antara orang tua dan anak (Ryff & suaikan perilakunya dengan berbagai peran
Singer, 2008) yang melibatkan kedekatan, ke- yang berbeda, maka akan mengalami konflik
hangatan dan dukungan sosial. Individu yang antar peran-peran tersebut.
tidak memiliki kedekatan, rasa kekompakan Selanjutnya, Greenhaus, dan Beutell (1985)
dan dukungan sosial dalam lingkungan kelu- juga menjelaskan bahwa konflik muncul ketika
arga akan merasa tertekan (Taylor, Repetti, & (1) waktu yang digunakan untuk memenuhi
Seeman, 1997) sehingga hal ini akan memicu suatu peran menghambat pemenuhan peran
terjadinya konflik keluarga (Christine, Okto- lainnya, (2) tuntutan suatu peran yang menga-
rina, & Mula, 2010). rah pada ketegangan, kelelahan, dan mudah
Individu yang memiliki tuntutan pekerjaan marah akan mempengaruhi kemampuan sese-
yang melebihi batas kemampuannya, seperti orang untuk menjalankan peran lainnya, dan
lembur, akan memunculkan kelelahan, kete- (3) tuntutan perilaku disuatu peran bertenta-
gangan dan emosi negatif (Ahmad, 2008). Indi- ngan dengan harapan berperilaku di peran
vidu yang menghabiskan waktunya sepanjang yang lainnya.
hari untuk bekerja akan kehilangan motivasi Studi yang dilakukan oleh Amstad, Meier,
untuk memenuhi tuntutan keluarga (Aslam, Fasel, Elfering, dan Semmer (2011) menun-
Shumaila, Azhar, & Sadaqat, 2011). Hal ini jukkan bahwa konflik pekerjaan akan ber-
yang kemudian membuat pemenuhan tuntu- hubungan dengan hal-hal yang terjadi dalam
tan pekerjaan dan tuntutan keluarga menjadi lingkungan pekerjaan (work-related outcomes),
tidak seimbang. Ketidakseimbangan tersebut seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi
memunculkan work-family conflict (Greenhaus dan performa kerja. Sedangkan konflik kelu-
& Beutell, 1985; Jimenez, Mayo, Vergel, Geurts, arga akan berhubungan dengan hal-hal yang
Munoz, & Garrosa, 2008). terjadi dalam lingkungan keluarga (family-re-
Greenhaus dan Beutell (1985) menjelaskan lated conflict), seperti kepuasan pernikahan,
bahwa terdapat tiga dimensi work family con- ketegangan dalam rumah tangga dan kepua-
flict, yaitu: (1) time-based conflict, merupakan san keluarga. Sementara itu, Boyar, Maertz,
konflik yang terjadi ketika waktu yang terse- Mosley dan Carr (2008) menjelaskan bahwa
dia untuk memenuhi peran di pekerjaan (kelu- ambiguitas kerja berkorelasi positif dengan
arga) tidak dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan yang dapat menimbulkan
peran di keluarga (pekerjaan) dengan kata lain work family conflict. Hasil studi Lu, Gilmour,
pada waktu yang sama seorang yang mengala- Kao, dan Huang (2006) menyatakan bahwa
mi work family conflict tidak akan bisa melaku- konflik dalam keluarga berkorelasi negatif
kan dua atau lebih peran sekaligus. Misalnya dengan kebahagiaan individu di tempat kerja.
jam kerja yang panjang, waktu kerja yang ti- Sejalan dengan itu Byron, (2005) menjelaskan
dak fleksibel dan lembur membuat individu bahwa konflik dalam keluarga akan menyebab-
kekurangan waktu dalam memenuhi tuntutan kan individu menjadi kurang berkonsentrasi di
keluarga secara maksimal (Byron, 2005); (2) tempat kerja. Hal ini yang kemudian membuat
strain-based conflict, merupakan ketegangan pemenuhan tuntutan pekerjaan dan tuntutan
yang disebabkan oleh salah satu peran mem- keluarga menjadi tidak seimbang (Greenhaus
buat seseorang sulit untuk memenuhi tun- & Beutell, 1985; Jimenez, Mayo, Vergel, Geurts,
tutan perannya yang lain. Misalnya, seorang Munoz, & Garrosa, 2008).
karyawan yang seharian bekerja akan mera- Berdasarkan uraian diatas, maka hipote-
sakan kelelahan dan menyebabkannya kesu- sis adalah: H1: Work family conflict berhubu-
litan dalam melakukan pekerjaan di rumah. ngan negatif dengan kesejahteraan psikolo-

210
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (3), 207 - 215

gis. H2: Dimensi-dimensi work family conflict Dalam skala ini digunakan lima pilihan jawa-
berhubungan negatif dengan kesejahteraan ban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral
psikologis (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju
(STS). Skala ini terdiri dari 40 item dengan
koefisien Alpha sebesar 0.937. Pada dimensi
Metode Penelitian
penerimaan diri, diperoleh nilai KMO sebe-
sar 0.754 dengan nilai validitas konstruk ber-
Partisipan
dasarkan factor loading bergerak dari 0.684
Dalam studi ini, ada sebanyak 352 kuesio- sampai dengan 0.871. Pada dimensi hubungan
ner yang disebarkan kepada karyawan yang positif dengan orang lain, diperoleh nilai KMO
bekerja di bidang perkebunan di kota Medan. sebesar 0.808 dengan nilai validitas konstruk
Setelah proses pengecekan kelengkapan pe- berdasarkan factor loading bergerak dari 0.674
ngisian kuesioner yang dilakukan oleh par- sampai dengan 0.789. Pada dimensi otonomi,
tisipan, maka sebanyak 288 kuesioner yang diperoleh nilai KMO sebesar 0.704 dengan ni-
layak untuk dianalisis lebih lanjut. Tingkat lai validitas konstruk berdasarkan factor loa-
pemberian respon (response rate) dalam studi ding bergerak dari 0.500 sampai dengan 0.886.
ini adalah 82%. Pada dimensi penguasaan terhadap lingku-
ngan, diperoleh nilai KMO sebesar 0.707 de-
ngan nilai validitas konstruk berdasarkan fac-
Metode analisis data
tor loading bergerak dari 0.500 sampai dengan
Analisis statistik digunakan untuk menganali- 0.826. Pada dimensi tujuan hidup, diperoleh
sis validitas dan reliabilitas alat ukur. Dalam nilai KMO sebesar 0.739 dengan nilai validitas
studi ini, validitas alat ukur yang digunakan konstruk berdasarkan factor loading bergerak
yaitu validitas konstrak melalui analisis fak- dari 0.730 sampai dengan 0.839. Pada dimensi
tor. Penilaian dengan mengunakan validitas perkembangan pribadi, diperoleh nilai KMO
konstruk ditinjau dari apakah aitem yang di- sebesar 0.706 dengan nilai validitas kons-
maksudkan untuk mengukur faktor-faktor truk berdasarkan factor loading bergerak dari
tertentu telah benar-benar dapat memenuhi 0.510 sampai dengan 0.917. Berdasarkan hasil
fungsinya mengukur faktor-faktor yang di- analisis faktor diketahui bahwa setiap dimensi
maksudkan (Hadi, 2000). Uji analisis faktor memenuhi batasan nilai KMO ≥ 0.5. Hal ini ber-
diawali dengan melihat nilai Keiser-Meyers- arti bahwa sampel yang digunakan sudah cu-
Olkin (KMO), yaitu mengukur apakah sampel kup memadai (Wibisono, 2003). Hasil analisis
sudah cukup memadai. Menurut Wibisono faktor juga menunjukkan 40 item memiliki ni-
(2003) kriteria kesesuaian dalam pemakaian lai factor loading yang memenuhi syarat ≥ 0.5.
analisis faktor adalah nilai KMO > 0,5. Selan- Sejalan dengan yang dikemukakan oleh San-
jutnya validitas konstruk dilihat berdasarkan toso (2002) bahwa batasan nilai factor loading
nilai bobot faktor (loading factor) yang menun- yang baik adalah ≥ 0.5. yang berarti memiliki
jukan besarnya korelasi antara variabel awal korelasi yang baik dan memenuhi syarat valid.
dengan faktor yang terbentuk. Dikatakan me-
miliki validitas konstruk yang baik jika nilai
Instrumen pengukuran work family conflict
faktor loadingnya lebih besar dari 0,5 (Santoso,
2002). Untuk menguji hipotesis, pada studi ini Skala Work family conflict disusun berdasarkan
analisis korelasi Pearson dan regresi berganda dimensi work family conflict yang dikemukakan
stepwise dengan bantuan SPSS 18. Greenhaus dan Beutell (1985). Dimensi work
family conflict yaitu time-based conflict, strain-
based conflict dan behavior-based conflict. Pada
Instrumen pengukuran kesejahteraan
skala ini digunakan lima pilihan jawaban ya-
psikologis
itu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), ti-
Alat ukur kesejahteraan psikologis digunakan dak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
skala Ryff Psychological Well-being. Skala ini Skala ini terdiri dari 20 item dengan koefisien
disusun berdasarkan dimensi kesejahteraan Alpha sebesar 0.867. Pada dimensi time-based
psikologis yang dikemukakan oleh Ryff dan behavior, diperoleh nilai KMO sebesar 0.659
Keyes (1995). Skala ini disusun berdasarkan dengan nilai validitas konstruk berdasarkan
dimensi kesiapan berubah yang terdiri dari: factor loading bergerak dari 0.571 sampai de-
penerimaan diri, hubungan positif dengan ngan 0.846. Pada dimensi strain-based conflict,
orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, diperoleh nilai KMO sebesar 0.595 dengan ni-
tujuan hidup dan pengembangan pribadi. lai validitas konstruk berdasarkan factor loa-

211
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (3), 207 - 215

ding bergerak dari 0.520 sampai dengan 0.863. kerja diantara 8-14 tahun dengan jumlah 86
Pada dimensi behavior-based conflict, diperoleh orang (29,8%). Sedangkan tingkat pendidikan
nilai KMO sebesar 0.844 dengan nilai validitas partisipan sebagian besar (52,4%) adalah di-
konstruk berdasarkan factor loading bergerak ploma dengan jumlah 151 orang. Data lebih
dari 0.522 sampai dengan 0.887. Berdasarkan lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
hasil analisis faktor diketahui bahwa setiap
dimensi memenuhi batasan nilai KMO ≥ 0.5.
Hasil analisis statistik
Hal ini berarti bahwa sampel yang digunakan
sudah cukup memadai (Wibisono, 2003). Ha- Berdasarkan analisis korelasi Pearson menun-
sil analisis faktor juga menunjukkan 40 item jukkan bahwa work family conflict berkorelasi
memiliki nilai factor loading yang memenuhi negatif secara signifikan dengan kesejahter-
syarat ≥ 0.5. Sejalan dengan yang dikemu- aan psikologis. Selanjutnya, dimensi-dimensi
kakan oleh Santoso (2002) bahwa batasan work family conflict juga berkorelasi secara sig-
nilai factor loading yang baik adalah ≥ 0.5. nifikan dengan kesejahteraan psikologis. Hasil
yang berarti memiliki korelasi yang baik dan keseluruhan dapat dilihat pada tabel 2.
memenuhi syarat valid.

Tabel 2
Hasil dan Pembahasan
Ringkasan korelasi pearson
Karakteristik partisipan
Variabel Bebas Kesejahteraan Psikologis
Deskripsi mengenai karakteristik partisipan
menunjukkan bahwa sebagian besar parti- Work-family conflict -.329**
sipan adalah pria dengan jumlah 210 orang time-based conflict -.458**
(72,9%). Usia mayoritas partisipan adalah di- strain-based conflict -.422**
antara 38 sampai 43 tahun dengan jumlah 78 behavior-based conflict .090
orang (27%). Kemudian bila dilihat dari masa
kerjanya, sebagian besar partisipan telah be- **p<0.01

Tabel 1
Deskripsi karakteristik partisipan

Karakteristik partisipan Profil Frekuensi Persentase

Usia 20 - 25 tahun 4 1,4%


26 - 31 tahun 17 5,9%
32 - 37 tahun 41 14,2%
38 - 43 tahun 78 27,0%
44 - 49 tahun 75 26,0%
50 - 55 tahun 73 25,3%

Jenis kelamin Pria 210 72,9%


Wanita 78 27,1%

Tingkat pendidikan Diploma 151 52,4%


S-1 31 10,8%
S-2 98 34.0%
S-3 8 2.8%

Masa kerja 1 - 7 tahun 30 10,4%


8 - 14 tahun 86 29,8%
15 - 21 tahun 61 21,2%
22 - 28 tahun 67 23,3%
29 - 35 tahun 44 15,3%

212
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (3), 207 - 215

Untuk mengetahui dimensi work-family (1985) bahwa kemunculan work-family conflict


conflict yang menjadi penentu dari kesejahte- berkorelasi negatif terhadap hubungan baik
raan psikologis, analisis regresi stepwise di- individu dengan orang-orang yang berperan
gunakan. Berdasarkan hasil analisis regresi penting dalam hidupnya.
stepwise, ada dua dimensi work-family con- Kedua, hasil penelitian ini menunjukkan
flict sebagai prediktor terhadap kesejahteraan bahwa work-family conflict merupakan salah
psikologis. Kedua dimensi tersebut adalah satu faktor yang berperan dalam kebahagiaan
time-based conflict dan strain-based conflict. karyawan. work-family conflict terdiri dari kon-
Dari nilai koefisien determinasi (R 2 = 0.243), flik pekerjaan, yaitu konflik yang terjadi keti-
menunjukkan bahwa kedua dimensi tersebut ka aktivitas pekerjaan mengganggu tanggung
dapat menjelaskan 24.3% varian kesejahte- jawab individu dalam keluarga, dan konflik ke-
raan psikologis. Hasil secara keseluruhan luarga, yaitu konflik yang terjadi ketika peran
dapat dilihat pada Tabel 3. dalam keluarga mengganggu aktivitas peker-
Berdasarkan hasil estimasi regresi diper- jaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Byron
oleh β0 adalah 187.786, β1 adalah -1.677 dan (2005) bahwa konflik keluarga akan menyebab-
β2 adalah -1.060. Dengan demikian persamaan kan individu menjadi kurang berkonsentrasi di
model regresi adalah: Y (komitmen terhadap tempat kerja. Individu yang tidak fokus pada
organisasi) = 187.786 -.1677 (time-based con- pekerjaannya akan menghasilkan performan-
flict) -1.060 (strain-based conflict) + e si, produktivitas, loyalitas yang rendah dan hal
tersebut merupakan ciri dari karyawan yang
tidak bahagia di tempat kerjanya (Grzywacz,
Pembahasan
Marin, Burke, & Quandt, 2007).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada Ketiga, menurut Harter, Schmidt dan
hubungan negatif antara work-family conflict Keyes (2002), tempat kerja (organisasi) meru-
dengan kesejahteraan psikologis. Hal ini ber- pakan salah satu hal yang menunjang keba-
arti bahwa semakin tinggi tingkat work-fa- hagiaan karyawan. Ketika suatu organisasi
mily conflict seseorang maka semakin rendah memberikan jam kerja yang terlalu panjang,
tingkat kesejahteraan psikologis. Ada bebera- maka karyawan akan menghabiskan lebih
pa alasan yang dapat menjelaskan hubungan banyak waktu di tempat kerja. Bagi karyawan
negatif antara konflik peran ganda dengan ke- yang sudah berumah tangga, hal ini akan
bahagiaan di tempat kerja. Pertama, karyawan membuat mereka tidak lagi dapat memberikan
yang bahagia adalah karyawan yang memiliki waktu dan tenaganya untuk keluarga. Akibat-
hubungan positif yang didasari oleh keperca- nya, waktu berkumpul dengan keluarga akan
yaan, empati dan kasih sayang yang kuat. berkurang dan pemenuhan tuntutan keluarga
Adapun hubungan positif yang terjalin dapat menjadi terganggu. Jam kerja yang panjang
diperoleh melalui interaksi dengan orang- akan memicu timbulnya work-family conflict
orang penting di sekitar, termasuk keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Dengan demikian
dan rekan kerja. Hal ini sejalan dengan yang agar dapat meningkatkan kesejahteraan kary-
dikemukakan oleh Greenhaus dan Beutell awan, organisasi harus fokus pada pekerjaan

Tabel 3
Ringkasan koefisien estimasi dimensi work-family conflict terhadap kesejahteraan
psikologis

Beta
B (Unstandardized Std. (Standardized
Coefficients) Error Coefficients) t

Constant 187.786 3.663 51.260**


Time-based conflict -1.677 .340 -.320 -4.928**
Strain-based conflict -1.060 .302 -.228 -3.514**

** p<0.01, R = 0.493; R2 = 0.243

213
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (3), 207 - 215

yang diberikan kepada karyawan, seperti be- orang penting di sekitar, termasuk keluarga
ban kerja yang berlebihan dan tingkat kesuli- dan rekan kerja. Oleh karena itu, karyawan
tan tugas (Zulkarnain, 2013). hendaknya tetap menjalin kerjasama yang
Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis re- baik dengan rekan kerja dan atasan karena
gresi stepwise, selaras dengan hasil penelitian suasana kerja yang positif akan meningkatkan
Carlson, Kacmar, & Wiliams (2000) yaitu di- produktivitas karyawan.
mensi time-based conflict dan strain-based con-
flict berhubungan dengan berbagai faktor yang
Daftar Pustaka
berbeda dalam pekerjaan, seperti pengaturan
jam kerja, shift kerja, beban kerja, dan job inse- Ahmad, A. (2008). Job, family and individual factors as
curity. Pada dimensi time-based conflict, waktu predictors of work-family conflict. Journal of Human
yang dihabiskan untuk bekerja (misalnya lem- Resource and Adult Learning, 4, 57-65.
bur) tidak hanya menguras energi, tetapi juga Amstad, F. T., Meier, L. L., Fasel, U., Elfering, A., & Sem-
mengurangi waktu untuk berkumpul dengan mer, N. K. (2011). A meta-analysis of work–family
keluarga. Akibatnya, waktu akhir pekan ti- conflict and various outcomes with a special empha-
dak lagi dapat menimbulkan efek positif pada sis on cross-domain versus matching-domain rela-
kehidupan bekerja (Burchell, Fagan, O’Brien, tions. Journal of Occupational Health Psychology, 16,
& Smith, 2007; Steiber, 2009). Pada dimensi 151-169.
strain-based conflict, beban kerja yang berat Annisa & Zulkarnain. (2013). Komitmen Terhadap Orga-
dapat menciptakan kelelahan, stress kerja dan nisasi Ditinjau Dari Kesejahteraan pekerja. Insan,
job insecurity yang mempengaruhi kehidupan Media Psikologi, 15 (1), 54-62.
pekerjaan seseorang. Job insecurity akan me- Anoraga, P. (2001). Psikologi kerja. Jakarta: PT. Rineka
nimbulkan stress emosional dan mengancam Cipta.
kesejahteraan karyawan (Batt & Valcour, 2003; Aslam, R., Shumaila, S., Azhar, M. & Sadaqat, S. (2011).
Steiber, 2009). Dalam penelitian ini dibukti- Work-family conflicts: Relationship between work-life
kan bahwa hanya dimensi time-based conflict conflict and employee retention – a comparative study
dan strain-based conflict yang berhubungan of public and private sector employees. Journal of Re-
dengan kebahagiaan di tempat kerja. search in Business, 1, 18-29.
Batt, R., & Valcour, P. M. (2003). Human resource prac-
tices as predictors of work-family outcomes and em-
Simpulan
ployee turnover. Industrial Relations, 42, 189–220.
Hubungan antara work-family conflict dengan Beig, M., Karbasian, M., & Ghorbanzad, Y. (2012). Stu-
kesejahteraan psikologis terbukti dalam pene- dying the impact of human resources functions on
litian ini. Oleh karena itu, untuk memperkecil organizational performance using structural equa-
kemungkinan munculnya work-family conflict, tions method. Interdisciplinary Journal of Contempo-
karyawan yang telah menikah sebaiknya tetap rary Research in Business, 3, 721-730.
bijaksana dalam menyeimbangkan pemenu- Berger, A. (2010). Review: Happiness at work. United
han tuntutan peran pekerjaan dan keluarga. States: Basil & Spice.
Organisasi tetap mempertahankan pembagian Boyar, S. L., Maertz, C. P., Mosley, D. C., & Carr, J. C.
jam kerja dan beban kerja yang proporsional (2008). The impact of work/family demand on work-
sehingga karyawan dapat membagi waktu an- family conflict. Journal of Managerial Psychology, 23,
tara pekerjaan dan keluarga dengan seimbang. 215-235.
Selanjutnya, setiap karyawan ingin meng- Burchell, B., Fagan, C., O’Brien, C., & Smith, M. (2007).
hasilkan kinerja yang baik di tempat kerjanya. Working conditions in the European union: The gen-
Salah satu hal yang dapat dilakukan perusa- der perspective. Dublin: European Foundation for the
haan untuk mendukung hal tersebut adalah Improvement of Living and Working Conditions.
perusahaan sebaiknya tetap mempertahankan Byron, K. (2005). A meta-analytic review of work-family
keseimbangan job-description dengan kemam- conflict and its antecedents. Journal of Vocational Be-
puan karyawan. Dengan demikian, karyawan havior, 67, 169-198.
akan tetap menghasilkann produktivitas yang Carlson, D. S., Kacmar, M. K., & Williams, L. J. (2000).
tinggi dan hal ini merupakan ciri karyawan Construction and validation of a multidimensional
yang bahagia di tempat kerjanya. Karyawan measure of work-family conflict. Journal of Vocational
yang bahagia adalah karyawan yang memiliki Behavior, 56, 249–276.
hubungan positif yang didasari oleh keperca- Christine, O., Megawati., & Mula, I. (2010). Pengaruh kon-
yaan, empati dan kasih sayang yang kuat. flik pekerjaan dan konflik keluarga terhadap kinerja
Adapun hubungan positif yang terjalin dapat dengan konflik pekerjaan keluarga sebagai interve-
diperoleh melalui interaksi dengan orang- ning variabel (studi pada dual career couple di Ja-

214
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013, Volume I (3), 207 - 215

bodetabek). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, and productivity. Performance Improvement Quar-
12, 121-132. terly, 19, 117-126.
De-Vita, E. (2010). Happiness at work. Journal of Busi- Robertson, I., & Cooper, C. (2011). Well-being: Productivity
ness and Economics, 607, 17-38. and happiness at work. London: Palgrave MacMil-
Dolan, P., Peasgood, T., & White, M. (2008). Do we re- lan.
ally know what makes us happy? A review of the Ryff, C., & Singer, B. (2008). Know thyself and become
economic literature on the factors associated with what you are: A eudaimonic approach to psychologi-
subjective well-being. Journal of Economic Psycho- cal well-being. Journal of Happiness Studies, 9, 13-
logy, 29, 94-122. 39.
Frone, M. R. (2000). Work–family conflict and employee Ryff, C. D., & Keyes, C. L. (1995). The structure of psy-
psychiatric disorders: The national comorbidity sur- chological well-being revisited. Journal of Personnel
vey. Journal of Applied Psychology, 85, 888–895. Social Psychology, 69 (4), 719-727.
Galinsky, E., Bond, J. T., & Friedman, D. E. (1996). The Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Ex-
role of employers in addressing the needs of em- plorations on the meaning of psychological well-be-
ployed parents. Journal of Social Issues, 52, 111-136. ing. Journal of Personality and Social Psychology, 57,
Grandey, A. A., Bryanne, L. C., & Ann, C. C. (2005). A 1069–1081.
longitudinal and multi-source test of the work-fami- Santoso, S. (2002). Statistik Multivariat. Jakarta: PT.
ly conflict and job satisfaction relationship. Journal Elex Media Komputindo..
of Occupational and Organizational Psychology, 78, Segrin, C., & Taylor, M. (2007). Positive interpersonal re-
305-323. lationships mediate the association between social
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of skills and psychological well-being. Journal of Per-
conflict between work and family roles. Academy of sonality and Individual Differences, 43, 637-646.
Management Review, 10, 76-88. Sirgy, M. J., Reilly, N. P., Wu, J., & Efraty, D. (2008). A
Grzywacz, A., Marin, C., Burke, C., & Quandt. (2007). work-life identity model of well-being: Towards a
Work–family conflict: Experiences and health impli- research agenda linking quality-of-work-life (QWL)
cations among immigrant latinos. Journal of Applied programs with quality of life (QOL). Applied Re-
Psychology, 92, 1119-1130. search Quality Life, 3, 181-202
Hadi, S. (2000). Metodologi research (Jilid I-IV). Yogya- Steiber, N. (2009). Reported levels of time-based and
karta: Penerbit Andi. strain-based conflict between work and family roles
Halim, M., & Atmoko, W. (2005). Hubungan antara kece- in Eeurope: A multilevel approach. Social Indicator
masan akan HIV/AIDS dan psychological well-being Research, 93, 469-488.
pada waria yang menjadi pekerja seks komersial. Taylor, S. E., Repetti, R. L., & Seeman, T. (1997). Health
Jurnal Psikologi, 15 (1), 17-31. psychology: What is an unhealthy environment and
Harter, J. K., Schmidt, F. L., & Keyes, C. L. M. (2002). how does it get under the skin? Annual Review of
Well-being in the workplace and its relationship to Psychology, 48, 411-447.
business outcomes: A review of the gallup studies. Vallone, E. J. & Donaldson, S. I. (2001). Consequences
In C. L. Keyes & J. Haidt (Eds.). Flourishing: The of work-family conflict on employee well-being over
Positive Person and the Good Life (pp. 205-224). Wa- time. Journal of Work and Stress, 15, 214-226.
shington: American Psychological Association. Wibisono. (2003). Riset bisnis. Jakarta: PT. Gramedia
Huppert, F. A. (2009). Psychological well-being: Evidence Pustaka Utama.
regarding its causes and consequences. Journal of Wright, T. A., Cropanzano, R., & Bonett, D. G. (2007). The
Health and Well-Being, 1, 137-164. moderating role of employee positive well being on
Jimenez, B. M., Mayo, M., Vergel, A. I. S., Geurts, S., Mu- the relation between job satisfaction and job perfor-
noz, A. R., & Garrosa, E. (2008). Effects of work-fa- mance. Journal of Occupational Health Psychology,
mily conflict on employee’s well-being: The modera- 12, 93-104.
ting role of recovery experiences. IE Business School Zhang, H., & Jin, R. (2006). Value-added of capital
Working Paper, 8, 119-136. through complementary capital. Journal of Ameri-
Keyes, C. L. M., Hysom, S. J., & Lupo, K. L. (2000). The can Academy of Business, 9, 191-196.
positive organization: Leadership legitimacy, em- Zulkarnain & Akbar, K. P. (2013). Analysis of psychologi-
ployee well-being, and the bottom line. The Psycho- cal well-being and turnover intentions of hotel em-
logist-Manager Journal, 4, 143-153. ployees: An empirical study. International Journal of
Lu, L., Gilmour, R., Kao, S. F., & Huang, M. T. (2006). A Innovation and Applied Studies, 3 (3), 662-671.
cross-cultural study of work/family demands, work/ Zulkarnain. (2013). The mediating effect of quality of
family conflict and wellbeing: The Taiwanese vs Bri- work life on the relationship between career deve-
tish. Career Developmental International, 11, 9-27. lopment and psychological well-being. Internatio-
Mufunda, J. (2006). Performance appraisal system im- nal Journal of Research Studies in Psychology, DOI:
pact on university academic staff job satisfaction 10.5861/ijrsp.2013.259.

215

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai