Anda di halaman 1dari 8

Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:249-256 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Gambaran Intimasi dan Subjective Well-Being Pada Istri


yang Menjalani Commuter Marriage
Murtaja Azizah Khalish1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. Commuter marriage is a common phenomenon that has occurred in Indonesia. The separation
of residence between the two married couples is caused by the family's financial needs, professional
employment in the workplace and the recognition of the potential of the community. This study aims to find
out the description of the intimate and subjective well-being of wives who undergo commuter marriage in
Samarinda. This type of research is a type of qualitative research with phenomenological methods. Data
collection methods used are interviews and observations. The method of data collection is through in-depth
interviews and observations. Data analysis techniques used are processing and preparing data to be
analyzed, reading the entire data, analyzing in more detail by coding data, applying the coding process,
making narratives and interpretations. The results obtained showed that several factors of intimacy felt by the
four subjects originated from the similarity of interests and habits of mindset, physical attraction between two
people or more, socioeconomic status that was not much different, and a sense of recognition and
appreciation from other people. While on subjective well-being there are factors that influence it such as
temperament, other personal characteristics, income and socio-cultural influences. Marriage can withstand
the gratitude that exists in all four subjects.

Keywords: Intimacy, Subjective Well-Being, Commuter Marriage

ABSTRAK. Pernikahan komuter merupakan fenomena umum yang terjadi di Indonesia. Pemisahan tempat
tinggal antara dua pasangan suami istri disebabkan oleh kebutuhan finansial keluarga, pekerjaan profesional
di tempat kerja dan pengakuan potensi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
hubungan intim dan subyektif istri yang menjalani pernikahan komuter di Samarinda. Jenis penelitian ini
adalah jenis penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara dan observasi. Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi.
Teknik analisis data yang digunakan adalah mengolah dan menyiapkan data untuk dianalisis, membaca
seluruh data, menganalisis lebih detail dengan pengkodean data, menerapkan proses koding, membuat narasi
dan interpretasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa beberapa faktor keintiman yang dirasakan
keempat subjek tersebut berawal dari kesamaan minat dan kebiasaan pola pikir, ketertarikan fisik antara dua
orang atau lebih, status sosial ekonomi yang tidak jauh berbeda, serta rasa pengakuan dan penghargaan dari
orang lain. orang-orang. Sedangkan pada kesejahteraan subjektif terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti temperamen, karakteristik pribadi lainnya, pendapatan dan pengaruh sosial budaya.
Pernikahan bisa menahan rasa syukur yang ada di keempat mata pelajaran.

Kata kunci: Intimasi, Subjective Well-Being, Commuter Marriage

1
Email: defimila@gmail.com
249
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:249-256 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

PENDAHULUAN mempertahankan pernikahannya dengan kondisi


tempat tinggal yang berbeda dan pasangan tersebut
Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-
terpisah paling tidak tiga malam per minggu selama
laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan
minimal tiga bulan (Gerstel dan Gross, Orton dan
resmi (KBBI, 2003). Melalui proses pernikahan,
Crossman dalam Ponzetti 2003).
maka seorang individu membentuk sebuah lembaga
Menjadi istri yang bekerja serta menjalani
sosial yang disebut keluarga. Pasangan yang
commuter marriage bukan suatu perkara mudah. Istri
memutuskan untuk menikah pasti memiliki harapan
dituntut untuk menjadi seorang yang lebih kuat dan
dan tujuan yang ingin dicapainya, selain untuk
manajemen waktu, karena beban dan tuntutan yang
membentuk rumah tangga yang bahagia dan
ada, seperti jika pasangan sudah memiliki anak,
memperoleh keturunan.
maka istri akan menjadi seorang ibu, dimana ibu
Setiap pasangan menikah selalu ingin bersama
merupakan sekolah pertama bagi anak. Selain itu
saat menjalani hidup untuk membangun keluarga
suami juga membutuhkan istri sebagai supporting
yang lebih baik. Sebuah pernikahan dapat dikatakan
system serta menjadi penenang di saat suami
ideal apabila pasangan dapat menetap di dalam satu
mengalami masalah pekerjaan. Belum lagi masalah
rumah yang sama. Namun, meningkatnya kebutuhan
pekerjaan yang sedang dijalani. Hal ini diperkuat
hidup serta tingginya persaingan dalam meniti karir
oleh Barnett & Hyde (dalam Roehling & Bultman,
menyebabkan banyak pasangan suami istri yang
2002) dimana hubungan jarak jauh dapat
memilih untuk tinggal di tempat yang berbeda demi
menyebabkan peran yang berlebihan dan konflik
mengejar karirnya masing-masing (Handayani,
peran serta dapat mempengaruhi performansi di
2016). Biro Sensus Amerika Serikat pada tahun 2006
tempat kerja dan di rumah pada pasangan yang
telah melaporkan bahwa 3,6 juta orang warga
tinggal di rumah (Roehling & Bultman, 2002).
Amerika yang sudah menikah tinggal terpisah dari
Permasalahan ini akan menjadi semakin
pasangan mereka. Pada bulan Maret 2009,
kompleks ketika terjadi pada awal tahun pernikahan,
Worldwide ERC, asosiasi untuk mobilitas tenaga
dimana pasangan suami istri akan dituntut untuk
kerja, merilis sebuah laporan yang mengungkapkan
saling menyesuaikan diri terhadap pasangannya.
bahwa tiga perempat dari 174 agen relokasi yang
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Walgito
disurvei telah menangani setidaknya satu commuter
(2004) pasangan suami-istri yang baru saja menikah,
marriage pada tahun 2007, naik 53% sejak 2003
masih memerlukan waktu untuk melakukan
(Conlin, 2009).
penyesuaian dan waktu orientasi yang lebih
Rotter, Barnett, & Fawcett dalam Michigan
mendalam dari masing-masing pihak. Adjusting
Family Review (2007) mengemukakan bahwa faktor
adalah salah satu tipe dari commuter marriage yang
pendorong terjadinya commuter marriage ialah
memiliki interval usia pernikahan antara 0-5 tahun
adanya kebutuhan finansial atau krisis, profesional
atau sebagai usia awal pernikahan dengan anak atau
dalam bekerja serta kebutuhan akan pengakuan pada
tidak memiliki anak (Dewi, 2013).
potensi diri. Selain itu Ponzetti (2003) juga melihat
Gross dalam (Glotzer dan Federlein, 2007)
bahwa telah terjadi peningkatan dalam jumlah
menyatakan bahwa pernikahan dengan durasi yang
perempuan dalam angkatan kerja, peningkatan ini
lebih singkat (adjusting) atau dalam masa
juga terjadi pada pasangan dual karir serta
penyesuaian akan lebih banyak mengalami kesulitan
bertambahnya jumlah perempuan yang melakukan
daripada perkawinan yang sudah terbilang lama
pelatihan khusus demi meningkatnya karir mereka.
(established), dalam penelitiannya pula menyebutkan
Kesetaraan gender yang masih menjadi
bahwa pasangan commuter marriage tipe adjusting
perbincangan hangat hingga saat ini telah
ini memiliki beberapa permasalahan seperti
mempengaruhi pandangan masyarakat dan memicu
kesepian, frustasi, dan juga kecemasan yang
wanita untuk bekerja dan meningkatkan karir.
berlebih.
Adanya pergeseran makna mengenai ini pula, telah
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
menjadikan wanita lebih individualis, sehingga tidak
oleh Anderson (2003) ditemukan bahwa pasangan
sedikit pasangan yang memutuskan untuk tetap
commuter marriage telah mengalami penurunan
bekerja walaupun harus menjalani pernikahan jarak
hubungan seksual. Hal ini dikarenakan kurangnya
jauh (commuter marriage).
banyak waktu bersama sehingga mereka kehilangan
Commuter marriage adalah keadaan
rutinitas keintiman sehari-hari. Pada masa orientasi
pernikahan yang terbentuk secara sukarela, dimana
di awal pernikahan, setiap pasangan membutuhkan
pasangan yang sama-sama bekerja akan
250
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:249-256 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

adanya keterbukaan (self-disclosure), saling bertukar terhadap subjek sangat berkurang. Subjek mengaku
fikiran dan juga empati satu sama lain, dimana dalam suaminya hanya mempertanyakan perihal materi
istilah studi psikologi lebih dikenal dengan intimasi saja, padahal harapan subjek lebih dari pada itu
(Baur dan Crooks, 2008). Intimasi juga merupakan yakni rasa kasih sayang dan perhatian yang di
sebuah kedekatan yang dirasakan oleh dua orang ekspresikan melalui nada telefon.
pasangan yang memiliki kekuatan mengikat Subjek MP juga merasakan hal yang sama,
sehingga dapat tetap hidup bersama (Stenberg, pada masa berpisah subjek mengaku telah berusaha
2006). Pernikahan akan di anggap ideal jika kedua untuk menjaga komitmen, namun pada kenyataannya
belah pihak pasangan dapat saling memberikan rasa perpisahan tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi
keintiman (intimacy), pertemanan, kepuasan seksual, sebelumnya. Selama menikah subjek harus tinggal
kebersamaan dan perkembangan emosional yang ditempat sang mertua yang membuat subjek merasa
baik (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). tidak nyaman karena subjek masih belum terbiasa
Menurut Fisher (2009) wanita akan lebih oleh keluarga sang suami. Keadaan semakin tidak
membutuhkan intimasi berupa komunikasi secara nyaman ketika suami subjek bertolak ke Mahulu
langsung daripada tidak langsung. Menurutnya, untuk menyelesaikan beberapa proyeknya. Pada
tatapan mata pria terhadap wanita akan berpengaruh awalnya keluarga pihak suami menyambutnya
terhadap rasa cinta pada wanita. Tatapan secara dengan hangat, namun dibulan ketiga pasca menikah
langsung mata pria juga dianggap dapat suasana rumah mulai terasa kurang baik. Subjek baru
menenangkan hati wanita serta lebih cepat mengetahui bahwa atmosfir rumah suami tidak
membuatnya luluh. Reis dan Shaver dalam (Cole, senyaman yang ia kira. Pertengkaran antar saudara
2006) juga menyatakan wanita lebih mengartikan suami subjek membuat ia semakin tertutup.
intimasi sebagai kemampuan verbal sharing dimana Subjek mengaku sering menangis dan tidak
komunikasi langsung merupakan hal yang utama kuat terhadap kondisi di rumah, sementara suami
dalam menjalin intimasi. Tuntutan seperti ini tidak hanya sesekali saja menghubungi subjek, lantaran
akan selalu didapatkan pada istri yang sedang pekerjaan yang sangat padat. Saat berkomunikasi,
menjalani commuter marriage. Individu yang subjek sering menceritakan kepenatan suasana
menjalani commuter marriage tentunya akan dirumah, awalnya subjek mengaku suami ikut empati
memiliki pengalaman emosional yang berbeda dengan kondisi subjek. Hanya saja akhir-akhir ini
dengan individu yang menjalani hubungan suami subjek lebih memihak pada keluarga daripada
pernikahan secara berdekatan, sehingga berpotensi subjek. Subjek merasa dipojokkan dan tidak
mengalami konflik dalam pemenuhan akan dihargai. Subjek mengaku dalam dua minggu
keintiman (Forsyth dan Gramling dalam Yulianti, terakhir ini sudah tidak dihiraukan oleh suaminya.
2015). Kepedulian serta kasih sayang dari suami pun mulai
Subjek EV (16 November 2016 pukul 13.00) berkurang. Subjek merasa menyelesaikan konflik
menuturkan bahwa ia telah memulai commuter dengan kondisi commuter marriage tidak semudah
marriage setelah tiga bulan di awal pernikahan. pernikahan biasa, dimana intimasi dalam komunikasi
Selama dua tahun menjalani commuter marriage yang terbatas membuat permasalahan tidak cepat
subjek merasa keintiman yang dijalani cukup sulit. usai.
Kondisi subjek saat itu tengah mengandung anak Menurut Scott (2002) salah satu kunci utama
pertama. Beberapa keluhan saat kehamilan seperti dalam pembentukan intimasi adalah komunikasi.
mual, muntah dan lain sebagainya harus ditangani Apabila komunikasi pada pasangan commuter
sendiri oleh subjek. Hal ini dikarenakan subjek marriage dijaga dengan baik, maka intimasi akan
tinggal dalam komplek TNI yang tidak mengizinkan bertambah dan berdampak pada keharmonisan
semua orang untuk masuk termasuk keluarga. Subjek keluarga. Sebaliknya, komunikasi pada pasangan
mengaku, sebenarnya bisa saja ia melakukannya commuter marriage kurang berjalan dengan baik
sendiri dengan sedikit berusaha dan memaksakan (pertengkaran, pertikaian, dll) maka intimasi pada
dirinya, hanya saja subjek merasa butuh support dari pasangan akan berkurang serta berdampak pada
sang suami. Subjek seringkali mencoba untuk ketahanan rumah tangga. Selain komunikasi, salah
menghubungi sang suami, namun lebih sering tidak satu aspek lain yang dapat membentuk intimasi
dapat terhubung lantaran kondisi geografis suami adalah komitmen pernikahan.
subjek berada tidak memiliki sinyal. Menurutnya, Kepuasaan pernikahan berpengaruh pada
akibat jarang berkomunikasi, kepekaan suami kebahagiaan rumah tangga, dimana individu yang

251
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:249-256 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

telah merasa puas dapat merasakan afek positif atau Menurut Diener (dalam Compton, 2005)
emosi yang menyenangkan, seperti perasaan bahagia subjective well-being dan kebahagiaan dapat dibuat
dan kegembiraan dan kemudian akan tampak dalam menjadi tiga kategori. Pertama, subjective well-being
aktifitas-aktifitas positif dalam kehidupan maupun bukanlah sebuah pernyataan subjektif tetapi
dalam hubungan. Diener (2000) menyatakan bahwa merupakan beberapa keinginan berkualitas yang
subjective well-being merupakan evaluasi subjektif ingin dimiliki setiap orang. Kedua, subjective well-
seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep- being merupakan sebuah penilaian secara
konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyeluruh dari kehidupan seseorang yang merujuk
menyenangkan, pemenuhan atau kepuasan tertentu pada berbagai macam kriteria. Arti ketiga dari
(pernikahan atau pekerjaan) dan rendahnya tingkat subjective well-being jika digunakan dalam
emosi pada seseorang. percakapan sehari-hari yaitu dimana perasaan positif
Apabila perasaan bahagia ini selalu ada secara lebih besar daripada perasaan negatif.
konstan pada diri pasangan, maka keinginan individu
untuk selalu bersama pasangan akan semakin kuat. Commuter Marriage
Seseorang akan dikatakan memiliki subjective well- Bergen (2010) mengungkapkan bahwa
being yang tinggi apabila mereka memiliki kepuasan commuter marriage merupakan pernikahan jarak
hidup, sering bergembira, serta jarang menunjukkan jauh yang ditandai dengan tempat tinggal yang
emosi negatif seperti kesedihan atau kemarahan berbeda selama bekerja (terkadang hingga pada
(Diener, 2000) waktu yang lama) untuk mempertahankan karir
Berdasarkan fenomena diatas, mengingat kedua pasangan. Menurut Farris (dalam Anderson,
bahwa rasa intimasi pada istri yang menjalani 2007) commuter marriage hanya akan bersifat
commuter marriage sangat penting dalam mencapai sementara, karena apabila karir dari masing-masing
rasa subjective well-being khususnya pada awal pasangan telah tercapai, maka mereka akan kembali
pernikahan dimana masa ini merupakan masa hidup bersama.
penyesuaian, oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mengkaji lebih jauh mengenai “Gambaran Intimasi METODE PENELITIAN
dan Subjective Well-Being pada istri yang menjalani Jenis penelitian yang digunakan dalam
Commuter Marriage di Samarinda”. penelitian ini adalah jenis penelitian metode
kualitatif dengan tujuan deskriptif dimana
TINJAUAN PUSTAKA menjelaskan serta mengidentifikasi hubungan-
Intimasi hubungan yang mempengaruhi fenomena. Penelitian
Intimasi dapat diartikan sebagai elemen ini menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik
emosional dalam suatu hubungan yang melibatkan sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengungkapan diri (self-disclosure), yang akan purposive sampling.
menghasilkan suatu keterkaitan, kehangatan, dan Secara khusus subjek yang terlibat dalam
kepercayaan. Kata intimasi berasal dari bahasa latin penelitian ini memiliki ciri-ciri seorang istri, telah
yaitu intimus yang memiliki arti innermost, deepest menikah selama 1-5 tahun, ada atau tidak-adanya
yang artinya paling dalam (Caroll, 2005). Sternberg kehadiran anak yang tinggal di rumah dalam
(2006) menyatakan bahwa intimasi merupakan keluarga, jarak yang memisahkan pasangan tantara
sebuah kedekatan yang dirasakan oleh dua orang dan 40-2.700 mil, waktu berpisah 3-6 bulan sekali, dan
kekuatan yang mengikat mereka berdua untuk tetap bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian secara
bersama. utuh.
Teknik analisa data yang digunakan adalah
Subjective Well-Being mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis,
Subjective well-being adalah evaluasi subyektif membaca keseluruhan data, mengalisis lebih detail
seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep- dengan mengcoding data, menerapkan proses
konsep seperti kepuasan hidup, emosi coding, membuat narasi dan interpretasi.
menyenangkan, fullfilment, kepuasan terhadap area-
area seperti pernikahan dan pekerjaan, tingkat emosi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
tidak menyenangkan yang rendah (Diener, dalam Pada penelitian ini peneliti mengangkat judul
Compton 2005).
gambaran intimasi dan subjective well-being pada

252
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:249-256 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

istri yang menjalani commuter marriage di cenderung lebih egois apalagi dalam mengambil
Samarinda. Stenberg (2006) menyatakan bahwa sikap dan keputusan, namun hal tersebut tidak
intimasi merupakan sebuah kedekatan yang kemudian membuat mereka menjadi beselisih
dirasakan oleh dua orang dan kekuatan yang paham, dengan saling memahami sifat pasangan
mengikat mereka berdua untuk tetap bersama. tersebut membuat pernikahan mereka bertahan
Menurut Dewi (2012 keintiman memiliki arti dengan saling percaya.
kelekatan personal kepada individu lain, dimana Stenberg (2006), mengatakan komitmen adalah
pasangan tersebut saling berbagi pemikiran dan hal yang membuat seseorang mau terikat pada
perasaan terdalamnya. sesuatu atau seseorang dan bersamanya hingga akhir
Sementara subjective well-being menurut perjalanan. Komitmen yang dibuat untuk disepakati
Diener (2009) adalah evaluasi yang dilakukan dalam pernikahan agar dapat membantu pasangan
seseorang terhadap kehidupannya, dimana evaluasi suami istri agar tetap rukun dalam membangun
tersebut bersifat kognitif dan afektif. Evaluasi keluarga harmonis. Lain halnya dengan RH yang
kognitif meliputi bagaimana seseorang merasakan memiliki pasangan dengan beberapa aturan yang
kepuasan dalam hidupnya. Sementara evaluasi yang cukup ketat seperti tidak boleh keluar rumah tanpa
bersifat afektif meliputi seberapa sering seseorang seizin suami apalagi jalan dengan teman lawan jenis.
merasakan emosi positif dan emosi negatif. Namun disamping hal tersebut subjek RH
Adapun karakteristik khusus dalam penelitian memahami dengan aturan tersebut dikarenakan
ini adalah seorang istri, telah menikah dengan lama mereka saling berjauhan dan tidak dapat mengontrol
pernikahan kurang dari 5 tahun, memiliki atau tidak kegiatan secara langsung satu sama lain dan selama
memiliki anak, jarak yang memisahkan pasangan hal tersebut
kurang lebih 40 – 2.700 mil, waktu berpisah 3 Pada subjek RI misalnya, RI dan pasangan kini
sampai 6 bulan sekali. Penelitian ini dilakukan sudah memiliki anak, subjek mengaku pasangan
kepada empat orang subjek yaitu NL, RI, RH dan lebih perhatian ketika buah hati telah lahir. Pasangan
KK. membenarkan hal tersebut. Menurutnya anak
Ketika sedang berjauhan dengan pasangannya merupakan hasil dari darah dagingnya berbeda
dengan periode waktu yang cukup lama mulai dari 3 dengan istri yang tidak sedarah. Selanjutnya pada
bulan bahkan lebih, keempat subjek memang subjek NL dan KK, ia juga merasakan bahwa
merasakan kesepian, namun dengan komunikasi baik pasangan lebih perhatian ketika dirinya sedang
seperti pada subjek NL, RI dan KK, menjadikan hamil. Berbeda dengan RH yang masih labil dalam
keintiman dalam sebuah hubungan masih terjaga. memberikan rasa peduli dan afeksinya.
Sementara RH memiliki komunikasi yang buruk Terjadinya commuter marriage berdampak
sehingga seringkali memicu sebuah perselisihan. pada ketahanan rumah tangga. Adapun ketahanan
Keintiman atau kedekatan yang dijaga melalui alat rumah tangga disebabkan oleh faktor yang berbeda-
komunikasi juga dapat memicu pertengkaran, beda. Pada subjek NL dan KK mereka meyakini
pertengkaran bisa timbul karena adanya perbedaan bahwa mereka menerima kekurangan pasangan dan
persepsi selama komunikasi berlangsung. Kauffman bersyukur kepada Tuhan terhadap apa yang ia
(2000) telah melibatkan banyak responden yang dapatkan kini lebih membuatnya lega. Rasa
meyakini bahwa komunikasi ialah aspek yang dinilai bersyukur ini juga dirasakan oleh subjek RI, ia
paling tinggi, yang menjadi syarat dalam mengaku lebih menerima segala apa yang telah
keberhasilan hubungan jarak jauh dan salah satu tuhan berikan kepadanya.
strategi yang dilakukan oleh individu untuk Menurut Bono, dkk (2014) ia menyatakan
perkembangan dari sebuah hubungan yang romantis bahwa orang yang lebih bersyukur cenderung lebih
menuju hubungan yag lebih baik sampai seterusnya. memiliki sikap empati, mudah memaafkan, banyak
Saling memahami sifat pasangan juga sangat membantu juga mendukung dan tidak terfokus pada
penting dalam menjalani commuter marriage demi hal yang berbau materialistik. Selain bersyukur
keutuhan rumah tangga. Seperti pada subjek NL, RI kepada Tuhan ia dan pasangan juga menjunjung
dan KK yang memliki pasangan yang cenderung tinggi nilai adat dan istiadat dalam bersikap terhadap
pengalah karena mengerti bahwa sifat mereka pasangan. Sementara subjek RH telah lama
253
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:249-256 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

menerima konsekuensi dari commuter marriage positif lebih banyak dirasakan oleh para subjek
dengan seorang pilot, dimana ia memahami bahwa tersebut. Sementara subjek RH masih harus
hampir semua istri pilot merasakan hal yang serupa beradaptasi kembali setelah pelanggaran komitmen
dengan dirinya. diantara mereka terjadi, ia pula lebih banyak
Faktor-faktor intimasi yang ada pada diri merasakan afek negatif yang muncul pada dirinya.
subjek NL, RI dan KK telah telah memenuhi dari
penyebab terjadinya intimasi yakni adanya rasa KESIMPULAN DAN SARAN
pengakuan dari orang lain, adanya status sosial Kesimpulan
ekonomi yang tidak jauh berbeda, adanya Pada bagian ini peneliti memaparkan dan
ketertarikan secara fisik diantara dua orang atau menjelaskan kesimpulan berdasarkan dari hasil
lebih, dan adanya kesamaan minat dan kebiasaan penelitian dan pembahasan yang dibuat oleh peneliti.
pola pikir yang sama. Sementara RH tidak memiliki Adapun kesimpulan pada/dasar dalam menjalankan
kesamaan minat dan kebiasaan pola pikir yang sama, commuter marriage. Komunikasi yang dilakukan
sehingga intimasi yang dirasa tidak maksimal. cukup singkat dan rutin. Kepedulian yang diberikan
Beberapa faktor intimasi diatas telah oleh pasangan semakin meningkat dengan kehamilan
memberikan dampak pada subjective well-being subjek saat ini. Subjek diberi kebebasan dalam
menentukan pilihan hidupnya. Hingga saat ini,
pada subjek yang berbeda-beda. Adapun faktor yang
kepuasan finansial subjek dan pasangan belum
telah terbentuk dari subjective well-being pada
mencapai target. Adapun kondisi mental yang
subjek NL yakni perangai atau watak dimana subjek berubah saat menjalani commuter marriage yakni
mengaku kurang menyukai perangai atau watak dari perasaan tidak terbiasa. Pada dimensi afektif, subjek
pasangan, kemudian pendapatan pasangan kini sering merasakan perasaan sedih, kecewa, namun
subjek hanya mendapat pendapatan dari uang dirinya berusaha untuk tegar. Penemuan variabel
beasiswa, sementara kebutuhan subjek tidak dapat baru pada subjek NL yang menjadikan
dipenuhi, dan terakhir, pengaruh sosial budaya pernikahannya hingga kini bertahan adalah rasa
dimana subjek memiliki kesamaan dalam lingkungan bersyukur/gratitude dimana subjek menerima segala
sosialnya. apa yang ditakdirkan olehnya dan ikhlas dalam
Selanjutnya, subjek RI sangat menyukai melalui hidupnya saat ini.
perangai atau watak dari pasangan, segi pendapatan 1. Subjek RI meletakkan komitmen dengan rasa
pun subjek merasa cukup dan bersyukur, pengaruh saling percaya pada pasangan. Komunikasi yang
dilakukan terjalin baik, yaitu dengan memiliki
sosial budaya yang subjek alami bersama pasangan
jadwal khusus untuk berbincang berdua. Pasangan
semakin membuat subjek menjadi pribadi yang lebih
dinilai sangat memahami dan peduli terhadap
baik, sifat pasangan ke subjek sangat hangat, subjek, hal ini membuat rasa bahagia subjek
sehingga membuat subjek lebih memiliki afek positif bertambah. Keegoisan subjek juga dapat diatasi
daripada afek negatif. oleh pasangan sehingga membuat subjek merasa
Subjek ketiga yakni RH, ia kurang menyukai nyaman dan puas terhadap hubungannya. Selain
perangai atau watak dari pasangan, sementara itu itu pasangan juga memberikan ruang bebas pikir
pendapatan yang telah diberikan pasangan untuk untuk menentukan minat pribadi subjek
subjek adalah lebih dari cukup. Kurangnya kedepannya. Subjek merasa bangga terhadap
komunikasi membuat subjek seringkali mengalami pekerjaan pasangan dan puas dengan keadaan
afek negatif yang dominan daripada afek positif. finansial saat ini. Menurut subjek, hubungannya
Terakhir yakni subjek KK, ia mengaku sangat saat ini telah sesuai dengan apa yang ia harapkan,
puas dengan perangai dari perangai dan watak hanya saja rasa khawatir yang berlebihan
menyebabkan stagnasi subjek dalam mengerjakan
pasangan, sifat pasangan seringkali membuat hati
hal yang prioritas. Variabel temuan yang terdapat
subjek luluh, pendapatan yang sama-sama stabil, pada subjek adalah nilai religius, kebersyukuran
tidak banyak menjadi penyebab masalah yang ada dan norma adat istiadat.
dalam rumah tangga. 2. Pada subjek RH, komitmen yang dibentuk pernah
Intimasi dan subjective well-being telah mengalami masa pahit dimana pasangan
ditunjukkan baik oleh subjek NL, RI dan KK. berselingkuh dengan wanita lain. Komunikasi
Terbukti dengan kedekatan yang terjalin dan afek
254
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:249-256 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

yang dibentuk jarang terjalin baik dan seringkali Saran


mengalami hambatan. Hal ini membuat hubungan Berdasarkan simpulan diatas dan dengan
subjek lebih sering mengalami perasaan negatif menyadari adanya keterbatasan yang ada dalam hasil
dari pada positif saat menjalani commuter penelitian ini, maka disarankan:
marriage. Meskipun begitu, subjek berupaya 1. Bagi Istri yang Menjalani Commuter Marriage
untuk terus memberikan rasa pedulinya dengan Hendaknya para istri mengetahui betul
berupaya selalu ada disaat pasangan konsekuensi dari commuter marriage, sehingga
membutuhkan. Subjek merasa rasa peduli istri dan pasangan dapat mempersiapkan diri jika
pasangan lebih terasa saat mereka bersama ada hal-hal yang tidak diinginkan. Para istri
dibandingkan dengan saat commuter marriage. diharapkan agar dapat lebih saling mengerti
Sifat pasangan yang jarang berkomunikasi dan pasangannya dalam hal menerima sifat satu sama
terbuka dengan subjek membuat subjek bingung lain, berbagi antara waktu dan pekerjaan, serta
dalam memahami sifat pasangan subjek. Perihal pengambilan keputusan. Kemudian disarankan
pengambilan keputusan, meskipun keputusan agar dapat menjaga komitmen, komunikasi dan
diambil oleh kesepakatan bersama, pasangan tetap memberikan perhatian lebih yang dimaksudkan
menjadi argumentator utama dari setiap agar pasangan subjek merasa dihargai dan dicintai
keputusan. Perdebatan panjang dalam meskipun tengah menjalani commuter marriage.
mempertahankan minat pribadi subjek pernah 2. Untuk Peneliti Selanjutnya
terjadi yang pada akhirnya bisa saling Penelitian ini terbilang cukup komprehensif
menghargai. Meskipun perasaan negatif lebih dimana penelitian ini mengambil variabel intimasi
mendominasi dari pada perasaan positif saat yang memiliki aspek luas, sehingga disarankan
menjalani commuter marriage. Subjek bangga untuk peneliti selanjutnya dapat lebih berfokus
terhadap profesi pasangan saat ini. Finansial pada satu variabel yang memiliki aspek
subjek kini juga terpenuhi lebih dari cukup. Selain mendalam. Selanjutnya penelitian ini disarankan
itu subjek juga kini menjadi pribadi yang lebih untuk memperbesar ukuran sampel yang akan
baik secara komunikasi langsung semenjak diteliti, guna mendapatkan gambaran intimasi dan
bersama pasangan. Adapun hal yang membuat subjective well-being yang lebih bervariasi.
subjek dan pasangan tetap bertahan hingga kini
adalah adanya upaya dari mereka untuk saling DAFTAR PUSTAKA
mencocokkan diri (adaptasi), saling memperbaiki
Alwi, H., dkk. (2003). Kamus Besar Bahasa
diri dan bersyukur.
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
3. Subjek KK menjunjung tinggi rasa percaya dan
Anderson, D. M. (2007). Dorland’s Illustrated
keterbukaan selama menjalani commuter
Medical Dictionary. James J. Pozetti (31st. Ed.)
marriage. Komunikasi yang dilakukan antara KK
Philadephia: Saunders.
dan pasangan terbilang baik. Subjek merasa rasa
Baur, K., & Crooks, R. (2007). Our Sexuality.
peduli dan kasih sayang pasangan sangat terasa
Cengage Learning.
bagi subjek. Pasangan juga dianggap dapat
Bergen, K. M. (2010). Negotiating a ‘Questionable’
memahami sifat subjek yang diakuinya sangat
Identity: Commuter Wives and Social
egois. Selanjutnya, pengambilan keputusan lebih
Networks. Southern Communication Journal,
banyak di ambil oleh subjek sendiri, hal ini
75, 35-56.
dilakukan pasangan demi kenyamanan hati
Bono, G. K., dkk. (2012). Gratitude in Practice and
subjek. Pasangan juga membebaskan subjek
the Practice of Gratitude. University of
dalam menentukan minat pribadinya, dengan
California.
syarat tidak memicu masalah antara subjek dan
Cole, T. (2006). Intimacy, deception, truth, and lies:
kedua orang tuanya. Hubungan commuter
The paradox of being close. Entelechy: Mind
marriage sebenarnya adalah hal yang tidak
and Culture, Spring/Summer, No. 7. Diakses
diinginkan oleh subjek dan pasangan. Namun,
pada tanggal 7 September 2017.
karena faktor pekerjaan subjek dan pasangan
Compton, W. C. (2005). An Introduction to Positive
berupaya untuk ikhlas dalam melewatinya. Subjek
Psychology. Belmont California: Thomson
mengaku merasa puas dan bahagia selama
Wadsworth.
menjalani commuter marriage. Hanya saja ia
mengeluhkan, keberadaan pasangan yang kurang.

255
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:249-256 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Conlin, J. (2009). Living apart for the paycheck. The Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008).
New York Times. Diakses pada tanggal 12 Human Development (Psikologi
Agustus 2017. Perkembangan). Jakarta: Kencana.
Dewi, N. K. (2013). Commuter Marriage “Ketika Ponzetti, J. (2007). Commuter Marriages.
Berjauhan Menjadi Sebuah Keputusan”. International Encyclopedia of Marriage and
Bogor: IPB Press. Family. Vol. 1. 2nd ed. New York: Macmilan.
Diener, E. (2009). Assessing Well-Being; The Roehling, P. V., & Bultman, M. (2002). Does
Collected Works of Ed Diener. New York: absence make the heart grow fonder? Work-
Springer Dordrecht Heidelberg London related travel and marital satisfaction. Sex
Fisher, H. (2009). How To Build Intimacy in Your Roles: Journal of Research, 46, 279-293.
Relationship. O, The Oprah Magazine. Diakses Scott, A. T. (2002). Communication Characterizing
tanggal 20 November 2016. Successful Long-Distance Marriages. Disertasi
Glotzer, R., & Federlein, A. C. (2007). Miles That The Louisiana State University and
Blind. Commuter Marriage and Family Agricultural and Mechanical College. Diakses
Strenghts.Michigan Family Review. Michigan pada tanggal 5 Desember 2016.
Council on Family Relations. Sternberg, R. J. (2006). Cognitive Psychology. 4th
Handayani, Y. (2016). Komitmen, Conflict Edition. Belmont: Thompson Wodsworth
Resolution, dan Kepuasan Perkawinan Pada Yulianti, A. (2015). Emosional Distress dan
Istri yang Menjalani Hubungan Pernikahan Kepercayaan Terhadap Pasangan yang
Jarak Jauh. Ejournal Psikologi Universitas Menjalani Commuter Marriage. Psychology
Mulawarman: ISSN 2477-2674. Forum UMM, ISBN: 978-979-796-324-8.
Diakses tanggal 20 November 2016.

256

Anda mungkin juga menyukai