PROPOSAL
OLEH :
PREMI WAHYU WIDYANINGRUM XXXXX
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
0
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Work family conflict ( WFC) dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik
peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak
dapat disejajarkan dalam beberapa hal (Frone, et al., 2002; Triaryati, 2003;
Namasivayam dan Zhao, 2006) . Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang
berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut
dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi
tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran
dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi
tuntutan pekerjaannya (Frone, 2000). Terjadinya perubahan demografi tenaga
kerja seperti peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya
bekerja telah mendorong terjadinya konflik antara pekerjaan dan kehidupan
keluarga, hal ini membuat banyak peneliti yang tertarik untuk meneliti sebab
pengaruh dari konflik pekerjaan-keluarga (work-family conflict) tersebut
Judge et al, (1994). Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan konflik
pekerjaan keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran
pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa
hal. Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban
kerja yang berlebihan dan waktu, seperti; pekerjaan yang harus diselesaikan
terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan
menjaga anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga,
komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki
ketergantungan terhadap anggota yang lain (Yang, et al, 2000).
1
2
2
3
kesehatan mental yang buruk, yaitu mengalami burnout, sering absen dan
meninggalkan pekerjaannya (Kyriacou, 2001; Iqbal , 2016; Swanson and
Power, 1999).
Stress kerja merupakan keadaan yang wajar karena terbentuk pada diri
manusia sebagai respon dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dari
diri manusia terlebih menghadapi jaman kemajuan segala bidang yang
dihadapi dengan kegiatan dan kesibukan yang harus dilakukan, disalah satu
pihak beban kerja disatuan unit organisasi semakin bertambah. Biasanya para
ibu yang mengalami masalah demikian, cenderung merasa lelah (terutama
secara psikis), karena seharian memaksakan diri untuk bertahan ditempat kerja
(Elloy & Smith , 2003).
Stres kerja dapat terjadi didalam diri karyawan, hal itu dikarenakan
tekanan yang terus menerus dari atasan dan intimidasi rekan sekerja. Pekerjaan
yang banyak tidak jarang akan menimbulkan stres kerja, pekerjaan tidak akan
selesai tepat waktu. Menurut Elloy (2003) beberapa hal diatas pemicu stressor
pada karyawan. Stres kerja yang terus menerus akan menurunkan gairah kerja
karyawan. Sehingga produktifitas dan kinerjanya menurun. Konflik yang
terjadi dalam lingkungan pekerjaan merupakan pemicu sumber stres,
karyawan yang saling marah satu sama lain dan saling diam akan membuat
keadaan lingkungan menjadi tidak nyaman.
Pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan secara tim dan bersama
sama menjadi terbengkalai karena masing masing karyawan hanya fokus
berkontribusi sesuai pekerjaan yang harus dia kerjakan tanpa memperdulikan
pekerjaan karyawan lain. Jika antar karyawan tidak saling mendukung dalam
pekerjaan maka perusahaan tidak akan mencapai visi misi dan targetnya. Stres
kerja yang disertai dengan konflik kerja menciptakan suasana yang tidak
kondusif dan kinerja menjadi tidak optimal. Stres kerja dan konflik
mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
(Hon dan Chan, 2013).
Maka aspek-aspek ini merupakan hal yang harus diperhatikan oleh
instansi khususnya di lingkungan Pelayanan Kesehatan karena pekerjaan ini
3
4
B. Rumusan Masalah
4
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok masalah yang dirumuskan di atas maka yang
menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan pengaruh Work Family Conflict (WFC) terhadap
Stress Kerja.
2. Untuk menjelaskan pengaruh Work Family Conflict (WFC) terhadap
Kinerja Karyawan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang akan dilakukan terbagi atas dua, yaitu:
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini yakni sebagai sumbangan untuk
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam kajian studi Ilmu
Organisasi, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Psikologi Industri.
2. Manfaat praktis
Memberikan masukan bagi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono
Ponorogo yang berupa informasi-informasi tentang upaya yang tepat
dalam mengurangi tingkat konflik Work Family Conflict Tenaga
Kesehatan wanita dan stres kerja dan upaya peningkatan kinerja
karyawan.
5
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
itu sendiri harus memenuhi tuntutan salah satu peran yang nantinya akan
menekan peran yang lain sehingga akan menyebabkan individu sulit membagi
waktu dan sulit melaksanakan suatu peran karena ada tuntutan peran lainnya
(Greenhaus & Beutell, 1985; Razak, et al 2010; Mustafa, 2012). Work family
conflict muncul apabila wanita merasakan ketegangan antara peran pekerjaan
dengan peran keluarga, Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Triaryati (2003)
ada tiga macam Work family conflict, yaitu sebagai berikut :
1.Time-based conflict. Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah
satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk
menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga).
2. Strain-based conflict. Terjadi tekanan dari salah satu peran
mempengaruhi kinerja peran lainnya.
3. Behavior-based conflict. Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara
pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan
atau keluarga).
Wanita bekerja menghadapi situasi rumit yang menempatkan posisi
mereka di antara kepentingan keluarga dan kebutuhan untuk bekerja. Dalam
perjuangan menuju keseimbangan kerja dan keluarga inilah maka
bermunculan berbagai konflik dan masalah yang harus dihadapi dan dicari
jalan keluarnya jika ingin tetap menjalani kedua peran tersebut. Penelitian
terdahulu dengan topik Work family conflict (Namasivayam & Zhao, 2006;
Koyuncu et al, 2012; Passewark & Viator, 2006; Riley, 2006) membagi konflik
kerja-keluarga menjadi 2 (dua) dimensi yaitu:
7
8
8
9
9
10
B. Stress Kerja
Stress kerja adalah suatu respon adaptif, dihubungkan oleh karakteristik
dan atau proses psikologi individu yang merupakan suatu konsekuensi dari
10
11
11
12
12
13
13
14
diukur dari akibat yang di hasilkan, oleh karena itu Kinerja bukan menyangkut
karakteristik pribadi yang ditujukan oleh seseorang melainkan hasil kerja yang
telah dan akan dilakukan oleh seseorang. Ukuran kesuksesan yang dicapai oleh
karyawan tidak bisa di generalisasikan dengan karyawan yang lain karena
harus disesuaikan dengan ukuran yang berlaku dan jenis pekerjaan yang
dilakukannya (Steel Johnson, et al. 2000).
Menurut As’ad (1997) “Kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang
menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan”.
Kesempatan dalam menghasilkan kinerja karyawan adalah fungsi interaksi
dari ability (kemampuan), motivation (motivasi), opportunity (kesempatan).
Menurut Robbins & Judge (2012), kinerja kerja menunjukkan pencapaian
target kerja yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Pencapaian
kinerja kerja tersebut dipergunakan oleh kecakapan dan motivasi. Kinerja yang
optimum akan tercapai jika organisasi dapat memilih karyawan yang
memungkinkan mereka agar dapat bekerja secara maksimal.
Dalam melihat kinerja seorang karyawan perlu terlebih dahulu
ditetapkan standar kinerja atau indikator kinerja yang akan digunakan sebagai
parameter untuk menilai kinerja. Menurut Drucker dalam Robbins & Judge
(2012) kinerja karyawan dapat dinilai dari dua sudut pandang, yaitu efisien dan
efektivitas kerja. Sudut efisiensi kerja mengacu kepada penyelesaian pekerjaan
dengan benar dalam waktu yang relatif singkat, sehingga tenaga dan biaya
yang dikeluarkan seminim mungkin, sedangkan efektivitas kerja mengacu
kepada penyelesaian pekerjaan secara benar, walaupun dengan tenaga dan
biaya tinggi.
Lebih lanjut Drucker dalam Stoner dan Freeman mengungkapkan
bahwa dalam mengendalikan kinerja pegawai, perlu ditinjau dari lima dimensi.
Pertama, dimensi fisiologi. Manusia akan bekerja dengan baik apabila bekerja
dalam berbagai konfigurasi operasional, yakni bekerja dengan berbagai tugas-
tugas dan ritme kecepatan yang sesuai dengan fisiknya. Kedua, dimensi
psikologis. Dalam hubungan ini, bekerja merupakan ungkapan kepribadian.
Seseorang memperoleh kepuasan dari perkerjaannya akan menampilkan
14
15
kinerja (performance) yang lebih baik dari pada mereka yang tidak
menyenangi pekerjaannya. Ketiga, dimensi sosial. Bekerja dapat dipandang
sebagai suatu ungkapan hubungan sosial di antara sesama pagawai. Situasi
yang menyebabkan perpecahan antar pegawai dapat menurunkan kinerja
pegawai, baik secara individu maupun secara kelompok. Keempat, dimensi
ekonomi. Bekerja adalah kehidupan bagi pegawai, imbalan jasa yang tidak
sepadan dapat menghambat atau memacu pegawai untuk berprestasi. Kelima,
dimensi keseimbangan. Dalam hubungan ini keseimbangan antara apa yang
diperoleh dari pekerjaan dengan kebutuhan hidup akam memacu seseorang
untuk berusaha lebih giat guna mencapai keseimbangan atau sebaliknya.
Dimensi ini juga disebut sebagai dimensi kekuasaan pekerjaan karena
ketidakseimbangan dapat menimbulkan konflik yang dapat menurunkan
kinerja.
Dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana pencapaian kinerja dalam
suatu organisasi biasanya dilakukan kegiatan penilaian kinerja. Penilaian
kinerja, menurut Dessler (2009), adalah “evaluating an employee’s current
and/or past performance relative to his or here performance standards.
Batasan ini menjelaskan bahwa penilaian kinerja adalah evaluasi kinerja relatif
karyawan saat ini dan atau yang telah berlalu terhadap standar kerjanya.
Pengertian lain dikemukakan Hammer dalam Schermerhorn, Hunt dan Osborn
(2005) bahwa penilaian kinerja adalah ”a process of systematically evaluating
performance and providing feedback on which performance adjustments can
be made. Definisi ini menunjukkan bahwa penilaian kinerja adalah suatu
proses menilai kinerja secara sistematis dan memberikan umpan balik atas
penilaian kinerja yang telah dibuat. Pengukuran kinerja juga dapat dilakukan
melalui beberapa penilaian (Flippo, 1986), antara lain:
1. Kualitas kerja, merupakan tingkat dimana hasil akhir yang
dicapai mendekati sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang
diharapkan oleh perusahaan/organisasi.
15
16
16
17
The Family (WIF) dan Family Interfering With The Work (FIW) terhadap
stress kerja dan hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa tekanan untuk
menyeimbangkan stress kerja tetapi juga ketidakpuasan kerja, depressi,
kemangkiran dan penyakit jantung.
Robbins & Judge (2012) menyatakan tingkat stress yang mampu
dikendalikan mampu membuat karyawan melakukan pekerjaanya dengan
lebih baik, karena membuat mereka mampu meningkatkan intensitas kerja,
kewaspadaan, dan kemampuan berkreasi, tetapi tingkat stress yang berlebihan
membuat kinerja mereka akan mengalami penurunan. Williams et al (2006)
berpendapat bahwa stress yang tinggi baik fisik maupun perilaku adalah hasil
jangka pendek dari job stress yang dapat berpengaruh pada kinerja karyawan
yang rendah. Stress pada karyawan bukanlah suatu hal yang selalu berakibat
buruk pada kinerja karyawan, melainkan stress juga dapat memberikan
motivasi bagi karyawan untuk memupuk rasa semangat dalam menjalankan
setiap pekerjaannya untuk mencapai suatu prestasi kerja yang baik buat karier
karyawan dan untuk kemajuan dan keberhasilan perusahaan.
Price (2003) mengatakan bahwa stress ditempat kerja juga berhubungan
positif dengan kinerja karyawan. Stress dapat menciptakan keunggulan
kompetitif bagi perusahaan dengan manajemen yang baik. Stress juga
memberikan dampak positif yang lain seperti dengan adanya batasan waktu
perusahaan dapat menjadi lebih efisien dan efektif. Stress mempunyai dampak
positif atau negatif. Dampak positif stress pada tingkat rendah sampai pada
tingkat moderat bersifat fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong
peningkatan kinerja pegawai sedangkan pada dampak negatif stress pada
tingkat yang tinggi adalah penurunan pada kinerja karyawan yang drastis
(Gitosudarmo dan Suditta, 1997).
E. Penelitian Terdahulu
Adisa et al (2006) menyoroti penyebab utama dan konsekuensi dari
WFC di antara para pekerja Nigeria sebagaimana yang dirasakan oleh para
responden. Konsisten dengan penelitian sebelumnya tentang WFC (Jager,
2002; Stier, Lewin-Epstein dan Braun, 2012; Voydanoff, 2004), penelitian ini
17
18
menemukan bahwa WFC sering disebabkan oleh tanggung jawab yang tidak
kompatibel baik dalam domain kerja maupun keluarga. Chelariu and Stump
(2011) FWC tidak menunjukkan hubungan dengan stres kerja atau keinginan
berpindah. Ini menunjukkan kebutuhan akan spesifikasi yang lebih luas dari
model-model tersebut, termasuk keluarga yang setara dengan variabel terkait
pekerjaan seperti stres kerja dan keinginan berpindah. Sementara variabel
seperti stres keluarga, ketidakpuasan perkawinan, dan mungkin niat perceraian
tidak secara langsung terkait dengan pengaturan kerja, dan tugas lain dan
faktor eksternal, seperti tingkat pengangguran negara atau wilayah,
ketersediaan peluang karir lain dalam perusahaan saat ini atau pekerjaan secara
keseluruhan mobilitas dan kemampuan untuk mengubah profesi dapat
memengaruhi kemampuan individu untuk menemukan pekerjaan baru, dan
akibatnya, keinginan berpindah
Karatepe (2013) berusaha untuk mengusulkan dan menguji model
penelitian yang menyelidiki kelelahan emosional sebagai mediator dari efek
kerja yang berlebihan, konflik keluarga-kerja, dan konflik keluarga-pekerjaan
pada pekerjaan yang melekat dan kinerja pekerjaan. Karatepe (2013)
mendapatkan temuan bahwa kelelahan emosional berfungsi sebagai mediator
penuh dari efek kerja yang berlebihan, konflik keluarga-kerja, dan konflik
keluarga-pekerjaan pada pekerjaan yang melekat dan kinerja pekerjaan.
Khususnya, karyawan yang memiliki beban kerja berat dan tidak dapat
menetapkan keseimbangan antara pekerjaan (keluarga) dan peran keluarga
(kerja) secara emosional kelelahan. Pegawai seperti itu pada gilirannya kurang
melekat pada pekerjaan mereka dan menunjukkan kinerja yang buruk dalam
proses pemberian layanan.
Berbeda dengan temuan Elloy and Smith (2003) yang lebih berfokus
pada pola dari dari stress kerja dilatar belakangi Work Family Conflict dan
konflik peran pada pasangan di australia yang menyatakan bahwa praktik
ketenagakerjaan sebagian besar dibangun di sekitar yang kurang heterogen
profil tenaga kerja, pengusaha sekarang harus menghadapi dan merevisi
asumsi dan stereotip tenaga kerja mereka jika mereka ingin mencapai
18
19
19
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksplanatoris (explanatory research)
dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang berupaya menjelaskan
hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis
(Singarimbun dan Effendi, 1995). Pendekatan kuantitatif dilandasi pada suatu
asumsi bahwa suatu gejala itu dapat diklasifikasikan, dan hubungan gejala
bersifat kausal (sebab akibat) antara variabel atau konstruk melalui pengujian
hipotesis (Sugiyono, 2010).
Metode penelitian yang digunakan penelitian menggunakan metode
survei, yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh informasi melalui
permintaan keterangan-keterangan kepada responden dengan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data utama (primer). Pada umumnya yang
merupakan unit analisis dalam penelitian survei adalah individu (Singarimbun
dan Effendi, 1995). Pada penelitian juga selain menggunakan data primer juga
menggunakan data sekunder. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Tenaga
Kesehatan Wanita pada Rumah Sakit Dr.Harjono Ponorogo.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini menganalisis data primer dan data sekunder yang
dikumpulkan dari Tenaga Kesehatan Wanita pada Rumah Sakit Dr. Harjono
Ponorogo. Penelitian ini bertempat di Rumah Sakit Dr.Harjono Ponorogo,
tepatnya di Jl. Raya Ponorogo - Pacitan, Pakunden, Kec. Ponorogo, Kabupaten
Ponorogo, Kode Pos 63419 Jawa Timur.
20
21
2) Sampel telah berstatus karyawan tetap pada Rumah Sakit Dr. Harjono
Ponorogo.
21
22
kateter, menjahit luka, dan merawat pasien dengan penyakit menular atau
berbahaya, mengoperasi,.
D. Model Hipotesis
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan berdasar teori.
Terdapat satu konstruk yang mempengaruhi Kinerja karyawan dan Stress kerja
yaitu Work Interfering With The Family (WIF) dan Family Interfering With
The Work (FIW).
22
23
H4: Work Interfering with The Family (WIF) berpegaruh negatif terhadap
Kinerja
H5: Family Interfering with The Work (FIW) berpengaruh negatif terhadap
Kinerja.
23
24
• Tekanan kerja
Work Interfering with The • Banyaknya tuntutan
Family (WIF) Konflik pekerjaan-keluarga tugas
dapat timbul dikarenakan • Kurangnya kebersamaan
Frone, et al (1992); Boles
urusan pekerjaan keluarga
et al (2001); Chelariu &
mencampuri urusan • Sibuk dengan pekerjaan
Stump (2011); Saranani
keluarga. • Konflik komitmen dan
(2015); Iqbal (2015) tanggung jawab terhadap
keluarga
Konflik timbul sebagai akibat • Tekanan sebagai orang
Family Interfering with The pekerjaan rumah tangga tua
Work (FIW) beserta seluruh • Tekanan perkawinan
konsekuensinya mengganggu • Kurangnya keterlibatan
24
25
25
26
skala) dan juga dapat diterapkan pada sampel yang sangat kecil. Di samping
itu, GSCA dapat digunakan pada model struktural yang melibatkan variabel
dengan indikator refleksif dan atau formatif.
26
27
Daftar Pustaka
27
28
Frone, M.R., J.K. Yardley, and K.S. Markel, 1997b, “Developing and Testing an
Integrative Model of the Work-family Interface”, Journal of Vocational
Behavior, 50, 145-67.
Frone, M.R., M. Russell, and G.M. Barnes, 1996, “Work-family Conflict, Gender,
and Health-related Outcomes: A Study of Employed Parents in Two
Community Samples”, Journal of Occupational Health Psychology, 1, 57-
69.
Frone, M.R., M. Russell, and M.L. Cooper, 1992a, “Antecedents and Outcomes of
Work-family Conflict: Testing a Model of the Work-family Interface”,
Journal of Applied Psychology, 77, 65-78.
Frone, M.R., M. Russell, and M.L. Cooper, 1992b, “Prevalence of Work-family
Conflict: Are Work and Family Boundaries Asymmetrically Permeable?”,
Journal of Organizational Behavior, 13, 723-9.
Frone, M.R., M.R. Russell, and M.L. Cooper, 1997a, “Job Stressors, Job
Involvement, and Employee Health: A Test of Identity Theory”, Journal
of Occupational and Organizational Psychology, 68, 1-11.
Gary Howard, W., Heather Howard Donofrio, and James S. Boles. "Inter-domain
work-family, family-work conflict and police work satisfaction." Policing:
An International Journal of Police Strategies & Management 27, no. 3
(2004): 380-395.
Ghozali, Imam, 2002, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gitosudarmo, Indriyo dan Sudita, I Nyoman. 1997, Perilaku Keorganisasian,
Yogyakarta : BPFE.
Greenhaus JH, Parasuraman SJ, Wormley WM. (1990). Effects of race on
organizational experiences, job performance evaluations, and career
outcomes. Academy of Man agement Journal, Vol. 33, Pp. 64–86.
Greenhaus, J.H., & Beutell, N.J. (1985). Sources of conflict between work and
family roles. Academy of Management Review, Vol. 10, Pp 76-88.
Greenhaus, J.H., S. Parasuraman, and K.M. Collins, 2001, “Career Involvement and
Family Involvement as Moderators of Relationships between Work-
family Conflict and Withdrawal from a Profession”, Journal of
Occupational Health Psychology, 6, 91-100.
Hair, J.F. Jr. , W.C. Black & B.J. Babin. 2010. Multivariate Data Analysis, (7thEdition).
Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Hendrix, W.H., Spencer,B.A., & Gibson, G.S., (1994). Organizational and
extraorganizational factors affecting stress, employee well-being, and
absenteeism for males and females. Journal of Bussines and Psychology,
9 (2), 103-128
28
29
29
30
Williams, A., R.L. Franche, S. Ibrahim, C.A. Mustard, and F.R. Layton, (2006),
“Examining the Relationship between Work-family Spillover and Sleep
Quality”, Journal of Occupational Health Psychology, 11(1), 27-37.
Williams, K.H., and C.T. Warrens, (2003), “Work on Family Conflict among the
Female Managers in Organization”, Journal of Gender Studies, 9(1), 36-
47.
Yang, N., Chen, C.C., & Zou, Y., 2000. Source of work-family conflict: A sino-U.S.
comparison of the effect of work and family demands. Academy of
Management Journal, Vol.43 No.1, hal. 113-123.
30