Anda di halaman 1dari 16

SEMINAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

“WORK FAMILY CONFLICT”


Dosen Pengampu: DR. Rahayu Endang Suryani, M.M

Diajukan Oleh:

Nama Mahasiswa : Restu Ainun Najib


Nomor Induk Mahasiswa : 2016021089

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI Y.A.I
JAKARTA
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN

BAB I – PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II – PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Work Family Conflict .................................................................. 3


B. Aspek-Aspek Work Family Conflict............................................................... 5
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Work Family Conflict ............................ 7

BAB III – PENUTUP ............................................................................................... 14

A. Kesimpulan ................................................................................................... 14
B. Saran ............................................................................................................ 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pekerjaan yang terlalu berat dan keluarga yang terabaikan tentu
merupakan masalah mendasar bagi seorang pekerja, terkadang seorang pekerja
harus bekerja dari pagi hari sampai dengan larut malam sehingga mereka
mengabaikan keluarga. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan dari pihak
keluarga dimana mereka merasa diabaikan karena anggota keluarga tersebut
terlalu fokus dan memikirkan pekerjaannya. Ini sering sekali terjadi terutama pada
keluarga baru, karena mereka memiliki sedikit pengalaman maka mereka rawan
sekali berkonflik dengan pekerjaannya.
Jam kerja yang panjang dan beban kerja yang berat merupakan pertanda
langsung akan terjadinya konflik pekerjaan-keluarga atau yang lebih dikenal
dengan Work-Family Conflict. Konflik seperti ini pasti akan dialami oleh setiap
pekerja, bagi para pekerja yang mampu menghadapi konflik ini maka mereka akan
menemukan kepuasan dan kemudahan dalam bekerja karena mereka mampu
mengatur dan menghadapi konflik yang mereka alami antara pekeraan dan
keluarga, tetapi bagi para pekerja yang tidak mampu menghadapi konflik ini, maka
ada kemungkinan mereka harus meninggalkan salah satu dari dua pilihan yaitu
keluarga atau pekerjaan, dan ini merupakan suatu pilihan yang sulit.
Kita memang tidak bisa memilih atau condong terhadap satu pihak,
pekerjaan ataupun keluarga. Kita harus fokus dalam bekerja, kita harus tekun dan
bekerja keras agar tujuan yang ingin kita capai benar-benar bisa tercapai dengan
maksimal, namun disisi lain juga kita tidak bisa mengabaikan keluarga, karena
walau bagaimanapun kita bekerja, tetap saja hasil dari pekerjaan yang kita lakukan
(gaji) akan kita persembahkan untuk keluarga, selain itu keluarga membutuhkan
sesuatu yang dimanakan Quality Time dimana seluruh anggota keluarga
berkumpul untuk saling bercengkrama dan berkomunikasi satu sama lain, atau
bahkan mereka berlibur bersama untuk bisa lebih dekat dengan keluarga tanpa
adanya gangguan dari pihak lain (pekerjaan) agar keluarga kita lebih harmonis.

1
Hal ini tentu menjadikan seorang pekerja berfikir tentang bagaimana
mereka membagi dan mengatur waktu yang mereka miliki untuk menghadapi
Work-Family Conflict. Karena jika mereka berhasil menghadapi konflik tersebut
maka kemungkinan besar pekerja ini akan sukses dan karirnya akan terus tumbuh
menuju puncak jabatan tertinggi disuatu perusahaan.
Masalahnya saat ini adalah banyak orang yang tidak mampu untuk
menghadapi konflik tersebut dan karir yang mereka bangun tersendat akibat
permasalahan yang tidak bisa mereka selesaikan. Atas dasar itulah maka kita
akan membahas tentang Work-Family Conflict lebih jauh dan cara menghadapi
masalah tersebut sehingga karir yang kita bangun selama ini tidak tersendat akibat
masalah antara pekerjaan dan keluarga.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya,
yaitu:
1. Apa pengertian dari work family conflict?
2. Apa saja aspek-aspek dalam work family conflict?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi work family conflict?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui definisi dari work family conflict.
2. Dapat melihat aspek-aspek di dalam work family conflict.
3. Dapat mengetahui apa saja faktor yang melekat dengan work family conflict.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari makalah ini adalah diharapkan dapat menambah


pengetahuan, menambah bahan referensi dan informasi bagi pembaca/
mahasiswa yang berkaitan dengan work family conflict.

2
BAB II

PEMBAHASAN

WORK FAMILY CONFLICT

A. Pengertian Work Family Conflict


Work family conflict adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu
tekanan atau ketidak seimbangan peran antara peran dipekerjaan dengan peran
didalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Jam kerja yang panjang dan beban
kerja yang berat merupakan pertanda langsung akan terjadinya konflik pekerjaan-
keluarga, dikarenakan waktu dan upaya yang berlebihan dipakai untuk bekerja
mengakibatkan kurangnya waktu dan energy yang bisa digunakan untuk
melakukan aktivitas-aktivitas keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Jam kerja
yang panjang dan beban kerja yang berat merupakan pertanda langsung akan
terjadinya konflik pekerjaan-keluarga (Work-Family Conflict), dikarenakan waktu
dan uapaya yang berlebihan dipakai untuk bekerja mengakibatkan kurangnya
waktu dan energi yang bisa digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas
keluarga (Frone, 2003).
Frone (1997) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik
peran yang terjadi pada karyawan, di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di
kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit
membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu
pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan
perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai
waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti
sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan
keluarga sehingga mengganggu pekerjaan.
Frone (Triaryati, 2003) mengatakan bahwa work-family conflict dapat
didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan
dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini
biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam

3
pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang
bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana
pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang
tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya. Contohnya saat seorang wanita
yang sudah memiliki anak harus berkewajiban mengurus anak dirumah namun
juga memilih untuk menjadi wanita karier, akan terjadi konflik peran dimana
tuntutan peran sebagai seorang ibu dan wanita karier berbeda. Wanita yang dapat
memenuhi tuntutan pekrjaan dipengaruhi juga oleh kemampuannya dalam
memenuhi tuntutan sebagai seorang ibu.
Frone (dalam Utaminingsih, 2017: 45) Konflik peran ganda merupakan
konflik yang terjadi secara simultan akibat dari adanya tekanan dari dua atau lebih
peran yang diharapkan, namun bisa saja terjadi dalam satu peran akan
bertentangan dengan peran lain. Semua posisi-posisi tersebut bisa ditempati
secara bergantian atau bersamaan. Dengan kata lain, peran-peran yang ada pada
seseorang bisa menuntut pelaksanaan peran secara simultan.
Menurut Ching dalam Rantika dan Sunjoyo (2011: 30) Work family Conflict
(konflik pekerjaan keluarga) adalah bentuk konflik peran dimana tuntutan peran
dari pekerjaan dan keluarga tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.
Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban
kerja yang berlebihan dan waktu, seperti; pekerjaan yang harus diselesaikan
terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga
anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi
keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap
anggota yang lain (Yang, Chen, dkk, 2000).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa work-
family conflict merupakan salah satu bentuk dari konflik peran dimana secara
umum dapat didefinisikan sebagai kemunculan stimulus dari dua tekanan peran.
Kehadiran salah satu peran akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi
tuntutan peran yang lain. Sehingga mengakibatkan individu sulit membagi waktu
dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya peran yang lain.

4
B. Aspek-Aspek Work Family Conflict
Berdasarkan definisi dari Greenhaus dan Beutell terdapat 3 aspek dasar
dari work-family conflict (Amaliya dkk, 2015), yaitu:
1. Konflik karena waktu (Time Based Conflict)
Aktivitas pada kedua peran tidak bisa di atur dengan baik, sehingga waktu
yang di habiskan untuk satu peran lebih dominan dari peran lainnya. Terdapat
dua bentuk konflik karena waktu, yaitu: (1) adanya tuntutan dalam sebuah
peran yang menyebabkan tekanan waktu pada individu sehingga mustahil
untuk memenuhi peran yang lain, (2) kenyamanan dalam menjalankan satu
peran juga dapat menyebabkan tekanan waktu, walaupun secara fisik individu
sedang memenuhi tuntutan pada peran yang lain.
a) Pekerjaan sebagai sumber dari konflik (Work related sources of conflict)
adanya penggunaan waktu yang berlebihan untuk peran individu dalam
pekerjaan seperti waktu lembur yang tinggi dan shift yang tidak teratur.
b) Keluarga sebagai sumber konflik (Family-related sources of conflict)
adanya tuntutan peran individu dalam keluarga sehingga waktu yang di
habiskan lebih banyak untuk aktivitas di dalam keluarga.
2. Konflik karena ketegangan (Strain-Based Conflict)
Ketika wanita yang memiliki peran ganda mengalami work-family conflict
maka hal itu akan menyebabkan ketegangan. Adanya bukti nyata, dari
pekerjaan yang berat menyebabkan stres dapat menimbulkan gejala-gejala
ketegangan seperti kecemasan, kelelahan, depresi, kelesuan, dan
kecenderungan untuk cepat marah. Munculnya ketegangan ini menyebabkan
individu merasa kesulitan untuk menjalankan tuntutan pada peran lain.
a) Pekerjaan sebagai sumber dari konflik (Work related sources of conflict)
ketidak tepatan dan konflik yang didapatkan dalam pekerjaan dapat
menyebabkan work-family conflict. Hal ini dapat memicu stres dalam
pekerjaan misalnya tidak ada kecocokan antara individu dengan pekerjaan
yang dijalani, adanya perasaan kecewa ketika harapan yang diinginkan
tidak terpenuhi. Pada intinya pemicu work-family conflict dapat terjadi akibat

5
stres yang muncul dari pekerjaan dan keikut sertaan yang tinggi pada salah
satu peran dapat menimbulkan gejala ketegangan.
b) Keluarga sebagai sumber konflik (Family related sources of conflict) konflik
yang terjadi dalam keluarga peran ganda berhubungan dengan terjadinya
work-family conflict. Sehingga, dukungan dari pasangan menikah mampu
menjaga keluarga dari kemungkinan terjadinya ketegangan dan work-
family conflict.
3. Konflik karena perilaku (Behavior-Based Conflict)
Pertentangan pada individu dapat terjadi karena adanya perbedaan tingkah
laku yang diberikan pada peran tertentu. Ketika di rumah individu berperan
menjadi anggota keluarga sebagai ayah atau ibu, memiliki perasaan yang
hangat dan emosional, juga menjaga dan merawat anak dengan baik.
Sedangkan, di dunia kerja individu dituntut untuk berperan menjadi seorang
yang mampu berfikir logis, memiliki agresivitas, dan jiwa berkuasa.

Gutek, Searle, dan Klepa, (1991) menambahkan bahwa work-family conflict


memiliki dua arah, yaitu:
a) Conflict due to Work Interfering with Family (WIF)
Work-family conflict terjadi karena aktivitas pekerjaan mengganggu
aktivitas keluarga. Seperti, waktu kerja yang panjang membuat seseorang
memiliki sedikit waktu untuk melaksanakan tugas rumah tangga.
b) Conflict due to Family Interfering with Work (FIW)
Work-family conflict terjadi karena aktivitas keluarga mengganggu aktivitas
pekerjaan. Seperti, permasalahan dalam keluarga membuat seseorang
tidak berkonsentrasi ketika saat bekerja.

Carlson, Kacmar, dan Williams, (2000) menyimpulkan dalam penelitiannya


bahwa terdapat 6 dimensi yang merepresentasikan work-family conflict dari
penggabungan 3 aspek Greenhaus dan Beutell (1985) dan 2 aspek (Gutek dkk
1991), antara lain: a) Waktu kerja mengganggu aktivitas keluarga (Time based

6
work interference with family), (b) waktu keluarga menggangu aktivitas pekerjaan
(Time based family interference with work), c) Tekanan dalam pekerjaan
mengganggu aktivitas keluarga (Strain based work interference with family), d)
Tekanan dalam keluarga menggangu aktivitas pekerjaan (Strain based family
interference with work), e) Perilaku dari keluarga mengganggu aktivitas pekerjaan
(Behavior based work interference with family), f) Perilaku dari pekerjaan
mengganggu aktivitas keluarga (Behavior based work interference with work).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 dimensi


yang mendasari terjadinya work-family conflict yaitu WIF dan FIW yang didasari 3
aspek utama yaitu konflik karena waktu, konflik karena ketegangan, dan konflik
karena perilaku.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Work Family Conflict


Andriani dan Faidal (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi work-family conflict antara lain faktor
bisnis atau pekerjaan, faktor hubungan dengan keluarga dan faktor pribadi. Faktor
bisnis atau pekerjaan adalah pengaruh dari adanya jumlah jam kerja yang
berlebihan, kepuasan bisnis, kesehatan pendapatan dan jumlah pekerjaan yang
di emban. Adapun faktor yang disebabkan oleh hubungan dalam keluarga yaitu
kebahagiaan dalam perkawinan dan jumlah anak. Faktor pribadi yang
mempengaruhi yaitu adanya kepuasan hidup, tingginya pendidikan yang di
dapatkan, dan persepsi individu terhadap diri sendiri.
Menurut Apollo dan Cahyadi (2012) terdapat faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya konflik dalam kerja dan rumah tangga atau disebut sebagai work
family conflict yaitu penyesuaian diri dan dukungan dari keluarga. Dukungan
keluarga yang diberikan menjadi hal penting bagi berlangsung nya peran individu
khususnya seorang istri yang memiliki peran ganda. Hal ini dinilai dapat
mengurangi work-family conflict dan stres yang dirasakan ketika menjalani
perannya sebagai wanita karier dan ibu rumah tangga.

7
Dalam jurnalnya, Michel, dkk. (2010: 5-6) menyatakan beberapa faktor
yang melatar belakangi Work family Conflict, sebagai berikut:

a. Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan menunjukkan bagaimana masing-masing karyawan
memiliki peran yang berbeda tergantung pada pekerjaannya, peran
pekerjaan tertanam dalam suatu keadaan atau kondisi yang sudah melekat
pada pekerjaan tersebut.

1. Stresor Peran (Role Stressors)


Stresor pada pekerjaan dan keluarga merupakan hasil daripada
tekanan yang dimiliki peran pada masing-masing domain. Konflik peran,
ambiguitas peran, peran yang berlebihan dan komitmen waktu kerja
secara umum dipandang sebagai sumber utama stres dalam kerangka
stresor. Banyak individu yang akhirnya menyerah pada tekanan yang
ada dalam usahanya untuk memenuhi beragam ekspektasi dari masing-
masing peran. Salah satu penyebabnya adalah ketika tekanan peran
yang ada dalam kerangka stressor (konflik peran, ambiguitas peran,
kelebihan peran dan tuntutan waktu) dihadapi, tenaga individu akan
lebih banyak terkuras. Manusia memiliki energi serta waktu yang
terbatas, sehingga ketika stressor peran pada salah satu domain
mengalami peningkatan akan menghasilkan konflik yang lebih besar.

2. Keterlibatan Peran (Role Involvement)


Keterlibatan kerja dan keluarga mengacu pada tingkat keterikatan
psikologis atau kaitan terhadap peran di pekerjaan dan keluarga.
Individu yang memiliki keterikatan peran tinggi memiliki ketertarikan
kognitif terhadap peran tertentu. Ketertarikan peran yang tinggi
membuat sesorang melihat peran tersebut sebagai hal terpenting dan
pusat dari kehidupannya. Tingginya keterlibatan psikologis terhadap
suatu peran tertentu dapat membuat sulit untuk terikat dalam kegiatan
peran saingannya, misalnya keterlibatan pada pekerjaan dapat

8
membuat keterikatan pada perannya di keluarga berkurang. Teori peran
menjelaskan bahwa individu dapat terlibat secara psikologis dengan
perannya di pekerjaan dan di rumah sebagai usaha untuk memenuhi
ekspektasi dari masing-masing peran. Seandainya ketidakpuasan
ditemui dalam salah satu peran, individu dapat menyesuaikan waktu,
perhatian dan energi yang dimiliki. Teori kompensasi menjelaskan
bahwa terdapat hubungan terbalik antara domain pekerjaan dan
keluarga, di mana ketidakpuasan pada satu domain akan diimbangi
melalui kepuasan atauketerlibatan yang lebih besar dalam domain lain
(Edwards & Rothbard, 2000 dalam Michel, 2010).

3. Dukungan Sosial (Social Support)


Dukungan sosial merujuk pada bantuan peran, kekhawatiran
emosional, informasi dan penilaian fungsi lain yang berfungsi untuk
meningkatkan perasaan penting dalam diri seseorang. Dukungan sosial
dari domain pekerjaan dapat datang dari beberapa sumber seperti
rekan kerja, supervisor dan organisasi itu sendiri. Dukungan sosial
untuk domain keluarga dapat datang dari pasangan atau seluruh
keluarga. Seperti yang dikemukankan oleh Stoner, dkk (2011) yaitu
dukungan dari keluarga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya work-
family conflict yang dialami oleh seseorang. Dukungan sosial yang
didapatkan dari salah satu domain dapat memimpin kepada
berkurangnya waktu, perhatian dan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan peran tersebut.

4. Karakteristik Kerja (Work Characteristic)


Karakteristik kerja terdiri dari beberapa hal dalam domain yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan peran. Beberapa hal tersebut antara lain
durasi peran (pekerjaan dan kepemilikan organisasi), karakteristik peran
(tipe pekerjaan, autonomi pekerjaan, variansi tugas, dan gaji), serta
pengaruh organisasional terhadap peran tersebut (alternatif jadwal kerja

9
dan seberapa jauh organisasi tersebut responsive terhadap keluarga).
Tingginya status dalam pekerjaan serta gaji yang semakin tinggi
mengindikasikan tanggung jawab yang lebih besar, stress yang lebih
besar sehingga menyulitkan untuk menjaga keseimbangan dalam
kedua peran yang dimiliki baik di rumah ataupun pekerjaan. Karakter
yang dimiliki oleh pekerjaan dan organisasi mempengaruhi bagaimana
individu dapat menjalankan perannya dan seberapa besar tanggung
jawab dan waktu yang dibutuhkan. Karakteristik pekerjaan yang
menuntut tanggung jawab serta perhatian yang besar dapat
mempengaruhi bagaimana individu menjalankan perannya di rumah.

b. Faktor Individu
Faktor individu yang dimaksudkan mempengaruhi Work family
Conflict adalah kepribadian seseorang. Kepribadian menurut Allport dalam
Schultz & Schultz (2013) merujuk pada dinamika struktur mental dan proses
mental yang terkoordinasi yang menentukan penyesuaian emosional dan
perilaku individu terhadap lingkungannya. Salah satu bagian dari
kepribadian yang berpengaruh terhadap work family conflict adalah internal
locus of control dan efektifitas negatif serta neurotisme. Internal locus of
control secara umum didefinsikan sebagai sejauh mana seseorang melihat
hasil yang ada disebabkan oleh dirinya sendiri (internal) dan bukan semata-
mata karena kesempatan (eksternal). Efektifitas negatif dan neurotisme
secara umum didefinsikan sebagai tingkatan stress yang lebih tinggi yang
didasarkan pada sifat psikologis, kecemasan, dan ketidakpuasan secara
umum. Kemampuan dari dalam diri individu sendiri merupakan salah satu
cara untuk menyeimbangkan kedua peran yang dimiliki, dan aspek-aspek
dalam kerpibadian mempengaruhi individu dalam menghadapi tekanan
yang didapat dari kedua peran yang akan mempengaruhi kemungkinan
munculnya konflik antara kedua peran.

10
Amelia (2010: 203) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya Work-Family Conflict di lingkungan pekerjaan dan keluarga, diantaranya
yaitu:
a) Pertama, adanya tekanan dalam lingkungan kerja seperti jam kerja yang
tidak pasti, sering tugas ke luar kota atau luar negeri, jam kerja yang
berlebihan (lembur) dan bentuk-bentuk lain stres dalam pekerjaan,
adanya konflik interpersonal di tempat kerja serta pimpinan yang tidak
mendukung karyawannya di organisasi.
b) Kedua, adanya tekanan dalam lingkungan keluarga antara lain
kehadiran anak kecil, tanggung jawab terhadap anak, tanggung jawab
terhadap orang tua, adanya konflik interpersonal antara anggota
keluarga, dan adanya anggota keluarga yang tidak mendukung orang
tersebut dalam pekerjaannya.

Stoner dan Charles (Suharmono & Natalia, 2015) menyatakan faktor-faktor


yang mempengaruhi work family conflict, yaitu:
1. Tekanan Waktu
Tekanan waktu adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
suatu peran akan mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan peran yang lain. Semakin banyak waktu yang digunakan
untuk bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga.

2. Ukuran Keluarga dan Dukungan Keluarga


Ukuran keluarga yaitu jumlah anggota atau individu yang terdapat dalam
sebuah kelaurga. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin akan
memungkinkan banyak konflik. Sedangkan dukungan keluarga adalah
bentuk motivasi dan dorongan serta penguatan yang diberikan keluarga
kepada individu khususnya wanita yang bekerja dan mengurus keluarga,
semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik.

11
3. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima dan
jumlah yang diyakini harus diterima, semakin tinggi kepuasan kerja maka
konflik yang dirasakan semakin sedikit.
4. Kepuasan Pernikahan
Kepuasan pernikahan yaitu sejauh mana pasangan yang menikah
merasakan dirinya tercukupi dan terpenuhi dalam hubungan yang dijalani.
Terdapat asumsi bahwa wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif
terhadap pernikahannya.
5. Size of firm
Size of firm yaitu banyaknya pekerja dalam suatu perusahaan. Hal ini
mungkin saja mempengaruhi work family conflict seseorang karyawan.

Berdasarkan uraian di atas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi


terjadinya work-family conflict dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor yang
berasal dari pekerjaan seperti intensitas jam kerja dan jumlah pekerjaan yang
dijalankan. Adapun, faktor dari keluarga seperti kurangnya dukungan dari
pasangan, kebahagiaan keluarga, dan ukuran keluarga. Faktor pribadi seperti
tingginya pendidikan dan persepsi diri yang dibentuk.

Boles (dalam Tammy & Lilian, 2016: 437) Work-family conflict dapat timbul
pada saat individu berhenti berorganisasi. Hal ini karena kepemilikan psikologis
(Ownership), dapat menyebabkan seseorang merasa lelah terhadap kendali dan
kewajiban terhadap organisasi, yang akan meluas sampai keluar organisasi.

Blackwell (2014: 286) peran manajemen penting dalam meningkatkan


dukungan informal organisasi terhadap peran keluarga pekerja. Pekerja merasa
lebih mudah untuk menjangkau (Reach) keseimbangan yang sehat antara
pekerjaan dengan keluarga.

Bernas dan Major (dalam Arfidianingrum, Nuzulia dan Fadhallah 2013: 15)
Hardiness (kepribadian tangguh) merupakan karakteristik kepribadian setiap
individu yang dapat melindunginya dari Work-family conflict. Menurut Bruck dan

12
Allen (dalam Arfidianingrum, Nuzulia dan Fadhallah 2013: 15) Hardiness
merupakan salah satu aspek penyusun dimensi Adversity Quotient, yaitu
Endurance (daya tahan).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat


aspek-aspek Adversity Quotient seperti: Ownership, Reach dan Endurance yang
dapat mempengaruhi terjadinya work-family conflict pada pekerja yang berserikat.
Faktor yang dikaji lebih lanjut adalah Adversity Quotient.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Work-Family Conflict tidak dapat dihindarkan dan pasti semua orang akan
mengalami konflik tersebut. Menurut penelitian ada 3 jenis konflik antara
pekerjaandan keluarga yang pertama adalah Time Based Conflict, konflik ini
memang sering terjadi karena waktu kerja yang terlalu panjang dan waktu untuk
keluarga yang terlalu sempit, ini menimbulkan kecemburuan sosial antara
keluarga dan pekerjaan. Disatu sisi seseorang harus fokus terhadap pekerjaannya
tapi disisi lain juga mereka harus memberikan waktu untuk keluarga mereka. Yang
kerdua adalah Strain Based Conflict dimana konflik ini terjadi jika tekanan dari satu
peran mempengaruhi kinera peran yang lain. Yang ketiga Behavior Based Conflict,
berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang
diinginkan oleh kedua bagian yaitu pekerjaan atau keluarga.
Berdasarkan hal diatas bisa kita simpulkan bahwa waktu, tekanan salah
satu peran, dan sikap sangat berpengaruh untuk menimbulkan Work-Family
Conflict. Kita hanya bisa menghadapi konflik tersebut dengan strategi yang
matang, sehingga konflik ini tidak terjadi dalam waktu yang lama dan bisa
mengganggu kinerja kita dalam bekerja.

B. Saran
Faktor pekerjaan, keluarga, dan individu merupakan beberapa hal penting
yang juga perlu diperhatikan oleh setiap perusahaan, karena memiliki efek jangka
panjang terhadap karyawan atau SDM yang mereka miliki. Perusahaan perlu
untuk memahami bagaimana faktor pekerjaan, keluarga, dan individu melekat
pada karyawan yang mereka miliki. Faktor-faktor tersebut dapat saja sangat
berpengaruh terhadap kinerja karyawan di perusahaan. Jika kinerja karyawan di
perusahaan dapat maksimal, maka akan membawa perusahaan ke arah tujuan
yang dimiliki.

14

Anda mungkin juga menyukai