OLEH :
Latar belakang masalah penelitian berisi informasi tentang suatu masalah dan
atau peluang yang dapat dipermasalahkan agar ditindaklanjuti lewat penelitian,
termasuk hal-hal yang melatarbelakanginya (Husein Umar, 2001:238).
1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi perhatian anda untuk dijadikan suatu latar
belakang. Itulah yang disebut dengan latar belakang faktual (identifikasi masalah
yang relevan).
1
ini disebut latar belakang teoritis. Peneliti menghubungkan kasus yang satu
dengan yang lain, Bagaimana kasus-kasus kontemporer berhubungan dengan
kasus-kasus terdahulu, dan bagaimana antara teori-teori yang dapat menjelaskan
fenomena perubahan tersebut dari waktu ke waktu.
3. Tonggak problematik yang berisi berbagai persoalan yang akan dijawab dalam
bab-bab selanjutnya. Latar belakang memberi alur berpikir sehingga
mempermudah peneliti untuk mensistematisir persoalan yang ingin dipecahkan.
Setiap masalah yang akan dijawab sebaiknya diutarakan sebagai problematik
yang akan dibahas dalam bab-bab berikutnya.
Hal-hal yang perlu dikemukakan dalam latar belakang masalah adalah Mengapa
peneliti memilih isu tertentu? Apa kegunaan penelitian tersebut untuk
kepentingan praktis atau teoretis? Agar peneliti dapat menyusun latar belakang
penelitiannya dengan baik maka dia harus membekali diri dengan banyak
informasi tentang isu penelitiannya baik yang berdimensi praktis dan teoritis.
Seorang peneliti dengan isu "motivasi kerja", harus dapat menjelaskan mengapa
dia meneliti isu tersebut, apa akibat positif yang bisa ditimbulkan dari penelitian
dengan isu tersebut. Dalam latar belakang peneliti bisa saja mencantumkan data
atau pendapat-pendapat orang lain guna memperkuat alasan penelitiannya
(Mustafa, 1997).
2
harus diatasi. Sehingga latarbelakang harus menunjukkan sistematika yang
menjurus ke arah pemilihan suatu masalah tertentu. Masalah tersebut tentunya
yang penting dan menarik untuk dilakukan penelitian. Pada tahap ini, peneliti
sudah dapat mengidentifikasi awal permasalahan utamanya serta faktor-faktor
utama yang menjadi penyebabnya. Pada kondisi ini sudah dapat diketahui
variabel terikat (dependent) sebagai akibat dari variabel pengaruh variabel bebas
(independent).
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
ketergantungan terhadap anggota lain. Konflik peran inilah yang mesti
diperhatikan sebagai faktor pembentuk terjadinya stres di tempat kerja,
meskipun ada faktor dari luar organisasi seharusnya organisasi juga
memperhatikan hal ini. Karena pengaruh terhadap anggota yang bekerja
dalam organisasi tersebut meningkatkan pekerjaan yang dilakukan
karyawan wanita dapat memicu stres. Konflik pekerjaan-keluarga
mempunyai pengaruh menurunnya kehidupan rumah tangga/keluarga dan
mengganggu aktifitas bekerja. Penurunan kualitas hubungan dalam
keluarga inilah yang menyebabkan kondisi keluarga yang kurang
harmonis. Bertemunya dua peran sekaligus yang terjadi pada karyawan
wanita akan menciptakan tekanan – tekanan psikologis yang akan
berdampak pada fisiologis karyawan wanita tersebut, apabila tekanan
tekanan tersebut terjadi secara terus menerus maka akan mengganggu
produktivitas dan kinerja karyawan tersebut dalam sebuah perusahaan.
5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konfik Peran Ganda
Bellavia & Frone (2005:123) dalam (Iqbal 2016) membagi faktor-faktor
yang mempengaruhi mendefinisikan Konflik Peran Ganda (Work Family
Conflict) menjadi tiga faktor, yaitu:
1. Dalam Diri Individu (General Intra Individual Predictors)
Ciri demografis (jenis kelamin, status keluarga, usia anak terkecil)
dapat menjadi faktor resiko, kepribadian (seperti negative affectivity,
daya tahan, ketelitian) dapat membentengi dari potensi konflik peran.
contohnya adalah wanita lebih berpotensi mengalami konflik peran
karena tugas-tugas dalam rumah lebih dipandang sebagai tanggung
jawab terbesar wanita dari pada laki-laki.
2. Peran Keluarga (Family Role Predictors)
Pembagian waktu untuk pekerjaan di keluarga (pengasuhan dan tugas
rumah tangga), stresor dari keluarga (dikritik, terbebani oleh anggota
keluarga, konflik peran dalam keluarga, ambiguitas peran dalam
keluarga).
3. Peran Pekerjaan (Work Role Predictors)
Pembagian waktu, terkena stressor kerja (tuntutan pekerjaan atau
overload konflik peran kerja, ambiguitas peran kerja, atau
ketidakpuasan), karakteristik pekerjaan (kerjasama, rasa aman dalam
kerja), dukungan sosial dari atasan dan rekan, karakteristik tempat
kerja. Jumlah tugas yang terlalu banyak akan membuat karyawan
harus kerja lembur, atau banyaknya tugas keluar kota membuat
karyawan akan menghabiskan lebih banyak waktunya untuk pekerjaan
dan untuk berada di perjalanan. Dalam pengertian ini termasuk istri
sendiri atau bersama suami berusaha untuk memperoleh penghasilan,
dengan demikian wanita yang bekerja dapat dianggap berperan ganda.
Secara umum, disesuaikan dengan keadaan social budaya yang
tumbuh dan berkembang di Indonesia selama ini dapat disimpulkan
bahwa ada tiga tugas utama wanita dalam rumah tangga yaitu:
6
1. Sebagai istri, supaya dapat mendampingi suami sebagai kekasih dan
sahabat untuk bersama membimbing keluarga yang bahagia.
2. Sebagai pendidik, untuk pembina generasi muda supaya anak-anak
dibekali kekuatan rohani maupun jasmani yang berguna bagi nusa dan
bangsa
3. Sebagai ibu rumah tangga, supaya mempunyai tempat aman dan
teratur bagi seluruh anggota keluarga.
Stres Kerja
Mangkunegara (2005) dalam (Sari 2015) menyatakan bahwa stres kerja
adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami
karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini dapat
menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri,
sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup,
tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.
Sedangkan menurut Robbins (Wahjono, 2010:107) stres menunjukkan
suatu kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu menghadapi
7
peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat
diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi
penting. Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan
adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir dan kondisi seorang pegawai, dalam hal ini tekanan
tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempat pegawai tersebut
bekerja. Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan
yang dialami pegawai dalam menghadapi pekerjaan (Mangkunegara,
2005:29).
8
2) Perbedaan nilai antara pegawai dengan pemimpin
Perbedaan pemikiran antara atasan dan bawahan yang sering
terjadidapat memicu konflik sehingga hal tersebut dapat
mengakibatkan frustasi dan tekanan kepada para pekerja dalam
melaksanakaan pekerjaan dan dapat mengakibatkan stress kepada
pekerja
3) Beban kerja yang dirasakan terlalu berat
Pegawai sering diberi pekerjaan yang melebihi dari kemampuannya
dalam bekerja sehingga beban kerja juga perlu diperhatikan.
4) Iklim kerja yang tidak sehat
Iklim kerja yang tidak kondusif yaitu terjadinya perbedaan perspektif
antar pegawai yang dapat menyebabkan adanya perpecahan dalam
organisasi tersebut.
5) Waktu kerja yang mendesak
Pemberian waktu kerja yang diberikan kepada pegawai. pemberian
waktu kerja jika berlebihan akan memberikan tekanan pada pegawai.
Sedangkan pemberian waktu yang pas akan meningkatkan kinerja.
6) Otoritas kerja
Otoritas yang kurang memadai yang menyangkut dengan tanggung
jawab kerja. Dengan tanggung jawab kerja yang kurang akan
memberikan tekanan pada pekerja.
7) Kualitas pengawasan
Kualitas pengawasan kerja yang rendah akan memberikan tekanan
pada pekerja. karena saat melakukan pekerjaan jika tidak diawasi
dengan benar bisa terjadi hal berbahaya.
Kinerja
Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan cara kerja karyawan dalam
suatu perusahaan selama periode tertentu. Suatu perusahaan yang
memiliki karyawan yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan
kinerja perusahaan tersebut baik, sehingga terdapat hubungan yang sangat
9
erat antara kinerja individu (karyawan) dengan kinerja perusahaan.
Ukuran kesuksesan yang dicapai oleh karyawan tidak bisa
digeneralisasikan dengan karyawan yang lain karena harus disesuaikan
dengan ukuran yang berlaku dan jenis pekerjaan yang dilakukannya.
Menurut Suyadi dalam Subekhi (2012:193) , “ kinerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing –
masing , dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral maupun
etika”. Sedangkan menurut Anwar (2001:67) menyatakan bahwa : “
Istilah kinerja berasal dari kata Job performance atau Actual Performance
( Prestasi Kinerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang).
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
10
b) Kepuasan kerja
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Hal ini terlihat dari sikap positif karyawan terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
c) Tingkat stres
Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berpikir dan kondisi sekarang. Tingkat stres yang terlalu
besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungan sehingga dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan
mereka.
d) Kondisi pekerjaan
Kondisi pekerjaan yang dimaksud dapat mempengaruhi kinerja disini
adalah tempat kerja, ventilasi, serta penyinaran dalam ruang kerja.
e) Sistem kompensasi
Kompensasi merupakan tingkat balas jaa yang diterima oleh karyawan
atas apa yang telah dilakukannya untuk perusahaan. Jadi, pemberian
kompensasi harus benar agar karyawan lebih semangat untuk bekerja.
f) Desain pekerjaan
Desain pekerjaan merupakan fungsi penetapan kegiatan-kegiatan
kerja seorang individu atau kelompok karyawan secara
organisasional. Desain pekerjaan harus jelas supaya karyawan dapat
bekerja dengan baik sesuai dengan pekerjaan yang telah diberikan
kepadanya.
Kemungkinan besar kinerja karyawan berkurang apabila salah satu faktor
ini berkurang atau tidak ada. Sebagai contoh beberapa karyawan memiliki
kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan bekerja keras, tetapi
organisasi memberikan peralatan yang kuno. Masalah kinerja merupakan
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan kepada karyawan. Kinerja meliputi
kualitas output serta kesadaran dalam bekerja.
11
Indikator Kinerja Karyawan
Menurut Wilson Bangun (2012, p.234) indikator untuk mengukur kinerja
karyawan secara individu ada lima indikator, yaitu :
1. Kualitas
Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas
Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu
Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Jumlah Pekerjaan
Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga
menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik
pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai.
5. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam
mengerjakan sesuai waktu yang ditentukan. Kinerja karyawan
ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.
6. Kejujuran
Suatu jenis perilaku yang mencermin keadaan sebenarnya dimana
karyawan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan sesuai fakta.
7. Kepemimpinan
Merupakan suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi
dengan bawahannya. Sementara itu, pendapat lain menyebutkan
bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku.
12
Pengaruh Konflik Peran Ganda terhadap Kinerja
Karyawan
Konflik kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu
perusahaan. Konflik adalah persaingan yang kurang sehat berdasarkan
ambisi dan sikap emosional dalam memperoleh kemenangan yang dapat
menimbulkan ketegangan, konfrontasi, pertengkaran, stress dan frustasi
apabila masalah mereka tidak dapat diselesaikan. Hal tersebut tentu akan
merugikan perusahaan yaitu berupa turunnya kinerja yang diakibatkan
adanya stress dan konflik dalam lingkungan kerja.
13
Sumber
Rosita, S. (2014). Pengaruh konflik peran ganda dan stress kerja terhadap kinerja
dosen wanita di Fakultas Ekonomi Universitas Jambi. Manajemen Bisnis, 2(2).
Tjokro, C. I. (2015). Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stress Kerja terhadap
Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Dr. M. Haulussy
Ambon. ARTHAVIDYA, 17(1).
Rusinta, A., Harsono, H., & Maryati, T. (2013). Pengaruh Konflik Peran Ganda
Terhadap Kinerja Pegawai Wanita dengan Stres Kerja Sebagai Variabel
Pemediasi di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten
Kulon Progo. JBTI: Jurnal Bisnis: Teori dan Implementasi, 4(1), 1-30.
14