Anda di halaman 1dari 13

Nama : Diaz Dava Bramanta

NIM : 195030201111085

Kelompok : 6

Anggota Kelompok

 Erlintang Elok Pramesti /195030200111112


 Diaz Dava Bramanta /195030201111085
 Andhika Wahyutiar/195030207111088
 Fito Agrianto/195030201111080
 Azka Fadilla/195030200111118

Kepedulian pekerja dalam keseimbangan work life balance

Work-life balance merupakan suatu teori yang menjelaskan bagaimana individu


mengatur lingkungan pekerjaan dan keluarga dan batasan diantara keduanya untuk mencapai
keseimbangan. Teori ini memiliki gagasan bahwa pekerjaan dan keluarga didasari oleh
domain atau lingkungan yang berbeda dan dapat saling mempengaruhi satu sama lain.

Lazar, Osoian, & Ratiu (2010) menyatakan bahwa “sejak awal penting untuk
memahami bahwa work-life balance bukan berarti mengalokasikan jumlah waktu yang sama
dalam pekerjaan dan peran yang lain. Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih luas, work-
life balance diartikan sebagai level kepuasan terhadap berbagai keterlibatannya dalam
berbagai peran”.

Seperti yang dikemukakan oleh Hill, Clarke, Koch, & Hill (2014) bahwasanya “work-
life balance secara umum dikaitkan dengan titik keseimbangan atau upaya dalam menjaga
berbagai peran yang dijalani dalam hidup agar tetap selaras”.

Rincy & Panchanatham (2010) juga memiliki pendapat yang sama, bahwasanya “work-life
balance merupakan suatu keadaan dimana konflik yang dialami individu rendah serta
perannya di dalam pekerjaan dan keluarga dapat berjalan dengan baik”.

Menurut Lockwood (2003:4), “work life balance as a State equilibrium in wich the
demands of both a pearsons job and personal life are equal. Work/life balance from the
employee viewpoint: the dilemma of managing work obligations and personal/family
responsibilities. Work/life balance from the employer: the challenge of creating”.

1
Diartikan sebagai suatu keadaan seimbang pada dua tuntutan dimana pekerjaan dan
kehidupan seorang individu adalah sama. Dalam pandangan karyawan, work-life balance
adalah pilihan mengelola kewajiban kerja dan pribadi atau tanggung jawab terhadap keluarga.
Dalam pandangan perusahaan; tantangan untuk menciptakan budaya yang mendukung di
perusahaan dimana karyawan dapat focus pada pekerjaan mereka.

Keseimbangan kehidupan kerja digunakan untuk menyiratkan kebutuhan individu,


pengusaha dan pembuat kebijakan untuk bertindak untuk mencapai keadaan optimal, di mana
setiap orang dapat mencapai keadaan keseimbangan antara dua aktivitas yang memakan
waktu dan kompetitif: di satu sisi, pekerjaan berbayar dan, di sisi lain, 'kehidupan' yang berisi
berbagai macam aktivitas, tetapi, menurut definisi, bukanlah pekerjaan berbayar. Meskipun
keseimbangan ini dapat melibatkan alokasi waktu dan usaha yang berbeda untuk 'bekerja' dan
'hidup' oleh orang yang berbeda, dan memang oleh orang yang sama pada tahap kehidupan
yang berbeda, konsep ini menyiratkan dikotomi antara 'kerja' untuk upah atau untuk
keuntungan finansial, dan 'kehidupan' di mana imbalan dari aktivitas, usaha, dan komitmen
tidak berbentuk uang

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keseimbangan (balance) antara


peran dalam kerja dan di luar kerja di mana minimnya konflik yang terjadi antara peran di
dalam organisasi dengan peran dalam kehidupan karyawan. Keseimbangan juga dikaitkan
dengan karyawan yang mampu mempertahankan dan merasakan keharmonisan dalam
kehidupan di lingkungan kerja maupun peran di lingkungan tempat tinggal. Seorang
karyawan juga akan mencapai keberhasilan dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan kerja yang memuaskan apabila keterlibatan antara waktu dan perannya berjalan
dengan baik

Faktor-faktor work-life balance

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Poulose & Sudarsan (2014) terdapat empat
faktor utama demi tercapainya work-life balance, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor individu (Individual factors)


Faktor individu merupakan faktor-faktor yang berasal dari internal individu, yang meliputi
kepribadian, kesejahteraan, dan kecerdasan emosional.
b. Faktor organisasi (Organisational factors)
Faktor organisasi adalah sesuatu di luar kapasitas indivdu yang berasal dari organisasi dan
dapat mempengaruhi work-life balance individu. Faktor organisasi diantaranya, dukungan

2
organisasi, dukungan atasan, dukungan rekan kerja, job stress, role conflict, role ambiguity,
role overload, dan teknologi.
c. Faktor sosial (Societal factors)
Faktor sosial berasal dari lingkungan sosial di mana individu berinteraksi, baik secara
langsung maupun tidak langsung, seperti misalnya dukungan pasangan dan keluarga,
tanggung jawab dalam merawat anak, dukungan sosial, tuntutan pribadi dan keluarga serta
perselisihan keluarga.
d. Faktor-faktor lainnya
Faktor lainnya adalah faktor-faktor di luar faktor individu, organisasi dan masyarakat yang
tidak bisa diklasifikasikan ke dalamya. Faktorfaktor terebut diantaranya, umur, gender, status
pernikahan, status orangtua, pengalaman, level karyawan, jenis pekerjaan, pendapatan, dan
jenis keluarga.
Dimensi dukungan sosial

Adapun dimensi dukungan sosial yang telah mendapatkan validasi secara empirik, khususnya
oleh peneliti industri-organisasi menurut King, dkk (1995) adalah sebagai berikut:

a. Emotional support/sustenance (Dukungan emosional)


Dukungan emosional mencakup perilaku atau sikap yang diarahkan untuk
memberikan dorongan, pengertian, pemahaman dan hal positif lainnya pada istri. Selain itu,
mengarahkan pada penyelesaian masalah dan juga sikap yang menunjukkan ketertarikan akan
pekerjaan yang dimiliki oleh istri merupakan contoh dukungan emosional. Sikap lainnya
adalah kesediaan untuk mendengarkan dan menasehati terkait pekerjaan yang dimiliki oleh
sang istri, serta bentuk lainnya yang menunjukkan rasa kepedulian dan perhatian dari suami.
Cohen, Underwood, & Benjamin (2000) menerangkan manfaat yang diperoleh individu yang
menerima dukungan ini diantaranya, mengubah penilaian 19 ancaman akan peristiwa
kehidupan, meningkatkan self-esteem, mengurangi kecemasan/depresi, dan memotivasi
individu dalam menyelesaikan masalah.
b. Instrumental support/assistance (Dukungan instrumental)
Dukungan instrumental meliputi perilaku dan sikap yang bertujuan untuk
memfasilitasi aktivitas sehari-hari atau aktivitas rumah tangga. Seperti halnya, perilaku yang
menunjukkan kesediaan untuk saling berbagi tugas rumah tangga dan juga meringankan
tugas yang harus dilakukan sang istri untuk anggota keluarga yang lainnya. Selain itu
dukungan instrumental juga dapat diberikan dengan cara mengakomodasi jadwal dan
keperluan kerja pasangan. Manfaat yang diperoleh individu apabila menerima dukungan
instrumental juga dijelaskan oleh Cohen, dkk (2000), diantaranya, mampu mengatasi
masalah-masalah praktis dan dapat meningkatkan waktu untuk istirahat dan relaksasi. Dua
bentuk dukungan sosial yang telah disampaikan oleh King, dkk (1995) di atas akan
digunakan sebagai dimensi dukungan sosial yang mana dalam penelitian ini dukungan suami
diturunkan dari dukungan sosial.
Dimensi work-life balance

Menurut Rincy & Panchanatham (2010), terdapat empat dimensi dalam mengukur work-life
balance, diantaranya adalah:

3
a. Intrusion of personal life into work (IPLW)
Dimensi ini merujuk pada seberapa besar domain kehidupan pribadi (keluarga)
individu menjadi gangguan pada domain kehidupan pekerjaannya. Seperti misalnya,
individu menjadi sering menundanunda pekerjaan karena ada tugas atau tanggungan
terkait rumah tangga yang harus diselesaikan, akibatnya performa kinerja individu
tersebut menurun.
b. Intrusion of work into personal life (IWPL)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh domain pekerjaan menjadi gangguan pada
domain kehidupan pribadi (keluarga). Seperti misalnya, karena kesulitan mengatur
waktu pada saat menyelesaikan pekerjaan kantor, individu tidak mampu mencurahkan
waktu untuk berinteraksi dengan keluarganya.
c. Work enhancement by personal life (WEPL)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh peningkatan performa individu dalam
bekerja yang disebabkan oleh kehidupan pribadi. Seperti misalnya ketika kepercayaan
diri individu di tempat kerja meningkat karena kehidupan pribadinya menyenangkan.
d. Personal life enhancement by work (PLEW)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh peningkatan kualitas kehidupan pribadi
(keluarga) yang disebabkan oleh pekerjaan. Contohnya seperti kebiasaan tepat waktu
yang menjadi budaya di tempat kerja menjadikan invidu tepat waktu pula ketika
mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. Dimensi ini menjelaskan seberapa jauh
keidupan kerja yang positif dapat meningkatkan kehidupan pribadi yang positif pula.
Aspek-aspek Work life balance

Menurut Hudson (2005), work life balance meliputi beberapa aspek, yaitu:

a. Time balance (Keseimbangan waktu),


Menyangkut jumlah waktu yang diberikan untuk bekerja dan peran di luar pekerjaan.
Waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dalam organisasi dan perannya dalam
kehidupan individu tersebut, misalnya seorang karyawan di samping bekerja juga
membutuhkan waktu untuk rekreasi, berkumpul bersama teman juga menyediakan waktu
untuk keluarga.
b. Involvement balance (Keseimbangan keterlibatan),
Menyangkut keterlibatan tingkat psikologis atau komitmen untuk bekerja dan di luar
pekerjaan. Keseimbangan yang melibatkan individu dalam diri individu seperti tingkat stres
dan keterlibatan individu dalam berkerja dan dalam kehidupan pribadinya.
c. Statisfaction balance (Keseimbangan kepuasan),
Tingkat kepuasan dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Kepuasan yang dirasakan,
individu memiliki kenyamanan dalam keterlibatan di dalam pekerjaannya maupun dalam
kehidupan diri individu tersebut.
Program Family Friendly sebegai bentuk Kepedulian

Dukungan organisasi untuk membantu karyawan dalam menyeimbangkan pekerjaan


dan tanggung jawab keluarga mereka dapat mengambil banyak bentuk di bawah judul Family
Friendly Program (FFP). FFP mengacu pada sekelompok program dan inisiatif organisasi

4
formal yang dirancang dengan tujuan membantu karyawan menyeimbangkan pekerjaan dan
kehidupan mereka (Lee dan Hong, 2011). Istilah ini sering digunakan untuk mencakup
berbagai program, termasuk pengurangan jam kerja, jam non-standar, berbagai bentuk kerja
jarak jauh, dan jam kerja terkompresi (Kelliher dan Anderson, 2010). Pilihan cuti khusus
mengacu pada pengaturan cuti dan waktu yang berbeda yang dapat diambil dari pekerjaan.
Pilihan cuti khusus termasuk cuti berkabung, cuti melahirkan, cuti melahirkan, cuti panjang
dan cuti merawat anggota keluarga yang sakit (Bardoel, 2003).

Salah satu manfaat utama FFP untuk organisasi pemberi kerja adalah bahwa
penerapan program tersebut dapat mengurangi ketidakhadiran dan pergantian karyawan yang
terkait dengan konflik keluarga kerja (McDonalddkk.,2005). Bukti empiris yang mendukung
klaim ini telah tersebar luas (Byron, 2005; Fiksenbaum, 2013). Studi pada 1980-an
mengkonseptualisasikan konflik keluarga kerja sebagai konstruksi uni-dimensi; namun, dari
awal 1990-an konsep tersebut berkembang untuk memasukkan dimensi tambahan dan arus
kausalitas antara pekerjaan dan keluarga (Ebydkk.,2005).

Tantangan pembagian antara pekerjaan dan keluarga

Dalam banyak literatur, dan dalam diskusi paling populer, istilah 'keseimbangan
kehidupan kerja digunakan untuk menyiratkan kebutuhan individu, pengusaha dan pembuat
kebijakan untuk bertindak untuk mencapai keadaan optimal, di mana setiap orang dapat
mencapai keadaan keseimbangan antara dua aktivitas yang memakan waktu

Work life balance menjadi isu populer karena 'pekerjaan berbayar' bersaing dengan
'kehidupan' dalam dua cara, pertama, dalam hal waktu. Perubahan 'jam kerja' berarti bahwa
pekerjaan yang dibayar menghabiskan semakin banyak hari (dan malam) kerja banyak
individu, sering kali melanggar batas pada malam hari dan akhir pekan, waktu yang terkait
sepanjang pertengahan abad ke-20 dengan aktivitas dan komitmen keluarga.

Kedua, 'pekerjaan berbayar' dapat mengganggu 'kehidupan' dengan cara lain dan lebih
simbolis, mengurangi begitu banyak perhatian sehingga aktivitas konvensional seperti
makan, tidur, belanja, rekreasi menjadi semakin bermasalah seiring waktu yang tersedia
untuk aktivitas ini. diperas, dan kesenangan yang biasanya dialami sebagai bagian dari
kegiatan ini menguap dalam 'stres' yang terkait dengan pekerjaan

Jadi, jika kita mengambil konsep 'kehidupan dalam 'keseimbangan kehidupan kerja
sebagai cara individu menghabiskan waktu mereka, maka "hidup" mencakup 'waktu

5
perawatan' dan 'waktu pribadi'. Secara khusus, orang tua, terutama ibu, dan pengasuh lansia
lemah dan orang cacat lainnya, menemukan bahwa 'hidup mereka dapat diambil alih oleh
kewajiban dan kesediaan mereka untuk melayani kebutuhan anak-anak mereka dan kerabat
mereka yang bergantung, teman dan tetangga. Begitu aktivitas kehidupan dibongkar, mereka
juga dapat dilihat berjenis kelamin. Karena alasan inilah aktivitas pelayanan dalam keluarga
dan rumah tangga yang dilakukan secara informal oleh keluarga dan anggota rumah tangga
yang tidak dibayar diklaim oleh feminis gelombang kedua sebagai eksploitatif terhadap
perempuan dan sering dan semakin konvensional disebut sebagai 'pekerjaan tidak dibayar'
(Himmelweit, 1995), ' Work-life balance' dalam pengertian ini dapat diganti namanya
menjadi 'Tald/Unpaid work balance' Namun, kami lebih suka bekerja dengan gagasan 'work-
life balance untuk mempertahankan gagasan bahwa 'hidup' terdiri dari 'waktu perawatan ' dan
'waktu pribadi' Seperti yang akan kita lihat dalam data berikut, bahkan ketika individu
tampaknya memiliki cukup waktu untuk hidup', 'waktu perawatan' Satu ironi dalam
mengkonseptualisasikan dikotomi antara waktu kerja di satu sisi, dan waktu perawatan dan
waktu pribadi di sisi lain, adalah bahwa dalam banyak hal tugas aktual yang dilakukan dalam
waktu kerja dan waktu perawatan sangat mirip. Pekerjaan rumah tangga, perawatan pribadi,
memasak untuk orang lain, adalah semua kegiatan yang tersedia sebagai komoditas di pasar
dan dapat dibeli. Praktik individu dan rumah tangga (dan terkadang keputusan sadar) tentang
apakah kegiatan ini dibeli sebagai komoditas atau disediakan tanpa dibayar oleh individu
dalam rumah tangga bergantung pada banyak faktor. Jadi budaya dominan mengenai sifat
pernikahan dan keibuan, negosiasi intra-keluarga seputar masalah budaya ini di dalam
keluarga (Finch dan Mason, 1993), ketersediaan jaringan rumah tangga dan kerabat, tingkat
pendapatan, keinginan untuk waktu senggang - semua adalah faktor yang membantu
menentukan konfigurasi khusus dari tugas-tugas ini dalam rumah tangga individu. Selain itu,
beberapa dari tugas-tugas ini, terutama yang melibatkan perawatan anak-anak, penyandang
cacat atau orang tua yang lemah didukung oleh negaranegara kesejahteraan maju, sehingga
layanan disediakan yang menggantikan atau melengkapi kegiatan pengasuhan yang tidak
dibayar.

Evaluasi Kesuksesan Untuk Menciptakan Work Life Balance

Redefining success

Mengingat bukti bahwa menjalani kehidupan yang seimbang memberikan manfaat bagi
individu dan organisasi tempat mereka berpartisipasi, akan sangat membantu bagi individu

6
untuk mendefinisikan ulang kesuksesan secara pribadi. Terlalu sering para profesional
mendefinisikan kesuksesan secara sempit dengan berfokus pada satu arena: Pekerjaan dan
karier. Namun individu yang mendefinisikan kesuksesan secara sempit memiliki tingkat
kepuasan hidup yang lebih rendah secara keseluruhan dan lebih banyak kelelahan emosional
daripada mereka yang memiliki pandangan yang lebih seimbang dan komprehensif (Bourne
et al.,2009).

Dukungan untuk pandangan sukses yang lebih kompleks ini juga diberikan oleh karya
Linville tentang kompleksitas diri (Linville,1985,1987). Menurut Linville (1987) hipotesis
penyangga kompleksitas diri, individu dengan tingkat kompleksitas diri yang tinggi disangga
dari kesusahan dan ketegangan ketika peristiwa kehidupan yang penuh tekanan terjadi dalam
satu arena kehidupan. Ketika harga diri individu didasarkan pada total konsep diri mereka,
peristiwa stres dalam satu arena kehidupan tidak begitu menghancurkan. Individu yang harga
dirinya didominasi oleh hanya satu peran atau arena lebih mungkin mengalami tingkat
kesusahan yang lebih tinggi ketika peristiwa stres terjadi di arena itu.

Elemen kunci dalam mengembangkan kehidupan yang lebih seimbang adalah


membuat keputusan untuk mendefinisikan kembali kesuksesan dengan cara yang
mencerminkan pentingnya dimensi non-pekerjaan

Arena non kerja

Arena pribadi adalah dunia pribadi dari diri sendiri (MacDonald,1985). Dunia pribadi
ini dapat dilihat sebagai esensi kita, dan penataan arena kehidupan ini memberikan stabilitas
penahan di mana arena kehidupan lainnya dapat diatur. Arena ini mencakup kesehatan
pribadi, olahraga, manajemen stres, dan aktivitas waktu luang. Hubungan dengan mentor dan
anak didik akan benar-benar jatuh di arena pribadi. Menurut Heifetz dan Linskey, individu
dapat gagal di tempat kerja dengan lupa memperhatikan diri mereka sendiri. Di tengah
tantangan tempat kerja, adrenalin mengalir dan orang-orang lupa bahwa mereka rentan
terhadap batas kemampuan fisik dan emosional.

Agar tetap hidup dalam peran pekerjaan mereka, individu harus belajar untuk
menyadari dan mengelola rasa lapar mereka sendiri. Program pemulihan telah lama
menganjurkan prinsip HALT: Jangan pernah terlalu lapar, terlalu marah, terlalu kesepian,
atau terlalu lelah karena situasi ini menciptakan kerentanan tinggi yang dapat mengurangi
kemampuan seseorang untuk bertindak dengan bijak. Mengelola rasa lapar ini membutuhkan
kesadaran diri dan disiplin pribadi. Sementara kesadaran diri dan disiplin pribadi itu penting,

7
terlalu sering orang tidak menyadari beban peran pekerjaan mereka dan harapannya terhadap
mereka. Individu perlu menumbuhkan lingkaran dalam orang-orang yang bersedia membantu
mereka menjaga keseimbangan dan batasan yang tepat. Penanaman hubungan ini terjadi di
arena komunitas di mana kita dapat mengembangkan keterikatan interpersonal yang sehat
untuk tujuan dukungan sosial. Keterikatan interpersonal yang aman mungkin ada di arena
pekerjaan, keluarga, dan komunitas, sementara keterikatan transenden yang aman dengan
Tuhan ada di dalam arena spiritual (Quick et al.,1995). Komunitas spiritual dan sekuler
seseorang mungkin tumpang tindih atau tidak.

Heifetz dan Linsky (2002) memperluas arena komunitas dengan membahas


pentingnya orang kepercayaan. Orang kepercayaan menyediakan tempat yang aman di mana
seseorang dapat mengatakan semua yang ada di hatinya tanpa perlu menulis atau mengedit
perasaan dan emosi yang mentah. . Orang kepercayaan adalah orang yang memberi tahu
individu apa yang perlu dia dengar. Mereka memberikan informasi dan wawasan bahwa
seseorang mungkin tidak ingin mendengar dan tidak akan dapat mendengar dari orang lain.

Budidaya arena spiritual mungkin memerlukan penciptaan tempat perlindungan yang


tersedia (Heifetz dan Linsky,2002). Sanctuary adalah tempat yang ditunjuk di mana individu
dapat menarik diri untuk refleksi dan pembaruan. Ini adalah tempat yang memberikan
keamanan emosional dan fisik dan memungkinkan orang untuk menangguhkan stres di
tempat kerja. Penciptaan Sanctuary membutuhkan disiplin untuk menyusun jadwal dan
rutinitas sehingga manfaat Sanctuary tidak hilang dalam kesibukan hidup orang tersebut.
Bentuk candi bisa bermacam-macam. Itu bisa berupa jalur joging, taman atau ruangan khusus
yang menyediakan ketenangan dan pelipur lara yang dibutuhkan untuk memiliki waktu tanpa
gangguan sendirian untuk refleksi dan pembaruan

Arena keluarga menekankan tanggung jawab kepada pasangan dan anak-anak, namun juga
mencakup kewajiban kepada saudara kandung dan orang tua. Perencanaan dan penganggaran
untuk kebutuhan manajemen rumah tangga, menghabiskan waktu yang signifikan dengan
anakanak dan terus membina hubungan suami-istri adalah semua kegiatan yang terkait
dengan arena keluarga

Taktik Keseimbangan Kehidupan Kerja Individu

Kreiner dkk. (2009) menemukan bahwa individu menggunakan berbagai taktik


keseimbangan kehidupan kerja, yang merupakan berbagai "keputusan kerja-keluarga" yang
mereka buat untuk mengkalibrasi ulang negosiasi batas kerja-rumah. Temuan mereka

8
menunjukkan bahwa ada hubungan timbal balik antara tantangan batas kehidupan kerja dan
taktik yang digunakan, bahwa tantangan mengisyaratkan perlunya taktik, dan bahwa
penerapan taktik dapat berhasil mengurangi tantangan. Taktik ini terbagi dalam empat
kategori besar.

Pertama, taktik perilaku termasuk menggunakan keterampilan dan ketersediaan


individu lain yang dapat membantu dengan batasan pekerjaan-rumah, seperti meminta
anggota staf menyaring panggilan dan menggunakan pesan suara, ID penelepon, atau email
untuk memfasilitasi batasan kerja. Melakukan triase tugas secara teratur dengan
memprioritaskan tuntutan kehidupan kerja yang mendesak dan penting seperti tenggat waktu
kerja dan keadaan darurat penitipan anak juga merupakan contoh taktik perilaku. Kedua,
taktik temporal dicirikan dengan memanipulasi rencana reguler atau sporadis seperti
memblokir segmen waktu untuk melakukan pekerjaan tertentu atau tugas keluarga, dan
melepaskan diri dari tuntutan pekerjaan-rumah untuk segmen waktu yang signifikan melalui
liburan, liburan, atau retret. Ketiga, taktik fisik termasuk menetapkan batas fisik antara
pekerjaan dan rumah, seperti memiliki ruangan yang berbeda di rumah untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang berhubungan dengan pekerjaan, menambah atau mengurangi jarak antara
pekerjaan dan rumah, dan menggunakan barang-barang nyata seperti kalender dan foto untuk
memadukan aspek pekerjaan dan rumah. Terakhir, taktik komunikatif melibatkan
pengelolaan harapan orang lain sebelum pelanggaran batas pekerjaan-rumah, seperti
menyatakan preferensi kepada rekan kerja atau keluarga sebelumnya dan menghadapi
pelanggar batas pekerjaan-rumah baik selama atau setelah pelanggaran batas.

Implikasi untuk Praktek dan Pendidikan Kepemimpinan

Karyawan berkembang ketika pemimpin senior membantu mereka fokus pada apa
yang paling penting tidak hanya di tempat kerja tetapi juga dalam semua aspek kehidupan
mereka – di rumah, di komunitas mereka, dan dalam mengejar kesejahteraan fisik, emosional,
dan spiritual. Hasil yang menggembirakan: orang-orang yang berkomitmen bekerja keras
untuk mencapai kinerja yang unggul. (Friedman dan Lobel, 2003, p. 87)

Profesional tidak selalu menyadari bahwa mereka memiliki kapasitas terbatas untuk
bekerja atau mereka mungkin enggan untuk meminta fleksibilitas kepada manajer mereka
dalam memenuhi kebutuhan keseimbangan kehidupan kerja mereka (Gurvis dan
Patterson,2005). Akibatnya, para profesional mungkin memerlukan bantuan untuk
memperjelas nilai-nilai mereka untuk menentukan keseimbangan kehidupan kerja yang

9
secara unik bermakna bagi mereka dan mereka juga membutuhkan lingkungan kerja di mana
mereka merasa nyaman untuk benar-benar mencapai keseimbangan itu (Bilimoria,1998;
Kossek dkk.,2005). Friedman (2006) menyarankan bahwa kepemimpinan dan kehidupan
keduanya adalah "potongan teka-teki yang sama" dan merekomendasikan model
"kepemimpinan total" di mana para pemimpin mengenali dan menghormati karyawan sebagai
pribadi yang utuh dan menjadi sekutu mereka untuk membantu mereka mengklarifikasi apa
yang penting. Dengan mengembangkan karyawan dengan cara ini, mereka dapat
“memanfaatkan sinergi di seluruh pekerjaan, keluarga, komunitas, dan diri sendiri”
(Friedman,2006, p. 1270)

Kesadaran Diri

Untuk menyusun definisi kesuksesan pribadi mereka, para pemimpin harus mulai
dengan menjadi sangat jelas tentang siapa mereka, apa yang mereka hargai, dan apa yang
penting dalam kelima domain kehidupan mereka (Friedman dan Lobel,2000; Maellaro dan
Whittington, 2009; Pfeffer dan Sutton,2007). Hal ini dapat dicapai melalui penggunaan
instrumen dan/atau latihan identifikasi nilai, serta fleksibilitas organisasi yang mendorong
karyawan untuk mengejar aktivitas yang berarti di arena non-kerja

Karyawan dan manajer dapat lebih meningkatkan kesadaran diri mereka dengan
menjadwalkan waktu khusus untuk berefleksi, dan terbuka terhadap umpan balik tentang
bagaimana perilaku mereka memengaruhi orang lain. Organisasi dapat mendukung upaya
individu untuk menjadi lebih sadar diri dengan memberikan umpan balik kinerja yang jujur
dan dengan mengakui mereka yang menunjukkan pemahaman tentang dampak perilaku
mereka dan yang mengambil langkah proaktif untuk memastikan dampak positif.

Kepekaan terhadap Kekhawatiran Karyawan

Pemimpin harus mengatur nada untuk menciptakan organisasi yang mencerminkan


perspektif ini dengan menerapkan kebijakan dan praktik keseimbangan kehidupan kerja
organisasi. Pemimpin juga harus menciptakan budaya yang mendorong komunikasi yang
terbuka dan jujur dengan karyawan tentang kebutuhan tersebut. Untuk melakukan ini, para
pemimpin harus sepenuhnya mengembangkan keterampilan interpersonal mereka dengan
belajar bagaimana memulai dialog yang bermakna, menggunakan media komunikasi yang
tepat, mendengarkan pemahaman, dan menunjukkan empati (sebagai lawan dari
ketidakpekaan atau simpati yang ekstrem) dengan karyawan (Friedman dan Lobel, 2000;
Glubczynski dkk., 2003; Pfeffer dan Sutton,2007).

10
KESIMPULAN

Kepedulian akan work life balance berarti individu harus dapat memahami work life
balance terlebih dahulu kemudian dapat menyeimbangkan dari proporsi tersebut. Berdasarkan
beberapa konsep dan pengertian work-life balance dapat didefinisikan sebagai proporsi yakni
keaadan yang seimbang pada individu antara waktu, pekerjaan, emosi dan sikap pada
tuntutan pekerjaan (organisasi) dan kehidupan seseorang diluar pekerjaan, seperti kehidupan
keluarga, kehidupan sosial, kehidupan spiritual, hoby, kesehatan, rekreasi dan pengembangan
diri. Keseimbangan merupakan baiknya pembagian antara peran dalam kerja dan di luar kerja
di mana minimnya konflik yang terjadi antara peran di dalam organisasi dengan peran dalam
kehidupan karyawan. Keseimbangan juga dikaitkan dengan karyawan yang mampu
mempertahankan dan merasakan keharmonisan dalam kehidupan di lingkungan kerja maupun
peran di lingkungan tempat tinggal.

Work life balance dipengaruhi dimensi dukungan social yang dibagi menjadi dua
yakni, dukungan emosional dan instrumental. Dukungan emosional mencakup perilaku atau
sikap yang diarahkan untuk memberikan dorongan, pengertian, pemahaman dan hal positif
lainnya. Sedangkan Dukungan instrumental meliputi perilaku dan sikap yang bertujuan untuk
memfasilitasi aktivitas sehari-hari atau aktivitas rumah tangga.work life balance juga
memiliki aspek-aspek yang mempengaruinya yakni time balance (Menyangkut jumlah waktu
yang diberikan untuk bekerja dan peran di luar pekerjaan), Involvement balance
(Menyangkut keterlibatan tingkat psikologis atau komitmen untuk bekerja dan di luar
pekerjaan), dan juga Statisfaction balance (Tingkat kepuasan dalam pekerjaan maupun di luar
pekerjaan).

Kepedulian Pekerja terhadap Work Life Balance dapat dilihat dengan adanya program
Family Friendly pada perusahaan. FFP mengacu pada sekelompok program dan inisiatif
organisasi formal yang dirancang dengan tujuan membantu karyawan menyeimbangkan
pekerjaan dan kehidupan mereka (Lee dan Hong, 2011). (Afrianty, 2019)

Mengatasi tantangan dalam keseimbangan kerja yang diciptakan oleh kehidupan yang
tidak seimbang membutuhkan upaya yang disengaja dari pihak profesional. Mengembalikan
keseimbangan dimulai dengan mendefinisikan ulang kesuksesan dalam upaya untuk secara

11
eksplisit mengenali kompleksitas dan totalitas kehidupan. Namun, sekadar mendefinisikan
ulang kesuksesan tidak akan menyelesaikan dilema. Redefinisi ini harus dilakukan melalui
upaya yang disengaja untuk membangun dan memelihara batasan yang akan menciptakan
margin dalam hal waktu, energi fisik, dan emosional.

Mencapai keseimbangan ini akan jauh lebih mudah jika individu dapat membedakan
area kerja atau non kerja dan juga organisasi menetapkan dan menegakkan kebijakan yang
mendukung keseimbangan kehidupan kerja dan jika kebijakan tersebut membantu karyawan
profesional mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk memanfaatkannya
sepenuhnya. Yang paling efektif dari upaya ini akan terjadi di organisasi-organisasi di mana
model pemimpin menyeimbangkan diri mereka sendiri dan bekerja keras untuk memastikan
bahwa tuntutan pekerjaan tidak mengharuskan para profesional untuk menipu arena lain
dalam kehidupan mereka.

Daftar Pustaka
Afrianty, T. W. (2019). Family-friendly support programs and work family conflict among
Indonesian higher education employees. 727-728.

Arum, R. (2022, April). Work Life Balance: Manfaat dan Berbagai Faktor yang
Memengaruhi. Retrieved from Gramedia.blog: https://www.gramedia.com/best-
seller/work-life-balance/

Houston, D. M. (2005). Work–Life Balance in the 21st Century. PALGRAVE MACMILLAN


.

RAHMAWATI, A. (n.d.). PENGARUH KESEIMBANGAN KEHIDUPAN KERJA (WORK


LIFE BALANCE) DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP LOYALITAS. loyalty,
work life balance, and job sastisfaction. , 1217-1218.

Rahmayati, T. (2021). Keseimbangan Kerja dan Kehidupan (Work Life Balance) Pada
Wanita Bekerja. 131-133.

12
13

Anda mungkin juga menyukai