Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Psikologi Sains dan Profesi (Journal Psychology of Science and Profession)

e-ISSN: 2614-2279 p-ISSN: 2598-3075


Vol. 4, No. 3, Desember 2020: 162 - 171

Diterima: 2 Desember 2020 Direvisi: 8 Desember 2020 Dipublikasikan: 30 Desember 2020 Tersedia: 30 Desember 2020

GAMBARAN WORK-LIFE BALANCE PADA PASUKAN PENJAGA


PERDAMAIAN INDONESIA: STUDI KUALITATIF

Freddy A. R. Simanjuntak1, Retno Hanggarani Ninin2


1,2
Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363
E-mail: freddy18003@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK
Selain bertugas sebagai pasukan yang menengahi konflik, pasukan penjaga perdamaian (peacekeeper) Indonesia yang
disebut dengan Kontingen Garuda juga berperan sebagai individu yang juga berhadapan dengan kehidupan pribadinya.
Kedua peran tersebut menuntut kinerja yang seimbang, karena ketidakseimbangan dapat menyebabkan salah satunya
menjadi “korban”, dalam pengertian tidak optimal dalam menjalankan perannya. Keseimbangan antara pekerjaan dengan
kehidupan pribadi atau work-life balance, diperlukan agar seseorang dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan
aktivitas lain di luar pekerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keseimbangan tersebut pada
para prajurit penjaga perdamaian Indonesia yang ditinjau dari perspektif konseptual work-life balance. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam keilmuan psikologi, khususnya yang berkaitan dengan work-life
balance pada konteks kerja kemiliteran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik purposive
sampling, melibatkan 2 orang anggota peacekeeper Indonesia yang berusia 30 tahun dan 33 tahun. Data diperoleh
menggunakaan wawancara mendalam (in depth interview) dan semi terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
empat dimensi work-life balance, dua di antaranya menunjukkan tercapainya keseimbangan. Dimensi yang belum
seimbang yaitu WIPL (Work Interference with Personal Life) dan WEPL (Work Enchancement of Personal Life). Dengan
demikian, partisipan belum optimal dalam mengembangkan work-life balance pada dirinya dikarenakan jenis pekerjaan
yang diemban menuntut kesiapsiagaan penuh karena berada di daerah konflik, sehingga sulit membagi peran yang
proporsional dalam hal pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Kata kunci: kontingen garuda; studi kualitatif; penjaga perdamaian; work-life balance

ABSTRACT
While serving as force that mediate conflict, Indonesian Peacekeeper called Garuda Contingent also act as an individual
who must deal with his personal life. Both roles must have a balanced performance, because imbalance can cause one of
them to become a "victim", that it is not optimal in carrying out its role. Work-life balance was needed so that someone
can balance work and other activities outside of work. The purpose of this study to find out how was the work-life balance
for peacekeepers from it is conceptual perspective. The aim of this research was to develop a psychological theory that
related to the concept of work-life balance of Indonesian peacekeepers. This study used a qualitative method with
purposive sampling technique, involving 2 members of Indonesian peacekeeper aged 30 years and 33 years. The data
were obtained using in-depth interview and semi-structured. The results showed that from four dimensions of work-life
balance, the subjects were not able to balance the dimension of WIPL (Work Interference with Personal Life) and WEPL
(Work Enchacement of Personal Life). Thus, the subject had not been able to optimally develop a work-life balance
because their job required full preparedness because in a conflict area, so it was difficult to divide proportional roles in
terms of work and personal life.

Keywords: garuda contingent; qualitative study; peacekeeper, work-life balance


Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 163
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

PENDAHULUAN Personal Life), mengacu pada sejauh mana


pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan
Permasalahan work-life balance menjadi suatu pribadi individu.
hal yang sangat penting bagi kebahagiaan Sebuah penelitian di Inggris menyatakan bahwa
psikologis individu yang ditandai dengan work-life balance adalah penyebab dari munculnya
kepercayaan diri yang tinggi, kepuasan, dan stres pada pekerjaan dengan koefisien reliabilitas
berbagai harmonisasi yang dirasakan dalam 0,748 (Society, 2001). Alat ukur stres yang
kehidupan. Hal ini dapat dianggap sebagai dikembangkan di University of Manchester
indikator kesuksesan peran dalam kehidupan kerja bernama ASSET (A Shortened Stress Evaluation
dan keluarga (Clarke, Koch, & Hill, 2004). Work- Tool) menyatakan bahwa work-life balance
life balance dapat dipengaruhi oleh faktor internal merupakan salah satu aspek yang menjadi
atau faktor eksternal, baik dalam keluarga maupun penyebab dari stres (Faragher, Cooper, &
organisasi. Berdasarkan kajian literatur, yang Cartwright, 2004). Beberapa penelitian
termasuk faktor internal adalah kepribadian menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif antara
(Bulgan, 2011; Valcour, 2007; Wierda-Boer, work-life balance dengan tingkat stres kerja
Gerris, & Vermulest, 2008) dan komitmen (Grant-Vallone and Donaldson, 2010; Yang et al.,
terhadap peran (Beutell, 2007; Helmle, 2010;). 2018; Kotera et al., 2019), dan menurut survei yang
Adapun faktor eksternal adalah keberadaan anak dilakukan oleh stasiun televisi Consumer News and
(Greenhouse, Ziegert, & Allen, 2011; Handayani, Business Channel (CNBC), salah satu pekerjaan
Afiatin, & Adiati, 2015), dukungan keluarga yang memiliki tingkat stres paling tinggi adalah
(Eddleston & Powell, 2012; Greenhouse dkk., militer (CNBC, 2017). Hal ini sejalan dengan
2011), serta tuntutan keluarga (Ellwart & penelitian Kartini, Zakiyah, & Narulita (2018)
Kondradt, 2011). yang menemukan bahwa prajurit TNI Angkatan
Work-life balance sendiri merupakan kondisi Darat memiliki tingkat stres berat dan mekanisme
ketika individu mampu secara optimal koping yang cenderung destruktif. Work-life
berkomitmen dalam pekerjaan dan juga keluarga, balance di dunia militer merupakan suatu faktor
serta bertanggung jawab dengan baik dalam psikologis yang penting dalam menjelaskan
kegiatan non-pekerjaan (Parkes & Langford, keseimbangan antara kehidupan militer dan
2008). Work-life balance dapat diartikan pula kehidupan di luar pekerjaan. Keseimbangan kedua
sebagai pemenuhan harapan terkait peran yang faktor ini secara positif dapat memengaruhi
dinegosiasikan dan dibagi antara individu dengan kebahagiaan. Namun, Dehigala (2015)
pasangannya, meliputi peran dalam ranah menyatakan ketika seseorang berpikir negatif,
pekerjaan dan domain keluarga (Grzywacz & maka akan teraktivasi konflik antara tempat kerja
Carlson, 2007). Fisher-McAuley, Stanton, Jolton, dan kehidupan pribadi atau keluarga. Tentara
& Gavin (2003) mendefinisikan work-life balance memang pada umumnya dilatih untuk kuat secara
sebagai hal yang dilakukan seseorang dalam fisik dan mental, namun kehidupan di tempat kerja
membagi waktu antara bekerja di luar tempat kerja dan kehidupan keluarga secara potensial tetaplah
dan aktivitas lain di luar pekerjaan, yang di memiliki pengaruh yang besar bagi setiap orang,
dalamnya melibatkan pilihan individu, sehingga baik positif maupun negatif (Dehigala, 2015).
berpotensi untuk menjadi sumber konflik Di Indonesia, Tentara Nasional Indonesia (TNI)
intrapersonal. merupakan militer dan angkatan perang yang
Adapun dimensi dari work-life balance menurut terdiri dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut
Fisher, Bulger, dan Smith (2009), yaitu: a) WIPL (AL), dan Angkatan Udara (AU). Salah satu tugas
(Work Interference with Personal Life), mengacu TNI sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu Pasal 7 tentang TNI adalah melaksanakan tugas
kehidupan pribadi individu; b) PLIW (Personal perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik
Life Interference with Work), mengacu pada sejauh luar negeri (Lolombulan, 2015). TNI merupakan
mana kehidupan pribadi individu mengganggu salah satu unsur militer yang rutin tergabung dalam
kehidupan pekerjaannya; c) PLEW (Personal Life misi pasukan penjaga perdamaian (peacekeeper) di
Enhancement of Work), mengacu pada sejauh bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
mana kehidupan pribadi seseorang dapat dengan sebutan Kontingen Garuda. Kontingen
meningkatkan performa individu dalam dunia Garuda memiliki tugas dan kewajiban untuk
kerja; dan d) WEPL (Work Enhancement of menengahi konflik yang terjadi dengan melakukan
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 164
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

negosiasi, mediasi, arbitrasi atau cara-cara lain tidak hanya karena gaya hidup militer, tetapi juga
untuk menyelesaikan konflik antara pihak-pihak karena budaya organisasi yang ada.
yang bertikai (Yamasitha, 2008). Prajurit dalam Ketidakmampuan untuk merencanakan pendidikan
Kontingen Garuda Indonesia merupakan anak, kesulitan untuk memasukkan anak ke
komponen militer pada misi perdamaian PBB yang sekolah yang baik, serta hambatan untuk karier
diberi kewenangan untuk melindungi dirinya pasangan sebagai akibat dari gaya hidup militer,
sendiri serta penduduk sipil di bawah merupakan sumber frustrasi utama tentara. Banyak
perlindungannya (Bellamy & Williams, 2004), tentara yang melaporkan harus mengandalkan
sehingga walaupun mereka melaksanakan tugas- orang lain untuk mengelola tanggung jawab
tugas perdamaian, mereka tetap dipersenjatai dan pekerjaan dan non-pekerjaan (Fisher, Lyonette,
bertindak seolah-olah sedang menghadapi perang Barnes, & Newell, 2015).
(Lacey, 2005). Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia
Tentu para prajurit TNI yang bertugas tersebut untuk melihat gambaran work-life balance pada
memiliki kehidupan pribadi sebagaimana setiap personel militer wanita TNI AU (Wara)
orang pada umumnya. Tekanan fisik serta menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan
psikologis yang ada dalam pekerjaan dalam proporsi waktu, tenaga, dan komitmen antara
konteks menjalankan misi perdamaian tersebut, kehidupan pekerjaan dan kehidupan di luar
dengan keharusan untuk bertugas jauh dari pekerjaan pada para prajurit Wara. Upaya untuk
Indonesia, tidak diperbolehkan membawa merekonsiliasi work-life balance di berbagai
keluarga, dan risiko terkait keselamatan, akan domain kehidupan personel militer tersebut adalah
berdampak pada kehidupan pribadi mereka. Waktu melalui komunikasi dengan pimpinan maupun
dan tenaga yang banyak dihabiskan untuk dengan suami, menetapkan batasan, dan
memenuhi tugas dan tanggung jawab pekerjaan, menyediakan waktu luang. Tercapainya work-life
dapat berpeluang untuk memengaruhi pemenuhan balance pada prajurit Wara ternyata dipengaruhi
tugas dan tanggung jawab di luar pekerjaan, seperti oleh kepemimpinan atasan dan dukungan suami
keluarga, diri sendiri, atau kehidupan sosialnya. (Atmaningrum, 2018). Penelitian lain dengan
Ketika pekerjaan sudah masuk atau tercampur bahasan yang sama menunjukkan bahwa terdapat
dengan kehidupan, maka work-life balance atau pengaruh work-life balance yang positif dan
keseimbangan antara kehidupan dan juga signifikan terhadap work-engagement pada prajurit
pekerjaan dapat terganggu (Fisher, Bulger, & TNI (Pratiwi, 2019).
Smith, 2009). Hasil survei terhadap tentara Kanada Kontingen Garuda sebagai prajurit penjaga
(Canadian Force) dan keluarganya menyatakan perdamaian yang merupakan bagian dari organisasi
bahwa work-life balance merupakan sebuah yang besar, tentu tidak bisa lepas dari situasi ketika
masalah dan mereka memiliki keinginan untuk pekerjaan yang digelutinya dipengaruhi oleh
meningkatkan work-life balance (Jefferies, 2001a). faktor-faktor non-pekerjaan, seperti keluarga,
Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan persahabatan, dan sebagainya. Observasi peneliti
menunjukkan bahwa terdapat konflik kerja- sebagai seseorang yang bekerja dalam konteks
keluarga, khususnya konflik kerja terhadap militer menghasilkan temuan bahwa work-life
kehidupan yang tinggi, sehingga mengakibatkan balace memberikan dampak psikologis pada
adanya keinginan untuk keluar dari pekerjaan prajurit TNI dalam Kontingen Garuda, sehingga
sebagai tentara Kanada tersebut (Dowden, 2001a). diperlukan penelitian untuk mengonfirmasi temuan
Penelitian lain pada partisipan tantara Kanada juga tersebut, karena apabila work-life balance rendah,
menunjukkan bahwa work-life balance maka motivasi serta kinerja secara umum dari para
berhubungan dengan keputusan mereka untuk prajurit penjaga perdamaian dapat terhambat
bertahan atau keluar dari kedinasan militer optimalisasinya. Dikarenakan work-life balance
(Pickering, 2006). pun merupakan bagian dari psikologi positif
Selain itu, penelitian terhadap tentara Inggris (Morganson, Litano, & O’Neill, 2014), hasil
(UK Armed Forces) menyatakan bahwa alasan penelitian ini juga akan dapat berguna untuk
utama dari berkurangnya work-life balance adalah diaplikasikan di bidang psikologi militer, serta
gaya hidup militer (penempatan reguler, memegang kunci untuk pengembangan strategi
perpindahan dan tugas operasi), level dari tentara Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengelolaan
saat ini, serta kurangnya sumber daya. Hambatan organisasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
untuk mendapatkan work-life balance yang baik melihat bagaimana gambaran dari work-life
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 165
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Tabel 1. Daftar Pertanyaan dalam Wawancara
(peacekeeper) Kontingen Garuda Indonesia,
Dimensi Butir Pertanyaan
khususnya pada level pangkat Perwira Pertama
1. Work 1. Setelah pulang kerja seharian,
yang telah berkeluarga. Hal ini dikarenakan Interference bagaimana Anda melakukan
mereka merupakan level pimpinan yang tidak with Personal aktivitas pribadi lainnya?
hanya bertanggung jawab atas tugas dan Life (WIPL) 2. Berkaitan dengan pekerjaan Anda,
jabatannya sendiri, melainkan pula bertanggung bagaimana relasi Anda dengan
jawab atas tugas anggota yang berada di bawah teman-teman?
kepemimpinannya. 3. Apakah karena pekerjaan ini
menyulitkan Anda untuk berelasi
METODE dengan teman-teman?
4. Berkaitan dengan pekerjaan Anda,
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu bagaimana dengan kehidupan
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap pribadi Anda?
objek yang diteliti melalui data atau sampel yang 5. Bagaimana dengan waktu kerja
yang diberikan kepada Anda?
telah terkumpul, kemudian melakukan analisis dan Bisakah Anda jelaskan kualitas
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum kehidupan Anda apakah terganggu
(Sugiyono, 2009). Partisipan penelitian merupakan dengan waktu kerja Anda?
sumber data utama. Dalam penelitian ini partisipan 2. Personal Life 6. Bagaimana dengan kehidupan
dipilih secara purposive, yaitu teknik pemilihan Interference Anda saat bertugas, sejauhmana
sampel berdasarkan kriteria tertentu (Poerwandari, with Work kehidupan pribadi Anda menguras
2001). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian (PLIW) energi sehingga tidak dapat bekerja
ini yaitu prajurit dengan level perwira pertama, dengan baik?
menikah, laki-laki, dan telah menyelesaikan tugas 7. Sejauhmana pekerjaan Anda sering
misinya sebagai bagian dari pasukan penjaga terganggu karena urusan pribadi?
8. Bagaimana dengan urusan pribadi
perdamaian. Diperoleh dua orang prajurit yang Anda, apakah sampai menyulitkan
bersedia menjadi partisipan. Mereka telah bertugas Anda untuk bekerja?
sebagai pasukan perdamaian PBB di Afrika, serta 9. Sejauhmana kehidupan pribadi
merupakan partisipan yang ada dan berdomisili di Anda menyulitkan Anda untuk
wilayah yang sama dengan peneliti untuk fokus dalam bekerja?
kepentingan teknis pengambilan data secara tatap 10. Saat sedang bekerja, bagaimana
muka di luar jaringan. cara yang Anda lakukan agar
Teknik pengumpulan data adalah dengan maksimal dalam bekerja?
wawancara semi-terstruktur, dengan pedoman 3. Personal Life 11. Bisa Anda ceritakan bagaimanakah
yang disusun secara sistematis berdasarkan konsep Enchancement kehidupan pribadi Anda
of Work mendukung pekerjaan Anda?
work-life balance menurut Fisher, Bulger, & Smith (PLEW) 12. Coba Anda ceritakan
(2009). Wawancara termasuk dalam kategori in- bagaimanakah kehidupan pribadi
depth interview (wawancara mendalam) yang Anda bisa memberi energi untuk
pelaksanaannya lebih bebas serta terbuka dengan bekerja!
meminta pendapat dan ide-ide dari partisipan. 13. Apakah kehidupan pribadi Anda
Selain itu, wawancara dilakukan agar peneliti membantu sekaligus memberikan
mendapat data yang valid dan dapat semangat bagi Anda untuk
dipertanggungjawabkan. Adapun panduan pekerjaan di hari berikutnya?
wawancara dalam penelitian ini tercantum di Tabel 4. Work 14. Apakah pekerjaan Anda
1. enhancement of memberikan energi untuk
personal life melakukan aktivitas pribadi di luar
Pengolahan data menggunakan metode coding (WEPL) pekerjaan lainnya?
mengacu pada ke-4 dimensi work-life balance, 15. Bagaimana suasana hati Anda saat
yaitu: WIPL (Work Interference with Personal kembali ke barak, sepulang
Life), PLIW (Personal Life Interference with melaksanakan tugas harian?
Work), PLEW (Personal Life Enhancement of 16. Apakah hal-hal yang Anda lakukan
Work), dan WEPL (Work Enhancement of di tempat kerja membantu untuk
Personal Life). Coding dimaksudkan untuk dapat menangani masalah pribadi dan
mengorganisasikan dan mengurutkan data urusan sehari-hari? Coba ceritakan!
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 166
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

berdasarkan kerangka konseptualnya. Kredibilitas


dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi, Dimensi WIPL (Work Interference with Personal
member checking, dan meningkatkan ketekunan. Life)
Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi Dimensi ini mengacu pada sejauh mana
teknik, yaitu dengan menggabungkan wawancara pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi
mendalam, observasi dan beberapa dokumentasi individu. Misalnya, bekerja dapat membuat
mengenai partisipan yang diakses melalui jalur seseorang sulit mengatur waktu untuk kehidupan
intra-office sesuai kewenangan peneliti dan pribadinya. Berdasarkan wawancara yang
persetujuan dari kedua partisipan. Member dilakukan kepada partisipan B, ia merasa aktivitas
checking digunakan setelah pengumpulan data pribadinya ada yang masih bisa dilakukan dan ada
selesai untuk mendapatkan kesepakatan berkenaan pula yang sulit dilakukan. Yang masih bisa
dengan akurasi informasi yang terdapat di dalam dilakukan angtara lain kegiatan lari (jogging), main
datanya. Selain itu peneliti juga meningkatkan sepak bola, basket, juga bermain ke PX (kantin),
ketekunan dengan melakukan pengamatan secara mendatangi barak kompi, bertemu dengan teman-
lebih cermat terhadap hasil di lapangan dengan teman dan anggota, melaksanakan kegiatan
teori yang digunakan. memasak dan menikmati masakan Indonesia
Dalam melakukan analisis, penelitian ini seperti nasi goreng, nasi kikil, ikan teri, cumi, dan
merujuk pada Miles & Huberman (1992), yaitu lain-lain, yang sebenarnya cukup sulit didapatkan
dilakukan dengan cara: a) reduksi, yaitu di Afrika. Sedangkan kegiatan pribadi atau “me
merangkum, memilih hal–hal pokok, dan time” yang sulit dilakukan antara lain membaca
memfokuskan pada hal-hal penting sehingga data buku. Hal itu terjadi karena sambil membaca buku
yang direduksi akan memberikan gambaran yang ia juga stand by untuk melakukan telepon dengan
lebih jelas; b) penyajian data, yaitu menyajikan keluarganya di Indonesia, sebagaimana
data dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Data dikomunikasikan oleh partisipan B sebagai berikut.
disajikan dengan melakukan pengelompokan
sesuai dengan dimensi masing-masing; c) “Saya diberi pinjaman buku oleh rekan dari
penarikan kesimpulan, yaitu setelah menjabarkan negara Pakistan, untuk menyelesaikan
berbagai data yang telah diperoleh, peneliti membaca bukunya bisa sampai berbulan-bulan.
membuat kesimpulan yang merupakan hasil dari Malam sering juga terima telepon. Sering stand
suatu penelitian. by telepon. Jadi ‘me time’ sering terganggu.
Penelitian yang baik dicirikan oleh autentisitas Hampir tiap hari, kehidupan pribadi jadi
(authenticity) dan kepercayaan (trustworthiness) terbatas.”
yang merupakan konsep sentral bagi keseluruhan
proses riset (Daymon & Holloway, 2008). Dalam hal kehidupan keluarga, partisipan B
Autentisitas dan kepercayaan diperlihatkan dalam mengatakan bahwa sumber hambatan utama adalah
penelitian ini melalui pendokumentasian proses adanya perbedaan waktu empat jam antara Afrika
riset dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh dan Indonesia, yang menyulitkannya untuk
peneliti selama riset dilakukan bersama dengan menentukan waktu yang sesuai untuk melakukan
supervisor yang menjadi second coder sekaligus komunikasi. Partisipan B mengatakan harus
penulis kedua dalam artikel ini. menyesuaikan dengan waktu di Indonesia, dan
terkadang waktunya tidak cocok. Pada saat
HASIL DAN PEMBAHASAN partisipan sedang istirahat dan mencoba
berkomunikasi lewat telepon, istri partisipan juga
Partisipan penelitian adalah A, laki-laki, sedang bekerja di Rumah Sakit, sehingga kurang
menikah, pangkat kapten, usia 33 tahun; dan B, leluasa untuk berkomunikasi. Demikian pula
laki-laki, menikah, pangkat letnan, usia 30 tahun. sebaliknya di saat istri menghubungi, kondisi
Pembahasan penelitian difokuskan pada tinjauan partisipan seringkali sedang bekerja dan tidak bisa
terhadap dimensi-dimensi work-life balance berkomunikasi dengan leluasa.
menurut Fisher, Bulger, & Smith (2009), yaitu: Partisipan A cenderung berfokus pada kegiatan
WIPL (Work Interference with Personal Life), pekerjaan yang ia rasakan penuh dari pagi sampai
PLIW (Personal Life Interference with Work), dengan sore. Selesai bertugas sekitar jam 6 sore
PLEW (Personal Life Enhancement of Work), dan lalu dilanjutkan dengan kegiatan ibadah, kemudian
WEPL (Work Enhancement of Personal Life). briefing, dan baru bisa pulang ke barak sekitar jam
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 167
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

10 malam. Namun demikian, partisipan A perdamaian menganggu kehidupan pribadi prajurit


mengatakan bahwa aktivitas pribadinya masih bisa pada level yang tinggi, maka dapat mengakibatkan
dilakukan, namun ia menggunakan istilah apa yang disebut dengan peacekeeping stress
“mencuri-curi waktu” untuk bisa melakukannya. (Thomas & Castro, 2003). Pengaruh stres para
Misalnya, mengunjungi PX (kantin), bermain personel militer itu akan berdampak pada
band, bermain karambol, catur, olah raga, kegiatan kemampuan mereka untuk menyelesaikan misi
fitness/gym, bermain playstation (PS) bersama dengan sukses (Kavanagh, 2005).
anggota, dan lain-lain.
Partisipan A mengatakan bahwa sebenarnya Dimensi PLIW (Personal Life Interference with
aktivitas pribadi terganggu, karena selama bertugas Work)
sebagai penjaga perdamaian, bahkan saat tidur Dimensi ini mengacu pada sejauh mana
Handy Talky (HT) harus dalam posisi stand by (on kehidupan pribadi individu mengganggu
call). Dalam hal perannya terhadap keluarga, kehidupan pekerjaannya. Berdasarkan hasil
partisipan A juga merasakan adanya kendala yang wawancara yang dilakukan pada partisipan B, ia
bersumber dari jauhnya jarak dengan keluarga. menyatakan bahwa kehidupan pribadi partisipan
Hubungan dengan istri menjadi nomor 2 (dua) atau tidak mengganggu pekerjaannya, karena ia merasa
3 (tiga). Komunikasi dengan istri sering terkendala bahwa pekerjaannya tidak melibatkan aktivitas
juga karena adanya perbedaan waktu Afrika- fisik yang melelahkan. Ia pun bisa lebih bisa fokus
Indonesia. Namun, partisipan A mengatakan ia terhadap pekerjaannya dalam misi dibandingkan
menghargai pekerjaannya karena membuatnya jika bertugas di dalam negeri. Hal ini dikarenakan
dapat menyalurkan energinya, artinya dengan partisipan berada pada tempat yang memang
adanya pekerjaan, tension yang dirasakannya terisolasi di daerah gurun serta jauh dari keramaian,
menjadi berkurang. Namun, partisipan A sehingga membuatnya tidak bisa bepergian ke
menambahkan, jika benar-benar sedang kosong, tempat lain dan bisa lebih fokus dalam bekerja.
maka akan muncul tension lagi dalam dirinya dan Partisipan B juga merasa bahwa kehidupan pribadi
akan kepikiran keluarga. yang dialami di daerah tugas tidak terlalu
Berdasarkan pendapat Fisher, Bulger, dan menyulitkan pekerjaannya sehari-hari, demikian
Smith (2009) bahwa work-life balance dapat juga dengan kehidupan pribadi dalam konteks
diukur dari sejauh mana pekerjaan dapat keluarga.
mengganggu kehidupan pribadi individu, maka Hal tersebut serupa dengan pernyataan
dalam hal ini, partisipan B dan A menghayati partisipan A, bahwa kehidupan pribadinya tidak
adanya pengaruh pekerjaan dalam kehidupan sampai menguras energi maupun membuatnya
pribadinya khususnya dalam konteks kehidupan tidak dapat bekerja dengan baik. Partisipan merasa
berkeluarga. Partisipan B dan A memiliki situasi dapat bersikap profesional dalam bekerja dengan
pekerjaan yang sama yaitu waktu kerja penuh dan cara mengesampingkan permasalahan pribadi yang
bahkan sampai malam hari, serta saat usai bekerja ada. Pengecualian untuk mengesampingkan
harus siap bila ada hal-hal yang tidak terduga, pekerjaan adalah bila menyangkut konteks darurat
sehingga Handy Talkie (HT) dan telepon harus keluarga, misalnya orang tua sakit. Urusan
dalam keadaan stand by (on call). Hal ini mendesak yang terjadi dalam keluarga bisa sedikit
berdampak pada keadaan di mana kedua partisipan memecah konsentrasinya, namun tidak sampai
tidak dapat menjalani kehidupan pribadi atau menyulitkannya untuk bekerja. Selain itu, cara
kehidupan non-pekerjaannya secara optimal. kerja partisipan A yang memiliki target pencapaian
Bila dikaitkan dengan dimensi WIPL, maka tertentu dan menerapkan pola kerja dengan skala
keadaan tersebut mengakibatkan situasi di mana prioritas, membuat pekerjaannya tidak terpengaruh
pekerjaan yang dimiliki dapat mengganggu oleh kehidupan pribadinya.
kehidupan pribadinya. Sifat pekerjaan yang Data di atas menunjukkan bahwa kedua
menuntut kesiapsiagaan penuh tampaknya menjadi partisipan tidak mengalami keadaan terganggu
faktor utama yang menyebabkan hal tersebut, dalam hal pekerjaannya yang diakibatkan oleh
selaras dengan apa yang disampaikan oleh Lacey kehidupan pribadinya. Partisipan dapat
(2005) bahwa meski para prajurit melaksanakan menunjukkan sikap yang bertanggung jawab dan
tugas-tugas perdamaian, mereka tetap dipersenjatai berusaha profesional dalam setiap pekerjaannya,
dan bertindak seolah-olah sedang menghadapi sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi (2019) yang
perang. Jika pekerjaan sebagai pasukan penjaga menemukan bahwa dimensi PLIW merupakan
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 168
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

dimensi yang paling rendah kontribusinya dalam malam hari yang dapat menurunkan mood-nya,
memengaruhi work-life balance. sehingga menghabiskan energinya untuk bekerja.
Jika mengacu pada definisi dari dimensi ini,
Dimensi PLEW (Personal Life Enhancement of maka dukungan keluarga dan lingkungan kerja
Work) dalam hal ini berdampak positif pada tercapainya
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana work-life balance, yakni membuat partisipan
kehidupan pribadi seseorang dapat meningkatkan mampu bersemangat dan menambah energinya
performa individu dalam bekerja. Misalnya, dalam bekerja, sehingga meningkatkan
apabila individu merasa senang oleh karena performanya dalam bekerja. Hal tersebut dapat
kehidupan pribadinya yang menyenangkan, maka menjadi faktor yang berpengaruh dalam
akan dapat membuat suasana hati saat bekerja meningkatkan performa prajurit dalam bekerja di
menjadi menyenangkan pula. daerah misi. Ini juga selaras dengan apa yang
Berdasarkan jawaban wawancara terhadap disampaikan oleh Schabracq, Winnubst, & Cooper
partisipan B, kehidupan pribadi yang (2003), bahwa faktor-faktor yang dapat
mendukungnya di daerah tugas adalah kesempatan memengaruhi work-life balance adalah
untuk melakukan kegiatan olah raga rutin. Ia karakteristik keluarga, pekerjaan, dan sikap
mengaku membutuhkannya untuk membuat sebagai seorang prajurit pasukan perdamaian PBB.
kesehatannya terjaga dan dapat mendukung
tugasnya. Kehidupan pribadi lain yang dapat Dimensi WEPL (Work Enhancement of Personal
memberinya energi untuk bekerja adalah saat Life)
ketika partisipan selesai berkomunikasi dengan Dimensi ini mengacu pada sejauh mana
anaknya yang ada di Indonesia. Komunikasi pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan
melalui telepon kepada istri maupun anak bisa pribadi individu, misalnya keterampilan yang
memberikan semangat yang luar biasa kepadanya. diperoleh individu pada saat bekerja, bermanfaat
Namun, B menyayangkan bahwa hal tersebut tidak untuk kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil
dapat dilakukan setiap hari karena dibatasi oleh wawancara yang dilakukan, partisipan B
perbedaan zona waktu. Hal yang dapat menyatakan bahwa dirinya yang memiliki jabatan
dilakukannya adalah dengan saling berkirim foto sebagai perwira penghubung (liaison officer)
atau video melalui media sosial kepada membuatnya memiliki banyak teman dan dapat
keluarganya, sehingga partisipan dapat membangun jaringan (network) dengan negara
bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya. lain. Hal tersebut berdampak pada seringnya
Pada partisipan A, kegiatan bermain, mencari pasukan dari Nigeria dan Pakistan melakukan
teman, atau berkunjung ke teman-teman dari aktivitas olahraga bersama dengan pasukan dari
negara lain, seperti Pakistan, adalah kehidupan Indonesia, seperti basket, voli, dan bulu tangkis.
pribadi yang sangat mendukung pekerjaannya. Meskipun demikian, partisipan B mengatakan
Partisipan menganggap bahwa hubungan relasi bahwa dirinya seperti merasakan tidak adanya
yang baik dengan pasukan dari negara lain akan perbedaan antara di kantor saat bekerja dengan di
mendukung pekerjaannya yang terkadang barak, karena saat jam tidur pun ia harus selalu
membutuhkan koordinasi yang baik dengan negara stand by (on call) bila suatu saat dipanggil oleh
lain. Partisipan A menambahkan bahwa dirinya atasan. Partisipan B merasa tidak ada yang ia
memang senang berkumpul dan memiliki banyak lakukan di tempat kerja yang bisa membantu
teman yang dapat memberikan energi lebih banyak dirinya dalam menangani kehidupan pribadinya.
kepadanya. Partisipan A mengatakan pula bahwa Dapat disimpulkan bahwa bagi partisipan B, faktor
di saat dirinya letih, maka ia akan memilih untuk pekerjaan tidak berperan penting dalam
mengobrol dan bercengkerama dengan rekan- peningkatan aspek-aspek tertentu di kehidupan
rekannya, sehingga energinya untu bekerja akan pribadinya.
bertambah. Partisipan A cenderung menganggap Sama seperti partisipan B, partisipan A juga
dirinya adalah tipikal orang yang berusaha untuk mengatakan bahwa pekerjaan tidak ada sangkut
mengakhiri hari dengan baik, sehingga keesokan pautnya dalam peningkatan kompetensi dalam
hari, saat ia akan mulai bekerja, akan menjadi awal melakukan aktivitas pribadi di luar pekerjaan.
yang baik. Namun, tidak jarang pula ia memiliki Ditambahkan pula bahwa pekerjaan yang
masalah dengan rekan, keluarga, maupun istri pada dikerjakannya tidak sampai memengaruhi
aktivitasnya di luar pekerjaan atau di luar jam
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 169
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

dinas. Partisipan A juga mengatakan bahwa hal-hal profesional dalam bekerja juga turut menstimulasi
yang ia lakukan di tempat kerja tidak selalu dapat peningkatan performa kerja. Berdasarkan dimensi
membantu dirinya dalam menangani masalah WEPL (Work Enhancement of Personal Life)
pribadi atau urusan sehari-hari. Justru bantuan ditemukan bahwa pekerjaan kedua partisipan
untuk menyelesaikan masalah sehari-harinya belum dapat meningkatkan sejumlah aspek dalam
diperoleh dari rekan-rekan, anggota, maupun kehidupan pribadi mereka. Hal tersebut dapat
senior yang dekat dengan dirinya, terutama ketika terjadi karena pekerjaan partisipan yang
ia sharing kepada rekan-rekannya dengan santai berhubungan dengan kompetensi “pertempuran” di
sambil bermain game. wilayah konflik, relatif tidak berkaitan dengan
Bila dimensi ini dikaitkan dengan faktor kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan
pekerjaan partisipan B dan A, keduanya merasa pribadi.
belum menemukan hal yang dapat meningkatkan Berdasarkan hasil pembahasan ke-4 dimensi
kehidupan pribadinya (penulis: selain yang work-life balance yang dijadikan acuan, dapat
bersumber dari faktor penghasilan). Hal tersebut disimpulkan bahwa kedua partisipan belum
dapat terjadi karena pekerjaan partisipan yang mampu secara optimal untuk mengembangkan
berhubungan dengan kompetensi “pertempuran” work-life balance pada dirinya, terutama pada
dan penugasan saat ini, yaitu situasi perang di dimensi WIPL (Work Interference with Personal
wilayah konflik yang melibatkan tugas patroli serta Life) dan WEPL (Work Enchacement of Personal
upaya-upaya perdamaian di wilayah kerjanya. Life). Hal ini dapat dikarenakan jenis pekerjaan
Seperti yang diketahui, hal ini relatif tidak yang diemban, yakni tentara, cenderung menuntut
berkaitan dengan kompetensi yang dibutuhkan kesiapsiagaan penuh di daerah konflik, sehingga
dalam kehidupan pribadi partisipan sehari-hari. membuat kedua partisipan cenderung sulit untuk
Oleh karena itu, faktor pekerjaan tidak sepenuhnya membagi peran yang proporsional dalam hal
memberikan energi maupun semangat kepada pekerjaan dan kehidupan pribadi (non-pekerjaan).
partisipan dalam menjalani kehidupan pribadi. Keterbatasan penelitian ini adalah adanya
Justru, permasalahan dalam kehidupan pribadinya subjektivitas yang ada pada peneliti. Penelitian ini
cenderung dapat diselesaikan bukan oleh sangat tergantung kepada interpretasi peneliti
pekerjaannya, tetapi oleh bantuan rekan-rekannya tentang makna yang tersirat dalam wawancara,
di militer. sehingga kemungkinan bias masih tetap ada. Untuk
mengurangi bias tersebut, maka dapat dilakukan
SIMPULAN proses triangulasi yang lebih detail. Saran untuk
penelitian selanjutnya adalah penelitian sejenis
Berdasarkan dimensi WIPL (Work Interference dengan menggunakan metode kuantitatif yang
with Personal Life), pekerjaan kedua partisipan dapat menggunakan sampel yang lebih banyak,
dapat mengganggu kehidupan pribadi, terutama sehingga dapat dilakukan generalisasi terhadap
berhubungan dengan tuntutan kesiapsiagaan penuh hasil penelitian.
sepanjang waktu di daerah konflik. Berdasarkan
dimensi PLIW (Personal Life Interference with DAFTAR PUSTAKA
Work) ditemukan bahwa kehidupan pribadi tidak
mengganggu pekerjaan secara teknis, karena kedua Atmaningrum, A. (2018). Work-life Balance Pada
partisipan jauh dari keluarga dan tidak ada peran Wanita Angkatan Udara Indonesia
teknis yang bisa mereka lakukan sebagai anggota (Wara). Yogyakarta, DI Yogyakarta,
keluarga. Selain itu, ini juga berkaitan dengan Indonesia: Universitas Gajah Mada.
adanya rasa tanggung jawab yang dimiliki serta Bellamy, A. J., & Williams, P. (2004).
sikap yang profesional dalam melaksanakan setiap Introduction: Thinking A New about
pekerjaan. Berdasarkan dimensi PLEW (Personal Peace. International Peacekeeping, 1-15.
Life Enhancement of Work) ditemukan bahwa Beutell, N. J. (2007). Self-employment, work-
kehidupan pribadi dapat meningkatkan performa family conflict, and work-family synergy:
dalam pekerjaan. Hal ini dikaitkan dengan Antecedents and consequences. Journal of
hadirnya dukung sosial dari lingkungan maupun Small Business and Entrepreneurship,
keluarga yang berdampak positif sehingga 20(4), 325-344
menambah semangat serta energi dalam bekerja. Bulgan, G. (2011). Work family balance and
Selain itu, karakteristik pribadi partisipan yang psychososial adjustment of International
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 170
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

students. Indiana, USA: Purdue Grant-Vallone, E. and Donaldson, S., (2010).


University. Consequences of work-family conflict on
Clarke, M., Koch, L., & Hill. (2004). The work– employee well-being over time.
Family Interface: Differentiating Balance International Journal of Work, Health &
and Fit. Family and Consumer Sciences Organisations, 15(3). 214-226.
Research Journal, 33. Greenhouse, J. H., Ziegert, J. C., & Allen, T. D.
CNBC. (2017, January 12). The 10 most stressful (2011). When family-supportive
jobs in America. Retrieved from supervision matters: Relations between
CNBC.com: multiple sources of support and work-
https://www.cnbc.com/2017/01/11/most- family balance. Journal of Vocational
stressful-jobs-in-america.html Behavior, 80, 266-275
Daymon, C., & Holloway, I. (2008). Metode- Grzywacz, J. G., & Carlson, D. (2007, November
metode Riset Kualitatif: dalam Public 4). Conceptualizing Work-Family
Relations dan Marketing Balance: Implications for Practice and
Communications. Yogyakarta: Penerbit Research. Advances in Developing Human
Bentang. Resources, pp. 455-471.
Dehigala, R. (2015). Study on the Relationship Handayani, A., Afiatin, T., Adiati, M.G. (2015).
Between Work Family Balance and Studi eksplorasi makna keseimbangan
Happiness of Soldiers in Sri Lanka Army. kerja keluarga pada ibu bekerja. Prosiding
Srilanka: University of Kelaniya. Seminar Psikologi & Kemanusiaan 2015
Dowden, C. (2001a). Quality of life in the Psychology Forum UMM. ISBN: 978-979-
Canadian Forces: Results from the 796-324-8
National Survey. Toronto: Defence R&D Helmle, J. R. (2010). Copreneur and
Canada. communication: Work-family balance in
Ellwart, T., & Konradt, U. (2011). Formative married couple’s family businesses.
versus reflective measurement: An Unpublished doctoral dissertation.
illustration using work-family balance. California: University of California.
The Journal of Psychology, 145(5), 391- Jefferies, J. (2001a). Quality of life in the Canadian
417. Forces: Qualitative analysis of the QoL
Faragher, E. B., Cooper, C. L., & Cartwright, S. questionnaire for CF members. Sponsor
(2004). A Shortened Stress Evaluation Research Report 01-11. Ottawa: Director
Tool (ASSET). Stress and Health Journal, Human Resources Research and
189–201. Evaluation.
Fisher, G. G., Bulger, C. A., & Smith, C. S. (2009). Kartini, R., Zakiyah, & Narulita, S. (2018).
Beyond Work and Family: A Measure of Hubungan Mekanisme Koping Terhadap
Work/Nonwork Interference and Tingkat Stres Prajurit TNI Angkatan
Enhancement. Journal of Occupational Darat. Jurnal Kesehatan. 23-34.
Health Psychology , 441-456. Kavanagh, J. (2005). Stress and performance: A
Fisher, N., Lyonette, C., Barnes, S.-A., & Newell, review of the literature and its
K. (2015). TIN 2.050 Current applicability to the military. Santa Monica:
understanding and attitudes to work-life RAND Corporation.
balance in the UK Armed Forces. Kotera, Y., Green, P. & Sheffield, D. (2019).
Farnborough: Defence Human Capability Work-life balance of UK construction
Sciences & technology Centre (DHCSTC). workers: Relationship with mental health.
Fisher-McAuley, G., Stanton, J., Jolton, J. A., & Construction Management and Economics
Gavin, J. (2003). Modeling the relationship Lacey, M. (2005, May 23). New York Times.
between work-life balance and Retrieved from New York Times:
organizational outcomes. Annual https://www.nytimes.com/2005/05/23/wor
Conference of the Society for Industrial- ld/africa/un-forces-using-tougher-tactics-
Organisational Psychology (pp. 1-26). to-secure-peace.html
Orlando, FL: Institute for Social Research, Lolombulan, H. I. (2015). Kajian Yuridis Undang-
University of Michigan. Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang
Tentara Nasional Indonesia Terhadap
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 171
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif

Kedudukan Dan Tugas Tni Dalam Society, I. (2001). Managing best practice.
Pemberantasan Terorisme di Indonesia. Occupational Stress No. 83, 4-23.
Lex et Societatis Journal. 92-100 Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif,
Morganson, V. J., Litano, M. L., & O’Neill, S. K. Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
(2014). Promoting Work–Family Balance Thomas, J. L., & Castro, C. A. (2003).
Through Positive Psychology : A Practical Organizational behavior and the U.S.
Review of the Literature. The Peacekeeper. In T. W. Britt, & A. B. Adler,
Psychologist-Manager Journal of The psychology of the peacekeeper:
American Psychological Association, Lesson from the field (pp. 127-146).
221–244 . London: Praeger.
Miles, B. M. & Huberman, M. (1992). Analisis Valcour, M. (2007). Work-based resources as
Data Kualitatif Buku Sumber Tentang moderators of the relationship between
Metode-metode Baru. Jakarta: UIP. work hours and satisfaction with work-
Parkes, L. P., & Langford, P. H. (2008). Work-Life family balance. Journal of applied
Balance or Work-Life Alignment? A test psychology, 92(6), 1512.
of the importance of work-life balance for Wierda-Boer, H. H., Gerris, J. R. M., & Vermulest,
employee engagement and intention to A. (2008). Adaptive strategies, gender
stay in organisations. Journal of ideology, and work-family balance among
Management & Organization, 267-284. Dutch dual earners. Journal of Marriage
Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan Kualitatif and the Family, 70(4), 1004-1014.
Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Yamasitha, H. (2008). ‘Impartial’ Use of Force in
Jakarta: LPSP3 UI. United Nations. International
Pickering, D. I. (2006). The relationship between Peacekeeping, 615–630.
work-life conflict/work-life balance and Yang, J.W., Suh, C., Lee, C.K., and Son, B.C.,
operational effectiveness in the Canadian (2018). The work–life balance and
Forces. Toronto: Defence R&D Canada. psychosocial well-being of South Korean
Pratiwi, A. (2019). Pengaruh Work-Life Balance workers. Annals of Occupational and
terhadap Work Engagement pada TNI Environmental Medicine, 30(38), doi:
yang Bekerja di Dinas Psikologi Angkatan 10.1186/s40557-018-0250-z
Udara. Jakarta: UNJ.
Schabracq, Winnubst, & Cooper. (2003). The
handbook of work and health psychology.
England: John Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai