Diterima: 2 Desember 2020 Direvisi: 8 Desember 2020 Dipublikasikan: 30 Desember 2020 Tersedia: 30 Desember 2020
ABSTRAK
Selain bertugas sebagai pasukan yang menengahi konflik, pasukan penjaga perdamaian (peacekeeper) Indonesia yang
disebut dengan Kontingen Garuda juga berperan sebagai individu yang juga berhadapan dengan kehidupan pribadinya.
Kedua peran tersebut menuntut kinerja yang seimbang, karena ketidakseimbangan dapat menyebabkan salah satunya
menjadi “korban”, dalam pengertian tidak optimal dalam menjalankan perannya. Keseimbangan antara pekerjaan dengan
kehidupan pribadi atau work-life balance, diperlukan agar seseorang dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan
aktivitas lain di luar pekerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keseimbangan tersebut pada
para prajurit penjaga perdamaian Indonesia yang ditinjau dari perspektif konseptual work-life balance. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam keilmuan psikologi, khususnya yang berkaitan dengan work-life
balance pada konteks kerja kemiliteran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik purposive
sampling, melibatkan 2 orang anggota peacekeeper Indonesia yang berusia 30 tahun dan 33 tahun. Data diperoleh
menggunakaan wawancara mendalam (in depth interview) dan semi terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
empat dimensi work-life balance, dua di antaranya menunjukkan tercapainya keseimbangan. Dimensi yang belum
seimbang yaitu WIPL (Work Interference with Personal Life) dan WEPL (Work Enchancement of Personal Life). Dengan
demikian, partisipan belum optimal dalam mengembangkan work-life balance pada dirinya dikarenakan jenis pekerjaan
yang diemban menuntut kesiapsiagaan penuh karena berada di daerah konflik, sehingga sulit membagi peran yang
proporsional dalam hal pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Kata kunci: kontingen garuda; studi kualitatif; penjaga perdamaian; work-life balance
ABSTRACT
While serving as force that mediate conflict, Indonesian Peacekeeper called Garuda Contingent also act as an individual
who must deal with his personal life. Both roles must have a balanced performance, because imbalance can cause one of
them to become a "victim", that it is not optimal in carrying out its role. Work-life balance was needed so that someone
can balance work and other activities outside of work. The purpose of this study to find out how was the work-life balance
for peacekeepers from it is conceptual perspective. The aim of this research was to develop a psychological theory that
related to the concept of work-life balance of Indonesian peacekeepers. This study used a qualitative method with
purposive sampling technique, involving 2 members of Indonesian peacekeeper aged 30 years and 33 years. The data
were obtained using in-depth interview and semi-structured. The results showed that from four dimensions of work-life
balance, the subjects were not able to balance the dimension of WIPL (Work Interference with Personal Life) and WEPL
(Work Enchacement of Personal Life). Thus, the subject had not been able to optimally develop a work-life balance
because their job required full preparedness because in a conflict area, so it was difficult to divide proportional roles in
terms of work and personal life.
negosiasi, mediasi, arbitrasi atau cara-cara lain tidak hanya karena gaya hidup militer, tetapi juga
untuk menyelesaikan konflik antara pihak-pihak karena budaya organisasi yang ada.
yang bertikai (Yamasitha, 2008). Prajurit dalam Ketidakmampuan untuk merencanakan pendidikan
Kontingen Garuda Indonesia merupakan anak, kesulitan untuk memasukkan anak ke
komponen militer pada misi perdamaian PBB yang sekolah yang baik, serta hambatan untuk karier
diberi kewenangan untuk melindungi dirinya pasangan sebagai akibat dari gaya hidup militer,
sendiri serta penduduk sipil di bawah merupakan sumber frustrasi utama tentara. Banyak
perlindungannya (Bellamy & Williams, 2004), tentara yang melaporkan harus mengandalkan
sehingga walaupun mereka melaksanakan tugas- orang lain untuk mengelola tanggung jawab
tugas perdamaian, mereka tetap dipersenjatai dan pekerjaan dan non-pekerjaan (Fisher, Lyonette,
bertindak seolah-olah sedang menghadapi perang Barnes, & Newell, 2015).
(Lacey, 2005). Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia
Tentu para prajurit TNI yang bertugas tersebut untuk melihat gambaran work-life balance pada
memiliki kehidupan pribadi sebagaimana setiap personel militer wanita TNI AU (Wara)
orang pada umumnya. Tekanan fisik serta menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan
psikologis yang ada dalam pekerjaan dalam proporsi waktu, tenaga, dan komitmen antara
konteks menjalankan misi perdamaian tersebut, kehidupan pekerjaan dan kehidupan di luar
dengan keharusan untuk bertugas jauh dari pekerjaan pada para prajurit Wara. Upaya untuk
Indonesia, tidak diperbolehkan membawa merekonsiliasi work-life balance di berbagai
keluarga, dan risiko terkait keselamatan, akan domain kehidupan personel militer tersebut adalah
berdampak pada kehidupan pribadi mereka. Waktu melalui komunikasi dengan pimpinan maupun
dan tenaga yang banyak dihabiskan untuk dengan suami, menetapkan batasan, dan
memenuhi tugas dan tanggung jawab pekerjaan, menyediakan waktu luang. Tercapainya work-life
dapat berpeluang untuk memengaruhi pemenuhan balance pada prajurit Wara ternyata dipengaruhi
tugas dan tanggung jawab di luar pekerjaan, seperti oleh kepemimpinan atasan dan dukungan suami
keluarga, diri sendiri, atau kehidupan sosialnya. (Atmaningrum, 2018). Penelitian lain dengan
Ketika pekerjaan sudah masuk atau tercampur bahasan yang sama menunjukkan bahwa terdapat
dengan kehidupan, maka work-life balance atau pengaruh work-life balance yang positif dan
keseimbangan antara kehidupan dan juga signifikan terhadap work-engagement pada prajurit
pekerjaan dapat terganggu (Fisher, Bulger, & TNI (Pratiwi, 2019).
Smith, 2009). Hasil survei terhadap tentara Kanada Kontingen Garuda sebagai prajurit penjaga
(Canadian Force) dan keluarganya menyatakan perdamaian yang merupakan bagian dari organisasi
bahwa work-life balance merupakan sebuah yang besar, tentu tidak bisa lepas dari situasi ketika
masalah dan mereka memiliki keinginan untuk pekerjaan yang digelutinya dipengaruhi oleh
meningkatkan work-life balance (Jefferies, 2001a). faktor-faktor non-pekerjaan, seperti keluarga,
Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan persahabatan, dan sebagainya. Observasi peneliti
menunjukkan bahwa terdapat konflik kerja- sebagai seseorang yang bekerja dalam konteks
keluarga, khususnya konflik kerja terhadap militer menghasilkan temuan bahwa work-life
kehidupan yang tinggi, sehingga mengakibatkan balace memberikan dampak psikologis pada
adanya keinginan untuk keluar dari pekerjaan prajurit TNI dalam Kontingen Garuda, sehingga
sebagai tentara Kanada tersebut (Dowden, 2001a). diperlukan penelitian untuk mengonfirmasi temuan
Penelitian lain pada partisipan tantara Kanada juga tersebut, karena apabila work-life balance rendah,
menunjukkan bahwa work-life balance maka motivasi serta kinerja secara umum dari para
berhubungan dengan keputusan mereka untuk prajurit penjaga perdamaian dapat terhambat
bertahan atau keluar dari kedinasan militer optimalisasinya. Dikarenakan work-life balance
(Pickering, 2006). pun merupakan bagian dari psikologi positif
Selain itu, penelitian terhadap tentara Inggris (Morganson, Litano, & O’Neill, 2014), hasil
(UK Armed Forces) menyatakan bahwa alasan penelitian ini juga akan dapat berguna untuk
utama dari berkurangnya work-life balance adalah diaplikasikan di bidang psikologi militer, serta
gaya hidup militer (penempatan reguler, memegang kunci untuk pengembangan strategi
perpindahan dan tugas operasi), level dari tentara Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengelolaan
saat ini, serta kurangnya sumber daya. Hambatan organisasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
untuk mendapatkan work-life balance yang baik melihat bagaimana gambaran dari work-life
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 165
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif
balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Tabel 1. Daftar Pertanyaan dalam Wawancara
(peacekeeper) Kontingen Garuda Indonesia,
Dimensi Butir Pertanyaan
khususnya pada level pangkat Perwira Pertama
1. Work 1. Setelah pulang kerja seharian,
yang telah berkeluarga. Hal ini dikarenakan Interference bagaimana Anda melakukan
mereka merupakan level pimpinan yang tidak with Personal aktivitas pribadi lainnya?
hanya bertanggung jawab atas tugas dan Life (WIPL) 2. Berkaitan dengan pekerjaan Anda,
jabatannya sendiri, melainkan pula bertanggung bagaimana relasi Anda dengan
jawab atas tugas anggota yang berada di bawah teman-teman?
kepemimpinannya. 3. Apakah karena pekerjaan ini
menyulitkan Anda untuk berelasi
METODE dengan teman-teman?
4. Berkaitan dengan pekerjaan Anda,
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu bagaimana dengan kehidupan
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap pribadi Anda?
objek yang diteliti melalui data atau sampel yang 5. Bagaimana dengan waktu kerja
yang diberikan kepada Anda?
telah terkumpul, kemudian melakukan analisis dan Bisakah Anda jelaskan kualitas
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum kehidupan Anda apakah terganggu
(Sugiyono, 2009). Partisipan penelitian merupakan dengan waktu kerja Anda?
sumber data utama. Dalam penelitian ini partisipan 2. Personal Life 6. Bagaimana dengan kehidupan
dipilih secara purposive, yaitu teknik pemilihan Interference Anda saat bertugas, sejauhmana
sampel berdasarkan kriteria tertentu (Poerwandari, with Work kehidupan pribadi Anda menguras
2001). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian (PLIW) energi sehingga tidak dapat bekerja
ini yaitu prajurit dengan level perwira pertama, dengan baik?
menikah, laki-laki, dan telah menyelesaikan tugas 7. Sejauhmana pekerjaan Anda sering
misinya sebagai bagian dari pasukan penjaga terganggu karena urusan pribadi?
8. Bagaimana dengan urusan pribadi
perdamaian. Diperoleh dua orang prajurit yang Anda, apakah sampai menyulitkan
bersedia menjadi partisipan. Mereka telah bertugas Anda untuk bekerja?
sebagai pasukan perdamaian PBB di Afrika, serta 9. Sejauhmana kehidupan pribadi
merupakan partisipan yang ada dan berdomisili di Anda menyulitkan Anda untuk
wilayah yang sama dengan peneliti untuk fokus dalam bekerja?
kepentingan teknis pengambilan data secara tatap 10. Saat sedang bekerja, bagaimana
muka di luar jaringan. cara yang Anda lakukan agar
Teknik pengumpulan data adalah dengan maksimal dalam bekerja?
wawancara semi-terstruktur, dengan pedoman 3. Personal Life 11. Bisa Anda ceritakan bagaimanakah
yang disusun secara sistematis berdasarkan konsep Enchancement kehidupan pribadi Anda
of Work mendukung pekerjaan Anda?
work-life balance menurut Fisher, Bulger, & Smith (PLEW) 12. Coba Anda ceritakan
(2009). Wawancara termasuk dalam kategori in- bagaimanakah kehidupan pribadi
depth interview (wawancara mendalam) yang Anda bisa memberi energi untuk
pelaksanaannya lebih bebas serta terbuka dengan bekerja!
meminta pendapat dan ide-ide dari partisipan. 13. Apakah kehidupan pribadi Anda
Selain itu, wawancara dilakukan agar peneliti membantu sekaligus memberikan
mendapat data yang valid dan dapat semangat bagi Anda untuk
dipertanggungjawabkan. Adapun panduan pekerjaan di hari berikutnya?
wawancara dalam penelitian ini tercantum di Tabel 4. Work 14. Apakah pekerjaan Anda
1. enhancement of memberikan energi untuk
personal life melakukan aktivitas pribadi di luar
Pengolahan data menggunakan metode coding (WEPL) pekerjaan lainnya?
mengacu pada ke-4 dimensi work-life balance, 15. Bagaimana suasana hati Anda saat
yaitu: WIPL (Work Interference with Personal kembali ke barak, sepulang
Life), PLIW (Personal Life Interference with melaksanakan tugas harian?
Work), PLEW (Personal Life Enhancement of 16. Apakah hal-hal yang Anda lakukan
Work), dan WEPL (Work Enhancement of di tempat kerja membantu untuk
Personal Life). Coding dimaksudkan untuk dapat menangani masalah pribadi dan
mengorganisasikan dan mengurutkan data urusan sehari-hari? Coba ceritakan!
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 166
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif
dimensi yang paling rendah kontribusinya dalam malam hari yang dapat menurunkan mood-nya,
memengaruhi work-life balance. sehingga menghabiskan energinya untuk bekerja.
Jika mengacu pada definisi dari dimensi ini,
Dimensi PLEW (Personal Life Enhancement of maka dukungan keluarga dan lingkungan kerja
Work) dalam hal ini berdampak positif pada tercapainya
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana work-life balance, yakni membuat partisipan
kehidupan pribadi seseorang dapat meningkatkan mampu bersemangat dan menambah energinya
performa individu dalam bekerja. Misalnya, dalam bekerja, sehingga meningkatkan
apabila individu merasa senang oleh karena performanya dalam bekerja. Hal tersebut dapat
kehidupan pribadinya yang menyenangkan, maka menjadi faktor yang berpengaruh dalam
akan dapat membuat suasana hati saat bekerja meningkatkan performa prajurit dalam bekerja di
menjadi menyenangkan pula. daerah misi. Ini juga selaras dengan apa yang
Berdasarkan jawaban wawancara terhadap disampaikan oleh Schabracq, Winnubst, & Cooper
partisipan B, kehidupan pribadi yang (2003), bahwa faktor-faktor yang dapat
mendukungnya di daerah tugas adalah kesempatan memengaruhi work-life balance adalah
untuk melakukan kegiatan olah raga rutin. Ia karakteristik keluarga, pekerjaan, dan sikap
mengaku membutuhkannya untuk membuat sebagai seorang prajurit pasukan perdamaian PBB.
kesehatannya terjaga dan dapat mendukung
tugasnya. Kehidupan pribadi lain yang dapat Dimensi WEPL (Work Enhancement of Personal
memberinya energi untuk bekerja adalah saat Life)
ketika partisipan selesai berkomunikasi dengan Dimensi ini mengacu pada sejauh mana
anaknya yang ada di Indonesia. Komunikasi pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan
melalui telepon kepada istri maupun anak bisa pribadi individu, misalnya keterampilan yang
memberikan semangat yang luar biasa kepadanya. diperoleh individu pada saat bekerja, bermanfaat
Namun, B menyayangkan bahwa hal tersebut tidak untuk kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil
dapat dilakukan setiap hari karena dibatasi oleh wawancara yang dilakukan, partisipan B
perbedaan zona waktu. Hal yang dapat menyatakan bahwa dirinya yang memiliki jabatan
dilakukannya adalah dengan saling berkirim foto sebagai perwira penghubung (liaison officer)
atau video melalui media sosial kepada membuatnya memiliki banyak teman dan dapat
keluarganya, sehingga partisipan dapat membangun jaringan (network) dengan negara
bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya. lain. Hal tersebut berdampak pada seringnya
Pada partisipan A, kegiatan bermain, mencari pasukan dari Nigeria dan Pakistan melakukan
teman, atau berkunjung ke teman-teman dari aktivitas olahraga bersama dengan pasukan dari
negara lain, seperti Pakistan, adalah kehidupan Indonesia, seperti basket, voli, dan bulu tangkis.
pribadi yang sangat mendukung pekerjaannya. Meskipun demikian, partisipan B mengatakan
Partisipan menganggap bahwa hubungan relasi bahwa dirinya seperti merasakan tidak adanya
yang baik dengan pasukan dari negara lain akan perbedaan antara di kantor saat bekerja dengan di
mendukung pekerjaannya yang terkadang barak, karena saat jam tidur pun ia harus selalu
membutuhkan koordinasi yang baik dengan negara stand by (on call) bila suatu saat dipanggil oleh
lain. Partisipan A menambahkan bahwa dirinya atasan. Partisipan B merasa tidak ada yang ia
memang senang berkumpul dan memiliki banyak lakukan di tempat kerja yang bisa membantu
teman yang dapat memberikan energi lebih banyak dirinya dalam menangani kehidupan pribadinya.
kepadanya. Partisipan A mengatakan pula bahwa Dapat disimpulkan bahwa bagi partisipan B, faktor
di saat dirinya letih, maka ia akan memilih untuk pekerjaan tidak berperan penting dalam
mengobrol dan bercengkerama dengan rekan- peningkatan aspek-aspek tertentu di kehidupan
rekannya, sehingga energinya untu bekerja akan pribadinya.
bertambah. Partisipan A cenderung menganggap Sama seperti partisipan B, partisipan A juga
dirinya adalah tipikal orang yang berusaha untuk mengatakan bahwa pekerjaan tidak ada sangkut
mengakhiri hari dengan baik, sehingga keesokan pautnya dalam peningkatan kompetensi dalam
hari, saat ia akan mulai bekerja, akan menjadi awal melakukan aktivitas pribadi di luar pekerjaan.
yang baik. Namun, tidak jarang pula ia memiliki Ditambahkan pula bahwa pekerjaan yang
masalah dengan rekan, keluarga, maupun istri pada dikerjakannya tidak sampai memengaruhi
aktivitasnya di luar pekerjaan atau di luar jam
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 169
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif
dinas. Partisipan A juga mengatakan bahwa hal-hal profesional dalam bekerja juga turut menstimulasi
yang ia lakukan di tempat kerja tidak selalu dapat peningkatan performa kerja. Berdasarkan dimensi
membantu dirinya dalam menangani masalah WEPL (Work Enhancement of Personal Life)
pribadi atau urusan sehari-hari. Justru bantuan ditemukan bahwa pekerjaan kedua partisipan
untuk menyelesaikan masalah sehari-harinya belum dapat meningkatkan sejumlah aspek dalam
diperoleh dari rekan-rekan, anggota, maupun kehidupan pribadi mereka. Hal tersebut dapat
senior yang dekat dengan dirinya, terutama ketika terjadi karena pekerjaan partisipan yang
ia sharing kepada rekan-rekannya dengan santai berhubungan dengan kompetensi “pertempuran” di
sambil bermain game. wilayah konflik, relatif tidak berkaitan dengan
Bila dimensi ini dikaitkan dengan faktor kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan
pekerjaan partisipan B dan A, keduanya merasa pribadi.
belum menemukan hal yang dapat meningkatkan Berdasarkan hasil pembahasan ke-4 dimensi
kehidupan pribadinya (penulis: selain yang work-life balance yang dijadikan acuan, dapat
bersumber dari faktor penghasilan). Hal tersebut disimpulkan bahwa kedua partisipan belum
dapat terjadi karena pekerjaan partisipan yang mampu secara optimal untuk mengembangkan
berhubungan dengan kompetensi “pertempuran” work-life balance pada dirinya, terutama pada
dan penugasan saat ini, yaitu situasi perang di dimensi WIPL (Work Interference with Personal
wilayah konflik yang melibatkan tugas patroli serta Life) dan WEPL (Work Enchacement of Personal
upaya-upaya perdamaian di wilayah kerjanya. Life). Hal ini dapat dikarenakan jenis pekerjaan
Seperti yang diketahui, hal ini relatif tidak yang diemban, yakni tentara, cenderung menuntut
berkaitan dengan kompetensi yang dibutuhkan kesiapsiagaan penuh di daerah konflik, sehingga
dalam kehidupan pribadi partisipan sehari-hari. membuat kedua partisipan cenderung sulit untuk
Oleh karena itu, faktor pekerjaan tidak sepenuhnya membagi peran yang proporsional dalam hal
memberikan energi maupun semangat kepada pekerjaan dan kehidupan pribadi (non-pekerjaan).
partisipan dalam menjalani kehidupan pribadi. Keterbatasan penelitian ini adalah adanya
Justru, permasalahan dalam kehidupan pribadinya subjektivitas yang ada pada peneliti. Penelitian ini
cenderung dapat diselesaikan bukan oleh sangat tergantung kepada interpretasi peneliti
pekerjaannya, tetapi oleh bantuan rekan-rekannya tentang makna yang tersirat dalam wawancara,
di militer. sehingga kemungkinan bias masih tetap ada. Untuk
mengurangi bias tersebut, maka dapat dilakukan
SIMPULAN proses triangulasi yang lebih detail. Saran untuk
penelitian selanjutnya adalah penelitian sejenis
Berdasarkan dimensi WIPL (Work Interference dengan menggunakan metode kuantitatif yang
with Personal Life), pekerjaan kedua partisipan dapat menggunakan sampel yang lebih banyak,
dapat mengganggu kehidupan pribadi, terutama sehingga dapat dilakukan generalisasi terhadap
berhubungan dengan tuntutan kesiapsiagaan penuh hasil penelitian.
sepanjang waktu di daerah konflik. Berdasarkan
dimensi PLIW (Personal Life Interference with DAFTAR PUSTAKA
Work) ditemukan bahwa kehidupan pribadi tidak
mengganggu pekerjaan secara teknis, karena kedua Atmaningrum, A. (2018). Work-life Balance Pada
partisipan jauh dari keluarga dan tidak ada peran Wanita Angkatan Udara Indonesia
teknis yang bisa mereka lakukan sebagai anggota (Wara). Yogyakarta, DI Yogyakarta,
keluarga. Selain itu, ini juga berkaitan dengan Indonesia: Universitas Gajah Mada.
adanya rasa tanggung jawab yang dimiliki serta Bellamy, A. J., & Williams, P. (2004).
sikap yang profesional dalam melaksanakan setiap Introduction: Thinking A New about
pekerjaan. Berdasarkan dimensi PLEW (Personal Peace. International Peacekeeping, 1-15.
Life Enhancement of Work) ditemukan bahwa Beutell, N. J. (2007). Self-employment, work-
kehidupan pribadi dapat meningkatkan performa family conflict, and work-family synergy:
dalam pekerjaan. Hal ini dikaitkan dengan Antecedents and consequences. Journal of
hadirnya dukung sosial dari lingkungan maupun Small Business and Entrepreneurship,
keluarga yang berdampak positif sehingga 20(4), 325-344
menambah semangat serta energi dalam bekerja. Bulgan, G. (2011). Work family balance and
Selain itu, karakteristik pribadi partisipan yang psychososial adjustment of International
Freddy A. R. Simanjuntak, Retno Hanggarani Ninin | 170
Gambaran Work-Life Balance pada Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia: Studi Kualitatif
Kedudukan Dan Tugas Tni Dalam Society, I. (2001). Managing best practice.
Pemberantasan Terorisme di Indonesia. Occupational Stress No. 83, 4-23.
Lex et Societatis Journal. 92-100 Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif,
Morganson, V. J., Litano, M. L., & O’Neill, S. K. Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
(2014). Promoting Work–Family Balance Thomas, J. L., & Castro, C. A. (2003).
Through Positive Psychology : A Practical Organizational behavior and the U.S.
Review of the Literature. The Peacekeeper. In T. W. Britt, & A. B. Adler,
Psychologist-Manager Journal of The psychology of the peacekeeper:
American Psychological Association, Lesson from the field (pp. 127-146).
221–244 . London: Praeger.
Miles, B. M. & Huberman, M. (1992). Analisis Valcour, M. (2007). Work-based resources as
Data Kualitatif Buku Sumber Tentang moderators of the relationship between
Metode-metode Baru. Jakarta: UIP. work hours and satisfaction with work-
Parkes, L. P., & Langford, P. H. (2008). Work-Life family balance. Journal of applied
Balance or Work-Life Alignment? A test psychology, 92(6), 1512.
of the importance of work-life balance for Wierda-Boer, H. H., Gerris, J. R. M., & Vermulest,
employee engagement and intention to A. (2008). Adaptive strategies, gender
stay in organisations. Journal of ideology, and work-family balance among
Management & Organization, 267-284. Dutch dual earners. Journal of Marriage
Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan Kualitatif and the Family, 70(4), 1004-1014.
Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Yamasitha, H. (2008). ‘Impartial’ Use of Force in
Jakarta: LPSP3 UI. United Nations. International
Pickering, D. I. (2006). The relationship between Peacekeeping, 615–630.
work-life conflict/work-life balance and Yang, J.W., Suh, C., Lee, C.K., and Son, B.C.,
operational effectiveness in the Canadian (2018). The work–life balance and
Forces. Toronto: Defence R&D Canada. psychosocial well-being of South Korean
Pratiwi, A. (2019). Pengaruh Work-Life Balance workers. Annals of Occupational and
terhadap Work Engagement pada TNI Environmental Medicine, 30(38), doi:
yang Bekerja di Dinas Psikologi Angkatan 10.1186/s40557-018-0250-z
Udara. Jakarta: UNJ.
Schabracq, Winnubst, & Cooper. (2003). The
handbook of work and health psychology.
England: John Wiley & Sons.