0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan2 halaman
Workplace Flourishing didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang perasaan dan berfungsi dengan baik di tempat kerja, dan dipengaruhi oleh kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial karyawan. Kesejahteraan emosional terdiri dari kepuasan kerja, emosi positif, dan emosi negatif. Kesejahteraan psikologis mencakup otonomi, pertumbuhan pribadi, penguasaan, makna, tujuan, dan hubungan positif.
Workplace Flourishing didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang perasaan dan berfungsi dengan baik di tempat kerja, dan dipengaruhi oleh kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial karyawan. Kesejahteraan emosional terdiri dari kepuasan kerja, emosi positif, dan emosi negatif. Kesejahteraan psikologis mencakup otonomi, pertumbuhan pribadi, penguasaan, makna, tujuan, dan hubungan positif.
Workplace Flourishing didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang perasaan dan berfungsi dengan baik di tempat kerja, dan dipengaruhi oleh kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial karyawan. Kesejahteraan emosional terdiri dari kepuasan kerja, emosi positif, dan emosi negatif. Kesejahteraan psikologis mencakup otonomi, pertumbuhan pribadi, penguasaan, makna, tujuan, dan hubungan positif.
Rautenbach (2015) mendefinisikan Workplace Flourishing adalah persepsi karyawan
tentang perasaan dan berfungsi dengan baik di tempat kerja. Konsep berkembang dalam kehidupan saat ini telah memposisikan diri sebagai model kesejahteraan yang multidimensional yang menonjol (Keyes, 2002). Hal ini berarti Workplace Flourishing juga dipengaruhi oleh kesejahteraan karyawannya. Rothmann dalam studinya mengenai perkembangan multidimensional terdiri dari kesejahteraan emosional, kesejahteraan psikologi, dan kesejahteraan sosial dalam pekerjaan dan organisasi. Kesejahteraan Emosional Weiss & Cropanzano (1996) berpendapat bahwa kesejahteraan emosional menggabungkan tiga penilaian karyawan: kepuasan kerja, emosi positif dan emosi negatif. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan karyawan dalam memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja ini juga dipengaruhi oleh HRD (Human Resources Development) baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya dalam hal kebijakan yang diterapkan oleh HRD apakah kebijakan tersebut membuat karyawan merasa nyaman atau justru sebaliknya. Sedangkan emosi positif disini maksudnya adalah energy positif yang dikeluarkan oleh karyawan ketika mereka bekerja, baik dari segi kebijakan maupun yang lainnya. Emosi positif ini dapat berupa perasaan senang bahkan mencintai pekerjaannya. Emosi negatif adalah energy negatif yang dikeluarkan karyawaan ketika melaksanaan pekerjaan. Emosi negatif ini biasanya berupa perasaan takut, cemas, atau marah. Emosi ini dapat mempengaruhi karyawan dalam memandang pekerjaanya, dengan adanya emosi ini dapat menyebabkan stress yang bisa saja berakhir dengan bunuh diri. Oleh karena itu, HRD harus mampu menangani permasalahan ini. Kesejahteraan Psikologis Ryff dan Singer (1998) berpendapat bahwa kesejahteraan psikologis termasuk dimensi otonomi, pertumbuhan pribadi, penguasaan, makna, tujuan dan hubungan positif. Selingman (2011) menambahkan dimensi keterlibatan. Otonomi disini diartikan sebagai kepuasan otonomi, kepuasan ini berupa kemandirian dan pilihan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Sedangkan, penguasaan yang dimaksud disini adalah kepuasan kompetensi, dapat dibilang perasaan bahwa mereka berguna dalam pekerjaan mereka. Hubungan positif yaitu kepuasan keterkaitan dengan mengalami rasa keterhubungan dengan orang lain dalam tempat kerja. Barrick, Mount, & Li mendefinisikan Makna disini berupa signifikansi yang dirasakan dari pengalaman kerja karyawan. Sedangkan, tujuan lebih mengacu pada memiliki rasa hasil yang disukai terkait dengan perilaku pekerjaan seseorang. Pertumbuhan pribadi sering disamakan dengan belajar, belajar ini didefinisikan sebagai mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dan keahlian untuk pekerjaan karyawan. Kesejahteraan sosial Keyes menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial ini memiliki 5 (lima) dimensi, yaitu penerimaan sosial, aktualisasi, koherensi, kontribusi, dan integrasi dan kontinum kesehatan mental. Penerimaan sosial yang dimaksud disini ialah penerimaan keragaman kolega. Aktualisasi yang dimaksud disini yaitu kepercayaan pada organisasi seseorang, potensi tim dan kolega. Koherensi disini adalah keyakinan bahwa organisasi seseorang dan hubungan sosial di tempat kerja sama-sama bermakna. dan dapat dipahami. Kontribusi disini maksudnya ialah keyakinan bahwa tugas pekerjaan sehari-hari seseorang menambah nilai bagi tim, departemen, dan organisasi seseorang. Sedangkan Integrasi dan Kontinum kesehatan mental ialah keyakinan bahwa seseorang mengalami rasa keterikatan dan kepemilikan bersama. Unsur sosial memiliki peran terpenting, ketika karyawan tertanam dalam struktur organisasi sosial, menghadapi tugas dan tantangan sosial tanpa akhir.