LANDASAN TEORI
kepribadian, perilaku, motivasi, pola pikir dan nilai-nilai inti dari individu dalam
Akram, dan Naz, 2012). Persepsi ini didasarkan pada pengalaman karyawan selama
berada di organisasi. Hal ini dapat dikaitkan dengan kondisi emosional individu,
ciri-ciri kepribadian dan persepsi kognitif. Persepsi ini relatif konsisten, homogen
Kahn (1990).
12
13
dibuat oleh individu secara relatif terhadap struktur, proses, dan peristiwa yang
terjadi dalam organisasi (O'Neill dan Arend, 2008). Brown dan Leigh (1996)
dengan sepenuh hati menyukai pekerjaan mereka atau justru pekerjaan menjadi
hambatan secara psikologis bagi mereka. Selanjutnya Brown dan Leigh, (1996)
merasa yakin bahwa kontribusi yang mereka berikan pada organisasi bermanfaat
untuk pencapaian sasaran organisasi, akan membuat karyawan lebih terlibat dalam
pekerjaannya.
kepribadian, perilaku, motivasi, pola pikir dan nilai-nilai inti dari individu dalam
mempengaruhi kinerja organisasi itu sendiri, bukan hanya karena bekerja untuk
mencari uang dan dapat memotivasi para karyawan walaupun tidak diminta dapat
dengan senang hati memberikan hasil yang terbaik untuk pekerjaannya yang
tentunya hal seperti ini sangatlah berdampak positif terhadap perusahaan dimana
baik dengan pekerjaannya maka target target yang di tetapkan akan dengan baik
bisa dicapai.
memungkinkan bawahan untuk berani mencoba metode baru tanpa takut akan
dalam pekerjaan.
2. Role clarity (kejelasan peran), yaitu kejelasan peran / tugas pegawai di tempat
kerja. Kejelasan peran merupakan ekspektasi yang jelas dan konsisten serta
lingkungan kerja akan meningkat jika karyawan merasa bahwa kontribusi dan
untuk kontribusi lebih besar atas sumber daya fisik, kognitif maupun
emosional.
dimensi Psychological Climate yang dikemukakan oleh Brown dan Leigh (1996),
kerja akan meningkat jika karyawan merasa bahwa kontribusi dan usahanya diakui
menurut James, Luthans, Ronda, Smith, and Noel, Palmer (1990) dipengaruhi
adanya perbedaan individu pada karyawan, selain itu juga dipengaruhi adanya
pengaruh antara orang dan situasi. Adanya bias pada persepsi dan adanya
pengaruh faktor lain pada individu, sehingga pada lingkungan yang sama tetapi
hasil penelitian mengenai pengaruh hubungan timbal balik antara pimpinan dan
demikian juga pada penilaian masing - masing karyawan pada manajer yang
17
yang berbeda akan berbeda pula, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
berupa gaji, pangkat, job enrinchment, dan pengaruh kebijakan organisasi yang
dan suasana hati yang positif yaitu suatu kondisi perasaan yang dipengaruhi
mengurangi reaksi psikosomatis dan stress terhadap adanya stressor karena ada
Dari pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa Psychological Climate yang
baik atau postif dalam suatu perusahaan juga memiliki dampak positif kepada
memperngaruhi kinerja kerja dari karyawan itu sendiri, adanya perbedaan individu,
organisasi. Jika dari semua faktor tersebut terpenuhi maka akan membuat karyawan
memiliki perasaan positif dalam bekerja karena telah terpenuhi kebutuhan yang
Quisionaire, berisi dengan 21 item pernyataan yang diambil dari model yang
19
dikembangan oleh Brown dan Leigh, (1996) yang terdiri dari Supportive
item), Self-Expression (4 item), Challenge (2 item) dengan skala likert 5 poin. Skala
yang digunakan adalah skala likert dari nilai 1 sampai dengan 5 (Sangat Tidak
keras untuk mewujudkannya, didukung Elloy (1995) atasan yang dinilai dapat
serta memberi dukungan yang positif bagi karyawan yang melakukan pekerjaan
karyawan akan memiliki keterlibatan kerja yang tinggi dan mengerahkan upaya
“apa yang kita punya, human capital yang menyatakan “apa yang kita ketahui”, dan
social capital yang menyatakan “siapa yang kita kenal” Psychological Capital
adalah suatu konsep yang melampaui konsep konsep tadi, Psychological Capital
menyatakan siapa kita dan apa yang kita bisa dalam penegertian suatu
characterized by: (1) having confidence (self-efficacy) to take on and put in the
(optimism) about succeeding now and in the futur, (3) persevering toward goals
and, when necessary, redirecting paths to goals (hope) in order to succeed and (4)
when beset by problems and adversity, sustaining and bouncing back and even
individu yang memiliki karakteristik: (1) memiliki kepercayaan diri untuk memilih
dan mengerahkan upaya yang diperlukan agar berhasil dalam menghadapi tugas-
tugas yang menantang (self efficacy), (2) membuat atribusi positif tentang
keberhasilan di masa kini dan mendatang (optimism), (3) tekun dalam mencapai
21
tujuan dan bila diperlukan, mengalihkan cara untuk mencapai tujuan dalam rangka
meraih keberhasilan (hope) dan (4) ketika dilanda masalah dan kesulitan, individu
dapat bertahan dan bangkit kembali bahkan melampaui keadaan semula untuk
kapasitas positif individu yang terbarukan, saling melengkapi dan dapat saling
individu yang fleksibel dan adaptif untuk bertidak dengan kapasitas yang berbeda
struktur yang terdiri dari kombinasi konsep self-efficacy, harapan, optimisme dan
modal psikologis terbaik memenuhi kriteria perilaku organisasi positif yang positif,
lain, itu juga memberikan kontribusi kepada organisasi untuk dapat mengenali
pentingnya manusia faktor yang lebih baik dan untuk mengatasi tantangan besar
yang mungkin mereka hadapi sekarang dan di masa depan (Luthans, 2004; Simons
memiliki kepercayaan diri untuk memilih dan mengerahkan upaya yang diperlukan
(optimism), tekun dalam mencapai tujuan dan bila diperlukan, mengalihkan cara
untuk mencapai tujuan dalam rangka meraih keberhasilan (hope) dan ketika dilanda
masalah dan kesulitan, individu dapat bertahan dan bangkit kembali bahkan
Menurut Luthans, Youssef, dan Avolio (2007), dalam bukunya yang berjudul
dan resiliency.
a. Self efficacy
Misalnya, karyawan yang puas di lingkungan kerja yang beralasan (di hotel)
telah menemukan keyakinan diri untuk dapat fokus berorientasi pada tujuan
b. Resilience
dan efektif. Hal ini akan sangat dihargai di tempat kerja, karena resilience
c. Optimism
membuat atribusi positif tentang berhasil sekarang dan di masa depan (Luthans
setengah bagian atas agen penjualan yang optimis menjual asuransi 37% lebih
banyak dari pada bagian bawah dan memiliki tingkat retensi lebih tinggi, lebih
banyak puas, dan memiliki lebih sedikit stres daripada rekan-rekan mereka
d. Hope
Hope adalah harapan akan hasil yang positif dan serangkaian kognisi yang
didasarkan pada keberhasilan: (a) agen (diarahkan oleh tekad) dan (b)
1991).
Psychological Capital yang baik adalah individu yang memiliki keyakinan akan
ada, selalu optimis dan penuh harapan akan apa yang sedang terjadi dan akan
datang, sehingga invidu seperti ini akan lebih sehat secara mental dan tidak
Pada awalnya tahun 2007 dibuat oleh Luthan, Youssef dan Avolio yaitu
alat ukur PCQ24, memiliki 24 item yang terdiri dari 4 komponen (HERO) yaitu
Hope, Efficacy, Resilience dan Optimism setiap komponen diwakili oleh 6 item.
Tetapi Luthan, Youssef dan Avolio (2011) merubanya menjadi PCQ12 yang
memiliki 12 item yang terdiri dari 4 komponen (HERO) setiap komponen diwakili
Kemudian akhirnya pada tahun 2012 Luthan, Youssef dan Avolio merevisi
Quisionaire (I-PCQ) dan masih dengan komponen (HERO) yaitu masing – masing
komponen terdiri dari 3 item. Pada I-PCQ ini total item adalah 24 tetapi 12 item
dijadikan sebagai pengecoh, dengan total 24 item dibagi menjadi 3 kondisi cerita
pertanyaan inti dan 4 lainnya adalah pertanyaan pengisi. Kelebihan I-PCQ ini, para
dimensi PsyCap dan sejauh mana situasi mungkin terjadi lebih atau kurang sulit
tidak menjadi terlalu lama, praktis untuk dikelola dalam penelitian dan praktik
dimensinya yaitu Self Efficacy, Optimism, Resiliency and Hope. Dimana respon
25
dari jawaban ini memiliki range -3 (kebalikan dari karakter) dan +3 (sangat
mendekati karakter) dan 0 (untuk pemikiran yang tidak relevan dari karakter)
kehidupan pribadi seseorang diluar pekerjaannya, hal itu akan berdampak pada
Harms, 2010). Penelitian lain juga membuktikan adanya hubungan yang positif
yang dapat mengurangi dan mencegah tingginya angka turnover, dan stress
adalah hal yang sangat positif bagi seorang individu terutama karyawan untuk
memiliki rasa kesejahteraan yang baik didalam diri sehingga dapat meningkatkan
namun tidak ada yang bisa memberikan definisi secara tepat” (Lyubomirs, 2001).
Terdapat dua perspektif filosofis utama tentang kesejahteraan, yang pertama adalah
misalnya eudaimonism hasil dari prestasi pribadi, aktualisasi diri, atau posisi diri.
Pada bagian ini, fokusnya adalah pada dua perspektif yang berbeda pada
dengan hidup yang baik atau bermakna. Diskusi dari perspektif hedonis berfokus
pada pendidikan dan kepuasan kerja serta hubungan kepuasan akademik dan
secara keseluruhan, kepuasan kerja, dan kelelahan emosional (Zheng, Zhu, Zhao,
dan Zhang, 2015). Employee well-being di tempat kerja dapat secara luas
tempat kerja (Voorde, Paauwe dan Veldhoven, 2012). Sejak teori dan studi empiris
Being, dan kinerja organisasi telah disertakan dimensi kesejahteraan karyawan yang
Veldhoven, 2012).
Baru-baru ini, dikenali kesejahteraan sosial sebagai jenis penting ketiga dari
Employee Well-Being. Perlu dicatat bahwa jenis ini sedikit berbeda dari
kebahagiaan dan kesehatan. Sedangkan dua jenis asli difokuskan pada individu,
karyawan atau antara karyawan dan atasan mereka atau organisasi mereka bekerja.
Sebuah perbedaan dibuat antara indeks yang mencerminkan interaksi dan hubungan
antara karyawan (misalnya kerjasama) dan indeks yang mengacu pada interaksi dan
hubungan antara karyawan dan atasan mereka atau organisasi, misalnya dukungan
being sebagai kualitas kehidupan karyawan dan status psikologis di tempat kerja
Secara historis, banyak peneliti telah menilai dari kepuasan kerja karyawan, baik
pekerjaan.
28
Dimensi Employee well-being menurut Zheng, Zhu, Zhao, dan Zhang (2015) :
being. Namun Zheng, Zhu, Zhao, dan Zhang (2015) menggunakan istilah life
2010).
tempat kerja (Zheng, Zhu, Zhao, dan Zhang, 2015). Workplace well-being
didefinisikan sebagai rasa sejahtera yang diraih oleh karyawan dari pekerjaan
yang dilakukan. Model kesejahteraan afektif oleh Warr dan Daniels (Zheng,
Zhu, Zhao, dan Zhang, 2015) membuktikan bahwa pengaruh yang terkait
karyawan. Ditambahkan oleh Page dan Vella-Bodrick (Zheng, Zhu, Zhao, dan
mencakup kepuasan kerja, namun juga turut mencakup emosi positif yang
dialami oleh individu mengenai pekerjaannya (Zheng, Zhu, Zhao, dan Zhang,
2015).
Hal tersebut dikonsepkan sebagai core affect dan juga rasa puas atas
pekerjaan (work value) baik intrinsik dan ekstrinsik (Page, 2005). Core affect
didefinisikan sebagai suatu keadaan rasa nyaman dan tidak nyaman bercampur
menambahkan core affect emosi, suasana hati, dan keadaan emosi yang dialami
seseorang yag dapat berpengaruh pada refleks, persepsi, kognisi dan perilaku
sebagian besar literature mengacu pada kesehatan fisik. Namun saat ini istilah
tersebut telah memperoleh makna yang lebih luas yang melibatkan aspek fisik,
kerja) yang dinikmati oleh individu, kepuasan kerja dengan pekerjaan yang
terkait, dan kesehatan umum. Dilanjutkan oleh Price dan Hoojberg (Simone,
ini dapat dimisalkan seperti kesehatan yang dirasakan. Sampai saat ini, banyak
kehidupan kerja, stress kerja, perasaan positif seseorang terhadap diri sendiri
tempat kerja.
bukan sekedar bebas dari indikator kesehatan mental yang negatif saja namun
memiliki keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan hidupnya
dan memiliki hubungan baik dengan obyek maupun orang lain. Schultz
Fungsi ini merupakan arah atau tujuan yang diusahakan untuk dicapai oleh
31
menguasai lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup dan memiliki raas
• Otonomi (Autonomy)
control atas diri pribadi, merasakan makna dari kehidupan masa lalu dan
aspek-aspek dari diri, termasuk kualitas yang baik maupun yang buruk,
memiliki tiga dimensi yaitu kepuasan atas life well-being, workplace well-being dan
sebagai rasa sejahtera yang diraih oleh karyawan dari pekerjaan yang dilakukan.
individu mengenai penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi,
adanya kemampuan untuk menguasai lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup
a. Gaji
berbagai macam alasan atau motif. Salah satu yang paling dominan yaitu
merupakan suatu bentuk imbalan yang penerimaannya bersifat rutin dan tetap
setiap bulan baik karyawan masuk kerja atau tidak (Ardana, Komang dan
Sriathi, 2008)
b. Insentif
c. Bonus
Imbalan lain yang bersifat ekstrinsik berupa bonus yang berkaitan dengan
d. Layanan kesehatan
Bentuk lain dari imbalan yaitu adanya program layanan kesehatan terhadap
dapat meliputi jaminan hari tua, asuransi tenaga kerja, biaya opname rumah
34
sakit, dan sebagainya. Layanan kesehatan ini dapat memberikan rasa aman
bagi karyawan.
a. Kepuasan kerja
b. Konflik pekerjaan-keluarga
peran yang harus dijalani terbagi menjadi peran untuk menjalankan tugas
ketimpangan.
c. Religiusitas
dilakukan bukan hanya dengan aktivitas yang nampak dan nyata namun juga
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Employee Well-being yang
baik atau postif pada karyawan maka akan memiliki dampak positif kepada
memperngaruhi kualitas kerja dari karyawan itu sendiri, seperti faktor gaji, insentif,
being) menggunakan skala berdasarkan konsep menurut Zheng, Zhu, Zhao, dan
Zhang (2015). Alat ukur ini mencakup 3 dimensi, yaitu : Life Well-being,
Workplace Well-being dan Psychological Well-being. Alat ukur ini terdiri dari dari
18 item yang diukur dengan menggunakan skala Likert (Sangat Tidak Setuju = 1 ,
berdasarkan asa keadilan dan kelayakan sesuai dengan peraturan dan undang-
(2007), tujuan dari pemberian program yaitu : memotivasi gairah kerja, disiplin dan
produktifitas karyawan, menurunkan tingkat absensi dan turn over karyawan, untuk
kerja yang baik serta nyaman dan membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan
2.4 Demografi
sebagai berikut :
2.4.1 Usia
sebagai berikut:
Mereka yang berada pada usia 19-30 tahun memiliki ciri -ciri antara lain
Manusia pada masa ini sudah mulai mendampingi remaja dan anak-anak
menggapai inluensi sosial dan tanggung jawab yang lebih luas dalam
memiliki perbedaan dari segi dimensi. Istilah seks (jenis kelamin) mengacu
suami dan istri dan sebagai upacara pengakuan dan pernyataan menerima
2.4.4 Pendidikan
dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan sebagai usaha
pekerja/buruh”.
workplace: a mediation model”, dan pada penelitian tersebut variable yang akan
diteliti adalah Well-being in the working place, dimana didapati hasil penelitian
kenyamanan pada dunia kerja, ditunjukan dengan koefisien korelasi sebesar 0.601
(p < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa semakin positif kesejahteraan karyawan
contoh penelitian Merlo and Sarros (2009) dengan judul “Leadership, climate,
didapati dalam penelitian tersebut memiliki korelasi yang signifikan dan positif
being pernah dilakukan oleh Imam Aryansah dan Erika Setyanti Kusumaputri
(2014) yang berjudul “Iklim Organisasi Dan Kualitas Kehidupan Kerja Karyawan”
didapati hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang
karyawan. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima, ditunjukan dengan
koefisien korelasi (Rxy) sebesar 0.696 (p < 0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa
semakin positif iklim organisasi maka semakin tinggi kualitas kehidupan kerja pada
karyawan.
Kenny (dalam penelitian faisal qadeer 2014) pada penelitian ini didapati korelasi
dibenahi. Upaya harus dilakukan pada bagian perekrut untuk merekrut kandidat
yang memiliki Psychological capital yang tinggi. Selain itu, organisasi harus
iklim yang mendukung dan yang mendorong karyawan untuk bekerja menuju masa
depan yang lebih baik. (Luthans, Norman, Avolio, Avey, 2008) menyimpulkan
dan kinerja karyawan. Maka dapat disimpulkan bahwa adanya korelasi antara
hierarchy” oleh Kang dan Busser (2018) mendapati bahwa test yang dilakukan
kepada 290 sample adanya hubungan positif dengan dua variabel lainnya yaitu
Fred Luthans, Ronda M. Smith, and Noel F. Palmer (2010) dengan penelitian yang
Well-Being mendapati bahwa hubungan positif antara konstruk baik sebelum dan
organizations”, dan pada penelitian itu variabel yang akan diteliti adalah Positive
Psychological Capital individu tersebut terutama pada dimensi self efficacy dan
dan McKee (dalam jurnal sport management review 22, 2019). Adanya hubungan
Akram, dan Naz, 2012). Maka dari itu perusahaan yang baik adalah perusahaan
tinggi baik secara lingkungan atau psikologis mereka terhadap pekerjaannya atau
dalam dunia psikologi disebut dengan Psychological Climate, dimana dari beberapa
43
penelitian dapat didapati bahwa karayawan dengan lingkungan yang baik serta
maksimal terhadap perusahaan tempat karyawan itu bekerja, hal tersebut dapat
terjadi jika faktor - faktor pendukung dari Psychological climate itu tercapai,
terutama faktor pendukung Psychological climate yang berasal dari diri karyawan
itu sendiri, seperti faktor perbedaan individu dimana persepsi dan penilaian pada
Psychological Climate menurut James, Luthans, Ronda, Smith, dan Noel, Palmer
(1990) dipengaruhi adanya perbedaan individu pada karyawan, selain itu juga
dalam bekerja, penghargaan yang diberikan berupa gaji, pangkat, job enrinchment,
dan pengaruh kebijakan organisasi yang akan mempengaruhi perceive support pada
tingkat evaluasi karyawan pada organisasi secara positif dan faktor komunikasi
hubungan yang positif antara kepuasan komunikasi dengan dimensi iklim yang
positif dimana Employee Well-being yang menjadi mediator, pada penelitian itu
menunjukan bukti yang signifikan bahwa sumber daya pribadi dalam bentuk
Hal lain yang juga menarik adalah tingkat Psychological Capital seseorang
capital memediasi hubungan antara iklim yang mendukung dan kinerja karyawan
suatu struktur yang terdiri dari kombinasi konsep self-efficacy, harapan, optimisme
dan resilience yang paling memenuhi kriteria perilaku organisasi positif, yang
modal psikologis terbaik memenuhi kriteria perilaku organisasi positif yang positif,
yang sangat penting bagi seorang karyawan dimana mereka dengan terpeuhi semua
dimensi yang ada maka karyawan tersebut bisa merasa pekerjaannya akan lebih
bermakna dan berharga bagi dirinya, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
emosi pribadi atau emosi di lingkungan sosial jelas mempengaruhi individu tersebut
ketika bekerja. Konsep kesejahteraan kerja meliputi berbagai kepuasan hidup (non-
kerja) yang dinikmati oleh individu, kepuasan kerja dengan pekerjaan yang terkait,
45
dan kesehatan umum. Serta palmer (2010) mengemukakan bahwa adanya faktor
Psychological Capital dari para karyawannya karena hal tersebut akan memberikan
dampak yang sangat positif terhadap Psychological Climate karyawan itu sendiri.
yang sangat penting untuk dijaga oleh perusahaan, agar para karyawan terus dapat
memberikan hasil yang maksimal sesuai atau bahkan melebihi target yang
ditetapkan oleh perusahaan, dan dalama usaha untuk menjaga atau meningkatkan
Psychological Capital dari para karyawan dimana hal yang diharapkan jika dua
variabel itu sudah dimiliki oleh para karyawan dengan kualitas yang baik maka
dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian diatas, variabel penelitian ini adalah
akan kemampuan yang dimilikinya serta keadaan psikologis yang positif membuat
seseorang dapat menyelesaikan setiap masalahnya dengan tenang. Dalam hal ini
Psychological Climate berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Hal ini berarti
pula. Setiap individu pasti menginginkan kualitas kehidupan yang layak bahkan
sangat baik. Bagaimana cara mendapatkannya bisa dengan bekerja dalam suatu
perusahaan atau membangun usaha itu sendiri. Jabatan yang tinggi juga
di pandang oleh orang lain. Perlu adanya kerjasama antara pegawai dan
diperlukan dalam hal ini suatu organisasi membutuhkan karyawan yang dapat
maupun finansial.
contoh penelitian Merlo dan Sarros (2009) dengan judul “Leadership, climate,
didapati dalam penelitian tersebut memiliki korelasi yang signifikan dan positif
maka kinerja kerja karyawan itu sendiri akan tinggi. Pemimpin membutuhkan
47
potensinya, dan begitu juga karyawan yang membutuhkan kehidupan yang layak
dan prestasi-prestasi yang baik yang ingin didapatkannya. Tetapi sikap dari
pemimpin itu harus dapat dijadikan contoh oleh para karyawannya dengan begitu
karyawan juga memiliki keyakinan bahwa ia bisa seperti figur yang dicontohnya.
Individu yang mencontoh sikap pemimpin yang baik merupakan individu yang
ingin maju, dengan begitu diperlukan ketekunan yang tinggi juga dalam bekerja,
sikap menyukai tantangan dan hal-hal baru, serta mau terlibat dalam pekerjaan yang
belum pernah dilakukan. Jadi keyakinan dan ketekunan serta kemauan dan sikap
antusias itu adalah hal utama yang dapat mempengaruhi kesejahteraan karyawan.
Jadi penting untuk seseorang memiliki keyakinan terhadap dirinya, kemauan yang
tinggi, sikap yang tekun dan antusias, jangan mengandalkan orang lain tetapi bisa
kepercayaan diri untuk mencapai suatu keberhasilan. Efikasi diri yang tinggi
bersumber dari pengalaman dan juga keadaan emosi seseorang atau iklim
salah satu faktor-faktor lain yang dipengaruhi oleh Employee Well-being dan
48
Psychological Capital. Maka dapat diajukan kerangka berfikir pada gambar 2.1
sebagai berikut :
EMPLOYEE WELL-BEING
▪ Life Well-Being
▪ Workplace Well-Being
▪ Psychological Well-Being
By Zheng, Zhu, Zao, Zhang (2015)
Employee Well-being
Psychological Climate
Employee Well-being.