Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Iklim Organisasi

2.1.1 Definisi Iklim Organisasi

Iklim kerja merupakan persepsi individual tentang unit khusus atau

lingkungan. Iklim organisasi menggambarkan persepsi karyawan dari budaya

organisasi dan lebih mudah untuk pendekatan, sedangkan budaya jauh lebih sulit

untuk diperkirakan karena nilai dan kepercayaan yang tidak nyata (Huber, 2006).

Budaya organisasi adalah suatu sistem simbol dan interaksi yang unik pada setiap

organisasi, meliputi cara berfikir, berperilaku, berkeyakinan, yang sama-sama

dimiliki oleh anggota organisasi (Marquis & Huston, 2010).

Iklim organisasi adalah sebuah Gestalt yang menggambarkan pola-pola

yang dirasa sebagai pengalaman yang spesifik dan perilaku seseorang dalam

lingkungan organisasi. Maka dari itu, pengalaman dan perilaku yang dianggap

berpola dengan cara tertentu. Gestalt menjelaskan pola secara abstrak yang

merupakan situasi dari iklim, dengan kata lain yaitu seseorang berpikir merangkai

pola dari pengalaman dan perilaku yang mereka miliki dan rasakan, atau bagian

situasi lainnya yang mereka miliki, merupakan situasi dari iklim (Ashkanasy et

al., 2000).

Iklim organisasi adalah lingkungan disekitar manusia yang di dalamnya para

pegawai suatu organisasi melakukan pekerjaaan mereka. Dari pengertian ini dapat

dilihat bahwa iklim organisasi menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang

dihadapi oleh karyawan yang berada dalam suatu organisasi yang akan

11
12

mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas keorganisasiannya

(Davis, 2000).

Lussier (2005) menjelaskan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai

mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relative dirasakan

oleh anggota organisasi yang kemudian akan mempengaruhi perilaku berikutnya.

Stinger (2007) mendefenisikan iklim organisasi adalah suatu koleksi dan pola

lingkungan yang menentukan motivasi. Iklim organisasi melibatkan keadaan

emosional anggota yang ada dalam sistem tersebut dapat bersifat formal, rileks,

difensif, perhatian, penerimaan, kepercayaan, dan sebagainya (Swansburg, 2000).

Iklim ini adalah impresi subjektif karyawan atau persepsi tentang organisasi

mereka. Karyawan yang mendapatkan perhatian terbesar dari manajer perawat

adalah perawat pelaksana. Perawat pelaksana ikut terlibat dalam pembuatan iklim

yang melibatkan perasaan pasien. Iklim kerja disusun oleh manajer perawat yang

menentukan perilaku dari praktik perawat klinis (Swansburg, 2000; Swansburg &

Swansburg, 2001). Iklim organisasi mendeskripsikan praktik dan prosedur dari

organisasi atau subunit dan mempengaruhi sikap dan perilaku dari individu

(Huber, 2006). Iklim organisasi secara obyektif berada didalam suatu organisasi,

tetapi hanya bisa dijelaskan dan diukur secara tidak langsung melalui persepsi

seseorang dari pada para anggota- anggotanya (Stringer, 2002).

2.1.2 Dimensi Iklim Organisasi

Iklim ini tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi iklim dapat dirasakan. Iklim

dapat dipengaruhi oleh semua hal yang terjadi dalam organisasi. Iklim merupakan

suatu konsep yang dinamis dan menggambarkan keseluruhan gaya hidup suatu

organisasi. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menerapkan iklim organisasi,


13

dalam bisnis, industri dan organisasi pelayanan kesehatan. Karena iklim

organisasi mewakili sekumpulan persepsi-persepsi subyektif terhadap suatu

organisasi, maka bisa dijumpai banyak variasi iklim organisasi. Penelitian

mengenai iklim organisasi ditemukan oleh Stringer dan Litwin (1968) di Havard

Business School . setelah itu kuesioner yang mereka gunakan dalam penelitian

telah mengalami beberapa kali revisi dan sejak tahun 1986 Stringer

mengembangkan sendiri kuesioner yang lebih kinsisten dan sederhana.

Kuesioner iklim organisasi yang telah dikembangkan dan digunakan oleh

Stringr dalam 15 tahun terakhir ini yang dikelompokkan ke dalam 6 (enam)

dimensi terdiri dari: Struktur, Standar, Tanggung jawab, Pengakuan, Dukungan

dan Komitmen. (Stringer, 2002)

1. Struktur ( Structure)

Struktur merupakan mengukur dan menerangkan persepsi karyawan

terhadap kejelasan pembagian kerja serta peranan dan tanggung jawab

mereka dalam suatu unit organisasi. Skor struktur yang tinggi akan

menunjukkan karyawan merasakan tugas-tugas didefinisikan dengan jelas.

Skor struktur yang rendah menunjukkan adanya rasa kebingungan dari

karyawan tentang siapa yang melaksanakan tugas-tugas apa dan siapa yang

berhak mengambil keputusan. Struktur organisasi mencerminkan bagaimana

karyawan menjadi terorganisir dengan baik dan memiliki definisi peran dan

tanggung jawab yang jelas. Struktur organisasi adalah perasaan yang

dimiliki karyawan tentang hambatan dalam kelompok, aturan, peraturan

dalam penyelesaian masalah dan prosedur dalam organisasi.

2. Standar (Standards)
14

Standar merupakan mengukur dan menerangkan tekanan yang dirasakan

oleh karyawan untuk meningkatkan kinerjanya dan kebanggaan yang

dirasakan oleh karyawan karena telah melaksanakan tugas dengan baik.

Skor standar yang tinggi akan menunjukkan karyawan merasakan adanya

tekanan manajemen untuk selalu berusaha meningkatkan kinerjanya. Skor

standar yang rendah menunjukkan bahwa karyawan tidak merasakannya.

Dalam menetapkan standar memberikan pedoman dan peraturan bagi

karyawan yang harus dijalani dan meningkatkan tanggung jawab diri untuk

menjaga kualitas layanan dan juga menciptakan tanggung jawab organisasi

untuk mengembangkan layanan. Oleh karena itu pengembangan sumber

daya manusia menjadi bagian rutin dari organisasi seperti pelatihan yang

berkesinambungan, pendidikan tinggi yang difasilitasi, pengembangan diri

dan meningkatkan kinerja. Untuk memperbaiki kinerja dan prosedur kerja

dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan baik, dengan

kondisi kerja yang dialami karyawan dalam perusahaan.

3. Tanggung jawab (Responsibility)

Tanggung jawab yaitu mengukur dan menerangkan persepsi karyawan

tentang kesanggupan menyelesaikan suatu masalah tanpa di kontrol oleh

orang lain. Skor tanggung jawab yang tinggi akan menunjukkan karyawan

merasakan bahwa mereka diberi semangat dan dorongan untuk

menyelesaikan suatu masalah. Skor tanggung jawab yang rendah

menunjukkan bahwa karyawan merasa tidak diberi semangat dan dorongan

untuk mengambil suatu resiko atau mencoba suatu pendekatan baru untuk

menyelesaikan suatu masalah. Memegang tanggung jawab untuk pekerjaan


15

yang diberikan kepada perawat atas kepercayaan dan kepuasan. Seseorang

yang memegang tanggung jawab lebih memiliki keinginan akan kinerja

yang mereka lakukan dan menerima konsekuensinya. Studi empiris

mengatakan bahwa tanggung jawab dan pemberdayaan perawat dapat

meningkatkan kinerja perawat. Tanggung jawab adalah perasaan yang

dimiliki seseorang bahwa mereka menjadi “pimpinan diri sendiri” dan tidak

pernah meminta pendapat mengenai keputusannya dari orang lain akan

meliputi kemandirian dalam menyelesaikan pekerjaan.

4. Pengakuan (Recognition)

Pengakuan merupakan mengukur dan menerangkan persepsi karyawan

terhadap penghargaan yang diterima oleh karyawan karena telah melakukan

tugas dengan baik, demikian juga kritik dan hukuman yang diterima karena

telah melakukan kesalahan. Skor pengakuan yang tinggi akan menunjukkan

karyawan merasakan ada keseimbangan antara pemberian penghargaan dan

hukuman. Skor pengakuan yang rendah menunjukkan karyawan merasakan

bahwa penghargaan tidak konsisten yang diberikan. Pengakuan terdiri dari

kebijakan yang memberikan pedoman dalam prosedur penghargaan

keuangan atau non-keuangan, evaluasi kinerja dan pemeliharaan sistem

yang fleksibel bagi karyawan. Imbalan intrinsik berasal dari individu itu

sendiri termasuk prestasi perasaan tanggung jawab dan pujian. Imbalan

ekstrinsik yang berasal dari organisasi dan tindakan lain termasuk gaji,

kondisi kerja dan pengawasan. Oleh karena itu karyawan diberi

penghargaan yang layak agar termotivasi untuk menyelesaikan


16

pekerjaannya dengan baik. Meliputi imbalan atau insentif yang diterima

karyawan setelah menyelesaikan pekerjaan.

5. Dukungan (Support)

Dukungan merupakan suatu pengukur dan menerangkan persepsi karyawan

terhadap kepercayaan dan kerja sama serta saling mendukung yang ada

dalam satu kelompok kerja. Skor Dukungan yang tinggi akan menunjukkan

karyawan merasakan bahwa mereka adalah bagian dari suatu kelompok

yang bertugas dengan baik dan mudah mendapatkan bantuan atau dukungan

(terutama dari atasan) bila diperlukan. Skor Dukungan yang rendah

menunjukkan bahwa karyawan merasa bekerja sendirian dan terpisah dari

kelompok. Dukungan merupakan persepsi positif organisasi dalam

meningkatkan hubungan antara atasan, karyawan dan organisasi,

meningkatkan motivasi kerja, kinerja. Dukungan untuk meningkatkan

pendidikan sebagai faktor penting yang berkontribusi terhadap kinerja

perawat pelaksana. Setiap karyawan harus memiliki kepercayaan diri untuk

melakukan pekerjaan dan saling mendukung yang berlaku dikelompok kerja

yang meliputi hubungan dengan rekan kerja yang lain. Dukungan yang

tinggi bagi pekerja selama dirinya merasa menjadi bagian dari fungsi yang

baik dari suatu tim dan saat merasa dibutuhkan terutama oleh pimpinan.

6. Komitmen (Commitment)

Komitmen yaitu mengukur dan menerangkan perasaan seseorang dengan

adanya kebanggaan sebagai bagian dari organisasi dan tingkat komitmen

mereka dalam mencapai tujuan organisasi. Perasaan komitmen yang kuat


17

akan membuat loyalitas terhadap organisasi menjadi tinggi. Tingkat

komitmen rendah menunjukkan bahwa karyawan merasakan apatis terhadap

perkembangan dalam mencapai tujuan organisasi (Stringer, 2002).

Komitmen organisasi mengacu pada sikap yang mencerminkan kekuatan

hubungan antara karyawan dan organisasi, komitmen memiliki implikasi

apakah seseorang akan tinggal dalam organisasi. Sebagai organisasi

pelayanan kesehatan, perawat dianggap personil kelompok terbesar yang

memainkan peran penting untuk meningkatkan komitmen mereka terhadap

organisasi karena memberikan kontribusi terhadap kualitas perawatan

kepada pasien. Kebanggaan dan memberikan pengalaman/pengetahuan

sebagai anggota organisasi yang meliputi pemahaman karyawan mengenai

tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi

Stringer (2002) mengidentifikasi 5 (lima) faktor yang mempengaruhi iklim

organisasi. Tiga faktor pertama dapat dikendali oleh pimpinan suatu organisasi

sedangkan 2 (dua) faktor terakhir tidak dapat dikendalikan oleh pimpinan

organisasi. Kelima faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kepemimpinan

Banyak penelitian mengungkapkan bahwa faktor utama yang penting yaitu

menentukan iklim organisasi adalah tingkah laku sehari – hari para pemimpin

organisasi. Manajer suatu unit kerja mempunyai pengaruh yang sangat kuat

terhadap harapan para karyawan. Manajer unit kerja biasanya menentukan

aturan-aturan kerja, standar kinerja, pemberian penghargaan bagi pekerja dan

hukuman serta aturan-aturan informal lainnya dalam sebuah peraturan suatu


18

organisasi. Jadi cara yang paling cepat untuk merubah iklim organisasi adalah

merubah gaya kepemimpinan para manajernya.

2. Susunan organisasi

Sususan organisasi merupakan determinan paling kuat kedua yang

menentukan iklim organisasi adalah sebagai susunan organisasi yaitu aspek-

aspek organisasi yang formal; termasuk disini adalah pembagian tugas dan

pekerjaan, sistem ganjaran, kebijakan- kebijakan dan prosedur-prosedur, dan

penempatan orang-orang dalam organisasi. Susunan organisasi yang formal

akan sering menentukan aliran informasi dan persepsi seseorang karyawan

terhadap kesempatan naik pangkat dimana kedua hal ini mempengaruhi iklim

organisasi.

3. Strategi

Strategi organisasi mempunyai pengaruh kuat pada iklim organisasi dan dapat

mempengaruhi persepsi karyawan terhadap kesempatan pencapaian prestasi,

penghargaan , hambatan-hambatan untuk keberhasilan, dan sumber- sumber

kepuasan karyawan. Jika suatu organisasi telah menetapkan suatu strategi

pertumbuhan yang agresif dan telah di komunikasikan kepada seluruh

karyawannya, maka dimensi standar dan dimensi tanggung jawab dalam

iklim organisasinya akan menjadi tinggi, dan suatu organisasi yang

strateginya tidak jelas akan mempunyai dimensi struktur dan dimensi

komitmen yang rendah.

4. Lingkungan eksternal
19

Lingkungan eksternal merupakan suatu organisasi yang akan bersaing

memegang peranan yang penting dalam menentukan iklim organisasi. Faktor-

faktor yang memperngaruhinya seperti peraturan pemerintah, keadaan

ekonomi, persaingan antar industri, dan perubahan teknologi memberikan

tekanan pada organisasi dan para manajernya.

5. Kekuatan-kekuatan historis

Kekuatan historis dalam suatu organisasi mempunyai pengaruh yang kuat

pada iklim organisasinya. Harapan karyawan tentang penghargaan yang akan

didapatnya maupun hukuman sering merupakan refleksi dari apa yang mereka

duga telah terjadi sebelumnya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan kekuatan historis akan

mempengaruhi iklim organisasi antara lain :

1. Persepsi tentang bagaimana menangani krisis yang pernah terjadi dalam

organisasi.

2. Tradisi pemberian penghargaan pada yang berhasil.

3. Gaya kepemimpinan yang ada sebelumnya.

4. Bentuk investasi yang pernah dilaksanakan.

2.1.4 Pendekatan Iklim Organisasi

Penerapan pendekatan kualitas pelayanan kesehatan dapat menjamin

organisasi pelayanan kesehatan akan selalu menghasilkan pelayanan kesehatan

yang berkualitas, sebuah pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan dan

kebutuhan pasien (Pohan,2007). James dan Jones dalam Toulson dan Smith

(1994) mengindentifikasi iklim organisasi dalam tiga pendekatan, yaitu:

1. Multiple measuremen-organizational approach


20

Pendekatan ini melihat bahwa iklim organisasi merupakan serangkaian

karakteristik deskriptif dari organisasi yang mempunyai tiga sifat, yaitu:

relatif tetap selama periode tertentu, berbeda antara organisasi satu dengan

organisasi lainnya, serta mempengaruhi perilaku orang yang berada dalam

organisasi tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi adalah ukuran,

struktur, kompleksitas sistem, arah tujuan organisasi, dan gaya

kepemimpinan.

2. Perseptual measurement-organizational attribute approach

Pendekatan ini memandang iklim organisasi sebagai suatu atribut organisasi,

tetapi pendekatan ini juga lebih menekankan penggunaan pengukuran

persepsi karyawan daripada pengukuran secara obyektif seperti ukuran dan

struktur organisasi.

3. Perseptual measurement-individual approach

Pendekatan ini juga melihat iklim organisasi sebagai serangkaian ringkasan

atau persepsi yang mencerminkan sebuah interaksi antara kejadian yang nyata

dalam organisasi dan persepsi terhadap kejadian tersebut. Pendekatan ini

menekankan bahwa atribut organisasi yang nyata ke sebuah ringkasan dari

persepsi individu. Dengan adanya pendekatan ini, variabel intervensi yang

disebabkan oleh kejadian-kejadian yang baik akan dialami oleh individu

maupun organisasi dapat mempengaruhi perilaku individu tersebut. Oleh

karena itu, iklim organisasi dapat dikatakan sebagai variabel bebas maupun

terikat.

2.1.5 Perubahan iklim organisasi


21

Perubahan iklim organisasi dapat membantu organisasi untuk mencapai

tujuan organisasi seperti juga tujuan individu. Perawat secara individu dan

institusi keperawatan akan berkembang jika mereka melakukan perubahan dengan

mengembangkan teknologinya. Perubahan yang lain termasuk penilaian personal

dan organisasi, seperti contohnya mengubah secara tetap anggota atau perubahan

struktur organisasi. Perawat harus menyadari bahwa perubahan dalam

berhubungan dengan orang yang memegang autoritas dan kekuasaan, perubahan

tanggung jawab dan status, dan perubahan dalam objektif organisasi, departemen,

dan unit (Swansburg, 2000).

Terdapat teori perubahan meliputi teori Lewin dan Lippit (Swansburg,

2000) yaitu:

1. Teori Lewin

Teori perubahan yang paling sering digunakan adalah Kurt Lewin. Teori

Lewin ini terdiri dari tiga tahap yaitu: 1) Tahap unfreezing: Manajer perawat

atau pembaruan yang lain akan termotivasi untuk menciptakan perubahan.

Perawat dibuat untuk menyadari adanya kebutuhan tersebut. Masalah yang

telah terdiagnosis dan solusi yang terbaik pun dipilih. 2) Tahap moving:

Manajer perawat mengumpulkan informasi. Seorang individu yang

mempunyai pengetahuan, dihargai, mempunyai kekuatan untuk

mempengaruhi agen pembaruan dalam mengatasi suatu masalah

(identifikasi). Individu ini dapat mempengaruhi manajer perawat, rekan

kerja, atau atasanya, dan 3) Tahap refreezing: Perubahan akan

diintergrasikan dan distabilisasi sebagai bagian dari sistem nilai. Dorongan

ditempat kerja akan memudahkan perubahan (kekuatan pengendalian).


22

2. Teori Lippit

Lippit menambahkan fase-fase pada teori Lewin yang asli. Terdapat tujuh

fase yang dikemukakan dalam Swansburg (2000), yang terdiri dari:

Fase 1: Mendiagnosa masalah. Selama fase ini manajer perawat adalah

sebagai agen pembaruan yang akan melihat semua kemungkinan yang dapat

dilakukan dan pada siapa akan dilakukan. Seseorang akan dilibatkan dalam

proses perubahan tersebut. Fase 2: Pengkajian terhadap motivasi dan

kapasitas untuk berubah. Pengkajian mengawasi aspek finansial, aspek

organisasi, struktur, aturan dan pengaturan, budaya organisasi, kepribadian,

kekuatan, autoritas, dan sifat organisasi. Selama fase ini agen pembaruan

mengontrol berbagai aktifitas.

Fase 3: Pengkajian motivasi agen pembaruan dan sumber-sumber.

Pada fase ini agen pembaruan dari luar atau dalam organisasi atau bagian

tersebut. Agen eksternal mempunyai dasar yang kurang tetapi harus

mempunyai pengalaman yang baik. Agen pembaruan dari dalam, disamping

mengetahui orang, mereka pun mungkin tahu keduanya. Fase 4: Memilih

objektif perubahan progresif. Proses perubahan ditemukan, yaitu dibuat

rencana detail, disusun jadwal dan adanya batas waktu, dan ditugaskan

tanggung jawab, perubahan diimplementasikan untuk periode percobaan

dan evaluasi.

Fase 5: Memastikan peran yang tepat untuk agen pembaruan. Agen

pembaruan yang akan aktif dalam proses perubahannya, khusus dalam

menangani anggota dan memfasilitasi perubahan. Konflik dan konfrontasi

akan disetujui oleh agen pembaruannya. Fase 6: Mempertahankan


23

perubahan. Selama tahap ini penekanannya pada komunikasi terhadap

umpan balik akan ada kemajuannya. Perubahan terjadi sepanjang waktu.

Fase 7: Terminasi hubungan pertolongan. Agen pembaruan yang menarik

diri pada tanggal tertentu setelah itu akan menyusun prosedur tertulis atau

untuk kebijakan selamanya.

2.2 Konsep Perawat

2.2.1 Definisi Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan,

baik didalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, dan sebagai kegiatan pemberi asuhan

keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan marsyarakat, baik dalam

keadaan sakit maupun sehat. (UU Nomor 38, 2014). Menurut UU RI No.23 tahun

1992 tentang kesehatan, perawat adalah seorang yang memiliki kemampuan dan

kewenangan dalam melakukan tindakkan keperawatan berdasarkan ilmu yang

dimiliki dan yang di peroleh melalui pendidikan keperawatan (La Ode, 2012).

Menurut ICN (International Council of Nursing) tahun 1965, Perawat

merupakan seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan

telah memenuhi syarat serta berkemampuan di negeri bersangkutan untuk

memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk membangun

kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.

Perawat merupakan orang yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik di

dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku
24

(Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2001).

Menurut Wardah, Febrina, Dewi (2017) berpendapat bahwa perawat adalah

tenaga yang akan bekerja secara professional yang memiliki kemampuan,

kewenangan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan

disebuah organisasi.

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan dituju kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,

baik sehat maupun (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38, 2014).

Praktik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam

bentuk asuhan keperawatan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38,

2014). Jenis perawat menurut menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 38, (2014) terdiri atas perawat profesi (Ners dan Ners Spesialis) dan

perawat vokasi (Diploma Tiga Keperawatan).

2.2.2 Tugas Perawat dan Wewenang Perawat

Tugas perawat diatur dalam pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 38, (2014) tentang Keperawatan yaitu sebagai pemberi asuhan

keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, pengelola pelayanan

keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan

wewenang dan pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu (Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 38, 2014). Penjelasan tentang tugas dan

wewenang perawat adalah sebagai berikut :

1. Pemberi asuhan keperawatan


25

Tugas perawat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya

kesehatan perorangan, menurut pasal 30 perawat berwenang: melaksanakan

pengkajian keperawatan secara holistik; menetapkan diagnosis keperawatan;

merencanakan tindakan keperawatan; melaksanakan tindakan keperawatan;

mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah di kerjakan; melakukan

rujukan; memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan

kompetensi; memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan

dokter; melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan melaksanakan

penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan resep tenaga

medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.

2. Penyuluh dan konselor bagi klien

Tugas perawat sebagai penyuluh dan konselor bagi klien, menurut pasal 31

perawat berwenang: melakukan pengkajian keperawatan secara holistik di

tingkat individu dan keluarga serta di tingkat kelompok masyarakat;

melakukan pemberdayaan masyarakat; melakukan advokasi dalam

perawatan kesehatan masyarakat; menjalin kemitraan dalam perawatan

kesehatan masyarakat; dan melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

3. Pengelola pelayanan keperawatan

Tugas perawat adalah sebagai pengelola pelayanan keperawatan, menurut

pasal 31 perawat berwenang untuk melaksanakan pengkajian dan

menetapkan permasalahan; merencanakan, melakukan dan mengevaluasi

pelayanan keperawatan; dan mengelola kasus.

4. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang


26

Tugas perawat dalam pelimpahan wewenang, menurut pasal 32 perawat

berwenang: melaksanakan tindakan medis yang sesuai dengan

kompetensinya atas pelimpahan wewenang delegatif tenaga medis;

melakukan tindakan medis dibawah pengawasan atas pelimpahan

wewenang mandat; dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

program pemerintah.

5. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu

Tugas perawat pada saat keadaan keterbatasan tertentu, menurut pasal 33

perawat berwenang: melaksanakan pengobatan untuk penyakit umum dalam

hal tidak terdapat tenaga medis; merujuk pasien dengan ketentuan pada

sistem rujukan; dan melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas

dalam hal tidak terdapat tenaga kefarmasian/apoteker.

6. Peneliti keperawatan

Tugas perawat yaitu sebagai peneliti keperawatan, menurut pasal 31 perawat

berwenang: melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;

menggunakan sumber daya pada fasilitas pelayanan kesehatan atas izin

pimpinan; dan menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan

etika profesi yang telah ada ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2.3 Fungsi Perawat

Fungsi perawat adalah membantu klien (dari level individu hingga

masyarakat), baik dalam kondisi sakit maupun sehat, guna mencapai derajat

kesehatan yang optimal melalui layanan keperawatan. Layanan keperawatan yang

diberikan karena adanya kelemahan fisik, mental, dan keterbatasan pengetahuan


27

serta kurangnya kemauan untuk dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-

hari secara mandiri. (Asmadi, 2008)

Terdapat beberapa fungsi perawat menurut PK ST Carolus 1983 (dalam La

Ode, 2012) adalah sebagai berikut;

1. Fungsi Pokok

Membantu individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat

dalam melakukan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau

menghadapi kematian dengan tenang sesuai dengan martabat manusia yang

pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan

2. Fungsi Tambahan

Menolong individu, keluarga dan masyarakat dalam melakukan rencana

pengobatan yang ditentukan oleh dokter.

3. Fungsi Kolaboratif

Fungsi kolaboratif yaitu sebagai anggota tim kesehatan, bekerja sama dan

saliang membantu dalam merencanakan dan melaksanakan program

kesehatan secara keseluruhan yang meliputi pencegahan penyakit,

penigkatkan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi.

Fungsi perawat adalah membantu dan menolong pasien/klien baik dalam

kondisi sakit maupun sehat, gunanya untuk meningkatkan derajat kesehatan

melalui layanan keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan

melaksanakan berbagai fungsi (Nisya, 2014) yaitu:

1. Fungsi Independen
28

Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada

orang lain, dimana perawat menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri

dengan keputusan sendiri dalam melaksanakan tindakan dalam memenuhi

kebutuhan dasar manusia.

2. Fungsi Dependen

Fungsi dependen adalah fungsi perawat dalam menjalankan kegiatannya

atas pesan atau instruksi dari perawat lain.

3. Fungsi Interdependen

Fungsi interdependen merupakan fungsi yang dilakukan dalam kelompok

tim yang saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang lain.

2.3 Konsep Manajemen Keperawatan

2.3.1 Definisi Manajemen Keperawatan

Manajemen merupakan proses untuk mencapai sebuah tujuan dari

organisasi dengan melalui orang lain maupun sumber daya lainnya (Fayol, H.

1925; Marquis & Huston, 2017). Sedangkan manajemen keperawatan merupakan

salah satu proses kerja setiap perawat untuk memberikan pengobatan dan

kenyamanan kepada pasien. Di mana manajemen keperawatan bertugas untuk

merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi keuangan yang ada,

peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan pengobatan yang efektif

dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 1994; Mugianti, S. 2016).

Manajemen keperawatan merupakan salah satu cara untuk melaksanakan

koordinasi dan integrasi sumber – sumber keperawatan dengan menjalankan

proses manajemen untuk mencapai sebuah tujuan terkait dengan asuhan

keperawatan maupun pelayanan keperawatan. Selanjutnya bahwa manajemen

keperawatan suatu kelompok dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan
29

usaha keperawatan yang pada akhirnya menejemen keperawatan menjadi sebuah

proses, dimana manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan

perawat pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan (Swanburg, 2000).

2.3.2 Tujuan Manajemen Keperawatan

Manajemen keperawatan memiliki tujuan dalam pelaksanaannya, di mana

tujuannya untuk mengarahkan seluruh kegiatan pelayanan keperawatan yang telah

direncanakan. Mengatasi setiap masalah yang terjadi di dalam manajerial maupun

pelayanan keperawatan. Melakukan pencapaian tujuan organisasi atau unit secara

efektif dan efesien dengan komponen yang tersedia. Serta meningkatkan metode

kerja keperawatan sehingga staff keperawatan bekerja lebih efektif, efesien,

nyaman, mengurangi waktu kerja yang sia – sia, mengurangi duplikasi tenaga

keperawatan (Mujiarti, S. 2016).

2.3.3 Ruang Lingkup Manajemen Keperawatan

Ruang lingkup proses manajemen keperawatan menjadi sebuah cakupan

yang harus di ketahui oleh perawat, hal ini sebagai bentuk upaya perawat

memahami wilayah manajemen yang akan dilaksanakan. Karena keperawatan

merupakan bagian dari salah satu di siplin ilmu praktik klinis, perawat manajer

yang berperan aktif seharusnya memahami hal ini dan mampu memberikan

fasilitas kepada perawat yang meliputi penggunaan proses keperawatan dalam

setiap asuhan keperawatan, melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan

diagnosa yang telah ditetapkan, menerima akuntabilitas pelaksanaan keperawatan

serta hasil dari layanan keperawatan, mengendalikan lingkungan praktek

keperawatan dan berpartisipasi dalam proses manajemen keperawatan.

Berdasarkan uraian yang di sampaikan bahwa ruang lingkup dari manajemen


30

keperawatan terdiri dari manajemen operasional atau manajemen layanan dan

manajemen asuhan keperawatan.

Manajemen layanan maupun operasional meliputi pelayanan keperawatan

yang ada di rumah sakit yang dikelola oleh bidang keperawatan, di mana bidang

keperawatan terdiri dari tiga tingkatan manajerial dan setiap tingkatan di pimpin

oleh seseorang yang memiliki kompetensi yang relevan. Adapun untuk mencapai

hasil yang baik ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh pemimpin dalam

setiap level tersebut, faktornya seperti kemampuan menerapkan pengetahuan,

keterampilan kepemimpinan, kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin

dan kemampuan melaksanakan fungsi manajemen. Sedangkan dalam ruang

lingkup manajemen asuhan keperawatan yang di dalamnya terdapat proses

keperawatan yang menggunakan konsep – konsep manajemen seperti

perencanaan, pengorganisasian, implementasi, pengendalian, dan evaluasi. Pada

manajemen asuhan keperawatan ini menekankan pada pelaksanaan proses

keperawatan dan melekat pada diri seorang perawat. Perawat dalam melakukan

tugasnya harus menggunakan proses keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan

keperawatan kepada pasien. Proses keperawatan merupakan proses pemecahan

masalah yang menekankan pada pengambilan keputusan tentang keterlibatan

perawat sesuai yang di butuhkan pasien. Proses keperawatan terdiri dari lima

tahap sebagai berikut pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi dan evaluasi (Mugiarti, S. 2016).

2.3.4 Prinsip Manajemen Keperawatan

Prinsip manajemen adalah pernyataan kebenaran fundamental berdasarkan

logika yang memberikan pedoman untuk pengambilan keputusan dan tindakan

manajerial. Adapun prinsip manajemen keperawatan sebagai berikut; manajemen


31

keperawatan selayaknya berlandaskan pada suatu perencanaan, karena melalui

fungsi perencanaan, pemimpin dapat menurunkan resiko pengambilan keputusan

dalam pemecahan masalah yang efektif dan terencana. Manajemen keperawatan

akan melibatkan dalam pengambilan keputusan di dalam berbagai situasi

permasalahan yang terjadi pada pengelolaan suatu kegiatan layanan keperawatan

dibutuhkan beberapa tingkat manajerial dalam pengambilan keputusan,

manajemen keperawatan harus mampu mengorganisir setiap capaian yang akan

dicapai sesuai dengan tujuan.

Pada divisi keperawatan yang efektif akan memberikan motivasi staff untuk

memberikan penampilan kinerja yang optimal. Manajemen keperawatan dapat

menggunakan komunikasi yang efektif untuk mengurangi resiko kesalahpahaman

dan memberikan persamaan pandangan, arahan maupun pengertian di antara staff.

Pengembangan staff merupakan hal yang penting yang harus dilaksanakan sebagai

bentuk persiapan perawat dalam proses peningkatan karier dan pengetahuan.

kemudian pengendalian merupakan sebagai salah satu elemen manajemen

keperawatan yang menilai terkait pelaksanaan rencana yang telah disusun,

pemberian arahan serta menetapkan prinsip – prinsip terkait penetapan standar

dan melakukan evaluasi dari seluruh proses manajemen keperawatan (Fayol, H.

1925; Marquis & Huston, 2010).

2.3.5 Sistem Manajemen Keperawatan

Menurut Deen Ann Gillies (1989) menyatakan bahwa sistem manajemen

keperawatan terdapat beberapa tahap yang terdiri dari input, proses, dan output.

Di mana dalam tiga tahap tersebut memiliki elemen masing - masing seperti input

meliputi pada informasi, personil atau staff, alat/fasilitas, metode/standar

operasional prosedur, anggaran, dan evaluasi penampilan. Pada proses terdapat


32

perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, dan pengendalian.

Sedangkan pada tahap output terdiri asuhan keperawatan, pengembangan staff,

riset, audit mutu, penampilan kinerja, dan laporan keuangan.

2.4 Konsep COVID-19

2.4.1 Definisi COVID-19

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang akan menyebabkan penyakit

pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya coronavirus menyebabkan

penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius

seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut

Berat / Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru

ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan China, pada

Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-

2019 (COVID- 19) (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

(P2P), 2020).

2.4.2 Dampak Pandemi COVID-19 bagi perawat

Menurut (Fernandez et al., 2020) dampak yang dirasakan perawat selama

pandemi COVID-19 terjadi adalalah sebagai berikut: 1) Rasa tanggung jawab

perawat, dedikasinya terhadap perawatan pasien, pengorbanan pribadi dan

kolegialitas profesional meningkat selama pandemi atau epidemi, 2) Perawat


33

dilaporkan mengalami stres dan kecemasan selama pandemi, 3) Kekhawatiran

akan keamanan pribadi dan keluarga, serta ketakutan dan kerentanan terjadinya

penularan COVID-19, 4) Perawat bersedia menerima risiko pekerjaan mereka

dalam situasi pandemi.

Sedangkan menurut (Crowe et al., 2020) yang dirasakan oleh perawat ketika

bekerja selama pandemi COVID-19 yaitu: 1) Petugas kesehatan umum memiliki

tingkat tekanan psikologis yang tinggi selama pandemi COVID-19, 2) Mengalami

tekanan psikologis tingkat tinggi saat bekerja di awal fase pandemi COVID-19.

Dan 3) Perasaan cemas, khawatir, tertekan atau takut terkait dengan kebijakan dan

informasi yang berubah dengan cepat, berlebihan dan komunikasi tidak jelas,

memenuhi kebutuhan perawatan pasien dengan cara baru dengan tetap aman, dan

mengelola hubungan dengan keluarga dan pribadi untuk diri sendiri dan keluarga.

2.4.3 Protokol yang harus dijalankan pada perawat saat COVID-19

Menurut (Kemenkes RI, 2020), para petugas kesehatan harus menjalankan

protokol selama masa pandemi COVID-19. Sebelum berangkat kerumah sakit

dengan cara; 1) Memastikan kondisi tubuh dalam keadaan sehat dan jika sakit

segera berobat ke fasilitas layanan Kesehatan. Lapor ke pemimpin apabila sakit

dan istirahat dirumah sampai sembuh, 2) Tidak memakai perhiasan atau aksesoris

lainnya ke Rumah Sakit, 3) Selalu memakai masker, 4) Siapkan Hand sanitizer

sendiri, dan 5) Gunakan sarana transportasi paling aman dan jaga jarak dengan

pasien lain

Jika dirumah Sakit dengan cara; 1) Masuk melalui pintu petugas yang

terpisah dengan pintu pasien/pengunjung, 2) Bagi petugas yang akan melakukan

kontak dengan pasien ganti pakaian pribadi dengan pakaian rumah sakit dan
34

ditinggalkan di loker atau bagian penitipan barang, 3) Diwajibkan untuk mencuci

tangan dengan sabun dan air mengalir selama 40 s/d 60 detik atau dengan hand

sanitizer selama 20 s/d 30 detik, selalu menggunakan masker bedah saat bekerja,

sedapat mungkin mandi dan menggunakan baju bersih bila petugas bekerja

diruang yang terpapar pasien COVID-19, selalu memakai masker dan tetap

menjaga jarak  1 meter

2.4.4 Prinsip utama pengaturan Rumah Sakit pada masa adaptasi kebiasaan baru

saat pandemi COVID-19.

Memberikan layanan pada pasien COVID-19 dan non COVID-19 dengan

menerapkan prosedut screening, triase dan tata laksana kasus, melaksanakan

antisipasi penularan terhadap petugas Kesehatan dengan penerapkan prosedur

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), Penerapan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3), dan Alat Pelindung Diri (APD). Menerapkan protokol

pencegahan COVID-19, Menyediakan fasilitas perawatan terutama ruang isolasi,

terintegrasi dalam sistem penanganan COVID-19 didaerah masing-masing,

penerapan mekanisme rujukan yang efektif dan [engawasan isolasi mandiri dan

berkoodinasi dengan Dinas Kesehatan setempat dan melaksanakan kembali

pelayanan esensial selama masa pandemi COVID-19

2.5 Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Pedoman Kepatuhan COVID-19

di Rumah Sakit

Menurut (Philipp Hubert, et al., 2022) Pengaruh iklim organisasi terhadap

pedoman kepatuhan COVID-19 dirumah sakit. 1) Selama pandemi saat ini,


35

penting bagi perawat untuk mengikuti pedoman COVID-19 (misalnya, menjaga

jarak) untuk memperlambat penyebaran virus corona baru, 2) Organisasi dapat

memperburuk iklim krisis jika karyawan tidak mematuhi pedoman COVID-19, 3)

Menunjukkan bahwa iklim organisasi terhadap efek limpahan perilaku pribadi

dimediasi melalui perilaku di tempat kerja.

Implikasi praktis utama dari penelitian (Philipp Hubert , et al., 2022) adalah

bahwa organisasi dapat secara positif mempengaruhi kepatuhan karyawan mereka

terhadap pedoman COVID-19 dengan mengembangkan iklim yang secara efektif

mengintegrasikan aspek informasi dan komunikasi, menyediakan peralatan, dan

nilai-nilai manajemen. Dengan efek ini juga cenderung diterjemahkan ke dalam

perilaku serupa dalam kehidupan pribadi seseorang. Dan penelitian (Philipp

Hubert, et al., 2022) menunjukkan bahwa iklim organisasi dapat memengaruhi

seberapa ketat orang mematuhi pedoman COVID-19 dalam kehidupan pribadi

mereka, sehingga menyoroti peran penting iklim organisasi dalam krisis sekali

seumur hidup.

Menurut Subramani et al. (2021) pada masa pandemi COVID-19 bahwa

organisasi, khususnya rumah sakit, menghadapi banyak tantangan dalam masa

pandemi COVID-19 karena membanjirnya pasien COVID-19 secara tiba-tiba

dengan tingkat keparahan yang berbeda, maka para petugas kesehatan menjadi

garda terdepan di rumah sakit dandiharapkan dapat mengelola new normal dengan

lebih banyak tekanan kerja. Kurangnya jumlah tenaga kesehatan yang memadai,

peningkatan jam kerja, memberikan harapan kepada pasien dan anggota keluarga

mereka di tingkat yang lebih besar, penggunaan APD kit dan masker yang terus

menerus selama berjam-jam, mengatasi perubahan terbaru dalam prosedur


36

pengobatan karena virus mutasi dan kemajuan teknologi, kurangnya pasokan

obat-obatan dan tabung oksigen yang memadai, tidak dapat bertemu dan/atau

menghabiskan waktu bersama orang yang dicintai, merasa terancam tingkat tinggi

terhadap kehidupan dan anggota keluarganya, dll. kebutuhan jam untuk

menyediakan iklim organisasi yang mendukung bagi petugas kesehatan untuk

meningkatkan kepuasan kerja, moral, dan komitmen mereka selama pandemi

COVID-19.

Hasilnya penelitian Subramani et al. (2021) menunjukkan bahwa dalam

konteks COVID-19, rumah sakit perlu paling fokus pada hubungan manusia

dengan menekankan kesejahteraan fisik, psikologis, emosional, dan sosial staf

kesehatan dan pekerja garis depan; keselamatan, kondisi kerja, dukungan

pengawasan/kepemimpinan, pelatihan untuk mengatasi tuntutan pekerjaan dan

perhatian serta perhatian yang diberikan kepada mereka selama masa krisis.

Selanjutnya, proses internal perlu dirampingkan dan dikelola untuk memberikan

suasana kerja yang aman dan mendukung. Selain itu, perlu adanya kebijakan dan

praktik yang ramah karyawan di tengah masa pandemi COVID-19 sehingga

perawat dan tanggungan mereka didukung dalam berbagai cara jika terjadi

keadaan darurat dalam kehidupan pribadi mereka.

2.6 Konsep Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari kata fenomena dan logos. Fenomena berasal dari

bahasa Yunani yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi,

fosfor, dan fantom yang dapat diartinya sinar atau cahaya. Dalam bahasa kita

berarti cahaya. Secara harfiah fenomena dapat diartikan sebagai sesuatu yang

menampakkan. Fenomenologi berfokus pada penemuan fakta terhadap suatu


37

fenomena sosial dan berusaha memahami tingkah laku manusia berdasarkan

perspektif partisipan (Streubert H.J., & Carpenter, 2011).

Studi fenomenologi adalah ilmu yang bertujuan untuk mengidentifikasi

fenomena atau tampilan dari sesuatu sesuai kehidupan. Fenomenologi adalah

penelitian mengenai esensi, dan yang terkait, seluruh masalah mengandung

muatan untuk mendapatkan pengertian dari essensi, contohnya seperti esensi dari

persepsi atau esensi dari kesadaran (Streubert H.J., & Carpenter, 2011).

Fenomenologi juga bisa dikatakan sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki

dan memahami pengalaman manusia. Fenomenologi merupakan metode

pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan

pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak

berdasarkan apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi merupakan

sebagai metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan dan tidak

hanya dalam falsafah.

Dalam penelitian fenomenologi melibatkan perlajaran yang teliti dan

seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam

fenomenologi adalah makna. Makna salah satu hal yang sangat penting isi yang

muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas

yang essensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti

(Smith, J.A., Flowers, P., & Larkin, 2009).

Peneliti fenomenologi memahami pengalaman hidup memberi arti pada

setiap persepsi mengenai fenomena tersebut. Tujuan fenomenologi adalah untuk

menggambarkan secara penuh mengenai pengalaman hidup (Polit, D.F., &

Hungler, 2005). Menurut Streubert H.J., & Carpenter, (2011) fenomenologi


38

adalah suatu cara untuk menilai diri sendiri, menilai orang lain, dan segala sesuatu

yang berhubungan dan kontak langsung dengan kita dalam kehidupan dunia. Polit,

D.F., (2012) menyatakan bahwa terdapat dua jenis penelitian fenomenologi yaitu

fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif.

2.6.1 Descriptive phenomenology

Fenomenologi deskriptif dikembangkan oleh Husserl pada tahun 1962. Jenis

penelitian ini mementingkan pada deskripsi pengalaman yang dialami oleh

seorang individu berdasarkan apa yang didengar, dilihat, diyakini, dirasakan,

diingat, dievaluasi, dilakukan, dan seterusnya. Fokus utama fenomenologi

deskriptif adalah “knowing”. Penelitian ini memiliki empat langkah, yaitu

bracketing, intuiting, analyzing, dan describing (Polit & Beck, 2018).

Bracketing adalah proses dimana mengidentifikasi dan membebaskan diri

dari teori-teori yang diketahuinya serta menghindari perkiraan-perkiraan dalam

upaya memperoleh data yang murni. Intuting adalah langkah kedua yang dimana

peneliti tetap terbuka terhadap makna yang dikaitkan dengan fenomena yang

dialami oleh partisipan. Analyzing merupakan proses analisa data yang dilakukan

melalui beberapa fase seperti; mencari pernyataan-pernyataan signifikan

kemudian mengkategorikan dan menemukan makna esensial dari fenomena yang

dialami (Polit & Beck, 2018).

Describing merupakan tahap terakhir dalam fenomenologi deskriptif.

Langkah ini peneliti mendeskripsi narasi yang luas dan mendalam tentang

fenomena yang telah diteliti. Studi fenomenlogi dalam menentukan proses analisis

data untuk fenomenologi deskriptif adalah Collaizi (1978), Giorgi (1985), dan

Van Kaam (1959). Ketiga fenomenologis akan berpedoman pada filosofi Husserl
39

yang dimana fokus utamanya adalah untuk mengetahui gambaran sebuah

fenomena yang terjadi di lingkungan individu seseorang.

2.6.2 Interpretive phenomenology

Interpretive phenomenology dikembangkan oleh Heidegger pada tahun 1962.

Filosofi yang ditemukan oleh Heidegger berbeda dengan Husserl. Inti filosofinya

adalah ditekankan pada pemahaman dan interpretif (penafsiran), tidak sekedar

deskripsi pengalaman individu. Pengalaman hidup seseorang merupakan suatu

proses interpretif dan pemahaman yang merupakan ciri khas dasar keberadaan

manusia. Penelitian interpretif bertujuan untuk menemukan pemahaman dari

makna pengalaman hidup seseorang dengan cara masuk ke dalam dunia partisipan

yang partisipan alami. Pemahaman yang dimaksud yaitu pemahaman setiap

bagian dan bagian-bagian secara keseluruhan trntang fenomena yamg dialami.

Van Manen merupakan ahli fenomonelogi interpretif yang berpedoman pada

filosofi Heiddegrian. Metode analisis datanya menggunakan kombinasi

karakteristik pendekatan fenomenologi deskriptif dan interpretif (Polit, D.F.,

2012). Polit, D.F., (2012) menekankan bahwa pendekatan metode fenomenologi

tidak terpisahkan dari praktik menulis. Hasil analisa kualitatif merupakan suatu

upaya untuk memahami dan mengenali makna hidup seseorang dari fenomena

yang diteliti yang dituangkan dalam bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat

oleh peneliti akan dapat mengarahkan pemahaman pembaca dalam memahami

fenomena yang terjadi. Van Manen mengatakan bahwa identifikasi tema dari

deskripsi partisipan tidak hanya diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip

wawancara, tetapi juga dapat dilihat dari sumber artistik lain seperti literatur,

musik, lukisan, seni dan lainnya yang dapat menyediakan wawasan bagi peneliti
40

dalam melaksanakan interpretasi dan pencarian makna dari suatu fenomena

tersebut. Penelitian kualitatif termasuk fenomenologi yang perlu ditingkatkan

kualitas dan integritas dalam proses penelitian. Maka dari itu, perlu memahami

bagaimana tingkat keabsahan data pada penelitian kualitatif termasuk studi

fenomenologi. Tingkat keabsahan data dikenal dengan istilah thusthworthiness of

data.

2.7 Konsep Teori Keperawatan

Penelitian ini menggunakan kerangka konseptual King. Kerangka

konseptual King dalam Evi & Lufthiani (2020) memiliki tiga konsep yaitu sistem

personal, sistem interpersonal, dan sistem sosial. Teori keperawatan King dalam

Evi & Lufthiani (2020) terdiri dari; 1) Konsep sistem personal meliputi: persepsi,

diri sendiri, pertumbuhan dan perkembangan, citra tubuh, waktu, dan ruang,

dipilih sebagai pengetahuan untuk perawat dalam mempelajari manusia, 2)

Konsep sistem hubungan interpersonal terdiri dari: peran (seperti diri dalam peran

profesional penyedia pelayanan kesehatan yang disebut perawat, atau seperti diri

dalam peran pengguna pelayanan disebut pasien), interaksi, komunikasi, transaksi,

dan stress, 3) Konsep sistem sosial terdiri dari: organisasi, kewenangan, kekuatan,

status, dan pengambilan keputusan.

Kerangka konseptual penelitian ini berdasarkan landasan teori Imogene M.

King (1981) dengan Theory of Goal Attainment dalam praktik keperawatan.

Hubungan terhadap praktik ini jelas karena fungsi perawat yang utama melalui

interaksi dengan individu dan kelompok dalam lingkungan (Evi & Lufthiani
41

2020). Asumsi King menjelaskan fokus keperawatan adalah perawatan terhadap

manusia. Jika tujuan keperawatan memperhatikan kesehatan individu dan

pelayanan kesehatan kelompok, dan seseorang menerima dasar pemikiran. Dasar

pemikirannya adalah manusia merupakan sistem terbuka yang berinteraksi dengan

lingkungan. Perilaku individu digambarkan sebagai tindakan manusia. Tindakan

manusia diinterpretasikan sebagai tindakan. Observasi tindakan yang dilakukan

manusia dinyatakan bahwa persepsi dan penilaian manusia termasuk dalam setiap

jenis interaksi.

King juga menjelaskan bahwa organisasi sangat mempengaruhi lingkungan,

organisasi mencerminkan adanya struktur posisi, secara berurutan daru aktivitas

yang dilakukan secara kesinambungan yang berhubungan dengan pengaturan

formal dan informal seseorang dan kelompok untuk mecapai tujuan personal atau

tujuan organisasi (Evi & Lufthiani 2020).

Teori iklim diawali dari penelitian psikologi oleh Kurt Lewin (Ashkanasy et

al., 2000). Dimensi iklim organisasi yang digunakan dalam penelitian ini

dikemukakan oleh Litwin dan Stringer (1968) telah dimodifikasi oleh Stringer

(2002) meliputi: Struktur, standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan dan

komitmen.

Anda mungkin juga menyukai