Tinjauan pustaka ini merupakan dasar perumusan hipotesis beserta teori yang mendasari
hubungan antar variabel dalam menggambarkan pengaruh dari Employee Engagement dan Work-life
Balance terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel moderating.
A. Landasan Teori
dan dapat tumbuh karena adanya kecocokan antara karyawan dengan visi dan misi organisasi.
Engagement terjadi ketika seseorang secara sadar waspada dan secara emosi terhubung dengan
orang lain. Ketika karyawan sudah terikat (engaged) karyawan memiliki suatu kesadaran
terhadap tujuan perannya untuk memberikan layanannya sehingga membuat karyawan akan
tinggi akan merasa nyaman dalam lingkungan kerjanya sehingga menurunkan keinginan untuk
Engagement sebagai sikap positif yang di tunjukkan karyawan terhadap organisasi dan nilai
perusahaan. Seorang karyawan yang terikat (employee engaged) memiliki kesadaran terhadap
bisnis, dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam perkerjaan untuk
keuntungan organsasi. Kesadaran bisnis yang dimiliki oleh karyawan akan membuatnya
Benthal (dalam Mujiasih, 2015) mengartikan Employee Engagement adalah suatu keadaan
dimana manusia merasa dirinya menemukan arti diri secara utuh, memiliki motivasi dalam
bekerja, mampu menerima dukungan dari orang lain secara positif, dan mampu bekerja secara
efektif dan efisien di lingkungan kerja. Schaufeli & Bakker (2004) mendefinisikan Employee
Engagement sebagai keadaan pikiran yang positif, memuaskan, sikap pandang yang berkaitan
dengan pekerjaannya.
1.2 Teori Aspek Employee Engagement
Menurut Macey dan Schneider (2008) Employee Engagement memiliki tiga aspek, yaitu:
1. Trait engagement yaitu pandangan positif mengenai kehidupan dan pekerjaan. Meliputi
kepribadian yang proaktif, kepribadian yang dinamis, mempunyai sifat dan afeksi yang
2. State engagement yaitu perasaan memiliki energi meliputi kepuasan (afektif), keterlibatan,
3. Behavioral engagement yaitu perilaku melebihi tugas yang dibebankan atau disebut
perilaku peran ekstra. Meliputi perilaku sukarela, perilaku proaktif atau inisiatif personal,
Menurut Schaufeli & Bakker (2010) menjelaskan Employee Engagement memiliki tiga
aspek, yaitu:
1. Vigor dicirikan dengan energi tingkat tinggi dan fleksibilitas mental saat bekerja, keinginan
untuk menginvestasikan upaya dalam pekerjaan, dan tetap teguh meski menghadapi
berbagai kesulitan. Perilaku yang terbentuk dari aspek ini seperti, mencoba alternatif lain
ketika menghadapi kesulitan saat bekerja, karyawan berusaha menjaga kualitas hasil
kerjanya, dan merasa tertantang ketika diberikan banyak tugas oleh karyawan.
2. Dedication mengacu pada keterlibatan yang kuat pada pekerjaan dan mengalami rasa
penting, antusias dan tertantang terhadap pekerjaan. Perilaku yang terbentuk dari aspek ini
seperti, karyawan ikut andil dalam berbagai aktivitas untuk memajukan perusahaan,
karyawan berusaha mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh
perusahaan, karyawan menaati aturan yang berlaku di perusahaan, dan karyawan berusaha
3. Absorption dicirikan dengan berkonsentrasi secara penuh dan merasa asyik dengan
pekerjaannya, sehingga waktu terasa berlalu dengan cepat dan sulit melepaskan diri dari
pekerjaan. Pendeknya, karyawan yang terikat memiliki level energi yang tinggi dan
antusias dengan pekerjaan mereka. Perilaku yang terbentuk dari aspek ini seperti, karyawan
merasa senang dalam bekerja dan fokus terhadap pekerjaanya sehingga waktu bekerja yang
Marciano (dalam Zulkarnain & Hadiyani 2014) menjelaskan ada lima dimensi mengenai
1. Dimensi organisasi yaitu karyawan merasa bangga terhadap perusahaan tempat mereka
2. Dimensi kepemimpinan yaitu karyawan merasakan bahwa atasannya siap sedia untuk
menghadapi pimpinan tertinggi demi kebaikan tim dan organisasi dan mampu melakukan
3. Dimensi anggota kelompok yaitu karyawan dapat menghargai rekan kerja, mereka juga
4. Dimensi pekerjaan yaitu karyawan mendapatkan pekerjaan yang menantang, bermakna dan
memberikan perasaan bangga. Semakin sejalan tugas seorang karyawan dengan tujuan
5. Dimensi individual yaitu karyawan merasa dihargai, dihormati dan dianggap penting.
Karyawan ingin bekerja pada organisasi yang jujur, diperlakukan secara adil dan hormat
Menurut Marciano (2010) ada 7 faktor yang mendorong terjadinya Employee Engagement,
yaitu:
diapresiasi, pemberian reward diberikan berdasarkan kinerja dan para atasan secara regular
daya dan pelatihan yang dibutuhkan karyawan untuk sukses dalam pekerjaan, memberikan
3. Supportive feedback (umpan balik yang mendukung) berarti para atasan memberikan
feedback yang spesifik pada waktunya dalam suatu media yang mendukung, tulus, dan
4. Partnering (kemitraan) yaitu karyawan diperlakukan sebagai mitra bisnis dan secara aktif
5. Expectations (harapan) yaitu dimana para atasan menjamin bahwa sasaran, tujuan dan
prioritas bisnis secara jelas ditetapkan dan dikomunikasikan, karyawan mengetahui standar
6. Considerations (perhatian) dimana para atasan, manajer dan anggota tim menunjukkan rasa
tenggang, kepedulian dan perhatian satu sama lain, para atasan secara aktif berusaha
memahami pendapat dan perhatian karyawan dan memahami serta mendukung saat
7. Trust (rasa percaya), dimana para atasan menunjukkan kepercayaan dan yakin dengan skill
dan kemampuan karyawan sebaliknya karyawan percaya bahwa atasan mereka akan
bekerja dengan tepat melalui mereka, para atasan memenuhi janji dan komitmen mereka
Menurut Saks (2006) Employee Engagement dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Job Characteristics
Menurut Kahn (dalam Saks, 2006) kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari
kontribusi. Pekerjaan yang memiliki karakteristik pekerjaan tinggi, maka dapat mendorong
karyawan lebih memaknai pekerjaan atau menjadi lebih engaged.
Menurut Maslach et al (dalam Saks, 2006) kurangnya reward dan recognition dapat
mendorong terjadinya burnout dan disengagement. Saat karyawan menerima reward dan
recognition dari organisasi, mereka akan memiliki rasa kewajiban untuk merespon dengan
Menurut Kahn & May et al (dalam Saks, 2006) hubungan yang didasari dukungan
dan rasa saling percaya dari atasan, serta organisasi, dapat menciptakan rasa aman secara
psikologis. Sebuah studi yang dilakukan oleh Schaufeli dan Bakker (dalam Saks, 2006)
menemukan bahwa dukungan dari orang lain akan mendorong terjadinya keterikatan. Dua
variabel yang menangkap esensi dari dukungan sosial yang dirasakan adalah perceived
mengarah pada kepercayaan bahwa organisasi akan menghargai kontribusi dan peduli pada
kesejahteraan karyawan. Ketika karyawan percaya bahwa organisasi peduli pada mereka,
maka karyawan akan lebih engaged. Perceived supervisor support juga dianggap sama
dukungan organisasi positif akan memiliki komitmen organisasi, afeksi terkait dengan
tegangan serta adanya keinginan untuk menetap (Rhoades & Eisenberg, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Colquitt et al (dalam Saks, 2006) tentang keadilan
organisasi menemukan bahwa persepsi keadilan berkaitan dengan hasil organisasi, seperti
kepuasan kerja, komitmen organisasi, OCB, withdrawal, dan performansi. Ketika karyawan
memiliki persepsi yang tinggi tentang keadilan organisasi, maka mereka akan terikat
terhadap perusahaan. Disisi lain, persepsi yang rendah terhadap keadilan akan
Work-life balance atau keseimbangan kehidupan didalam pekerjaan menurut Hudson (2005),
menyatakan bahwa work-life balance merupakan tingkat kepuasan yang berkaitan dengan peran
ganda dalam kehidupan seseorang. Work-life balance umumnya dikaitkan dengan keseimbangan,
atau mempertahankan segala aspek yang ada didalam kehidupan manusia. Maka dapat
disimpulkan bahwa work-life balance adalah suatu bentuk keseimbangan yang terjadi dalam
kehidupan seseorang dimana mereka tidak melupakan tugas dan kewajibannya dalam bekerja
Singh dan Khanna (2011) menyatakan work-life balance sebagai konsep luas yang
melibatkan penetapan prioritas yang tepat antara “pekerjaan” (karir dan ambisi) pada satu sisi dan
“kehidupan” (kebahagiaan, waktu luang, keluarga dan pengembagan spiritual) di sisi lain.
Kebanyakan orang saat terjun dalam dunia kerja jadi kehilangan keseimbangan dalam hidup
mereka. Semakin tinggi karir mereka atau semakin tinggi bisnis yang dijalankan, maka semakin
sulit bagi mereka untuk menikmati hidup. Akhirnya waktu untuk keluarga dan “me time” jadi
pribadi dan keluarganya sebagai instrumen dalam memberikan perhatian yang seimbang antara
domain kerja (working domain) dengan domain non-kerja (non-working domain). Hal ini juga
selaras dengan pendapat Frame dan Hartog dalam Moedy (2013) yang memaparkan bahwa work-
life balance berarti karyawan dapat dengan bebas menggunakan jam kerja yang fleksibel untuk
menyeimbangkan pekerjaan atau karyanya dengan komitmen lain seperti keluarga, hobi, seni, dan
Komponen Work-Life Balance Menurut Fisher (2013), meliputi empat komponen penting,
yaitu:
1. Waktu
Meliputi banyaknya waktu yang digunakan untuk bekerja dibandingkan dengan waktu
2. Perilaku
Meliputi adanya tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini berdasarkan
pada keyakinan seseorang bahwa dia mampu mencapai apa yang dia inginkan dalam
3. Ketegangan
mempertahankan atensi.
4. Energi
Meliputi energi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Energi
merupakan sumber terbatas dalam diri manusia, sehingga apabila individu kekurangan energi
Menurut Mcdonald dan Breadly (2005), menyatakan bahwa terdapat tiga aspek dalam
1. Keseimbangan Waktu
Berfokus pada keseimbangan waktu yang diberikan pada pekerjaan dan diluar
pekerjaan. Keseimbangan waktu berarti jumlah waktu yang diperoleh seseorang ketika
bekerja dan kegiatan diluar pekerjaan. Hasil yang diharapkan dengan keseimbangan
kepuasan kerja, organisasi waktu menjadi lebih baik dan mengurangi stres.
2. Keseimbangan Keterlibatan
peran diluar pekerjaan, sehingga dapat menikmati waktu yang ada dan terlibat baik secara
3. Keseimbangan Kepuasan
Berfokus pada tingkat keseimbangan kepuasan seseorang dalam pekerjaan maupun
kebutuhan pekerjaan dan diluar pekerjaan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari
kondisi keluarga, hubungan antara rekan kerja dan kualitas maupun kuantitas pekerjaan
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan
pribadi, individu. Misalnya, bekerja dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu mengganggu
kehidupan pribadinya, hal ini dapat mengganggu kinerja individu pada saat bekerja
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi seseorang dapat
meningkatkan performa individu dalam dunia kerja. Misalnya, apabila individu merasa
senang dikarenakan kehidupan pribadinya menyenangkan, maka hal ini dapat membuat
1. Karakteristik Kepribadian
Terdapat hubungan antara tipe attachment yang didapatkan individu ketika masih
kecil dengan work-life balance. Individu yang memiliki secure attachment cenderung
mengalami positive spillover dibandingkan individu yang memiliki insecure attachment.
2. Karakteristik Keluarga
Menjadi salah satu aspek penting yang dapat menentukan ada tidaknya konflik
antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Misalnya konflik peran dan ambigiunitas peran
3. Karakteristik Pekerjaan
Meliputi pola kerja, beban kerja dan jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja
dapat memicu adanya konflik baik konflik dalam pekerjaan maupun konflik dalam
kehidupan pribadi.
4. Sikap
kontribusi optimal dari masing-masing individu yang ada pada organisasi berupa kinerja
karyawan. Hal ini dikarenakan kinerja karyawan merupakan salah satu komponen penting yang
dianggap sebagai kriteria utama dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan organisasi. Pengukuran dan evaluasi kinerja karyawan pada setiap organisasi berbeda.
Terlepas dari tujuannya, organisasi memerlukan penilaian kinerja yang akurat dan efisien
sehingga dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang sesuai bagi pengembangan sumber
perusahaan didirikan karena memiliki maksud tertentu yang ingin dan harus dicapai. Untuk
menggapai tujuannya tiap organisasi di pengaruhi perilaku organisasi. Salah satu aktivitas
yang paling banyak di laksanakan dalam organisasi adalah kinerja karyawan, yakni
bagaimana melaksanakan semua yang berhubungan dengan pekerjaan atau peranan dalam
organisasi. Arti kinerja atau performance merupakan gambaran atas tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu program aktivitas atau kebijakan dalam mencapai sasaran, tujuan visi dan
Arti kata kinerja berasal dari kata job performance dan di aritkan juga
actualiperformance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah di capai oleh
tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan tugas organisasi. Moeheriono (2012)
menyebutkan, arti kinerja karyawan atau definisi performance sebagai hasil kinerja yang
dapat diraih oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif, sesuai dengan kewenangan, tugas dan tanggung jawab
masing-masing guna mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak menyalahi
pelaksanaan program aktivitas atau kebijakan dalam mencapai sasaran, tujuan, visi
dan misi organisasi yang di tuangkan dalam perencanaan dan strategi organisasi. Kinerja
sebagai hasil dari fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu kegiatan
organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai hal guna mencapai tujuan organisasi dalam waktu
tertentu. Fungsi aktivitas atau pekerjaan yang dimaksud yakni pelaksanaan pekerjaan atau
aktivitas seseorng atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya dalam
Menurut (Afandi, 2018) menyatakan kinerja adalah sejauh mana seseorang telah
melaksanakan strategi organisasi dalam mencapai tujuan sesuai dengan perannya dan
Emron Edison, Yohny Anwar (2017) menunjukkan bahwa kinerja adalah hasil dari proses
yang menyelesaikan pekerjaan selama periode waktu tertentu, berdasarkan aturan atau
Tujuan penilaian kinerja atau prestasi kerja karyawan pada dasarnya meliputi
(Veithzal, 2015):
2. Pemberian imbalan yang sesuai, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji
1. Evaluasi tujuan dan saran, dilakukan dengan memberikan umpan balik terhadap proses
perencanaan dalam menetapkan tujuan sasaran kinerja organisasi dimasa yang akan
datang
2. Evaluasi rencana, jka penilaian kinerja yang dicapai tidak sesuai dengan rencana maka
dicari penyebabnya
saat proses pelaksanaan yang sesuai harapan seperti kurang kondusif, yang menyebabkan
4. Evaluasi proses kinerja, dengan melakukan penilaian terkait kendala dalam proses
pelaksanaan kinerja. Mulai dari mekanisme kerja yang berjalan sesuai yang diharapkan,
hingga masalah kepemimpinan dan hubungan dengan rekan kerja
5. Evaluasi pengukuran kinerja, menilai kinerja yang telah dilakukan dan menilai sistem
review dan coaching telah berjalan sesuai dengan metode yang digunakan
6. Evaluasi hasil, apabila terdapat hambatan dan masalah akan dicari faktor penyebabnya
dipengaruhi oleh:
1. Kualitas dan kemampuan pegawai berkaitan dengan pendidikan atau pelatihan, semangat
2. Sarana pendukung, yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja dalam
organisasi seperti keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi. Terkait
3. Supra sarana yaitu kebijakan sarana pemerintah serta hubungan industrial manajemen.
c. Tanggung jawab dan kerja sama, bagaimana seseorang mampu bekerja dengan baik
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melakukan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang di berikan padanya (Anwar A.A Prabu Mangkunegara,
2012).
al., 2020). Penelitian tentang kinerja karyawan telah banyak dilakukan mengingat pentingnya
peran karyawan dalam organisasi, tak terkecuali bagi perbankan. Sebagai salah satu industri
penyedia jasa, kinerja karyawan khususnya dalam memberikan pelayanan sesuai prosedur
dan service level agreement merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan
(Yuniawan et al., 2020). Karyawan pada sektor perbankan di Pakistan dipengaruhi oleh gaji
dan tunjangan yang diterima, keamanan kerja, dan mekanisme pemberian bonus bagi
tugas yang diberikan kepadanya, berdasarkan catatan, pengalaman, integritas, dan waktu
(Hasibuan, 2017). Kinerja karyawan yaitu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Mangkunegara, 2017). Selain itu, terdapat dimensi dan
1. Kualitas kerja
mencangkup :
c. Jumlah unit
2. Kuantitas Kerja
dengan melihat banyaknya jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam satu waktu
yang dapat terlaksana sesuai harapan perusahaan. Indikator dalam dimensi ini
mencangkup:
a. Target Kerja
b. Volume Pekerjaan
c. Jumlah unit
3. Ketepatan Waktu
perusahaan agar suatu pekerjaan dapat terselesaikan pada waktu yang ditentukan.
Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi akan mempunyai perasaan
positif terhadap pekerjaannya, sementara orang yang tidak puas akan memiliki perasaan yang
negatif tentang pekerjaannya. Sehingga karyawan yang memiliki rasa kepuasan terhadap
pekerjaannya akan berkinerja lebih baik (Stephen P. Robbins, 2015). Kepuasan kerja adalah
respon perasaan terhadap aspek dalam pekerjaannya melalui hasil penilaian pekerjaan sebagai
rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai yang penting dalam pekerjaan (Afandi,
2018). Selain itu, kepuasan kerja merupakan perasaan yang mendukung karyawan dengan
pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan
terkait aspek upah, gaji yang diterima, promosi, hubungan dengan rekan kerja, penempatan
kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan. Sedangkan
perasaan yang berhubungan dengan dirinya seperti umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan
Berdasarkan teori kepuasan kerja diatas maka, kepuasan kerja merupakan perasaan
yang dirasakan karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukan, atas apa yang telah diterimanya
Gagasan tentang kepuasan individu yang menjadi faktor kinerja penting dalam
bisnis, dapat ditemukan dalam berbagai penelitian psikologi dan perilaku manusia di awal
dan pertengahan abad ke-20. Abraham Maslow, salah satu peneliti terkemuka pada
periode itu mengembangkan serangkaian teori yang terkait dengan kebutuhan pribadi
didefinisikan dengan daftar hierarki kebutuhan yang perlu dipenuhi untuk meningkatkan
kepuasan hidup; mulai dari kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan,
kemudian meluas ke cinta dan kepemilikan dan akhirnya tingkat “lebih tinggi” seperti
Menurut Thomas Wright (2009) menemukan bahwa ketika karyawan memiliki tingkat
kesejahteraan psikologis dan kepuasan kerja yang tinggi, akan melakukan pekerjaan lebih
baik dan kecil kemungkinannya untuk meninggalkan pekerjaan. Karyawan yang puas tidak
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang disebutkan oleh
itu.
Hasil yang diterima pekerja tersebut meliputi tingkat gaji dan kesesuaian
3. Pengawasan
4. Kesempatan promosi
jabatan
5. Rekan Kerja
6. Kondisi kerja
Kepuasan kerja juga dijadikan indikator dari perbedaan apa yang diinginkan
karyawan dari tempat kerjanya dengan yang diberikan perusahaan. Karyawan menentukan
seberapa senang dari apa yang didapatkan dalam pekerjaan, pemberi kerja, dan lingkungan
kerjanya secara keseluruhan Adapun dimensi dan indikator kepuasan kerja oleh (Luthans,
otonomi dari pekerjaan itu sendiri telah terbukti menjadi dua faktor motivasi
terpenting yang terkait dengan pekerjaan. Indikator untuk dimensi ini adalah:
d. Pencapaian keberhasilan
e. Membuat kemajuan
3. Promosi
kenaikan jabatan dan kesempatan untuk maju. Indikator dalam dimensi ini
mencangkup :
a. Tingkat kemajuan
b. Standar promosi
c. Kenaikan jabatan
d. Kenaikan gaji
4. Pengawasan
dilakukan agar dapat memotivasi karyawan. Indikator yang dalam dimensi ini
mencangkup :
5. Rekan Kerja
Rekan kerja yang ramah dan kooperatif adalah sumber kepuasan kerja bagi
b. Ada bantuan dari sesama rekan kerja yang sedang mengalami kesulitan
6. Kondisi Kerja
Kondisi kerja yang baik (bersih, lingkungan yang menarik), akan membuat
buruk (panas, bising), individu akan merasa lebih sulit untuk menyelesaikan
pekerjaan. Indikator dalam dimensi ini yaitu suasana kerja seperti peralatan