Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Rivai dan Sagala (2010) manajemen sumber daya manusia


merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunanaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Mathis dan Jackson (2011)
manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari
suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan kemampuan karyawan
sudah efektif dan efisien dalam memenuhi tujuan organisasi. Menurut
Sedarmayanti (2013) manajemen sumber daya manusia adalah rancangan
sistem formal dalam organisasi yang digunakan untuk memastikan penggunaan
bakat manusia sudah efektif dan efisien dalam memenuhi tujuan.
Berdasarkan pengertian – pengertian manajemen sumber daya manusia
yang dikemukakan para ahli, secara garis besar manajemen sumber daya
manusia adalah sistem formal dirancang dalam suatu organisasi yang
digunakan untuk memastikan penggunaan sumber daya manusia sudah efektif
dan efisien dalam mewujudkan tujuan organisasi.

2.1.1.1 Fungsi manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Hasibuan (2016) manajemen sumber daya manusia


meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,
pengadaan, pengembanngan, kompensasi, pengintergrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian :.
1. Perencanaan Merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien
agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya
tujuan.
2. Pengorganisasian Sebuah kegiatan yang dimana mengorganisir semua
karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi
wewenang, integrasi dan koordinasi dalam organisasi.

13
14

3. Pengarahan Pengarahan bertanggung jawab dalam mengarahkan


seluruh karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan
efisien dalam membantu terwujudnya tujuan perusahaan.
4. Pengendalian Kegiatan ini berfungsi dalam mengendalikan seluruh
karyawan agar mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan
yang berlaku dalam perusahaan dan juga agar bekerja sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Pengadaan Pengadaan adalah sebuah proses penarikan, seleksi,
penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang
sesuai dengan apa yang perusahaan butuhkan.
6. Pengembangan Proses peningkatan keterampilan, teknis, teoritis,
konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun yang akan datang.
7. Kompensasi Sebuah timbal balik atau pemberian balas jasa kepada
karyawan secara langsung ataupun tidak langsung sebagai imbalan jasa
yang telah dikerjakan oleh karyawan untuk perusahaan.
8. Intergasi Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan
kebutuhan karyawan agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling
menguntungkan.
9. Pemeliharaan Pemeliharaan berfungsi dalam memelihara atau menjaga
dan juga meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar
setia pada perusahaan.
10. Kedisiplinan Membuat seluruh individu dalam organisasi agar
mempunyai keinginan dan kesadaran agar mau mentaati peraturan-
peraturan perusahaan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
11. Pemberhentian Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu
perusahaan.Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan,
keinginan perusahaan, kontrak kerja yang berakhir, penisun dan sebab-
sebab lainnya.
15

2.1.2 Kepuasan Kerja Karyawan

2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Suwatno dan Priansa (2011), kepuasan kerja adalah cara


individu merasakan pekerjannya yang dihasilkan dari sikap individu
tersebut terhadap berbagai aspek yang terkandung dalam pekerjaan.
Pemahaman serupa juga dikemukakan oleh Wibowo (2011) kepuasan
kerja adalah derajat positif atau negatifnya perasaan seseorang mengenai
berbagai segi tugas-tugas pekerjaan, tempat kerja dan hubungan dengan
sesama pekerja. Sementara menurut Hasibuan (2013), kepuasan kerja
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerja.
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai kepuasan kerja oleh
para ahli, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah tingkat
kepuasan seorang karyawan yang dipengaruhi berbagai aspek terkandung
dalam pekerjaan, seperti tugas, tempat kerja, dan hubungan sosial di
lingkungan pekerjaan.

2.1.2.2 Teori Kepuasan Kerja

Menurut Rivai (2010: 856-857), pada dasarnya teori-teori tentang


kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu:
1. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory) Teori ini mengukur
kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang
seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Apabila kepuasannya
diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih
puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy
yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara
sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.
2. Teori keadilan (Equity theory) Teori ini mengemukakan bahwa orang
akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya
keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut
16

teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil,
keadilan dan ketidakadilan. Setiap orang akan membandingkan rasio
input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan
itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila
perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa
menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan
itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
3. Teori dua faktor (Two factor theory) Menurut teori ini kepuasan dan
ketidakpuasan kerja merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu.
Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok
yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor
atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri
dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk
berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi.
Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber
ketidakpuasan, terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan
antarpribadi, kondisi kerja dan status.

2.1.2.3 Efek dari ketidakpuasan kerja

Menurut Robbins dan Judge (2013), konsekuensi dari


ketidakpuasan kerja dapat dilihat dari model the exit-voice-loyalty-
neglect framework. Berikut adalah uraian dari model tersebut :
1. Exit : Exit merupakan reaksi individu yang memilih untuk keluar
dari organisasi, baik itu mencari posisi baru ataupun mengundurkan
diri.
2. Voice : Voice merupakan reaksi individu yang memilih untuk aktif
memberikan saran konstruktif bagi organisasi untuk memperbaiki
kondisi.
3. Loyalty : Loyalty merupakan reaksi individu yang memilih untuk
pasif namun optimis menunggu sampai kondisi membaik, termasuk
membela perusahaan dari kritikan eksternal serta mempercayai
organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang benar.
17

4. Neglect : Neglect merupakan reaksi individu yang memilih untuk


secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk
absenteeism atau ketelatan, penurunan upaya kerja, dan peningkatan
tingkat kesalahan.

2.1.2.4 Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja

Menurut Smith et al.(1969), ada 5 aspek yang mempengaruhi


kepuasan kerja, aspek-aspek tersebut adalah :
1. Pekerjaan Itu Sendiri
Pekerjaan itu sendiri sangat mempengaruhi kepuasan kerja karena
kepuasan terhadap tugas, oportunitas untuk belajar dari pekerjaan
tersebut, dan juga kepercayaan untuk diberi tanggung jawab atas
sebuah tugas.
2. Gaji
Gaji merupakan kompensasi finansial yang diterima atas
penyelesaian tugas dalam suatu organisasi. Kepuasan kerja dari gaji
terjadi apabila kompensasi yang diterima sudah bersifat adil saat
dibandingkan dengan rekan kerja dalam suatu organisasi.
3. Promosi
Promosi berhubungan dengan peluang anggota organisasi untuk
memajukan karir.

4. Pengawasan atasan
Kompetensi supervisor dalam memberikan bantuan kepada staf
dalam memenuhi nilai dan tujuan organisasi. Bantuan dapat berupa
bantuan teknis ataupun bantuan moral.

5. Rekan Kerja
Rekan kerja berpengaruh dengan kepuasan kerja. Staf dalam sebuah
organisasi akan memiliki tim kerja yang dapat membantu mereka
dan sebagai interaksi social. Indikator dapat dilihat dari kompetensi
18

teknis yang dimiliki rekan dan juga dari sifat yang socially
supportive.

Teori ini masih valid karena digunakan dalam penelitian oleh


Muhammad Ainul Yaqin (2013)
Menurut Spector (1985), kepuasan kerja memiliki dimensi sebagai
berikut :
1. Pekerjaan itu sendiri
Pekerjaan itu sendiri berhubungan dengan oportunitas untuk belajar,
tugas yang menarik dan menantang, dan kepercayaan diberi tanggung
jawab dalam suatu organisasi.
2. Gaji
Gaji merupakan upah finansial yang diberikan sebagai gambaran
bagaimana organisasi menilai pekerjaan yang dilakukan oleh individu.
Kepuasan akan terjadi apabila kompensasi pekerjaan sudah dianggap
adil sesuai pekerjaan.
3. Oportunitas Promosi
Oportunitas promosi berhubungan dengan terbuka atau tertutupnya
peluang promosi individu dalam suatu organisasi baik dalam bentuk
peningkatan gaji atau posisi dalam hirarki organisasi.
4. Supervisi staf
Supervise staf berhubungan dengan bagaimana interaksi antara atasan
dengan bawahan. Interaksi bisa diilustrasikan dengan bagaimana
atasan memberikan saran dan bantuan.
5. Rekan Kerja
Rekan kerja berfungsi sebagai kelompok untuk menyelesaikan suatu
tugas dan juga sebagai interaksi sosial individu dalam organisasi.
rekan kerja memiliki pengaruh positif kepada kepuasan yakni semakin
baik rekan kerja (ramah,kompeten,dll) maka kepuasan akan
meningkat.
6. Benefits
Tunjangan yang diberikan organisasi kepada individu berpengaruh
kepada kepuasan kerja secara positif. Semakin bagus tunjangan yang
diberikan maka kepuasan kerja akan meningkat.
19

7. Contingent rewards
Contingent rewards merupakan bonus yang diberikan organisasi
kepada individu berdasarkan pada performa. Jika performa bagus
individu diberikan bonus maka kepuasan akan meningkat.
8. Prosedur kerja
Prosedur kerja dalam suatu organisasi.

9. Komunikasi
Komunikasi merupakan komunikasi secara keseluruhan dalam
organisasi.

Teori ini masih valid karena digunakan dalam chiemeke, Choi,


dan Hapriza (2017). Menurut Luthans (2011:141), kepuasan kerja
memiliki 6 indikator yang dapat mempengaruhi, yaitu:
1. Pekerjaan itu sendiri
Karyawan akan lebih merasa puas terhadap pekerjaannya apabila mereka
diberikan tugas yang menarik dan menantang serta kesempatan untuk
belajar. Dalam research yang ditemukan oleh penulis, kepuasan kerja
juga berhubungan dengan oportunitas yang sama, lingkungan yang
ramah, dan perilaku anti-harassment dalam suatu organisasi.
2. Gaji
Uang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Uang juga
dapat dijadikan sebagai alat untuk memperoleh kepuasan tingkat atas.
Gaji dilihat oleh karyawan sebagai gambaran bagaimana manajemen
mengevaluasi kontribusi mereka terhadap organisasi.
3. Promosi
Secara tradisional, promosi adalah cara seseorang menaikan posisi
mereka dalam hirarki suatu organisasi. Promosi memiliki pengaruh yang
berbeda terhadap kepuasan kerja dikarenakan bentuk promosi berbeda-
beda, perbedaan tersebut dapat dicontohkan dengan promosi yang
diterima orang berdasarkan senioritas akan berbeda dengan promosi yang
didasarkan oleh prestasi atau kinerja.
4. Supervisi atasan
20

Supervisi dibagi menjadi 2 dimensi, yang pertama adalah Employee-


Centered lebih memfokuskan pada interaksi supervisor kepada
karyawan. Interaksi yang dimaksud dalam dimensi ini adalah bagaimana
supervisor memeriksa kondisi karyawan dalam melakukan tugas,
memberikan saran dan bantuan, serta berkomunikasi dalam personal
ataupun resmi. Dimensi kedua dalam supervisi adalah partisipasi yang
dapat dilihat dari cara supervisor melibatkan karyawan dalam beberapa
pengambilan keputusan.
5. Work group
Kelompok kerja berfungsi sebagai sumber support, kenyamanan, saran,
dan bantuan bagi individu. Kelompok kerja yang ramah dan kooperatif
memiliki pengaruh yang baik terhadap kepuasan kerja. Dalam research
yang ditemukan oleh penulis, kelompok kerja yang memiliki
ketergantungan antara anggotanya dalam menyelesaikan tugas memiliki
tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang
anggotanya dapat menyelesaikan tugasnya sendiri.
6. Working conditions
Keadaan lingkungan memiliki pengaruh kepada kepuasan kerja, jika
keadaan lingkungan dalam suatu organisasi itu baik (bersih, attractive,
lingkungan menarik) maka kepuasan karyawan akan meningkat, dan juga
sebaliknya, apabila kondisi kurang baik atau buruk (panas, berisik) maka
kepuasan akan menurun.
Penelitian ini menggunakan dimensi dan indikator menurut Smith et
al dalam Azeem (2010) sebagai referensi untuk menyusun pertanyaan
kuesioner penelitian.

2.1.3 Lingkungan Kerja

2.1.3.1 Definisi Lingkungan Kerja

Definisi menurut Greenhalgh dan Rossenblatt (1984) masih


relevan karena masih di bahas dalam Koestanto dan Ardi (2017) salah
satu faktor yang mempengaruhi turnover intention adalah lingkungan
kerja. Definisi menurut Nitisemito (1996) masih relevan karena masih
dibahas dalam Ginanjar (2013) lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada
21

di sekitar pekerja yang dapat mempengaruhi individu dalam menjalankan


tugas. Menurut Sedarmayati (2013) lingkungan kerja adalah keseluruhan
alat perkakas dan bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya dimana
seseorang bekerja, apa metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik
sebagai individu maupun dalam kelompok.

Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai lingkungan kerja


menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan
segala sesuatu yang berada di sekitar pekerja baik fisik atau non-fisik
yang dapat mempengaruhi proses penyelesaian tugas.

2.1.3.2 Dimensi dan Indikator Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2013) dimensi dan indikator lingkungan


kerja terbagi atas dua skala pengukuran yaitu:
1. Lingkungan kerja fisik yang terbagi atas penerangan/cahaya ditempat
kerja, temperatur/suhu diruang kerja, kelembaban, sirkulasi udara,
kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna, dekorasi,
musik dan keamanan.
1. Lingkungan kerja non fisik yang terbagi atas pengaruh kerja terhadap
karyawan dengan atasan atau bawahan, dan pengaruh kerja terhadap
sesama karyawan.
Menurut Nitisemito (1996) dalam Ginanjar (2013) Lingkungan kerja
sendiri mempunyai dua dimensi, yaitu :
1. Dimensi fisik : lingkungan kerja fisik dapat dilihat dari
berbagai indicator seperti pewarnaan ruangan, pencahayaan, kebersihan,
tata ruang, dll
2. Dimensi non fisik : lingkungan kerja non-fisik dapat dilihat dari
berbagai indicator seperti kesejahteraan karyawan, suasana kerja,
hubungan antar karyawan,dll
Penelitian ini menggunakan dimensi dan indikator menurut
Sedarmayanti (2013) sebagai referensi untuk menyusun pertanyaaan
kuesioner penelitian.
22

2.1.4 Komitmen Organisasi

2.1.4.1 Definisi Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi Robbins dan Judge (2013) mendefinisikan


komitmen sebagai suatu keadaan dimana individu sudah mengidentifikasi
suatu organisasi serta tujuan-tujuannyadan memilih untuk tetap menjadi
anggota. Kuntjoro (2002:1) mendefinisikan bahwa komitmen organisasi
merupakan proses pada individu untuk mengidentifikasikan dirinya
dengan nilai-nilai, aturan, dan tujuan organisasi, teori ini masih dianggap
relevan karena digunakan dalam Hamimah, Djaelani, dan Slamet
(2017).Definisi menurut Porter et al, (1978) masih relevan karena masih
dibahas dalam Ainiyah, Yulianeu, dan Fathoni (2017) komitmen
organisasi adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseoarang dalam
suatu organisasi.

Dari beberapa definisi komitmen organisasi yang dikemukakan


diatas, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah tingkat
dimana seorang karyawan mempercayai dan memahami tujuan dan nilai-
nilai organisasi serta mengikatkan diri kepada tujuan dan nilai organisasi.

2.1.4.2 Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasi

Dalam Mowday, dkk.(1982) dimensi dari komitmen organisasi


adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi (identification) yang meliputi kepercayaan dan penerimaan
tujuan dan nilai – nilai organisasi.
2. Keterlibatan (Involvement) yang meliputi kecenderungan melakukan
segala upaya untuk organisasi. Hal ini menghendaki seseorang karyawan
untuk bekerja paruh, tanpa memperdulikan pengorbanan yang dilakukan
tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan.
3. Loyalitas (loyality) yang meliputi keinginan untuk melanjutkan
keanggotaan dalam organisasi.Umumnya dalam komponen komitmen
organisasi.
23

Teori ini masih valid karena digunakan dalam penelitian Zulkarnain


dan Hadiyani (2014)

Menurut Meyer dan Allendalam Luthans (2011) komitmen


organisasi terdiri dari tiga dimensi, yaitu :
1. Komitmen afektif (affective commitment) Komitmen afektif
merupakan komitmen yang didasarkan oleh perasaan emosional individu,
identifikasi, keterlibatan dalam organisasi.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) Komitmen
berkelanjutan adalah komitmen yang didasarkan oleh kompensasi
finansial yang diberikan oleh organisasi kepada individu sebagai
pertimbangan untuk berpindah.
3. Komitmen normatif (normative commitment) Komitmen normative
adalah komitmen yang didasarkan oleh perasaan bahwa individu harus
tetap menjadi anggota organisasi karena itu merupakan hal yang benar
atau seharusnya dia lakukan.
Penelitian ini menggunakan dimensi dan indikator menurut Meyer
dan Allen dalam Luthans (2011) sebagai referensi untuk menyusun
pertanyaan kuesioner penelitian.

2.1.5 Turnover Intention

2.1.5.1 Definisi Turnover Intention

Turnover intention menurut (Zeffane (1994) masih relevan karena


masih dibahas dalam Amelia dan Febriansyah (2017) adalah
kecenderungan atau intensi individu untuk mengundurkan diri. Definisi
menurut Mobley et al (1978) masih relevan karena masih dibahas dalam
Anggraito dan Amboningtyas (2016), kecenderungan atau niat karyawan
untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela atau pindah dari
satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri.
Definisi menurut Lum et al. (1998) dalam Abdurahim dan Anisah (2015)
menyebutkan bahwaturnover intention adalah keinginan seseorang untuk
keluar dari organisasi, dengan evaluasi ketidakpuasaan individu dalam
24

oranisasi dapat memicu keinginan untuk keluar dan mencari pekerjaan


lain.
Maka berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan diatas,
dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah dorongan individu
untuk mengundurkan diri dari sebuah organisasi.

2.1.5.2 Dimensi dan Indikator Turnover Intention

Definisi menurut Mobley et al (2008)masih relevan karena


masih dibahas dalam Nafiudin (2017) menjelaskan tiga unsur dalam
proses pertimbangan seseorang sebelum mengundurkan diri dari
organisasi adalah sebagai berikut:
1. Adanya pikiran untuk berhenti bekerja (Thoughts of quitting the job)
semakin tinggi tingkat ketidakpuasan karyawan maka intensi untuk
keluar dari organisasi juga akan meningkat. Adanya pikiran untuk
berhenti bekerja merupakan tahap awal dalam model keinginan
berpindah. Hal ini melibatkan penilaian antara hal-hal yang diharapkan
dari pekerjaannya yang baru dengan harga yang harus dibayar jika
meninggalkan pekerjaannya sekarang.
2. Keinginan untuk mencari pekerjaan yang lain (The intention to search
different job) adalah intensi individu untuk mencari pekerjaan baru. Jika
tidak ditemukan alternatif pekerjaan yang lebih baiik, maka intensi untuk
bertahan di organisasi akan meningkat.
3. Intensi untuk keluar atau berhenti (Intention to quit) karyawan untuk
meninggalkan pekerjaannya adalah kelanjutan dari dua tahapan kognitif
yang mendahuluinya yaitu berpikir untuk berhenti dari pekerjaannya dan
intensi untuk mencari pekerjaan lain. Ketika individu memiliki intensi
untuk meninggalkan pekerjaannya, maka individu tersebut akan
mengambil kesimpulan untuk tetap bertahan atau untuk meninggalkan
pekerjaannya. Selanjutnya, apabila keputusan yang diambil individu
adalah meninggalkan pekerjaannya, maka terjadilah apa yang dikatakan
turnover sukarela yang sebenarnya.
25

Indikasi turnover intention menurut Harnoto (2002:2) masih


relevan karena masih dibahas dalam Anggraito dan Amboningtyas
(2016) adalah :
1. Absensi yang meningkat. Karyawan yang berkeinginan untuk
melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin
meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat
kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja. Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan
pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini
adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu
memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja. Berbagai
pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih
sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung,
maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan. Karyawan yang berkeinginan
untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap
kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang
ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang
tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini
berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan,
dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari
biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
Penelitian ini menggunakan dimensi dan indikator yang ditulis
menurut Mobley et al(2008) masih relevan karena masih dibahas dalam
Nafiudin (2017) sebagai referensi untuk menyusun pertanyaan kuesioner
penelitian.
26

Anda mungkin juga menyukai