Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Optimalisasi Aset


Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam penggunaan dan
pemanfaatan aset. Aset yang belum optimal dan tidak dapat dioptimalkan harus
dicari faktor penyebabnya, apakah factor dari aspek legal, fisik, nilai ekonomi
yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini adalah
rekomendasi berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset
yang dikuasai.

2.1.1 Pengertian Optimalisasi Aset


Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang
bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal
dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahap ini aset-aset yang dimiliki
negara diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan potensi dari aset
tersebut.Sedangkan menurut Nugent (2010),optimizing the utilization of assets in
terms of service benefit and financial returns. Berdasarkan pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa optimalisasi adalah pengoptimalan pemanfaatan potensi
dari sebuah aset yang dimana dapat menghasilkan manfaat yang lebih atau juga
mendatangkan pendapatan.
Aset yang memiliki potensi yang dapat dikelompokkan berdasarkan
sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan
ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka
panjang.Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan
transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari
penyebabnya mengapa aset tersebut menjadi idle capacity. Sebagaimana
disebutkan oleh Siregar (2004), bahwa untuk mengoptimalkan suatu aset harus
dibuat sebuah formulasi strategi untuk meminimalisir atau menghilangkan
ancaman dari faktor lingkungan dan untuk aset yang tidak dapat dioptimalkan
harus dicari penyebabnya.

10
Menurut Siregar (2004), bahwa optimalisasi pengelolaan aset itu harus
memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan
penggunaan aset (maximize asset utilization) dan meminimalkan biaya
kepemilikan (minimize cost of ownership). Untuk mengoptimalkan suatu
aset.dapat dilakukan Highest and Best Use Analysis (Siregar: 2004). Hal tersebut
bisa dilakukan dengan meminimalisir atau mungkin menghilangkan hambatan
atau ancaman atas pengelolaan aset-aset tersebut. Sehingga optimalisasi dari suatu
aset yang berstatus idle capacity bisa dilakukan.

2.1.2 Tujuan Optimalisasi Aset


Siregar (2004:776), menyebutkan bahwa tujuan optimalisasi aset secara
umum adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran,
fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset
tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya.
b. Pemanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan
peruntukkannya atau tidak.
c. Terciptanya suatu system informasi dan administrasi sehingga tercapainya
efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimalisasi aset bertujuan untuk mengidentifikasi aset, sehingga akan
diketahui aset yang perlu dioptimalkan dan bagaimana cara mengoptimalkan aset
tersebut. Hasil akhir optimalisasi aset ini adalah rekomendasi yang berupa
sasaran.strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.

2.1.3 Prosedur Optimalisasi Aset


Menurut Djumara (2007), dalam mencapai tujuan optimalisasi aset, ada
beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya sebagai berikut:
a. Identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal
Melakukan pendataan terhadap semuan aset yang dimiliki yang mencakup
ukuran, fisik, legal status dan kondisi aset. Melakukan identifikasi atas

11
kelengkapan dokumen-dokumen legalnya dan analisis yuridis atas aset
bermasalah yang pada akhirnya dapat memberikan legal opinion.
b. Penilaian aset tetap
Melakukan kegiatan penilaian untuk mengetahui nilai pasar (market value)
atas objek properti dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan
metode penilaian yang lazim digunakan dalam pekerjaan penilaian, yaitu:
1) Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode
perbandingan langsung (direct comparison)
2) Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti
baru yang disusutkan (depreciated replacement cost)
3) Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas
terdiskonto (discounted cash flow)
4) Pendekatan pengembangan tanah (land development approach)
dengan land residual method.
c. Analisis optimalisasi pemanfaatan fixed assets
Analisis optimalisasi pemanfaatan adalah untuk mengidentifikasi dan
memilah aset yang masuk dalam aset operasional atau aset non
operasional. Untuk aset operasional kemudian dilakukan kajian yang lebih
mendalam untuk mengetahui apakah aset operasional tersebut sudah
optimal pemanfaatannya atau belum. Apabila belum optimal dilakukan
studi optimalisasi. Studi optimalisasi ini dilakukan berdasar tolak ukur
kebutuhan akan aset tersebut dikaitkan dengan kegiatan usahanya. Untuk
aset non operasional, analisis dilakukan terhadap kondisi aset saat
ini.untuk mengetahui apakah pemanfaatan aset ini sudah optimal atau
belum dilihat dari penggunaan tanah dalam bangunan dan fungsional
bangunannya dari aspek ekonomis. Analisis ini akan mencakup regulasi,
peruntukkan dan pengembangan kawasan sekitar.

d. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA)


Objek pengembangan sistem informasi manajemen aset (SIMA), sebagai
alat untuk optimalisasi dan efisiensi pengelolaan aset. Sedangkan SIMA

12
adalah suatu konsep yang memadukan beberapa disiplin keahlian, dengan
memadukan berbagai disiplin keahlian akan dapat menunjang pemanfaatan
terbaik dari aset yang dimiliki.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 5 tahapan atau
langkah-langkah yang harus dilewati dalam melakukan optimalisasi aset.
Langkah-langkah tersebut yaitu identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal,
penilaian aset tetap, analisis optimalisasi pemanfaatan fixed asset dan sistem
informasi manajemen aset (SIMA).

2.1.4 Pemanfaatan Aset


Pemanfaatan adalah salah satu bentuk dari optimalisasi yang dilakukan.
Pemanfaatan yang dilakukan harus sesuai dengan peruntukkannya sama halnya
dengan penggunaan. Pemanfaatan yang dilakukan tidak boleh keluar dari
peruntukkan yang telah ditetapkan (harus sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007,
pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama
pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah dengan tidak
mengubah status kepemilikan.
Dalam menunjang penggunaan dan pemanfaatan aset yang optimal, harus
dilakukan pemeliharan terhadap aset tersebut. Dalam pemeliharaan ini ditentukan
mengenai sumber dana pemeliharaan, metode pemeliharaan dan biaya
pemeliharaan. Sumber dana yang digunakan dari pemeliharaan ini harus jelas,
apakah dari perusahaan sudah dianggarkan mengenai dana untuk pemeliharaan
atau dana pemeliharaan berasal dari pendapatan atas pengelolaan aset tersebut.
Setelah itu ditentukan, dapat dipilih mengenai metode pemeliharaan yang akan
dilakukan atau digunakan. Sebelum melakukan pemanfaatan, pengelola harus
melakukan Analisa rencana Pemanfaatan Aset/Barang. Dalam melakukan analisa
dan menyusun rencana pemanfaatan untuk masing-masing unit barang/aset yang
dimiliki dan atau dikelola, sebaiknya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut,
(Djumara:2007) :
1. Menyusun Data Barang/aset tentang;

13
a. Data Teknis dari barang/asset.
b. Data Lingkungan dimana aset berada.
c. Data Legal dari aset.
d. Data Ekonomis dari aset.
e. Data Sosial.
2. Meneliti potensi peluang yang dimiliki oleh barang/aset
untukdioptimalkan dari segi:
a. Potensi Teknis yang dimiliki dari aset.
b. Potensi Lingkungan tempat aset berada.
c. Potensi Legal dari aset.
d. Potensi peluang Ekonomis dari aset.
e. Potensi Sosial.
3. Menganalisa Potensi/kemampuan dari aset-aset yang memungkinkan
untuk dioptimalisasikan dari segi:
a. Kemampuan dari aset tersebut untuk dipasarkan (marketability).
b. Kemampuan dari aset tersebut untuk menghasilkan uang atau
keuntungan (profitability) jika dioptimalisasikan.
c. Sejauh mana Kemampuan Teknis dari aset itu sendiri (technical
viability), bagaimana dukungan lingkungan guna optimalisasi aset itu
sendiri.
d. Landasan Legal untuk optimalisasi aset yang memungkinkan apakah
cukup kuat dan menunjang.
4. Menyusun Rancangan Program Optimalisasi Pemanfaatan Barang/Aset
yang meliputi:
a. Menyusun Rancangan program optimalisasi pemanfaatan untuk
masing-masing aset yang mungkin untuk dioptimalisasikan.
b. Menyusun perkiraan/Estimasi penerimaan pendapatan (jumlah dan lama
masanya) bagi aset yang mempunyai kemungkinan untuk
dioptimalisasikan tersebut.
c. Menyusun Rancangan pengelolanya/pelaksananya apakah akan
dilaksanakan oleh pihak ketiga atau swakelola.

14
2.2 Manajemen Pemasaran dan Marketing Mix
Definisi resmi yang dinyatakan oleh Chartered Institute of Marketing
(Inggris) yang dikutip oleh Davey dan Jacks (2001:2), “Pemasaran adalah proses
manajemen yang bertanggung jawab untuk mengenali, mengantisipasi, dan
memuaskan keperluan pelanggan secara menguntungkan”. Philip Kotler, pakar
pemasaran terkemuka mendefinisikannya sebagai berikut : “Pemasaran adalah
proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta
penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi (Kotler, 2002:9). Peter
Drucker, pakar manajemen, mendefinisikannya secara sederhana: “Pemasaran
adalah melihat bisnis melalui mata pelanggan” (Davey dan Jacks, 2001:2).
Dengan begitu, walaupun suatu organisasi telah berhasil melaksanakan
fungsi pemasarannya dan memiliki pangsa pasar yang sangat luas cakupannya,
tetap saja organisasi tersebut harus memperhatikan apa yang selanjutnya harus
dilakukan untuk dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Perusahaan yang sukses dalam menjalankan fungsi pemasarannya adalah
perusahaan yang dapat menjadi solusi bagi pelanggan dengan memuaskan
kebutuhan konsumen secara ekonomis, dan memberikan kenyamanan untuk
pelanggan serta terbangunnya suatu kepercayaan dan komunikasi yang efektif.
Berdasarkan Kotler dan Keller (2007) bahwa terdapat sepuluh entitas
berbeda yang dipasarkan yaitu diantaranya:
1. Barang
Barang-barang fisik merupakan bagian yang terbesar dari produk dan usaha
pemasaran kebanyakan Negara. Setiap tahun perusahaan-perusahaan
memasarkan berbagai jenis produk seperti produk makanan, minuman, mobil,
alat-alat elektronik dan berbagai produk yang menopang kehidupan
masyarakat.
2. Jasa
Ketika perekonomian semakin maju, maka semakin meningkatkan proporsi
kegiatan mereka yang difokuskan pada produksi jasa. Jasa mencakup seperti
perusahaan yang bergerak pada bidang penerbangan, hotel, sewa mobil,

15
perusahaan yang melakukan perawatan dan perbaikan dan sebagainya. Serta
para profesional yang bergerak di bidang jasa seperti akuntan, pengacara,
dokter, insinyur dan konsultan manajemen.
3. Acara Khusus (Event)
Pemasaran mempromosikan acara-acara khusus yang terkait dengan waktu
bersejarah, seperti pameran dagang yang besar, pementasan seni, dan ulang
tahun perusahaan. Acara-acara khusus olahraga global seperti Olimpiade atau
Piala Dunia dipromosikan secara agresif, baik kepada perusahaan maupun
penggemar.
4. Pengalaman
Dengan merangkai merengkai beberapa jasa dan barang, seseorang dapat
menciptakan, menggelar, dan memasarkan pengalaman. Ada pasar untuk
berbagai macam pengalaman, seperti menghabiskan waktu dalam arena
bermain, arena olahraga dan sebagainya.
5. Orang
Pemasaran selebriti telah menjadi bisnis penting. Setiap bintang film besar
memiliki seorang agen, seorang manajer pribadi, dan menjalin hubungan
dengan agen-agen kehumasan (PR). Artis, musisi, CEO, dokter, pengacara
dan ahli keuangan yang berpenampilan hebat, serta para profesional lain
meminta bantuan dari pemasar selebriti.
6. Tempat
Kota, negara, wilayah, dan bangsa-bangsa keseluruhan bersaing aktif untuk
menarik para turis, pabrik, kantor pusat perusahaan, dan tempat tinggal baru.
Para pemasar tempat mencangkup para spesialis pengembangan ekonomi,
agen serta periklanan.
7. Properti
Properti adalah hak kepemilikan tak berwujud, baik itu berupa benda nyata
(real estate) atau financial (saham dan obligasi). Properti itu diperjual
belikan, dan itu menuntut pemasaran. Agen real estate bekerja atas nama
pemilik atau pencari properti guna menjual atau membeli real estate untuk
keperluan komersial atau tempat tinggal.

16
8. Organisasi
Organisasi secara aktif bekerja untuk membangun citra yang kuat dan
menyenangkan dalam pikiran masyarakat publik mereka. Perusahaan
menghabiskan banyak uang untuk iklan identitas korporat. Tujuan
penggunaan pemasaran ini untuk mendorong citra buplik dan bersaing untuk
mendapatkan sebanyak mungkin konsumen dan dana.
9. Informasi
Informasi dapat diproduksi dan dipasarkan sebagai sebuah produk. Pada
hakikatnya, informasi merupakan suatu yang diproduksi dan didistribusikan
oleh masyarakat. Produksi, pengemasan, dan distribusi informasi merupakan
salah satu dan industri utama masyarakat. Bahkan perusahaa yang menjual
produk fisik berupaya menambahkan nilai melalui penggunaan informasi.
10. Gagasan
Setiap penawaran pasar mencangkup suatu gagasan dasar. Produk dan jasa
adalah platform untuk menyerahkan beberapa gagasan atau manfaat. Oleh
karena itu suatu gagasan memiliki suatu nilai untuk dipasarkan.

2.2.1 Pengertian Marketing Mix


Keadaan dunia usaha berubah dinamis seiring dengan perubahan selera
konsumen serta perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Maka cara
untuk menghadapi suatu perubahan diperlukan suatu strategi pemasaran yang
komprehensif serta efektif dan efisien. Dalam strategi pemasaran terdapat konsep
mengenai Marketing Mix Strategi atau strategi bauran pemasaran.
Menurut Kotler dan Keller (2007) marketing mix atau bauran pemasaran
merupakan suatu alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar
tujuan pemasarannya. Sedangkan menurut Suwarni (2009) marketing mix
merupakan suatu strategi yang berkaitan dengan penentuan bagaimana perusahaan
menyajikan penawaran produk disertai strategi pendukung lain berupa strategi
harga, promosi, serta strategi saluran distribusi, pada segmen pasar tertentu yang
merupakan sasaran pasarnya. Sehingga dapat disimpulkan dari dua pendapat
diatas bahwa strategi marketing mix merupakan suatu cara yang digunakan

17
perusahaan untuk mencapai target pemasaran dengan merancang beberapa
komponen pada marketing mix.

2.2.2 Komponen Marketing Mix


Para pemasar menggunakan berbagai macam strategi untuk dapat
mencapai target pasarnya. Strategi-strategi tersebut tergabung di dalam bauran
pemasaran. Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran
(Kotler, 2002:18).
McCharty mengklasifikasikan alat-alat itu menjadi empat kelompok luas
yang disebut 4P (Kotler, 2002:18), yaitu Produk (product), harga (price), tempat
(place), dan promosi (promotion). Variabel pemasaran tertentu dari masing-
masing P ditunjukkan pada gambar 2.1.
Perlu diperhatikan bahwa 4P merupakan strategi pemasaran dari penjual
agar dapat mempengaruhi pembeli. Dari sudut pandang penjual, setiap strategi
pemasaran direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan keuntungan
kepada konsumen. Robert Lauterborn menyarankan bahwa pemasar yang
menggunakan 4P untuk merespon 4C dari konsumen (Kotler, 2002:18), yaitu:

18
Bauran Pemasaran

Produk Tempat
Saluran pemasaran
Keragaman produk
Cakupan pasar
Kualitas
Pasar Sasaran Pengelompokan
Design
Harga Lokasi
Ciri
Daftar harga Promosi Persediaan
Nama Merek Promosi penjualan
Rabat / diskon
Transportasi
Kemasan Periklanan
Potongan harga khusus
Ukuran Tenaga Penjualan
Periode pembayaran
Sumber: (Kotler,
Pelayanan 2002:18)
Syarat kredit Kehumasan / Public Relation

Garansi Gambar 2.1 Pemasaran langsung

Imbalan Bauran Pemasaran 4P

Secara umun komponen-komponen Marketing Mix menurut Kotler (2009)


terdapat empat yaitu Product, Price, Place, dan Promotion (4P). Seiring
perkembangan dunia usaha khususnya pemasaran maka terdapat penambahan
pada strategi Marketing Mix yaitu terkait dengan manajemen pemasaran jasa.
Menurut Lupiyoadi (2009) Marketing Mix terkait jasa yaitu People, Physic dan
Process. Namun terkait dengan pemasaran pariwisata peket wisata (package)
masut keldalam bauran pemasaran wisata (Tourism Mix). Berikut penjelasan lebih
rinci mengenai komponen Tourism Marketing Mix.

19
Product
Package Price

Place
Physic Marketing
Mix

Process Promotion

People

Sumber: Olah Data Penulis


Gambar 2.2
Tourism marketing mix 8P

a. Product/Produk
Menurut Kotler (2007) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan
ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Sedangkan menurut Guntur
(2010) produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk adalah
konsep keseluruhan atas objek atau proses yang memberikan berbagai nilai para
pelanggan; barang dan jasa merupakan sub kategori yang menjelaskan dua jenis
produk (Tjiptono, 2000, hal 156). Dengan demikian, istilah „produk‟ kadangkala
dipakai dalam pengertian yang luas untuk mengartikan barang atau produk
manufaktur dan jasa. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumen
akan memilih produk sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Konsumen akan
menunjukan produk-produk yang memberikan kualitas, penampilan dan ciri-ciri
yang terbaik.

20
Dalam proses perencanaan strategi produk menurut Kotler (2002) meliputi
beberapa langkah, yaitu:
1) Analisis Situasi
Analisis situasi dilakukan terhadap lingkungan internal. hal-hal yang perlu
dipertimbangkan antara lain apakah perusahaan dapat memanfaatkan
peluang yang ditawarkan oleh lingkungan eksternalnya melalui sumber
daya yang dimiliki, seberapa besar permintaan terhadap produk tertentu,
dan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan
tersebut.
2) Penentuan Tujuan Produk
Selain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, produk yang dihasilkan
perusahaan dimaksudkan pula untuk memenuhi atau mencapai tujuan
perusahaan dengan demikian, perlu dipertimbangkan apakah produk yang
dihasilkan dapat memberikan kontribusi bagi pancapaian tujuan perusahaa.
3) Penentuan Sasaran Pasar/Produk
Perusahaan dapat berusaha melayani pasar secara keseluruhan ataupun
melakukan segmentasi dengan demikian, alternatif yang dapat dipilih
adalah produk standar, customized product, maupun produk standar
dengan modifikasi.
4) Penentuan Anggaran
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah penyusunan anggaran.
Anggaran ini bisa bermanfaat sebagai alat perencanaan, koordinasi,
sekaligis pengendalian.
5) Penetapan Strategi Produk
Dalam tahap ini, alternatif-alternatif strategi produk dianalisis dan dinilai
keunggulan dan kelemahannya, kemudian dipilih yang paling dapat dipilih
akan dibahas pada bagian terakhir.
6) Evaluasi Pelaksanaan Strategi
Aktifitas yang terakhir adalah evaluasi atau penilaian terhadap
pelaksanaan rencanan yang telah disusun.

21
b. Price/Harga
Price atau harga berkaitan dengan kebijakan biaya meliputi daftar harga,
potongan harga, pembayaran berkala, syarat kredit dan sebagainya terhadap suatu
barang/jasa. Perhitungan yang baik adalah harga yang sesuai dengan produk yang
ditawarkan.
Menurut Tjiptono (2000), harga memainkan bagian yang sangat penting
dalam bauran pemasaran jasa, karena penetapan harga memberikan penghasilan
bisnis. Keputusan-keputusan penetapan harga sangat signifikan dalam
menentukan nilai bagi pelanggan dan memainkan peran penting dalam
pembentukan citra bagi jasa tersebut. Harga juga memberikan persepsi mengenai
kualitas. Keputusan-keputusan penetapan harga seringkali dibuat dengan
menambahkan persentase mark up pada biaya. Perusahaan-perusahaan jasa,
sekurang-kurangnya dalam pasar yang dideregulasikan, perlu menggunakan
penetapan harga secara lebih strategik untuk membantu memperoleh keunggulan
kompetitif.
Keputusan-keputusan penetapan harga mempunyai dampak pada seluruh
bagian saluran pasokan/pemasaran. Para pemasok, wiraniaga, distributor, pesaing
dan pelanggan semua terkena pengaruh sistem penetapan harga. Lebih jauh,
penetapan harga mempengaruhi persepsi pembeli jasa yang ditawarkan. Sebagai
contoh, sebuah rantai hotel yang melayani pasar liburan paket wisata akan
menawarkan harga-harga murah dan pelanggannya akan mempunyai pengharapan
kualitas jasa yang lebih rendah dibanding untuk hotel dengan harga premium.
Keputusan-keputusan penetapan harga untuk jasa khususnya penting karen
karakteristik ketidak berwujud produk. Harga yang dikenakan pada suatu jasa
memberikan sinyal mengenai jasa tersebut kepada pelanggan yang bakal
menerimanya. Dengan demikian, sebuah restauran yang menempatkan menunya
dijendelanya agar dilihat calon pelanggan memberikan informasi kepada
pelanggan tentang apa yang mereka dapat harapkan dalam hal kualitas makanan
dan tingka layanan, selain harga.
Pertimbangan-pertimbangan penetapan harga khusus juga berlaku untuk jasa
dalam bentuk penyampaian segera dan pentingnya ketersediaan. Dengan

22
demikian, keputusan-keputusan penetapan harga untuk jasa mungkin melibatkan
penetapan harga premium pada waktu-waktu permintaan memuncak dan
penetapan harga diskon agar menarik pelanggan-pelanggan tambahan bila
permintaan menurun. Ini menyebabkan penetapan harga jasa menjadi rumit
didalam pasar paket liburan, kereta api dan penerbangan, jasa hiburan dan tempat-
tempat bersantai, jasa media periklanan dan banyak utilitas lain.
Keputusan mengenai penetapan harga suatu jasa baru harus
memperhitungkan banyak ciri-ciri/karakteristik yang relevan. Yang paling penting
dalam hal ini adalah bahwa keputusan penetapan harga harus konsisten dengan
strategi pemasaran secara keseluruhan. Penetapan harga yang berbeda-beda dalam
pasar yang berbeda-beda mungkin juga perlu dipikirkan. Sebagai tambahan, harga
khusus yang akan dikenakan tergantung pada jenis pelanggan kepada siapa jasa
akan dijual. Nilai tidak ditentukan oleh harga, tetapi oleh manfaat-manfaat oleh
pembeli jasa baru dibandingkan biaya akuisisi yang dipersepsikan akan diterima
totalnya, dan harga jasa alternatif yang bersaing dengannya.
1) Tujuan Penetapan Harga
Sebuah perusahaan jasa akan sangat sering menjual beraneka jasa.
Perusahaan tersebut mungkin memutuskan untuk menawarkan perjalanan, hotel,
transportasi, fasilitas-fasilitas dan perlengkapan olahraga, hiburan dan asuransi
merupakan contoh-contoh ini. Dalam bidang-bidang ini, penetapan harga perlu
dipertimbangkan dengan cermat agar mendapatkan keuntungan dan penghasilan
potensial maksimum dari setiap pelanggan.
Metode atau pendekatan penetapan harga alternatif untuk jasa adalah sama
yang dipakai untuk barang. Metode penetapan harga yang akan dipakai harus
diawali dengan pertimbangan mengenai tujuan penetapan harga. Menurut
Tjiptono (2000), tujuan-tujuan tersebut meliputi :
a) Kelangsungan hidup – dalam kondisi pasar yang merugikan, tujuan
penetapan harga mungkin mencakup tingkat profitabilitas yang diinginkan
untuk memastikan kelangsungan hidup.

23
b) Maksimalisasi keuntungan – Penetapan harga untuk memastikan
maksimalisasi profitabilitas dalam periode tertentu. Periode yang
ditentukan akan dihubungkan dengan daur hidup jasa.
c) Maksimalisasi Penjualan – penetapan harga untuk membnagun pangsa
pasar. Ini mungkin melibatkan penjualan dengan merugi pada awalnya
dalam upaya merebut pangsa pasar yang tinggi.
d) Gengsi (prestise) – sebuah perusahaan jasa mungkin berharap untuk
menggunakan penetapan harga guna menempatkan dirinya sendiri secra
ekslusif. Restoran mahal dan concorde adalah contohnya.
e) ROI – tuuan-tujuan penetapan harga mungkin didasarkan pada pencapaian
return on investment (ROI) yang diinginkan.

Tujuan-tujuan diatas hanyalah beberapa yang banyak dijumpai, tetapi sama


sekali bukan semua jenis tujuan penetapan harga. Keputusan mengenai penetapan
harga akan tergantung pada berbagai faktor, di antaranya :
a. Positioning Jasa
b. Tujuan-tujuan korporat
c. Sifat kompetensi
d. Daur hidup jasa
e. Elastisitas permintaan
f. Struktur biaya
g. Sumber daya yang digunakan
h. Kondisi ekonomi yang berlaku
i. Kapasitas jasa

2) Metode Penetapan Harga


Terdapat berbagai macam cara yang bisa digunakan untuk menetapkan harga
kepada konsumen, menurut Guntur (2010) pada dasarnya metode penetapan harga
dapat dikelompokan menjadi empat kategori utama, diantarannya:

24
a) Peneapan Harga Berdasarkan Biaya
Dalam metode ini faktor penentu harga yang utama adalah aspek
penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan
berdasarkan biaya produksi dan penawaran yang ditambah dengan jumlah
tertentu sehingga dapat menutupi biaya-biaya langsung, biaya overhead,
dan laba.
b) Penetapan Harga Berdasarkan Persaingan
Metode penetapan harga berbasis persaingan terdiri atas empat macam,
yaitu:
i) Costumary Pricing
Metode ini digunakan untuk produk-produk yang harganya ditentukan
oleh faktor-faktor seperti tradisi, saluran distribusi yang terstandarisasi,
atau faktor persaingan lainnya. Penetapan harga yang dilakukan
berpegang teguh pada tingkat harga tradisional.
ii) Above, at, or Below Market Pricing
Above market pricing dilaksanakan dengan jalan menetapkan harga
yang lebih tinggi dari pada harga pasar. Metode ini hanya sesuai
digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan barang-barang prestise.
Dalam at-marketing pricing harga ditetapkan sebesar harga pasar, yang
seringkali dikaitkan dengan harga pesaing. Sedangkan pada below-
market pricing harga ditetapkan dibawah harga pasar. Harga yang
ditetapkan biasanya berkisar antara 8% hingga 10% lebih rendah
daripada harga produk pesaing merek nasional.
iii) Lost Leader Pricing
Kadangkala untuk keperluan promosi khusus, ada perusahaan yang
menjuak harga suatu produk di bawah biayanya. Tujuannya bukan
untuk meningkatkan penjualan produk yang bersangkutan, tetapi
menarik konsumen supaya datang ke toko dan membeli pula produk-
produk lainnya.

25
iv) Sealed Bid Pricing
Metode ini menggunakan sistem penawaran dan biasanya melibatkan
agen pembelian (buying agency). Jadi, bila ada perusahaan atau
lembaga yang ingin membeli suatu produk, maka yang bersangkutan
menggunakan jasa egen pembelian untuk menyampaikan spesifikasi
produk yang dibutuhkan kapada para calon produsen.
v) Penetapan Harga Berbasis Laba
Dalam metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya
dalam penetapan harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas dasar
target volume laba spesifik atau dinyatakan dalam bentuk prosentase
terhadap penjualan atau investasi. Ada tiga macam dalam menetapkan
harga berbasis laba, yaitu:
 Target Profit Pricing
 Target Return On Sales Pricing
 Target Return On Investment Pricing
3) Penetapan Harga Berdasarkan Permintaan
Metode ini lebih menekankan faktor-faktor yang mempengaruhi selera dan
prefensi daripada faktor-faktor seperti biaya, laba, dan persaingan.
Permintaan pelanggan sendiri didasarkan pada berbagai pertimbangan
seperti daya beli konsumen, posisi produk, manfaat produk, harga produk
substitusi, perilaku konsumen dan sebagainya.

Sedangkan menurut Tjiptono (2000), metode penetapan harga sangat


bervariasi dalam sektor jasa dan umumnya meliputi :
1) Penetapan harga Cost-plus, dimana ditentukan persentase mark up
tertentu.
2) Rate of return pricing, dimana harga ditentukan untuk mencapai tingkat
return on investment (ROI) atau return on assets (ROA) tertentu. Ini
seringkali disebut „target return‟ pricing.
3) Competitive parity pricing, dimana harga-harga telah ditentukan pada
basis mengikuti harga-harga yang telah ditetapkan oleh pemimpin pasar.

26
4) Loss leading pricing, biasanya dipakai pada basis jangka pendek, untuk
memantapkan suatu posisi dalam pasar atau untuk memberikan peluang
untuk menjual silang (crosssell) jasa-jasa lainnya.
5) Value-based pricing, dimana harga-harga didasarkan pada nilai persepsi
jasa bagi segmen pelanggan tertentu. Ini merupakan pendekatan yang
dipandu pasar (market-driven) yang menguatkan positioning jasa dan
manfaat-manfaat yang diterima para pelanggan dari jasa tersebut.
6) Relationship pricing, dimana harga-harga didasarkan pada pertimbangan
mengenai keuntungan potensial dimasa mendatang yang mengalir selama
masa hidup pelanggan

Yoeti (2005:146) ada tiga cara yang lebih sederhana untuk menetapkan
harga, misalnya:
1. Skim The Cream, atau disebut juga dengan istilah Premium Pricing. Di
sini harga ditetapkan setinggi mungkin tanpa menghiraukan keluhan
masyarakat.
2. Going rate pricing atau Average Rate Pricing, di mana harga-harga
produk atau barang ditetapkan atas harga rata-rata produk lain.
3. Penetration Pricing, di mana suatu perusahaan menetapkan harga
produknya di bawah harga rata-rata produk lain.

c. Place/Tempat
Strategi distribusi berkenaan dengan penentuan dan manajemen saluran
distribusi yang dupergunakan oleh produsen untuk memasarkan barang dan
jasanya, sehingga produk tersebut dapat sampai di tangan konsumen sasaran
dalam jumlah dan jenis yang dibutuhkan, pada waktu diperlukan, dan di tempat
yang tepat. Adapun tujuan dari penggunaan perantara yaitu memanfaatkan tingkat
kontak atau hubungan, pengalaman, spesialisasi, dan skala operasi dalam
menyebar luaskan produk sehingga dapat mencapai pasar sasaran secara efektif
dan efisien.
Menurut Tjiptono (2000), Lokasi dan saluran yang digunakan untuk
memasok jasa kepada pelanggan sasaran merupakan dua bidang keputusan kunci.

27
Keputusan-keputusan lokasi dan saluran meliputi pertimbangan mengenai cara
menyampaikan jasa kepada pelanggan dan dimana jasa harus ditempatkan. Ini
mempunyai relevansi khusus terhadap jasa karena kerapkali jasa tidak dapat
disimpan serta akan dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang sama. „Tempat‟
juga mempunyai „arti penting‟ karena lingkungan dimana jasa disampaikan,
merupakan bagian dari nilai dan manfaat jasa yang dipersepsikan.
Para pemasar jasa harus berupaya mengembangkan pendekatan-pendekatan
penyampaian jasa yang sesuai yang menghasilkan keunggulan kompetitif bagi
perusahaan mereka. Lokasi berkenaan dengan keputusan perusahaan mengenai
dimana operasi dan stafnya akan ditempatkan. Pentingnya lokasi untuk jasa
tergantung pada jenis dan tingkat interaksi yang terlibat. Dalam hal ini kita
membedakan antara tiga jenis interaksi antara penyedia jasa dengan pelanggan :
1) Pelanggan mendatangi penyedia jasa
Bila pelanggan harus mendatangi penyedia jasa, lokasi usaha menjadi sangat
penting. Bagi bisnis jasa seperti restoran, lokasi mungkin merupakan salah satu
alasan utama untuk langganan. Dalam jenis interaksi ini, penyedia jasa yang
mengupayakan pertumbuhan dapat mempertimbangkan penawaran jasa mereka di
lebih dari satu lokasi.
Lokasi jasa yang optimum untuk operator multilokasi menjadi keputusan
yang sangat penting dalam bisnis seperti penyewaan mobil, restoran, bank dan
pengecer. Organisasi-organisasi semacam itu sangat peduli dalam menyeleksi
tempat-tempat yang cocok pada basis pelanggan potensial dalam kawasan
pelayanan dan lokasi usaha para pesaing. Sejumlah model komputer yang canggih
telah dikembangkan dan dapat dipergunakan untuk menilai keinginan atas
berbagai alternatif tempat usaha yang diinginkan.
2) Penyedia jasa mendatangi pelanggan
Apabila penyedia jasa dapat mendatangi pelanggan, lokasi tempat usaha
menjadi kurang penting jika perusahaan cukup dekat dengan para pelanggan yang
bakal menerima jasa yang berkualitas bagus. Dalam beberapa situasi, penyedia
jasa tidak mempunyai keleluasaan dalam mendatangi pelanggan, karena jasa-jasa
tertentu yang harus disediakan di tempat-tempat para pelanggan. Ini merupakan

28
kasus yang terjadi pada berbagai jasa pemeliharaan seperti reparasi lift,
pembasmian hama dan jasa kebersihan. Dalam kasus lain, para penyedia jasa
mempunyai keleluasaan untuk memutuskan apakah mereka akan menawarkan
jasa mereka ditempat pelanggan atau ditempat mereka sendiri. Beberapa bengkel
kini menawarkan tune up dan servis mobil dirumah atau kantor pelanggan, seperti
yang dilakukan pula oleh penata rambut dan perusahaan reparasi TV. Beberapa
perusahaan dry cleaning dan laundry telah membangun bisnis yang sangat
menguntungkan dengan menghilangkan kebutuhan akan biaya lokasi dijalan-jalan
besar yang mahal dan menempatkan operasi mereka ditempat-tempat yang
biayanya murah dan memberikan layanan penjemputan dan pengantaran.
3) Penyedia jasa dan pelanggan mentransaksikan bisnis dalam jarak jauh.
Namun, bila pelanggan dan organisasi jasa bertransaksi jarak jauh, mungkin
lokasi sangat tidak relevan. Dalam kasus semacam ini, bila pos efisien atau
komunikasi elektronik tersedia, kita tidak peduli dimana lokasi fisik pemasok jasa
seperti listrik, telepon atau asuransi berada. Dalam beberapa kasus, jasa-jasa
tertentu yang ditawarkan oleh penyedia jasa dapat diberikan dari jarak jauh, tetapi
jasa lainnya membutuhkan interaksi fisik antara penyedia jasa dan pelanggan.
Sebuah bank dapat menyediakan layanan perbankkan rumah secara rutin atau
mesin-mesin ATM dilokasi yang jauh, tetapi seorang pelanggan mungkin
berharap untuk mengatur hipotek secara pribadi dengan manajer dilokasi bank
tersebut.

d. Promotion/Promosi
Unsur promosi dalam bauran pemasaran jasa membentuk peranan penting
dalam membantu mengkomunikasikan positioning jasa kepada para pelaggan dan
pasar-pasar relationship. Strategi promosi berkaitan dengan masalah-masalah
perencanaan, palaksanaan, dan pengendalian komunikasi persuasif dengan
pelanggan. Strategi promosi ini biasanya untuk menentukan promosi personal
selling, iklan, dan promosi penjualan. Promosi menambah signifikansi jasa dan
juga dapat menambah keberwujudannya serta membantu pelanggan membuat
penilaian tawaran dengan lebih baik.

29
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2009) dan Kotler (2002) dalam tahap
promosi terdapat konsep promotion mix atau bauran promosi yang terdiri dari:
1) Personal selling
Adalah komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual dan calon
pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelanggan dan
membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga mereka
kemudian akan mencoba dan membelinya.
2) Mass selling, terdiri atas periklanan dan publisitas
Merupakan pendekatan yang menggunakan media komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada khalayak ramai dalam satu waktu. Metode
ini memeang sefleksibel personal selling namun merupakan alternatif yang
lebih murah untuk menyampaikan informasi ke khalayak (pasar sasaran) yang
jumlahnya sangat banyak dan tersebar luas, terdiri dari iklan dan publisitas.
a) Iklan
Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling banyak
digunakan perusahaan dalam mempromosikan produknya. Paling tidak ini
dapat dilihat dari besarnya anggaran belanja iklan yang dikeluarkan setiap
perusahaan untuk merek-merek yang dihasilkan.
b) Publisitas
Publisitas adalah bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang dan jasa
secara non personal, yang aman orang atau organisasi yang diuntungkan
tidak membayar untuk itu. Publisitas merupakan pemanfaatan nilai-nilai
berita yang terkandung dalam suatu produk untuk membentuk citra
produk yang bersangkutan. Dibandingkan dengan iklan, publisitas
mempunyai kredibilitas yang telah baik, karena pebenaran (baik langsung
maupun tidak langsung) dilakukan oleh pihak lain selain pemilik iklan.
3) Promosi penjualan
Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan
berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk
dengan segera dan/atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan.
Melalui promosi penjualan diharapkan perusahaan dapat menarik pelanggan

30
baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, mendorong
pelanggan memberi lebih banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing,
meningkatkan pembelian tanpa rencana sebelumnya, atau mengupayakan
kerja sama yang lebih erat dengan pengecer.
4) Directing Marketing
Directing Marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang
memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon
yang terukur dan/atau transaksi di sembarang lokasi. Dalam direct marketing,
komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen individual, dengan
tujuan agar pesan-pesan tersebut ditanggapi konsumen yang bersangkutan,
baik melalui telepon, pos atau dengan datang langsung ke tempat pemasar.

e. People/Sumber Daya Manusia


Pentingnya orang-orang bagi pemasaran jasa telah ditekankan. Kesuksesan
pemasaran suatu jasa sangat tergantung pada seleksi, pelatihan, motifasi dan
manajemen sumber daya manusia. Ada banyak contoh jasa yang gagal atau yang
berhasil sebagai konsekuensi manajemen sumber daya manusia yang tidak efektif
atau yang efektif. People atau peranan seseorang dalam hal ini mengacu pada
siapapun dan semua orang yang memiliki peranan dalam pemasaran. Dalam
hubungannya dengan pemasaran jasa, maka peranan seseorang yang berfungsi
sebagai penyedia jasa sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Oleh
karena itu diperlukan karyawan atau pegawai yang memiliki kemampuan yang
memadai dalam menghadapi konsumen.
Pentingnya orang di dalam pemasaran jasa mengarah pada minat yang lebih
besar dalam pemasaran internal. Ini menyadari pentingnya menarik, motivasi,
melatih dan mempertahankan kualitas karyawan dengan mengembangkan
pekerjaan-pekerjaan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu. Pemasaran
internal bertujuan untuk menguatkan perilaku efektif oleh para staf yang akan
menarik pelanggan ke perusahaan. Orang-orang yang paling berbakat akan ditarik
untuk bekerja diperusahaan-perusahaan yang dinilai sebagai majikan yang baik.

31
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2009), terdapat empat kriteria peranan atau
pengaruh dari aspek „orang‟ yang mempengaruhi, yaitu:
1) Contractors, „orang‟ disini berinteraksi langsung dengan konsumen dalam
frekuensi yang cukup sering dan sangat mempengaruhi keputusan
konsumen untuk membeli.
2) Modifiers, „orang‟ disini tidak secara langsung mempengaruhi konsumen
tetapi cukup sering beehubungan dengan konsumen. Contoh: resepsionis.
3) Influencers,‟orang‟ di sini mempengaruhi konsumen dalam keputusan
untuk membeli tetapi tidak secara langsung kontak dengan konsumen.
4) Isolator,‟orang‟ di sini tidak secara langsung ikut serta dalam bauran
pemasaran dan juga tidak sering bertemu dengan konsumen. Contoh:
karyawan bagian administrasi penjualan, SDM dan pemrosesan data.

f. Physical Evidence/Tampilan Fisik


Bukti fisik perlu dikelola secara hati-hati karena dapat mempengaruhi kesan
pelanggan. Menurut Lovelock dan Wright (2005) yang termasuk bentuk fisik
diantaranya gedung, tanah, kendaraan, perabotan interior, perlengkapan, anggota
staf, tanda-tanda, barang cetakan, dan petunjuk yang terlihat lainnya yang
memberi bukti atas kualitas jasa.

g. Process/Proses
Proses menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2009) merupakan gabungan semua
aktivitas, umumnya terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme aktivitas,
dan hal-hal rutin, di mana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen.
Lovelock dan Wirght (2005) berpendapat, untuk menciptakan dan menyampaikan
elemen produk kepada pelanggan diperlukan desain dan implementasi dari proses
yang efektif. Oleh karena itu proses dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu:
1) Kompleksitas (complexity), berhubungan dengan langkah-langkah dan
tahapan proses, yaitu:
a) Mengurangi kompleksitas, berarti cenderung lebih terspesialisasi,
b) Menambah kompleksitas, berarti lebih cenderung ke penetrasi pasar
dengan cara menambah jasa yang diberikan.

32
2) Keragaman (divergence), berhubungan dengan adanya perubahan dalam
langkah-langkah atau tahapan proses. Terdapat dua alternatif pula dalam
mengubah proses, yaitu:
a) Mengurangi keragaman, berarti terjadi pengurangan biaya,
peningkatan produktifitas, dan kemudahan distribusi.
b) Menambah keragaman, berarti memperbanyak kostomisasi dan
fleksibilitas dalam produksi yang dapat mengakibatkan naiknya harga.

2.3 Karakteristik Penawaran Barang dan Jasa


Kotler (2002) mendifinisikan jasa sebagai setiap kegiatan atau manfaat yang
ditawarkan oleh suatu pihak pada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud,
serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin juga
tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Kotler (2002) membedakan empat
kelompok penawaran barang dan jasa:
1. Barang yang sepenuhnya berwujud. Dalam hal ini sama sekali tidak melekat
jasa pelayanan, seperti misalnya sabun, pasta gigi, atau garam.
2. Barang berwujud dengan jasa pelayanan. Pada kelompok ini, tawaran terdiri
dari barang berwujud yang diikuti oleh satu atau beberapa jasa untuk
meningkatkan daya tarik konsumen. Sebagai contoh penjual mobil, ia
menjual mobil dengan jaminan, petunjuk pemeliharaan dan perbaikan.
3. Jasa pelayanan pokok yang disertai barang dan jasa tambahan. Dalam hal ini
tawaran berupa jasa pelayanan utama yang disertai dengan beberapa jasa
tambahan dan/ atau barang pendukung. Misalnya saja, penumpang pesawat
yang membeli jasa angkutan. Mereka ini sampai pada tujuan tanpa sesuatu
yang kelihatan/ berwujud sebagai ganti dari pengeluaran mereka. Namun
perjalanannya sendiri mencakup beberapa hal yang sebetulnya berwujud
seperti misalnya makanan dan minuman, karcis dan majalah di pesawat.
Jasa pelayanan tadi membutuhkan barang berwujud yang padat modal dan
disebut pesawat terbang, akan tetapi barang pokoknya sendiri adalah
pelayanan.

33
4. Hanya jasa saja. Tawaran ini pada pokoknya berupa jasa. Misalnya dokter,
pengacara, psikiater, pijat dan juga pariwisata.

2.3.1 Jasa
Kotler (2002) menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan atau tindakan
yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat
dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Menurut Arif (2007),
jasa merupakan aktifitas ekonomi yang tidak menghasilkan produk dalam bentuk
fisik atau konstruksi, jasa dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang
dihasilkan dan memberikan nilai tambah, seperti: kenyamanan, hiburan,
kesenangan, kesehatan, atau pemecahan masalah yang dihadapi konsumen.
Sementara itu, perusahaan yang memberikan operasi jasa adalah mereka yang
memberikan konsumen produk jasa baik berwujud maupun tidak berwujud,
seperti: transportasi, hiburan, restoran, dan pendidikan. Jadi, tampak bahwa
didalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa,
meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadari.

2.3.2 Karakteristik Jasa


Jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi
pemasarannya (Kotler, 2002):
a. Tidak berwujud (intangibility)
Jasa bersifat tidak berwujud, berbeda dengan produk fisik jasa tidak bisa
dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Pembeli
dalam mengurangi ketidakpastian akan mencari tanda atau bukti mutu jasa
dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol, dan harga yang mereka
lihat. Oleh karena itu, pemasar jasa ditantang untuk menempatkan bukti fisik
dan gambaran pada tawaran abstrak mereka. Pemasar jasa juga harus mampu
mentransformasi jasa tak berwujud menjadi manfaat yang konkrit.

34
b. Tidak terpisahkan (inseparability)
Jasa dihasilkan dan dikonsumsi dalam waktu bersamaan, tidak seperti
barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan
melewati berbagai penjual, dan kemudian baru dikonsumsi. Penyedia
sekaligus memberikan pelayanan karena klien juga hadir pada saat jasa itu
dilakukan, interaksi penyediaklien merupakan ciri khusus pemasaran jasa.
Penyedia dan klien sama-sama mempengaruhi hasil jasa.
c. Bervariasi (variability
Jasa sangat bervariasi karena tergantung kepada siapa yang menyediakan
dan di mana jasa itu diberikan. Pembeli jasa biasanya mencari informasi dari
orang lain sebelum memilih penyedia jasa. Perusahaan jasa dapat melakukan
tiga langkah dalam pengendalian mutu. Pertama adalah melakukan investasi
untuk menciptakan prosedur perekrutan dan pelatihan yang baik. Langkah
kedua adalah menstandarisasi proses pelaksanaan jasa di seluruh organisasi.
Langkah ketiga adalah memantau kepuasan pelanggan melalui sistem saran
dan keluhan, survei pelanggan, dan melakukan belanja perbandingan.
d. Mudah lenyap (perishability)
Jasa tidak bisa disimpan dan ada hanya pada saat itu, contoh jasa dokter.

2.3.3 Pemasaran Jasa


Pemasaran jasa memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan
pemasaran barang, di mana produsen dan konsumen berinteraksi langsung pada
pemasaran jasa sehingga produksi dan konsumsi terjadi pada saat bersamaaan.
Menurut Booms dan Bitner dalam Kotler (2002) pendekatan pemasaran 4p
(product, price, place, promotion) sering berhasil untuk barang, tetapi berbagai
elemen tambahan perlu diperhatikan dalam bisnis jasa, yaitu 3p: orang (people),
bukti fisik (physical evidence), dan proses (process). Sebagian besar jasa
diberikan oleh orang, sehinggga seleksi, pelatihan, dan motivasi pegawai dapat
memberikan perbedaan yang besar dalam kepuasan pelanggan. Idealnya, penyedia
jasa harus memperlihatkan kompetensi, sikap memperhatikan, responsif, inisiatif,
kemampuan memecahkan masalah, dan niat baik.

35
Gronroos dalam Kotler (2002) menyatakan bahwa pemasaran jasa tidak
hanya membutuhkan pemasaran eksternal tetapi juga pemasaran internal dan
interaktif/ informasi dua arah. Pemasaran eksternal menggambarkan pekerjaan
normal yang dilakukan oleh perusahaan untuk menyiapkan, memberi harga,
mendistribusikan, dan mempromosikan jasa itu kepada konsumen. Pemasaran
internal menjelaskan pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melatih dan
memotivasi pegawai agar melayani pelanggan dengan baik. Terakhir, pemasaran
interaktif menggambarkan keahlian pegawai dalam melayani klien. Aspek
pemasaran jasa ini diringkas oleh Arif (2007) dalam tiga poin:
a. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan
b. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi
janji tersebut
c. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada
pelanggan

2.4 Pariwisata
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek
dan daya tarik wisata. Menurut Suyitno (2001), karakteristik yang membedakan
perjalanan wisata dengan perjalanan pada umumnya adalah sebagai berikut:
a Bersifat sementara, dimana dalam jangka waktu pendek pelaku wisata
akan kembali ke tempat asal.
b Melibatkan beberapa komponen wisata, misalnya: sarana transportasi,
akomodasi, restoran, obyek wisata, toko cindera mataa, dan lain-lain.
c Umumnya dilakukan dengan mengunjungi objek dan dan atraksi wisata,
daerah atau bahkan negara secara berkesinambungan.
d Memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan.
e Tidak untuk mencari nafkah di tempat tujuan, bahkan keberadaan pelaku
wisata dapat memberikan kontribusi pendapatn bagi masyarakat atau
daerah yang dikunjungi.

36
2.4.1 Karakteristik Jasa Ekowisata
Payne (2001) menuliskan empat karakteristik yang sering dijumpai dalam
produk jasa, yaitu:
1. Tidak berwujud: jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud.
2. Heterogenitas: jasa merupakan variabel nonstandar dan sangat bervariasi.
3. Tidak dapat dipisahkan: jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada
saat yang bersamaan dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut.
4. Tidak tahan lama: jasa tidak mungkin disimpan sebagai persediaan.

Akan tetapi karakteristik-karakteristik di atas tidak sepenuhnya membantu


menjelaskan seluruh jasa dan bahwa beberapa produk barang (manufaktur)
memiliki satu atau lebih dari empat karakteristik di atas. Sebagai contoh adalah
jasa konsultan hukum. Jasa ini tidak berwujud, namun konsumen sebuah restoran
memburu yang berwujud yaitu makanan yang berkualitas tinggi. Jelasnya ada
suatu kontinum keberwujudan yang beragam dari yang sangat tidak berwujud
hingga yang sangat berwujud (nyata). Konsep kontinum ini bermanfaat bila
mempertimbangkan masing- masing dari empat karakteristik jasa di atas. Jasa
hanya dapat dijelaskan sebagai suatu yang memiliki kecenderungan terhadap
ketidakberwujudan, heterogenitas, tidak dapat dipisahkan dan tidak tahan lama.
Jasa yang ada akan menampilkan suatu perpaduan masing-masing dari empat
faktor yang berbeda.

37
Tidak
Berwujud

Tidak JASA Haterogenitas


dapat
dipisahka
n

Tidak
tahan
lama

Sumber: Paine (2001)

Gambar 2.3 Kontinen untuk Setiap Karakteristik Jasa

Meskipun demikian, Spillane (2001) menuliskan bahwa pada umumnya


produk wisata mempunyai beberapa sifat khusus, yaitu:
1. Produk wisata mempunyai ciri bahwa ia tidak dapat dipindahkan dalam
arti orang tak bisa membawa produk wisata pada langganan, tetapi
langganan itu sendiri harus mengunjungi, mengalami, dan datang untuk
menikmati produk wisata itu.
2. Dalam pariwisata produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang sama.
Tanpa langganan yang sedang mempergunakan jasa-jasa itu tidak akan
terjadi kegiatan produksi wisata.
3. Sebagai suatu jasa, maka pariwisata memiliki berbagai ragam bentuk. Oleh
karena itu dalam bidang pariwisata tidak ada standar ukuran yang objektif,
sebagaimana produk lain yang nyata misalnya ada panjang, lebar, isi,
kapasitas dan sebagainya seperti pada sebuah mobil.

38
4. Langganan tidak dapat mencicipi produk itu sebelumnya dan bahkan tidak
dapat mengetahui atau menguji produk itu sebelumnya. Yang dapat
dilihathanya brosur-brosur, gambar-gambar.
5. Dari segi usaha, produk wisata merupakan usaha yang mengandung resiko
besar. Industri wisata memerlukan penanaman modal yang besar, sedang
permintaan sangat peka terhadap perubahan situasi ekonomi, politik, sikap
masyarakat, atau kesenangan wisatawan dan lain sebagainya. Perubahan-
perubahan tersebut dapat menggoyahkan sendi-sendi penanaman modal
usaha kepariwisataan karena bisa mengakibatkan kemunduran usaha yang
deras, sedangkan sifat produk itu relatif lambat untuk menyesuaikan
keadaan pasar.

2.4.2 Bauran Pemasaran Jasa Ekowisata


Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan tool atau alat bagi marketer
yang terdiri atas berbagai unsur suatu pogram pemasaran yang perlu
dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang
ditetapkan dapat berjalan sukses (Lupiyoadi,2001). Sedangkan Kotler (2002)
mendifinisikan bauran pemasaran sebagai suatu campuran dari variabel-variabel
pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk
mengejar penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Terdapat banyak unsur
yang merupakan variabel-variabel bauran pemasaran. McCarthy dalam Kotler
(2002) mempopulerkan sebuah klasifikasi bauran pemasaran, khususnya barang,
yang terdiri atas empat variabel (biasa disebut dengan 4P), yaitu product (produk),
price (harga), place (tempat) dan promotion (promosi). Sedangkan untuk jasa
pada umumnya dan khususnya jasa ekowisata, keempat faktor variabel tersebut
dirasa kurang mencukupi. Sehingga para ahli pemasaran menambahkan tiga faktor
variabel lagi (Lupiyoadi,2001; Paine, 2001), yaitu people (orang), process
(proses) dan yaitu physical evidence (bentuk fisik). Serta ada salah satu yang
penting lagi yang perlu ditambahkan dalam pemasaran jasa customer service
(pelayanan pelanggan).

39
Bauran
Pemasaran
Ekowisata

Tempat

Harga Promosi

Produk
Karyawan
PASAR SASARAN
Proses
Tampilan Fisik
Paket Wisata
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Gambar 2.4 Bauran Pemasaran Jasa Ekowisata

Unsur-unsur bauran pemasaran ini dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Product (produk)
Untuk tidak menimbulkan kerancuan, terlebih dahulu akan diberikan definisi
dari produk, barang dan jasa. Payne (2001) mendifinisikan produk adalah konsep
keseluruhan atas objek atau proses yang memberikan nilai bagi para pelanggan,
barang dan jasa merupakan subkategori yang menjelaskan dua jenis produk.
Dengan demikian, istilah “produk” kadangkala dipakai dalam pengertian yang
luas untuk mengartikan barang (manufaktur) dan jasa. Pada dasarnya konsumen
tidak membeli barang atau jasa mereka sebenarnya membeli manfaat spesifik dan
nilai dari penawaran total (Payne, 2001). Sehingga arti dari produk di sini adalah
merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah
nilai manfaat kepada konsumen (Lupiyoadi, 2001).
Dalam jasa ekowisata, produk ini dapat dilihat sebagai berikut:
1. Core product (produk inti/generik). Ini berupa jasa wisata dasar, misalnya
keindahan, keasrian, keaslian alam.
2. Expected product (produk yang diharapkan). Ini terdiri atas produk
inti/generik dengan kondisi minimal yang perlu dipenuhi, misalnya

40
layanan yang cepat, kamar kecil yang bersih, adanya tempat parkir yang
cukup, adanya tempat ibadah.
3. Augmented product (produk yang diperluas). Ini merupakan bidang yang
memungkinkan suatu produk jasa ekowisata dibedakan dari produk
wisatalain. Misalnya melihat satwa di alam yang bebas, melihat budaya
masyarakat lokal.
4. Potential product (produk potensial). Hampir sama dengan produk yang
diperluas, bidang ini memungkinkan suatu produk ekowisata dibedakan
dari produk ekowisata yang lain. Misalnya satwa komodo di alam benas di
Taman Nasional Komodo, satwa gajah yang berkeliaran dalam kelompok
di Taman Nasional Way Kambas, budaya masyarakat Anak Dalam (Kubu)
di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.

Menurut Kotler (2007) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan
ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Sedangkan menurut Guntur
(2010) produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengertian produk adalah mencakup segala sesuatu yang
dapat diberikan kepada seseorang guna memuaskan suatu kebutuhan atau
keinginan. Biasanya, kata produk menunjukkan suatu pengertian yang berkaitan
dengan obyek fisik yang nyata dan biasanya kita menggunakan istilah produk dan
jasa untuk membedakan antara benda nyata dengan obyek yang tidak berwujud.
Obyek fisik merupakan alat untuk memberikan jasa (Kotler, 2002). Menurut
Kotler, 2002), produk wisata adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar
agar orang tertarik perhatiannya, ingin memiliki, memanfaatkan dan
mengkonsumsi untuk memenuhi keinginan dan mendapatkan kepuasan. Produk
juga merupakan suatu rangkaian jasa yang juga mempunyai segi-segi yang
bersifat sosial psikologis dan alam (Suwantoro, 2000).

41
b. Price (harga)
Istilah harga dalam bisnis jasa bisa ditemui dengan berbagai sebutan.
Universitas/ perguruantinggi menggunakan istilah SPP (Sumbangan Pembiayaan
Pendidikan) atau tuition, konsultan profesional menggunakan istilah fee, bank
memberikan istilah servicecharge, jalan tol menerapkan istilah tarif, pialang
menggunakan istilah komisi, apartemen menggunakan istilah sewa, asuransi
menggunakan istilah premi. Payne (2001) menuliskan bahwa tingkat penetapan
harga ini sangat penting bila permintaan untuk jasa bersifat elastis. Penerbangan,
kereta api, bioskop, dan paket tour adalah permintan yang bersifat elastis.
Sedangkan buku cek, perawatan medis, dan listrik bersifat lebih inelastis. Sifat-
sifat permintaan yang berbeda-beda ini ditunjukkan oleh Gambar 2.5.

Sumber:Jurnal Kresno Agus Hendarto

Gambar 2.5 Permintaan Elastis dan Inelastis untukJasa.

Harga juga memainkan peranan yang penting dalam mengkomunikasikan


kualitas dari jasa tersebut. Dengan ketiadaan petunjuk- petunjuk yang
bersifatnyata, konsumen mengasosiasikan harga yang tinggi dengan tingkat
kinerja suatu produk jasa yang tinggi pula (Lupiyoadi, 2001). Dalam jasa
ekowisata, keputusan tentang penetapan harga adalah penting karena selain
sifatnya yang elastis juga karena karakteristiknya yang berbeda.

42
c. Place (lokasi dan saluran distribusi)
Dalam pemasaran jasa, place merupakan gabungan antara lokasi dan
keputusan atas saluran distribusi, dalam hal ini adalah bagaimana cara
penyampaian jasa kepada konsumen. Untuk ekowisata, place hanya terdiri atas
saluran distribusi karena lokasi suatu daerah ekowisata telah tertentu. Dalam
saluran penyampaian jasa kepada konsumen (saluran distribusi), ada tiga
partisipan yang berperan, yaitu service provider (penyedia jasa itu sendiri),
intermediaries (perantara), dan costumer (pelanggan). Komponen place menunjuk
kepada cara yang mana produk dan pelayanan disampaikan kepada wisatawan.
Komponen ini biasanya disebut sebagai distribusi, dan di dalamnya termasuk
keputusan yang berhubungan dengan lokasi dan fasilitas, dan penggunaan
perantara-perantara. Dalam pemasaran jasa place lebih fokus pada bagaimana
objek wisata merencanakan untuk menempatkan produk, atau bekerja dengan
kelompok-kelompok yang ada pada saluran distribusi. Ini berarti bagaimana
mereka menggunakan perantara-perantara dalam perdagangan (travel agent, tour
wholesaler, perencana perjalanan insentif) untuk mencapai tujuan dari pemasaran.
Morisson (2002 : 339) menyebutkan dua konsep distribusi yaitu distribusi
langsung (direct distribution) dan distribusi tidak langsung (indirect distribution).
Distribusi langsung terjadi ketika organisasi/objek wisata mengambil keseluruhan
tanggung jawab untuk promosi, melayani, dan menyediakan pelayanan kepada
pelanggan/wisatawan. Misalnya beberapa paket weekend hanya bisa dibooking
langsung ke objek wisata itu sendiri. Sedangkan distribusi tidak langsung terjadi
ketika sebagian tanggung jawab dan promosi, pemesanan penyediaan pelayanan
diberikan kepada satu atau lebih dari hospitality yang lain dan organisasi travel.
Gambar 2.8 di bawah menunjukkan pilihan-pilihan saluran distribusi untuk jasa.
Dalam jasa ekowisata di mana jasa ini mempunyai karakteristik konsumen harus
mendatangi lokasi, maka pilihan saluran distribusi menggunakan perantara
waralaba adalah sesuatu yang tidak mungkin. Yang perlu diperhatikan di sini
adalah bahwa pada umumnya perantara memperoleh penghasilan berupa
persentasi/komisiatas hasil penjualannya, sehingga besar pula biaya yang
diperlukan. Meskipun demikian, Wahab (1997) menuliskan bahwa setiap rantai

43
saluran distribusi (jenjang) akan memberikan pelayanan yang akan meningkatkan
jumlah pembelian untuk jenjang yang berikut dan seluruh jenjang itu akan
memungkinkan penyedia jasa ekowisata untuk menyampaikan produknya kepada
ribuan calon konsumen. Dengan kata lain, ada hubungan yang berimbang antara
pasar yang dijangkau (jumlah tempat-tempat penjualan dan hasil penjualannya)
dengan biaya (persentase harga penjualan).

Sumber: Paine, 2001 dan Lupiyoadi, 2001


Gambar 2.6 Pilihan-pilihan Saluran Distribusi untuk Perusahaan-perusahan
Jasa

Sebagai alternatif dalam pemilihan saluran distribusi ini adalah dengan


cara menghilangkan semua perantara dan langsung menjual produk jasa ekowisata
kepada konsumen. Menjual langsung berarti penyedia jasa ekowisata menemui
langsung konsumen melalui iklan,brosur-brosur yang dikirimkan, dan juga dapat
menggunakan situs di internet. Dalam hal ini perlu dijelaskan kepada konsumen
secara rinci bagaimana ia dapat mencapai lokasi. Akan lebih baik lagi bila
disertakan pula perkiraan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai
lokasi ekowisata.

44
d. Promotion (promosi).
Tujuan yang utama dari promosi adalah untuk menginformasikan,
mempengaruhi atau mengingatkan konsumen pada suatu barang ataujasa. Payne
(2001) menuliskan bahwa selain tujuan utama di atas, promosi dapat pula
menambah keberwujudan suatu jasa sehingga dapat membantu pelanggan
membuat penilaian tawaran jasa dengan lebih baik. Dalam hal bauran promosi ini,
George dan Berry (1981) telah mengidentifikasikan beberapa pedoman promosi
jasa yang dapat digunakan untuk menggambarkan promosi dalam ekowisata,
yaitu:
1. Memberikan petunjuk berwujud. Jasa ekowisata tidak berwujud dalam
pengertian bahwa yang dibeli konsumen sesungguhnya adalah kinerja dan
bukan objek dari ekowisata itu sendiri.
2. Membuat jasa dimengerti. Jasa ekowisata mungkin sulit untuk dipahami
secara nyata (rohaniah) karena ketidak berwujudannya. Atribut-atribut
dalam jasa ekowisata dapat dipakai untuk membantu memahami dengan
lebih baik jasa yang ditawarkan.
3. Menjanjikan apa yang mungkin diberikan. Pengelola ekowisata harus
memberikan apa saja yang mereka janjikan dalam promosi. Bila sebuah
janji seperti dapat melihat binatang tertentu dalam keadaan liar, melihat
kehidupan masyarakat lokal (adat istiadatnya) tidak dapat secara konsisten
dipenuhi, makajanji tersebut sama sekali tidak dapat dipenuhi.
4. Mengkapitalisasi word of mouth. Word of mouth merupakan alat
komunikasi yang sangat penting dalam promosi jasa. Untuk lebih jelasnya,
word ofmouth ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: Seorang konsumen
jasa ekowisata yang sudah ada atau yang baru, memiliki harapan tertentu
tentang jasa ekowisata. Ketika keputusan untuk membeli jasa ekowisata
dibuat, maka ia akan berinteraksi dengan penyedia jasa ekowisata dan
merasakan kualitas produk jasa ekowisata tersebut. Pengalamam dari
interaksi dan penilaian kualitas produk jasa ekowisata ini akan
menghasilkan keputusan untuk kembali membeli atau tidak akan membeli
kembali. Word of mouth positif maupun negatif ini akan mempengaruhi

45
sejauh mana pihak-pihak lain (teman, keluarga atau bahkan orang yang
tidak dikenal tetapi mendengar) dalam menggunakan jasa ekowisata.
Payne (2001) menuliskan bahwa efek multiplier dariword of mouth
bervariasi antar industri dan antarsituasi. Namun pengalaman-pengalaman
negatif cenderung memiliki akibat yang lebih besar dibanding
pengalaman-pengalaman positif.
5. Komunikasi langsung kepada orang (karyawan). Dalam jasa umumnya dan
juga jasa ekowisata selain diarahkan kepada konsumen, promosi juga
diarahkan pada karyawan untuk membangun motivasi merekadan esprit de
corps (rasa kebersamaan), dalam berhubungan dengan konsumen.
Morrison (2002 : 374) menyebutkan 5 bauran promosi yang dikenal
dengan promotional mix yaitu:
1. Advertising, adalah “paid”, komunikasi nonpersonal melalui berbagai
media oleh suatu perusahaan, organisasi-organisasi nirlaba dan individu-
individu yang dalam beberapa cara diidentifikasi dalam pesan iklan dan
mereka yang berharap memberi informasi dan mempengaruhi wisatawan.
Jadi kata kunci dan definisi advertising adalah paid, nonpersonal, dan
indentified. Hospitality dan travel harus membayar setiap kegiatan iklan
baik dengan uang kas atau dengan sistem barter, pendekatan komunikasi
adalah nonpersonal, bukan merupakan sponsor dan perwakilan mereka
yang secara fisik hadir untuk memberikan pesan kepada wisatawan. Kata
identified menyatakan organisasi yang membayar atau memasang iklan
teridentifikasi secara jelas dalam iklan ini.
2. Personal selling, termasuk pembicaraan langsung yang dilakukan baik
melalui telephone atau bertatap muka antara penjual dengan calon
wisatawan.
3. Sales promotion, merupakan pendekatan lain dibandingkan dengan iklan,
personal selling, dan public relations dimana wisatawan diberikan
bujukan jangka singkat untuk membuat pembelian dengan segera. Seperti
halnya iklan, sponsornya dengan jelas diidentifikasi dan komunikasinya

46
bersifat nonpersonal. Contohnya kupon potongan harga, kontes dan
undian, dan premi atau hadiah.
4. Merchandising, terdiri atas material-material yang digunakan dalam hotel
untuk merangsang penjualan seperti menu, wine list, kartu pos, tanda-
tanda, poster, topi, t-shirt dan poin yang lain dan benda-benda promosi
penjualan.
5. Public Relations and Publicity, yang termasuk dalam public relations
adalah semua aktivitas yang digunakan oleh sebuah hotel atau travel untuk
menjaga atau meningkatkan hubungannya dengan organisasi-organisasi
yang lain atau individu-individu. Sedangkan publicity adalah salah satu
teknik dari public relations yang merupakan non-paid communication dan
informasi tentang pelayaan dari sebuah organisasi.

e. People (orang).
Orang adalah semua pelaku yang memainkan sebagian penyajian jasa dan
karenanya mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk dalam unsur ini
adalah semua karyawan maupun konsumen (Yazid, 2001). Kesuksesan pemasaran
suatu jasa sangat tergantung pada seleksi, pelatihan, motivasi dan manajemen
sumber daya manusia (Payne, 2001). Banyak contoh pemasaran jasa yang gagal
maupun yang berhasil. Sebagai gambaran pemasaran yang berhasil adalah
pemasaran Disney Corporation. Di sana para karyawan dilatih dengan sungguh-
sungguh mengenai pemahaman bahwa pekerjaan mereka adalah untuk memenuhi
kepuasan pelanggan.
Dalam hubungan dengan ekowisata, maka karyawan harus diberikan
pemahaman bahwa mereka adalah bagian dari “pemain”. Dan mereka harus
memastikan bahwa pengunjung akan mendapatkan pengalaman yang baru, indah,
menarik dan menyenangkan. Tingkah laku, tutur kata, maupun pakaian yang
dikenakan para karyawan haruslah dijaga ketat sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Judd (1987) memberikan katagori tentang orang dan hubungannya
dengan konsumen (Gambar 2.7).

47
Sumber: Jurnal Kresno Agus Hendarto
Gambar 2.7 Orang dan Hubungannya dengan Konsumen

Penjelasan dari Gambar 2.7 di atas adalah sebagai berikut:


1. Contactor, orang di sini berinteraksi langsung dengan konsumen dalam
frekuensi yang cukup sering dan sangat mempengaruhi keputusan
konsumen untuk membeli, misalnya penjaga visitor centre, penjual tiket
masuk.
2. Modifier, mereka tidak secara langsung mempengaruhi konsumen tetapi
cukup sering berhubungan dengan konsumen, misalnya jaga wana.
3. Influencer, mereka ini mempengaruhi konsumen dalam keputusan untuk
membeli tetapi tidak secara langsung kontak dengan konsumen, misalnya
bagian pemasaran.
4. Isolator, orang di sini tidak secara langsung ikut serta dalam bauran
pemasaran dan juga tidak sering bertemu dengan konsumen, misalnya
bagian keuangan, administrasi. Gagasan yang ada di balik ini adalah untuk
memastikan bahwa semua karyawan yang mengelola ekowisata dapat
memberikan sesuatu yang terbaik bagi pelanggan/konsumen jasa
ekowisata.

Landasan yang paling utama dalam keberhasilan dan keberadaan sebuah


hospitality dan organisasi travel adalah orang-orang yang dipekerjakan
(karyawan) dan orang-orang yang dilayani (wisatawan). Bagaimana sebuah objek

48
wisata dan organisasi travel dalam memilih dan melayani keduanya, bisa
memberikan dampak yang sangat besar pada keefektivitasan dari pemasaran.
Menurut Berry dan Parasuraman dalam Morrison (2002: 288) bahwa esensi dan
pemasaran jasa adalah pelayanan dan kualitas pelayanan merupakan pondasi dari
pemasaran jasa. Oleh karena itu para pemasar dari hospitality dan travel harus
fokus dengan kualitas pelayanan dan meyakinkan bahwa organisasi mereka
mempunyai sebuah proses untuk mengelola kualitas daripada pelayanan yang
disediakan kepada wisatawan.
Pada pertengahan tahun 1980-an, berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, memperkenalkan sebuah teknik untuk
mengukur kualitas dan pelayanan yang disebut dengan Servqual. Ketiga penulis
ini mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai persepsi wisatawan terhadap
sebuah kualitas pelayanan khusus perusahaan berdasarkan sebuah perbandingan
antara performa pelayanan khusus dan perusahaan dengan harapan umum
wisatawan pada semua perusahaan dalam industri yang sama.
Teknik Servqual menggunakan lima dimensi individu untuk mengukur
harapan dan persepsi dan wisatawan, yaitu pelayanan pelanggan di sini lebih
dilihat sebagai outcome dari kegiatan distribusi dan logistik di mana pelayanan
diberikan kepada konsumen untuk mencapai kepuasan. Berikut merupakan
penjelasan dari kelima dimensi tersebut:
1. Tangibles (bukti fisik), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Ini meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan dan penampilan personil.
2. Realiability (realibilitas), yaitu kemampuan melakukan layanan jasa yang
diharapkan secara meyakinkan,akurat dan konsisten.
3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan untuk memberikan layanan
yang cepat, membantu pelanggan dengan tepat, dan pemberian informasi
yang jelas.
4. Assurance (jaminan). Hal ini meliputi pengetahuan,sopan santun dan
kemampuan karyawan dalam menyampaikan kepastian yang dapat
menumbuhkan rasa percaya pelanggan pada penyedia jasa.

49
5. Empati, yaitu memberikan perhatian yang tulus danbersifat individual pada
pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.
Pada jasa ekowisata, ke lima dimensi SERVQUAL ini dapat diadopsi untuk
melakukan strategi pemasaran. Dimensi realibilitas merupakan dimensi yang
paling kritis. Ini berarti bahwa di atas segalanya, penyedia jasa ekowisata harus
berusaha agar dapat diandalkan dan memberikan apa yang dijanjikan kepada
pelanggan. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam unsur layanan pelanggan
disini adalah bahwa tiga dari dari lima dimensi di atas jaminan, daya tanggap dan
empatidihasilkan langsung dari unsur people (karyawan), demikian juga dengan
faktor reliabilitas yang juga sangat tergantung pada kinerja karyawan.
Pelayanan pelanggan ini meliputi aktivitas untuk memberikan kegunaan
waktu dan tempat (time andplaces utility) termasuk pelayanan pratransaksi, saat
transaksi, dan pasca transaksi (Lupiyoadi, 2001). Payne (2001) menuliskan tiga
alasan mengapa unsur layanan pelanggan ini termasuk dalam bauran pemasaran
jasa, yaitu:
1. Harapan pelanggan yang berubah. Dalam hampir setiap pasar pelanggan kini
lebih menuntut dan lebih piawai dibandingkan pelanggan tiga puluh, dua
puluh, bahkan sepuluh tahun yang lalu.
2. Semakin pentingnya layanan pelanggan. Seiring berubahnya harapan
pelanggan, para pesaing memandang layanan pelanggan sebagai senjata
kompetitif yang dipakai untuk mendiferensiasikan penjualan mereka.
3. Kebutuhan akan strategi hubungan (relationship strategy). Hal ini disebabkan
karena strategi layanan pelanggan dapat menciptakan proporsi nilai bagi
pelanggan.

f. Process (proses)
Proses yaitu semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan
manajasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atau operasi jasa (Yazid,
2001). Sedangkan Lupiyoadi (2001) mendifinisikan proses sebagai gabungan
semua aktivitas yang umumnya terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan,
mekanisme, aktivitas dan hal-hal rutin dimana jasa dihasilkan dan disampaikan

50
kepada konsumen. Lyn Shostack dalam Payne (2001) menyatakan bahwa proses
merupakan unsur struktural yang dapat dikelola untuk membantu strategi
positioning yang diharapkan.
Proses dapat dipertimbangkan dengan dua cara, yaitu dalam hal kompleksitas
dan konvergensi. Kompleksitas berkaitan dengan karakteristik langkah dan urutan
yang terdapat dalam proses tersebut, sementara divergensi mengacu pada ruang
gerak atau variabilitas pelaksanaan langkah-langkah dan urutan-urutannya. Proses
dapat diubah kompleksitas dan divergensinya untuk menguatkan positioning atau
menciptakan positioning baru. Ada empat pilihan (Payne, 2001 dan Lupiyoadi,
2001) dalam mengubah kompleksitas dan divergensi proses, yaitu:
1. Reduced divergence (divergensi yang dikurangi).
Pilihan ini cenderung menurunkan biaya, meningkatkan produktivitas, dan
membuat distribusi lebih mudah. Pilihan ini akan menghasilkan kualitas jasa yang
lebih seragam dan ketersediaan jasa yang semakin membaik. Efek negatifnya
adalah persepsi konsumen mengenai produk jasa yang terbatas dan penolakan
terhadap jasa yang sangat baku.
2. Increases divergence (divergensi yang ditingkatkan).
Pilihan mengakibatkan penyeragaman dan fleksibilitas yang lebih besar yang
mungkin menuntut harga yang lebih tinggi. Pendekatan ini membutuhkan strategi
positioning niche (ceruk) yang lebih didasarkan marjin dan kurang pada volume.
Untuk jasa ekowisata, pilihan ini dapat dipilih karena semakin banyak pengunjung
akan semakin berdampak pada lingkungan.
3. Reduced complexity (kompleksitas yang dikurangi).
Dapat juga diartikan sebagai strategi spesialisasi. Pilihan ini akan cenderung
membuat distribusi dan pengendalian produk lebih mudah.
4. Increased complexity (kompleksitas yang ditingkatkan).
Kompleksitas yang lebih besar biasanya merupakan strategi untuk
memperoleh tingkat penetrasi yang lebih tinggi dalam suatu pasar dengan
menambahkan layanan yang lebih banyak.

51
g. Physical Evidence (Tampilan Fisik)
Menurut Zeithaml dan Bitner physical evidence adalah suatu hal yang secar
nyata turut mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan
produk jasa yang ditawarkan. Unsur-unsur yang termasuk di dalam sarana fisik
antara lain lingkungan fisik, dalam hal ini bangunan fisik, peralatan,
perlengkapan, logo, warna dan barang lainnya yang disatukan dan lain
sebagainya. Sedangkan menurut Payne (2000) physical evidence merupakan
lingkungan fisik perusahaan jasa di mana layanan diciptakan dan di mana
penyedia jasa dan pelanggan berinteraksi, ditambah unsur-unsur berwujud yang
ada yang dipakai untuk berkomunikasi atau mendukung peran jasa. Dalam bisnis
jasa, pemasar harus berusaha mengimbangi dimensi ketidakterwujudannya dengan
menyediakan petunjuk-petunjuk fisik untuk menguatkan positioning dan citra
serta mengembangkan product surround.

h. Package (Paket Wisata)


Kotler dan Armstrong (2008:62) mengemukakan bahwa “Bauran pemasaran
pariwisata itu terdiri atas setiap faktor yang mempengaruhi usaha pemasaran yang
terdiri dari timing, brands, packaging, pricing, channels of distribution, product,
image, advertising, selling, dan public relations. Walker (2004:515)
mengemukakan bahwa “Packaging (Pengemasan Jasa) adalah program yang
dilakukan oleh organisasi dengan menggabungkan dua dan lebih aktivitas dan
menjualnya kepada grup”. Packaging sendiri dalam bauran pemasaran jasa masuk
dalam salah satu komponen produk jasa merupakan semua hal yang dapat
ditawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, penggunaan atau konsumen
untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan.
Produk wisata bukanlah suatu produk yang nyata. Pada dasarnya produk
wisata meliputi 3 (tiga) unsur yaitu alam, budaya, serta buatan. Produk wisata juga
merupakan gabungan dari berbagai komponen seperti (Suwantoro, 2000) :
1) Atraksi suatu wisata yang terdapat pada daerah-daerah tujuan wisata yang
menjadi daya tarik orang-orang untuk datang berkunjung ke daerah
tersebut.

52
2) Fasilitas yang tersedia yang diperlukan di tempat tujuan tersebut, seperti :
akomodasi, restoran, bar, entertainment dan rekreasi.
3) Aksesibilitas ke dan dari tujuan wisata yang menghubungkan tempat asal
wisatawan dengan daerah tujuan wisatawan seperti transportasi di tempat
tujuan ke objek-objek wisata.
Sedangkan layaknya suatu objek wisata dapat dikembangkan, apabila memiliki
syarat-syarat sebagai berikut (dalam Syamsuridjal, 2001:2) yaitu :
1) Attraction adalah segala sesuatu yang menjadi ciri khas atau keunikan dan
menjadi daya tarik wisatawan agar mau datang berkunjung ketempat
wisata tersebut.
Atraksi wisata terdiri dari 2 yaitu :
a. Site Attraction, yaitu daya tarik yang dimiliki oleh objek wisata
semenjak objek itu ada.
b. Event Attraction, yaitu daya tarik yang dimiliki oleh suatu objek
wisata setelah dibuat manusia.
2) Accessbility, yaitu kemudahan cara untuk mencapai tempat wisata tersebut.
3) Amenity, yaitu fasilitas yang tersedia didaerah objek wisata seperti
akomodasi dan restoran.
4) Institution, yaitu lembaga atau organisasi yang mengolah objek wisata
tersebut.
Menurut Suwantoro (2000) dan Suyitno (2001), ciri-ciri dari suatu produk
wisata yang khas yang membedakan dengan produk pada umumnya adalah :
1) Hasil atau produk wisata tidak dapat dipindahkan.
2) Melibatkan konsumen (wisatawan) dalam proses produksinya.
3) Proses produksi dan konsumsi terjadi pada waktu dan tempat yang sama.
4) Produk wisata tidak menggunakan standar ukuran fisik atau tidak memiliki
ukuran kuantitatif
5) Tidak berwujud atau intangible
6) Tidak tahan lama dan mudah kadaluwarsa (perishable)
7) Tidak dapat disimpan (unstorable)

53
8) Hasil atau produk wisata banyak tergantung pada tenaga manusia dan
hanya sedikit yang menggunakan mesin.
9) Produk wisata merupakan usaha yang mengandung resiko besar
Seringkali orang dibuat bingung untuk membedakan antara atraksi,
kegiatan, pelayanan dan produk. Padahal menurut Kohl (2003), pada prinsipnya
produk wisata mengandung elemen dasar berupa atraksi, akses, kegiatan,
pelayanan, SDM yang telah terlatih dan promosi. Atraksi yang dimaksud dapat
berupa :
1) Estetika-geofisik, seperti : pegunungan, pemandangan, air terjun, formasi
awan yang unik, kegiatan vulkano, formasi batu-batuan atau geologi, dsb.
2) Ekological-biological, seperti berbagai jenis makhluk hidup, bagian-
bagiannya, behaviour-nya, dsb.
3) Sejarah-budaya, seperti konstruksi masyarakatnya, kehidupan budayanya,
cerita-cerita rakyat atau mitos, dsb.
4) Rekreasional. Hal ini mencakup berbagai atraksi yang dibangun oleh
manusia untuk tujuan entertaiment, seperti museum, teater, kebun
binatang, shopping mall, dsb. Namun sumberdaya ini lebih disarankan
untuk lokasi di luar kawasan konservasi bukan diareal kawasan
konservasi.
Sedangkan menurut Medlik dalam Spillane (2000), produk wisata terdiri dari
atraksi wisata di daerah tujuan, fasilitas yang tersedia dan kemudahan-kemudahan
pencapaian daerah tujuan wisata dari pasar-pasar sumber wisatawan.

2.5 Penelitian Terdahulu


Dalam penelitian ini akan disampaikan beberapa penelitian terdahulu yang
dapat dipakai sebagai bahan kajian yang berkaitan dengan penelitian sekarang ini :

54
Tabel 2.3 Evaluasi Penelitian Terdahulu
Perbedaan
Persamaan
dengan
Penelitian Judul Penelitian Dimensi dengan Penelitian
Penelitian TA
TA ini
ini
1. Kresno Agus Bauran a. Produk Menggunakan -
Hendarto, Pemasaran pada b. Harga bauran pemasaran
(2003) Jasa Ekowisata c. Tempat 7P
d. Promosi
e. SDM
f. Proses
g. Pelayanan
Konsumen
2. I Gusti Ayu Pengaruh Strategi a. Produk Menggunakan Menggunakan
Ketut Sri Bauran b. Harga bauran pemasaran 4P,
Ardani Pemasaran c. Tempat penerapannya
(2007) Terhadap d. Promosi terhadap siklus
Penjualan Pada hidup
Toko Cendera
Mata Di Objek
Wisata Tanah
Lot, Kabupaten
Tabanan
3. Yulia Endah Analisis Pengaruh a. Produk Menggunakan Menggunakan
Sukma Bauran b. Harga bauran pemasaran 4P,
Purnamasari, Pemasaran c. Tempat Menganalisis
(2011) Terhadap d. Promosi pengaruh bauran
Keputusan pemasaran
Wisatawan Asing
Berlibur Di Kota
Semarang
Sumber: Hasil Olah Data Penulis

Pada tabel diatas dijelaskan jurnal-jurnal penelitian yang menggunakan


bauran pemasaran. Dalam penelitian ini akan disampaikan beberapa penelitian
terdahulu yang dapat dipakai sebagai bahan kajian yang berkaitan dengan
penelitian sekarang ini. Pada penelitian terdahulu metode yang duginakan adalah
bauran pemasaran (marketing mix), namun yang diukurnya berbeda. Pada
penelitian yang sekarang saya lakukan bauran pemasaran digunakan untuk
perancangan strategi bauran pemasaran dalam proses pengoptimalan pemanfaatan
lahan.

55
2.6 Landasan Normatif
Landasan Normatif yang menjadi dasar hukum dalam penyelesaian
masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pasal 23 dan Pasal 33 UUD 1945;
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN;
3. PP No. 41 tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan
Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero),
Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
4. Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bandug Tahun 2011-2031
5. Perda Kota Bandung No. 5 Tahun 2010 Tentang Bangunan Gedung
6. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Bangunan dan Kawasan Cagar Budaya
7. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 Tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan

2.7 Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah


Definisi kerangka berpikir menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2008)
adalah “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting” (hal. 60). Kerangka
berpikir dalam penelitian ini mengkaitkan masing-masing variabel dengan teori
yang ada.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penggunaan dan
pemanfaatan Tanah PT. Indonesia Power di Dago, Bandung belum optimal. Saat
ini kondisinya kurang terawat dengan baik dan banyak bagian area yang tidak

56
dimanfaatkan sesuai fungsinya. Oleh karena itu, aset tersebut perlu dioptimalisasi
agar dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Pada kerangka berpikir ini tahap pertama adalah input yang berasal dari
hasil studi kasus, pada studi kasus yang dihasilkan produktivitas maksimal dari
lahan jajaway untuk dijadikan taman wisata keluarga. Tahap kedua, yaitu
melakukan penelitian tugas akhir yaitu melakukan perancangan taman wisata
keluarga dengan menggunakan metode bauran pemasaran. Untuk tahap terakhir
merupakan output dari perancangan untuk membuat taman wisata dengan
menggunakan metode bauran pemasaran. Berikut tentang tahapan kerangka
berpikir proyek.

57
Hasil Laporan Studi Kasus : Studi Optimalisasi
INPUT Pemanfaatan Aset Tanah Jajaway dengan HBU

(Hasil Studi Kasus) Produktifitas maksimal untuk lahan Jajaway


tersebut dijadikan taman wisata keluarga

Perancangan pemanfaatan tanah Jajaway pada


aspek pemasaran yang meliputi:

PROSES 1. Perancangan taman wisata keluarga dengan


menggunakan metode tourism marketing mix
(bauran pemasaran pariwisata), yaitu:

a. Produk
b. Harga
c. Tempat
d. Promosi
e. SDM
f. Proses
g. Pelayanan Konsumen
h. Paket Wisata
2. Perkiraan Pendapatan untuk Objek Wisata
Kampoeng Jajaway.

1. Menghasilkan rancangan taman wisata


OUTPUT keluarga dengan menggunakan metode
Sumber: Olah Data Penulis marketing mix (bauran pemasaran)

3. 2.8
Gambar Mendapatkan
Kerangka Perkiraan
Berpikir Pendapatan untuk
Objek Wisata Kampoeng Jajaway.

2.

Sumber: Hasil Olah Data Penulis

Gambar 2.8 Gambar Kerangka Berpikir

58

Anda mungkin juga menyukai