PENDAHULUAN
Nilai aset yang tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 adalah
sebesar Rp. 3.567, 58 Trilyun yang terdiri atas aset lancar sebesar Rp. 252, 74 Trilyun atau
7,08% dari total nilai aset, investasi jangka panjang sebesar Rp. 1.183,17 Trilyun atau 33,16%
dari total nilai aset, aset tetap Rp. 1.709,85 Trilyun atau 47,93%, piutang jangka panjang dan aset
lainnya sebesar Rp. 421,81 Trilyun atau sebesar 11,82% dari total nilai aset. Besarnya nilai aset
Pemerintah tersebut, menuntut Pemerintah untuk melakukan manajemen aset. Doli D. Siregar
(2004), manajemen aset lebih ditujukan untuk menjamin pengembangan kapasitas yang
berkelanjutan dari pemerintah sehingga dapat meningkatkan pendapatan, yang akan digunakan
untuk membiayai kegiatan guna mencapai pemenuhan persyaratan optimal bagi pelayanan tugas
dan fungsi instansinya kepada masyarakat. Manajemen aset meliputi Inventarisasi Aset, Legal
Audit, Penilaian Aset, Optimalisasi Aset dan Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset
dalam pengawasan dan pengendalian aset.
Pemerintah telah membuat Peraturan dalam rangka pengelolaan aset tersebut seperti
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 yang mengatur mengenai standar akuntansi,
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 yang mengatur mengenai pengelolaan BMN, dan
Peraturan turunan lainnya. Pembentukan Unit Penatausahaan dan Akuntansi Pengelola dan
Pengguna BMN mulaidari tingkat Satker, Kantor Wilayah, Unit Eselon 1, dan tingkat
Kementerian/Lembaga dan Penerapan sistem informasi (SIMAK BMN) juga telah dilakukan
dalam rangka pengelolaan aset tersebut. Walaupun demikian, BPK dalam Laporan Hasil
Pemeriksaannya atas LKPP Tahun 2013 masih menemukan permasalahan terkait pengelolaan
aset seperti belum jelasnya keberadaan dan nilai Aset eks BPPN dan Aset Kontraktor Kontrak
Kerjasama (KKKS).
1 | Page
Aset eks BPPN dan Aset KKKS dalam LKPP Tahun 2013 disajikan sebagai Aset lain-
lain. Buletin Teknis Nomor 01 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat menyatakan
bahwa aset lainnya aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap, dan
dana cadangan. Paper ini akan membahas lebih lanjut mengenai aset lain-lain tersebut menjadi
empat bagian. Bagian pertama akan membahas mengenai definisi, klasifikasi, dan akuntansi aset
lain-lain. Bagian Kedua membahas permasalahan yang menyebabkan temuan BPK atas Aset eks
BPPN dan Aset KKKS. Bagian Ketiga membahas mengenai analisis permasalahan dan Bagian
Keempat berisi kesimpulan dan rekomendasi.
2 | Page
BAB II
3 | Page
2. Legal Audit
Dalam rangka inventarisasi aset tetap, juga perlu dilakukan legal audit, yaitu melakukan
pengecekan terhadap status penguasaan aset dengan cara mengecek semua sertifikat dan
bukti kepemilikan aset, seperti sertifikat tanah, BPKB kendaraan bermotor dan sebagainya
sehingga perguruan tinggi mampu mencantumkan status kepemilikan aset pada hasil
pengolahan data dalam SIMAK-BMN. Legal audit dapat digunakan untuk mengatasi
berbagai permasalahan legal menyangkut status kepemilikan aset, antara lain status hak
penguasaan yang lemah, aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak
termonitor, dan lain-lain. Tahapan Legal Audit meliputi:
4 | Page
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pihak ketiga dengan tidak mengubah status
kepemilikannya. Bentuk optimalisasi aset yaitu penyewaan Aset, pinjam pakai atau
peminjaman, kerja sama pemanfaatan aset tetap, Bangun guna serah (BGS) dan bangun serah
guna (BSG).
5. Pengawasan dan Pengendalian
Pengawasan dan pengendalian terhadap pemanfaatan dan pengalihan aset diperlukan
agar setiap penanganan terhadap satu aset dapat termonitor jelas, mulai dari lingkup
penanganan hingga siapa yang bertanggungjawab mengelola aset tersebut.
5 | Page
f. Hasil Kajian/ Penelitian yang mempunyai manfaat jangka panjang: suatu kajian atau
pengembangan yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial dimasa yang akan
datang yang dapat diidentifikasi sebagai aset.
g. Aset tak berwujud lainnya: jenis aset tak berwujud yang tidak dapat dikelompokkan ke
dalam jenis aset tak berwujud yang ada.
2. Tagihan Penjualan Angsuran (TPA) yaitu Tagihan penjualan angsuran menggambarkan
jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai
pemerintah. Contoh tagihan penjualan angsuran antara lain adalah penjualan rumah dinas
dan penjualan kendaraan dinas.
3. Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/ TGR) yaitu merupakan suatu proses
yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut
penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun
tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut
atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
4. Kemitraan dengan Pihak Ketiga yaitu aset tetap yang dibangun atau digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan kerjasama / kemitraan.
5. Aset Lain-lain
Pos Aset Lain-Lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan
ke dalam Aset Tak Berwujud, Tagihan Penjualan Angsuran, Tuntutan Perbendaharaan,
Tuntutan Ganti Rugi, dan Kemitraan dengan Pihak Ketiga.
a. Aset Tetap Yang Dimaksudkan Untuk Dihentikan Dari Penggunaan Aktif Pemerintah
b. Aset Pemerintah Eks BPPN Yang Dikelola PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA).
Tujuan pendirian PT Perusahaan Pengelola Aset untuk melakukan pengelolaan aset
Negara yang berasal dari BPPN yang tidak berperkara untuk dan atas nama Menteri
Keuangan. Pengelolaan aset Negara yang berasal dari BPPN meliputi kegiatan
restrukturisasi aset, kerjasama dengan pihak lain dalam rangka peningkatan nilai aset,
penagihan piutang dan penjualan.
Aset-aset Eks BPPN yang dikelola PPA sesuai dengan Perjanjian Pengelolaan Aset tangal
29 Mei 2013 adalah sebagai berikut:
(1) Aset Saham Non Bank;
(2) Aset Saham Bank;
6 | Page
(3) Aset Kredit/Hak Tagih; dan
(4) Aset Saham & Kredit.
c. Aset Eks PERTAMINA
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/KMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca
Pembukaan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina Per 17 September 2003,
terdapat aset eks Pertamina yang perlu ditetapkan statusnya menjadi Barang Milik
Negara yang meliputi:
7 | Page
BAB III
PERMASALAHAN
BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2013 menyampaikan temuan
signifikan terkait aset lain-lain yang ikut menyebabkan opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) atas Laporan Keuangan tersebut yaitu belum jelasnya keberadaan dan nilai Aset eks
BPPN. Selain itu, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2007, 2008, dan 2009,
BPK menyatakan bahwa status kepemilikan Aset Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tidak
jelas dan pencatatannya yang tidak memenuhi kaidah akuntansi. Dalam bab ini, akan dipaparkan
temuan pemeriksaan BPK dan tanggapan pemerintah atas kedua permasalahan tersebut.
2. Tanggapan Pemerintah
a. Pemerintah (d.h.i. Direktorat PKNSI, DJKN) dengan surat nomor S-944/KN.5/2013
tanggal 30 Mei 2013 dan Plt. Direktur PKNSI dengan surat nomor S-1641/KN.5/2013
8 | Page
tanggal 9 September 2013 telah menyampaikan hasil penelusuran dokumen sumber
selisih data sebagaimana dikemukakan BPK RI terkait selisih atas data SAPB dan Daftar
Nominatif aset properti.
b. Ketua Sub Tim BPK RI dengan surat nomor 02/BPPN-BDL/09/2013 tanggal 25
September 2013 telah pula menyampaikan draft hasil pemeriksaan tahap I atas
pengelolaan aset eks BPPN dimana antara lain menyatakan bahwa berdasarkan dokumen-
dokumen sebagaimana disampaikan oleh Dit. PKNSI selisih data aset kredit yang masih
perlu dijelaskan keberadaannya dari semula Rp7.726.261.668.803,40 menjadi
Rp5.834.434.864.938,67
c. Dit. PKNSI, DJKN dengan surat nomor S-1859/KN.5/2013 tanggal 5 Oktober 2013 telah
kembali menyampaikan kepada Ketua Tim Pemeriksa BPK RI Atas Aset Eks BPPN &
BDL hasil penelitian lebih lanjut diperoleh dokumen pendukung pengurang senilai
Rp.255.884.160.388,86. Dengan data dan dokumentasi pendukung tersebut semakin
menunjukkan bahwa selisih data sebagaimana disampaikan BPK dalam LHP atas LKPP
T.A. 2012 merupakan pengelolaan aset eks BPPN yang telah selesai dilaksanakan
sebelum aset-aset tersebut berada pengelolaan langsung oleh unit-unit teknis di
lingkungan Kementerian Keuangan pada tahun 2009.
d. Pemerintah telah selesai melakukan penilaian atas aset properti eks kelolaan PT PPA
e. Telah selesai dilakukan oleh PUPN sesuai dengan PMK 128/PMK.06/2007.
f. Telah dilaksanakan rapat pembahasan terkait aset property yang dokumen
kepemilikannya dikuasai oleh BI (HTBI dan non HTBI) yang dihadiri oleh perwakilan
dari Bank Indonesia dan perwakilan dari DJKN.
g. Penjualan melalui lelang terbuka terhadap aset-aset eks BPPN yang berstatus free and
clear akan terus dilaksanakan.
9 | Page
c. Pemerintah belum menetapkan kebijakan pengelolaan dan kebijakan akuntansi untuk aset
KKKS yang menjadi milik negara.
d. Pengendalian atas Pelaksanan Inventarisasi dan Penilaian Aset Eks KKKS masih lemah.
2. Tanggapan Pemerintah
Aset Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) senilai Rp.281,2 triliiun dikeluarkan dari
neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat karena status kepemilikannya tidak jelas dan
pencatatannya yang tidak memenuhi kaidah akuntansi. Pemerintah terus berupaya melakukan
inventarisasi ulang atas aset KKKS. Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN)
menyatakan bahwa ketidakjelasan status kepemilikan hanyalah permasalahan keyakinan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Aset KKKS bukan berarti tidak ada. Secara hukum aset
KKKS merupakan milik negara dan perlu dibedakan pencatatannya karena memiliki bentuk
dan kharakteristik yang berbeda dengan barang milik Negara yang digunakan dalam
Kementerian/Lembaga. Terkait dengan aset KKKS, Pemerintah telah menyusun pedoman
akuntansi yang diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
02/PMK.05/2011 tentang pedoman akuntansi dan pelaporan aset BMN KKKS.
BAB IV
ANALISIS PERMASALAHAN
10 | P a g e
menelusuri aset yang tidak jelas keberadaannya;
melakukan penilaian atas aset eks kelolaan PT PPA;
menelusuri keberadaan aset kredit;
melakukan penjualan aset eks BPPN yang sudah jelas status hukumnya.
BPK memandang bahwa upaya Pemerintah tersebut kurang komprehensif dilaksanakan sehingga
penyelesaiannya terkesan lambat. Penyelesaian permasalahan tersebut seharusnya dilakukan
secara intensif dan melibatkan Kementerian Keuangan dalam hal ini DJKN, PT PPA, dan Bank
Indonesia. Berdasarkan prinsip dalam konsep manajemen aset maka permasalahan aset eks
BPPN dapat dipetakan dalam tabel dibawah ini:
PRINSIP KONDISI USULAN
Inventarisasi pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan Membangun komitmen bersama
tidak menggunakan data/catatan Aset Eks antar Lembaga terkait yaitu
BPPN yang dimiliki DJKN seperti SAPB Kementerian Keuangan, BPKP,
dan Daftar Nominatif Properti sebagai acuan PT PPA, Bank Indonesia, OJK,
pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan dan PPATK dengan leading
Aset Eks BPPN. sector Kementerian Keuangan
Penilaian Terdapat aset property eks kelolaan PT PPA
untuk melakukan penelusuran
(Persero)sebanyak 1.900 unit senilai
keberadaan dan penilaian
Rp1.121.998.958.113,00 belum disajikan
terhadap aset eks BPPN yang
sesuai nilai wajar
bermasalah.
Legal Audit Terdapat aset properti yang tercantum dalam
Fokus terhadap data temuan
daftar nominatif properti eks BPPN yang
BPK atas LKPP Tahun 2013
tidak termasuk dalam MKN dan daftar
dalam melakukan penelusuran
property eks kelolaan PT PPA (Persero)
dan penilaian tersebut, agar
sebesar Rp1.070.152.309.824,00 yang belum
sinkron dengan BPK sehingga
dapat dijelaskan.
dalam jangka pendek dapat
mengurangi penyebab opini
WDP atas LKPP.
11 | P a g e
bentuk-bentuk lain seperti
penyewaan Aset, pinjam pakai
atau peminjaman, kerja sama
pemanfaatan aset tetap, Bangun
guna serah (BGS) dan bangun
serah guna (BSG) sehingga dapat
menjadi sumber pendapatan
negara yang berkelanjutan.
Pengawasan Kementerian Keuangan dalam hal ini DJKN Membentuk entitas khusus yang
dan tidak melakukan monitoring atas status melakukan penatausahaan dan
Pengendalian saham dan surat berharga. akuntansi (UPPB/UAPB)
DJKN belum mengadministrasikan jaminan terhadap aset eks BPPN sehingga
aset kredit eks BPPN secara tertib dapat memperjelas Pusat
Pertanggungjawaban
pengelolaan aset tersebut.
B. Aset KKKS
Permasalahan Aset KKKS yaitu terdapat aset yang belum jelasnya status kepemilikan, saldo
yang disajikan dalam neraca tidak diyakini kewajarannya, dan lemahnya pengelolaan atas aset
tersebut. Berdasarkan prinsip dalam konsep manajemen aset maka permasalahan aset KKKS
dapat dipetakan dalam tabel dibawah ini:
PRINSIP KONDISI USULAN
Inventarisasi, Aset Kontraktor Kontrak Kerjasama Membangun komitmen bersama
Penilaian & (KKKS) senilai Rp.281,2 triliiun dikeluarkan antar Lembaga terkait yaitu
Legal Audit dari neraca Laporan Keuangan Pemerintah Kementerian Keuangan, BPKP,
Pusat karena status kepemilikannya tidak SKK Migas (BP Migas),
jelas dan pencatatannya yang tidak Kementerian ESDM dengan
memenuhi kaidah akuntansi leading sector Kementerian
Keuangan untuk melakukan
penelusuran keberadaan dan
12 | P a g e
penilaian terhadap aset KKSK
yang bermasalah.
Optimalisasi Belum ada road map yang jelas dari Pemerintah perlu melakukan
Pemerintah mengenai pemanfaatan aset kajian terhadap utilitas aset
KKSK. KKSK, jika manfaat aset
tersebut lebih kecil dibanding
biaya yang dikeluarkan maka
Pemerintah perlu mencari
alternatif lain seperti menjual
atau menghapus aset tersebut
karena justru membebani
anggaran dan administrasi
negara.
Pengawasan Pengendalian Aset Eks KKKS masih lemah. Membentuk entitas khusus yang
dan melakukan penatausahaan dan
Pengendalian akuntansi (UPPB/UAPB)
terhadap aset eks KKSK
sehingga dapat memperjelas
Pusat Pertanggungjawaban
pengelolaan aset tersebut.
Penyelesaian permasalahan atas aset eks BPPK dan SKKS diatas selain bertujuan untuk
meningkatkan opini LKPP menjadi WTP, juga dapat mengoptimalkan aset negara karena kedua
aset tersebut yang sudah jelas status hukum dan administratifnya dapat dijual atau diinvestasikan
yang dapat menghasilkan pendapatan negara.
13 | P a g e
KESIMPULAN
14 | P a g e
pelayanan tugas dan fungsi instansinya kepada masyarakat. Manajemen aset meliputi
Inventarisasi Aset, Legal Audit, Penilaian Aset, Optimalisasi Aset dan Pengembangan Sistem
Informasi Manajemen Aset dalam pengawasan dan pengendalian aset
B. Terdapat Aset Eks BPPN dan Aset KKSK yang bermasalah dalam hal ketidakjelasan status
kepemilikannya dan nilai yang tidak diyakini kewajarannya. Selain itu, Pemerintah juga
belum memiliki road map yang jelas dan tidak fokus dalam penyelesaian masalah dan
optimalisasi aset tersebut.
C. Hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah yaitu:
1. Membangun komitmen Instansi Pemerintah terkait dengan leading sector Kementerian
Keuangan untuk melakukan penelusuran keberadaan dan penilaian terhadap aset Eks
BPPN dan KKSK yang bermasalah;
2. melakukan kajian terhadap utilitas aset KKSK, jika manfaat aset tersebut lebih kecil
dibanding biaya yang dikeluarkan maka Pemerintah perlu mencari alternatif lain seperti
menjual atau menghapus aset tersebut karena justru membebani anggaran dan
administrasi negara;
3. membentuk entitas khusus yang melakukan penatausahaan dan akuntansi (UPPB/UAPB)
terhadap aset tersebut sehingga dapat memperjelas Pusat Pertanggungjawaban
pengelolaan aset tersebut.
DAFTAR PUSTAKA:
16 | P a g e