bidang studi yang mempelajari pengaruh yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan struktur
terhadap perilaku dalam organisasi, yang bertujuan agar organisasi menjadi lebih efektif.
kelompok, dan struktur. Perilaku organisasional juga menerapkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh tentang individu, kelompok, dan pengaruh dari struktur terhadap perilaku, dengan
tujuan agar organisasi dapat bekerja secara lebih efektif. Sejalan dengan pendapat tersebut yang
dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2009) bahwa perilaku organisasional berkaitan dengan
studi mengenai apa yang dilakukan oleh individu dalam suatu organisasi dan bagaimana
dengan situasi-situasi yang berkaitan dengan pekerjaan, oleh sebab itu perilaku organisasional
kerja yang sesuai dengan penilaian pribadi yang melebihi persyaratan kerja dasar seseorang.
OCB juga dapat dijelaskan sebagai perilaku yang melebihi permintaan tugas. Gibson, et al
kelangsungan hidup organisasi. Gibson, et al (2011) lebih lanjut memperinci bahwa perilaku
yang pada akhirnya memberi kontribusi pada fungsi efektif dari suatu organisasi. Skala ini
mengukur kelima dimensi OCB sebagai berikut:
1. Altruism – perilaku membantu orang tertentu, diantaranya menggantikan rekan kerja yang
tidak masuk atau istirahat, membantu orang lain yang pekerjaannya overload., membantu
proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta, membantu mengerjakan tugas
orang lain pada saat mereka tidak masuk, meluangkan waktu untuk membantu orang lain
2. Perilaku yang melebihi syarat minimum seperti kehadiran, kepatuhan terhadap aturan, dan
sebagainya.Tiba lebih awal, sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai.Tepat
waktu setiap hari tidak peduli pada musim ataupun lalu lintas, dan sebagainya. Berbicara
3. Sportmanship kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh, menahan diri dari aktivitas-
aktivitas mengeluh dan mengumpat, tidak menemukan kesalahan dalam organisasi, tidak
proporsinya.
organisasi, membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi.
Pengertian Kepuasan Kerja
Kebutuhan yang dimiliki manusia sangatlah beragam. Kepuasan seseorang antara satu dengan
Menurut Abdurrahmat (2006) kepuasan kerja merupakan suatu bentuk sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai pekerjaan yang digelutinya. Kepuasan kerja dalam
pekerjaan ialah kepuasan kerja yang dapat dinikmati dalam pekerjaan dengan mendapatkan
hasil dari pencapaian tujuan kerja, penempatan, perlakuan, dan suasana lingkungan kerja yang
baik. Karyawan yang dapat menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini, akan memilih untuk
lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa/ upah yang ia dapatkan dari pekerjaan
tersebut. Karyawan akan merasa lebih puas apabila balas jasanya sebanding dengan hasil kerja
yang dilakukan.
Menurut Handoko kepuasan kerja merupakan salah satu variabel yang dapat
mempengaruhi produktivitas atau prestasi kerja para karyawan. Variabel lain yang juga dapat
mempengaruhi produktivitas kerja para karyawan, diantaranya motivasi untuk bekerja, tingkat
stres kerja yang dialami oleh karyawan, kondisi fisik pekerjaan, kompensasi, dan aspek- aspek
ekonomis, teknis serta perilaku lainnya. Pekerjaan yang memberikan kepuasan kerja bagi
pelakunya ialah pekerjaan yang dirasa menyenangkan untuk dikerjakan (Supriyanto &
meningkatkan loyalitas karyawan dan mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja di suatu
perusahaan. Karyawan yang mendapatkan kepuasan kerjanya ialah karyawan yang memiliki
tingkat kehadiran dan perputaran kerja yang baik, pasif dalam serikat kerja, dan memiliki
prestasi kerja yang lebih baik dari karyawan lainnya. Sedangkan karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja akan memberikan dampak bagi perusahaan berupa kemangkiran
lebih dini, aktif dalam serikat kerja, terganggu kesehatan fisik dan mental karyawannya.
Dari pernyataan beberapa ahli di atas mengenai pengertian kepuasan kerja, peneliti
dapat menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap positif yang ditunjukkan oleh
karyawan terhadap pekerjaannya, sehingga karyawan dapat bekerja dengan senang hati tanpa
merasa terbebani dengan pekerjaan tersebut dan memberikan hasil yang optimal bagi
perusahaan.
dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover kecil. Jadi, apabila kedisiplinan, moral kerja
dan turnover karyawan besar, maka kepuasan kerja karyawan di perusahaan tersebut
berkurang.
Menurut Abdus (2014) kepuasan kerja seorang karyawan dapat diukur dengan
baik
3. Supervisi
5. Kondisi pekerjaan
6. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti mendapatkan bonus/
insentif
Sondang (2001) juga memaparkan beberapa aspek dari kepuasan kerja, diantaranya adalah:
Schermerhorn (2005) menyatakan bahwa ada lima aspek dalam kepuasan kerja :
1. Pekerjaan itu sendiri. Aspek ini mengacu bagaimana sebuah pekerjaan memiliki daya
tarik untuk dikerjakan dan diselesaikan. Pekerjaan tersebut juga bisa dijadikan sebagai
dalam menunjukkan kepedulian pada karyawan seperti memberikan bantuan teknis dan
dukungan perilaku.
3. Rekan kerja. Sumber kepuasan kerja yang paling sederhana ialah memiliki rekan kerja
yang kooperatif. Rekan kerja maupun tim kerja yang menyenangkan dan mendukung
dalam organisasi. Promosi atas dasar senioritas akan memberikan kepuasan berbeda
5. Gaji merupakan imbalan yang diperoleh berdasarkan hasil/ usaha kerja yang dilakukan.
termasuk sandang, pengan, dan papan. Kebutuhan hidup yang tercukupi akan dapat
Suparno (2015) memaparkan beberapa indikator sebuah perusahaan yang memilki masalah
Konsep Kinerja
dipengaruhi besar oleh faktor aktivitas yang dilakukan oleh pegawai. Untuk mengukur
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya dapat melalui kinerja pegawai itu sendiri.
Konsep kinerja telah banyak dibahas dalam studi-studi manajemen, pengertian atau makna atas
konsep kinerja sendiri telah diberikan oleh banyak para ahli dengan berbagai sudut pandang,
(2009:67) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual
Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).
Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Dan menurut Mahsun (2006:25) kinerja diartikan sebagai tingkat
misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Mengamati
kedua definisi tersebut terlihat bahwa konsep kinerja ini merupakan kemampuan untuk
Adapun kinerja menurut Bernardin, John H. & Joyce E. A. Russel, menyatakan bahwa:
usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.”
(Sedarmayanti, 2009:50)
Tercapainya tujuan organisasi dapat diwujudkan apabila ada upaya yang optimal dari
para pelaku yang terdapat pada suatu organisasi. Dengan kata lain, bahwa terdapat hubungan
yang erat antara kinerja perseorangan serta kinerja kelompok dengan kinerja organisasi. Hal
ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Prawirasentono, bahwa kinerja diambil dari Bahasa
Inggris yaitu “performance”. Dan arti performance atau kinerja adalah sebagai berikut:
“Performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.”
(Prawirasentono, 2008:2)
Hal tersebut sesuai dengan apa yang yang dikemukakan oleh Yaslis Ilyas, bahwa
“Kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam suatu organisasi. Kinerja dapat
merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil
karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional, maupun
struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.” (Ilyas,
1999:73)
Dengan kata lain, kinerja perseorangan baik secara individu maupun kelompok akan
menentukan kinerja organisasi. Bila kinerja pegawai baik maka kemungkinan besar kinerja
organisasi itu sendiri bisa dikatakan baik dan begitupun sebaliknya. Untuk itu kinerja yang baik
Hasibuan dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia memberikan definisi kinerja
pegawai sebagai berikut “Kinerja adalah suatu hasil yang didapat dari seorang dalam
Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas, terlihat bahwa kinerja merupakan hasil
dari suatu proses atau kegiatan pada fungsi tertentu yang dilaksanakan oleh seseorang, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota dari suatu kelompok atau organisasi, dimana
hasilnya dapat dinikmati oleh orang yang berhubungan atau berkepentingan dari hasil kerja
tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan proses kerja yang berorientasi
mengukur kinerja. Pemahaman mengenai pengukuran kinerja ini dikaji oleh beberapa ahli.
Menurut John Miner (1988) dalam buku Sudarmanto yang berjudul “Kinerja dan
dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu Kualitas, Kuantitas,
Penggunaan Waktu Dalam Kerja dan Kerja sama. Keempat aspek pengukuran kinerja inilah
yang akan menjadi variabel dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini.
c. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu: tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja
Dari empat aspek kinerja di atas, dua hal terkait dengan aspek keluaran atau hasil
pekerjaan, yaitu kualitas hasil, kualitas keluaran dan aspek perilaku individu, yaitu penggunaan
waktu dalam kerja (tingkat kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerja sama. Dari empat
Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil”
menyebutkan bahwa instrument pengukuran kinerja adalah merupakan alat yang dipakai untuk
1) Prestasi kerja: hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas maupun
kuantitas kerja.
2) Keahlian: tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas
yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk kerjasama, komunikasi,
inisiatif dan lain lain.
3) Perilaku: sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga mencakup kejujuran,
tanggung jawab dan disiplin.
4) Kepemimpinan: merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam memberikan
pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat
termasuk pengambilan keputusan dan penentuan prioritas.
Sedangkan Jerry Harbour (1997) dalam buku The Basics of Performance Measurement,
Kriteria lain untuk mengukur kinerja seperti yang dikemukakan oleh Armstrong (dalam
Sudarmanto, 2009:13) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan hal yang sangat
penting untuk dapat memperbaiki pelaksanaan kerja yang dapat dicapai. Menurutnya ada