Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH WORK LIFE BALANCE, JOB SATISFACTION, DAN BURN OUT

TERHADAP TURNOVER

A. Teori Pendukung:
1. Kepuasan kerja (Job Satisfaction) terhadap turnover
Teori Equity Theory Teori (John Stacey Adams,1963) ini menyatakan
bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh perbandingan antara input yang diberikan
karyawan (seperti usaha, waktu, dan pengetahuan) dengan output yang diterima
(seperti gaji, tunjangan, dan pengakuan). Jika karyawan merasa bahwa input yang
diberikan lebih besar daripada output yang diterima, maka ia akan merasa tidak
adil dan kemungkinan besar akan meninggalkan pekerjaannya.
Mobley (1986) menyatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan
karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun faktor determinan keinginan
untuk berpindah diantaranya adalah :
1. Kepuasan Kerja
Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variable psikologis yang paling
sering diteliti dalam suatu model intention turnover. Aspek kepuasan yang
ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan
organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi, kepuasan atas supervise
yang diterima, kepuasan dengan rekan kerja, dan kepuasan akan pekerjaan dan
isi kerja.
2. Komitmen Organisasi dari Karyawan Karena hubungan kepuasan kerja dan
keinginan meninggalkan tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil
varian, maka jelas model proses turnover intention karyawan harus
menggunakan variable lain di luar kepuasan kerja sebagai satu-satunya
variable penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam turnover intention
memasukan konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut
menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional
dapat dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada
responemosional (affective) individu kepada keseluruhan organisasi,
sedangkan kepuasan mengarah pada respon emosional atas aspek khusus dari
pekerja.
Menurut Griffeth et al (2000) bahwa hampir semua model intention to
leave/turnover intentiondikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan
komitmen
organisasi yang rendah, yaitu :
1. Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap intention to
leave. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan
proses kognisi menarik diri (pre withdrawal cognition), intensi untuk pergi dan
tindakan nyata berupa keputusan untuk keluar dari tempat kerja.
2. Komitmen organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya intention to leave dibanding kepuasan kerja.
Menurut Price dalam Kusbiantari (2013, p.94) faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya turnover intention terdiri dari:
1. Faktor lingkungan yang terdiri dari:
a. Tanggung jawab kekerabatan terhadap lingkungan. Semakin besar rasa
tanggung jawab tersebut semakin rendah turnover intention.
b. Kesempatan kerja. Semakin banyak kesempatan kerja tersedia dibursa
kerja, semakin besar turnover intention-nya.
2. Faktor individual yang terdiri dari:
a. Kepuasan kerja. Semakin besar kepuasannya maka semakin kecil intensi
turnover-nya.
b. Komitmen terhadap lembaga. Semakin loyal karyawan terhadap lembaga,
semakin
kecil turnover intention-nya.

c. Perilaku mencari peluang/lowongan kerja. Semakin besar upaya karyawan


mencari pekerjaan lain, semakin besar turnover intentionnya.
d. Niat untuk tetap tinggal. Semakin besar niat karyawan untuk
mempertahankan
pekerjaannya, semakin kecil turnover intention-nya.
e. Pelatihan umum/peningkatan kompetensi. Semakin besar tingkat transfer
pengetahuan dan ketrampilan diantara karyawan, semakin kecil turnover
intention- nya.
f. Kemauan bekerja keras. Semakin besar kemauan karyawan untuk bekerja
keras, semakin kecil turnover intention-nya.
g. Perasaan negatif atau positif terhadap pekerjaannya.
penyebab turnover menurut Michael (1995) adalah gaji atau upah,
desain pekerjaan, pelatihan dan pengembangan, perkembangan karir,
komitmen, kurangnya kekompakan dalam kelompok atau organisasi,
ketidakpuasan dan bermasalah dengan atasan atau pengawas, rekrutmen,
seleksi dan promosi
Sedangkan menurut Mcbey dan Karakowsky (2000) faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi turnover karyawan adalah :
1. Faktor pendorong
Faktor pendorong merupakan factor yang berasal dari dalam organisasi
sendiri yang dapat membuat karyawan untuk keluar dari organisasi atau
memilih bertahan di organisasi. Organisasi harus dapat mengelola faktor
pendorong ini. Adapun yang termasuk di dalam faktor pendorong yaitu :
a. Kepuasan kerja
b. Kepuasan atas gaji
c. Penghargaan atas kinerja
2. Faktor penarik
Faktor penarik meupakan faktor yang berasal dari luar organisasi yang
dapat mempengaruhi karyawan untuk meninggalkan organisasinya.
Kedudukan karyawan di dalam keluarga sebagai pencari nafkah utama
mempengaruhi tingkat intensi turnover. Adapun yang termasuk di dalam
faktor penarik yaitu :
a. Pendapatan pribadi
b. Pendapatan keluarga
c. Status pekerjaan
d. Komitmen keluarga
e. Alternative pekerjaan
f. Permintaan eksternal
3. Faktor karakteristik individu Faktor karakteristik individu adalah faktor
yang dipengaruhi oleh karakter pribadi dan aspek demografi dari karyawan
yang dapat mempengaruhi karyawan untuk meninggalkan atau bertahan di
organisasi. adapun yang termasuk di dalam factor karakteristik individu
yaitu :
a. Usia
b. Masa kerja
c. Pendidikan
d. Status perkawinan
4. Faktor lain
Pada faktor lainnya dijelaskan bahwa faktor kinerja objektif dan kinerja
subyektif mempengaruhi tingkat turnover karyawan. Turnover karyawan
juga dipengaruhi oleh aspek yang membuat karyawan bertahan pada
organisasi tempatnya bekerja atau pindah ke organisasi lain yang dapat
memberikan keuntungan bagi dirinya
Terjadinya turnover intention menurut Jewell dan Siegall (1998) terdapat
dua bagian yaitu variabel pribadi antara lain kepuasan kerja, usia, jenis
kelamin, pendidikan, lamanya kerja, pelatihan kerja, profesionalisme,
pengungkapan kebutuhan akan pertumbuhan pribadi, jarak geografis dari
tempat kerja, dan keinginan yang diungkapkan untuk tinggal dengan
organisasi itu dan variable organisasional misalnya sistem penghargaan.
Variabel situasional lain termasuk gaji, kesempatan promosi, dan sejauh
mana kerja dalam suatu jabatan menjadi rutinitas
Menurut staffelbach (2008 : 35) faktor-faktor penyebab terjadinya turnover
intention dikategorikan sebagai berikut:
1. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merujuk pada proses mental dan perilaku karyawan,
seperti harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi,
keterlibatan kerja atau efektifitas. Konsep turnover secara psikologis
berkaitan dengan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh emosi karyawan,
sikap atau persepsi. Faktor psikologi dikaitkan dengan:
 Kontrak psikologis
 Kepuasan kerja
 Komitmen organisasi
 Job insecurity
2. Faktor Ekonomi
Ketika reward sama dengan ditempat lain, karyawan akan memutuskan
untuk tidak meninggalkan organisasi. Pandangan ekonomi
menganilisis proses turnover lebih menekankan pada interaksi antara
penentuan variabel eksternal seperti gaji atau peluang. Faktor-faktor
ekonomi terdiri dari:
 Upah
 Peluang eksternal
 Ukuran organisasi
3. Faktor Demografis
Faktor demografis yang sering disebut juga sebagai karakteristik
personal, yaitu:
 Usia
Faktor usia berkorelasi negatif dengan intensi turnover. Orang yang
lebih muda memiliki tahap percobaan pada awal kehidupan
profesional mereka, sehingga lebih sering berindah kerja
 Masa Jabatan
Individu memiliki masa jabatan yang lebih lama kemudian
meninggalkan organisasi akan dianggap tidak proporsional.
2. Teori Work Life Balance Berpengaruh Terhadap Turnover Intention
Dasar work-life balance berangkat dari konflik pribadi dan kehidupan
kerja yang dialami karyawan. Work-Life Balance dikatakan sebagai
keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang sama-sama
memberikan kepuasan bagi individu (Bataineh, 2019). Dalam hal ini,
keseimbangan tercapai bila ada keselarasan antara keduanya. Fakta saat ini
menyebutkan bahwa menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan kehidupan
keluarga akhir-akhir ini menjadi hal yang sangat sulit (Poulose & Susdarsan,
2014). Kecenderungan karyawan merasa lebih sulit dalam menyeimbangkan
tuntutan pekerjaan dan kehidupan keluarga ketika sudah terjun dalam dunia
kerja. Hal ini karena seorang karyawan wajib menunjukkan kerja keras dalam
pekerjaan mereka. Tak jarang, mereka sering harus bekerja lembur untuk
dapat memenuhi kewajiban keuangan mereka, yang menyebabkan disparitas
antara pekerjaan dan keluarga (Oosthuizen et al., 2019). Semakin tingginya
karir yang berhasil dicapai oleh karyawan, maka semakin banyak konflik yang
muncul antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, sehingga tak sedikit pula
karyawan yang berjuang menjaga keseimbangannya dengan berhenti dari
pekerjaan mereka (Wolor et al., 2020).
Teori Social Exchange Theory yang dikemukakan oleh Allen, N. J., &
Meyer, J. P. (1990). menunjukkan bahwa keseimbangan antara tuntutan
pekerjaan dan kebutuhan kehidupan pribadi akan meningkatkan kepuasan
kerja dan rasa keterikatan pada organisasi, sehingga akan menurunkan
kecenderungan untuk keluar dari pekerjaan (turnover).
Menurut Shaffer et al (2016), work-life balance yang rendah memiliki
konsekuensi yang negatif terhadap kesehatan karyawan dan akan
mempengaruhi kinerja organisasi. Oleh karena itu, ketidakseimbangan antara
pekerjaan dan kehidupan personal akan menyebabkan stres yang akan
menimbulkan turnover intention pada karyawan (Kumara, 2018).
Menurut Mobley dan William. H (2011) salah satu factor penyebab
terjadinya turnover intention adalah keseimbangan kehidupan kerja (Work life
balance). Keseimbangan dalam menjalankan kehidupan tentunya tidak hanya
berlaku pada dunia kerja. Keseimbangan kita dalam menjalankan kehidupan
dalam pekerjaan dan non pekerjaan itulah yang sangat penting. Hal tersebut
akan memberikan dampak positif pada diri kita dalam menjalankannya.
Menurut Nafiudin (2015), Ketika seorang pegawai telah gagal dalam
melakukan keseimbangan atas dua peran yang dimilikinya yakni adanya
perasaan dilema yang muncul sehingga diakibatkan dari munculnya perasaan
itu, pegawai lebih mudah untuk memutuskan beralih ketempat kerja yang lain.
Ketidak seimbangan dari kehidupan di tempat kerja sertakehidupan di
lingkungan pribadi hal itu membuat para pegawai menjadi stress dalam
melaksanakan pekerjaan yang dijalaninya
3. Teori Burn Out berpengaruh terhadap turnover intention

Teori yang menyatakan bahwa burnout berpengaruh terhadap turnover


intention adalah teori "Job Demands-Resources (JD-R) Model"(Arnold
Bakker dan Evangelia Demerouti, 2007). Menurut teori ini, burnout terjadi
ketika seseorang mengalami kelebihan tuntutan pekerjaan (job demands) yang
tidak seimbang dengan sumber daya pekerjaan (job resources) yang
dimilikinya. Burnout dapat menyebabkan kelelahan emosional,
depersonalisasi (perasaan sinis dan jauh dari orang lain), dan penurunan
kinerja. Salah satu konsekuensi dari burnout adalah meningkatnya turnover
intention atau niat untuk keluar dari pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh
perasaan kelelahan dan ketidakpuasan yang dialami oleh individu dalam
pekerjaannya. Ketika individu merasa bahwa tuntutan pekerjaan terlalu berat
dan sumber daya pekerjaan terbatas, mereka mungkin merasa tidak mampu
untuk memenuhi tuntutan tersebut dan akhirnya merasa putus asa dan ingin
meninggalkan pekerjaannya.Dalam konteks ini, perusahaan dapat
memperbaiki situasi dengan mengurangi tuntutan pekerjaan yang berlebihan
dan meningkatkan sumber daya pekerjaan untuk membantu karyawan
mengatasi burnout dan mengurangi keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.
burnout berpengaruh terhadap niat untuk keluar (turnover intention)
adalah "Conservation of Resources (COR) Theory of Burnout" yang
dikembangkan oleh Dina Nur dan Eran Vigoda-Gadot pada tahun 2018.
Teori ini mengemukakan bahwa burnout dihasilkan dari pengurangan
sumber daya yang dimiliki individu di tempat kerja, baik itu sumber daya
fisik, psikologis, atau sosial. Ketika individu mengalami burnout, mereka
cenderung mengevaluasi kembali sumber daya mereka dan mempertanyakan
apakah organisasi dapat memberikan dukungan dan penghargaan yang cukup
untuk menjaga keseimbangan sumber daya mereka.
Jika organisasi tidak dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan,
maka individu cenderung meningkatkan niat untuk keluar dari organisasi.
Oleh karena itu, teori ini juga menekankan pentingnya organisasi dalam
memberikan sumber daya yang cukup dan mengelola beban kerja yang tepat
untuk mencegah burnout dan meningkatkan retensi karyawan.
Burnout menggambarkan keadaan sesorang berupa reaksi emosional
yang dilampiaskan kepada orang - orang yang berada di sekitarnya. Biasanya
orang - orang yang sering mengalami burnout bekerja dalam sektor pelayanan
atau orang - orang yang bekerja dimana pekerjaannya yang berkaitan erat
hubungan dengan masyarakat seperti pariwisata dan perhotelan. Dari sini kita
lihat kalau burnout lebih banyak dirasakan oleh para pekerja yang
pekerjaannya melayani orang lain serta bekerja dengan orang banyak. Sifat
pekerjaan yang menuntut secara emosional telah dikemukakan dapat
meningkatkan risiko kelelahan yang juga dikaitkan dengan berkurangnya
kesenangan karyawan dan tingkat niat turnover yang lebih tinggi (keinginan
meninggalkan pekerjaan seseorang). Tingkat kelelahan dan ketidaksenangan
karyawan yang tinggi dikaitkan dapat memiliki efek "penularan" ke orang lain
di tempat kerja sehingga menciptakan permasalahan yang lain. Dampak dari
burnout yang berkepanjangan akan diwujudkan dalam bentuk absensi (tidak
bekerja), kemampuan kerja menjadi rendah, kurangnya kesetiaan tanggung
jawab terhadap perusahaan dan tentunya akan keluar dari perusahaan
(ElSakka, 2016).
Menurut (Robert dan John, 2011) ada beberapa pemicu mengapa
pekerja hendak untuk keluar dari tempat kerjanya seperti Burnout (kejenuhan
kerja), beban kerja yang berat, dan kompensasi yang kurang dengan pekerjaan
yang dikerjakan.
B. Perbedaan dengan penelitian terdahulu
1. Berdasarkan review jurnal yang telah dilakukan perbedaan berdasar pada subjek
penelitian. Beberapa penelitimelakukan penelitian pada generasi x dan y namun
pada penelitian ini peneliti mengambil subjek generasi z
2. Penelitian menggunakan populasi mengacu pada generasi z di kota jogja.
Sementara penelitian terdahulu mengacu pada sebuah perusahaan.

C. Data
Menurut Beresfod Research, secara umum pengelompokan generasi adalah sebagai
berikut:
 Gen Z: kelahiran 1997-2012 dan berusia antara 9-24 tahun pada
 Gen Y atau Millennials: kelahiran 1981-1996
 Gen X: kelahiran 1965-1980
 Baby Boomers: kelahiran 1946-1964

Proyeksi Jumlah Penduduk menurut Kabupaten/Kota di


D.I. Yogyakarta (Jiwa)
Kabupaten/Kota 2020 2021 2022
D.I. Yogyakarta 3919197 3970220 4021816
Kulonprogo 437373 442724 448131
Bantul 1036489 1050308 1064286
Gunungkidul 758316 767464 776705
Sleman 1248258 1265429 1282804
Yogyakarta 438761 444295 449890
sumber: BPS DIY

Proyeksi Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di D.I. Yogyakarta (x 1000), 2017-2025 (Jiwa)
Laki-laki Perempuan
Kelompok
Umur 2020 2021 2022 2020 2021 2022 2020
0-4 139690.0 141193.0 142941.0 136293.0 137747.0 139447.0 275983.0

5-9 133517.0 136133.0 138765.0 127685.0 130607.0 133456.0 261202.0


10 - 14 131655.0 131714.0 131960.0 126267.0 125895.0 125965.0 257922.0

15 - 19 140984.0 140587.0 140369.0 139731.0 138750.0 137756.0 280715.0


20 - 24 157648.0 158287.0 158633.0 161274.0 162476.0 163175.0 318922.0

25 - 29 158073.0 161145.0 163641.0 159109.0 164409.0 169039.0 317182.0


30 - 34 151792.0 151910.0 152855.0 147777.0 148616.0 150562.0 299569.0

35 - 39 150402.0 151717.0 152529.0 147351.0 148351.0 149015.0 297753.0


40 - 44 141767.0 143253.0 144895.0 140478.0 141998.0 143514.0 282245.0
45 - 49 134099.0 135533.0 137001.0 135583.0 136298.0 137236.0 269682.0
50 - 54 120237.0 122552.0 124826.0 125981.0 127956.0 129722.0 246218.0

55 - 59 107404.0 109170.0 110915.0 115484.0 117203.0 118860.0 222888.0


60 - 64 90436.0 93104.0 95528.0 98264.0 101589.0 104773.0 188700.0

65 - 69 69299.0 71730.0 74355.0 78496.0 81402.0 84375.0 147795.0


70 - 74 50419.0 51923.0 53396.0 59666.0 61221.0 62888.0 110085.0

75+ 57975.0 59700.0 61545.0 84361.0 86051.0 87879.0 142336.0 145751.0

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (Persen)


Kabupaten 2019 2020 2021
DI Yogyakarta 3.14 4.57 4.56
Kulonprogo 1.80 3.70 3.69
Bantul 3.06 4.06 4.04
Gunungkidul 1.92 2.16 2.20
Sleman 3.93 5.09 5.17
Yogyakarta 4.80 9.16 9.13
TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) adalah persentase jumlah pengangguran terhadap
jumlah angkatan kerja.

Berikut data penduduk DIY pada tahun 2020

Hasil Sensus Penduduk (SP) 2020 mencatat, jumlah penduduk Daerah Istimewa (DI)
Yogyakarta berjumlah 3,67 juta jiwa. Rinciannya, 1,82 juta penduduk Yogyakarta adalah
laki-laki, sedangkan 1,85 juta jiwa perempuan.
Berdasarkan kelompok umur, penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) di Yogyakarta
mencapai 2,52 juta jiwa atau 68,78% dari total populasi. Sisanya sebanyak 748.757 jiwa
merupakan penduduk belum produktif (usia 0-14 tahun) dan 396.737 jiwa adalah penduduk
sudah tidak produktif (usia di atas 65 tahun).
Sementara menurut kelompok generasi, sebanyak 23,42% penduduk Yogyakarta merupakan
milenial (1981-1996). Sebanyak 22,76% merupakan generasi z (1997-2012), 22,46%
generasi x (1965-1980), dan 16,89% generasi baby boomer (1946-1964).
Sebanyak 10,66% penduduk Yogyakarta merupakan post-gen z yang lahir tahun 2013 ke
atas. Sedangkan, 3,81% merupakan generasi pre-boomer yang lahir sebelum tahun 1945.
Adapun, Sleman menjadi kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Yogyakarta,
yakni 1,13 juta jiwa. Rinciannya, sebanyak 559,4 ribu jiwa berjenis kelamin laki-laki dan
566,4 ribu jiwa perempuan.
Sementara, Kota Yogyakarta menjadi wilayah yang memiliki penduduk paling sedikit, yakni
hanya 373,6 ribu jiwa. Rinciannya, 182 ribu jiwa merupakan laki-laki dan 191,6 ribu jiwa
perempuan.
STATUS KEADAAN TENAGA KERJA PROVINSI DIY
JUMLAH PENGANGGURAN DIY
Mobley,W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat Dan Pengendaliannya.
Terjemah.Jakarta: PTPustaka Binaman Pressindo
McBey, Kenneth and Karakowsky, L.(2000). Examining Sources of Influence on Employee
Turnover in The Part-Time Work Context, Leadership and Organization Journal, Vol.
21 No. 3
Shaffer, M. A., Sebastian Reiche, B., Dimitrova, M. L., & Westman, M. &. (2016). Work and
family role adjustment of different types of global professionals: Scale development
and validation. Journal of International Business Studies, 113
Kumara, J. &. (2018). Work Life Conflict and its Impact on Turnover Intention of
Employees: The Mediatation Role of Job Satisfaction. International Journal of
Scientific and Research Publications, 478.
Mobley dan William. H, Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, Dan Pengendaliannya
(Terjemahan), (Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo, 2011
El-Sakka, N. (2016). The relationship between person-organization fit, burnout, and turnover
Intention among CIC academic staff. Business and Management Review , 7(2), 53–67
Nafiudin. 2015.
Peran Work Life Balance dan Kepuasan Kerja Pada Turnover Intention Karyawan pada PT.
Bank Agroniaga Tbk Cabang Bandung. Bandung. Jurnal Sains Manajemen, Vol. 1,
No.1: hal 24-38
Poulose, S., & Susdarsan, N. (2014). Work- Life Balance : A Conceptual Review.
International Journal Of Advances In Management And Economics, 3(2), 1–17
Bataineh, K. Adnan. (2019). Impact Of Work-Life Balance, Happiness At Work, On
Employee Performance. International Busines Research, 12(2), 99.
Https://Doi.Org/10.5539/Ibr.V12n2p99
Oosthuizen, R. M., Coetzee, M., & Munro, Z. (2019). Work-Life Balance, Job Satisfaction
And Turnover Intention Amongst Information Technology Employees. Southern
African Business Review, 20(1), 446–467. Https://Doi.Org/10.25159/1998-8125/6059
Wolor, C. W., Kurnianti, D., Zahra, S. F., & Martono, S. (2020). The Importance Of Work-
Life Balance On Employee Performance Millennial Generation In Indonesia. Journal
Of Critical Reviews, 7(9), 1103–1108. Https://Doi.Org/10.31838/Jcr.07.09.203
Robert L. Mathis, John H. Jackson. 2011. Human Resource Management. USA: South-
Western
Bakker, A. B., & Demerouti, E. (2017). Job demands–resources theory: Taking stock and
looking forward. Journal of occupational health psychology, 22(3), 273-285.
Nur, D., & Vigoda-Gadot, E. (2018). The Conservation of Resources (COR) Theory of
Burnout: Its Implications for Job Stress and Turnover Intentions among Israeli
Nurses. Journal of Nursing Management, 26(5), 552–560.

Anda mungkin juga menyukai