Anda di halaman 1dari 9

Defining and Measuring Work Engagement : Bringing Clarity to Concept

Hlm 11-14 (Michael)


1. Kata “Engagement” dalam konteks sehari2 mengacu pada keterlibatan, komitmen,
gairah, antusiasme, daya serap, usaha yg fokus dan seberapa besar energi yg
diberikan. Merriam Webster bilang kalo Engagement itu adalah keterlibatan
emosional atau komitmen dan sebagai tanda untuk siap dengan segala keadaan

2. Banyak perusahaan yg klaim kalo keterlibatan kerja (work engagement) itu bisa
meningkatkan profit lewat produktivitas, penjualan, kepuasan pelanggan dan retensi
karyawan

3. Beberapa contoh konsep keterlibatan kerja :


a. Development Dimension International (DDI) punya 3 dimensi yaitu
- Kognitif : keyakinan dan dukungan untuk mewujudkan tujuan dan
nilai2 organisasi
- Afektif : rasa kepemilikan, kebanggaan dan kelekatan kepada
organisasi
- Perilaku : rela buat ngelakuin lebih, keinginan untuk menetap di
organisasi

b. Hewitt : karyawan yg merasa terikat sama perusahaan / organisasi bakalan


ngelakuin 3 perilaku dasar ini
- Say : secara konsisten ngomongin yg baik2 tentang organisasi tersebut
kepada sesama rekan kerja, calon karyawan dan pelanggan
- Stay : punya keinginan kuat untuk jadi anggota di organisasi tersebut
walaupun banyak kesempatan di tempat lain
- Strive : rela memberikan waktu tambahan bekerja, usaha dan
keinginan untuk berkontribusi buat bikin organisasi / perusahaannya
sukses

c. Towers Perrin : keterikatan karyawan itu dinyatakan paling sesuai untuk


menunjukkan tingkat kepuasan diri sendiri (karyawan tsb), inspirasi dan
afirmasi yang karyawan dapatkan dari perusahaannya serta keinginan untuk
ambil bagian di sana

d. Mercer : keterikatan kerja juga disebut sbg komitmen atau motivasi yg


mengacu pada tingkat psikologi dimana karyawan merasa bahwa di dalam
dirinya tertanam keinginan kuat untuk mensukseskan perusahaan dan
menunjukkan performa dengan standar tinggi yg sesuai dengan pekerjaannya
di masa depan

> Intinya : keterlibatan kerja mengacu pada komitmen terhadap organisasi dan perilaku
ekstra di luar tugas yg mendukung organisasi / perusahaan tsb
4. Keterlibatan (engagement) dalam konteks akademik (sarjana) :
a. Konsep keterlibatan menurut Kahn (1990) : pengaitan diri antara anggota organisasi
dengan peran pekerjaannya. Artinya karyawan yg terlibat bakal berupaya besar di
pekerjaannya karena merasa saling terkait

b. Pendekatan Kahn terhadap Keterlibatan : menekankan hubungan dinamis dan


dialektis antara individu yg mengarahkan energi pribadinya ke peran kerja dan peran
kerja itu sendiri yg bikin individu bisa mengekspresikan diri

c. Pandangan Alternatif tentang Keterlibatan : dipandang sbg kebalikan dari burnout


(capek emosional). Karyawan yg energik dan merasa terkoneksi bakal bekerja efektif
jadi ga burnout

d. Karakteristik Keterlibatan menurut Maslach dan Leiter (1997) : keterlibatan ditandai


oleh energi, keterlibatan dan efikasi → berlawanan sama burnout

e. Definisi Alternatif Keterlibatan : dianggap sbg konsep berbeda yg independen dari


burnout dimana pikiran itu positif dan bisa puas dengan pekerjaannya. Biasanya
pekerja cenderung semangat, penuh dedikasi dan punya tingkat keterlibatan tinggi

f. 3 Komponen Keterlibatan :
- Vigor (semangat) : tingkat energi tinggi dan mental tahan banting
- Dedikasi : keterlibatan kuat dengan pekerjaan
- Daya Absorbsi : konsentrasi penuh dengan pekerjaannya

g. Kaitannya dengan Burnout : keterlibatan dinilai berlawanan dengan burnout karena


keterlibatan memiliki ciri energi dan daya identifikasi yg kuat terhadap pekerjaan

5. Konsep lain terkait yang bisa dibahas dan dibandingkan :


a. Extra Role Behavior (perilaku di luar peran) : kita tidak boleh memandang
keterlibatan kerja hanya terbatas sbg upaya ekstra atau sukarela semata yg diberikan
oleh karyawan. Kenapa? soalnya karyawan yg terlibat bakalan membawa sesuatu yg
beda daripada sekedar ngelakuin banyak pekerjaan di luar tanggung jawab mereka,
mungkin dengan kontribusi kreatif atau kemampuan pemecahan masalahnya

b. Personal Initiative (inisiatif pribadi) : Frese dan Fay (2001) bilang kalo inisiatif
pribadi mencakup perilaku yang dimulai sendiri, proaktif dan tekun. Inisiatif personal
itu lebih daripada yang normal / biasa / jelas. Daripada fokus sama jumlah
perilakunya mending kualitas perilakunya. Makanya ini berkaitan sama komponen
yang namanya Vigor (semangat)

c. Job Involvement (keterlibatan kerja) : di artikelnya Lodahl dan Kejner (1965)


dijelaskan kalo keterlibatan kerja sebagai sebuah tingkat dimana orang teridentifikasi
psikologisnya dengan pekerjaannya atau gambaran mengapa dirinya itu penting buat
pekerjaannya (self image). Job Involvement mirip kayak Job Engagement, bedanya
Job Engagement fokusnya pada tingkat keterlibatan emosional dan perilaku aktif di
pekerjaannya sedangkan Job Involvement fokusnya pada identifikasi psikologis
seseorang dengan pekerjaannya dan cara pandang mereka terkait pekerjaan itu bisa
mempengaruhi citra dirinya

d. Organizational Commitment (keterikatan organisasi) : mirip kayak keterlibatan kerja,


keterikatan organisasi adalah sebuah tingkat akan kedekatan secara psikologis dan
identifikasi diri tapi ga kayak keterlibatan kerja. Keterikatan organisasi mengikat
individu dengan organisasinya

e. Job Satisfaction (kepuasan kerja) : dikutip dari Locke (1976) sebagai keadaan
emosional positif akibat dari penilaian seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan
kerja berkaitan dengan perasaannya yang ditandai dengan rasa tenang, damai dan
relaksasi

f. Positive Affectivity (positivitas afektif) : mengacu pada sifat bawaan individu yang
cenderung konsisten di setiap situasi. Keterlibatan kerja dianggap sebagai keadaan
psikologis yg sesuai dengan positivitas afektif. Kenapa? di dalam skala Positif
Affectivity pada PANAS (WAtson, Clark dan Tellegen, 1998) mencakup perhatian,
kewaspadaan, antusias, inspirasi, rasa bangga, tekad, energik dan kuat. Jadi individu
yg punya positivitas afektif tinggi lebih cenderung mengalami keterlibatan kerja

g. Flow : keadaan pengalaman optimal yg ditandai dengan perhatian fokus, pikiran


jernih, kesatuan pikiran dan tubuh, konsentrasi tanpa usaha, kendali total dan
kepuasan batin. Flow merujuk pada pengalaman puncak yg khusus dan durasinya
singkat serta dapat dialami di luar lingkup pekerjaan. Umpan balik / masukan
merupakan faktor yang mempengaruhi

h. Workaholism (pecandu kerja) : mirip kayak work engagement (keterlibatan kerja) tapi
ternyata ada beberapa perbedaan. Karyawan yg terlibat (engaged employee) itu
bekerja keras karena pekerjaannya menantang dan menyenangkan bukan karena ada
dorongan kuat dari diri paling dalam (inner self) yg mereka tidak bisa tahan dan
sifatnya obsesif

Hlm 15-18 (Syela)


The Assessment of Work Engagement
1. The Gallup Q12
Kuesioner The Gallup Q12 resmi diciptakan pada tahun 1998 setelah dilakukannya
pemrosesan item dan testing selama beberapa dekade. Asesmen ini disebut “Q12”
yang terdiri dari 12 item, dengan bentuk penilaian 5 poin skala likert (1 “sangat tidak
setuju” hingga 5 “sangat setuju”). Asesmen Q12 telah dilakukan kepada lebih dari 7
juta karyawan di 112 negara. Asesmen Q12 didesain untuk menciptakan perubahan di
dalam suatu tempat kerja atau dengan ini asesmen Q12 dapat disebut sebagai alat
manajemen. Q12 adalah asesmen yang menilai tingkat sumber daya yang dirasakan
dalam pekerjaan para karyawan dan bukan tingkat engagement-nya seperti
keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme. Harter et al (2002) menjelaskan asesmen Q12
merupakan anteseden (pemicu) konstruksi afektif sebagai job satisfaction. Gallup
menjelaskan job satisfaction disini dianggap sebagai marker dari engagement dimana
Q12 mengukur anteseden job satisfaction. Hal ini menimbulkan masalah dikarenakan
tingginya korelasi Q12 dengan job satisfaction (yang diukur menggunakan single
item). Studi dari 8000 unit bisnis yang hampir mencapai 200.000 karyawan memiliki
korelasi yang mirip baik dari satisfaction dan engagement (r = 0.22). Hal ini
membuktikan konsep engagement Gallup ini identik dengan job satisfaction.
Gallup Q12

Do you know what is expected of you at work? (role clarity)


Do you have the materials and equipment you need to do your work right? (material
resources)
At work, do you have the opportunity to do what you do best every day? (opportunity
for skill development)
In the last seven days, have you received recognition or praise for doing good work?
(social support, positive feedback)
Does your supervisor, or someone at work, seem to care about you as a person?
(supervisor support)
Is there someone at work who encourages your development? (coaching)
At work, do your opinions seem to count? (voice)
Does the mission/purpose of your company make you feel your job is important?
(meaningfulness)
Are your associates (fellow employees) committed to doing quality work? (quality
culture)
Do you have a best friend at work? (social support)
In the last six months, has someone at work talked to you about your progress?
( feedback)
In the last year, have you had opportunities at work to learn and grow? (learning
opportunities)

2. The Utrecht Work Engagement Scale (UWES)


Asesmen UWES merupakan asesmen yang tersedia dalam 21 bahasa. Asesmen
UWES originalnya memiliki 17 item. Terdapat juga versi pendeknya yaitu 9 item dan
versi untuk student. Asesmen UWES memiliki 7 skala likert (0 “tidak pernah” hingga
6 “selalu”). Asesmen UWES ini terdiri dari 3 dimensi yaitu vigor, dedication, dan
absorption.
The Utrecht Work Engagement Scale (UWES)

At my work, I feel that I am bursting with energy* (Vi)


I find the work that I do full of meaning and purpose (De)
Time flies when I’m working (Ab)
At my job, I feel strong and vigorous (Vi)*
I am enthusiastic about my job (De)*
6. When I am working, I forget everything else around me (Ab)
7. My job inspires me (De)*
8. When I get up in the morning, I feel like going to work (Vi)*
9. I feel happy when I am working intensely (Ab)*
10. I am proud on the work that I do (De)*
11. I am immersed in my work (Ab)*
12. I can continue working for very long periods at a time (Vi)
13. To me, my job is challenging (De)
14. I get carried away when I’m working (Ab)*
15. At my job, I am very resilient, mentally (Vi)
16. It is difficult to detach myself from my job (Ab)
17. At my work I always persevere, even when things do not go well (Vi)

Note: * Short version; Vi = Vigor; De = Dedication; Ab = Absorption.

a. Validitas Faktor
Analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa hipotesis struktur tiga faktor
UWES lebih unggul dibandingkan model satu faktor yang mengasumsikan
faktor engagement yang tidak terdiferensiasi. Sample ini terbukti dari
beberapa negara berbeda seperti Cina, Portugis, Spanyol, Afrika Selatan, dan
Belanda. Namun, 3 dimensi dari engagement ini memiliki keterikatan yang
mirip. Dari sini Sonnentag (2003) menggunakan analisis faktor eksploratori
tidak menemukan struktur tiga faktor yang jelas dan memutuskan
menggabungkan total score UWES untuk mengukur work engagement.
Intinya work engagement menurut UWES nampaknya merupakan sebuah
kesatuan yang dibangun oleh tiga aspek yang berbeda namun berkaitan erat.
b. Invarian Faktorial
Analisis faktor konfirmatori dengan menggunakan metode kelompok ganda
yang mana sampel dari dua atau lebih negara dimasukkan secara bersamaan
menunjukkan bahwa struktur tiga faktor UWES adalah invarian (konsisten) di
beberapa negara. Secara spesifik struktur tiga faktor dari UWES ini memiliki
kemiripan dan tidak memiliki perbedaan antar negara, tetapi value dari muatan
factor dan korelasi antara faktor latennya memiliki perbedaan sedikit di antara
beberapa negara. Hasil equivalence dari UWES juga dapat diterima dan tidak
ada menunjukkan bias antar grup ras. Dalam hal grup pekerjaan, UWES juga
menunjukkan hasil yang invarian. Intinya struktur faktorial dari UWES
dengan tiga faktor mendasar yang sangat terkait tampaknya konsisten baik
antar negara maupun antar kelompok pekerjaan.
c. Konsistensi Internal
Meta analisis baik versi original dan versi pendek dari UWES menunjukkan
adanya konsistensi internal yang sangat baik untuk 3 dimensi: vigor,
dedication, dan absorption. Analisis dari 33 sampel (total N = 19.940) dari 9
negara berbeda menunjukkan α Cronbach UWES dari ketiga dimensi baik dari
versi original dan versi pendeknya menunjukkan lebih dari 0.80. Selain itu α
Cronbach untuk skor gabungan melebihi dari 0.90. Dapat disimpulkan bahwa
ketiga skala tersebut dari UWES serta kuesioner gabungan cukup konsisten
secara internal.
d. Stabilitas
Analisis dari 5 sampel dari 3 negara (Australia, Belanda, dan Norwegia N =
1057) menunjukkan rata-rata koefisien stabilitas dari versi original dan versi
pendek UWES selama waktu interval 1 tahun adalah 0.65. Ditemukan juga
standar tertinggi dari stabilitas koefisien dari 3 skala versi pendek dari UWES
dalam 3 tahun interval (0.82 - 0.86). Artinya: UWES memiliki skor yang
relatif stabil dengan jangka waktu 3 tahun lamanya.
e. Validitas Diskriminan
- Burnout. 3 dimensi UWES memiliki hubungan negatif dengan 3
pengertian karakteristik dari burnout yang diukur menggunakan
Maslach Burnout Inventory (MBI). Secara keseluruhan, engagement
memiliki hubungan negatif dengan burnout.
- Personal initiative. Dengan menggunakan analisis grup desain,
Sonnentag (2003) menunjukkan bahwa pengaruh recovery hari ini
terhadap personal initiative berikutnya dimediasi oleh tingkat tingkat
work engagement karyawan. Penelitian Salanova dan Schaufeli (2008)
menunjukkan bukti dari validitas diskriminan bahwa work engagement
sepenuhnya memediasi hubungan antara sumber daya pekerjaan dan
personal initiative. Korelasi antara personal initiative dan engagement
dalam dua studi adalah diantara 0.38 san 0.58.
- Job involvement. Menggunakan analisis faktor konfirmatori, Hallberg
dan Schaufeli (2006) menunjukkan bahwa engagement dan job
involvement merupakan dua konsep yang berbeda dan berhubungan
yang lemah (r = 0.35). Work engagement memiliki hubungan negatif
dengan berbagai keluhan kesehatan dan berhubungan positif dengan
job resources (sumber daya pekerjaan).
- Organizational commitment. Studi Hallberg dan Schaufeli (2006)
membenarkan validitas diskriminan dari engagement dengan
komitmen organisasi.
- Job satisfaction. Belum ada studi yang menyatakan validitas
diskriminan dari engagement dan job satisfaction. Namun, terdapat
korelasi yang menunjukkan bahwa kedua konstruksi itu overlap.
- Workaholism. analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa
engagement dan workaholism adalah 2 hal yang berbeda. Namun,
skala absorption dari UWES memiliki adanya muatan ganda yang
lemah dengan faktor laten workaholism. Dimana artinya absorption
dapat menunjukkan obsesi yang merupakan ciri khas dari
workaholism. Schaufeli et al (2008) juga menunjukkan work
engagement dan workaholism memiliki hubungan variabel yang
berbeda.
- Kesimpulan: work engagement memiliki hubungan negatif dengan
burnout. Work engagement juga dapat dibedakan dengan jelas dengan
personal initiative, job involvement, dan organizational commitment.
Work engagement juga timbul adanya overlapping dengan job
satisfaction dan workaholism.
Hlm 19-22 (Ardina)
Kuesioner dengan penerapan terbatas
Terdapat tiga kuesioner yang hanya kadang-kadang digunakan untuk menilai
engagement atau keterlibatan kerja:
1. Berdasarkan konseptualisasi keterlibatan oleh Kahn (1990,1992), May, Gilson, dan
Harter (2004) mengembangkan skala 13 item yang terdiri dari 3 dimensi: cognitive,
emotional, dan physical engagement. Item dari ketiga skala ini menunjukkan
kemiripan yang termasuk dalam skala penyerapan, dedikasi, dan semangat dari
UWES. Seperti:
- Cognitive Engagement: “Pekerjaan saya sangat mengasyikkan untuk
dilakukan sehingga saya melupakan hal-hal lainnya” / “Performing my job is
so absorbing that I forget about everything else”
- Emotional Engagement: “Saya benar-benar menaruh hati saya pada pekerjaan
ini” / “I really put my heart into this job”
- Physical Engagement: “Saya mengerahkan banyak energi untuk melakukan
pekerjaan saya” / “I exert a lot of energy performing my job”.
2. Saks (2006) membedakan antara keterlibatan kerja dan keterlibatan organisasi yang
digambarkan sebagai karyawan, yaitu kehadiran secara psikologis dalam pekerjaan
dan organisasi mereka sebagai karyawan.
- Keterlibatan kerja diukur dengan 5 item (misal: “terkadang saya terlalu sibuk
dengan pekerjaan saya sehingga saya lupa waktu”)
- Keterlibatan organisasi diukur dengan 6 item (misal: “salah satu hal yang
paling menarik bagi saya adalah terlibat dengan hal-hal yang terjadi di
organisasi”).
Kedua aspek tersebut memiliki keterlibatan hubungan yang cukup tinggi dan
menunjukkan pola hubungan yang berbeda sehingga menunjukkan perbedaan yang
konseptual.
3. Berdasarkan Kahn (1990, 1992) juga, Rothbard (2001) membedakan 2 komponen
keterlibatan terpisah namun berkaitan, yaitu:
- Attention: mengacu pada ketersediaan kognitif dan jumlah waktu yang
dihabiskan seseorang untuk memikirkan peran kerja. Diukur dengan 4 item
(misal: “saya menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan pekerjaan
saya”)
- Absorption: kesenangan dengan peran kerja dan diukur dengan 5 item (misal:
“saat saya bekerja, saya benar-benar terserap”).

Menuju Integrasi
Untuk mengintegrasikan gagasan tentang keterlibatan keterlibatan kerja, disarankan
model motivasi karyawan dengan keterlibatan kerja sebagai keadaan psikologis yang
memediasi dampak dari job resources dan personal resources terhadap hasil organisasi.
Terdapat model motivasi kerja integratif, dimana engagement didefinisikan memiliki peran
yang penting.
Pada gambar 2.1 mewakili proses motivasi dari model sumber daya tuntutan
pekerjaan (JD-R).
● Menurut model JD-R, job resources dapat memainkan peran motivasi intrinsik karena
mendorong pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan karyawan, ataupun
berperan ekstrinsik karena berperan penting dalam mencapai tujuan kerja.
● Pada keadaan psikologis (psychological state), berfokus pada keterlibatan kerja
mencakup komponen perilaku vigor, dedication, dan absorption. Kepuasan kerja dan
keterlibatan kerja menjadi keadaan psikologis karyawan dan memiliki pengaruh yang
positif.
● Pada model JD-R, job resources dan personal resources sama-sama mendorong
keterlibatan kerja. Terdapat kesesuaian Gallup pada gambar 2.1, yaitu sebagai
pekerjaan yang penuh akal dan menantang. Sebagai personal resources, afektif positif
mencakup pengaruh terhadap keterlibatan kerja. Oleh karena itu, karyawan dengan
karakteristik afektif positif lebih besar kemungkinannya untuk terlibat dengan
pekerjaannya.
● Penelitian sebelumnya yang menggunakan model JD-R menunjukan bahwa
keterlibatan kerja berkaitan dengan hasil organisasi, seperti komitmen, inisiatif
pribadi, dan kinerja.

Anda mungkin juga menyukai