2. Banyak perusahaan yg klaim kalo keterlibatan kerja (work engagement) itu bisa
meningkatkan profit lewat produktivitas, penjualan, kepuasan pelanggan dan retensi
karyawan
> Intinya : keterlibatan kerja mengacu pada komitmen terhadap organisasi dan perilaku
ekstra di luar tugas yg mendukung organisasi / perusahaan tsb
4. Keterlibatan (engagement) dalam konteks akademik (sarjana) :
a. Konsep keterlibatan menurut Kahn (1990) : pengaitan diri antara anggota organisasi
dengan peran pekerjaannya. Artinya karyawan yg terlibat bakal berupaya besar di
pekerjaannya karena merasa saling terkait
f. 3 Komponen Keterlibatan :
- Vigor (semangat) : tingkat energi tinggi dan mental tahan banting
- Dedikasi : keterlibatan kuat dengan pekerjaan
- Daya Absorbsi : konsentrasi penuh dengan pekerjaannya
b. Personal Initiative (inisiatif pribadi) : Frese dan Fay (2001) bilang kalo inisiatif
pribadi mencakup perilaku yang dimulai sendiri, proaktif dan tekun. Inisiatif personal
itu lebih daripada yang normal / biasa / jelas. Daripada fokus sama jumlah
perilakunya mending kualitas perilakunya. Makanya ini berkaitan sama komponen
yang namanya Vigor (semangat)
e. Job Satisfaction (kepuasan kerja) : dikutip dari Locke (1976) sebagai keadaan
emosional positif akibat dari penilaian seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan
kerja berkaitan dengan perasaannya yang ditandai dengan rasa tenang, damai dan
relaksasi
f. Positive Affectivity (positivitas afektif) : mengacu pada sifat bawaan individu yang
cenderung konsisten di setiap situasi. Keterlibatan kerja dianggap sebagai keadaan
psikologis yg sesuai dengan positivitas afektif. Kenapa? di dalam skala Positif
Affectivity pada PANAS (WAtson, Clark dan Tellegen, 1998) mencakup perhatian,
kewaspadaan, antusias, inspirasi, rasa bangga, tekad, energik dan kuat. Jadi individu
yg punya positivitas afektif tinggi lebih cenderung mengalami keterlibatan kerja
h. Workaholism (pecandu kerja) : mirip kayak work engagement (keterlibatan kerja) tapi
ternyata ada beberapa perbedaan. Karyawan yg terlibat (engaged employee) itu
bekerja keras karena pekerjaannya menantang dan menyenangkan bukan karena ada
dorongan kuat dari diri paling dalam (inner self) yg mereka tidak bisa tahan dan
sifatnya obsesif
a. Validitas Faktor
Analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa hipotesis struktur tiga faktor
UWES lebih unggul dibandingkan model satu faktor yang mengasumsikan
faktor engagement yang tidak terdiferensiasi. Sample ini terbukti dari
beberapa negara berbeda seperti Cina, Portugis, Spanyol, Afrika Selatan, dan
Belanda. Namun, 3 dimensi dari engagement ini memiliki keterikatan yang
mirip. Dari sini Sonnentag (2003) menggunakan analisis faktor eksploratori
tidak menemukan struktur tiga faktor yang jelas dan memutuskan
menggabungkan total score UWES untuk mengukur work engagement.
Intinya work engagement menurut UWES nampaknya merupakan sebuah
kesatuan yang dibangun oleh tiga aspek yang berbeda namun berkaitan erat.
b. Invarian Faktorial
Analisis faktor konfirmatori dengan menggunakan metode kelompok ganda
yang mana sampel dari dua atau lebih negara dimasukkan secara bersamaan
menunjukkan bahwa struktur tiga faktor UWES adalah invarian (konsisten) di
beberapa negara. Secara spesifik struktur tiga faktor dari UWES ini memiliki
kemiripan dan tidak memiliki perbedaan antar negara, tetapi value dari muatan
factor dan korelasi antara faktor latennya memiliki perbedaan sedikit di antara
beberapa negara. Hasil equivalence dari UWES juga dapat diterima dan tidak
ada menunjukkan bias antar grup ras. Dalam hal grup pekerjaan, UWES juga
menunjukkan hasil yang invarian. Intinya struktur faktorial dari UWES
dengan tiga faktor mendasar yang sangat terkait tampaknya konsisten baik
antar negara maupun antar kelompok pekerjaan.
c. Konsistensi Internal
Meta analisis baik versi original dan versi pendek dari UWES menunjukkan
adanya konsistensi internal yang sangat baik untuk 3 dimensi: vigor,
dedication, dan absorption. Analisis dari 33 sampel (total N = 19.940) dari 9
negara berbeda menunjukkan α Cronbach UWES dari ketiga dimensi baik dari
versi original dan versi pendeknya menunjukkan lebih dari 0.80. Selain itu α
Cronbach untuk skor gabungan melebihi dari 0.90. Dapat disimpulkan bahwa
ketiga skala tersebut dari UWES serta kuesioner gabungan cukup konsisten
secara internal.
d. Stabilitas
Analisis dari 5 sampel dari 3 negara (Australia, Belanda, dan Norwegia N =
1057) menunjukkan rata-rata koefisien stabilitas dari versi original dan versi
pendek UWES selama waktu interval 1 tahun adalah 0.65. Ditemukan juga
standar tertinggi dari stabilitas koefisien dari 3 skala versi pendek dari UWES
dalam 3 tahun interval (0.82 - 0.86). Artinya: UWES memiliki skor yang
relatif stabil dengan jangka waktu 3 tahun lamanya.
e. Validitas Diskriminan
- Burnout. 3 dimensi UWES memiliki hubungan negatif dengan 3
pengertian karakteristik dari burnout yang diukur menggunakan
Maslach Burnout Inventory (MBI). Secara keseluruhan, engagement
memiliki hubungan negatif dengan burnout.
- Personal initiative. Dengan menggunakan analisis grup desain,
Sonnentag (2003) menunjukkan bahwa pengaruh recovery hari ini
terhadap personal initiative berikutnya dimediasi oleh tingkat tingkat
work engagement karyawan. Penelitian Salanova dan Schaufeli (2008)
menunjukkan bukti dari validitas diskriminan bahwa work engagement
sepenuhnya memediasi hubungan antara sumber daya pekerjaan dan
personal initiative. Korelasi antara personal initiative dan engagement
dalam dua studi adalah diantara 0.38 san 0.58.
- Job involvement. Menggunakan analisis faktor konfirmatori, Hallberg
dan Schaufeli (2006) menunjukkan bahwa engagement dan job
involvement merupakan dua konsep yang berbeda dan berhubungan
yang lemah (r = 0.35). Work engagement memiliki hubungan negatif
dengan berbagai keluhan kesehatan dan berhubungan positif dengan
job resources (sumber daya pekerjaan).
- Organizational commitment. Studi Hallberg dan Schaufeli (2006)
membenarkan validitas diskriminan dari engagement dengan
komitmen organisasi.
- Job satisfaction. Belum ada studi yang menyatakan validitas
diskriminan dari engagement dan job satisfaction. Namun, terdapat
korelasi yang menunjukkan bahwa kedua konstruksi itu overlap.
- Workaholism. analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa
engagement dan workaholism adalah 2 hal yang berbeda. Namun,
skala absorption dari UWES memiliki adanya muatan ganda yang
lemah dengan faktor laten workaholism. Dimana artinya absorption
dapat menunjukkan obsesi yang merupakan ciri khas dari
workaholism. Schaufeli et al (2008) juga menunjukkan work
engagement dan workaholism memiliki hubungan variabel yang
berbeda.
- Kesimpulan: work engagement memiliki hubungan negatif dengan
burnout. Work engagement juga dapat dibedakan dengan jelas dengan
personal initiative, job involvement, dan organizational commitment.
Work engagement juga timbul adanya overlapping dengan job
satisfaction dan workaholism.
Hlm 19-22 (Ardina)
Kuesioner dengan penerapan terbatas
Terdapat tiga kuesioner yang hanya kadang-kadang digunakan untuk menilai
engagement atau keterlibatan kerja:
1. Berdasarkan konseptualisasi keterlibatan oleh Kahn (1990,1992), May, Gilson, dan
Harter (2004) mengembangkan skala 13 item yang terdiri dari 3 dimensi: cognitive,
emotional, dan physical engagement. Item dari ketiga skala ini menunjukkan
kemiripan yang termasuk dalam skala penyerapan, dedikasi, dan semangat dari
UWES. Seperti:
- Cognitive Engagement: “Pekerjaan saya sangat mengasyikkan untuk
dilakukan sehingga saya melupakan hal-hal lainnya” / “Performing my job is
so absorbing that I forget about everything else”
- Emotional Engagement: “Saya benar-benar menaruh hati saya pada pekerjaan
ini” / “I really put my heart into this job”
- Physical Engagement: “Saya mengerahkan banyak energi untuk melakukan
pekerjaan saya” / “I exert a lot of energy performing my job”.
2. Saks (2006) membedakan antara keterlibatan kerja dan keterlibatan organisasi yang
digambarkan sebagai karyawan, yaitu kehadiran secara psikologis dalam pekerjaan
dan organisasi mereka sebagai karyawan.
- Keterlibatan kerja diukur dengan 5 item (misal: “terkadang saya terlalu sibuk
dengan pekerjaan saya sehingga saya lupa waktu”)
- Keterlibatan organisasi diukur dengan 6 item (misal: “salah satu hal yang
paling menarik bagi saya adalah terlibat dengan hal-hal yang terjadi di
organisasi”).
Kedua aspek tersebut memiliki keterlibatan hubungan yang cukup tinggi dan
menunjukkan pola hubungan yang berbeda sehingga menunjukkan perbedaan yang
konseptual.
3. Berdasarkan Kahn (1990, 1992) juga, Rothbard (2001) membedakan 2 komponen
keterlibatan terpisah namun berkaitan, yaitu:
- Attention: mengacu pada ketersediaan kognitif dan jumlah waktu yang
dihabiskan seseorang untuk memikirkan peran kerja. Diukur dengan 4 item
(misal: “saya menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan pekerjaan
saya”)
- Absorption: kesenangan dengan peran kerja dan diukur dengan 5 item (misal:
“saat saya bekerja, saya benar-benar terserap”).
Menuju Integrasi
Untuk mengintegrasikan gagasan tentang keterlibatan keterlibatan kerja, disarankan
model motivasi karyawan dengan keterlibatan kerja sebagai keadaan psikologis yang
memediasi dampak dari job resources dan personal resources terhadap hasil organisasi.
Terdapat model motivasi kerja integratif, dimana engagement didefinisikan memiliki peran
yang penting.
Pada gambar 2.1 mewakili proses motivasi dari model sumber daya tuntutan
pekerjaan (JD-R).
● Menurut model JD-R, job resources dapat memainkan peran motivasi intrinsik karena
mendorong pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan karyawan, ataupun
berperan ekstrinsik karena berperan penting dalam mencapai tujuan kerja.
● Pada keadaan psikologis (psychological state), berfokus pada keterlibatan kerja
mencakup komponen perilaku vigor, dedication, dan absorption. Kepuasan kerja dan
keterlibatan kerja menjadi keadaan psikologis karyawan dan memiliki pengaruh yang
positif.
● Pada model JD-R, job resources dan personal resources sama-sama mendorong
keterlibatan kerja. Terdapat kesesuaian Gallup pada gambar 2.1, yaitu sebagai
pekerjaan yang penuh akal dan menantang. Sebagai personal resources, afektif positif
mencakup pengaruh terhadap keterlibatan kerja. Oleh karena itu, karyawan dengan
karakteristik afektif positif lebih besar kemungkinannya untuk terlibat dengan
pekerjaannya.
● Penelitian sebelumnya yang menggunakan model JD-R menunjukan bahwa
keterlibatan kerja berkaitan dengan hasil organisasi, seperti komitmen, inisiatif
pribadi, dan kinerja.