Anda di halaman 1dari 5

Indigenous Psychology

Larangan Dalam Budaya Orang Tionghoa: Tidak Boleh Memakai


Baju Berwarna Merah Saat Melayat

Ditulis Oleh:
Syela Margareth Wijaya – 150120038

Universitas Surabaya
Surabaya
Bab 1
The Local Wisdom

Dalam penulisan terkait dengan materi indigenous psychology ini, saya


mengambil topik salah satu dari budaya orang Tionghoa yaitu tidak boleh
memakai baju berwarna merah saat melayat. Budaya ini cukup umum di kalangan
semua orang Tionghoa. Sering saya melihat pada saat saya sedang melayat,
memang tidak ada atau jarang sekali ditemui orang yang menggunakan baju
berwarna merah. Pada saat melayat, sebagian besar pakaian yang saya sering lihat
adalah berwarna putih atau berwarna lainnya selain merah. Keluarga saya dan
banyak teman saya masih mempercayai tradisi ini, disini saya akan menguraikan
penjelasan mengapa dilarangnya menggunakan baju merah tersebut.
Berdasarkan dari website greelane.com yang saya telusuri, attire atau
pakaian dalam pemakaman Cina, para tamu harus menggunakan pakaian
berwarna muram atau berwarna hitam. Pakaian cerah atau berwarna warni harus
dihindari, karena melambagkan kebahagiaan. Pakaian berwarna merah harus
dihindari, namum pakaian berwarna putih dapat digunakan. Pakaian merah dapat
dikenakan bila almarhum berusia 80 tahun keatas. Mengenai arti warna merah itu
sendiri, berdasarkan penulisan dari Pribadi (2010) dalam laporan tugas akhirnya,
dalam budaya Tionghoa merah merupakan warna yang mempunyai makna
sebagai sebuah lambang kemakmuran, kehangatan, keberanian, dinamika, kasih
sayang, dan warna merah identik dengan masyarakat Cina sebagai lambang
penghargaan tertinggi. Intinya warna merah memiliki arti kebahagiaan. Pribadi
(2010) menjelaskan juga arti warna putih. Warna putih dalam budaya Tionghoa
memiliki makna sebagai simbol baru, kemurnian dan kesucian, bersih dan segar,
kewajiban, kesahajaan, dan bulan. Warna putih juga melambangkan sebagai hal
yang suci. Sisi negatif dari warna putih adalah dingin dan tanpa kehidupan.
Di dalam keluarga saya, budaya mengenai larangan menggunakan baju
berwarna merah saat melayat masih diterapkan. Keluarga saya mengatakan kalau
pergi melayat dengan menggunakan baju merah itu tidak diperbolehkan karena
baju merah melambangkan kesenangan, suka cita, dan bahagia, jadi tidak pantas
jika digunakan dan harus melambangkan dukacita. Namun, dikeluarga saya
mengatakan untuk pergi melayat kita boleh menggunakan baju apa saja kecuali
warna merah, disarankan memang menggunakan baju berwarna putih, tapi baju
berwarna lainnya boleh digunakan. Kemudian, kata keluarga saya baju merah
boleh digunakan dalam melayat apabila orang yang meninggal itu berumur 90
tahun keatas. Diperbolehkan memakai baju merah karena baju merah tersebut
melambangkan rasa syukur karena yang meninggal telah diberi umur panjang.
Bab 2
Argumentasi dan Kajian

Dalam penulisan ini saya akan mengkaji melalui indigenous psychology.


Kim dan Berry mengungkapkan bahwa indigenous psychology adalah suatu studi
ilmiah mengenai perilaku dan proses mental manusia yang bersifat indigenous,
tidak diambil dari area lain, dan diperuntukkan bagi masyarakat yang menjadi
subjek penelitian tersebut (cicp.psikologi.ugm.ac.id, 2014). Disini saya akan
mengungkapkan maksud dari larangan penggunaan baju berwarna merah pada
saat melayat.
Budaya larangan menggunakan baju berwarna merah pada saat melayat ini
telah diwariskan secara turun menurun pada setiap keluarga orang Tionghoa.
Sesuai dengan teori budaya milik Herskovits, budaya adalah sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic (Topata, 2020). Mengapa tidak boleh menggunakan baju
berwarna merah pada saat melayat, karena warna merah melambangkan arti
kebahagiaan. Ditinjau dari kepercayaan non material (non material beliefs) yang
dikemukakan oleh Pepotine (Nuqul, 2018), warna merah disimbolkan sebagai non
material, karena mengandung arti kebahagiaan. Arti kebahagiaan yang terkandung
dalam warna merah inilah yang akhirnya menyebabkan larangan penggunaan baju
merah pada saat melayat.
Jika ditinjau dari teori dimensi budaya milik Hofstede, teori yang cocok
untuk dijadikan kajian adalah teori collectivism. Teori collectivism milik Hofstede
(dalam Armia, 2002) dijelaskan bahwa, individu yang berada dalam suatu
kelompok akan mementingkan kepentingan kelompok dan akan saling
memperhatikan satu individu terhadap individu lainnya. Pada saat melayat, orang-
orang dengan keturunan Tionghoa, mereka pasti sebagian besar menggunakan
baju berwarna putih untuk melambangkan duka dan sebagai simbol untuk
menghormati dan menghargai para keluarga almarhum yang sedang mengalami
duka, karena warna putih sendiri seperti yang dituliskan di atas, sisi negatif warna
putih adalah dingin dan tanpa kehidupan. Maka dari itu warna putih sesuai dengan
suasana dan cocok untuk digunakan untuk melayat. Mereka tidak menggunakan
baju berwarna merah, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, baju
berwarna merah memiliki arti kebahagiaan.
Bab 3
Kesimpulan

Budaya larangan penggunaan baju berwarna merah saat melayat yang


sudah dikenal sejak turun menurun, sesuai dengan teori budaya milik Herkovits,
yang dimana budaya larangan ini selalu diwariskan dari generasi satu dengan
generasi lainnya. Kemudian, mengenai warna merah itu sendiri jika ditinjau dari
kepercayaan non material yang dikemukakan oleh Pepitone, warna merah
memiliki arti kebahagiaan, sehingga penggunaan baju berwarna merah di larang
untuk digunakan pada saat melayat. Mereka dengan keturunan Tionghoa pada saat
melayat biasanya akan menggunakan pakaian yang berwarna putih. Mereka yang
menggunakan pakaian berwarna putih ini jika di analisis ternyata memiliki arti.
Mereka menggunakan pakaian berwarna putih secara tidak langsung akan
menggambarkan kedukaan dan menghormati dan menghargai para keluarga
almarhum, ini sesuai dengan teori dimensi budaya milik Hofstede yaitu teori
collectivism, yaitu individu yang berada dalam suatu kelompok akan
mementingkan kepentingan kelompok dan akan saling memperhatikan satu
individu terhadap individu lainnya.
Budaya selalu memiliki makna tersendiri. Seperti budaya larangan
menggunakan baju berwarna baju merah pada saat melayat ini ternyata memiliki
maksud. Baju merah yang memiliki arti kebahagiaan tidak akan sesuai jika
digunakan pada saat melayat, karena memiliki kesan tidak menghormati dan tidak
menghargai keluarga almarhum, sehingga baju berwarna putihlah yang cocok
untuk dikenakan. Masih banyak lagi budaya-budaya lain di Indonesia, maka dari
itu kita harus melestarikan budaya kita agar tidak punah, karena budaya adalah
sesuatu yang khas dan pasti dibalik itu memiliki arti tersendiri.
Pustaka Kajian

Greelane.com. Hal lain yang Tahu Tentang Pemakaman Cina. Diakses pada
November 26, 2020, dari: https://www.greelane.com/id/sastra/sejarah--
budaya/chinese-funeral-traditions-687456/

Pribadi, S. S. (2010). PENGARUH WARNA TERHADAP KEBUDAYAAN


BAGI MASYARAKAT TIONGHOA (STUDI KASUS KLENTENG
AVALOKITESVARA SURAKARTA). Diakses dari:
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/16374/Pengaruh-warna-terhadap-
kebudayaan-bagi-masyarakat-tionghoa-studi-kasus-klenteng-Avalokitesvara-
Surakarta

cicp.psikologi.ugm.ac.id. Selayang Pandang Indigenous Psychology. Diakses pada


November 29, 2020, dari: https://cicp.psikologi.ugm.ac.id/indigenous-
psychology-in-brief/

Topata, Jensen. Pengertian Budaya. Diakses pada November 28, 2020, dari:
https://www.mypurohith.com/pengertian-budaya/

Nuqul, F. L. (2018). MEMAHAMI PERBEDAAN PERILAKU: TAWARAN


DARI CULTURAL SOCIAL PSYCHOLOGY. Diakses dari: http://repository.uin-
malang.ac.id/3763/

Armia, C. (2002). PENGARUH BUDAYA TERHADAP EFEKTIVITAS


ORGANISASI: Dimensi Budaya Hofstede. JURNAL AKUNTANSI DAN
AUDITING INDONESIA (JAAI), 6 (1).

Anda mungkin juga menyukai