NEUROCOGNITIVE DISORDER
SKENARIO : ALZHEIMER
DISUSUN OLEH:
Syela Margareth Wijaya (150120038)
Saya memiliki masalah besar saat ini, yaitu Ayah saya (71 tahun) yang suka
menghilang dan tersesat dari rumah. Enam bulan belakangan ini ayah saya sering lupa
dimana menaruh barang. Pada awalnya saya pikir hal yang biasa karena sudah tua. Namun
akhir-akhir ini mulai bertambah parah. Ayah saya sering lupa dengan nama sendiri dan makin
sering tersesat. Perubahan ini tampak nyata karena ayah saya juga sulit untuk fokus, sering
keliru dalam mengambil keputusan, seringkali juga ayah sulit berkomunikasi seperti kesulitan
dalam mengungkap kata-kata atau bahkan memahami.
Tidak hanya itu saja, Ayah saya sangat sulit mengingat informasi baru. Tadi cucunya
baru saja datang ke rumah. Karena ia lupa nama cucunya, kami beritahu nama cucunya
adalah “Ani”. Tidak sampai satu menit, ayah saya sudah bingung lagi, bertanya, siapa ini
anak kecil yang sedang merangkak di rumahnya. Saat kami jelaskan bahwa itu adalah
cucunya, ia malah menolak mengatakan tidak punya cucu. Begitu seterusnya hingga kadang
kami sangat jengkel dibuatnya.
Tidak hanya mengalami kesulitan mengingat yang parah, perilaku ayah saya kerap
membuat situasi di rumah menjadi seram. Ayah saya sering berhalusinasi, mengatakan bahwa
ada orang-orang yang sering keluar masuk kamarnya. Ayah saya berkata kepada anggota
keluarga di rumah bahwa ia melihat anak-anak kecil, orang laki-laki, dan perempuan keluar
masuk kamarnya. Nyatanya, tidak ada satupun yang keluar masuk kamarnya karena di rumah
hanya ada saya selaku anaknya dan juga asisten rumah tangga. Ketika kami mengatakan
bahwa tidak ada siapa-siapa yang keluar masuk kamar, Ayah saya marah besar dan ngotot
menjelaskan bahwa ia tidak berbohong.
Lelah rasanya menghadapi perubahan perilaku dan juga emosi ayah saya ini. Mungkin
karena kondisi-kondisi yang terjadi itu, Ayah juga makin mengurung diri dan saya pribadi
merasa seperti tidak mengenal ayah saya lagi. Ada apa dengan Ayah saya dan apa yang harus
saya lakukan?
1. Diagnosis apa yang paling mendekati gejala di atas?
2. Proses neuropsikologis apa yang menyebabkan gejala di atas?
3. Neuropsychological Assessment apa yang bisa digunakan untuk mendeteksi gangguan
di atas?
4. Tinjauan psikofaramakologi apa yang terkait dengan gangguan di atas?
5. Apa yang dapat anggota keluarga lakukan untuk mendukung individu dengan kondisi
di atas?
Berdasarkan dari cerita kasus pada skenario diatas, terdapat beberapa permasalahan
yang dialami oleh subjek yaitu; kognitif, verbal/komunikasi, dan berhalusinasi. Beberapa
diagnosis yang sempat terpikirkan sesuai dengan gambaran permasalahan yang terjadi dari
kasus diatas adalah skizophrenia dan alzheimer. Awalnya, peneliti mendiagnosis bahwa ini
adalah gangguan skizophrenia karena terdapat gejala halusinasi. Berdasarkan DSM-V, gejala
skizophrenia dapat berupa; delusi, halusinasi, cara bicara yang tidak teratur, catatonic
behavior/perilaku yang tidak biasa, penurunan ekspresi dan emosi. Dilihat bahwa pada cerita
kasus diatas tidak disebutkan mengenai gejala delusi dan catatonic behavior sehingga,
peneliti memutuskan kalau skizophrenia bukanlah diagnosis yang tepat.
Kemudian, alzheimer adalah pertimbangan diagnosis kedua dikarenakan beberapa
gejala alzheimer juga sesuai. Alzheimer merupakan salah satu jenis dari Neurocognitive
Disorder (NCD) atau yang bisa disebut dengan demensia. Demensia adalah suatu gangguan
yang presisten dari gangguan intelektual (Kolb & Wishaw, 2015). NCD memiliki 2 jenis
gangguan yaitu major NCD dan mild NCD, kedua gangguan ini berpengaruh juga terhadap
gangguan alzheimer. Berdasarkan DSM-V, gejala alzheimer pada mild NCD berkaitan
dengan penurunan pada memori dan pembelajaran, yang terkadang disertai juga dengan
penurunan executive function. Pada major NCD terdapat penurunan pada visuoconstructional
dan bahasa. Pada tahap mild NCD, gejala depresi dan apatis dapat terlihat pada gangguan
alzheimer. Pada tahap menengah major NCD, gangguan alzheimer juga nampak pada gejala
psikotik, iritabilitas, agitasi, agresif, dan perilaku wandering. Serta, biasanya pada tahap akhir
dari alzheimer dapat mengalami gangguan gaya berjalan, disfagia, inkontinensia, mioklonus,
dan seizures/kejang.
Berdasarkan kemungkinan diagnosis diatas, dapat disimpulkan bahwa alzheimer
merupakan diagnosis yang paling mendekati pada kasus cerita pada bab sebelumnya. Hal ini
dikarenakan gejala-gejala dari alzheimer yang diambil dari DSM-V memiliki kemiripan pada
cerita kasus diatas.
Tentukan bersama kelompok apa learning problem yang perlu Anda dalami dari kasus.
Bersama kelompok, silahkan tentukan hal-hal apa saja yang Anda rasa perlu diketahui dari
kasus untuk memahami neuropsikologi dari gangguan yang dimaksud.
LEARNING PROBLEM
D. Asesmen
Pada pendiagnosisan seseorang yang memungkinkan mengalami gejala
alzheimer tentunya tidak terlepas dari adanya asesmen. Sebelumnya telah dibahas
bahwa alzheimer merupakan suatu jenis dari demensia. Untuk asesmen sendiri
terdapat banyak jenisnya, beberapa asesmen yang dapat digunakan untuk gangguan
alzheimer diantaranya:
1. Mini-Mental State Exam (MMSE)
Mini-Mental State Exam (MMSE) merupakan salah satu asesmen yang paling
umum digunakan di seluruh dunia (Sheehan, 2012). MMSE merupakan suatu tes
pemeriksaan kognitif yang dapat digunakan pada demensia. Penggunaan tes ini
hanya dilakukan selama 5-10 menit yang memiliki konsentrasi pada aspek fungsi
kognitif yaitu, orientasi, memori, atensi, kalkulasi, bahasa, dan konstruksi visual
(Duong et al., 2017; Sheehan, 2012).
E. Psikofarmakologi
Untuk pengobatan bagi seseorang atau pasien yang memiliki gangguan
alzheimer, medikasi dapat dilakukan dengan menggunakan inhibitor
asetilkolinesterase (AchEIs) dan antagonis reseptor N-metilD-aspartat (NMDA),
seperti memantine. AchEIs dikenal dapat menurunkan atau mengatasi gangguan
alzheimer dari yang ringan hingga parah (Doody et al, dalam Apostolova, 2016).
Terdapat 3 obat golongan inhibitor asetilkolinesterase yang disetujui oleh Amerika
Serikat yaitu; donepezil, rivastigmin, dan galantamine. Ketiga obat ini dapat terbukti
dalam menurunkan gejala kognitif pada alzheimer dalam hal memori dan atensi. Efek
samping pada ketiga obat ini seperti pada gejala gastrointestinal atau pada pencernaan
(muntah, diare). Efek samping lain seperti bradikardia (heart block) juga dapat terjadi
(Apostolova, 2016). Memantine biasanya merupakan obat yang digunakan sebagai
tambahan pada terapi obat AchEIs. Memantine telah disetujui oleh FDA (Badan
Pengawas Obat dan Makanan) Amerika Serikat sebagai obat yang dapat menangani
gangguan alzheimer kelas berat. Memantine memberikan efek positif dalam hal
kognitif seperti berpikir dan memori, serta gangguan perilaku (Alamri et at., 2021;
Apostolova, 2016). Memantine dapat memberikan efek samping seperti mudah
bingung dan pusing. Pada permasalahan depresi, pengobatan pada alzheimer dapat
dilakukan dengan menggunakan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRi). SSRi
juga dapat mengatasi kecemasan, iritabilitas, atau permasalahan yang dapat mengarah
pada depresi. Untuk jenis obatnya dapat menggunakan quetiapine, risperidone,
olanzapine. Namun, penggunaan obat-obatan ini harus diperhatikan dosis
penggunaannya khususnya pada usia lansia karena, obat antipsikotik ini dapat
menyebabkan peningkatan kardiovaskuler dan cerebrovaskular yang dapat berakhir
kematian (Apostolova, 2016).
F. Peran Keluarga
Para penderita alzhemier tentunya perlu diberikan dukungan khusus dan sosok
pengasuh (caregiver) dikarenakan penderita alzheimer tidak dapat melakukan
aktivitasnya secara sendirian. Semua permasalahan pada penderita alzheimer bersifat
unik dan berbeda-beda. Caregiver dapat berupa siapa saja baik anggota keluarga
maupun pengasuh bayaran. Anggota keluarga yang berperan sebagai caregiver
biasanya mereka memiliki peran ganda dimana harus bekerja sekaligus mengasuh
anggota keluarganya yang memiliki alzheimer. Disinilah mereka terkadang harus
mengambil keputusan apakah harus bekerja atau mengasuh (Khikmatin &
Desiningrum, 2018). Menjadi caregiver alzheimer harus memiliki beberapa
karakteristik tertentu. Beberapa karakteristik untuk menjadi caregiver alzheimer
menurut Alzheimer’s Universe dan Home Care Assistance, diantaranya:
1. Menghargai Kemandirian
Seorang caregiver memang berperan penuh dalam hal mengasuh dan merawat
penderita alzheimer namun, jangan sampai peran caregiver disini mengambil
atau melarang seluruh hal aktivitas yang dilakukan pada penderita alzheimer.
Peran caregiver harus memberikan kesempatan pada penderita alzheimer
untuk melakukan aktivitas apapun selagi mereka bisa melakukannya dan tetap
mengawasinya.
2. Mampu Beradaptasi
Caregiver harus bisa mampu beradaptasi dalam merawat dan mengasuh
penderita alzheimer. Hal ini dikarenakan para penderita alzheimer memiliki
perilaku yang unik dan harus bisa menerima tantangan yang terjadi. Caregiver
harus bisa fleksibel dalam menemukan metode-metode baru untuk mengatasi
permasalahan yang beragam pada penderita alzheimer.
3. Bijaksana
Maksud dari bijaksana disini, caregiver jangan sampai membatasi kegiatan
atau aktivitas yang disukai oleh penderita alzheimer. Misalnya, membatasi
penderita alzheimer untuk tidak jalan-jalan keluar rumah. Peran caregiver
disini justru harus bisa bijaksana dalam mengkondisikan bagaimana caranya
agar penderita alzheimer bisa aman. Misalnya dengan mengajak jalan-jalan
penderita alzheimer agar ia tidak tersesat atau berjalan sendirian.
4. Sabar
Kesabaran sangatlah dibutuhkan bagi semua caregiver dalam menangani
penderita alzheimer. Hal ini dikarenakan penderita alzheimer memiliki
1. Penyebab
Penyebab dari gangguan alzheimer salah satu faktor utama yang mempengaruhi
adalah usia, yaitu diatas 65 tahun biasanya memiliki pengaruh besar dalam terkenanya
gangguan alzheimer. Faktor genetik, abnormalitas protein, faktor lingkungan, dan
penyakit seperti kardiovaskular, diabetes dan obesitas juga mempengaruhi terjadinya
gangguan alzheimer.
4. Psikofarmakologi
Pada psikofarmakologi, obat-obatan yang dapat diberikan pada penderita alzheimer
adalah; donepezil, rivastigmin, galantamine, dan memantine. Untuk pengobatan pada
5. Caregiver
Para penderita alzhemier tentunya perlu diberikan dukungan khusus dan sosok
pengasuh (caregiver) dikarenakan penderita alzheimer tidak dapat melakukan
aktivitasnya secara sendirian. Peran caregiver disini tentunya memiliki kriteria khusus
yang diperlukan dalam merawat dan menangani penderita alzheimer. Menghargai
kemandirian, mampu beradaptasi, bijaksana, sabar, memiliki motivasional skill,
memiliki skill komunikasi, serta memiliki coping stress yang baik merupakan kriteria
khusus yang diperlukan para caregiver alzheimer. Terutama coping stress sangatlah
penting dan harus ada di setiap caregiver karena pekerjaan seorang caregiver
alzheimer adalah pekerjaan yang berat dan menguras emosi dan mental.
PBLMinggu ke – 11
Tanggal PBL : 11 November 2021
Nama Mahasiswa yang Hadir : Syela Margareth Wijaya
Screenshoot :
PBLMinggu ke – 12
Tanggal PBL : 15 November 2021
Nama Mahasiswa yang Hadir : Syela Margareth Wijaya
Screenshoot :