Anda di halaman 1dari 7

Apabila iklim organisasi cukup kondusif, maka anggota organisasi akan

memiliki komitmen terhadap organisasinya. Tingkat motivasi dan komitmen


karyawan terhadap organisasi akan tercermin dari kepuasan mereka terhadap
pekerjaan. Salah satu hal yang dapat memotivasi karyawan dalam bekerja adalah
memenuhi harapan/kebutuhan mereka dalam berorganisasi, jika kebutuhan mereka
terpenuhi, maka mereka akan berusaha untuk tetap bekerja dengan baik pada
organisasi tersebut. Hal inilah yang kemudian melahirkan komitmen karyawan pada
organisasi, sehingga mereka menggunakan seluruh kemampuannya dengan baik
untuk perkembangan kemajuan organisasinya dan pada akhirnya tujuan organisasi
akan dapat terwujud. Kusjainah (1998), telah melakukan studi empiris mengenai
iklim organisasi. Hasil studinya membuktikan bahwa iklim organisasi berpengaruh
positif terhadap pembentukan komitmen karyawan pada perusahaan. Semakin baik
iklim organisasi, maka semakin tinggi komitmen karyawan pada organisasi, atau semakin
buruk iklim organisasinya, maka akan semakin rendah komitmen karyawan pada
organisasi tersebut.

Ikim organisasi tentu tidak selalu sama antara organisasi satu dengan yang
lain, karena tiap organisasi mempunyai karakteristik yang berbeda. Demikian pula
dengan iklim organisasi pada PT. Kimia Farma Apotek yang telah melakukan
berbagai perubahan guna mendukung kemampuan untuk memenangkan persaingan
dari apotek-apotek lain. Perubahan tersebut meliputi kepemimpinan, tanggung
jawab, dan sistem penghargaan yang merupakan faktor iklim di PT. Kimia Farma
Apotek. Apakah faktor-faktor iklim organisasi PT. Kimia Farma Apotek
berpengaruh terhadap komitmen organisasi? Hal ini menimbulkan minat penulis untuk menguji bagaimana
pengaruh faktor-faktor iklim organisasi terhadap
komitmen organisasi di PT. Kimia Farma Apotek?

1. Iklim Organisasi
Iklim organisasi (organizational climate) merupakan persepsi anggota
organisasi tentang norma yang berkaitan dengan aktivitas kerja organisasi
(Armansyah, 1997). Persepsi dan perilaku individu masing-masing anggota
organisasi akan dipengaruhi oleh persepsi dan perilaku anggota lain dalam sistem
organisasi tersebut. Ketika pihak manajemen memandang bahwa kualitas
merupakan suatu hal yang harus dilakukan dalam aktivitas kerja organisasi, maka
persepsi dan perilaku anggota organisasi akan didorong oleh nilai kualitas dalam
aktivitas kerja mereka. Pola kepemimpinan manajer akan menciptakan iklim sosial
yang berbeda dalam organisasi. Adakalanya karyawan merasa nyaman bekerja
dalam pola kepemimpinan yang bersifat demokratis, namun ada juga yang merasa
produktif bila dipimpin oleh manajer otoriter.

Iklim organisasi mempunyai beberapa dimensi, mencakup sifat hubungan


interpersonal, sifat hirarki, sifat pekerjaan serta penghargaan organisasi terhadap
anggotanya. Iklim organisasi sering disebut sebagai lingkungan manusia, dimana
karyawan dalam melakukan pekerjaannya tidak dapat diamati secara fisik, tidak dapat
disentuh tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Menurut Sumardiono (2005), iklim
organisasi adalah karakteristik yang membedakan organisasi yang satu dengan
organisasi yang lain dan mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Sedangkan
pendapat Kusjainah (1998) iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal
suatu organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi perilaku
serta dapat tergambar dalam seperangkat karakteristik atau atribut khusus dari
organisasi. Karakteristik dari iklim organisasi tersebut secara nyata
menggambarkan cara suatu organisasi memperlakukan anggota-anggotanya.

Iklim organisasi dibentuk melalui hubungan antara tuntutan lingkungan,


teknologi, struktur dan penampilan kerja. Hal ini menunjukkan bagaimana tuntutan
struktur dan teknologi yang menggambarkan iklim tertentu, dipengaruhi oleh harapanharapan
terhadap pekerjaan. Konsep iklim organisasi itu sendiri tidak lepas dari sifat
dan ciri yang terdapat dalam suatu lingkungan kerja yang timbul terutama karena kegiatan organisasi yang
dilakukan secara sadar atau tidak sadar, dan dianggap
mempengaruhi perilaku (Mowday et al., 1982; Sri dan Anfudin, 2003). Dengan kata lain
bahwa iklim organisasi dapat dianggap sebagai kepribadian organisasi seperti yang
dilihat dan dirasakan oleh para anggotanya.

Iklim organisasi dipandang positif oleh anggota organisasi (karyawan


perusahaan) maka diharapkan sikap dan perilaku yang timbul akan positif. Tercapainya
tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh iklim organisasi tersebut (Kusjainah, 1998).
Iklim organisasi mampu mengelola kebutuhan-kebutuhan organisasi secara optimal
sehingga dapat menciptakan suasana lingkungan internal (lingkungan psikologis) yang
menunjang tercapainya tujuan organisasi atau perusahaan. Iklim organisasi terdiri dari
beberapa faktor antara lain:
a. Kepemimpinan yaitu seberapa jauh pemimpin ditolak atau dihargai anggota
organisasi (karyawan).
b. Standar merupakan persepsi anggota terhadap derajat pentingnya hasil kerja,
penampilan kerja, dan kejelasan harapan terhadap penampilan kerja karyawan.
c. Tanggung jawab untuk mengukur persepsi anggota terhadap besarnya tanggung
jawab yang dipercayakan kepadanya.
d. Penghargaan merupakan persepsi karyawan terhadap pemberian penghargaan
yang diberikan dalam situasi kerja.
e. Identitas organisasi yaitu persepsi karyawan terhadap derajat pentingnya loyalitas
kelompok dalam diri karyawan perusahaan.
Kelima faktor tersebut dapat menilai bagaimana persepsi anggota organisasi
pada lingkungan organisasinya.

Menurut Bacal (1999), keberhasilan suatu organisasi dengan membentuk


iklim yang kondusif akan mampu mempengaruhi komitmen karyawan sehingga
akan meningkatkan kinerja karyawan (job performance). Sedangkan Sumardiono
(2005) berpendapat bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap komitmen
karyawan. Sementara Miner (1988) mengatakan bahwa komitmen karyawan
terhadap organisasinya banyak dipengaruhi oleh persepsi karyawan terhadap
manajemen, iklim organisasi, dan sistem kerja organisasi yang bersangkutan. Dari
pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap
komitmen organisasi.

Berbagai studi empiris yang telah menguji pengaruh iklim organisasi terhadap
komitmen karyawan telah dilakukan. Hasil studi Kusjainah (1998), menyimpulkan
bahwa iklim organisasi berpengaruh secara positif terhadap pembentukan komitmen
karyawan. Semakin baik iklim organisasi, maka semakin tinggi komitmen karyawan
pada organisasi, atau semakin buruk iklim organisasinya, maka akan semakin
rendah komitmen karyawan pada organisasi. Martini (2003) juga menguji hal serupa
dengan bukti empiris terdapat hubungan positif dan signifikan antara iklim
organisasi dengan komitmen karyawan. Adapun pengukuran iklim organisasi terdiri
beberapa faktor antara lain: (1) struktur, (2) tantangan dan tanggung jawab, (3)
kebanggaan dan dukungan, (4) penghargaan dan hukuman, (5) konflik, (6) standar
penampilan kerja, (7) identitas organisasi dan pengambilan resiko (Pujiastuti,1994).

Sidarta (2000) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi


meliputi: (1) praktek pengambilan keputusan, (2) arus komunikasi, (3) kondisi motivasi,
(4) keunggulan sumber daya manusia dan (5) kesiapan teknologi.
Sedangkan Kusjainah (1998), Martini (2003), dan Sumardiono (2005)
menguji faktor-faktor iklim organisasi yaitu berupa: (1) kepemimpinan, (2) standar,
(3) tanggungjawab, (4) penghargaan, dan (5)identitas organisasi. Dalam studi ini penulis mendasarkan
pengujian yang dilakukan oleh Kusjainah (1998), Martini
(2003), dan Sumardiono (2005).

yaitu apabila terjadi seorang pemasar atau penjual tidak bisa mencapai realisasi
dari target penjualan seperti yang ditentukan oleh perusahaan maka penjual atau
pemasar tidak akan mendapat insentive dan hanya mendapat gaji pokok
perbulan saja. Dan belum lagi ditambah dengan rasa khawatir dan was-was jika
nanti menghadapi amarah pimpinan atau menajer apabila mengetahui bahwa
realisasi penjualan yang masuk atau yang diperoleh tidak sesuai dan jauh dari
target penjualan yang telah ditentukan.

Permasalahan – permasalahan seperti itulah yang bisa menimbulkan atau mengakibatkan adanya stres.
Stres adalah suatu keadaan atau tanggapan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor baik didalam maupun diluar pekerjaannya.
Dalam kondisi dunia usaha semacam ini, maka banyak tekanan dari dalam maupun dari luar perusahaan,
dimana kondisi karyawan cenderung rentan terhadap stres. Di lain pihak, perusahaan sangat membutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas untuk tetap bertahan dalam persaingan yang semakin
ketat. Hal-hal seperti itulah yang seringkali menyebabkan karyawan-karyawan merasa malas atau jenu
dengan keadaan yang ada sehingga karyawan tersebut sering absen dengan berbagai alasan.

Dari observasi yang telah dilakukan, diketahui tingkat absensi karyawan yang naik turun. Hal ini dikarenakan
adanya tekanan-tekanan yang menuntut karyawan untuk merealisasikan target penjualan yang telah
ditentukan oleh perusahaan, sedangkan imbalan – imbalan baik dalam bentuk kompensasi ataupun kebijakan
yang mereka peroleh dari perusahaan dianggap belum sesuai dengan kerja keras yang mereka lakukan.
Sehingga pada akhirnya para karyawan tersebut menjadi sering absen atau tidak hadir, dan kebanyakan
karyawan tersebut mempunyai kegiatan lain sebagai pekerjaan sampingan dan mendapat pendapat tambahan.

Dalam keadaan stres banyak orang yang tidak mampu membuat prioritas
dan mengambil keputusan, mereka mengerjakan tugas atau pekerjaan dengan
tidak yakin dan banyak membuat kesalahan, bahkan beban stres yang
berlebihan dapat mengganggu kondisi tubuh seperti sakit kepala, tekanan darah
tinggi dan lain-lain.Oleh karena itu masalah stres kerja dan kesehatan mental
karyawan perlu mendapat perhatian yang cukup serius dari pihak perusahaan,
selain itu juga dengan disadari adanya perbedaan kepribadian, persepsi, dan
tujuan dari masing – masing individu yang menjadi karyawan dalam sebuah
perusahaan tersebut sehingga reaksi yang timbul apabila terjadi masalah stres
juga akan berbeda. Dengan adanya latar belakang atau fenomena yang telah
dijelaskan diatas maka peneliti ingin megulas mengenai apa yang sebenarnya
menyebabkan atau mengakibatkan timbulnya stres kerja, yaitu mengulasnya
dalam judul
“ PENGARUH STRESS KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA
KARYAWAN MARKETING PT. JUNGER FARMA DISTRIBUSI DI
SURABAYA”.

Dan untuk selanjutnya diharapkan akan tercipta hubungan timbal balik


yamg mesra antara karyawan dengan perusahaan sebagai suatu kebersamaan
yang akan menimbulkan rasa memiliki tanggung jawab dan loyalitas yang
1. Apakah stres kerja berpengaruh terhadap motivasi karyawan bagian
marketing pada PT. Junger Farma Distribusi di Surabaya?
2. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan bagian marketing
pada PT. Junger Farma Distribusi di Surabaya ?

Salah satu faktor yang menyebabkan perusahaan


kurang berjalan dengan maksimal
adalah kurang berperannya karyawan dalam
suatu perusahaan. Gaji bisa menjadi faktor
penarik bagi karyawan untuk meningkatkan
kinerjanya. Gaji merupakan salah satu bentuk
kompensasi, yang didefinisikan sebagai
manfaat jasa yang diberikan secara teratur
atas prestasi kerja dan diberikan kepada
karyawan (Wursanto 2005). Pemenuhan kebutuhan
baik dalam bidang materi maupun
non materi, seperti kebutuhan sosial, prestise,
psikologis, dan intelektual sebagai sebuah
kompensasi atas kinerja yang dilakukan
karyawan kepada perusahaan layak untuk
diperhatikan, terutama saat kinerja karyawan
mulai melemah (Panudju 2004).

Rendahnya kinerja karyawan menandakan


ketidakstabilan organisasi sehingga
karyawan di dalamnya tidak dapat menjalankan
fungsi dan perannya secara efektif
(Astuty 2010). Pada faktanya perusahaan
seringkali tidak memperhatikan gaji sebagai
bentuk perwujudan kompensasi bagi karyawan
sehingga karyawan merasa kurang dihargai.
Dengan kesesuaian gaji yang diberikan
perusahaan terhadap karyawan, maka
akanmerangsang tumbuhnya motivasi kerja
kerja di dalam diri seorang karyawan.

Gaji meliputi tunjangan-tunjangan yang


digunakan dalam waktu yang relatif panjang,
seperti perbulan atau pertahun. Gaji per jam
dan per hari biasanya diberikan satu kali
dalam seminggu atau satu kali perbulan, namun
gaji pertahun biasanya juga diberikan
setiap bulan (Samsudin 2009). Gaji dan motivasi
kerja sangat penting dalam meningkatkan
kinerja karyawan. Gaji menjadi pendorong
seseorang melaksanakan suatu kegiatan guna
mendapatkan hasil yang terbaik, motivasi
kerja karyawan perlu dibangkitkan agar karyawan
dapat melaksanakan kinerja yang terbaik,
sebaliknya karyawan yang tidak mempunyai
motivasi kerja yang tinggi dalam melakukan
pekerjaannya akan sulit untuk bekerja
dengan baik dan cenderung tidak bertanggung
jawab sekalipun karyawan tersebut memiliki
kemampuan operasional yang baik (Panudju 2003). Berdasarkan pendapat Hasibuan (2010)
mengatakan bahwa motivasi kerja merupakan
hal yang sulit dilakukan karena perusahaan
tidak mengetahui secara pasti apa kebutuhan
dan keinginan dari karyawan. Menurut pendapat
Asep dan Tanjung (2004) adapun motivasi
kerja dapat diukur dari tingkat absensi,
kedisiplinan, serta kerja sama yang terjadi
antar karyawan.
Hasibuan (2010) berpendapat bahwa
motivasi kerja merupakan hasil sebuah
proses yang bersifat internal atau eksternal
bagi individu yang menyebabkan timbulnya
sikap antusiasme dan konsistensi dalam hal
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Apabila
motivasi kerja dari para pegawai bisa
dibangun, maka para karyawan dapat
memiliki kinerja yang lebih baik di dalam
organisasi atau perusahaan.
Dalam era persaingan usaha yang semakin
ketat, kinerja yang dimiliki karyawan
dituntut untuk terus meningkat. Salah satu
langkah untuk mempertahankan atau meningkatkan
kinerja karyawan dapat dilakukan
dengan mengevaluasi kinerja karyawan dan
melakukan serangkaian perbaikan agar selalu
meningkatkan kualitas karyawan tersebut
sehingga perusahaan tumbuh dan unggul
dalam persaingan, atau minimal tetap dapat
bertahan.

Gaji
Gaji merupakan imbalan finansial yang
diberikan kepada karyawan secara teratur,
seperti tahunan, caturwulan, bulanan, atau
mingguan (Panggabean 2006). Menurut Hariandja
(2005), gaji merupakan bayaran tetap
yang diterima seseorang dari keanggotaannya
dalam sebuah organisasi. Gaji juga
merupakan suatu bentuk balas jasa atau
penghargaan kepada karyawan atas hasil
kerjanya. Gaji maupun upah merupakan bentuk
kompensasi langsung yang diberikan
secara teratur berdasarkan ikatan kerja
antara perusahaan dengan karyawannya
(Mathis dan Jackson 2006). Gaji yang
diberikan kepada karyawan mempengaruhi
perasaan dan persepi yang akan menimbulkan
kepuasan, hal ini sesuai dengan konsep
teori equity. Teori equity menekankan bahwa
kepuasan gaji disebabkan oleh perasaan dan
persepsi yang berhubungan dengan rasa
keadilan atas gaji yang dibayarkan. Persepsi
merupakan hasil dari proses terus-menerus
dan timbul setelah membandingkan dengan
outcome yang lain (Mondy & Noe 2005).

Motivasi Kerja
George dan Jones (2005) mengatakan bahwa
motivasi kerja dapat diartikan sebagai suatu
dorongan secara psikologis kepada seseorang
yang menentukan arah dari perilaku
seseorang, tingkat usaha dan tingkat kegigihan
dalam menghadapi suatu masalah
(dalam Sutanto dan Wijanto 2013). Nawawi
(2011) mengatakan bahwa motivasi kerja
merupakan suatu kondisi yang mendorong
atau menjadi sebab seseorang melakukan
suatu perbuatan. Ernest (dalam Mangkunegara
2009) mengemukakan bahwa motivasi
kerja merupakan suatu kondisi yang berpengaruh
dalam membangkitkan, mengarahkan
dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja. Penelitian ini sependapat
dengan definisi motivasi kerja
yang dikemukakan oleh George dan Jones
(2005), yang menunjukkan adanya tiga hal
yang terdapat dalam motivasi kerja, yaitu arah perilaku, tingkat usaha dan tingkat
kegigihan.
Kinerja Karyawan
Hariandja (2005) berpendapat bahwa kinerja
merupakan hasilkerja yang dihasilkan oleh
pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan
sesuai peranannya dalam organisasi. Kinerja
juga berarti hasil yang dicapai seseorangbaik
kualitas maupun kuantitas sesuai dengan
tanggungjawab yang diberian kepadanya.
Selain itu kinerja seseorang dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan,inisiatif, pengalaman
kerja, dan motivasi kerja karyawan. Hasil
kerja seseorang akanmemberikan umpan
balik bagi orang itu sendiri untuk selalu aktif
melakukan pekerjaannya secara baik dan diharapkan
akan menghasilkan mutu pekerjaan
yangbaik pula. Pendidikan mempengaruhi
kinerja seseorang karena dapat memberikan
wawasan yang lebih luas untuk berinisiatif
dan berinovasi dan selanjutnya berpengaruh
terhadap kinerjanya. Sopiah (2008) menyatakan
lingkungan juga bisa mempengaruhi
kinerja seseorang. Situasi lingkungan yang
kondusif, misalnya dukungan dari atasan,
teman kerja, sarana dan prasarana yang
memadai akan menciptaka kenyamanantersendiri
dan akan memacu kinerja yang baik.
Sebaliknya, suasana kerja yangtidak nyaman
karena sarana dan prasarana yang tidak memadai,
tidak adanyadukungan dari atasan,
dan banyak terjadi konflik akan memberi
dampak negatif yang mengakibatkan kemerosotan
pada kinerja seseorang.

PENDAHULUAN
Perkembangan dunia usaha di era
globalisasi ditandai dengan terbukanya
persaingan yang semakin lama semakin cepat,
semakin ketat dan semakin kompleks dalam lingkungan yang berubah dengan sangat
cepat dan cenderung turbulen, mendorong
perusahaan untuk senantiasa meningkatkan
kinerjanya supaya dapat tetap mampu bersaing,
bertahan dan berkembang (sustainable). Salah
satu strategi yang dapat diaplikasikan adalah
dengan pengembangan sumber daya manusia
secara optimal yang memilki kompetensi dan
komitmen yang tinggi terhadap peningkatan
kinerja individu dan kinerja perusahaan
(Hasibuan, 2009).

Kinerja merupakan gambaran mengenai


tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan
atau program atau kebijakan dalam rangka
untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan
visi organisasi (Bastian, 2001). Kinerja individu
adalah dasar kinerja organisasi karena kinerja
organisasi tergantung dari kinerja kelompok
yang merupakan hasil kontribusi dari masingmasing
kinerja individu. Kinerja individu dapat
dipengaruhi oleh kemampuan, keterampilan,
pengetahuan, sikap, motivasi, dan stres. Kinerja
kelompok dapat dipengaruhi oleh keterpaduan,
kepemimpinan, struktur, status, peran, dan
norma-norma. Sedangkan kinerja organisasi
dapat dipengaruhi oleh lingkungan, teknologi,
pilihan strategi, struktur, proses, dan kultur
(Gibson dkk., 2010).

Menurut Gibson dkk. (2010), ada 3


kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku
kerja dan kinerja individu. Kelompok variabel
individu terdiri dari variabel kemampuan dan
keterampilan individu, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografis
seperti ras, jenis kelamin, dan usia. Kelompok
variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi,
peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan
kerja. Kelompok variabel organisasional terdiri
dari variabel struktur organisasi, sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, kebijakan dan aturan,
serta desain pekerjaan.
Begitu banyak faktor-faktor yang bersifat
internal maupun eksternal yang mendorong
tingkat kinerja karyawan sehingga pada
penelitian ini akan dibatasi pada pengaruh faktor
desain organisasi, gaya kepemimpinan dan iklim
kerja pada subyek penelitian PT. Kimia Farma
Apotek Yogyakarta dilandasi oleh sejarah bahwa
perusahaan telah melakukan restrukturisasi.

PT. Kimia Farma Apotek Yogyakarta


adalah salah satu area Bisnis Manager dari 33
Bisnis Manager PT. Kimia Farma Apotek yang
merupakan salah satu anak perusahaan dari PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk, yang merupakan salah
satu BUMN yang menjadi holding atau induk
perusahaan sebagai hasil dari restrukturisasi
perusahaan pada tanggal 4 Januari 2003 untuk
mengelola kegiatan usaha ritel apotek. Lebih
lanjut pada Bulan Juli 2004, PT. Kimia Farma
Apotek melakukan restrukturisasi organisasi,
sistem operasional dan sistem pengelolaan
sumber daya manusia.

KESIMPULAN
Ada pengaruh positif dan signifikan antara
desain organisasi dengan kinerja karyawan
dengan sumbangan efektif sebesar 8,2%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin
efektif desain organisasi maka semakin tinggi
kinerja karyawan. Ada pengaruh positif dan
signifikan antara gaya kepemimpinan dengan
kinerja karyawan dengan sumbangan efektifnya
sebesar 6,1%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa semakin efektif gaya kepemimpinan
maka semakin tinggi kinerja karyawan. Ada
pengaruh positif dan sangat signifikan antara
iklim kerja dengan kinerja karyawan dengan
sumbangan efektifnya sebesar 19,9%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin
kondusif iklim kerja maka semakin tinggi kinerja
karyawan. Ada pengaruh positif dan signifikan
antara desain organisasi, gaya kepemimpinan,
dan iklim kerja dengan kinerja karyawan dengan
sumbangan efektif 26,9%. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa desain organisasi,
gaya kepemimpinan, dan iklim organisasi secara
bersama-sama memberikan pengaruh terhadap
kinerja karyawan.

Perkembangan dunia usaha di era globalisasi ditandai dengan terbukanya persaingan yang semakin lama
semakin cepat, semakin ketat dan semakin kompleks dalam lingkungan yang berubah dengan sangat cepat
dan cenderung turbulen, mendorong perusahaan untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya supaya dapat
tetap mampu bersaing, bertahan dan berkembang (sustainable). Salah satu strategi yang dapat diaplikasikan
adalah dengan pengembangan sumber daya manusia secara optimal yang memilki kompetensi dan komitmen
yang tinggi terhadap peningkatan kinerja individu dan kinerja perusahaan (Hasibuan, 2009).

Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau
kebijakan dalam rangka untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi (Bastian, 2001). Kinerja
individu adalah dasar kinerja organisasi karena kinerja organisasi tergantung dari kinerja kelompok yang
merupakan hasil kontribusi dari masingmasing kinerja individu. Kinerja individu dapat dipengaruhi oleh
kemampuan, keterampilan, pengetahuan, sikap, motivasi, dan stres. Kinerja kelompok dapat dipengaruhi oleh
keterpaduan, kepemimpinan, struktur, status, peran, dan norma-norma. Sedangkan kinerja organisasi dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, teknologi, pilihan strategi, struktur, proses, dan kultur (Gibson dkk., 2010).

Menurut Gibson dkk. (2010), ada 3 kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja
individu. Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan individu, latar
belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografis seperti ras, jenis kelamin, dan usia.
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan
kerja. Kelompok variabel organisasional terdiri dari variabel struktur organisasi, sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, kebijakan dan aturan, serta desain pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai