Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN ASSASEMENT TAMBAHAN

(SK DIREKTUR NOMOR:)

RSUD
KABUPATEN BUTON TENGAH
2019
1
BAB I

DEFENISI

A. LATAR BELAKANG

Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan


spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan
melakukan penilaian secara individual serta harus dapat mewakili semua populasi yang
ada diantara nya pada pasien neonatus, anak, remaja, obstetric/maternitas, geriatric,
pasien dengan kebutuhan untuk P3 (Perencanaan Pemulangan Pasien), sakit
terminal/menghadapi kematian, pasien dengan rasa sakit kronis atau nyeri (intens),
pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris, pasien kecanduan obat
terlarang atau alcohol, korban kekerasan atau kesewenangan, pasien dengan penyakit
menular atau infeksius, pasien yang menerima kemoterapi atau terapi radiasi, pasien
dengan imunologi terganggu. Pada semua kasus ini pasien dan keluarga sangat
ketergantuangan bantuan pada pemberi pelayanan kesehatan khusus nya rumah sakit.

Pelayanan kesehatan dengan kelompok khusus ini memerlukan penanganan yang


tepat dan efektif dalam mengurangi risiko, serta perlu mendokumentasikan pelayanan
secara tim untuk bekerja dan berkomunikasi secara efektif.

Dengan disusun buku pedoman ini maka diharapkan dapat membantu


meningkatkan mutu pelayanan di seluruh aspek rumah sakit sampai pada tingkat
manajemen dan dapat mengurangi kesalahan dalam meningkatkan kepuasan bagi pasien
dan keluarga yang mendapatkan pelayanan.

B. TUJUAN

Untuk mengetahui kebutuhan khusus dari setiap populasi pasien. Rumah sakit
dapat melakukan assesmen atau penilaian awal pada pasien dengan tipe-tipe tertentu
disesuaikan dengan keunikan dan kebutuhan setiap populasi pasien tertentu tanpa
bermaksud untuk menemukan kasus secara proaktif.

C. PENGERTIAN

1. Pasien adalah seorang individu yang mencari perawatan medis


2. Neonatus adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari (0-28 hari)
3. Remaja adalah masa peralihan (transisi) dari kanak-kanak menuju masa dewasa
yaitu usia 13-17 tahun.
4. Obstetric/Maternitas adalah pelayanan yang ditujukan kepada wanita pada masa
usia subur (WUS) berkaitan dengan system reproduksi, kehamilan, persalinan,
nifas, antara dua kehamilan beserta keluarganya.

2
5. Geriatri adalah seseorang baik perempuan maupun laki-laki yang telah berusia 60
tahun ke atas.
6. Pasien dengan kebutuhan untuk P3 (Perencanaan Pemulangan Pasien) adalah
suatu kondisi di mana pasien sudah menjalani perawatan di RS dan telah diijinkan
pulang oleh dokter.
7. Sakit Terminal/ Menghadapi kematian adalah kondisi pasien yang mengalami
sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada
proses kematian dalam 6 (enam) bulan atau kurang.
8. Pasien dengan rasa sakit kronis atau nyeri intens adalah suatu kondisi dimana
pasien merasakan sakit yang hebat secara terus menerus.
9. Pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris adalah pasien yang
memiliki gangguan kesehatan mental
10. Pasien kecanduan obat terlarang atau alkohol adalah tubuh menjadi tergantung
pada obat terlarang atau alkohol dan sulit untuk mengendalikan konsumsinya
11. Korban kekerasan atau kesewenangan adalah Pasien korban tindakan
penyerangan yang dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang yang
menyebabkan cacat fisik maupun psikis. Pelayanan terhadap pasien yang dalam
keadaan bahaya atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat kekerasan yang sedang
berlangsung atau kekerasan yang akan datang.
12. Pasien dengan penyakit menular atau infeksius adalah pasien memiliki
penyakit infeksi yang bisa menularkan pada orang lain
13. Pasien yang menerima kemoterapi atau terapi radiasi adalah pasien yang
menggunakan bahan kimia atau alat terapi untuk merawat penyakitnya
14. Pasien dengan sistem imunologi terganggu adalah kondisi kekebalan tubuh
pasien lemah sehingga tubuh sulit mempertahankan kesehatan

3
BAB II

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari panduan pelayanan pasien dengan kebutuhan khusus mewakili
semua populasi yang ada diantara nya pada pasien neonatus, anak, remaja,
obstetric/maternitas, geriatric, pasien dengan kebutuhan untuk P3 (Perencanaan
Pemulangan Pasien), sakit terminal/menghadapi kematian, pasien dengan rasa sakit kronis
atau nyeri (intens), pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris, pasien
kecanduan obat terlarang atau alcohol, korban kekerasan atau kesewenangan, pasien
dengan penyakit menular atau infeksius, pasien yang menerima kemoterapi atau terapi
radiasi, pasien dengan imunologi terganggu.

4
BAB III

TATA LAKSANA

Rumah sakit menetapkan kriteria tertulis tentang asesmen tambahan, khusus atau
lebih mendalam perlu dilaksankan populasinya seperti pasien neonatus, anak, remaja,
obstetric/maternitas, geriatric, pasien dengan kebutuhan untuk P3 (Perencanaan
Pemulangan Pasien), sakit terminal/menghadapi kematian, pasien dengan rasa sakit kronis
atau nyeri (intens), pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris, pasien
kecanduan obat terlarang atau alcohol, korban kekerasan atau kesewenangan, pasien
dengan penyakit menular atau infeksius, pasien yang menerima kemoterapi atau terapi
radiasi, pasien dengan imunologi terganggu.

Kriteria tentang asesmen tambahan, khusus atau lebih mendalam disusun oleh
Kelompok Staf Medis Rumah Sakit. Proses asesmen untuk populasi pasien dengan
kebutuhan khususnya dapat dimodifikasi secara tepat sehingga mencerminkan
kebutuhannya, dengan melibatkan keluarga bila perlu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
yang dapat diterima oleh budaya dan diperlakukan secara konfidensial
Bila Pasien yang teridentifikasi kebutuhan tambahan asesmen khusus seperti
kebutuhan khusus akan jantung, hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain dirujuk ke
pemberi pelayanan kesehatan yang berkompeten baik di internal rumah sakit maupun
eksternal rumah sakit apabila pelayanan yang dibutuhkan tidak tersedia di dalam rumah
sakit pasien dirujuk keluar rumah sakit. Asesmen khusus yang dilakukan dilengkapi dan
dicatat dalam rekam medis pasien.
Berikut ini adalah panduan tatalaksana pelayanan Asesmen tambahan / khusus:

A. Asesmen Neonatus
Penting untuk melakukan pemeriksaan karena neonatus sering tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal dan amati adanya pergerakan spontan
terhadap area tertentu yang dilindungi. Tahapan asesmen neonatus yaitu menjelaskan
prosedur pada orang tua pasien, mengisi identitas pasien dengan lengkap (No. RM,
Nama Lengkap, Jenis kelamin, tempat tanggal lahir, ruangan), tanggal masuk ruang
rawat, jam pemeriksaan, dan ruang rawat, identitas orang tua (nama ayah, nama ibu,
nama bayi, alamat, nomer telepon, suku bangsa, agama, bahasa, pendidikan ayah/ibu,
pekerjaan ayah/ibu, usia ayah/ibu, reaksi alergi (riwayat alergi, dan pasang gelang
alergi jika ada), riwayat obstetric (perawatan antenatal (ANC), tempat pemeriksaan
ANC, komplikasi kehamilan jika ada), riwayat neonatus (riwayat lahir, APGAR SCORE,
imunisasi, tumbuh kembang), status neonatal lanjut, alasan masuk RS (keluhan utama
saat masuk RS), riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan
tanda-tanda vital, pengkajian fisik (keadaan umum, kepala, leher, thorax, abdomen, tali
pusat, punggung, genetalia, anus, ekstremitas, kulit dan metabolisme), mengisi daftar

5
masalah medis prioritas (masalah/diagnosa medis), rencana dan tatalaksana medis,
serta pengkajian terhadap kebutuhan edukasi pada keluarga
B. Asesmen anak dan remaja
Asesmen anak-anak dan Remaja pada tahap awal mengikuti ketentuan pada asesmen
awal. Untuk anak-anak, akan ditangani dokter spesialis anak. Untuk remaja akan
dirujuk sesuai temuan pada asesmen awal. Asesmen Remaja dapat dilakukan dengan
mengisi identitas, tanggal masuk ruang rawat, jam pemeriksaan, dan ruang rawat,
reaksi alergi (riwayat alergi, dan pasang gelang alergi jika ada), identitas pasien
dengan lengkap (No. RM, Nama Lengkap, Jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
ruangan), identitas orang tua dan saudara kandung, riwayat kesehatan sekarang dan
riwayat kesehatan yang lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat kesehatan reproduksi,
riwayat psikososio- spiritual, pemeriksaan tanda-tanda vital, pengkajian fisik (keadaan
umum, kepala, leher, thorax, abdomen, punggung, genetalia, anus, ekstremitas, kulit
dan metabolisme), daftar masalah medis prioritas (masalah/diagnosa medis), rencana
dan tatalaksana medis, lakukan pengkajian terhadap kebutuhan edukasi pada
keluarga.
C. Asesmen Obstetri/Maternitas
Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien awal rawat inap pemeriksaan akan
dilakukan secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah kebidanan pada pasien,
antara lain:
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh ibu yang menyebabkan
adanya gangguan,diantaranya adalah afterpain (mules-mules pada perut), masalah
pengeluaran lochea, nyeri pada bekas jahitan, nyeri dan tegang payudara karena
bendungan ASI, cemas karena belum bisa bertemu bayinya. Disertakan riwayat
munculnya keluhan yang dirasakan oleh ibu. riwayat menstruasi, riwayat perkawinan ,
riwayat kehamilan sekarang dan kehamilan lalu, riwayat ginekologi, riwayat KB,
riwayat alergi, riwayat penyakit keluarga, kebutuhan Bio-psiko-sosial, pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.Pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan fisik dilakukan
secara focus sesuai dengan kasus yang dikerjakan, prosedur Invasif misalnya alat
yang terpasang saat itu, meliputi:infuse intravena,centralline,dower Catether, selang
NGT, kontrol Resiko Infeksi Apakah mengalami infeksi: MRSA,TB dll dan tindakan apa
yang sudah dilakukan Pasien dalam proses melahirkan dan terminasi kehamilan akan
langsung dirujuk kedokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk mendapat
asesmen dan penanganan selanjutnya.
D. Asesmen Geriatri
Pemberian asuhan untuk pasien yang rentan dan lanjut usia dengan ketergantungan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Pasien yang rentan, lanjut usia yang tidak mandiri menerima
asuhan sesuai kebijakan dan prosedur dengan tujuan untuk menghasilkan proses asuhan
yang efisien dan lebih efektif dalam bentuk pelayanan dan didokumentasikan dalam

6
rekam medis. Asesmen geriatri meliputi identitas pasien, identitas keluarga, riwayat
medik/evaluasi fisik (keluhan utama, riwayat pembedahan, riwayat opname), riwayat
kesehatan lain, riwayat alergi, kebiasaan sehari-hari, kebiasaan mengkonsumsi obat-
obatan, penyaringan terhadap kondisi geriatric, penapisan depresi, status fungsional,
keterbatasan fungsional, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, daftar masalah
(masalah aktif, masalah pasiv), diagnose, terapi farmakologi dan non farmakologi, serta
planning/penatalaksanaan.
E. Pasien dengan Kebutuhan untuk P3 (Perencanaan Pemulangan Pasien)
Asesmen awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk
pemulangan pasien (Discharge Planning). Pada kondisi tertentu, pasien memerlukan
perencanaan pemulangan sedini mungkin,demi kepentingan penanganan selanjutnya
di rumah. Hal ini berhubungan dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat,
proses rehabilitasi, dan lain sebagainya.
a. Asesmen perlu / tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi :
1) Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya.
2) Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah dirumah (dilihat dari jenis
danberat ringannya penyakit yang diderita)
3) Pemahaman dari pasien/keluarga yang merawat di rumah tentang penyakit
pasien dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat- obatan yang
diberikan,serta pengkajian lain(pemeriksaan penunjang) yang dilakukan.
b. Hasil akhir asesmen cukup didokumentasikan sebagai PERLU/TIDAK PERLU
Discharge Planning.
c. Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan
transportasi didiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga/
pengampu/ penanggungjawab pasien.
d. Asesmen resiko : pasien dengan resiko tinggi membutuhkan Discharge planning
yang baik dan adekuat. Berikut adalah krirteria pasien risiko tinggi :
- Usia ≥65 tahun
- Tinggal sendirian tanpa dukungan social secara langsung
- Stroke, serangan jantung, PPOK, Gagal jantung kongestif, empisema,
Demensia, Alzaimer, AIDS, atau penyakit dengan potensi mengancam nyawa
lainnya
- Pasien berasal dari panti jompo
- Tunawisma
- Bayi prematus/cacat
- Pasien yang memerlukan pembedahan
- Dirawat kembali dalam 30 hari
- Percobaan bunuh diri
- Pasien tidak di kenal/ tidak ada identitas
- Korban dari kasus kriminal

7
- Trauma multiple
F. Pasien Sakit Terminal/Menghadapi Kematian
Asesmen dan Penanganan Pasien Dengan Kondisi Terminal
a. Identifikasi pasien dengan kondisi terminal. Identifikasi dilakukan diseluruh unit,
baik oleh dokter maupun oleh perawat.
b. Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus asesmen mengenai
kebutuhan unik dari pasien maupun keluarga dengan melakukan:
1) Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter
berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan
waktu yang sesuai untuk menyampaikan berita buruk.
2) Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk
pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui
fase denial,fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat dilakukan
dalam out patient / inpatient setting.
3) Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di mana,
serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced
directives) yang terkait dengan penanganan pasien.
4) Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar/mampu berkomunikasi, maka langkah
di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.
5) Kebutuhan akan layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dan
dapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien/keluarga
dapat juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri
dengan menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient)
6) Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi
ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagi
pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.
7) Keadekuatan (adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama obat
nyeri),serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada pasien
terminal
G. Asesmen pasien dengan rasa nyeri yang kronis dan intens
Penilaian atau skala nyeri :
- Neonatal Infants Scale/ NIPS untuk usia <1 tahun
- FLACC Scale digunakan untuk usia 1- 3 tahun atau anak dengan gangguan
kognitif atau untuk pasien-pasien anak yang tidak dapat dinilai dengan skala lain,
digunakan FLACC Behavioral Tool
- Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale

Gambar NRS (Numerical Rating Scale)

8
Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya
Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10
 0 = tidak nyeri
 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit menganggu aktivitas sehari-hari).
 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari).
 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).
- Wong Baker FACES Pain Scale digunakan pada pasien (dewasa dan anak >3
tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka
Asesmen Wong Baker FACES Pain Scale sebagai berikut:

- Asesmen Nyeri Menggunakan BPS (Behavioral Pain Score) digunakan pada


pasien dengan kesadaran menurun baik pada pasien dewasa yang dirawat inap
maupun rawat IGD dan ruang Intensif
- Jika dalam skrining didapatkan nyeri, maka dilakukan pengkajian nyeri lebih
mendalam meliputi:
P (Provokes/Point) : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri;
Q (Quality) : Bagaimana rasa nyerinya;
R (Radiation/Relief) : Melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri;
S (Severity) : Keparahan atau intensitas nyeri;
T (Time/On set) : Waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri;
Pengkajian nyeri dicatat dalam rekam medis sehingga dapat memfasilitasi
pengkajian nyeri ulang. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam
kondisi sedasi sedang,asesmen dan penangan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri. Asesmen
ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri. Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan
memberikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter, nilai ulang efektifitas
pengobatan. Tatalaksana non-farmakologi dengan berikan heat / cold pack, lakukan

9
reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien, latihan relaksasi, seperti tarik
napasdalam, bernapas dengan irama/pola teratur, dan atau meditasi pernapasan
yang menenangkan, distraksi / pengalih perhatian. Berikan edukasi kepada pasien
dan keluarga mengenai faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri,
menenangkan ketakutan pasien, tatalaksana nyeri, anjurkan untuk segera melaporkan
kepada petugas jika merasa nyeri sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah.
H. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Emosional atau pasien Psikiatris
Identifikasi pasien dengan Gangguan Emosional atau pasien Psikiatris.
a. Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik dirawat jalan, rawat
inap, maupun Instalasi Gawat Darurat.
b. Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke psikiater,
disamping penanganan kegawatdaruratannya (baik medical maupun surgical).
c. Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan disetting apapun
harus dikonsulkan ke psikiater.
d. Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa mengganggu
aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggungjawabnya. Pasien
dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organ icunderlying
disease perlu dikonsulkan ke psikiater.
e. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
1) Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa.
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri dengan kewaspadaan tinggi dibawah
tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya
tinggi, karena Rumah sakit tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk
pencegahan bunuh diri.
3) Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
I. Asesmen Pasien Kecanduan Obat terlarang/Alkohol
a. Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan:
1) Alkohol
2) Nikotin
3) Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, dan nimetazepam)
4) Golonganopiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
5) Amfetamin &Metamfetamin
b. Identifikasi populasi berisiko:
1) Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau
opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat melihat
rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien).
2) Dokter/perawat baik IGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang
mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta
peningkatan dosis.
3) Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah obat,

10
alkohol maupun merokok.
4) Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi, maka
petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien yang
bersangkutan.
5) Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari
pertanyaan rutin untuk Medical CheckUp.
2) Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai
adanya masalah ketergantungan) dapat melakukan asesmen awal berupa
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1) Berapa banyak merokok? Minum alkohol? (Jika drug abuse: ditanya, obat
apa yang digunakan? Dari mana didapatkan?)
2) Sejak usia berapa?
3) Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
4) Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?
3) Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater untuk
pengkajian dan penanganan lebih lanjut
4) Penanganan meliputi: psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya
konseling untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting
drugusers/ IDUs)
5) Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medik.
J. Asesmen untuk korban kekerasan atau kesewenangan.
a. Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik diluar
kemauannya.
b. Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak, pasangan
hidup, orang lanjut usia, dan lain-lain, orang yang secara sosio- ekonomi budaya
dan fisik tergantung kepada orang lain. Jika menjumpai kelompok ini,petugas harus
mewaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan.
c. Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban
penganiayaan, maka disamping penanganan terhadap cederanya,maka korban
harus mendapat pengkajian lebih dalam dan penanganan khusus yang meliputi:
1) Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.
2) Bila korban anak-anak, asesmen mungkin perlu dilakukan terhadap orang
tuanya secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk
mendapat gambaran lebih lengkap mengenai kejadiannya.
3) Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan
keinginannyasendiri,asesmen perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga
yang ada, termasuk orang yang sehari-hari merawat korban.
4) Asesmen terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada
korban yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak
kecil,bayi maupun orang tua atau dengan kecacatan/ keterbatasan).
5) Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban
11
kekerasan/penganiayaan.
K. Asesmen pasien dengan penyakit menular atau infeksius
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah- pindah dari
orang yang satu keorang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang
hidup dan dapat berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi kuman.
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan dari
penyebaran kuman pathogen dari sumber infeksi (petugas, pasien,pengunjung)
keorang lain.
a. Semua pasien rawat inap, rawat jalan dan IGD di skrining untuk resiko
pasien dengan penyakit menular
b. Apabila diidentifikasi pasien dengan penyakit menular tempatkan pasien
pada ruang isolasi (Ruang Soka) sesuai dengan penyakit dan resiko
penularannya.
L. Asesmen Pasien yang Menerima Terapi Radiasi
Asesmen Fisioterapi yaitu pemeriksaan pada perorangan atau kelompok untuk
merumuskan keadaan nyata atau yang berpotensi untuk terjadi kelemahan
keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain dengan cara
pengambilan perjalanan penyakit, atau history taking, sceening, teskhusus,
pengukuran dan evaluasi dari hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam
sebuah proses pertimbangan klinik dalam standar asesmen dikembangkan teknis
pengukuran yang dilakukan untuk proses pengumpulan data.
M. Asesmen pasien dengan Sistem Imunologi Terganggu
Pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah misalnya menderita penyakit
infeksi, penyakit ganas, penggunaan obat-obatan dan gangguan gizi.
Proses asesmen pasien:
a. Menanyakan riwayat penyakit dahulu kemungkinan terjadinya alergi, penyakit
autoimun, kebiasaan merokok, alkohol, pasangan sex multiple, peningkatan stress,
penggunaanobat-obatan, proses infeksi dan penyakit transmisi seksual, riwayat
keluarga dengan penyakit kanker, gangguan imun, alergi.
b. Memeriksa kondisi fisik pasien apakah pasien merasa kelelahan, demam, diuresis,
kemerahan, kelemahan muskuler,nyeri/pembengkakan sendi, penurunan berat
badan, apakah terdapat massa, limfadenopati, proses pemulihan buruk,
hepatomegali dan perubahan tanda–tanda vital.
c. Memeriksa tanda–tanda vital, TB,BB
d. Pemeriksaan sistem integument
e. Konsultasi spesialistik sesuai dengan penyebab penyakit rendahnya sistem imun.

12
BAB IV
DOKUMENTASI

Semua asesmen tambahan didokumentasikan direkam medis meliputi:

1. Pengkajian secara keseluruhan terhadap pasien, menegakkan diagnosa, menyusun


intervensi, melakukan implementasi dan membuat evaluasi akhir dari pelayanan yang
telah kita berikan kepadan pasien tersebut.
2. Pembuatan asuhan pasien secara tim yang berkesinambungan antara dokter, perawat,
PPK lain yang memberikan asuhan pasien serta staf rehabilitasi medik pasien.
3. Melakukan ronde pasien dengan multi departemen agar dapat mengetahui keadaan
pasien serta dapat membuat asuhan yang berkesinambungan.
4. Membuat dokumentasi dalam bentuk rekam medis terhadap pelayanan yang telah
diberikan kepada pasien baik secara verbal maupun nonverbal.

13
BAB V
PENUTUP
Panduan pelayanan pasien ini dibuat untuk menjadi acuan bagi dokter, perawat,
PPK lain yang memberikan asuhan diantara nya pada pasien neonatus, anak, remaja,
obstetric/maternitas, geriatric, pasien dengan kebutuhan untuk P3 (Perencanaan
Pemulangan Pasien), sakit terminal/menghadapi kematian, pasien dengan rasa sakit kronis
atau nyeri (intens), pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris, pasien
kecanduan obat terlarang atau alkohol, korban kekerasan atau kesewenangan, pasien
dengan penyakit menular atau infeksius, pasien yang menerima kemoterapi atau terapi
radiasi, pasien dengan imunologi terganggu dalam melakukan pelayanan kepada pasien
RSUD Kabupaten Buton Tengah. Panduan ini mencakup cara – cara bagaimana mengelola
pelayanan pasien dengan Asesmen tambahan. Semoga dengan adanya panduan ini dapat
meningkatkan layanan asuhan terhadap pasien di RSUD Buton Tengah.

14

Anda mungkin juga menyukai