Dwi Arjanto
Minggu, 26 Desember 2021 19:40 WIB
Pandangan dari
udara memperlihatkan kota Banda Aceh yang hancur akibat tsunami Aceh, 28 Januari 2005.
BNPB mencatat 166.080 orang tewas dan 6.245 lainnya hilang akibat disapu gelombang
tsunami. REUTERS/Kimimasa Mayama
Seorang warga menunjukkan butiran hujan es yang terjadi di Desa Tete Batu, Kabupaten
Lombok Timur, NTB, pada Ahad (22/11/2020), sekitar pukul 15.20 Wita. ANTARA/HO/Rio
Mataram (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
menyatakan hujan es yang terjadi di Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur, Nusa
Tenggara Barat pada Ahad, sekitar pukul 15.20 Wita, akibat pembentukan awan
Cumulonimbus.
"Berdasarkan laporan warga yang kami terima, benar adanya hujan es di wilayah Montong
Gading, Kabupaten Lombok Timur, pada siang menjelang sore tadi," kata Prakirawan Stasiun
Meteorologi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAM) Levi Ratnasari.
Ia mengatakan dari hasil pantauan citra radar dan satelit, terpantau bahwa liputan awan
konvektif, yakni awan Cumulonimbus terpantau di sekitar wilayah terjadinya hujan es, yakni,
terlihat suhu puncak awan Cumulonimbus terpantau sangat dingin, yakni mencapai kurang
dari 80 derajat celcius.
Perlu diketahui awan Cumulonimbus atau dikenal dengan awan Cb dapat terbentuk akibat
adanya pemanasan yang kuat di permukaan serta udara yang labil di wilayah tersebut.
Levi menambahkan pertumbuhan puncak awan Cb dapat lebih dari enam kilometer, di mana
kandungan dari awan Cb dengan suhu puncak awan yang sangat dingin tersebut kurang dari
80 derajat celcius dapat menghasilkan butiran es.
Butiran es dapat jatuh ke permukaan juga didukung oleh kondisi dari suhu di permukaan di
wilayah tersebut.
"Ketika suhu di permukaan atau daratan cukup dingin maka butiran es dari puncak awan Cb
tersebut dapat jatuh masih berupa partikel es, sehingga hujan yang di hasilkan berupa butiran
es," ujarnya.
Umumnya, kata dia, hujan es terjadi dalam waktu singkat, namun diikuti oleh terjadinya
hujan lebat yang disertai petir bahkan angin kencang.
Untuk itu, Levi mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan mengenali cuaca di
sekelilingnya jika teramati awan Cb, yakni awan berwarna hitam seperti bunga kol dan
berlapis.
"Sebaiknya masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah karena potensi cuaca ekstrem
dapat terjadi di mana saja dan kapan saja," katanya.
Salah seorang warga, Rio, mengaku kaget dengan kejadian hujan es secara tiba-tiba ketika
sedang berkumpul dengan kelompok sadar wisata di Ulem-Ulem, Desa Tete Batu, Kabupaten
Lombok Timur.
"Awalnya hujan lebat biasa. Tidak lama, tiba-tiba suara seperti benda berjatuhan di atap.
Setelah kami cek, ternyata es sebesar kira-kira biji kelengkeng yang berjatuhan," tutur Rio.*
JAKARTA – Angin puting beliung menerjang wilayah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat pada Kamis (18/3), sekitar pukul 16.45 WIB. Kejadian ini merusak beberapa rumah
warga dengan tingkat yang berbeda.
Berdasarkan data yang diperoleh BPBD Kabupaten Bogor, bencana ini terjadi di Desa
Pamegarsari, Kecamatan Parung. BPBD menginformasikan terdapat 1 unit rumah rusak
berat, 4 unit rumah rusak sedang, 10 unit rumah rusak ringan, 1 unit mushola rusak ringan
dan 1 unit posyandu rusak ringan. Fenomena angin kencang ini juga menumbangkan pohon
sehingga mengganggu akses jalan.
Melihat kejadian ini, BPBD Kabupaten Bogor melakukan upaya menuju tempat kejadian
bencana dan melakukan kaji cepat. Data BPBD mencatat sebanyak 4 KK dengan 15 orang
mengungsi ke rumah saudara terdekat dan 15 KK dengan 50 orang jiwa terdampak langsung.
Selain itu, BPBD juga melakukan koordinasi dengan dinas terkait untuk membersihkan
pohon tumbang dan lingkungan sekitar.
Warga diimbau untuk selalu waspada terhadap cuaca ekstem yang masih berpotensi terjadi di
beberapa daerah Kabupaten Bogor. Angin puting beliung biasanya terjadi pada saat
pergantian musim, seperti dari musim hujan ke musim kemarau. Apabila terjadi angin puting
beliung, warga diimbau untuk berlindung di tempat yang aman, seperti di dalam bangunan
yang kokoh atau menghindar berteduh di bawah pohon atau papan reklame.
Berdasarkan informasi BMKG, wilayah Kabupaten Bogor masih berpotensi hujan ringan
hingga lebat pada siang dan sore hari. Masyarakat dapat memonitor prakiraan cuaca hingga
tingkat kecamatan melalui aplikasi Info BMKG.
Perbesar
Hunian sementara korban banjir bandang dan longsor di Pasirmadang, Sukajaya, Kabupaten
Bogor, ambruk diterjang angin kencang, Minggu (6/2/2022) dini hari.
(Liputan6.com/Achmad Sudarno)
Advertisement
"Kejadiannya jam 2 dini hari. Hujan mah enggak begitu deras, cuma anginnya yang
kenceng," ujar Sofyan saat dihubungi.
Sofyan menyebutkan, ada dua bangunan yang terdampak angin kencang. Satu
bangunan hunian sementarayang dihuni 14 KK ambruk rata dengan tanah. Satu bangunan
lainnya mengalami kerusakan di bagian atap lantaran terbawa angin.
"Satu bangunan itu terdiri beberapa petak. Masing-masing bangunan diisi 14 KK," ujar
Sofyan.
Tak Ada Korban
Tak ada korban luka dalam kejadian tersebut. Sebab, pada saat kejadian tidak ada pengungsi
yang tinggal di hunian sementara itu. Para pengungsi memilih pindah ke huntara lain karena
kondisi bangunannya sudah miring akibat diterpa angin kencang beberapa waktu lalu.
"Masih diisi, cuma pas terjadi angin kencang Minggu kemarin membuat bangunan miring.
Makanya penghuni memilih antisipasi karena takut kejadian lagi, jadi sebagian pindah ke
Huntara yang aman," terangnya.
Diketahui, huntara tersebut adalah tempat relokasi warga Kampung Gunung Kembang dan
Kampung Anyar, yang menjadi korban banjir bandang dan tanah longsor awal 2020 lalu.
Huntara tersebut dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dan selesai dibangun sekitar
dua bulan lalu. Struktur utama bangunan terdiri atas baja ringan dan beratap asbes. Sementara
dinding terbuat dari papan GRC. (Achmad Sudarno)
Abrasi Pantai Ancam Pulau Legundi
Sabtu, 10 September 2011 20:42 WIB
Sejumlah bangunan masyarakat dan pemerintahan desa terancam abrasi pantai di Pulau
Legundi Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung (ANTARA/Agus Setyawan)
Pesawaran (ANTARA LAMPUNG) - Warga di Pulau Legundi Kecamatan Punduhpidada,
Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung meminta pemerintah kabupaten setempat dapat
mengatasi terjadinya abrasi atau penggerusan pantai karena dapat merugikan masyarakat di
daerah itu.
"Abrasi pantai ini sudah meluas sepanjang 25 meter dari bibir pantai sehingga akan semakin
merugikan masyarakat yang berada di pesisir," ujar Pj Kepala Desa Pulau Legundi, Zikri
Hasis, di Pesawaran, Sabtu.
Menurutnya, masyarakat di daerah itu hanya bisa berupaya membuat tanggul seadanya
dengan menggunakan batu karang yang ada di sekitar pantai.
"Masyarakat tidak mampu menanggulangani sepenuhnya karena nilai untuk
penanggulangannya cukup besar sehingga secara swadaya hanya itu saja," terang Hasis.
Selama ini, ia menjelaskan, secara langsung memang masyarakat belum pernah mengajukan
anggaran penanggulangan permasalahan tersebut.
Senada diungkapkan warga lainnya, Ali Rahman, mengatakan, abrasi pantai di pesisir akan
semakin meluas apabila tidak segera ditanggulangani dengan benar.
"Apalagi semakin meluasnya abrasi ini akan menimbulkan berbagai masalah yang
diantaranya akan merusak bangunan puskemas milik pemerintah di daerah tersebut," kata
Ketua BPD Pulau Legundi itu.
Ia berharap pemerintah setempat dapat memberikan solusi guna mengatasi abrasi pantai yang
semakin meluas di pesisir wilayah kepulauan di daerah itu.
"Terjadinya abrasi tersebut pihak masyarakat tidak dapat maksimal mengatasi permasalahan
tersebut karena membutuhkan dana yang cukup besar," ujarnya.
Ia melanjutkan usaha penanaman mangrove atau bakau sudah pernah dilakukan namun belum
berhasil.
"Besar harapan kami pemerintah dapat turut andil menangani permasalahan tersebut sehingga
tidak terjadi suatu hal yang tidak diinginkan seperti bencana banjir saat pasang air laut," pinta
dia.(Ant)
Gempa bumi M 7.0 SR di Lombok Utara, NTB
Rabu, 08 Agustus 2018 09:11:38 WIB
Gempa bumi terjadi pada hari Minggu. tanggal 5 Agustus 2018, pukul 18:45:35 WIB.
Berdasarkan informasi dari BMKG pusat gempa bumi berada pada koordinat 8,37° LS dan
116,48° BT, dengan magnitudo 7,0 pada kedalaman 15 km. Sebelumnya, pada tanggal 29 Juli
2018 dengan kekuatan M6,4 dengan kedalaman 10 km.
Gempa bumi ini menimbulkan kerusakan berat di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok
Timur dan berdasarkan informasi dari BNPB hingga saat korban meninggal dunia akibat
gempa ini mencapai 105 jiwa. Badan Geologi mengirimkan Tim Tanggap Darurat Gempa
Bumi dan Gerakan Tanah ke lokasi untuk melakukan pemetaan dampak gempa bumi
khususnya terkait kerusakan geologi. Tim Tanggap Darurat menemukan retakan tanah dan
longsor di jalan yang menghubungkan Kecamatan Pemenang, Tanjung dan Gangga,
Kabupaten Lombok Utara. Likuifaksi atau pelulukan juga ditemukan di daerah Gangga.
Retakan dan gerakan tanah juga terjadi di Kecamatan Sambelia dan Kecamatan Sembalun,
Kabupaten Lombok Timur khususnya di lereng dan sekitar jalur pendakian Gunungapi
Rinjani serta perbukitan terjal lainnya. Retakan dan gerakan tanah tersebut dipicu oleh gempa
bumi 29 Juli 2018, yang kemudian diperparah oleh guncangan gempa bumi 5 Agustus 2018.
Berdasarkan hasil survey lapangan dan analisis Tim Tanggap Darurat Badan Geologi, kedua
gempa bumi yang telah terjadi mempunyai mekanisme sama yang berasosiasi dengan
Patahan Naik Busur Belakang Flores yang terletak di utara Pulau Lombok.
Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa bumi yang diterbitkan oleh PVMBG-Badan
Geologi, daerah Lombok Utara dan Lombok Timur termasuk KRB Gempa bumi Menengah,
dengan potensi terjadi gempa bumi dengan intensitas VII-VIII MMI (Modified Mercalli
Intensity), yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Hasil pemetaan dampak gempa bumi
menunjukan bahwa intensitas guncangan gempa bumi di Lombok Utara dan Timur sebesar
VII - VIII MMI.
Wilayah terdampak gempa bumi merupakan daerah sulit air, sehingga dibeberapa tempat
pengungsian kekurangan air. BPBD dan relawan mensuplai air dengan menggunakan mobil
tangki, dan salah satunya dari hasil pemboran Badan Geologi. Salah satu sumur bor yang
sudah selesai ada di Desa Rempek, Kec. Gangga, Kab. Lombok Utara. Tim Badan Geologi
sedang mencari lokasi lain yang memiliki potensi air untuk dilakukan pemboran untuk
digunakan sebagai sumber air untuk mensuplai tempat pengungsian.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan dan analisis terkait potensi bahaya ke depan, Badan
Geologi memberikan rekomendasi sebagai berikut:
(1) Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan mengikuti arahan serta informasi dari
pemerintah daerah dan BPBD NTB. Jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung
jawab mengenai gempa bumi dan tsunami.
(2) Gempa bumi susulan biasanya mempunyai magnituda lebih kecil dari gempa bumi utama,
namun masyarakat diharapkan agar tetap waspada. Bangunan yang sudah mengalami
kerusakan sedang hingga berat, sebaiknya tidak dihuni mengingat gempa susulan masih kerap
terjadi dan dapat memperburuk kerusakan.
(3) Bagi yang berada di wilayah perbukitan dan sekitar lereng terjal disarankan untuk tetap
waspada tidak melakukan aktivitas di sekitar lokasi retakan dan lereng-lereng terjal karena
gempa-gempa susulan masih berpotensi memicu terjadinya gerakan tanah. Kewaspadaan
perlu ditingkatkan apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi di wilayah perbukitan, karena
airnya dapat mengisi retakan-retakan yang kemudian berpotensi memicu kejadian gerakan
tanah.
Rudi Suhendar
Kepala Badan Geologi
Seorang pria memeriksa truk yang tertimbun abu vulkanik pascaerupsi Gunung Semeru di
Lumajang, Jawa Timur, 5 Desember 2021. Tiga jenazah ditemukan di dalam truk pasir yang
terjebak erupsi Gunung Semeru. (AP Photo/Trisnadi)
Liputan6.com, Yogyakarta - Demi menuntut keadilan, tiga warga Desa Sumber Wuluh,
Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, yang merupakan korban erupsi Gunung Semeru pada
Desember 2021 silam, melakukan aksi jalan kaki dari Lumajang ke Istana Negara di Jakarta
Pusat. Ketiganya ingin bertemu Presiden Joko Widodo.
Ketiganya adalah Nur Holik (41), Masbud (36), dan Pangat (52), dengan mengenakan baju
bertuliskan 'Korban Erupsi Semeru Menuntut Keadilan', mereka singgah di kawasan Tugu
Yogyakarta, Rabu (29/6/2022), sebelum melanjutkan perjalanan ke arah Jakarta.
Nur Holik mengatakan, aksi jalan kaki Lumajang-Jakarta dilakukan demi mengadukan
aktivitas penambangan pasir di Kali Regoyo yang dinilai tidak wajar sehingga diduga
menjadi penyebab aliran banjir lahar dingin Gunung Semeru pada 2021 menerjang
permukiman di desanya.
"Ini semua berawal dari oknum penambang yang membuat tanggul melintang untuk
menghambat aliran air," ujar dia.
Menurut dia, oknum perusahaan penambang pasir melakukan penanggulan di Kali Regoyo
pada 2019 untuk menghambat dan menampung pasir yang terbawa aliran sungai.
Tanggul dibuat melintang selebar sungai dengan ketinggian hingga 4 meter, sama dengan
ketinggian tanggul pengaman banjir pada sempadan sungai yang dulu dibangun oleh
pemerintah era Presiden Soeharto pada 1970.
Selain membangun tanggul, lanjut Nur Holik, oknum perusahaan penambang yang beroperasi
di Kali Regoyo juga membangun kantor di tengah daerah aliran sungai (DAS).
Pada Februari 2021 atau jauh sebelum terjadi erupsi Gunung Semeru, menurut dia, warga
Desa Sumber Wuluh telah beberapa kali mengadu ke Pemkab Lumajang dan aparat
keamanan karena khawatir dampak penanggulan itu.
Namun demikian, menurut Holik, tidak ada tindak lanjut dari Pemkab Lumajang hingga
akhirnya pada 4 Desember 2021 Gunung Semeru mengalami erupsi dan material pasir lahar
dingin menimbun Desa Sumber Wuluh.
"Erupsi kemarin sebagai bukti kekhawatiran kami yang tidak pernah digubris sehingga
banyak sekali korban jiwa dan kerusakan lingkungan yang begitu parah," ujar dia.