Anda di halaman 1dari 15

NAMA

: ASTRIA MEGAWATI

NIM

: 12 01 1 019

TUGAS UTS MATRA

KESEHATAN MATRA KEBENCANAAN ( BANJIR DI KOTA MEDAN )


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidu pan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehinggamengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana sering
dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu (1) bencana alam yaitu bencana yang disebabkan oleh
faktor alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung, meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah longsor. (2) bencana nonalam yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit, serta (3) bencana sosial yaitu yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.(UU No. 24 tahun 2007).
Berdasar SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam Suparta 2004, banjir adalah aliran air yang
relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran. Kemudian dalam Buku
Geografi kelas XI yang ditulis oleh Nurmala Dewi tahun 2007, banjir adalah peristiwa
tergenangnya suatu wilayah oleh air, baik air hujan, air sungai, maupun air pasang. Berdasar dua
pengertian tersebut, kami menyimpulkan bahwa banjir adalah aliran air sungai atau selokan yang
meluap karena sungai atau selokan tersebut tidak mampu menahan aliran air.

Kesehatan Matra yang dilakukan terhadap masyarakat pada bencana banjir yang
diselenggarakan pada saat:
a. persiapan sebelum terjadi bencana banjir;
b.pada saat kejadian banjir; dan
c. kegiatan pasca banjir
Sepanjang kurun waktu 1980-2009 Indonesia mengalami 312 kasus bencana alam. Kerugian
akibat berbagai bencana tersebut tidak sedikit, baik itu kerugian jiwa, harta benda dan rusaknya
infrastruktur serta terhentinya produksi ekonomi dan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan data
Bappenas kerugian akibat bencana alam di Indonesia sejak tsunami Aceh, Desember 2004 hingga
gempa Sumatera Barat, September 2009 mencapai Rp. 150 triliun. Sementara korban meninggal di
Aceh saja mencapai 227, 898 orang dan lebih 6,000 orang di Yogya dan lebih seribu orang di Padang.
Jumlah tersebut belum termasuk korban cacat, sakit akibat gempa, tsunami dan gunung meletus serta
ratusan ribu pengungsi seperti saat Gunung Merapi meletus tahun 2010 (BNPB, 2010, vivanews,
2011).

Bencana Tanah longsor, Indonesia menempati rangking 1 dari 162 negara dengan jumlah
197.372 orang yang akan terkena dampaknya. Bencana Gempa bumi Indonesia menempati
rangking 3 dari 153 negara dengan jumlah 11.056.806 orang yang akan terkena dampaknya. Dan
bencana Banjir, Indonesia menempati rangking 6 dari 162 negara dengan jumlah 1.101.507
orang yang akan terkena dampaknya.
Pada tahun 2011, bencana di Indonesia terjadi sekitar 1.598 kejadian bencana. Data ini
masih sementara karena belum seluruhnya data di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah
terkumpul. Jumlah orang meninggal dan hilang mencapai 834 orang. Menderita dan mengungsi
325.361 orang. Rumah rusak berat 15.166 unit, rusak sedang 3.302 unit dan rusak ringan 41.795 unit.

Dari 1.598 kejadian bencana tersebut, sekitar 75% adalah bencana hidrometerologi. Sedangkan
bencana geologi seperti gempabumi, tsunami dan gunung meletus masing-masing terjadi 11 kali
(0,7%), 1 kali (0,06%) dan 4 kali (0,2%). Dampak yang ditimbulkan oleh gempabumi 5 orang
meninggal dan rumah rusak sebanyak 7.251 unit. Berdasarkan jumlah kejadian terbanyak, paling
banyak adalah banjir (403 kejadian), kemudian kebakaran (355), dan puting beliung (284). Puting
beliung merupakan fenomena kejadian yang terus meningkat secara tajam jumlah kejadiannya dalam
10 tahun terakhir. Hal ini sangat berkaitan dengan perubahan iklim global dan lingkungan.
Berdasarkan korban meninggal dan hilang, kecelakaan transportasi kapal mendominasi dibandingkan
dengan bencana lain.

Data Kejadian Bencana Banjir di Indonesia Tahun 1979-2009


NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

PROVINSI
BALI
BANTEN
BENGKULU
D.I. YOGYAKARTA
DKI JAKARTA
GORONTALO
JAMBI
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
JAWA TIMUR
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN TIMUR
KEP. BANGKA BELITUNG
KEPULAUAN RIAU
LAMPUNG
MALUKU
MALUKU UTARA
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
PAPUA

JUMLAH KEJADIAN BANJIR


16
66
19
18
62
25
84
248
337
278
73
132
53
63
6
2
72
6
7
53
99
23
3

23
PAPUA BARAT
0
24
PEMERINTAH ACEH
138
25
RIAU
46
26
SULAWESI BARAT
13
27
SULAWESI SELATAN
130
28
SULAWESI TENGAH
55
29
SULAWESI TENGGARA
41
30
SULAWESI UTARA
20
31
SUMATERA BARAT
96
32
SUMATERA SELATAN
53
33
SUMATERA UTARA
175
Sumber : Data Kejadian Bencana Banjir 1979-2009, BNPB

Berdasarkan data kejadian bencana banjir yang diperoleh dari BNPB sejak tahun 1979-2009
di atas, dapat dilihat bahwa Provinsi Jawa Tengah berada pada posisi pertama untuk kejadian
bencana banjir yang terbanyak dengan jumlah kejadian sebanyak 337 kejadian dan Provinsi Papua
Barat berada pada peringkat terakhir dengan keterangan tidak ada kejadian banjir. Sedangkan untuk
Provinsi Sumatera Utara sendiri berada pada peringkat empat untuk kejadian bencana banjir yang
terbanyak dengan jumlah kejadian sebanyak 175 kejadian. Kejadian banjir tersebut terjadi di ibu kota
Provinsi Sumatera Utara, yaitu di Kota Medan.
Kota Medan beberapa tahun belakangan ini sering diguyur hujan dan terkadang
menyebabkan banjir. Banyak pendapat yang mengatakan apa yang menjadi penyebab banjir tersebut.
Daya serap tanah di kota Medan rendah sehingga menjadi salah satu faktor penyebab banjir juga.
Dalam artikel itu, ada beberapa data laporan terhadap banjir Kota Medan yang disusun oleh Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS), yaitu untuk tahun 2008 hingga 2010 terjadinya
penurunan daya dukung DAS sangat dipengaruhi oleh penutupan dan penggunaan lahan di sepanjang
DAS. Di DAS Deli, dari data disebutkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan oleh pemukiman
dan pertanian lahan kering. Untuk 2008 tercatat 12.830.026 hektar (28,90%) dan meingkat menjadi
13.650.144 hektar (28,86%) lahan DAS yang digunakan. Selain itu, juga terjadi peningkatan luasan
pada tanah terbuka juga sawah di sepanjang kawasan DAS Deli. Dengan kondisi tanah kering, dan
4

dihujani terus, sedang daya serap tanahnya rendah dan air limpasan lebih tinggi dari yang mampu
diserap, menyebabkan air meluap karena sungai tidak mampu lagi mengaliri air.
Banjir di Kota Medan disebabkan oleh faktor alam dan fator non-alam. Penjelasan di atas
merupakan penyebab banjir yang disebabkan oleh faktor alam sedangkan yang merupakan factor
non-alam, yaitu Medan belum mempunyai masterplan dan manajemen drainase. Proyek drainase
sudah lama menjadi proyek yang dikerjakan oleh salah satu dinas kota Medan tetapi hingga saat ini
pengerjaannya terkesan mubazir karena kota Medan masih mengumpulkan data base serta melakukan
pembenahan internal untuk penyusunan masterplan tersebut. Medan memiliki dua saluran drainase
alami besar (Sei Deli dan Sei Belawan) dan satu buatan. Masih ada lagi saluran alami lainnya yang
membelah kota Medan seperti Sei Bandera, Sei Sikambing, Sei Putih, Sei Babura, dan Sei SulangSaling. Sayang sekali tidak dimanfaatkan dengan baik. 5
Oleh karena factor-faktor di atas, maka banjir yang hebat pun terjadi di Kota Medan. Seperti
yang terjadi pada tanggal 5 Januari 2011 pukul 23.00 WIB.
Banjir yang mencapai empat meter itu menggenangi ribuan rumah penduduk yang terdapat di
sebelas kecamatan di Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Labuhan,
Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan
Medan Petisah, Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Selayang,
Kecamatan Medan Marelan, dan Kecamatan Medan Polonia.
Banjir yang hebat juga terjadi tanggal 1 April 2011. Banjir mulai terjadi pada tanggal 31
Maret 2011 pada pukul 22.00 WIB dan mulai naik pada tanggal 1 April 2011 pada pukul 02.00 WIB
dengan ketinggian sekitar 2-4 meter. Ada 11 kecamatan yang menjadi korban banjir saat itu, yaitu
Medan Tuntungan, Medan Selayang, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Johor,
Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Maimun, Medan Labuhan, dan Medan Belawan. 7

Data berikutnya yaitu ada 7241 KK atau 26.959 jiwa yang menjadi korban banjir saat itu.
Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Medan, ada 43 unit gedung sekolah yang terkena banjir,
yaitu 28 SD, 4 SMP, 9 SMA, dan 6 SMK.8
Kecamatan Medan Maimun merupakan salah satu kecamatan di Medan yang selalu menjadi
korban saat bencana banjir melanda. Saat banjir melanda Kota Medan pada tanggal 5 Januari 2011
lalu, wilayah Kecamatan Medan Maimun menjadi kawasan terparah. Enam kelurahan di Kecamatan
Medan Maimun semuanya terendam banjir. Keenamnya dilintasi aliran Sungai Deli. Dari data
sementara, di Kelurahan Kampung Baru ada 920 rumah terendam, di Kelurahan Jati 20 rumah
terendam, di Kelurahan Sukaraja 138 rumah, di Kelurahan Aur 687 rumah, di Kelurahan Hamdan
430 rumah, dan Kelurahan Sei Mati 628 rumah. Tinggi air yang melanda kecamatan yang berada di
tengah kota ini mencapai 2,5 meter.

Manajemen Bencana
Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta
benda yang besar baik di Jawa Barat maupun di Indonesia, telah membuka mata kita bersama
bahwa manajemen bencana di negara kita masih sangat jauh dari yang kita harapkan. Selama ini,
manajemen bencana dianggap bukan prioritas dan hanya datang sewaktu-waktu saja, padahal
kita hidup di wilayah yang rawan terhadap ancaman bencana. Oleh karena itu pemahaman
tentang manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh kalangan, baik
pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Manajemen bencana merupakan seluruh kegiatan yang
meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah
terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana (seperti terlihat dalam Gambar
Siklus Manajemen Bencana), yang bertujuan untuk (1) mencegah kehilangan jiwa; (2)
mengurangi penderitaan manusia; (3) memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang

mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan
sumber ekonomis.
2.

KEGIATAN PRA BENCANA BANJIR, SAAT BENCANA, DAN PASCA


BENCANA BANJIR.

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama,
yaitu:
1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta
peringatan dini;
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru
kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca
bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan
tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam
menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.
Pra bencana: Pada masa pra bencana atau disebut juga sebagai fase penyadaran
akan bencana, jajaran pers dapat memainkan perannya selaku pendidik publik lewat

artikel ataupun berita yang disajikannya secara priodik, terencana, populer, digemari dan
mencerahkan serta memperkaya khazanah alam pikiran publik dengan target antara lain :
a. pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bencana, mekanisme quick respon,
langkah-langkah resque yang perlu, cepat dan tepat untuk meminimalisasi korban serta
menekan kerugian harta/benda,
b. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui muatan-muatan artikel tematis
yang bersifat penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap potensi, jenis dan sifat
bencana),
c. Perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang;
d. Pelestarian lingkungan.

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan
darurat dan pengungsian;
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana,
untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban
dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari
pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana
biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan
memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang
sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap
bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang
terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.
8

Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan
dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan
rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti
ketakutan, trauma atau depresi.
Pelaksanaan Kegiatan Paska Bencana
a. Pelaksanaanpenjernihan dan pembersihan Air dengan Kaporitisasi dan Penjernih
Air Cepat (PAC)
Pelaksanaan kaporitisasi dan Penjernihan Air Cepat (PAC) melalui petugas
Sanitarian Puskesmas, Mekanisme pemberian kaporit dan PAC di distribusikan melalui
puskesmas ke lokasi bencana dengan memberikan pengetahuan tentang cara
penggunaannya kepada warga korban banjir .
b. PelaksanaanPemberantasan Jentik Nyamuk dengan Abatisasi.
Pelaksanaan Pemantauan Jentik Nyamuk DBD dan melalui petugas Pemantau
Jentik Puskesmas, Mekanisme pemberian abate di distribusikan melalui puskesmas ke
lokasi bencana dengan memberikan pengetahuan tentang cara penggunaannya kepada
warga korban banjir .
c. Pemberantasan serangga lalat dan desinfeksi lingkungan.
Pemberantasan serangga penyebar (vektor) penyakit dengan mendistribusikan
perangkap serangga ( Lem Lalat ) kepada warga yang terkena bencana banjir serta
disinfeksi rumah dan lingkungan dengan membagikan lysol.
d. Pengelolaan sampah yang berpotensi terhadap penyebaran serangga pembawa
penyakit.
Pengelolaan sampah dengan cara membagikan kantong sampah (Polybag) kepada
warga di wilayah yang terkena bencana banjir sehingga meminimalisasi penyebaran
serangga penyebab penyakit.
e. PengamatanPenyakitPaskaBanjir

Kegiatan pengamatan penyakit paska bencana banjir dilakukan oleh Dinas


Kesehatan Kabupaten bersama Tim Puskesmas Lokasi Bencana. Melalui mekanisme
surveilans rutin. Hal ini dilakukan untuk mengamati secara dini penyakit penyakit yang
potensial menimbulkan KLB penyakit akibat paska banji r(campak, tetanus, DBD,
Hepatitis, Diare Berdarah, ISPA, Pneumonia).
Berdasarkan pengamatan penyakit selama paska bencana, tidak ditemukan adanya
peningkatan yang bermakna pada penyakit potensial KLB dan tidak terjadi KLB penyakit
ataupun keracunan makan di lokasi paska banjir.
f. Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Pelaksanaan penyuluhan PHBS oleh petugas penyuluh puskesmas bersama
petugas matra bencana kepada warga yang terkena bencana sehingga dapat mencegah
potensi terkena penyakit.
g. Pelaksanaan Fogging Pada Daerah Endemis
Pelaksanaan fogging dilakukan oleh Dinas Kesehatan di wilayah endemis DBD.
Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana
yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi
bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi
resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk
kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat
bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan,
desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun
membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu

10

upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti
menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat
diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat
dan pemerintah daerah.
Mitigasi Bencana yang Efektif
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya,
peringatan dan persiapan.
1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan
asset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan
tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian
bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat
penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang
bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa
bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada
data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran
komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat.
Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat,
tepat dan dipercaya.
3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi
sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang
daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan
untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika
situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan

11

pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkahlangkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis
persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas
umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta
usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan
melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).
Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
Penguatan kelembagaan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta merupakan faktor
kunci dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan kelembagaan dalam bentuk dalam
kesiapsiagaan, sistem peringatan dini, tindakan gawat darurat, manajemen barak dan evakuasi
bencana bertujuan mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan
dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Perwujudan Masyarakat atau komunitas yang berdaya dalam menghadapi bencana dapat
diwujudkan melalui Siklus Pengurangan Risiko Berbasis Masyarakat/Komunitas berikut:

Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra
bencana dapat dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada

12

aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan tingkat
nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah administrasi, sehingga setiap daerah
memiliki rencana penanggulangan bencana yang potensial di wilayahnya.
3.

SARAN
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah

pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan
untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.
Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh
pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana terutama di Provinsi Riau
untuk mencegah kejadian banjir antara lain:
1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha
preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi
yang rawan bencana;
2. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari
identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan
yang sifatnya preventif kebencanaan;
3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya
menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;
4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari
kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;
5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang
memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.

13

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35076/5/Chapter%20I.pdf

14

http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/Social-Welfare/Disaster/Manajemen%20dan
%20mitigasi.pdf
http://www.preventionweb.net/files/42178_pdfsumatra.pdf
http://kaxak.blogspot.com/2014/02/banjir-pengertian-penyebab-dampak-dan.html
http://promkes.dinkeskarawang.com/penanggulangan-bencana-banjir-bidangkesehatan-kabupaten-karawang-pada-periode-januari-pebruari-2014/
http://wennylubis.blogspot.com/2011/05/penanggulangan-pra-bencana.html
Data Kejadian Bencana Banjir 1979-2009, BNPB

15

Anda mungkin juga menyukai