Anda di halaman 1dari 32

Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam Penanggulangan

Pasca Bencana Banjir Bandang

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

1. Muhammad jasmar 202010193

2. Muh bintang asqi A 202010289

3. Andreas moa 202010148

4. Rahmat setyawan 202010354

5. Muh rafli fadhil 202010379

1
PRODI MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR (STIEM) BONGAYA


2023

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peristiwa Banjir merupakan sebuah peristiwa alam yang tergenangnya

daratan oleh air. Perubahan iklim global yang tidak menentu di beberapa

tahun belakangan ini yang di dominasi oleh musim hujan di perkirakan akan

mengarah ke peningkatan jumlah tanah longsor. Kejadian tanah longsong

yang mengakibatkan terbendungnya sungai atau dapat di katakana bendungan

alam sangat berpontensi memicu terjadinya bencana banjir bandang. Selama

tahun 2020 di Indonesia terjadi sebanyak 726 bencana banjir (Sania, 2020).

Banjir bandang merupakan bencana yang sangat berdampak pada

infrastruktur di karenakan banjir campuran dari beberapa material bongkahan

yang bervariasi seperti pasir (lumpur), bebatuan dan limbah kayu dengan

ukuran mecapai puluhan meter dan bergerak turun mengikuti gaya gravitasi

dari hulu hingga ke hilir sungai. Ketika bergerak, banjir ini menyerupai beton
2
cair dan cenderung mengalir sepanjang lereng bawah saluran atau lemba-

lembah sungai. Banjir bandang terbentuk ketika material yang tidak lagi

terkonsolidasi mengakibatkat lepasnya debit air yang tinggi. Banjir bandang

merupakan peristiwa alam yang dapat mengalir ke jarak yang sangat jauh

menyusuri sungai/ lembah dan peristiwa alam ini dapat mencapai kecepatan

yang sangat tinggi hingga mencapai 85 km/ jam.(Utama & Naumar, 2015)

maka dapat di pahami bahwa banjir bandang bisa terjadi akibat ketidak

3
seimbangan statik antara gaya geser yang ditimbulkan oleh aliran lebih besar

dari gaya geser massa batasan sungai yang menahannya.

Massa air yang mengalir mempunyai kecepatan 85km/ jam, maka

ketinggian dan kecepatannya akan selalu bertambah, dan pada tingkat batas

tertentu keadaan menjadi tidak stabil sehingga massa debit air terangkat

dengan cepat. Dengan kecepatan yang tinggi banjir bandang tidak dapat lagi

mengikuti lekungan sungai yang luasnya sangat terbatas bahkan dampat

memperlebar atau bahkan membuat jalur air baru yang di akibatkan kecepatan

mengalirnya air. Massa air yang mengalir pada peristiwa banjir bandang

memiliki kecepatan yang selalu bertambah dan pada tingkat tertentu. Massa

sedimen bisa terangkat dengan cepat oleh karena itu, untuk menyikapi

permasalahan di atas maka harus lebih mempehatikan perencanaan

pembangunan daerah.

Bencan banjir bandang adalah bencana hedrologi yang merupakan

suatu peristiwa atau fenomena alam yang bisa terjadi kapan saja secara tiba-

tiba di daerah yang memiliki aliran sungai. Biasanya bencana banjir bandang

banyak terjadi pad musim hunjan, hal ini di karenakan dengan intensitas curah

hujan yang tinggi menjadi pemicu yang mendukung terjadinya peristiwa

banjir bandang atau yang lebih di kenal dengan bahasa suku Tae yang ada di

daerah Luwu Utara dengan sebutan Lempa Magasa.

Lempa Magasa atau banjir bandang yang melanda beberapa lokasi

yang teridentifikasi di enam Kecematan, yakni Kecematan Masamba,

4
Sabbang

5
Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke, dan Malangke Barat. pada hari

Senin,13 Juli 2020 di akibatkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi pada

tiga hari sebelum terjadinya bencana banjir bandang mengakibatkan

meluapnya air yang ada di sungai Rongkong yang besar di tambah lagi

dengan longsornya tanah pada hulu sungai Rongkong yang mengakibatkan

bencana banjir pada saat itu tidak hanya air sungai melainkan berbagai

campuran pasir, bebatuan, dan batang pohon besar yang ikut terseret hingga

hilir sungai.

Berdasarkan pada artikel dapat di ketahui bahwa dari bencana banjir

bandang yang telah melandah Kabupaten Luwu Utara telah menelan banyak

korban jiwa di dua kecematan yang berbeda sebanyak 12 korban jiwa berasal

dari Kecematan Masamba dan 24 korban berasal dari Kecematan Baebunta

dan 2 korban jiwa bersal dari Kecematan Malangke sehingga jumlah korban

jiwa yang meninggal sebanya 38 jiwa ada sebanyak 11 orang yang belum di

temukan berdasarkan data laporan warga yang kehiilangan keluarganya,

sampai saat ini tim SAR masi berupaya melakukan pencarian terhadap korban

hilang dan 58 orang yang luka-luka di antaranya ada yang rawat nginap dan

rawat jalan. (Arman, 2020)

Bencana banjir bandang yang terjadi di Luwu Utara bukan yang

pertama kalinya melainkan sudah banyak terjadi di beberapa daerah yang ada

di Indonesia, Seperti pada yang terjadi di Kota Bima pada akhir tahun 2016,

banjir yang melanda Kota Bima, hal ini juga di picu oleh curah hujan yang

tinggi sehingga menyebabkan air hujan tidak lagi dapat lagi menampung oleh

6
sungai sehingga mengakibatkan meluapnya air hingga masuk kedalam

7
pemukiman warga. Dampak dari banjir ini mengakibatkan beberapa

infrastruktur dan rumah warga rusak. (Firdaus, 2020)

Selain itu bencana banjir bandang juga perna terjadi di Desa

Alasmalang, Kecematan Singojuruh, Banyuangi, Jawa Timur. Sekitar 300

rumah terdampak banjir bandang, Banjir yang membawa berbagai jenis

material alam yang menyumbat Sungai Badeng di jembatan Alasmalang,

mengakibatkan lumpur dan air luap hingga naik ke jalan raya yang merupakan

jalan alternatif penghubung atara Kabupaten Banyuangi dengan Kabupaten

Jember, (Zahra, 2018)

Otonomi daerah memberikan peluang yang besar kepada daerah untuk

mengembangkan atau merencana pembangunan daerah sesuai dengan

kebutuhan daerah, menyikapi kondisi geografis Luwu Utara yang rentan

terhadap bencana khususnya banjir bandang, maka perencanaan terhadap

penanggulangan bancana harus dipahami serta di implementasikan oleh semua

pihak, karna bencana bukan hanya urusan pemerintah melainkan urusan

semua pihak di wilayah tersebut dan secara nasional Indonesia telah

mensahkan peraturan tentang penanggulangan bencana yang di atur dalam

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 dan kemudian diikuti oleh produk

hukum turunannya, bahwa untuk malaksanakan ketentuan pasal 17 Undang-

Undang Nomo 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan bancana, di pandang

perlu menetapkan Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 Tentang Badan

Nasional Penanggulangan Bencana (PNPB) yang mempunyai tugas

memberikan

8
pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang

mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan

rekonstruksi secara adil dan setara. Kemudian pada tanggal 22 oktober 2008

dikeluar Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 46 Tahun 2008 Tentang

Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah,

tujuan dari Permendagri Nomor 46 Tahun 2008 adalah untuk tertib

administrasi dan standarisasi organisasi dan tata kerja BPBD. BPBD adalah

lembaga perangkat daerah dan mesti mengikuti tata aturan dari Kementrian

Dalam Negri. Disini perangkat daerah adalah lembaga yang membatu Kepala

Daerah dalam melakukan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Dengan demikian Pemeritah Kabupaten Luwu Utara mengeluarkan

Peraturan Dearah Kabupaten Luwu Utara Nomor 9 Tahun 2011 Tentang

Penanggulangan Bencana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Kabupaten Luwu Utara yang selanjutnya disingkat BPBD Kabupaten Luwu

Utara. Menimbang bahwa lokasi dan kondisi geografis kabupaten Luwu utara

termaksud daerah yang rawan bencana terutama bencana alam seperti gempa,

tanah longsong, banjir dan kebakaran yang dapat mengakibatkan kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dampak psikologis dan korban jiwa. Pasal 2

Peraturan Dearah Kabupaten Luwu Utara Nomor 9 Tahun 2011 tentang

Penanggulangan bencana berasaskan Kemanusiaan, keadilan, kesamaan

kedudukan dalam pemerintahan, keseimbangan, keselarasan dan keserasian,

ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup

9
dan ilmu pengetahuan teknologi dari beberapa poin tersebut jika di Tarik

kesimpulan Peraturan Daerah yang telah disahkan sangat mengacu kepada

Pancasila yang merupakan pilar ideologi negara Indonesia.

Dalam Penanggulangannya pasca becana Rehabilitasi dan Rekontruksi

merupakan langka awal setelah masyarakat terdampak bencana telah

mendapatkan pertolongan tanggap darurat. Rehabilitasi adalah perbaikan dan

pemulihan semua aspek pelayanan public, atau masyarakat sampai tingkat

yang memadai pada wilayah pasca bencana dan sasaran utama untuk

nomalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan

kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana, dan Rekontruksi adalah

pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada

wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat

dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian

sosial, budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta

masyarakat pada wilayah pasca bencana.(Lembaran, Republik, Lembaran, &

Republik, 2011).

Mengingat dampak dari terjadinya bencana banjir bandang tidaklah

sedikit, peran instansi terkait dan masyarakat sangatlah di perlukan untuk

memulihkan kembali tatanan social seperti apa yang telah ada sebelumnya,

sehinggah pada output yang timbul pasca bencana menghasilkan nilai positif

bagi masyarakat terdampak banjir, Konsep Modal Sosial menjadi ujung

tombak sebagai alternative menjembatani para tokoh masyarakat sebagai

panutan di wilayah bencana, penerapan konsep modal social harapannya


10
membawa ke

11
pada hasil yang positif untuk menjanga hubungan dalam bermsyarakat.

(Lukman, 2018)

Bencana alam banjir bandang yang melanda Luwu Utara telah

memporak-porandakan infrastruktur yang ada, tentunya membuat pemerintah

daerah harus melakukan manajemen pasca banjir bandang sebagai langka

awal pemerintah guna menjalankan kembali roda kehidupan. Pemerintah

daerah selaku peran utama khususnya OPD yang bertanggung jawab

pembangunan infrastruktur.

Rehabilitasi infrastruktur rusak yang akibatkan oleh bencana banjir

bandang sangatlah membutuhkan dana yang besar sehingga dengan hanya

mengandalkan APBD daerah tidaklah cukup untuk mengatasi semua

kerusakan infrastruktuk yang rusak, mengingat Indonesia sebagai negara

rawan bencana pemeruntah pusat sudah memperhitungkan APBN untuk

rehabilitasi infrastruktur yang rusak akibat bencana.

Membangun kembali infrastrukur yang rusak bukanlaah dana yang

sedikit, melainkan membutuhkan dana yang begitu besar. Dengan

keterbatasan anggaran untuk mengatasi permaslahan tersebut pemerintah

harus melakukan kerja sama dengan pihak swasta selaku investor, menjalin

kerjasama dengan swasta mengara pada teori kerjasama (Public Private

Partnership) merupakan sebuah skema kerjasama yang dimana di dalam

kontrak perjanjian melibatkan pihak pemerintah selaku OPD dengan pihak

swasta selaku investor.

12
Sebutan lain dari PPP (Public Private Partnership) adalah KPS

Kerjasama Pemerintah Swasta, pola kerjasama ini merupakan alternatif

pembiayaan yang telah di gunakan di berbagai negara terkhusus negara maju.

Di Indonesia sendiri PPP mulai diadaptasikan sejak tahun 2005, hal yang

melatarbelakangi di adaptasikannya PPP di Indonesia dengan pemercepat

pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan

kesejatraan masyarakat. PPP sendiri telah di atur dalam Peraturan Presiden

no.5 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah

Dengan Bandan Usaha Dalam Penyadiaan Infrastruktur. Dalam rangka

memberikan pelayanan publik pada bidang infrastruktur. Dengan kerjasama

ini merupakan harapan besar bagi pembangunan di daerah Luwu Utara.

Pembangunan hunian tetap (HUNTAP) bagi para korban terhadap para

korban banjir bandang yang telah memporak-porandakan sebahagian dari

Kabupaten Luwu Utara merupakan bentuk dari public private partnership

dimana pada pembangunan hunian tetap pemerintah melakukan kerja sama

dengan pihak swasta, dalam hal ini PT.Tataloga Lesetari sebagai investor

yang bergerak dalam meteral bagunan yang berupa gentel metal dan baja

ringan.

Keputusan Pemerintah daerah untuk menjalin kerja sama dengan PT.

Tatalogam Lestari berkaca dengan beberapa HUNTAP yang telah di bangun

di berbagai daerah yang masuk dalam kategori rawan bencana, pembangunan

HUNTAP yang di kerjakan oleh PT. Tatalogam Lestari telah tersebar di

berbagai daerah rawan bancana, diatarannya Kota Palu, Lombok dan Konawe.
13
Dengan kerja sama yang di lakukan suatu langka awal bagi

pemerintah setempat untuk memberikan pelayanan publik.mengingat Luwu

Utara Merupakan daerah yang rawan akan terjadi berbaagai bencana alam

dengan berbagai data yang sudah terkumpul sampai saat ini mitigasi bencana

merupakan tindakan yang di ambil oleh pemerintah setempat serta memetakan

lokasi yang aman untuk dijadikan pemukiman yang baru bagi para korban

terdampak bencana ataupun untuk masyarkat yang berencan untuk

membangun rumah baru (Rakhmawan, Sutaryono, & Setiowati, 2019)

Berdasarkan penjelasan di atas menyebutkan bahwa pola kerjasama atara

pemerintah dan swasta merupakan sebuah kontrak antara pihak pemerintah


dan
pihak swasta, dalam hal ini yang dimana pihak swasta mengambil alih fungsi

pemerintah dalam jangka waktu yang sudah di sepakati dan pihak swasta

bertanggungjawab atas resiko yang akan timbul pada saat pelaksanaan


kontrak.
PT.TATALOGAM LESTARI merupakan perusahaan genteng dan baja ringan

yang ada di Indonesia yang menjadi Stakeholder dalam pembangunan hunia

tetap (HUNTAP) untuk para korban bencana banjir bandang, Maka demikian,

dalam penelitian ini menggunakan teori Kerjasama (Public Private

Partnership) yang kemudian akan di selaraskan dengan Penanggulangan Pasca

Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

14
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti memiliki rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam

Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu Utara?

2. Apakah faktor penghambat dalam Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor

Dalam Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu

Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor

Dalam Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu

Utara.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam Kerjasama Pemerintah Dan

Privat Sektor Dalam Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di

Kabupaten Luwu Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Pengembangan ilmu pengetahuan

Manfaat yang pertama dalam penelitian ini adalah bagaimana penelitian

ini berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada dari sisi disiplin

ilmu pemerintahan. Peneliti berusaha menganalisis kebijakan-kebijakan

yang telah diciptakan oleh pemerintah, selain itu dalam penelitian ini

berusaha mengaktualisasi teori-teori yang didapat dikelas dengan kondisi

15
real di lapangan.

16
b. Pengembangan wawasan

Penelitian ini juga sebagai ajang bagi peneliti untuk menambah wawasan,

selain proses pembelajaran di kelas peneliti juga akan menganalisis

bagaimana kondisi real di lapangan, sehingga pada akhirnya wawasan

mengenai praktik lapangan didapatkan oleh peneliti.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil dari penelitian dapat memberi manfaat sebagai

berikut; Pertama, bagi pemerintah daerah diharapkan bisa menjadi sulusi

untuk memberikan pelayanan kepada msyarakat dalam hal ini mempercepat

pembangunan infrasutruk guna menjalankan kembali tatanan roda kehidupan

yang sebelumnya tersendak yang di akibat oleh bencana banjir bandang,

sehingga hasil dari kerja sama ini di harapkan masyarakat bisa mejalani

kehidupan seperti sedia kala.

Kedua, bagi Akademisi hasil dari penilitian ini juga diharapkan dapat

menjadi salah satu referensi, khusunya bagi para mahasiswa Jurusan Ilmu

Pemerintah Universitas Muhammadiyah Malang yang akan melakukan kajian

terhadap pelaksanaan kerjasama antar daerah, khususnya kerjasama dalam

penanggulangan pasca bencana banjir bandang.

1.5 Definisi kosenptual

Definisi konseptual memberikan gambaran secara umum atau

menyeluruh dan mengisyratkan maksud konsep atau istilah tersebut secara

konstitutif yang telah disepakati oleh banyak pihak. Berdasarkan pada judul

17
yang diangkat “Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam

Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu Utara”

dapat di ambil dari beberapa konsep yang di gunakan untuk pedoman dalam

menganalisa penelitian yang hendak di lakukan. Konsep yang digunakan

diantaranya ebagai berikut:

1.5.1. Kerjasama (Public Private Phartnership)

Wilian J. Parente dari USAID Environmental Services Program

mendefinisikan PPP (Public Private Partnership) sebagai sebuah kontrak dan

pembagian resiko antara pemerintah dan pihak investor atau swasta dalam

memberikan pelayanan kepada publik. Dalam bentuk kerjasama yang di

bangun berupa fasilitas seperti penyediaan air minum, jalan tol, energi listrik

dan sanitasi, antara pemerintah pusat maupun Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) Kota/Kabupaten dengan mitra badan usaha swasta (Dirjen Kekayaan

Negara, 2016), ini merupakan suatu bentuk kerja sama antara pemerintah

dengan pihak investor atau swasta untuk memenuhi kebutuhan hidup

masyarakat. Public private partnership (PPP) merupaka suatu mekanisme

alternatif dalam pengadaan pelayanan publik yang sudah banyak di gunakan

oleh negara-negara maju. Pada perjanjiannya public private partnership

membahas serta menentukan secara detail kewajiban yang harus di penuhi

serta tanggung jawab masing-masing mitra, yang dimana peran pemerintah

sebagai pembuat kebijakan atau peraturan dalam pembangunan dan pihak

swasta selaku investor dengan keahlian inovasi, tektnik, dan oprasional

tersebut.(Abbas, 2018).

18
Sumber pembiayaan pada kegiatan pemberian fasilitas tempat tinggal

yang layak sebagai mana yang telah termaktud dalam Pancasila sebagai

idelogi berbangsa dan bernegara serta memberikan dampak positif terhadap

publik merupakan standar dalam suatu perjanjian Kerjasama Pemerintah

dengan investor atau swasta PPP (Public Private Partnership) akan di

gunakan.

1.5.2. Penanggulangan Pasca Bencana Banjir

Penanggulangan bencana merupakan berbagai upaya kegiatan yang di

lakukan seperti kegiatan mitigasi penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi

baik itu sebelum terjadinya bencana, pada saat terjadinya bencana dan setelah

terjadinya bencana (Zahra Zafira, 2018). Yang kemudian dapat di Tarik

kesimpulan bahwa penanggulangan pasca bencana di lakukan pada saat

terjadinya suatu bencana (pas bencana) atau setelah terjadinya bencana (pasca

bencana), hal ini sangat perlu di lakukan. Penyelenggaraan penanggulangan

pasca bencana sangatlah penting di lakukan sebagaimana yang talah

dimaktubkan pada Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 pada Pasal 4 poin

a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, maka

dapat di pahami bahwa pada poin ini merupakan suatu bentuk upaya keaman

dalam kehidupan masyarakat agar terhindar dari berbagai ancama bencana

alam mengingat kondisi geografis Indoneseia yang masuk dalam kategori

rawan bencana. Kemudian pada poin c. menjamin terselenggaranya

penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan

menyeluruh.

19
Menjamin terselenggaranya penanggulangan pasca bencana mengara

pada Undang undang Nomor 24 Tahun 2007. Penanggulangan pasca bencana

dilakukan setelah terjadinya bencana. Maka pada saat terjadinya bencana

dilakukan kegiatan tanggap darurat, dan setelah kegiatan tanggap darurat di

lakukan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

1) Tanggap darurat.

Tanggap darurat merupakan uapaya yang dilakukan pada saat

terjadinya suatu bencana, bertujuan menanggulagi damapak dari

terjadinya akibat bencana, terutama pada penyelamatan korban kemudian

di evakuasi dengan melibatkan tim medis.

2) Rehabilitasi.

Rehabilitasi merupakan langka awal yang dilakukan setelah

terjadinya bencan untuk membantu para korban terdampak bencana,

sepertihalnya dengan perbaikan fasilitas umum, rumah para korban, untuk

mengembalikan kembali tatanan kehidupan dan roda perekonomian.

3) Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah program jangka menengah dan jangka Panjang

yangbertujuan untk perbaikan infrastruktur social dan ekonomi yang

bertujuan untuk mjalankan kembali roda kehidupan seperti sediakala.

20
1.5.2.1 Bencana Banjir
Peristiwa bencana banjir pada umumnya disebabkan oleh

intensitas curah hujan yang berhari-hari dengan dengan curah hujan di

atas normal, sehingga mengakibatkan pengaliran air yang begitu tinggi

dari anak sungai atau sungai sehingga tidak mampu lagi menampung

debit air yang mengakibatkan air sungai meluap hingga kedaratan

pemukiman warga. (Nurjanah, 2013). Tidak hanya di sebabkan oleh

curah hujan yang tinggi, banjir juga disebabkan oleh alam yang statis,

geografis, goementri dan topografis, serta aktifitas manusia seperti

pembukaan lahan tidak sesuai.

Banjir yang di sebabkan oleh curah hujan yang tinggi sehingga

melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari

sistem sungai yang terbentuk karna proses alam dan aliran air yang di

buat uleh manusia. Seperti kasus banjiir bandang yang terjadi pada

beberapa dearah di Luwu Utara,Sulawesi Selatan.

Pada umumnya banjir bandang yang merupakan meluapnya air

sungai dengan aliran yang begitu deras walaupun tidak begitu dalam

dapat menghanyutkan hewan,harta benda dan bahkan manusia. Aliran

air yang membawa berbagai campuran material daya rusaknya akan

semakin tinggi, bahkan mampu merobohkan bangunan dan

menghanyutkannya. Dan pada saat luapan air sudah surut semua

21
kerusakan akan nampak jelas baik itu pada tenaman, perumahan

bahkan tidak dapat di pungkiri akan timbul wabah penyakit.

1.5.3 Hunian tetap


Hunian tetap (huntap) adalah tempat tinggal yang baru bagi korban bencana

alam yang telah direlokasi ketempat yang dianggap aman dari bencana dengan

tatanan kehidupan yang baru di masyarakat yang baru juga. Hunian tetap (huntap)

juga memiliki pengartian sebagai tempat tinggal untuk para korban bencana pasca

tinggal dari hunian sementara yang bersifat permanen. Bangunan hunian tetap

berbeda dengan hunian sementara. Hunian tetap ini bangunannya bersifat permanen,

sedangkan hunian sementara bangunannya bersifat non-permanen dari sisi

materialnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa huniat tetap (huntap) adalah bagian permukaan

bumi yang dihuni manusia meliputi segala sarana dan prasarana yang menunjang

kehidupannya. Dimana hunian tetap ini memiliki kriteria seperti : rumah tangga atau

keluarga yang telah kehilangan rumah yang rusak akibat bencana alam, rumah warga

yang utuh tetapi berada di kawasan beresiko tinggi terhadap bencana alam, yang

berhak mendapat hunian tetap bantuan dana rumah (BDR) adalah kepala

keluarga yang mempunyai kepemilikan rumah yang sah walaupun memiliki lebih dari

satu rumah, maka hak yang diperoleh hanya satu huniat tetap

1.6 Definisi Operasional

1. Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam Penanggulangan Pasca

Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu Utara.

22
a. Program kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam

Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu

Utara.

b. Sosialisasi Program Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam

Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu

Utara.

c. Implementasi Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam

Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu

Utara.

d. Monitoring dan Evaluasi Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor

Dalam Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten

Luwu Utara.

2. Apakah faktor panghambat dalam Kerjasama Pemerintah Dan Privat

Sektor Dalam Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di

Kabupaten Luwu Utara?

a. Sulitnya kordinasi dalam proses penyaluran bantuan.

1.7 Metode Penelitian

Dalam peneltian ini, penelitian menggunakan metode kualitatif.

Menurut Creswell peniliti kualitatif merupakan metode-metode untuk

mengekplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individu-individu atau

kelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.

Metodologi kualitatif sendiri dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan

23
diantaranya: analisis wacana, pendekatan partisi patoris, etnografi, studi

kasus,grounded theory, naratif, fenomenologi(Creswell, 2015).

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan Penelitian deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus yang dimana penelitiannya

telah mengeksplorasi kehidupan nyata, system terbatas kontemporer (kasus)

atau beragam sistem terbatas (berbagai kasus). Melalui berbagai pengumpulan

data secara detail dan mendalam dengan cara mengamati, wawancara,

dokumen, bahan audiovisual, dan berbagai laporan.

Ciri-ciri dari penilitian studi kasus ialah dengan cara mengindentifikasi kasus

secara spesifik terlebih dahulu yang dimana bertujuan untuk memberikan

pemahaman tentang isu maupun permasalahan yang akan diteliti sehingga

nantinya penelitian yang diambil tidak hanya berfokus pada satu sumber.

Studi kasus kualitatif sendiri terdiri dari dua tipe yaitu studi kasus berdasarkan

dari analisis kasus dan studi kasus kualitatif berdasarkan ukuran batas dari

studi kasus.

Namun dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode tipe studi

kasus intrinsic yang berfokus pada studi kasus yang tidak biasa karena dalam

memahami isu-isu maupun permasalahan yang ada dilakukan dengan teliti

dan spesifik agar nantinya dalam menyeleksi kasus tersebut dapat dipahami

dengan baik dan benar. Pilihan tipe studi kasus intrinsic ini dilakukan agar

permasalahan yang terjadi pada Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor

24
Dalam Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu

Utara dapat dilihat secara spesifik dan dianalisis secara holistik.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer merupakan suatu informasi yang bisa diperoleh dari

narasumber pertama berupa hasil wawancara dan observasi di lokasi

penelitian dengan narasumber yang tepat, akurat dan bisa dapat

dipercaya(Dr. Asfi Manzalati, 2017). Karena nantinya peneliti akan

berhadapan secara langung melalui kegiatan-kegiatan seperti wawancara

dengan pihak-pihak yang terlibat langsung pada Kerjasama Pemerintah

Dan Privat Sektor Dalam Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang

Di Kabupaten Luwu Utara.

Data primer ini akan digunakan sebagai bukti bahwa penelitian telah

mendapatkan data secara langsung melalui instansi atau lembaga maupun

pihak-pihak terkait dari objek penelitian. Adapun data primer yang akan

digunakan yaitu berupa hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait

dengan Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam Penanggulangan

Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu Utara.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang bisa diperoleh dari beberapa

pihak kedua yang bisa digunakan sebagai bahan pendukung data primer.

Data yang bisa diperoleh yaitu dalam bentuk data yang sudah dikelola

25
oleh

26
lembaga, instansi atau penelitian terdahulu atau bentuk data yang sudah

jadi yang sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan. Data sekunder

dari penelitian ini berupa sumber data yang relevan dan sudah ada yaitu

berupa Undang-undang, Peraturan menteri, peraturan daerah, jurnal, buku,

Koran, dan internet sesuai dengan penelitian.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang akan memberikan informasi dalam

penelitian ini merupakan orang-orang yang memiliki informasi mengenai

Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam Penanggulangan Pasca

Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu Utara. Peneliti ini dapat

menemui dan wawancara pihak yang mengerti dan faham terkait dengan

bagaimana pola Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam

Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu

Utara. Berikut adalah subjek penelitian ini:

a. Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan.

Dalam pembangunan Hunian Tetap (HUNTAP) sebanyak 50

unit di Desa Radda, Kecematan Baebunta, Kabupaten Luwu Utara,

Dinas PRKP2 yang menghendel pembangunan Hunian Tetap,

dikarenakan dinas inilah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan

penataan lingkungan perumahan,Kawasan pemukiman dan

pembangunan serta peningkatan kualitas perumahan rakyat yang layak

27
huni. Adapun Subjek penelitian yang peneliti akan lakukan untuk

mendapatkan data ialah :

1. Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan

Pertanahan.

2. Kepala Bidang Perumahan, Dinas Perumahan Rakyat Kawasan

Pemukiman dan Pertanahan.

3. Kasi Perencanaan dan Standarisasi Perumahaan, Bidang

Perumahan, Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan

Pertanahan.

4. Juru Survey Permukiman Perumahan, Bidang Perumahan, Dinas

Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan

b. PT. TATALOGAM LESTARI Makassar, Adapun Subjek penelitian

yang peneliti akan lakukan untuk mendapatkan data ialah:

1. Direktur PT. Tatalogam Lestari .

2. Project Manager PT. Tatalogam Lestari.

3. Supervisor Staff PT. Tatalogam Lestari.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Setelah mendapatkan dokumen, metode yang dilakukan

selanjutnya adalah wawancara. Metode ini dilakukan melalui Tanya

jawab langsung dengan subjek penelitian. Wawancara memudahkan kita

dalam mendapatkan informasi langsung dari responden yang

bersangkutan untuk

28
mendapatkan informasi yang kejelasannya terjamin, peneliti melakukan

face to face interview dengan subjek penelitian. Peneliti juga akan

mengkonfirmasi dokumen yang didapatkan dengan metode wawancara

ini, sehingga akan memudahkan nantinya dalam menganilisis data. Data

hasil wawancara akan ditulis dan direkam sehingga nantinya penulis

dapat mengingat apa yang telah didapatkan dari hasil wawancara.

b. Observasi

Observasi merupakan aktivitas pengamatan dan pencatatan yang di

lakukan oleh peneliti yang bertujuan untuk memperoleh informasi terkait

dengan penelitian. Dengan begitu peneliti dapat melakukan pengamatan

seacara terstruktur dengan apa yang sudah diamati, kapan dan dimana

tempatnya. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan observasi secara

terstruktur dengan cara pelaksanaan observasi yang secara sistematis

terkait dengan Kerjasama Pemerintah Dan Privat Sektor Dalam

Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di Kabupaten Luwu

Utara.

c. Dokumentasi

a. Dokumentasi menggunakan pengumpulan data-data tertulis. Seperti

arsip-arsip atau dokumen dan bahan-bahan yang ada kaitannya dengan

objek penelitian untuk mendapatkan dokumen-dokumen atau arsip

peneliti melakukan kunjungan ke kantor Bidang Perumahan Dinas

Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan.

29
5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang prosesnya mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan bahan-bahan lainnya

yang diperoleh dari hasil wawancara dan bahan-bahan lainnya. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan 4

tahapan dalam proses analisis data(Creswell, 2015;

a. Mengolah data dan mempersiapkan data untuk analisis. Langkah ini

termasuk transkripsi wawancara, menscanning materi, mengeti data

lapangan, memilih dan menyusun data berdasarkan sumber informasi.

b. Membaca keseluruhan data dengan mereflisikan makna secara

keseluruhan dan memberikan catatan pinggir tentang gagasan umum yang

diperoleh. Data yang terkait dengan Kerjasama Pemerintah Dan Privat

Sektor Dalam Penanggulangan Pasca Bencana Banjir Bandang Di

Kabupaten Luwu Utara. Data yang diperoleh akan disimpulkan sehingga

muncul satu gagasan umum yang akan memberikan klarifikasi terhadap

topik penelitian.

c. Menetapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang,

kategori-kategori, dan tema yang akan ditulis. Data yang diperoleh akan

dipilah untuk memahami lebih isi dari data-data tersebut. Misalnya data

terkait pelaksanaan Hunian Tetap yang di bangun di lokasi Pengungsian

Panampung Radda, Baebunta Kabupaten Luwu Utara.

d. Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema ini akan ditulis dalam narasi

atau laporan kualitatif dalam penggunaan penelitian memberikan

30
gambaran

31
yang cukup dan peneliti menganalisis data dalam semua sumber misalnya

observasi, wawancara, dan dokumentasi.

6. Lokasi Penelitian

a. Penelitian ini dilaksanakan di Bidang Perumahan Dinas Perumahan

Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Jl. Simpurusiang No. 27

Kantor Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, PT

TATALOGAM

LESTARI Jl. Veteran Selatan No.145, Maricaya Sel., Kec. Mamajang, Kota

Makassar, Sulawesi Selatan 90131.

32

Anda mungkin juga menyukai