Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

BENCENA BANJIR BANDANG

KELOMPOK 2 :

Adelia Mardova (1911B0001)

Suhasni (1911B0055)

Erlina Nurul Hidayah (1911B0020)

Yayuk Anis Saputri (1911B0062)

Intan fuji lestari (1911B0028)

Jessy Osinta Saidjan (2011B1010)

Vazila Rahma aghata (1911B0059)

INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA

PRODI S1 KEPERAWATAN

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana alam yang sangat tinggi.
Salah satunya adalah bencana banjir bandang. Untuk mengurangi dampak negatif akibat
bencana ini, maka perlu direncanakan suatu sistem peringatan dini dan tindakan evakuasi
yang tepat dan terarah.Hampir seluruh negara didunia mengalami masalah banjir, tidak
terkecuali dinegara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul
sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan dikawasan banjir suatu
sungai. Peristiwa Banjir merupakan sebuah peristiwa alam yang tergenangnya daratan
oleh air. Perubahan iklim global yang tidak menentu di beberapa tahun belakangan ini
yang di dominasi oleh musim hujan di perkirakan akan mengarah ke peningkatan jumlah
tanah longsor. Kejadian tanah longsong yang mengakibatkan terbendungnya sungai atau
dapat di katakana bendungan alam sangat berpontensi memicu terjadinya bencana banjir
bandang. Selama tahun 2020 di Indonesia terjadi sebanyak 726 bencana banjir (Sania,
2020).

Berdasarkan pada artikel dapat di ketahui bahwa dari bencana banjir bandang
yang telah melandah Kabupaten Luwu Utara telah menelan banyak korban jiwa di dua
kecematan yang berbeda sebanyak 12 korban jiwa berasal dari Kecematan Masamba dan
24 korban berasal dari Kecematan Baebunta dan 2 korban jiwa bersal dari Kecematan
Malangke sehingga jumlah korban jiwa yang meninggal sebanya 38 jiwa ada sebanyak
11orang yang belum di temukan berdasarkan data laporan warga yang kehiilangan
keluarganya, sampai saat ini tim SAR masi berupaya melakukan pencarian terhadap
korban hilang dan 58 orang yang luka-luka di antaranya ada yang rawat nginap dan rawat
jalan. (Arman, 2020). Bencana banjir bandang yang terjadi di Luwu Utara bukan yang
pertama kalinya melainkan sudah banyak terjadi di beberapa daerah yang ada di
Indonesia, Seperti pada yang terjadi di Kota Bima pada akhir tahun 2016, banjir yang
melanda Kota Bima, hal ini juga di picu oleh curah hujan yang tinggi sehingga
menyebabkan air hujan tidak lagi dapat lagi menampung oleh sungai sehingga
mengakibatkan meluapnya air hingga masuk kedalampemukiman warga. Dampak dari
banjir ini mengakibatkan beberapa infrastruktur dan rumah warga rusak. (Firdaus, 2020).

Sistem peringatan dini dan evakuasi merupakan salah satu bentuk manajemen
penanganan bencana. Sistem peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat
dan tepat dalam rangka mengurangi resiko terkena bencana serta mempersiapkan
tindakan tanggap darurat. Sedangkan tindakan evakuasi merupakan suatu bentuk
perlindungan terhadap kelompok yang rentan terhadap bencana, yang secara efektif dan
efisien memerlukan kerjasama lintas sektoral dan diterapkan sesuai peraturan pemerintah
Republik Indonesia yang berlaku, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007.Solusinya adalah ketika indikasi terjadinya peningkatan masalah yang
disebabkan oleh banjir diindonesia dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang
mengalami masalah banjir sejak pelita 1 sampai sekarang.

B. Tujuan makalah

a. Bagaimana proses terjadinya banjir

b. Untuk mengetahui penyebab banjir

c. Untuk mengetahui apa tindakan yang akan dilakukan saat banjir

d. Untuk mengetahui tentang apa yang harus dilakukan agar tidak ada jatuh korban
ketika banjir

C. RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana cara menanggulangi banjir?


BAB 2

KONSEP TEORI

A. Pengertian banjir bandang

Banjir bandang adalah banjir yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung dengan
dahsyat. Banjir bandang terbentuk beberapa waktu setelah hujan lebat (dalam kisaran
waktu beberapa menit sampai beberapa jam) yang terjadi dalam waktu singkat di
sebagian daerah aliran sungai (DAS) atau alur sungai yang sempit di bagian hulu. Alur
sungai ini memiliki waktu konsentrasi (waktu tiba banjir) yang singkat, sehingga aliran
permukaan cepat terkumpul di alur sungai. Banjir bandang merupakan bencana yang
sangat berdampak pada infrastruktur dikarenakan banjir campuran dari beberapa material
bongkahan yang bervariasi seperti pasir (lumpur), bebatuan dan limbah kayu dengan
ukuran mecapai puluhan meter dan bergerak turun mengikuti gaya gravitasi dari hulu
hingga ke hilir sungai. Ketika bergerak, banjir ini menyerupai beton cair dan cenderung
mengalir sepanjang lereng bawah saluran atau lembalembah sungai. Banjir bandang
terbentuk ketika material yang tidak lagi terkonsolidasi mengakibatkat lepasnya debit air
yang tinggi. Banjir bandang merupakan peristiwa alam yang dapat mengalir ke jarak
yang sangat jauh menyusuri sungai/ lembah dan peristiwa alam ini dapat mencapai
kecepatan yang sangat tinggi hingga mencapai 85 km/ jam.(Utama & Naumar, 2015)
maka dapat di pahami bahwa banjir bandang bisa terjadi akibat ketidak seimbangan statik
antara gaya geser yang ditimbulkan oleh aliran lebih besar dari gaya geser massa batasan
sungai yang menahannya.

Bencan banjir bandang merupakan bencana hedrologi yang merupakan suatu


peristiwa atau fenomena alam yang bisa terjadi kapan saja secara tiba-tiba di daerah yang
memiliki aliran sungai. Biasanya bencana banjir bandang banyak terjadi pada musim
hujan, hal ini di karenakan dengan intensitas curah hujan yang tinggi menjadi pemicu
yang mendukung terjadinya peristiwa banjir bandang atau yang lebih di kenal dengan
bahasa suku Tae yang ada di daerah Luwu Utara dengan sebutan Lempa Magasa. Lempa
Magasa atau banjir bandang yang melanda beberapa lokasi yang teridentifikasi di enam
Kecematan, yakni Kecematan Masamba, Sabbang Baebunta, Baebunta Selatan,
Malangke, dan Malangke Barat. pada hari Senin,13 Juli 2020 di akibatkan oleh intensitas
curah hujan yang tinggi pada tiga hari sebelum terjadinya bencana banjir bandang
mengakibatkan meluapnya air yang ada di sungai Rongkong yang besar di tambah lagi
dengan longsornya tanah pada hulu sungai Rongkong yang mengakibatkan bencana
banjir pada saat itu tidak hanya air sungai melainkan berbagai campuran pasir, bebatuan,
dan batang pohon besar yang ikut terseret hingga hilir sungai. banjir besar yang terjadi
secara tiba-tiba, karena meluapnya debit yang melebihi kapasitas
banjir besar yang terjadi secara tiba-tiba, karena meluapnya debit yang melebihi
kapasitas aliran alur sungai oleh konsentrasi cepat hujan dengan intensitas tinggi serta
sering membawa aliran debris bersamanya atau runtuhnya bendung alam, yang terbentuk
dari material longsoran gelincir pada area hulu sungai.

B. Karakteristik banjir bandang

a. memiliki debit puncak yang melonjak dengan tiba-tiba dan menyurut kembali dengan
cepat.

b. memiliki volume dan kecepatan aliran yang besar.

c. memiliki kapasitas transpor aliran dan daya erosi yang sangat besar sehingga dapat
membawa material hasil erosi (kaki tebing, dasar alur sungai, bahan rombakan
bendungan alam) menuju arah hilir;

d. aliran yang membawa material debris dapat menimbulkan bencana sedimen di daerah
hilir setelah titik apex.

C. Penyebab terjadinya banjir bandang

a. Terkumpulnya curah hujan lebat yang jatuh dalam durasi waktu yang singkat pada
(sebagian) DAS alur hulu sungai, dimana kemudian volume air terkumpul dalam
waktu cepat ke dalam alur sungai sehingga menimbulkan lonjakan debit yang besar
dan mendadak melebihi kapasitas aliran alur hilirnya

b. Runtuhnya bendungan, tanggul banjir atau bendungan alam yang terjadi karena
tertimbunnya material longsoran pada alur sungai.

D. Pembentukan sistem evakuasi banjir bandang

a. Pra bencana

1. Perencanaan evakuasi

Pada awal tahap pra bencana perlu dirancang suatu perencanaan dengan
mengikuti langkah berikut:

1) Pelajari peta rawan banjir bandang;

2) Tentukan zona aman berdasarkan peta tersebut;

3) Tentukan beberapa area/tempat alternatif yang akan dijadikan sebagai pusat


evakuasi, tempat pengungsian maupun tempat perlindungan sementara dengan
memanfaatkan bangunan tertentu seperti kantor pemerintah, sekolah, rumah
ibadah, dan gedung lainnya berdasarkan keamanan, aksesibilitas, juga masalah
lingkungan lokasi;

4) Desain tempat pengungsian dengan mempertimbangkan kapasitas, ketersediaan


logistik (seperti makanan/minuman, pakaian, obat-obatan dan peralatan medis,
keperluan tidur, peralatan kebersihan, bahan bakar, dll), serta ketersediaan
fasilitas umum;

5) Tentukan jalur evakuasi yang merupakan rute tercepat dan teraman bagi
pengungsi menuju tempat pengungsian. Rute ini selayaknya berada dalam arah
melintang dari arah datangnya banjir bandang, tidak melewati jalur sungai atau
tempat dengan aliran air yang deras, layak untuk dilalui kendaraan, dan bisa
dilalui oleh orang cacat/manula/anak kecil

6) Tentukan rute alternatif selain rute utama;

7) Periksa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat pengungsian

8) Lakukan survei akan ketersediaan kendaraan yang dapat digunakan dalam


proses evakuasi (posisi kendaraan dan jumlah minimum maksimum muatan);

9) Buat peta evakuasi berdasarkan hasil survei dan desain di atas yang
menginformasikan jalur evakuasi, tempat pengungsian beserta waktu yang
dibutuhkan untuk mencapainya, jalur alternatif, lokasi-lokasi yang aman dari
bencana, dan posisi posko siaga tim evakuasi (contoh lihat pada Gambar B.6
dan B.7);

10) Lakukan latihan untuk memastikan jalur evakuasi tersebut aman dan dapat
diandalkan;

11) Sosialisasikan informasi tentang evakuasi darurat dengan cara berikut,


agar masyarakat mudah menentukan dan mencapai tempat yang aman saat
melakukan evakuasi :

 memberikan poster (contoh lihat Gambar B.8) dan leaflet kepada aparat
daerah yang wilayahnya rawan bencana banjir bandang;

 memasang peta lokasi dan jalur evakuasi di tempat umum yang mudah
dilihat semua orang (contoh dapat dilihat pada Gambar B.5);

 melalui media cetak dan elektronik;

 melalui organisasi kemasyarakatan yang ada


 dan cara lainnya.

2. Pembentukan tim evakuasi

Bentuk tim evakuasi sesuai dengan koordinasi dan fungsinya masing-masing agar
pelaksanaan evakuasi dapat berjalan dengan baik dan teratur untuk
meminimalisasi korban bencana.

3. Simulasi

Perencanaan yang telah dibuat, diuji dengan melakukan simulasi berdasarkan


kondisi bencana sesungguhnya melalui langkah berikut:

1) Buat skenario simulasi latihan tanggap darurat. Skenario ini dibuat berdasarkan
hasil identifikasi dan profil penduduk yang hendak dievakuasi (situasi
setempat), serta sesuai dengan sistem peringatan dini dan rencana evakuasi
yang akan diterapkan. Bedakan skenario sesuai dengan jenis evakuasinya
seperti evakuasi kering, basah, siang, ataupun malam, yang dimulai sejak
peringatan dini dikeluarkan, pengungsian dilakukan, hingga kondisi sudah
normal kembali. Lakukan secara berkala berdasarkan perkiraan gangguan atau
kekacauan yang mungkin timbul saat terjadi bencana;

2) Buat materi pendidikan untuk masyarakat tentang kepedulian terhadap


bencana yang mudah dimengerti dan dapat diterima/sesuai dengan adat istiadat
setempat, yaitu mencakup :

 Bagaimana mempersiapkan diri bila terjadi bencana

 Bagaimana menghadapi bencana; serta

 Bagaimana melakukan tindakan pemulihan setelah terjadinya bencana

3) Bagi target simulasi menjadi dua kelompok, yaitu :

 Masyarakat rentan bencana, diantaranya: masyarakat lanjut usia,


penyandang cacat, anak-anak atau balita, ibu hamil atau ibu menyusui;

 Masyarakat tidak rentan bencana.

4) Tentukan salah satu personil dari pimpinan daerah setempat atau instansi
terkait sebagai penanggungjawab atau kepala kegiatan simulasi yang diketahui
dan disetujui oleh pimpinan daerah setempat. Personil ini bertugas untuk
memastikan bahwa kegiatan simulasi tersebut berjalan sesuai dengan skenario;

5) Tim evakuasi berfungsi sebagai pelaksana kegiatan simulasi


6) Siapkan peralatan-peralatan simulasi yang dibutuhkan

7) Laksanakan briefing terlebih dahulu menjelang simulasi yang berisi tentang:


pembagian tugas/tim yang bertanggung jawab, penjelasan peta jalur dan lokasi
evakuasi, penjelasan skenario simulasi secara singkat, dan penjelasan lain yang
diperlukan demi kelancaran pelaksanaan simulasi;

8) Laksanakan simulasi yang berlangsung sekitar 2 jam. Semua pihak harus


mengikuti naskah simulasi dan diharapkan bereaksi sesuai skenario yang telah
dibuat.

4. Evaluasi simulasi evakuasi

Setelah kegiatan simulasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah


kegiatan evaluasi sebagai bahan perbaikan sistem. Kegiatan ini dilakukan dengan
langkah-langkah berikut:

1. Lakukan sesi diskusi untuk mengidentifikasi kelemahan sistem evakuasi


sebelumnya serta untuk mengetahui peningkatan yang dibutuhkan

2. Evaluasi hasil simulasi dengan menggunakan bantuan alat rekam audio visual
(handycam) sebagai acuan awal yang mendetail, melalui pembahasan tentang:

 kelebihan pelaksanaan simulasi evakuasi;

 kekurangan pelaksanaan simulasi evakuasi

 kendala-kendala saat pelaksanaan simulasi evakuasi

 penilaian seluruh kebijakan yang diberlakukan saat proses evakuasi;

Poin-poin evaluasi ini merujuk pada tujuan simulasi pada Bab 6.6;

3. Umumkan hasil evaluasi simulasi (hal-hal teknis, non-teknis, dll) secara


langsung di lokasi setempat dengan dihadiri oleh seluruh peserta simulasi.
Hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan
kegiatan simulasi evakuasi selanjutnya, serta memprediksi tindakan yang harus
dilakukan saat pra-bencana dan pasca bencana.

b. Saat bencana

Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses evakuasi pada
saat bencana terjadi:

1. Tim evakuasi menjalankan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing sesuai


dengan struktur tim yang telah dibuat sebelumnya
2. Menjelang evakuasi masyarakat harap mempersiapkan barang-barang bawaan
yang tidak terlalu berat atau besar, agar tidak mengganggu proses evakuasi (lihat
daftarnya pada Bab 6.5);

3. Pada saat evakuasi diharapkan untuk selalu bertindak dengan tenang dan tidak
panik

4. Kunci pintu dan jendela rumah

5. Matikan sumber api dan sumber listrik untuk mencegah kebakaran

6. Bawa barang atau surat berharga

7. Kenakan pakaian yang mudah dipakai

8. Prioritaskan masyarakat yang rentan bencana seperti orang cacat, manula, anak-
anak, serta ibu hamil atau ibu menyusui

9. Ikuti instruksi dari petugas dan jangan bertindak di luar instruksi.

c. Pasca bencana

Setelah bencana terjadi, perlu dilakukan beberapa tahapan kegiatan berikut ini:

Tahap evaluasi sistem peringatan dini dan evakuasi:

1. Lakukan evaluasi kegiatan evakuasi yang telah dilakukan meliputi hal:

 Apakah evakuasi berjalan sesuai dengan simulasi yang dilakukan sebelumnya;

 Apakah tim evakuasi sudah menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya


masingmasing dan sudah cukup memenuhi kebutuhan serta melindungi
masyarakat dari bencana yang terjadi;

 Apakah persediaan peralatan evakuasi yang disediakan sebelumnya sudah


mencukupi kebutuhan saat bencana terjadi; Perlu diperhatikan bahwa yang
menjadi tolak ukur evaluasi adalah apakah informasi dapat tersampaikan dengan
cepat atau dengan kata lain adalah apakah waktu pemberian informasi lebih awal
dibanding waktu datangnya banjir.

2. Analisa kelebihan, kekurangan, serta kendala yang ada ketika bencana terjadi.
Tahap rehabilitasi dan rekonstruksi:

Lakukan perbaikan struktur tim, proses evakuasi, peralatan dan fasilitas evakuasi, hingga

sistem peringatan dini yang telah dilaksanakan, berdasarkan hasil analisa pada tahap

sebelumnya menuju upaya mitigasi dan penanggulangan bencana yang lebih baik.

Pembuatan SOP

Tahap ini dilakukan untuk memperjelas koordinasi serta tugas dan tanggungjawab
masingmasing anggota tim peringatan dini dan evakuasi.

E. Model transportasi untuk evakuasi

Gangguan bencana seperti banjir, gempa bumi, letusan gunung, dan lainnya akan
mempengaruhi perjalanan pada jaringan. Biasanya, pemodelan kinerja jaringan dalam
kondisi terdegradasi difokuskan pada pengaturan rute lalulintas daripada pergeseran
moda dan pilihan tujuan atau pendekatan dengan pengaturan lalulintas yang melibatkan
pemilihan rute pengemudi, sehingga perilaku pemilihan rute dari pengemudi dalam
situasi tertentu mengikuti beragam keseimbangan. Namun untuk kasus evakuasi bencana,
pemilihan rute oleh pengemudi biasanya mengikuti keseimbangan pengguna yang dalam
pemodelan dikenal dengan user optimized serta keseimbangan sistem yang dikenal
dengan system optimized.

Ketika bencana melanda, semua orang yang berada pada wilayah terdampak akan
melakukan pergerakan seketika dan bersamaan dalam kepanikan yang tinggi, sehingga
jaringan jalan seringkali tak mampu memberikan pelayanan maksimal, kondisi inilah
pada akhirnya banyak menimbulkan korban jiwa. Penerapan model transportasi evakuasi
berbasis kinerja jaringan jalan sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan peran rute
evakuasi dalam melayani pengungsi. Bagaimana peran tersebut dalam proses evakuasi
selengkapnya ditampilkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa model
transportasi berperan sangat penting untuk mengoptimalkan kinerja rute yang dilewati
pengungsi ketika evakuasi. Jaringan jalan dengan kinerja paling optimal dapat ditetapkan
sebagai rute evakuasi yang tangguh untuk menghadapi bencana di masa-masa
mendatang, tentunya dengan regulasi dan aturan yang jelas pada tingkat
pengoperasiannyaMerujuk pada berbagai kasus bencana di Indonesia, misalnya bencana
tsunami Aceh dan gunung merapi Yogyakarta yang terjadi beberapa waktu lalu. Ada
banyak langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak, seperti
penetapan rute evakuasi dengan memanfaatkan jaringan jalan yang ada. Kesesuaian
model dalam perencanaan transportasi evakuasi pada beberapa kasus bencana di
Indonesia tidak terlepas dari karakteristik bencana itu sendiri serta kombinasi terhadap
beberapa kearifan lokal seperti budaya kepatuhan masyarakat terhadap pemimpin.
Menariknya, kondisi tersebut sangat menguntungkan terutama bagi pemerintah, karena
dalam proses evakuasi pengungsi dapat dengan mudah diarahkan menuju titik berkumpul
tertentu. Dalam model transportasi fenomena semacam ini disebut system optimized,
yaitu setiap pengungsi diarahkan melewati rute tertentu. Namun terkadang, pada situasi
dengan kepanikan yang tinggi, pengungsi seringkali mengambil inisiatif sendiri untuk
melakukan pergerakan tanpa memperdulikan adanya arahan atau perintah evakuasi.
Kondisi demikian dalam pemodelan transportasi disebut sebagai user optimized atau
dapat diartikan bahwa pengungsi memilih rute sendiri yang dianggap lebih cepat menuju
tempat penampungan. Dengan demikian, system optimized dan user optimized
merupakan bagian dari skenario dalam pemodelan transportasi evakuasi untuk memilih
rute paling optimal dari sisi kinerja dalam melayani pengungsi pada berbagai kasus
kebencanaan di Indonesia.

F. Konsep penanganan berbasis masyarakat

Hal-Hal yang Dilakukan Masyarakat

Beberapa langkah yang dilakukan oleh masyarakat dalam kondisi darurat adalah:

1. bersiaga (tetap waspada/berjaga) untuk mengantisipasi meningkatnya muka air;

2. berlari dengan membawa anak ke lokasi yang lebih tinggi (pengungsian) untuk
menyelamatkan diri;

3. mengemasi harta benda yang dapat dibawa (perhiasan, surat berharga, pakaian);

4. menggalakkan penghijauan; dan

5. Meninggikan halaman rumah.

Adapun masyarakat Panti melakukan

1. waspada akan adanya arus air yang lebih besar;

2. menggalakkan penghijauan dengan penanaman pohon;

3. Mengungsi ke tempat yang lebih aman bersama keluarga (termasuk anak-anak) dan
membawa makanan (minimal untuk 2 hari), pakaian dan surat-surat berharga (surat
rumah/sertifikat, ijazah dll);

4. Mengikuti pelatihan/simulasi;

5. Mempersiapkan kentongan tanda bahaya.


Sekalipun sebagian besar warga telah melakukan berbagai aktivitas dalam keadaan darurat,
namun ada sebagian kecil warga yang tidak dapat berfikir, karena panik tidak tahu apa yang
harus dilakukan terlebih dahulu.

Sementara aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam keadaan darurat adalah:

1. berjaga-jaga sambil selalu waspada;

2. Tidak menebang pohon sembarangan dan

3. melakukan penghijauan;

4. Menyelamatkan diri dan keluarga ke lokasi yang lebih aman dengan membawa
pakaian secukupnya; dan

5. ikhtiar dan berserah diri pada Tuhan (dalam doa )

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat direkomendasikan kepada masyarakat


untuk meningkatkan kesadaran pemahaman bahaya banjir bandang.

Kesadaran tersebut dapat dicapai dengan beberapa upaya seperti:

1. Sosialisasi tentang pentingnya pemahaman banjir bandang dan Satlak.

2. Melakukan watching town oleh masyarakat untuk mendapatkan peta dan tempat
pengungsian banjir bandang.
BAB 3

KESIMPULAN

Dari makalah di atas dapat disimpulkan :

1. banjir besar yang terjadi secara tiba-tiba, karena meluapnya debit yang melebihi
kapasitas aliran alur sungai oleh konsentrasi cepat hujan dengan intensitas tinggi
serta sering membawa aliran debris bersamanya atau runtuhnya bendung alam,
yang terbentuk dari material longsoran gelincir pada area hulu sungai.

2. Tahapan evaluasi ada 3, pra bencana (perencanaan evakuasi, pembentukan tim


evakuasi, simulasi evakuasi, evaluasi simulasi evakuasi), saat bencana, pasca
bencana.

3. Model transportasi evakuasi (user optimizet, sistem optimizet).

Anda mungkin juga menyukai