Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyelundupan impor narkoba marak terjadi di Indonesia, meskipun sudah ada


ketentuan hukum yang menegaskan masalah penyelundupan impor narkoba tersebut namun
hal itu tidak membuat jera para pelaku. Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia telah mencapai
tahap yang sangat mengkhawatirkan. Narkoba tidak lagi mengenal batas usia. Orang tua,
muda, remaja bahkan anak – anak ada yang menjadi penyalahguna dan pengedar gelap
Narkoba. Diperkirakan 1,5% dari total jumlah penduduk Indonesia adalah pengguna
Narkoba. Peredaran gelap Narkoba di Indonesia pun tidak kalah mengkhawatirkan. Narkoba
tidak hanya beredar di kota – kota besar di Indonesia, tetapi juga sudah merambah sampai ke
pelosok desa. Indonesia yang dahulunya merupakan Negara transit/ lalu lintas perdagangan
gelap Narkoba karena letak geografis negara Indonesia yang sangat strategis (posisi silang),
telah berudah menjadi Negara produsen Narkoba. Hal ini dapat dilihat dengan terungkapnya
beberapa laboratorium narkoba (clandenstin lab) di Indonesia. Era globalisasi yang ditandai
dengan kemajuan teknologi komunikasi, liberalisasi perdagangan serta pesatnya kemajuan
industri pariwisata telah menjadikan Indonesia sebagai Negara potensial sebagai produsen
Narkoba. Posisi Indonesia yang sudah berkembang sebagai Negara Produsen Narkoba telah
menghadapkan Indonesia pada masalahyang sangat serius. Peredaran Narkoba yang semakin
“menggila”disamping berakibat sangat buruk bagi kehidupan masyarakat, bangsa
dan Negara, pada akhirnya dapat pula menimbulkan gangguan keamanan danketertiban
Nasional.
 

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud penyelundupan impor narkoba ? 
b. Apa penyebab adanya penyelundupan impor narkoba tersebut?
c. Bagaimana cara penyelundupan impor narkoba tersebut?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian penyelundupan impor narkoba 
b. Untuk mengetahui penyebab penyelundupan impor narkoba tersebut
c. Agar mengetahui cara-cara apa saja yang digunakan dalam
usaha penyelundupan narkoba.Untuk mengetahui penyelundupan narkoba
di Indonesia
1.4 Manfaat
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi keilmuan khususnya ilmu yang
berkaitan dengan tindak pidana pnyelundupan.
b. Untuk menyampaikan bahwa tindak pidana penyelundupan sangat
merugikan proses pembangunan suatu Negara.
c. Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan penambahan wawasan
dan pengetahuan terhadap mahasiswa mengenai pidana penyelundupan.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 PENGERTIAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

A. Gambaran Umum

CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah suatu


organisasi yang keberadaannya amat essensial bagi suatu negara, demikian pula
dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah
suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting dari negara dalam melakukan
tugas dan fungsinya untuk :

 Melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya;

 Melindungi industri tertentu di dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dengan
industri sejenis dari luar negeri;

 Memberantas penyelundupan;

 Melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan


lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara;
 Memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor secara maksimal untuk
kepentingan penerimaan keuangan negara.

3
B. Peran Kebijakan Fiskal di Bidang Kepabeanan

Seperti diketahui bahwa perkembangan perdagangan internasional, baik yang


menyangkut kegiatan di bidang impor maupun ekspor akhir-akhir ini mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut diadakannya
suatu sistem dan prosedur kepabeanan yang lebih efektif dan efisien serta mampu
meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Dengan kata lain, masalah birokrasi di
bidang kepabeanan yang berbelit-belit merupakan permasalahan yang nantinya akan semakin
tidak populer.

Adanya kondisi tersebut, tentunya tidak terlepas dari pentingnya pemerintah untuk
terus melakukan berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi terutama dalam meningkatkan
pertumbuhan perekonomian nasional. Apalagi dengan adanya berbagai prakarsa bilateral,
regional, dan multilateral di bidang perdagangan yang semakin diwarnai oleh arus liberalisasi
dan globalisasi perdagangan dan investasi, sudah barang tentu permasalahan yang timbul di
bidang perdagangan akan semakin kompleks pula.

Perubahan-perubahan pada pola perdagangan internasional yang menggejala dewasa


ini pada akhirnya akan memberikan peluang yang lebih besar bagi negara maju untuk
memenangkan persaingan pasar. Disamping itu, pola perdagangan juga akan berubah pada
konteks Borderless World, atau paling tidak pada nuansa liberalisasi perdagangan dan
investasi dimana barriers atas perdagangan menjadi semakin tabu. Untuk itu, kebijaksanaan
Pemerintah dengan disahkannya UU No.10/1995 tentang Kepabeanan yang telah berlaku
secara efektif tanggal 1 April 1997, yang telah direvisi dengan UU No. 17/2006 tentang
perubahan Undang-Undang Kepabeanan, jelas merupakan langkah antisipatif yang
menyentuh dimensi strategis, substantif, dan essensial di bidang perdangangan, serta
diharapkan mampu menghadapi tantangan-tantangan di era perdagangan bebas yang sudah
diambang pintu. Pemberlakuan UU No.10/1995 tentang Kepabeanan juga telah memberikan
konsekuensi logis bagi DJBC berupa kewenangan yang semakin besar sebagai institusi.

4
Pemerintah untuk dapat memainkan perannya sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi
yang diemban, dimana kewenangan yang semakin besar ini pada dasarnya adalah keinginan
dari para pengguna jasa internasional ( termasuk dengan tidak diberlakukannya lagi
pemeriksaan pra-pengapalan atau pre-shipment inspection oleh PT. Surveyor Indonesia, dan
sepenuhnya dikembalikan kepada DJBC), yang nota bene bahwa kewenangan tersebut adalah
kewenangan Customs yang universal, serta merupakan konsekuensi logis atas keikutsertaan
Indonesia dalam meratifikasi GATT Agreement maupun AFTA, APEC, dan lain-lain.
Berbagai langkah persiapan telah dan terus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan
kerangka acuan yang diinginkan oleh ICC yang pada dasarnya mengajukan kriteria-kriteria
yang sebaiknya dimiliki oleh Customs yang sifatnya modern. Dengan beralihnya fungsi dan
misi dari Tax Collector menjadi Trade Facilitator , maka sebagai institusi global, DJBC masa
kini dan masa depan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat umum yang
bercirikan save time, save cost, sefety, dan simple. Semua ciri tersebut harus menjadi bagian
yang integral dari sistem dan prosedur kepabeanan, jika DJBC ingin berperan dalam upaya
pembangunan ekonomi secara umum dalam era persaingan yang semakin tajam, era
liberalisasi perdagangan dan investasi serta globalisasi dalam arti seluas-luasnya.

Sejalan dengan itu, semakin beragamnya sentra-sentra pelayanan baik dari segi
perlindungan terhadap Intellectual Property Rights, anti dumping, anti subsidi, self
Assessment, maka secara ringkas DJBC diharapkan dapat do more with less ( berbuat lebih
banyak dengan biaya lebih rendah ). DJBC juga dituntut untuk melakukan pelayanan yang
time sensitive, predictable, available (saat dibutuhkan ) dan adjustable. Totalitas pelayanan
ini kerangka dasarnya bersumber pada fenomena speed dan flexibility sebagai formula
penting. Hal yang terpenting adalah bagaimana mengubah visi masa lalu yang amat dominan
bahwa revenue collection dan law enforcement akan selalu mengakibatkan terhambatnya arus
barang sehingga akan menimbulkan High Cost Economy yang pada konsekuensi selanjutnya
mengakibatkan produk-produk dalam negeri tidak mampu bersaing di area perdagangan
internasional. Selain itu, perlu juga diketahui bahwa bussiness operation akan semakin
tergantung pada performance Customs dimanapun. Effisiensi usaha mereka juga tergantung
pada mutu dan kecepatan pelayanan Customs.

5
Kegagalan Bea dan Cukai dalam menekan High Cost Economy tidak saja akan
mengakibatkan kegagalan ekonomi Indonesia untuk menjerat oppotunity, mengubah
keuntungan komparatif menjadi keuntungan kompetitif, tetapi juga secara substansial dapat
mengakibatkan larinya para investor yang semula akan melakukan investasinya di Indonesia
dengan segala implikasi ekonomis negatif lainnya. Keinginan dan tuntutan dari para
pengguna jasa internasional tersebut adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi, dan sudah
menjadi kewajiban moral bagi DJBC untuk melakukan berbagai perubahan yang cukup
mendasar, baik dari segi penyempurnaan organisasi dan tatalaksana DJBC, simplifikasi dan
sekaligus transparansi sistem dan prosedur Kepabeanan, serta pengembangan kualitas sumber
daya manusia, sehingga diharapkan nantinya terdapat suatu keselarasan dengan jiwa dan
kepentingan dari UU Kepabeanan itu sendiri. Sebagai produk hukum nasional yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, maka bentuk UU Kepabeanan yang bersifat proaktif
dan antisipatif ini sangatlah sederhana namun memiliki jangkauan yang lebih luas dalam
mengantisipasi terhadap perkembangan perdagangan internasional.

Hal-hal baru berupa kemudahan di bidang kepabeanan juga diatur, seperti penerapan
sistem self Assessment, dan Post entry Audit yang merupakan back-up sistem atas sistem self
Assessment. Post audit yang tidak lain bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan dari
para pengguna jasa, ternyata juga mampu berperan ganda yaitu mengoptimalkan penerimaan
negara dan meningkatkan kelancaran arus barang. Disamping itu, untuk memberikan
alternatif kepada para pengguna jasa dalam penyerahan pemberitahuan pabean, diterapkan
pula EDI-system atau yang lebih dikenal dengan Electronic Data Interchange. Adanya
kemudahan-kemudahan di bidang kepabeanan ini juga telah menunjukkan kesungguhan
DJBC untuk benar-benar serius dalam melakukan reposisi peran dan fungsinya dalam
meningkatkan kualitas kualitas pelayanan, khususnya kepada para pengguna jasa
kepabeanan.

6
2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
A. TUGAS POKOK

Melaksanakan sebagian tugas pokok Kementerian Keuangan di bidang kepabeanan


dan cukai, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan mengamankan
kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar
Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk dan Cukai serta pungutan negara lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. FUNGSI

Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
mempunyai fungsi :

1. Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kepabeanan dan cukai, sesuai dengan


kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku ;
2. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional
kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan pengawasan atas lalu lintas barang
yang masuk atau keluar daerah pabean, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Menteri dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional
di bidang pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan lainnya yang
pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
4. Perencanaan, pembinaan dan bimbingan di bidang pemberian pelayanan, perijinan,
kemudahan, ketatalaksanaan dan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai dan


penindakan di bidang kepabeanan dan cukai serta penyidikan tindak pidana kepabeanan dan
cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7
2.3 Visi, Misi dan Strategi

VISI, MISI, STRATEGI, DAN LIMA KOMITMEN HARIAN DIREKTORAT


JENDERAL BEA DAN CUKAI

Visi

 Menjadi administrasi kepabeanan dan cukai dengan standar internasional.

Misi

 Mengamankan hak keuangan negara, memfasilitasi perdagangan, mendukung


industri dan melindungi masyarakat.

Strategi

 Profesionalisme sumber daya manusia, efisiensi dalam organisasi dan pelayanan.

 Lima Komitmen harian

1. Tingkatkan Pelayanan;
2. Tingkatkan transparansi keadilan dan konsistensi;
3. Pastikan pengguna jasa bekerja sesuai ketentuan;
4. Hentikan perdagangan ilegal;
5. Tingkatkan Integritas.

8
LOGO DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DASAR HUKUM : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI No :


52/KMK.05/1996 TANGGAL 29 JANUARI 1996

LUKISAN

 segi lima dengan gambar laut, gunung, dan angkasa di dalamnya;

 Tongkat dengan ulir berjumlah 8 di bagian bawahnya;

 Sayap yang terdiri dari 30 sayap kecil dan 10 sayap besar;

 Malai padi berjumlah 24 membentuk lingkaran.

 MAKNA

 Segi lima melambangkan negara R.I. yang berdasarkan Pancasila;

 Laut, gunung dan angkasa melambangkan Daerah Pabean Indonesia, yang


merupakan wilayah berlakunya Undang-undang Kepabeanan dan Undang-
undang Cukai;

 Tongkat melambangkan hubungan perdagangan internasional R.I. dengan


mancanegara dari/ke 8 penjuru angin;

 Sayap melambangkan Hari Keuangan R.I. 30 Oktober dan melambangkan Bea


dan Cukai sebagai unsur pelaksana tugas pokok Kementerian Keuangan di
bidang Kepabeanan dan Cukai;

 Lingkaran Malai Padi melambangkan tujuan pelaksanaan tugas Bea dan Cukai
adalah kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

9
WARNA

 Disesuaikan dengan warna dasar dan penggunaanya.

A. EKSPOR

Pemberitahuan pabean ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka
melaksanakan kewajiban kepabeanan dibidang ekspor dalam bentuk tulisan di atas formulir
atau data elektronik

Dasar Hukum

 Undang-undang No.17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No.10 Tahun


1995 tentang Kepabeanan

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan


Kepabeanan di Bidang Ekspor
 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 jo. P-06/BC/2009
jo. P-30/BC/2009 jo. P-27/BC/2010 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang
Ekspor
 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-41/BC/2008  tentang
Pemberitahuan Pabean Ekspor

Pengertian Ekspor

 Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.


 Barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah pabean.
 Eksportir adalah orang yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah
pabean.
 Pemberitahuan pabean ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka
melaksanakan kewajiban kepabeanan dibidang ekspor dalam bentuk tulisan di atas
formulir atau data elektronik. Bentuk dan isi pemberitahuan pabean ekspor ditetapkan
oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Bea dan Cuka

10
 Nota Pelayanan Ekspor yang selanjutnya disingkat dengan NPE adalah nota yang
diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Sistem Komputer
Pelayanan atas PEB yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang
akan diekspor ke Kawasan Pabean dan/atau pemuatannya ke sarana pengangkut.
 Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
 Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut,
bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang
sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 Prosedur Kepabeanan Ekspor

 Eksportir wajib memberitahukan barang yang akan diekspor ke kantor pabean


pemuatan dengan menggunakan PEB disertai Dokumen Pelengkap Pabean.
 PEB disampaikan paling cepat 7 hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling
lambat sebelum barang ekspor masuk Kawasan Pabean.
 Dokumen PelengkapPabean:
o Invoice dan Packing List.
o Bukti Bayar PNBP.
o Bukti Bayar Bea Keluar (dalam hal barang ekspor dikenai Bea Keluar)
o < Dokumen dari intansi teknis terkait (dalam hal barang ekspor terkena
ketentuan larangan dan/atau pembatasan).
 Penyampaian PEB dapat dilakukan oleh eksportir atau dikuasakan kepada Pengusaha
Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).
 Pada Kantor Pabean yang sudah menerapkan sistem PDE (Pertukaran Data
Elektronik) kepabeanan, eksportir/PPJK wajib menyampaikan PEB dengan
menggunakan sistem PDE Kepabeanan.

11
Sanksi

 Mengekspor tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean dipidana penjara paling


singkat 1 tahun paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh juta
rupiah paling banyak lima miliar rupiah.
 Menyampaikan pemberitahuan pabean yang tidak benar, palsu atau dipalsukan
dipidana penjara paling singkat 2 tahun paling lama 8 tahun dan pidana denda paling
sedikit seratus juta rupiah paling banyak lima miliar rupiah.
 Tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan pembatalan ekspornya dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar lima juta rupiah.
 Salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dikenai sanksi administrasi
berupa denda paling sedikit 100% dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurang
dibayar dan paling banyak1.000% dari pungutan negara di bidang ekspor yang kurang
dibayar.

B. IMPOR

Dasar Hukum

 UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan


UU Nomor 17 Tahun 2006;
 Kep. Menkeu No. 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang
Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Kep. Menkeu No.
112/KMK.04/2003;
 Kep. DJBC No. KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana
Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan DJBC No. P-42/BC/2008.

12
Kepabeanan

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-
lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean serta pemungutan bea masuk dan bea
keluar. 

Impor

Kegiatan memasukan barang ke dalam Daerah Pabean.

Daerah Pabean

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif
dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. Barang yang
dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai BARANG IMPOR dan terutang
Bea Masuk.

Kawasan Pabean

Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di di pelabuhan


laut,Bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya
berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Impor untuk di pakai :

 Memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai; atau
 Memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang
yang berdomisili di Indonesia.

Syarat Pengeluaran barang Impor untuk dipakai setelah diserahkan :

 Pemberitahuan Pabean dan dilunasi Bea Masuk dan PDRI;


 Pemberitahuan pabean dan Jaminan; atau
 Dokumen pelengkap pabean dan jaminan.

13
Penjaluran

 JALUR MERAH, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang


Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik, dan dilakukan penelitian dokumen
sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
 JALUR HIJAU, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang
Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen
setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
 JALUR KUNING, adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang
Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen
sebelum penerbitan SPPB;
 JALUR MITA Non-Prioritas;
 JALUR MITA Prioritas.

 Kriteria jalur Merah :

 Importir baru;
 Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi (high risk importir);
 Barang impor sementara;
 Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II;
 Barang re-impor;
 Terkena pemeriksaan acak;
 Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
 Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari
negara yang berisiko tinggi.

Kriteria jalur Hijau :

 Importir dan importasi yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana dimaksud
dalam kriteria jalur merah

14
 Kriteria jalur Prioritas :

 Importir yang ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas

 Pemeriksaan Pabean :

 Jalur Merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang;


 Jalur Hijau hanya dilakukan penelitian dokumen;
 Jalur Prioritas tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean sebagaimana yang dilakukan
terhadap jalur merah atau hijau.

 Pemeriksaan Fisik :

 Pemeriksaan Biasa
o P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang Impor
 Pemeriksaan dengan alat Hi-co scan X-ray
o KEP 97/BC/2003
 Penegasan DJBC (terlampir)
 Pemeriksaan di lapangan/gudang  importir
o P-07/BC/2007 tentang Pemeriksaan Fisik barang Impor

Pemeriksaan Fisik Barang

 terdapat 4 tingkatan pemeriksaan fisik :


o Mendalam – barang diperiksa 100%
o Sedang – barang diperiksa 30 %
o Rendah – barang diperiksa 10%
o Sangat rendah – barang diperiksa di gudang importir (importir jalur prioritas)
 pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeiksa barang secara merata  sesuai dengan %
pemeriksaan terhadap keseluruhan barang.  

15
Pembayaran

 Pembayaran Biasa :

 semua pembayaran dilakukan di Bank  Devisa Persepsi


 Pembayaran di Bea dan Cukai hanya diperbolehkan dalam hal
o Tidak terdapat bank devisa persepsi
o Untuk barang impor  awak sarana  pengangkut, pelintas batas dan barang
penumpang.

Pemberitahuan Pabean

 PEMBERITAHUAN IMPOR BARANG (PIB), dibuat dengan MODUL


IMPORTIR/PPJK
 DOKUMEN PELENGKAP PABEAN :
o Invoice
o Packing List
o Bill of Lading/ Airway bill
o Polis asuransi
o Bukti Bayar BM dan PDRI  (SSPCP)
o Surat Kuasa , Jika Pemberitahu PPJK

 Perijinan / Tata Niaga

 Jenis
o Melekat kepada subjek (importir), misalnya NPIK
o Melekat kepada objek (barang) misalnya ijin ML (makanan luar) dari BPOM
 Prinsip umum : Perijinan harus ada pada saat importir mengajukan PIB
 Untuk Jalur Prioritas, karena tidak dilakukan pemeriksaan dokumen dan fisik didepan,
maka ijin dianggap telah dipenuhi.

16
C. KIRIMAN DAN PAKET

Barang kiriman dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50,00 (lima puluh US
Dollar) untuk setiap orang per kiriman, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut
pajak dalam rangka impor.

Ketentuan Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Dalam Rangka Impor

 Barang kiriman dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50,00 (lima puluh US
Dollar) untuk setiap orang per kiriman, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak
dipungut pajak dalam rangka impor;

 Dalam hal pabean melebihi batas pembebasan bea masuk, maka barang kiriman
dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan dasar nilai pabean penuh
dikurangi dengan nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk.

Tatacara Pengeluaran Barang Kiriman POS dan PJT

 Atas barang kiriman pos wajib diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai dikantor
Pabean dan hanya dapat dikeluarkan dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai;

 Impor barang kiriman dilakukan melalui pos atau PJT dan dilakukan pemeriksaan
pabean yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat
Bea dan Cukai;

 Pemeriksaan fisik barang disaksikan oleh petugas pos atau petugas PJT;

 Barang kiriman melalui pos yang telah ditetapkan tarif dan nilai pabeannya
diserahkan kepada penerima barang kiriman melalui pos setelah bea masuk dan pajak
dalam rangka impor dilunas;

17
 Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean serta menghitung bea masuk
dan pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi atas barang kiriman melalui pos
dan PJT;

 Penetapan tarif didasarkan pada tarif bea masuk dari jenis barang yang bersangkutan,
apabila barang impor lebih dari 3 jenis barang, pejabat bea dan cukai menetapkan
hanya satu tarif bea masuk berdasarkan tarif barang tertinggi.

D. BARANG PENUMPANG

Barang pribadi penumpang adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang melintasi
perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tidak termasuk barang
yang dibawa awak sarana pengangkut atau pelintas batas.

Pengertian

 Barang pribadi penumpang  adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang
melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tidak
termasuk barang yang dibawa awak sarana pengangkut atau pelintas batas.

 Barang pribadi penumpang yang tiba sebelum atau setelah kedatangan penumpang,
dapat dibuktikan kepemilikannya dengan menggunakan paspor dan boarding pass
yang bersangkutan.

 Barang awak sarana pengangkut adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang
karena sifat dan pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang
bersama sarana pengangkutnya.

 Customs Declaration (CD) adalah pemberitahuan pabean atas barang impor yang
dibawa penumpang atau awak sarana pengangkut.

18
Pembebasan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor serta Pembebasan Cukai
diberikan terhadap :

 Barang pribadi penumpang yang nilai pabeannya tidak melebihi FOB USD 250.00
untuk setiap orang atau FOB USD 1.000.00 untuk setiap keluarga.

 Barang pribadi penumpang dewasa yang merupakan barang kena cukai paling banyak
200 batang sigaret, 25 batang cerutu atau 100 gram tembakau iris dan 1 liter minuman
mengandung etil alkohol.

 Barang awak sarana pengangkut yang nilai pabeannya tidak melebihi FOB USD
50.00 untuk setiap kedatangan.

 Barang awak sarana pengangkut yang merupakan barang kena cukai dengan jumlah
paling banyak 40 batang sigaret, 10 batang cerutu atau 40 gram tembakau iris dan 350
mililiter minuman mengandung etil alkohol.

Tatacara Pengeluaran Barang Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut

 Atas nama barang pribadi penumpang yang tiba bersama penumpang  wajib
diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai dengan menggunakan  CD.

 CD  wajib diisi dengan lengkap dan benar dan pemberitahuan dapat dilakukan secara
lisan pada tempat-tempat  tertentu yang ditentukan Direktur  Jenderal Bea dan Cukai. 

Penumpang atau awak sarana pengangkut dapat memilih mengeluarkan barang


impor melalui :

a. Jalur MERAH, dalam hal Penumpang Membawa Barang Impor :

 Dengan nilai pabean melebihi batas pembebasan bea masuk yang diberikan dan / atau
barang kena cukai melebihi ketentuan pembebasan cukai.

 Berupa hewan, ikan , dan tumbuhan termasuk produk yang berasal dari hewan, ikan
dan tumbuhan.

19
 Berupa narkotika, psikotropika, obat -  obatan, senjata api, senjata angin, senjata
tajam , amunisi, bahan peledak, benda / publikasi pornografi.

 Berupa film sinematografi, pita video berisi rekaman, video laser disc atau piringan hitam.

 Berupa uang dalam Rupiah atau dalam mata uang asing senilai Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) atau lebih.

b. Jalur HIJAU, dalam hal Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut Tidak
Membawa Barang Impor sebagaimana dimaksud pada huruf (a), setelah menerima
pemberitahuan tersebut, Pejabat Bea dan Cukai :

 Memberikan persetujuan pengeluaran barang dalam hal penumpang melalui jalur


hijau, atau Melakukan pemeriksaan fisik, dalam hal penumpang melalui jalur merah.

 Dalam hal terdapat kecurigaan, pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan.

 Pemeriksaan terdapat barang bawaan penumpang atau barang bawaan awak sarana
pengangkut yang dikeluarkan melalui jalur hijau.

2.4 CUKAI

Dasar Hukum

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor  11 Tahun 1995 tentang Cukai  sebagai


mana telah diubah  dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor  11 Tahun
1995 tentang Cukai;
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil
Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, Dan Konsentrat Yang
Mengandung Etil Alkohol;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau;

20
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
5. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-43/BC/2009 tentang Tata Cara
Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau;
6. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P - 22/BC/2010 tentang Tata Cara
Pemungutan Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat
Mengandung Etil Alkohol.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai :

Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari:

a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan
proses pembuatannya;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak
mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat
yang mengandung etil alkohol;
c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil
pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak
bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.

Barang Kena Cukai

 Barang kena cukai adalag barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik, yang :

1. konsumsinya perlu dikendalikan.


2. peredarannya perlu diawasi.
3. pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan
hidup.
4. atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan
keseimbangan.

  21
 Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas
sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang
kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan
hasil tembakau. Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai.

22
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.011/2010 TENTANG
TARIF CUKAI ETIL ALKOHOL,      MINUMAN     YANG MENGANDUNG
ETIL ALKOHOL,    DAN   KONSENTRAT   YANG MENGANDUNG ETIL
ALKOHOL

 
I ETIL ALKOHOL ATAU ETANOL.

TARIF CUKAI (PER LITER)


KADAR ETIL
GOLONGAN PRODUKSI
ALKOHOL IMPOR
DALAM NEGERI
Dari semua jenis etil alkohol, kadar, dan
Rp 20.000,00 Rp 20.000,00
golongan

 
II MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL.

TARIF CUKAI (PER LITER)


KADAR ETIL
GOLONGAN PRODUKSI
ALKOHOL IMPOR
DALAM NEGERI
A Sampai dengan 5 % Rp 11.000,00 Rp 11.000,00
Lebih dari 5 %
B Rp 40.000,00 Rp 40.000,00
sampai dengan 20 %
C Lebih dari 20 % Rp 75.000,00 Rp 130.000,00

 
II KONSENTRAT YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL.
I

TARIF CUKAI (PER LITER)


KADAR ETIL
GOLONGAN PRODUKSI
ALKOHOL IMPOR
DALAM NEGERI
Dari semua jenis konsentrat, kadar, dan
golongan, sebagai bahan baku atau bahan
Rp 100.000,00 Rp 100.000,00
penolong dalam pembuatan Minuman Yang
Mengandung Etil Alkohol
23

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 190/PMK.011/2010   TENTANG 


PERUBAHAN KEDUA ATAS  PERATURAN       MENTERI KEUANGAN N0MOR      
181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU
BATASAN HARGA JUAL ECERAN DAN TARIF CUKAI PER BATANG ATAU GRAM
HASIL TEMBAKAU BUATAN DALAM NEGERI

Golongan pengusaha pabrik


hasil Tarif cukai per
No. Batasan harga jual eceran
tembakau batang atau
Urut per batang atau gram
gram
Jenis Golongan

Lebih dari Rp 660 Rp   325


Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp Rp   315
I 660
Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp   295
Rp 630
1. SKM
Lebih dari Rp 430 Rp   245
Lebih dari Rp 380 sampai dengan Rp Rp   210
II 430
Paling rendah Rp 374 sampai dengan RP   170
Rp 380
Lebih dari Rp 600 Rp   325
Lebih dari Rp 450 sampai dengan Rp Rp   295
I 600
Paling rendah Rp 375 sampai dengan Rp   245
Rp 450
2. SPM
Lebih dari Rp 300 Rp   215
Lebih dari Rp 254 sampai dengan Rp Rp   175
II 300
Paling rendah Rp 217 sampai dengan RP   110
Rp 254
3. SKT atau SPT Lebih dari Rp 590 Rp   235
Lebih dari Rp 550 sampai dengan Rp Rp   180
I 590
Paling rendah Rp 520 sampai dengan Rp   155
Rp 550
II Lebih dari Rp 379 Rp   110
Lebih dari Rp 349 sampai dengan Rp Rp   100
379
Paling rendah Rp 336 sampai dengan RP     90
Rp 349
III Paling rendah Rp 234 RP     65
Lebih dari Rp 660 Rp   325
Lebih dari Rp 630 sampai dengan Rp Rp   315
I 660
Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp   295
SKTF atau Rp 630
4.
SPTF Lebih dari Rp 430 Rp   245
Lebih dari Rp 380 sampai dengan Rp Rp   210
II 430
Paling rendah Rp 374 sampai dengan RP   170
Rp 380
Lebih dari Rp 250 Rp     21
Lebih dari Rp 149 sampai dengan Rp Rp     19
Tanpa
5. TIS 250
Golongan
Paling rendah Rp 40 sampai dengan Rp Rp       5
149
Lebih dari Rp 250 Rp     25
Tanpa
6. KLB Paling rendah Rp 180 sampai dengan Rp     18
Golongan
Rp 250
7. KLM Tanpa Paling rendah Rp 180 Rp     17
Golongan
Lebih dari Rp 100.000 Rp 100.000
Lebih dari Rp 50.000 sampai dengan Rp   20.000
Rp 100.000
Lebih dari Rp 20.000 sampai dengan Rp   10.000
Tanpa
8. CRT Rp 50.000
Golongan
Lebih dari Rp 5.000 sampai dengan Rp Rp     1.200
20.000
Paling rendah Rp 275 sampai dengan Rp      250
Rp 5.000
9. HPTL Tanpa Paling rendah Rp 275 Rp      100
Golongan
25

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktu dan harapan yang telah
ditentukan. Makalah ini berjudul “HIGH COST(biaya tinggi yang berada di dalam Beacukai)
“ dan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami
membuka diri untuk menerima saran, kritik dan masukan yang konstruktif demi
kesempurnaan tugas yang akan datang.

Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca,
pihak Universitas pada umumnya demi menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
dalam rangka menambah khasanah budaya nasional kita.

Surakarta,18 mai 2016


i

BAB III
SETUDI KASUS

Penyelundupan Narkotika Senilai Rp8 Miliar Digagalkan

Jumat, 01 November 2013 15:58 WIB | Daerah | Dibaca 226 kali

Oleh: Achmad Irfan

Tangerang (AntaraBanten) - Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten,


berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu senilai Rp8 miliar lebih dari
empat kasus. "Tiga kasus terungkap dalam satu hari dan satu kasus terungkap satu pekan
berikutnya dengan nilai estimasi narkotika Rp8 miliar lebih," kata Plh Kantor Bea Cukai
Soekarno - Hatta, Purwidi di Tangerang, Jumat.

Ia mengatakan tiga kasus yang terjadi pada hari Jumat (18/10) satu kasus pada Jumat
(25/10), berhasil diamankan sembilan orang tersangka yang merupakan Warga Negara
Indonesia dan Asing dengan total narkotika jenis sabu sebanyak 6.184 gram. Modus
penyelundupan narkotika yang dilakukan pelaku yakni dengan disembunyikan di dalam
dinding koper, alas sepatu dan saku jaket pakaian. Paket narkotika tersebut dibawa pelaku
dari negara Hongkong, Filipina dan Peking. Pelaku yang diamankan juga ada empat orang
wanita. "Ada yang bekerja sebagai TKI hingga pekerja salon," ujarnya.

Purwidi merincikan, kasus pertama dengan pelaku WN China berinisial LC (28


tahun), diperoleh 2.070 gram sabu senilai RP2,7 Miliar lebih yang disembunyikan di dalam
dinding koper. Kasus kedua, dengan pelaku WNI berinisial AJ (31 tahun) diperoleh sabu
seberat 106 gram atau RP143 juta yang disembunyikan di dalam tas sepatu. Kasus ketiga,
dengan tersangka WNI berinisial IT (32 tahun), B (39 tahun) dan ID (31 tahun) diperoleh
sabu dengan berat 2.236 gram atau RP 3 Miliar lebih yang disembunyikan di dalam saku
jaket. Kasus keempat, dengan tersangka tiga WNI berinisial DHS (39 tahun), CI (34 tahun)
dan A serta WN Nigeria berinisial E. Dari keempat tersangka diperoleh 1.772 gram sabu
dengan nilai RP2,2 Miliar yang disembunyikan di dalam dinding koper.
26

Untuk kasus pertama dan ketiga, tersangka berikut barang bukti diserahkan kepada
Polres Bandara Soekarno - Hatta. Sedangkan kasus kedua dan keempat, diserahkan ke
penyidik BNN.
"Kita masih lakukan pengembangan terhadap ungkapan penyelundupan narkotika ini. Sebab,
masih ada tersangka lainnya," kata Humas BNN, Surya Sumirat.
Sesuai UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika sesuai pasal 113 ayat 1 dan 2 maka
pelaku dijerat dengan ancaman pidana 15 tahun dan dengan RP10 Miliar. Karena barang
bukti melebihi lima gram maka dipidana seumur hidup dan dengan RP10 Miliar ditambah
1/3.
27

PENUTUPAN

Kesimpulan
Kesimpulan Pemeriksa Barang merupakan salah satu unit kerja yang sangat penting yang
diharapkan dapat menjadi ujung tombak peningkatan kinerja organisasi DJBC. Target dari
kegiatan KKL iniagar mahasiswa Prodip 1 Bea Cukai nanatinya dapat menjadi pemeriksa
barang guna mendukung pelaksanaan tugas Pejabat Pemeriksa Dokumen dalam memutuskan
klasifikasi barang dan penetapan nilai pabean.

Saran
 
Saran Integritas mungkin adalah salah satu hal yang paling penting dalam melakukan
pemeriksaan fisik. Sebagai pejabat pemeriksa barang mungkin akan dihadapkan pada
hambatan-hambatan yang bisa jadi mempengaruhi nilai pabean. Seperti halnya suap yang
dilakukan importir ataupun eksportir ataupun ppjk. Maka dari itu, peningkatan integritas yang
di sertai dengan kompetensi sangat penting untuk dimiliki oleh pejabat pemeriksa barang.
28

Tugas untuk memenuhi syarat menambah


nilai Perpajakan

Biaya tinggi yang ada di dalam Beacukai


(High Cost)

Oleh :

Nama : Yunita May Linda

Nim : 2013201218

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ADI UNGGUL BIRAWA


(STIE AUB ) SURAKARTA

2015

Anda mungkin juga menyukai