Anda di halaman 1dari 15

NAMA: DESTINA

KELAS: A PERDATA SEMESTER 6

NPM: 41151010200137

MATKUL: HUKUM PERDAGANGAN ELEKTRONIK

TUGAS 1

Perkembangan transaksi perdagangan elektronik meningkat dari


tahun ke tahun, dan hal ini berperan dalam peningkatan perekonomian di
Indonesia, dimana pangsa pasarnya sangat besar, namun peningkatan jumlah
transaksi melalui e-commerce ini juga diikuti dengan nilai import yang
meningkat sangat besar, sehingga banyak produk luar yang masuk dan membanjiri
pasar Indonesia, sehingga produk dalam negeri termasuk produk UMKM menjadi
sulit bersaing, hal ini tidak pernah berubah seperti kondisi pada era
perdagangan konvesional, dimana sedikit sekali regulasi yang bisa membantu atau
menguatkan industri dalam negeri. Contohnya kebijakan transfer of technology
tidak pernah dijalankan dengan serius di Indonesia, sehingga produk dari luar
negeri selalu menguasai pasar perdagangan di Indonesia, Berikan pendapat dan
analisis saudara mengenai regulasi hukum yang sebaiknya dilakukan oleh
pemerintah dalam melindungi pelaku perdagangan dalam negeri.

JAWABAN

regulasi hukum yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah dalam melindungi pelaku
perdagangan dalam negeri yaitu menjalankan kebijakan proteksi, yaitu kebijakan pemerintah
untuk melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant industry), dan melindungi
perusahaan baru dari perusahaan-perusahaan besar yang semen-mena dengan kelebihan yang
ia miliki, selain itu persaingan-persaingan barang-barang impor.

Tujuan dari kebijakan ini adalah:

 Memaksimalkan produksi dalam negri.


 Memperluas lapangan kerja
 Memelihara tradisional
 Menghindari resiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu
komoditi andalan
 Menjaga stabilitas nasional , dan tidak menggantungkan diri pada negara lain

Kebijakan proteksi meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Tarif
Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang dagangan yang melintasi
daerah pabean (cutom area). Sementara itu, barang-barang yang masuk ke wilayah
negara dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga
barang. Dengan pengenaan bea masuk yang besar, mempunyai maksud memproteksi
industri dalam negri sehingga meningkatkan pendapatan negara dan juga membatasi
permintaan konsumen terhadap produk-produk impor dan mendorong konsumen
menggunakan produk domestic.
Macam-macam penentuan tarif, yaitu:
 Bea Ekspor (export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang
yang diangkut menuju negara lain (di luar costum area).
 Bea Transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-
barang yang melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang
tersebut negara lain.
 Bea Impor (import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-
barang yang masuk dalam suatu negara (tom area).
2) Kuota
Kuota adalah kebijakan pemerintah untuk membatasi jumlah barang yang
diperdagangkan. Ada tiga macam kuota, yaitu kuota impor, kuota produksi, dan kuota
ekspor. Kuota impor adalah pembatasan dalam jumlah barang yang diimpor, kuota
produksi adalah pembatasan dalam jumlah barang yang diproduksi, dan kuota ekspor
adalah pembatasan jumlah barang yang diekspor.
Tujuan diberlakukannya kuota impor di antaranya:
 Mencegah barang-barang yang penting berada di luar negri,
 Menjamin tersedianya barang-barang di dalam negeri dalam proporsi yang
cukup.
 Mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga guna mencapai
stabilitas harga di dalam negeri.
3) Dumping
Dumping adalah kebijakan pemerintah untuk menjual barang di luar negeri dengan
harga yang lebih rendah dari dalam negeri atau bahkan di bawah biaya produksi.
Kebijakan dumping dapat meningkatkan volume perdagangan dan menguntungkan
negara pengimpor, terutama menguntungkan konsumen mereka. Namun, negara
pengimpor kadang mempunyai industri yang sejenis sehingga persaingan dari luar
negeri ini dapat mendorong pemerintah negara pengimpor memberlakukan kebijakan
antidumping (dengan tarif impor yang lebih tinggi), atau sering disebut counterveiling
duties. Hal ini dilakukan untuk menetralisir dampak subsidi ekspor yang diberikan oleh
negara lain. Predatory dumping dilakukan dengan tujuan untuk mematikan persaingan
di luar negeri. Setelah persaingan di luar negeri mati maka harga di luar negeri akan
dinaikkan untuk menutup kerugian sewaktu melakukan predatory dumping.
Syarat yang harus dipenuhi dalam kebijakan dumping yaitu:
 Kekuatan monopoli di dalam negeri lebih besar daripada luar negeri, sehingga
kurva permintaan di dalam negeri lebih inelastis dibanding kurva permintaan di
luar negeri.
 Terdapat hambatan yang cukup kuat sehingga konsumen dalam negeri tidak
dapat membeli barang dari luar negeri.
4) Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah yang diberikan untuk menurunkan biaya produksi
barang domestik, sehingga diharapkan harga jual produk dapat lebih murah dan dapat
bersaing dengan barang impor. Tujuan dari subsidi ekspor adalah untuk mendorong
jumlah ekspor, karena eksportir dapat menawarkan harga yang lebih rendah. Namun
tindakan ini dianggap sebagai persaingan yang tidak jujur dan dapat menjurus ke arah
perang subsidi.
5) Larangan Impor
Larangan impor adalah kebijakan pemerintah dimaksudkan untuk melarang masuknya
produk-produk asing ke dalam pasar domestik. Dengan tujuan untuk melindungi
produksi dalam negri.

Faktor - faktor yang mendorong proteksi

Dalam perdagangan luar negeri konsep proteksi berarti usaha-usaha pemerintah yang
membatasi atau mengurangi jumlah barang yang diimpor dari Negara-negara lain dengan
tujuan untuk mencapai beberapa tujuan tertentu yang penting artinya dalam pembangunan
Negara dan kemakmuran perekonomian negara.

Ada beberapa tujuan penting dari proteksi:

 Mengatasi masalah deflasi dan pengangguran


 Mendorong perkembangan industri baru Mendiversifikasikan perekonomian
 Menghindari kemerosotan industry-industri tertentu
 Memperbaiki neraca pembayaran
 Menghindari neraca pembayaran
 Menghindari dumping
 Menambah pendapatan pemerintah.

Tujuan kebijakan proteksi adalah:

Memaksimalkan produksi dalam negri, Memperluas lapangan kerja, Memelihara tradisional,


Menghindari resiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu komoditi
andalan, Menjaga stabilitas nasional dan tidak menggantungkan diri pada negara lain.

Konsep dan Praktik Proteksi:

Proteksi meliputi tarif dan nontarif melalui tarif bea masuk, digolongkan atas dua jenis, yakni
tarif nominal dan tarif efektif. Tarif nominal dinyatakan beberapa % dari nilai impor (fob),
sedangkan tarif efektif dihitung dengan mengetahui lebih dulu nilai tambah suatu komoditi,
yang dapat diciptakan di dalam negeri dan nilai tambah komoditi itu di pasar internasional.
Kemudian, dihitung persentase.
TUGAS 2

PERMASALAHAN HUKUM DALAM KONTRAK


DIGITAL DI INDONESIA

Nama: destina

Npm: 41151010200137

Kelas: A perdata semester 6

Matkul: hukum perdagangan elektronik

Universitas Langlangbuana

2023
Kata Pengantar

Assalamualaikum wr. wb
Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas karunia-Nya
berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah bertema
Keamanan Dilingkungan Masyarakat. Tidak lupa shawalat serta salam tercurahkan bagi
Baginda Agung Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita nantikan kelak.

Makalah berjudul “Permasalahan Hukum Dalam Kontrak Digital Di Indonesia” Isi makalah
ini membahas tentsng bagaimana permasalan hukum dalam kontrak digital. Adapun penulisan
makalah bertema Keamanan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Perdagangan Elektronik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelesaian makalah. Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca sekaligus menumbuhkan rasa peduli terhadap keamanan di lingkungan sekitar.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah.

Wassalamualaikum wr. wb
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan internet yang sangat pesat menyebabkan terbentuknya sebuah
arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Di sini setiap individu memiliki hak
dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa batasan apa pun
yang menghalanginya. Inilah globalisasi yang pada dasarnya telah terlaksana di dunia
maya, yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang sering
menggunakan internet dalam aktivitas setiap hari. Perkembangan tersebut berakibat
juga pada aspek sosial, di mana cara berhubungan antar manusia pun ikut berubah.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kegiatan perdagangan juga
mengalami perkembangan dari masa ke masa, baik terhadap komoditi yang
diperdagangkan maupun mekanisme perdagangan itu sendiri. Perdagangan jenis
komoditi yang diperdagangkan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kebutuhan
hidup manusia yang semakin kompleks dan beragam serta kemajuan teknolologi yang
terus berkembang pesat. Dengan adanya perkembangan teknologi dalam bidang
perdagangan, muncul yang dinamakan dengan perdagangan elektronik. Di mana para
pihak antara penjual dengan pembeli tidak lagi bertatap muka, melainkan hanya melalui
medium internet yaitu world wide web, jaringan umum dengan sistem terbuka. Di
sinilah lahirnya kontrak elektronik atau e-contract.
Kontrak elektronik merupakan salah satu bentuk kontrak baru yang
mendapatkan perlindungan secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (yang selanjutnya disebut UU ITE),
khususnya melalui Pasal 1 angka 17, kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak
yang dibuat melalui sistem elektronik. Sedangkan sistem elektronik itu sendiri adalah
serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan atau menyebarkan informasi elektronik. Hal ini diatur dalam Pasal 1
angka 5 UU ITE.
B. Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu luas, penyusun perlu membatasi pembahasan
dalam makalah ini. Pembatasan yang penyusun terapkan yaitu hanya membahas
permasalahan hukum dalam kontrak digital jika di kaitkan dengan ketentuan kontrak
yang termuat dalam Pasal 1320 KUH perdata dan ketentuan lainnya.
C. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kontrak digital?
2. Apa Permasalahan hukum dalam kontrak digital di Indonesis?
3. Apa Hubungan kontrak digital dengan ketentuan kontrak yang termuat dalam
pasal 1320 perdata dan ketentuan lainnya?

D. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kontrak digital
2. Mengertahui permasalahan hukum dalam kontrak digital di Indonesia
3. Mengetahui Hubungan kontrak digital dengan ketentuan kontrak yang termuat
dalam pasal 1320 perdata dan ketentuan lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kontrak digital


Kontrak Elektronik adalah kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian
dalam bentuk elektronik. Kontrak Elektronik dapat menggunakan tanda tangan
elektronik sebagai tanda persetujuan para pihak, ini berarti para pihak tidak perlu datang
dan bertatapan muka untuk menandatangani kontrak yang disepakati. Disamping itu
Pelaku Usaha dapat menyediakan Kontrak Elektronik yang dapat diunduh dan/atau
disimpan oleh Konsumen.

 Kekuatan Hukum Suatu Kontrak Elektronik


Kontrak Elektronik sah dan mengikat para pihak apabila:
1. Sesuai dengan syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik;
2. Sesuai dengan syarat dan kondisi dalam Penawaran Secara Elektronik;
3. informasi yang tercantum dalam Kontrak Elektronik sesuai dengan informasi yang
tercantum dalam Penawaran Secara Elektronik;
4. Terdapat kesepakatan para pihak, yaitu syarat dan kondisi penawaran yang
dikirimkan oleh pihak yang menyampaikan penawaran, diterima dan disetujui oleh
pihak yang menerima penawaran;
5. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. Terdapat hal tertentu; dan
7. Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
kesusilaan, dan ketertiban umum.

Informasi dalam Kontrak Elektronik harus sesuai dengan penawaran dan memuat
paling sedikit:

1. identitas para pihak


2. spesifikasi Barang dan/atau Jasa yang disepakati
3. legalitas Barang dan/atau Jasa
4. nilai transaksi Perdagangan; e. persyaratan dan jangka waktu pembayaran
5. prosedur operasional pengiriman Barang dan/atauJasa
6. prosedur pengembalian Barang dan/atau Jasa dalamhal terjadi ketidaksesuaian
antara Barang dan/atauJasa yang diterima dengan yang diperjanjikan
7. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh parapihak, dan
8. pilihan hukum penyelesaian sengketa PMSE.

 Larangan Klausula Dalam Kontrak Elektronik


Meskipun kontrak elektronik dibuat atas kehendak bebas para pihak dalam mengatur
isi kontrak, namun demikian kebebasan berkontrak bukan berarti membuat kontrak
sesuka hati karena ada batasan-batasan yang harus diperhatikan terutama dalam setiap
klausula kontrak seperti larangan mencantumkan klausulabaku yang merugikan
Konsumen.

 Batalnya Kontrak Elektronik


Kontrak Elektronik dianggap otomatis menjadi batal demi hukum apabila terjadi
kesalahan teknis akibat Sistem Elektronik tidak aman, andal, dan bertanggung jawab.
Apabila terjadi kesalahan teknis sebagaimana dimaksud, pihak penerima tidak wajib
mengembalikan Barang dan/atau Jasa yang telah dikirimkan dan diterima. Kerugian
akibat terjadinya kesalahan teknis sepenuhnya menjadi tanggungjawab Pelaku Usaha.

 Penyelesaian Sengketa
Dalam hal terjadi sengketa, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya. Para pihak
memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang akan berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul antara para pihak tersebut.

2. Permasalahan hukum dalam kontrak digital di Indonesia


a. Persoalan hukum berkaitan dengan keabsahan:
Penggunaan tandatangan digital (digital signature) belum sepenuhnya menumbuhkan
kepercayaan semua pihak yang berkepentingan. Digital Signature sudah diatur dalam
UU no: 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Kecakapan
menutup kontrak sukar dideteksi berhubung kontrak tersebut bersifat nir tatap buka
(faceless nature).
b. Perbandingan Dunia Maya >< Dunia Nyata
 Berlakunya hukum bagi dunia maya (virtual world)
 Informasi yang didapat dari internet berupa data/informasi tertulis, suara dan gambar
(integrated service digital network/ISDN).
 Disebut virtual world (dunia maya) sebagai lawan real world (dunia nyata), hal yang
dapat dilakukan di dunia nyata, dapat pula dilakukan di dunia maya.
 Interaksi dan perbuatan-perbuatan hukum yang terjadi melalui atau di dunia maya
adalah sesungguhnya interaksi antara sesama manusia dari dunia nyata dan apabila
terjadi pelanggaran hak atas perbuatan hukum melalui atau di dunia maya itu adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh manusia di dunia nyata dan hak yang dilanggar
adalah hak manusia dunia nyata, maka hukum yang berlaku dan harus diterapkan adalah
hukum dari dunia nyata.
c. Permasalahan lain
 adanya Pelacakan terhadap pihak pertama atau debitor sulit dilakukan apabila terjadi
wanprestasi
 Kurang efisien dalam komunikasi
 Kontrak elektronik sangat mudah untuk diduplikasikan sehingga tidak diketahui lagi
data yang asli
 Kontrak elektronik sebagai alat bukti dikhawatirkan dapat dipalsukan
dan nantinya akan muncul masalah tentang keotentikan kontrak
elektronik tersebut.
d. Solusi hukum dan teknologi terhadap kemungkinan adanya duplikasi kontrak
elektronik.
Solusi hukum dan teknologi terhadap kemungkinan adanya duplikasi kontrak
elektronik, yang kemudian dimanfaatkan sebagai alat bukti palsu yaitu dengan
penerapan teknik kriftografi sebagai pemenuhan atas prasyarat hukum dalam transaksi
yang dilakukan melalui online. Yang dimaksud dengan kriftografi adalah suatu bidang
ilmu pengetahuan yang mempelajari teknik-teknik aplikasi keberadaannya tergantung
pada keberadaan suatu masalah yang sukar atau sulit.
Berkaitan dengan keamanan pesan rahasia, teknik kriftografi sedikitnya menjamin lima
keamanan, yaitu:
1. Keotentikan
Penerima pesan harus mengetahui siapa pengirim pesan tersebut dan harus benar-benar
yakin bahwa pesan tersebut berasal dari pengirim.
2. Integritas, Penerima harus yakin bahwa pesan tersebut tidak pernah dirubah, atau
dipalsukan oleh pihak beritikad baik.
3. Kerahasiaan
Pesan tersebut harus tidak dapat dibaca oleh pihak yang tidak berkepentingan.
4. Tidak dapat disangkal,
Pengirim tidak dapat menyangkal bahwa bukan dia yang mengirim pesan tersebut.
5. Kontrol akses
Sistem kriftografi mempunyai kemampuan untuk memberikan otorisasi ataupun
melarang atas setiap akses ke pesan-pesan tersebut
3. Hubungan kontrak digital dengan ketentuan kontrak yang termuat dalam pasal
1320 perdata dan ketentuan lainnya
Secara umum, kontrak elektronik telah memenuhi syarat pembuatan kontrak
yang terdapat pada Pasal 1320 KUHPdt. Pada dasarnya bentuk kontrak elektronik pun
sama dengan kontrak konvensional. Hanya saja kontrak elektronik dibuat melalui
media internet, sehingga para pihak tidak bertemu atau bertatap muka saat pembuatan
hingga penandatanganan kontrak. Dari sinilah timbul beberapa permasalahan hukum
mengenai keabsahan kontrak elektronik, yaitu penentuan kecakapan antar pihak. Hal
ini sulit diidentifikasi karena para pihak tidak saling bertemu. Selain kecakapan para
pihak, penetapan waktu kata sepakat juga sulit di identifikasi.
Pembuatan suatu kontrak harus memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal
1320 KUHPdt, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
Kata sepakat di dalam perjanjian pada dasarnya adalah Pertemuan atau persesuaian
kehendak antar pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberi
persetujuannya dan kesepakatannya jika memang menghendaki apa yang disepakati.
Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan pernyataan bahwa kedua belah pihak
menghendaki timbulnya hubungan hukum. Kesesuaian kehendak antara keduanya
belum dapat melahirkan perjanjian, karena kehendak itu harus dinyatakan, harus nyata
bagi yang lain. Apabila pihak lain telah menerima atau menyetujui, maka timbul kata
sepakat.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
Pasal 1329 KUHPdt menyatakan bahwa setiap orang cakap untuk membuat perjanjian,
kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Ketidak cakapan ini
dijelaskan dalam Pasal 1330 KUHPdt yaitu orang yang belum dewasa, di bawah
pengampuan, dan perempuan. Berkaitan dengan perempuan, melalui SEMA (Surat
Edaran Mahkamah Agung) Nomor 3 Tahun 1963 menetapkan bahwa perempuan
dewasa cakap melakukan perjanjian. Dalam perkembangannya Mahkamah Agung
melalui putusan No. 447/SIP/1976 tanggal 13 Oktober 1976 menyatakan bahwa dengan
berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, maka batas seseorang di bawah kekuasaan perwalian
adalah 18 tahun, bukan 21 tahun.
3. Suatu hal tertentu objek kontrak,
Secara yuridis secara perjanjian atau persetujuan atau kontrak harus mencantumkan
secara jelas dan tegas apa yang menjadi objeknya, sebab bila tidak tidak dibuat secara
rinci, dapat menimbulkan ketidakpaastian atau kekeliruan.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap kontrak yang dibuat para pihak yang telah memenuhi unsur di atas juga memuat
alasan atau sebab kontrak itu dibuat. Dengan kata lain perlu secara tegas dan jelas
dimuat sebab mengapa kontrak itu dibuat. Menurut Pasal 1335 jo. 1337 KUHPdt bahwa
suatu kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,
dan ketertiban umum.
Berdasarkan kontrak konvensional, kesepakatan itu terjadi ketika kedua belah
pihak bertemu dan manyatakan sepakat kemudian menandatangani kontrak yang telah
disepakati. Sedangkan dalam kontrak elektronik, tidak melalui tahap tatap muka,
sehingga sulit untuk mengidentifikasi kapan kesepakatan itu berlangsung. Begitu juga
dalam hal identifikasi kecakapan para pihak. Dengan adanya beberapa isu hukum
tentang keabsahan kontrak elektronik tersebut, maka keabsahan kontrak elektronik
sebelum dan sesudah diberlakukannya UU ITE menarik untuk dikaji dan diteliti lebih
dalam lagi.
Dalam kontrak elektronik, UU ITE memberikan ketentuan dalam hal waktu
penawaran dan permintaan yang bersifat mengatur. Selama tidak diperjanjikan selain
oleh kedua belah pihak maka waktu pengiriman adalah saat informasi itu telah dikirim
ke alamat yang dituju (telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU ITE). Sedangkan
mengenai waktu penerimaan informasi tersebut memasuki sistem elektronik di bawah
kendali penerima.
Dapat disimpulkan, adanya perbedaan waktu pengiriman dan penerimaan adalah hal
yang bisa terjadi dalam proses transaksi perikatan atau terbentuknya kontrak. Hanya
saja pada Pasal 8 ayat (2) UU ITE memberikan tanggung jawab bagi penerima
informasi untuk melakukan inisiatif pengawasan atas sistem elektronik penerima.
dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
("UUPK") Dalam UUPK ini klausula eksonerasi merupakan salah satu bentuk
"klausula baku" yang dilarang oleh UU tersebut. Tujuan dari larangan pencantuman
klausula baku yaitu bahwa larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan
konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Karena pada dasarnya, hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan
berkontrak (Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-KUHPerdata). Dalam
hal ini setiap pihak yang mengadakan perjanjian bebas membuat perjanjian sepanjang
isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku,
tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPerdata).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kontrak Elektronik adalah kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam
perjanjian dalam bentuk elektronik. Secara umum, kontrak elektronik telah memenuhi
syarat pembuatan kontrak yang terdapat pada Pasal 1320 KUHPdt perbedaannya hanya
terletak pada media nya. Berkaitan dengan Permasalahan dari hukum kontrak digital
adanya Pelacakan terhadap pihak pertama atau debitor sulit dilakukan apabila terjadi
wanprestasi, Kurang efisien dalam komunikasi, Kontrak elektronik sangat mudah untuk
diduplikasikan sehingga tidak diketahui lagi data yang asli dan Kontrak elektronik
sebagai alat bukti dikhawatirkan dapat dipalsukan dan nantinya akan muncul masalah
tentang keotentikan kontrak elektronik tersebut.
Solusi hukum dan teknologi terhadap kemungkinan adanya duplikasi kontrak
elektronik yaitu dengan cara kriftografi, yang dimaksud dengan kriftografi adalah suatu
bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari teknik-teknik aplikasi keberadaannya
tergantung pada keberadaan suatu masalah yang sukar atau sulit yang berfokus terhadap
keontentikan, integritas, kerahasiaan dan control dan didukung pula dengan UU ITE
yang telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU ITE

B. Saran
Karena dari UU ITE sudah cukup baik, mungkin saran untuk di maksimalkan
dari segi pengawasannya agar setiap melakukan Kontrak Digital menjadi tidak ragu
mengalami masalah-masalah yang telah disebutkan di makalah ini dan untuk lebih
meningkatkan keamanan dari sistem atau apliksinya.

Anda mungkin juga menyukai