1. Latar Belakang
I Lihat A.J Taylor: Laissez-Iaire and State Interven/ion in Nineteenth -century Britain, 1972.
Pengaturan lalu !intas barang dan jasa di dalarn negeri berarti ada
aturan yang bersifat formal. Aturan ini menata pergerakan barang dan
jasa di dalarn negeri, terutarna yang terkait dengan rnekanisme alokasi dan
distribusi barang dan jasa yang rnelibatkan sernua rnata-rantai alokasi
bahan mentah dan distribusi produk dari produsen hingga ke konsumen.
Kebutuhan akan pengaturan ini serna kin rnendesak apabila diingat
kewajiban-kewajiban RI sebagai anggota WTO.
Melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi
Perjanjian Pernbentukan Organisasi Perdagangan Dunia , Indonesia secara
resmi telah rnenjadi anggota the World Trade Organization (WTO).
Berdasarkan kaedah hukurn kebiasaan internasional, ratifikasi
rnenirnbulkan akibat hukum eksternal maupun internal bagi negara yang
rnelakukannya" Akibat hukum eksternal yang tirnbul adalah bahwa
melalui tindakan tersebut berarti negara yang bersangkutan telah
menerirna segal a kewajiban yang dibebankan oleh persetujuan
internasional yang dirnaksud. Sedangkan akibat hukurn internal adalah
2 Lihat "the Vienna Convention on the Law a/Treaties, May 23, 1969". Meskipun Indonesia
belum meratifikasi "Konvensi Wina, 1969" ini, namun kaedah-kaedah yang ada dapat
dianggap sebagai hukum kebiasaan internasional yang berlaku di lingkungan masyarakat
internasional.
3Ryaas Rasyid, mantan Menteri Negara Otonomi Daerah yang ikut membidani lahirnya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah berpendapal bahwa:
untuk peraturan pelaksanaan undang-undang ini. kecuali dibutuhkan cukup banyak Peraluran
Pemerintah, juga memerlukan ratusan Keppres. Sebagai contoh, khusus hanya untuk bidang
pemerintahan saja, diperlukan lebih dari 190 Kepprcs sebagai pedoman bagi pemerintah
daerah.
...
Pergularan Globalisasi vs Lokalisasi dalam Hukum Indonesia 55
2. Permasalahan
4 Friedman, Lawrence M.: American Law. W.W. Norton & Company, New York, 1984, pp.l-
20.
5 Sebagai gambaran sepintas di pedalaman hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur,
harga bensin pada pertengahan November 2001 (musim hujan) adalah Rp 5000.- per liter,
minyak tanah Rp 4500 ,- per liter dan beTas Rp 6500,- per kilogram. Dapat dipastikan pada
musim kemarau, saat pelayaran sangat terganggu akibat rendahnya permukaall air sungai,
harga-harga akan semakin meningkat. Sedangkan untuk kabupaten Jayawijaya yang
herpenduduk sekitar 400.000 jiwa pada tahun 2001 oleh pemerintah rusat disediakan dana
subsidi angkutan tujuh hahan pokok sebesar Rp 3 milyar. Untuk tallUn anggaran 2002
subsidi dari pemerintah pusat ini akan dihapus. Diharapkan subsidi untuk tahun berikutnya
disediakan oleh pemerintah daerah. Di wilayah-wilayah terisolir ini biaya transportasi
untuk kebutuhan sehari-hari. termasuk semhako, menjadi tinggi karena alat transportasi
adalah pesawat terbang, dan bila memungkinkan melalui angkutan sungai . Angkutan
sungai menjadi makin mahal bilamana angkutan terganggu oleh faktor cuaca yang
mempengaruhi tingginya permukaan air.
A Para pelaku usaha berpendapat bahwa masalah keamanan merupakan kendala utama
dalam kelancaran kegiatannya. Pungutan-pungutan liar tidak hanya dilakukan oleh aparat
pertahanan/keamanan ataupun aparat pemerintah, tetapi di beberapa daerah juga dilakukan
oleh kalangan preman/organisasi-organisasi pemuda. Biaya-biaya siluman dan pungutan-
pungutan liar tersebut dirasakan jauh lebih berat dibandingkan dengan pungutan-pungutan
resmi yang dilakukan pihak pemerintah, baik berupa pajak maupun retribusi.
Kepastian hukum dalam berusaha sangat berpengaruh terhadap kegiatan pelaku usaha,
antara lain agar mereka dapat melakukan perencanaan dan kalkulasi yang tepat
berdasarkan kondisi-kondisi yang dapat diprediksi.
Stabilitas politik nasional dan kualitas sumber daya manusia juga dianggap sebagai aneka
faktor yang berpengaruh terhadap iklim usaha di daerah.
Faktor geografis sangat berpengaruh terhadap arus lalu lintas barang dan jasa di dalam
negeri. Daerah-daerah yang mengalami isolasi geografis (di daerah pedalaman maupun di
wilayah kepulauan) cenderung tidak memiliki infrastruktUf yang lengkap dan memadai. Di
wiIayah kepulauan misalnya, infrastruktur berupa jalan darat ada yang tersedia dengan
sangat bagus, tetapi infrastruktur ini akhirnya kurang bermanfaat karena sulitnya sarana
perhubungan laut. Tidak lengkap dan memadainya infrastruktur ini pada akhirnya
berdampak pada hambatan terhadap arus Ialu lintas barang dan jasa. Hambatan tidak hanya
berakibat tingginya harga, telapi juga langkanya sediaan barang maupun jasa di daerah
tersebut.
Ke1emahan pemerintah uotuk mclakukan kon so lidasi ke bawah juga dikemukakan sebagai
satu diatara aneka sebab hambatan terhadap lalu liotas barang dan jasa.
J Pada kenyataannya harapan para pengusaha tersebut seringkali tidak terpenuhi, karena
beraneka retribusi memang se lalu d ipungut. namun tidak diimbangi dengan penyediaan
infra-struktur yang memadai. Minimnya infra-struktur bukan saja tidak tersedianya Tempat
Pendaratan/Pelelangan Ikan yang mernadai, tetapi juga pelabuhan eksport yang ada sangat
terbatas dan harus berebut kesempatan anlara kapaJ barang dan kapa! penumpang. Padaha!
dalam keadaan demikian kapa! penumpang harus didahulukan, sehingga kapal barang
harus dikalahkan .
Bahkan di kOla Bitung, kawasan pelabuhan alam propinsi Sulawasi Utara , oleh Kepala
Bagian Hukum Pemerintah Kota Bitung dikemukakan bahwa . sebagian besar pungutan
dalam era otonomi daerah dilakukan tidak berdasarkan Perda telapi berdasarkan Sural
Keputusan Walikota. Hal ini le rjadi karena penentangan antara DPRD dengan Wa likota.
Wal ikota tidak diakui Jagi oJeh pihak DPRD karena dianggap cacat hukum, karena pernah
dijatuhi pidana oleh Pengadilan. Walikota berpendirian selama helum dipecat oleh
pemerintah pusat maka dirinya letap pimpinan pemerintah daerah yang syah. Jadi seJama
tahun 2000 hanya dihasilkan 2 Perda tentang pungutan: Perda No.912000 tentang Retribusi
Perikanan Kota Bitung; dan Perda No . 10/2000 tentang Pene rimaan Sumbangan Pihak
Ketiga kepada Pemerintah Daerah KOla Bitung. Namun beraneka pungutan telap
di laksanakan meskipun hanya mengacu pada Surat Keputusan Walikota. Pihak pemerintah
daerah di kola ini berpendapat bahwa meskipun ada sengketa antara mereka dengan pihak
DPRD, namun pemerintahan sehari-hari, termasuk pungutan-pungutan untuk membiayainya ,
harus tClap berlangsung. Di kola ini bahkan label yang ditempel pada kaleng ikan untuk
ekspor juga dikenai pungutall karena dianggap sebagai "iklan".
Pengaturan yang berkaitan dcngan lalu-lintas barang yang dilakukan olch pihak eksckutif di
tingkat pemerintah daerah tidak berlandaskan pcrda, tetapi hanya berdasarkan Surat
Keputusan kepala daerah setempat juga dijumpai di wi layah lain. Oi Kalimantan Barat olch
Gubernur dikeluarkan Surat Keputusan pembentukan tim pelaksana untuk melakukan
pcmutihan terhadap kayu-kayu curian di wilayahnya .
• Ditambahkan oleh para anggota DPRD tersebut bahwa mereka yakin dalam waktu dekat
beberepa tahun mendatang tidak akan terjadi investasi asing ke Sulawesi Utara.
~ lenis-jenis pungutan dan hesarnya biasanya dibicarakan antara hukum tua dengan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Distorsi te rhadap perdagangan da lam negeri pada tingkat
desa terjadi tidak dengan didasarkan pacta peraturan tertulis. Namun pelaksanaan pungutan
di tingkat ini benar-benar efektif, karena "policy making" !naupun "policy execulillg "
secara fisik berada di kawasan yang sarna.
10 Tentang isi dan alasan relllhatalan perda-perda tersehut lillat lampiran ke-2.
II Dalam hal teljadi Perda ya ng hertentangan dengan perulldang-undangan ya ng lehih
tinggi. kepada Mahkamah Agung (pasal 5 jo. rasa] 5 Ketewran MPR Nomor III Tahun
2000) maupun Pemerilllah Pu,,"t (rasal 114 ayat (I) Undang-undang NomoI" 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Oaerah) diherikan kewenangan untuk memharalkan Pea/a
(ersebut. Namun rengaiaman scl<\lna illi menunjukkan hahwa karenJ hatasan waktu dalam
umlang-undang: (pasal 5.a. Ulldang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Peruhahan Ata s
Undang-ullllang No. 18/ 1997 tcntang Pajak Daerah dan Retribusi Daerall). pcmerintah
pllsat tidak mampu melaksanakan tugasnya untuk menilai pcnla-perda yang dikeluarkall
segera setelah berlaklillya Undang-undang tentang Otollomi Daerah.
1'1 Sepanjang menyangkut pungutan-pungutan yang diharapkan sehagai PAD. sikap DPRD
mudah ditehak. Bcrhuhung pendapatan para anggora DPRD ditentukan oleh APBD remda
yang hersangkutan, pasti lehill Illenguntungkan bagi mereka hila seLuju saja lerhadar segala
inisiatif pemerin tah daerah. Penolak an DPRD terhadap inisiarif pemda untuk menamhah
PAD dapat berakibat turunnya pendapatan para anggotanya.
5. Rekomendasi.
Dalam hal pendekatan perumusan pengaturan lalu lintas barang
dan jasa di dalam negeri, minimal terdapat dua pilihan ekstrem, yaitu:
instansi lain yang paling terkait terutama: a) pertanian secara luas untuk
sektor produksi; b) dengan perhubungan dan pekerjaan umum untuk
infrastruktur jalan dan sarana transportasi; c) Departemen Dalam Negeri
sebagai pembina pemerintahan di daerah, d) berbagai departemen dan
instansi yang secara sektoral bertugas di beraneka sektor jasa, e)
pemerintah daerah ditingkat kabupaten sebagai pemegang otonomi; dan f)
Kadinda/asosiasi dan organisasi-organisasi pengusaha kecil sebagai
kelompok pelaku usaha. Secara rinci, inti pengaturan yang dibutuhkan
untuk masing-masing sub-sistem tersebut adalah sebagai berikut.
5.1. Lingkup Substansi Hukurn
Untuk memperlancar lalu lintas barang dan jasa di dalam negeri
perlu dirumuskan ketentuan yang isinya antara lain:
Kebijakan pengaturan lalu lintas barang dan Jasa di dalam negen
berada di tangan pemerintah pusat;
Pelaksanaan otonomi daerah tetap dalam kerangka NKRI, dalam lalu
lintas barang dan jasa di dalam negeri dilandasi cara pandang RI
sebagai kesatuan pasar dan ekonomi nasional;
Kebebasan pelaku usaha untuk melakukan kegiatan di seluruh wilayah
hukum RI;
Larangan atas segal a peraturan perundang-undangan yang merupakan
hambatan terhadap lalu lintas barang dan jasa di dalam negeri;
Larangan atas segala pungutan-pungutan jamak dan/atau tumpang
tindih yang dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Perumusan aturan sebagai upaya penyelesaian sengketa secara damai
melalui konsiliasi atau mediasi;
5.2. Lingkup Struktural/kelembagaan Hukum
Agar efektivitas substansi hukum yang telah dirumuskan pada
butir 1. dapat dijamin , perlu dibentuk lembaga yang mampu menjalankan
peran-peran pendukungnya, antara lain:
Pengawasan dan monitoring terhadap peraturan perundang-undang di
bidang lalu lintas barang dan jasa di dalam negeri;
Pencegahan diberlakukannya peraturan perundang-undangan yang
tidak sinkron, baik vertikal maupun horizontal, dengan peraturan
perundang-undang di bidang lalu lintas barang dan jasa di dalam
negeri;
Daftar Kepustakaan