MATERI DASAR
1
• Menyampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini adalah peserta latih
mampu menjelaskan materi pokok kebijakan mutu dan akreditasi RS
menggunakan bahan tayang.
Sesi 2 : Penyampaian Materi Kebijakan Pemerintah Tentang Mutu dan Akreditasi RS.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menggali pengalaman peserta tentang kebijakan mutu dan akreditasi
RS.
• Fasilitator menyampaikan materi pokok Kebijakan Pemerintah Tentang Mutu dan
Akreditasi RS dengan metode ceramah interaktif menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator memberi kesempatan bertanya kepada peserta terhadap hal-hal yang
belum dipahami.
• Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk menjawab pertanyaan.
• Memberikan penguatan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh peserta.
Sesi 3 : Pengakhiran
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
• Fasilitator melakukan evaluasi dengan cara memberikan pertanyaan kepada
peserta.
• Memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan jawaban.
• Merangkum pembelajaran bersama-sama peserta.
• Memberikan apresiasi kepada peserta yang telah aktif mengikuti proses
pembelajaran.
• Menutup proses pembelajaran dengan mengucapkan permohonan maaf dan
terima kasih.
G. Uraian Materi
a. Kebijakan Pemerintah tentang program pembangunan kesehatan (RPJMN) yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Arah kebijakan dan strategi dalam RPJMN 2020-2024 salah satunya adalah
meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, yaitu
terutama penguatan pada pelayanan kesehatan dasar dengan mendorong upaya
promotive dan preventif, dan didukung dengan inovasi dan pemanfaatan
teknologi, melalui:
Peningkatan Kesehatan Ibu, anak, Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan
reproduksi
Percepatan perbaikan gizi masyarakat
Peningkatan pengendalian penyakit
Pembudayaan perilaku hidup sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat
Penguatan sistem kesehatan dan pengawasan obat dan makanan,
mencakup:
1. Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
2. Pemenuhan dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
3. Pemenuhan dan peningkatan daya saing sediaan farmasi dan alat
kesehatan
4. Peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan
5. Penguatan tata Kelola, pembiayaan, penelitian dan pengembangan
kesehatan
Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan menuntut adanya upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi masyarakat.
Salah satu upaya untuk menjamin peningkatan mutu bagi fasilitas pelayanan
kesehatan yaitu dengan dilakukannya akreditasi bagi fasilitas pelayanan
kesehatan. Salah satu indikator RPJMN 2020-2024 dalam arah kebijakan dan
strategi meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatansemesta
adalah persentase Rumah Sakit terakreditasi, dengan target 80% ditahun 2020,
85% ditahun 2021, 90% ditahun 2022, 95% ditahun 2023, dan 100% ditahun
2024. Dibutuhkan adanya penyempurnaan sistem akreditasi yang mencakup
standar akreditasi, instrumen akreditasi, sistem informasi, serta penyelenggaraan
survei akreditasi, termasuk terlaksananya pengukuran mutu dan pelaporan
insiden keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.
1. Deskripsi Singkat
PARS meliputi ketentuan spesifik untuk mengikuti proses Akreditasi dan untuk
mempertahankan status akreditasi. Rumah sakit wajib mematuhi PARS
sepanjang waktu selama proses akreditas dalam kurun waktu 4 tahunan.
Rumah sakit akan dinilai memenuhi atau tidak memenuhi PARS ini. Jika rumah
sakit tidak memenuhi atau tidak mematuhi PARS tertentu maka rumah sakit
diminta untuk segera memenuhinya atau terancam tidak mendapatkan status
akreditasi atau berpotensi status akreditasinya dihentikan atau dicabut.
Standar akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus
dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien serta merupakan standar pelayanan berfokus pada pasien
untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dengan pendekatan
manajemen resiko di rumah sakit.
Modul persyaratan akreditasi dan overview standar akreditasi RS membahas
tentang persyaratan akreditasi dan overview standar akreditasi.
Metode pembelajaran yang digunakan ceramah interaktif, dengan alokasi waktu
1 jp.
2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu memahami Persyaratan
Akreditasi dan Overview Standar Akreditasi RS
b. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan persyaratan akreditasi
2. Menjelaskan overview standar akreditasi RS
4. Metode
• Ceramah interaktif
7. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Kebijakan Pemerintah tentang Persyaratan Akreditasi RS
1.1. kebijakan Pra Survei Akreditasi Persyaratan Kelayakan Umum
dan Tatacara pengajuan survei
Persyaratan kelayakan umum
Setiap rumah sakit dapat mengajukan permohonan survei akreditasi awal atau
survei akreditasi ulang kepada Lembaga Independen Akreditasi RS bila
memenuhi semua kriteria sebagai berikut:
a. Rumah sakit berlokasi di wilayah Indonesia
b. Rumah sakit umum dan rumah sakit khusus untuk semua kelas rumah
sakit
c. Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
swasta
d. Izin operasional rumah sakit masih berlaku Bila izin rumah sakit sudah
habis masa berlakunya, pengajuan permohonan survei dapat dilakukan,
bila Dinas Kesehatan meminta syarat perpanjangan izin operasional
harus sudah terakreditasi. Untuk itu rumah sakit mengirimkan
surat/persyaratan dari Dinas Kesehatan tersebut ke Lembaga
Independen Akreditasi RS dan survei dapat dilaksanakan.
e. Direktur/Kepala Rumah Sakit adalah tenaga medis (dokter atau dokter
gigi)
f. Rumah sakit beroperasi penuh (full operation) dengan menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat secara paripurna
selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
g. Rumah sakit mempunyai izin Instalasi Pengolahan limbah (IPAL) dan
atau izin pembuangan Limbah Cair (IPLC) yang masih berlaku. Bila
rumah belum mempunyai IPAL dan atau belum mempunyai izin
IPAL/IPLC, dapat mengajukan permohonan survei dengan membuat
surat sebagai kelengkapan permohonan sebagai berikut :
- Surat Pernyataan Komitmen dari pemilik rumah sakit bahwa dalam waktu
satu tahun bersedia membuat IPAL dan melengkapi dengan izin
IPAL/IPLC.
- Surat Pernyataan dari Direktur rumah sakit bahwa bila terjadi masalah
hukum terkait dengan IPAL di rumah sakit maka Direktur bertanggung
jawab terhadap masalah tersebut dan tidak melibatkan Lembaga
Independen Akreditasi RS . Bila rumah sakit mempunyai incinerator
maka incinerator tersebut sudah mempunyai izin yang masih berlaku.
Bila tidak mempunyai incinerator maka dapat melakukan kerja sama
dengan pihak ketiga yaitu transporter B-3 (bahan beracun berbahaya)
dan pengolah B-3 yang mempunyai izin masih berlaku.
h. Rumah sakit mempunyai TPS B-3 (Tempat penampungan sementara
limbah B-3) dengan izin yang masih berlaku.
i. Semua tenaga medis pemberi asuhan di rumah sakit telah mempunyai
Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) yang masih
berlaku.
j. Rumah sakit melaksanakan atau bersedia melaksanakan kewajiban
dalam meningkatkan mutu asuhan dan keselamatan pasien.
Bila dalam kajian persyaratan yang disampaikan tidak memenuhi
kriteria tersebut diatas maka Lembaga Independen Akreditasi RS dapat
mempertimbangkan penundaan pelaksanaan survei akreditasi sampai dengan
persyaratan tersebut diatas terpenuhi.
Tata cara pengajuan survei akreditasi awal (pertama kali) dan survei
akreditasi ulang (re-akreditasi)
a) Pada prinsipnya pelaksanaan survei akreditasi berdasarkan permohonan
dari rumah sakit, Lembaga Independen Akreditasi RS tidak akan
melakukan survei akreditasi bila rumah sakit tidak mengajukan
permohonan akreditasi. Prinsip ini juga berlaku untuk rumah sakit yang
survei ulang (re-akreditasi), pelaksanaan survei juga berdasarkan
permohonan dari rumah sakit tersebut.
b) Rumah sakit yang baru pertama kali mengikuti akreditasi, pengajuan
permohonan survei akreditasi paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
tanggal pelaksanaan survei akreditasi yang diajukan oleh rumah sakit
tersebut.
c) Rumah sakit yang sudah pernah dilakukan survei akreditasi akan
menerima notifikasi dari Lembaga Independen Akreditasi RS sebanyak3
(tiga) kali yaitu pada 6 bulan, 3 bulan dan 1 bulan sebelum habis masa
berlakunya sertifikat akreditasi. Tujuan dari notifikasi tersebut adalah
mengingatkan rumah sakit agar dapat mengajukan permohonan survei
ulang (re-akreditasi) tepat waktu. Karena penetapan status akreditasi
memerlukan waktu maka pengajuan pelaksanaan survei ulang (re-
akreditasi) sebaiknya dilakukan paling lambat (tiga) bulan sebelum habis
masa berlakunya sertfikat akreditasi.
d) Permohonan survei akreditasi/re-akreditasi dapat melalui email ke
Lembaga Independen akreditasi rumah sakit.
e) Surat permohonan survei akreditasi/reakreditasi dilengkapi dengan
lampiran sebagai berikut :
Aplikasi survei yang sudah diisi lengkap dan ditandatangani oleh
Direktur/Kepala rumah sakit.
Izin operasional rumah sakit yang masih berlaku
Ijazah dokter atau dokter gigi dari Direktur/Kepala rumah sakit.
Surat pernyataan Direktur/Kepala rumah sakit yang berisi:
- Menyetujui untuk dilakukan survei akreditasi rumah sakit
- Tidak meninggalkan rumah sakit selama survei akreditasi
rumah sakit berlangsung.
- Memberikan akses ke rekam medis untuk keperluan survei
akreditasi rumah sakit
- Menyatakan bahwa semua / seluruh dokter yang
melakukan praktik kedokteran di RS sudah mempunyai
STR dan SIP yang masih berlaku.
- Menyatakan bahwa semua perijinan RS masih berlaku.
- Menyatakan bahwa pembelian obat, vaksin, perbekalan
farmasi sudah melalui jalur resmi yang mempunyai
kewenangan untuk menjual obat, vaksin dan perbekalan
farmasi tersebut.
- Akan memberikan data (termasuk video dan foto-foto) yang
berdasarkan fakta (bukan data yang palsu). Apabila
ternyata ditemukan data tidak sesuai dengan kenyataan,
maka memahami bahwa RS berisiko untuk tidak
terakreditasi.
Daftar tenaga medis yang dilengkapi dengan nomer Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dan masa berlakunya
Daftar perizinan yang dipunyai oleh rumah sakit
Surat izin pengelolaan air limbah (IPAL) atau surat izin pembuangan
limbah cair (IPLC) yang masih berlaku
Surat izin incenerator dan surat izin TPS B-3 yang masih berlaku atau
perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai izin
pengolah limbah B-3 dan izin tranporter yang masih berlaku.
f) Berdasarkan pengajuan permohonan survei akreditasi pada poin e)maka
Lembaga Independen Akreditasi RS akan melakukan evaluasi
permohonan dan menetapkan sudah atau belum memenuhi persyaratan
untuk dilakukan akreditasi, sebagai berikut :
Bila rumah sakit belum memenuhi kelengkapan persyaratan maka
Lembaga Independen Akreditasi RS akan memberitahukan ke Rumah
Sakit agar melengkapi persyaratan dan pelaksanaan akreditasi
ditunda sampai dengan kekurangan persyaratan dipenuhioleh rumah
sakit.
Bila rumah sakit sudah memenuhi kelengkapan persyaratan maka
Lembaga Independen Akreditasi RS akan menjadwalkan pelaksanaan
survei akreditasi dengan mengacu permohonan dari rumah sakit dan
kepadatan jadwal yang ada di Lembaga Independen Akreditasi RS.
g) Lembaga Independen Akreditasi RS memberitahukan jadwal survei
akreditasi kepada rumah sakit dengan tembusan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi.
h) Lembaga Independen Akreditasi RS memilih dan menetapkan surveior
akreditasi, dengan jumlah dan jenis sesuai ketentuan
i) Rumah sakit melakukan kontrak komitmen dengan Lembaga
Independen Akreditasi RS yang antara lain berisi tentang :
1. Kesediaan rumah sakit dilakukan evaluasi terus menerus mulai dari
permohonan survei yang diajukan, pada waktu survei akreditasi
dilaksanakan dan selama siklus akreditasi 4 (empat) tahunan.
2. Kesediaan dilakukan evaluasi pasca akreditasi meliputi evaluasi
perencanaan perbaikan strategis, evaluasi pada tahun kedua dan
evaluasi sewaktu-waktu berdasarkan rekomendasi dari
Kementerian Kesehatan telah terjadi tindakan yang
membahayakan keselamatan pasien di Rumah Sakit, dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
3. Kesediaan dilakukan penyesuaian penetapan status Akreditasi
apabila ditemukan:
a. adanya pelayanan kesehatan rumah sakit yang tidak sesuai
dengan indikator mutu berdasarkan laporan melalui teknologi
informasi dan komunikasi;
b. ketidaksesuaian status Akreditasi berdasarkan Standar
Akreditasi pada saat pengawasan; dan/atau
c. ditemukan tindakan yang membahayakan keselamatan
pasien.
4. Evaluasi dapat dilakukan setiap saat dengan atau tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, yang dilaksanakan oleh pejabat
Lembaga Independen Akreditasi RS atau surveior senior yang
ditugaskan dengan menggunakan tanda pengenal dari Lembaga
Independen Akreditasi RS. Bila rumah sakit menolak dilakukan
evaluasi dapat berisiko sertifikat akreditasi ditarik kembali oleh
Lembaga Independen Akreditasi RS Kesediaan rumah sakit untuk
tidak memberikan imbalan uang dan/atau barang. Bila terbukti ada
pemberian imbalan uang dan/atau barang maka rumah sakit siap
menerima risiko gagal akreditasi dan rumah sakit mengajukan ulang
permohonan untuk dilakukan survei oleh Lembaga Independen
Akreditasi RS Kesediaan rumah sakit tidak meminjam tenaga/staf
dan atau falitas/alat dari rumah sakit lain selama proses survei
akreditasi maupun pada saat dilakukan evaluasi pasca akreditasi.
Bila terbukti ada peminjaman tenaga/staf dan atau fasilitas/alat dari
rumah sakit lain maka rumah sakit siap menerima risiko gagal
akreditasi dan rumah sakit mengajukan ulang permohonan untuk
dilakukan survei oleh Lembaga Independen Akreditasi RS. Dan bila
ditemukan pada saat evaluasi Pasca akreditasi maka bisa
berdampak pada perubahan atau pencabutanstatus akreditasi.
5. Kesediaan rumah sakit memberikan data dan informasi yang akurat
dan tidak palsu kepada Lembaga Independen Akreditasi RS dan
surveior. Bila terbukti data dan informasi tidak akurat atau
dipalsukan maka rumah sakit siap menerima risiko gagal akreditasi
dan rumah sakit mengajukan ulang permohonan untuk dilakukan
survei oleh Lembaga Independen Akreditasi RS Kesediaan Rumah
Sakit melaporkan perubahan data di aplikasi survei (kepemilikan,
Direktur Rumah Sakit, perizinan, pelayanan, gedung/ bangunan
dan fasilitas dll) selambat-lambatnya 10 hari sebelum survei di-
lakukan
6. Kesediaan Rumah Sakit melaporkan bila ada kejadian sentinel,
perubahan kelas rumah sakit, perubahan jenis atau kategori rumah
sakit, penambahan pelayanan baik spesialistik atau sub spesialistik
khususnya pelayanan yang berisiko tinggi, perubahan bangunan
yang lebih dari 25% dari bangunan saat sekarang selama siklus
akreditasi 4 (empat) tahun dan bersedia dilakukan survei terfokus
sesuai kebutuhan.
7. Kesediaan Rumah Sakit melengkapi perizinan yang terkait dengan
tenaga dan sarana-prasarana (fasilitas) serta peralatan.
8. Kesediaan Rumah Sakit mengizinkan pejabat Lembaga
Independen Akreditasi RS atau surveior senior yang ditugaskan
dengan menggunakan tanda pengenal dari Lembaga Independen
Akreditasi RS untuk melakukan evaluasi pada saat berlangsungnya
survei. Evaluasi bisa dilaksanakan pada seluruh fase akreditasi,
termasuk siklus akreditasi empat tahunan.
9. Kesediaan Rumah Sakit menyediakan fasilitas dan lingkungan
yang aman bagi pasien, keluarga dan staf sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
10. Kesediaan Rumah Sakit melakukan pembayaran survei paling
lambat 7 hari sebelum pelaksanaan survei.
j) Lembaga Independen Akreditasi RS mengirimkan nama-nama surveior
dan rumah sakit dapat menolak nama tersebut bila ada conflict of interest
antara surveior dan rumah sakit, antara lain sebagai berikut :
Surveior pernah bekerja dan atau pernah sebagai pejabat di rumah
sakit tersebut.
Surveior mempunyai hubungan saudara dengan Direksi Rumah
Sakit.
Surveior bekerja di Rumah Sakit pesaing dari Rumah Sakit
yang disurvei.
Surveior bekerja di Rumah Sakit yang sedang ada konflik
dengan Rumah Sakit yang disurvei.
Surveior pernah melakukan survei akreditasi pada siklus
sebelumnya.
Pernah terjadi konflik antara surveior dengan Rumah Sakit.
k) Lembaga Independen Akreditasi RS memberitahu jadwal kedatangan
surveior dan jadwal acara survei akreditasi dan dokumen-dokumen yang
harus disampaikan kepada surveior.
l) Selama proses pengajuan survei sampai dilaksanakan survei akreditasi,
Rumah Sakit dapat melakukan komunikasi dengan sekretariat Lembaga
Independen Akreditasi RS.
8. referensi
1. Undang Undang Praktek Kedokteran No 29 thn 2004 tentang Praktek
Kedokteran
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
4. Perpres No 77 tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan No 21 tahun 2013 tentang
penanggulangan HIV dan AIDS
6. Peraturan Menteri Kesehatan No 79 tahun 2014 tentang Pelayanan
Geriatri di Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 56 thn 2015
tentang tata cara dan persyaratan pengelolaan Limbah B3
8. Peraturan Menteri Kesehatan No 8 tahun 2015 tentang Program
Pengendalian Resistensi Anti Miktoba
9. Peraturan Menteri Kesehatan No 67 tahun 2016 tentang
penanggulangan tuberkulosis
10. Permenkes no 72 tahun 2016 tentang Standar pelayanan Kefarmasian
11. Peraturan Menteri Kesehatan No 11 tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien
12. Peraturan Menteri Kesehatan No 27 tahun 2017 tentang PPI
13. Peraturan Menteri Kesehatan No 44 tahun 2018 tentang Promosi
Kesehatan Rumah Sakit
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 tahun 2020 tentang Akreditasi
Rumah sakit
16. Keputusan Rumah Sakit No 1051 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam
di Rumah Sakit
17. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1- Komisi Akreditasi
Rumah Sakit, 2018
18. Tata Laksana Penyelenggaraab Akreditasi Rumah Sakit , Edisi 1–
Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2020
BAB 2
MATERI INTI
2.1 Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di RS
1. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang konsep mutu dan keselamatan
pasien di rumah sakit, upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien
di rumah sakit, dan Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien.
2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
b. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan konsep mutu dan keselamatan pasien di rumah
Sakit
2. Melakukan upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di rumah sakit
3. Menjelaskan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien
4. Metode
CTU
Latihan
5. Media dan Alat Bantu
Laptop
LCD
Whiteboard
Format Monev
Panduan Latihan
Pedoman Monev
Mutu RS
7. Uraian Materi
2.3. Monev
Analisa Modus Kegagalan Dan Dampaknya (AMKD) atau Failure Mode
Effect Analysis (FMEA) adalah salah satu metode peningkatan mutu yang
digunakan untuk melakukan identifikasi risiko , dan merupakan suatu teknik
yang digunakan untuk perbaikan sistem yang dapat meningkatkan
keselamatan.FMEA merupakan teknik yang berbasis tim, sistematis, dan
proaktif yang digunakan untuk mencegah permasalahan dari proses atau
produk sebelum permasalahan tersebut muncul/terjadi. FMEA dapat
memberikan gambaran tidak hanya mengenai permasalahan-permasalahan
apa saja yang mungkin terjadi namun juga mengenai tingkat keparahan dari
akibat yang ditimbulkan.
Cara mengisi:
Alat: Bagian ini diisi dengan “nama alat” atau tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan. Misalnya, umpan balik pasien.
Langkah: Bagian ini diisi dengan langkah yang lebih kecil yang akan
diimplementasikan. Misalnya, penyebaran kuesioner kepuasan pelanggan.
Siklus: Bagian ini diisi nomor siklus PDSA yang akan dilakukan. Ketika
menerapkan strategi untuk implementasi, kita seringkali perlu memperbaiki
sesuatu dan ingin menguji kembali apakah perubahan yang kita buat
menjadikan suatu proses atau outcome menjadi lebih baik atau tidak. Setiap
kali kita melakukan penyesuaian (adjustment/ koreksi) dan mengujinya
kembali, maka kita akan melakukan siklus berikutnya. Oleh karena itu
catatan siklus keberapa yang kita lakukan penting untuk menjadi
dokumentasi dan acuan langkah perubahan berikutnya. Misal, diisi dengan
siklus ke 1 atau 2, dan seterusnya.
PLAN/ Rencana:
I plan to/ Saya berencana untuk: Di bagian ini kita akan menulis pernyataan
singkat tentang apa yang direncanakan untuk dilakukan dalam pengujian
ini. Yang ditulis dalam bagian ini cukup berfokus pada bagian kecil saja dari
implementasi yang akan dilakukan. Misalnya, saya berencana untuk
menguji proses survey kepuasan pelanggan, termasuk bagaimana mereka
mengisi dan mengembalikannya.
I hope this produces/ Saya harap ini menghasilkan: Di bagian ini kita dapat
menuliskan pengukuran atau target hasil yang ingin dicapai. Kita dapat
membuat target secara kuantitatif, seperti: minimal 25 % formulir harus
kembali.
Langkah-langkah untuk mengeksekusi: Di bagian ini, kita akan menulis
secara rinci langkah-langkah yang akan diambil dalam siklus ini. Misalnya,
dalam pengisian survei kepuasan pelanggan dibutuhkan langkah-langkah
sebagai berikut.
Menempatkan formulir survei pada tempat mudah dilihat dan dijangkau
pada bagian kepulangan pasien
Petugas memotivasi pasien dan keluarga untuk mengisi formulir survei
kepuasan pelanggan
Pasien/ keluarga diminta mengembalikan formulir survei yang telah diisi ke
dalam box yang telah dipersiapkan.
Sehingga, pada aspek ini harus secara rinci dituliskan tentang siapa saja
populasi yang terlibat dan batas waktu yang telah ditentukan. Batas waktu
yang ditentukan tidak boleh terlalu lama, yaitu hanya berkisar 1 minggu
namun kemajuannya dapat diketahui sejak beberapa jam setelah
diterapkan.
DO/ Melakukan
Setelah memiliki rencana, kita akan menjalankannya atau menggerakkan
perubahan. Pada saat mulai implementasi ini, penting memperhatikan apa
yang terjadi segera setelah perubahan diterapkan.
What did you observe/ Apa yang kamu amati? Di bagian ini pengamatan
yang dilakukanselama implementasi dicatat. Hal ini mungkin meliputi
bagaimana pasien bereaksi, bagaimana petugas kesehatan bereaksi,
bagaimana keluarga pasien bereaksi, apakah perubahan ini sesuai dengan
sistem yang sudah berjalan atau maupun flow pasien. Penting direfleksikan
pertanyaan, “Apakah semuanya berjalan sesuai rencana?” “Apakah harus
memodifikasi rencana?”
Contoh catatan pada bagian ini:
Pada bagian kepulangan, pasien dan keluarga Nampak sibuk dengan
berbagai aktivitas, seperti mengurus pembayaran, melengkapi administrasi,
berkoordinasi dengan bagian transportasi pasien, dan lain sebagainya.
Petugas terkadang lupa menawarkan pasien maupun keluarga untuk
mengisi form survey.
Jam-jam kepulangan pasien umumnya merupakan jam yang sibuk dan
padat, sehingga area di bagian kepulangan pasien cukup crowded.
Berdasarkan pengamatan di atas, nampaknya perlu dilakukan perubahan
strategi.
STUDY/ Belajar
Setelah implementasi diterapkan, hasilnya mulai dipelajari.
Apa yang kita pelajari? Apakah memenuhi tujuan pengukuran? Penting
dicatat seberapa baik kerjanya jika yang dilakukan memenuhi target tujuan.
Contoh pengisian pada bagian ini:
Pada siklus pertama, hanya ada 10 kuesioner yang diisi dan dikembalikan
dari 100 formulir yang disediakan di bagian kepulangan pasien. Perlu ada
perubahan strategi untuk meperbaiki pencapaian target.
ACT/ Bertindak
Apa yang dapat disimpulkan dari siklus ini? Di bagian ini dituliskan apa yang
didapatkan untuk implementasi ini, apakah hal tersebut berhasil atau tidak.
Dan, jika hal itu tidak berhasil, apa yang dapat dilakukan secara berbeda
pada siklus berikutnya untuk mengatasi masalah atau kegagalan yang
terjadi. Jika berhasil, apakah kita siap untuk scale-up atau menyebarkannya
ke seluruh sistem/ praktik di fasilitas kesehatan?
JENIS INSIDEN
1. KEJADIAN SENTINEL Suatu Kejadian tidak diinginkan yang
menyebabkan kematian atau cedera serius
2. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN (KTD) Insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien
3. KEJADIAN TIDAK CEDERA (KTC) Insiden yang sudah terpapar kepada
pasien tapi tidak menimbulkan cedera
4. KEJADIAN NYARIS CEDERA (KNC) Insiden yang belum terpapar kepada
pasien
KONDISI POTENSIAL CEDERA (KPC) Kondisi yang berpotensial
menimbulkan cedera tapi belum terjadi insiden
1. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas Peran Pimpinan dalam pengelolaan RS,
Pengelolaan SDM sesuai peraturan perundangan (personal file, penilaian
kinerja), Pengelolaan dokumen RS, Standar pelayanan admisi RS, IGD,
ruang isolasi, rawat jalan, rawat inap, kamar bersalin (VK), Perinatologi,
perawatan intensive, ruang prosedur/kamar operasi, pelayanan
hemodialisas, kemoterapi, farmasi, laboratorium, radiologi, gizi, laundry,
CSSD, kamar jenazah, system utilitas, serta pelayanan IPAL pengelolaan
B3 dan limbah.
2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memfasilitasi
standard pelayanan rumah sakit
b. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat: a) memfasilitasi
peran pimpinan dalam pengelolaan RS, b) mengelola SDM sesuai
peraturan perundangan (personal file, penilaian kinerja), c)
mengelola dokumen RS, d) memfasilitasi standar pelayanan admisi
RS, e) IGD, f) ruang isolasi, g) rawat jalan, h) rawat inap, i) ruang VK
(Kamar Bersalin), j) perinatologi, k) perawatan intensif (ICU, ICCU,
PICU, NICU, RICU), l) ruang prosedur/ kamar operasi, m)
hemodialisa, n) kemoterapi, o) farmasi, p) laboratorium, q) radiologi,
r) gizi, s) laundry, t) CSSD, u) kamar jenazah, v) standar sistem
Utilitas, w) IPAL pengelolaan B3 dan limbah
4. Metode
Ceramah interaktif
Role play
Praktik
Diskusi kelompok
1. Uraian Materi
PEMILIK
Sesuai dengan peraturan dan perundangan, kepemilikan Rumah Sakit diatur
sebagai berikut:
1. Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau
swasta. Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan
hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang
perumahsakitan.
2. Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit publik dan Rumah Sakit privat. Rumah Sakit publik dapat dikelola
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat
nirlaba
3. Rumah Sakit privat dapat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero 4. Pemilik Rumah Sakit
dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah Sakit yaitu merupakansuatu
unit nonstruktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab
kepada pemilik Rumah Sakit. 5. Pemilik Rumah Sakit tidak bisa menjabat
sebagai Direktur Rumah Sakit
Pemilik adalah pemilik Rumah Sakit dan badan representasi yang mewakili
pemilik, sesuai dengan bentuk badan hukum kepemilikan Rumah Sakit
tersebut.
Di bawah ini adalah fokus area standar tata kelola rumah sakit.
a. Pemilik.
b. Direksi.
c. Kepala bidang/divisi.
d. Manajemen sumber daya manusia.
e. Manajemen peningkatan mutu dan keselamatan pasien
f. Manajemen kontak
g. Manajemen sumber daya
h. Organisasi dan tanggung jawab staf
i. Unit Pelayanan
j. Manajemen etis
k. Budaya keselamatan
Perencanaan
1. Perencanaan
a) Pimpinan rumah sakit harus menetapkan perencanaan kebutuhan staf
rumah sakit.
Pimpinan unit layanan menetapkan persyaratan pendidikan,
kompetensi, kewenangan, keterampilan, pengetahuan, dan
pengaiaman staf untuk memenuhi kebutuhan memberikan asuhan
kepada pasien. Untuk menghitung jumlah staf yang dibutuhkan
digunakan faktor sebagai berikut:
1) misi rumah sakit;
2) keragaman pasien yang harus dilayani, kompleksitas, dan
intensitas kebutuhan pasien
3) layanan diagnostik dan klinis yang disediakan rumah sakit
4) volume pasien rawat inap dan rawat jalan
5) teknologi medis yang digunakan untuk pasien.
Rumah sakit memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang syarat tingkat pendidikan, kompetensi, kewenangan,
keterampilan, pengetahuan dan pengaiaman untuk setiap anggota staf,
serta ketentuan yang mengatur jumlah staf yang dibutuhkan di setiap
unit layanan (lihat juga PMKP 1; TKRS.8).
Contoh:
2 Setiap nama jabatan ada persyaratan jabatan yang
meliputi pendidikan dan kualifikasi. (D,W)
Bukti setiap jabatan memuat persyaratan jabatan
Contoh:
2 Ada bukti staf klinis dan non klinis baru diberikan orientasi umum
dan khusus (lihat juga PPI 11). (D,W)
Bukti pelaksanaan orientasi staf baru meliputi:
1) Orientasi umum: TOR, daftar hadir, materi dan narasumber
meliputi perumahsakitan, mutu, keselamatan pasien, PPI, serta
evaluasi peserta, laporan pelaksanaan orientasi
2) Orientasi khusus: TOR, daftar hadir, evaluasi peserta, laporan
pelaksanaan orientasi
Contoh:
3 Staf kontrak, magang, internship dan peserta didik mendapat
pelatihan tentang orientasi umum dan khusus (Lihat juga IPKP 6
EP 1). (D,W)
Bukti pelaksanaan tentang orientasi staf kontrak, magang,
internship dan peserta didik meliputi:
1) Orientasi umum: TOR, daftar hadir, materi dan narasumber
meliputi perumahsakitan, mutu, keselamatan pasien, PPI, serta
evaluasi peserta, laporan pelaksanaan orientasi
2) Orientasi khusus: TOR, daftar hadir, evaluasi peserta, laporan
pelaksanaan orientasi
Contoh:
Pendidikan dan Pelatihan
a) Setiap staf mengikuti pendidikan atau pelatihan di dalam atau di luar
rumah sakit, termasuk pendidikan profesi berkelanjutan untuk
mempertahankan atau meningkatkan kompetensinya.
Kesehatan dan keselamatan staf harus menjadi bagian dari program mutu
dan keselamatan pasien rumah sakit. Cara rumah sakit melakukan
orientasi dan pelatihan staf, penyediaan lingkungan kerja yang aman,
pemeliharaan peralatan dan teknologi medis, pencegahan atau
pengendalian Infeksi terkait perawatan kesehatan (health care-associated
infections), serta beberapa faktor Iainnya menentukan kesehatan dan
kesejahteraan staf. (lihat juga PPI 5 EP 2).
Staf medis adalah semua dokter dan dokter gigi yang memberikan layanan
promotif, preventif, kuratif, rehabllltatif, bedah, atau layanan medis/gigi lain
kepada pasien, atau yang memberikan layanan interpretatif terkait pasien
seperti patologi, radiologi, laboratorium, serta memiliki surat tanda
registrasi dan surat izin praktik.
3.1. Definisi Dan Ruang Lingkup (Jenis Dan Format) Dokumen Rumah
Sakit
Definisi
Yang dimaksud dokumen akreditasi adalah semua dokumen yang harus
disiapkan RS dalam pelaksanaan akreditasi RS. Dalam hal ini dokumen
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu dokumen yang merupakan regulasi dan
dokumen sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Untuk dokumen yang
merupakan regulasi, sangat dianjurkan untuk dibuat dalam bentuk Panduan
Tata Naskah Rumah Sakit.
Jenis Dokumen Rumah Sakit
Dokumen regulasi di RS, berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi:
1. Regulasi
A. Regulasi pelayanan RS, yang terdiri dari:
• Kebijakan Pelayanan RS
• Pedoman/Panduan Pelayanan RS
• Standar Prosedur Operasional (SPO)
• Rencana jangka panjang (Renstra, Rencana Strategi Bisnis, dll)
• Rencana kerja tahunan (RKA, RBA atau lainnya)
2. Bukti pelaksanaan
Dokumen sebagai bukti pelaksanaan, terdiri dari:
1. Bukti tertulis kegiatan/rekam kegiatan
2. Dokumen pendukung lainnya : misalnya Ijazah, sertifikat pelatihan,
serifikat perijinan, kaliberasi, dll.
1. KEBIJAKAN
Kebijakan RS adalah penetapan Direktur/Pimpinan RS pada tataran strategis
atau bersifat garis besar yang mengikat. Karena kebijakan bersifat garis besar
maka untuk penerapan kebijakan tersebut perlu disusun pedoman/panduan
dan prosedur sehingga ada kejelasan langkah – langkah untuk melaksanakan
kebijakan tersebut. Kebijakan ditetapkan dengan peraturan atau keputusan
Direktur/Pimpinan RS. Kebijakan dapat dituangkan dalam pasal-pasal di
dalam peraturan/keputusan tersebut, atau merupakan lampiran dari
peraturan/keputusan.
b. Diktum
1. Diktum Memutuskan ditulis simetris di tengah, seluruhnya
dengan huruf kapital, serta diletakkan di tengah margin;
2. Diktum Menetapkan dicantumkan setelah kata memutuskan
disejajarkan ke bawah dengan kata menimbang dan
mengingat, huruf awal kata menetapkan ditulis dengan huruf
kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua
3. Nama peraturan/keputusan sesuai dengan judul (kepala),
seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
tanda baca titik.
c. Batang Tubuh
1. Batang tubuh memuat semua substansi peraturan/keputusan yang
dirumuskan dalam 10 diktum-diktum, misalnya :
KESATU :
KEDUA :
dst
2. Dicantumkan saat berlakunya peraturan/keputusan, perubahan,
pembatalan, pencabutan ketentuan, dan peraturan lainnya, dan
3. Materi kebijakan dapat dibuat sebagai lampiran
peraturan/keputusan, dan pada halaman terakhir ditandatangani
oleh pejabat yang menetapkan peraturan/keputusan.
d. Kaki
Kaki peraturan/keputusan merupakan bagian akhir substansi
peraturan/keputusan yang memuat penanda tangan penetapan
peraturan/keputusan, pengundangan peraturan/keputusan yang terdiri
atas tempat dan tanggal penetapan, nama jabatan, tanda tangan pejabat,
dan nama lengkap pejabat yang menandatangani.
e. Penandatanganan
Peraturan/Keputusan Direktur/Pimpinan RS ditandatangani oleh
Direktur/Pimpinan RS.
f. Lampiran peraturan/keputusan :
Halaman pertama harus dicantumkan judul dan nomer
peraturan/keputusan.
Halaman terakhir harus ditandatangani oleh Direktur/Pimpinan RS
.
2. PEDOMAN/PANDUAN
Pedoman adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana
sesuatu harus dilakukan, dengan demikian merupakan hal pokok yang
menjadi dasar untuk menentukan atau melaksanakan kegiatan. Sedangkan
panduan adalah merupakan petunjuk dalam melakukan kegiatan. Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan
panduan hanya meliputi 1 (satu) kegiatan. Agar pedoman/panduan dapat
dimplementasikan dengan baik dan benar, diperlukan pengaturan melalui
SPO. Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi pedoman/panduan maka
sulit untuk dibuat standar sistematikanya atau formatbakunya. Oleh karena itu
RS
dapat menyusun/membuat sistematika buku pedoman/panduan sesuai
kebutuhan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen
pedoman/panduan ini yaitu :
o Setiap pedoman/panduan harus dilengkapi dengan peraturan/keputusan
Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakukan pedoman/panduan tersebut.
Bila Direktur/Pimpinan RS diganti, peraturan/keputusan
Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakuan pedoman/panduan tidak
perlu diganti. Peraturan/Keputusan Direktur/pimpinan RS diganti bila
memang ada perubahan dalam pedoman/panduan tersebut.
o Setiap pedoman/panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap
2-3 tahun sekali.
o Bila Kementerian Kesehatan sudah menerbitkan pedoman/panduan
untuk suatu kegiatan/pelayanan tertentu maka RS dalam membuat
pedoman/panduan wajib mengacu pada pedoman/panduan yang
diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan tersebut.
o Walaupun format baku sistematika pedoman/panduan tidak ditetapkan,
namun ada sistematika yang lazim digunakan sebagai berikut :
a. Format Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja :
BAB I Pendahuluan
BAB II Gambaran Umum RS
BAB III Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan RS
BAB IV Struktur Organisasi RS
BAB V Struktur Organisasi Unit Kerja
BAB VI Uraian Jabatan
BAB VII Tata Hubungan Kerja
BAB VIII Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil
BAB IX Kegiatan Orientasi
BAB X Pertemuan/rapat
BAB XI Pelaporan
1. Laporan Harian
2. Laporan Bulanan
3. Laporan Tahunan
b. Format Pedoman Pelayanan Unit Kerja
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
C. Ruang Lingkup Pelayananvg
D. Batasan Operasional
E. Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
B. Distribusi Ketenagaan
C. Pengaturan Jaga
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP
c. Format Panduan Pelayanan RS
BAB I DEFINISI
BAB II RUANG LINGKUP
BAB III TATA LAKSANA
BAB IV DOKUMENTASI
Prosedur tindakan
Prosedur penatalaksanaan
Petunjuk teknis.
Walaupun banyak istilah, namun istilah digunakan adalah SPO
karena sesuai dengan yang tercantum di dalam undang-undang.
Oleh karena itu untuk selanjutnya istilah yang digunakan di buku
panduan ini adalah SPO.
b. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan SPO adalah : Suatu perangkat instruksi/
langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin
tertentu.
d. MANFAAT SPO
Memenuhi persyaratan standar pelayanan RS/Akreditasi RS.
Mendokumentasi langkah-langkah kegiatan.
Memastikan staf RS memahami bagaimana melaksanakan
pekerjaannnya.
Contoh:
SPO Pemberian informasi, SPO Pemasangan infus, SPO Pemindahan
pasien dari tempat tidur ke brandkar.
e. FORMAT SPO
Penjelasan :
Penulisan SPO yang harus tetap di dalam tabel/ kotak adalah : nama RS
dan logo, judul SPO, SPO, no dokumen, no revisi, tanggal terbit dan tanda
tangan Direktur RS, sedangkan untuk pengertian, tujuan, kebijakan,
prosedur dan unit terkait boleh tidak diberi kotak/tabel.
3. PROGRAM
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa ROGRAM berisi rencana kegiatan yang akan dilaksanakan yang
disusun secara rinci yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga/unit
kerja
B. SISTEMATIKA/FORMAT PROGRAM
Sistematika atau format program sebagai berikut :
1. Pendahuluan
2. Latar belakang
3. Tujuan umum dan tujuan khusus
4. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
5. Cara melaksanakan legiatan
6. Sasaran
7. Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan
8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
9.Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan Sistematika/format
tersebut diatas adalah minimal, RS dapat menambah sesuai
kebutuhan, tetapi tidak diperbolehkan mengurangi. Contoh
penambahan : ditambah point untuk pembiayaan/anggaran.
3.2. Pengendalian dokumen rumah sakit
Regulasi bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang seragam mengenai
fungsi klinis dan non-klinis organisasi. Sebuah dokumen tertulis memandu
bagaimana cara menyusun dan mengendalikan regulasi di rumah sakit.
Regulasi ini sebaiknya diatur dalam bentuk Panduan Tata Naskah Rumah Sakit.
Beberapa komponen yang harus ada antara lain sebagai berikut:
a) Peninjauan dan persetujuan semua dokumen oleh pihak yang
berwenang sebelum diterbitkan
b) Proses dan frekuensi peninjauan dokumen serta persetujuan
berkelanjutan
c) Pengendalian untuk memastikan bahwa hanya dokumen versi
terbaru/terkini dan relevan yang tersedia
d) Bagaimana mengidentifikasi adanya perubahan dalam dokumen
e) Pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f) Proses pengelolaan dokumen yang berasal dari luar rumah sakit
g) Penyimpanan dokumen lama yang sudah tidak terpakai (obsolete)
setidaknya selama waktu yang ditentukan oleh peraturan dan
undang-undang, sekaligus memastikan bahwa dokumen tersebut
tidak akan salah digunakan.
Suatu sistem penelusuran memungkinkan diidentifikasinya tiap dokumen
berdasarkan judul, tanggal terbit, edisi dan/atau tanggal revisi terbaru, jumlah
halaman, siapa yang mengesahkan dan/atau melakukan peninjauan
dokumen, serta identifikasi basis data (bila memungkinkan). Sistem
penelusuran ini membantu staf mencari kebijakan yang relevan dengan
tugasnya atau situasi tertentu secara cepat. Sebagai contoh, staf
di unit gawat darurat dapat mencari kebijakan mengenai surat persetujuan
tindakan pada seorang anak yang tidak didampingi wali saat akan menjalani
prosedur bedah.
Proses-proses tersebut diterapkan dalam menyusun serta memelihara
kebijakan, prosedur, dan program.
E. Pendekatan Sistem
107
Pendekatan Sistem adalah upaya untuk melakukan pemecahan masalah
yang dilakukan dengan melihat masalah yang ada secara menyeluruh
dan melakukan analisis secara sistem
Tata cara dan pengaturan pasien rawat inap (admissions) dan prosedur pasien
pulang (discharge sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan pasien pada semua sektor pelayanan di rumah sakit. Kerjasama
sangat dibutuhkan untuk memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan itu
telah direncanakan, diatur dan diberikan sesuai dengan pendekatan berbasis
pasien (patient centered) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan
memberikan rasa berkeadilan.
4.1. Kebijakan Pelayanan Admisi RS
Proses admisi di rumah sakit itu bisa bersifat elektif dan gawat darurat
tergantung dari kasus yang ditemukan oleh dokter. Admisi yang bersifat elektif
biasanya pada pasien yang tidak mengalami sakit yang mendadak dan tidak
mengancam nyawa, sedangkan admisi yang bersifat gawat darurat itu bersifat
mendadak, mengalami trauma berat, penyakit dalam grade lanjutan dan
penyakit yang mengancam nyawa pasien.
4.2. Standard SDM Pelayanan Admisi RS
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
a. WISN (Workload Indicators of Staffing Needs) adalah indikator yang
menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga di unit kerja berdasarkan
beban kerja, sehingga alokasi/relokasi akan lebih mudah dan
rasional
b. Kegiatan Standar adalah satu satuan waktu (atau angka) yang
diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan sesuai dengan standar
profesinya.
c. Standar Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat
dilaksanakan oleh seseorang tenaga yang profesional dalam satu
tahun kerja sesuai dengan standar profesional dan telah
memperhitungkan waktu libur, sakit, dll.
d. Data Susunan Pegawai adalah daftar jumlah pegawai yang
tersusun dalam jabatan dan pangkat atau kelas jabatan dalam
kurun waktu tertentu yang diperlukan oleh organisasi untuk
melaksanakan fungsinya.
e. Analisa Beban Kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada
satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan
selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan
persatuan waktu.
108
f. Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh tenaga dalam satu tahun dalam satu sarana
pelayanan kesehatan.
g. Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
109
Infrastruktur:
Unit Admisi menetapkan, menyediakan dan memelihara infrastruktur yang
diperlukan untuk mencapai kesesuaian produk, termasuk di dalamnya:
- Bangunan, ruang kerja dan sarana pendukungnya
- Peralatan, perangkat keras, dan perangkat lunak
- Sarana pendukung lainnya
Lobby Pendaftaran pasien & Ruang Kerja
- Fasilitas: AC, Penerangan yang cukup, Komputer, Printer, Internet,
Pesawat Telepon, Handphone, Kamar mandi di dalam, Wastafel setiap kamar
mandi, Musholla, Pantry dan Tempat sampah non Infeksius.
- Meja Kerja dan Kursi
- Kursi tunggu Pasien
- Penunjuk arah
- Televisi Edukasi
110
111
a. Rawat Jalan
1. Pengaturan Loket Pelayanan Pendaftaran Rawat Jalan
- Loket perjanjian online
- Loket pasien baru
- Loket pasien onsite
- Loket jamkesda
- Loket khusus disabilitas dan geriatri
- Loket jaminan perusahaan dan tunai
- Loket percepatan batuk
Dalam kondisi tertentu loket bisa berubah fungsi sesuai kebutuhan
2. Sistem Kode nomor antrian disesuaikan dengan kebijakan rumah sakit
masing-masing.
Contoh kode :
- Kode 1= Pasien baru rawat jalan
- Kode 2 = Pasien rawat Inap
- Kode 3 = Jamkesda
- Kode 4 = Tunai
- Kode 5 = Perusahaan
- Kode 6 = Lansia
- Kode 7 = Ibu hamil
- Kode 8 = Pasien anak
112
- Kode 9 = Disabilitas
- Kode 10 = JKN
- Kode 11= Perjanjian online
B. Rawat Inap
1, Manajemen Tempat Tidur (Bed Management)
Manajemen tempat tidur terpadu sebagai suatu rangkaian pengelolaan
keseluruhan proses pasien masuk rawat inap, mutasi, discharge maupun
pindahan dari rumah sakit yang dikelola dalam satu koordinasi yang
dilakukan setiap harinya 1 x 24 jam.
2. Sistem Bed Management :
a. Perlu koordinasi dari berbagai pihak
b. Kewaspadaan dari unit-unit terkait
c. Perlu ada yang mengatur
d. Dukungan dari Korporat
e. Kesesuaian informasi Kode Warna
3. Sistem Kode Warna disesuaikan sesuai kebijakan rumah sakit masing masing.
Contoh Kode warna di admisi rumah sakit :
a. Warna putih : Tempat tidur Kosong
b. Warna kuning : Reservasi
c. Warna Hijau : Pasien masuk ruang rawat inap
d. Warna biru : Rencana stepdown
e. Warna ungu : Rencana Pulang
f. Warna merah : Pasien selesai administrasi
Petugas admisi rawat inap dibuat jadwal lembur bergantian setiap hari untuk
memantau tempat tidur kosong langsung ke kamar - kamar ruang rawat, agar
proses reservasi kamar untuk pasien igd dan poli yang sudah terjadwal lebih
cepat. khusus pasien stepdown dari ruang rawat intensif, dokter penanggung
jawab atau PJ perawat sudah harus menginformasikan pada malam hari ke
unit admisi. Adapun kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan
mengoptimalkan proses pasien pulang di ruang rawat reguler.
4. Sistem Daftar Tunggu (Waiting list)
Daftar tunggu rawat inap di bagi berdasarkan kelas rawat (kelas 1, kelas 2,
kelas 3, VIP dan VVIP dan jenis kelamin (untuk kamar yang ditempati lebih
dari 1 orang)
Memonitoring ketersediaan kamar rawat,kemudian melakukan pemanggilan
pasien sesuai dengan kriteria kamar yang tersedia
5. Admisi Gawat Darurat (emergency admissions)
Admisi Gawat Darurat didefinisikan sebagai proses masuknya pasien yang
tidak direncanakan dikarenakan trauma (cedera) atau penyakit akut yang tidak
bisa ditangani sebagai pasien rawat jalan. Prinsip pelayanan melalui ke bagian
gawat darurat adalah hanyalah pasien yang mengalami kegawatdaruratan.
113
Faktor yang penting dalam memasukkan pasien melalui gawat darurat adalah
sebagai berikut: adanya proses triase, penilaian kondisi klinis pasien,
pemeriksaan radiologi dan patologi klinik yang cepat.dari hasil tersebut dapat
dilakukan pendiagnosisan penyakit yang cepat. adanya keputusan dari dokter
senior saat pengambilan keputusan perawatan.adanya kerjasama antar
multidisiplin ilmu.
6. Sistem Stepdown
a. Ruang khusus ICU, HCU, NICU, ICCU akan memberikan kode
warna sesuai yang di tetapkan oleh rumah sakit masing masing jika
pasien tersebut memerlukan stepdown. Selanjutnya melaporkan ke
unit admisi untuk dimasukkan ke formulir data pasien stepdown
b. Petugas admisi akan berkordinasi dengan ruang rawat untuk
menfasilitasi pasien stepdown.
c. Jika kamar tersedia, ruang khusus akan diberikan informasi,
selanjutnya ruang khusus yang mengatur proses perpindahan
pasien tersebut.
114
Proses pencatatan, pelaporan, monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan pelayanan admisi RS
Pemangku
Definisi Waktu Pengumpulan Yang
o Laporan Kepentingan Bentuk pelaporan
Operasional Pelaporan Laporan Melaporkan (Stakeholders)
1 Insiden Kegiatan Bulanan Paling lambat Unit kerja Direktur Utama Rekapitulasi laporan insiden (KPC, KNC, KTC,
Keselam melaporkan baik ada tanggal 5 KTD) dilaporkan setiap bulan lengkap dengan hasil
atan rekapitulasi maupun setiap risk grading dan tindak lanjut (investigasi
Pasien laporan insiden tidak ada bulannya sederhana/RCA)
keselamatan laporan Rekapitulasi laporan dan analisis secara lengkap
pasien, melakukan insiden akan dilaporkan kepada Direksi dan Dewan
risk grading, Pengawas setiap 3 bulan
membuat
investigasi sesuai
pita risiko.
115
keselamatan di unit
masing-masing
2 Telusur Asesmen Tiga Asesor telusur Direksi Rekapitulasi hasil laporan dilaporkan kepada
Internal penerapan standar Bulanan internal & Unit Kerja terkait Direksi dan disampaikan kepada semua unit kerja
Korporat mutu dan KMKK terkait maksimal 5 hari setelah selesai telusur.
keselamatan Laporan tindak lanjut dari masing-masing unit kerja
secara sistemik diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu 1
melibatkan semua minggu pasca rekapitulasi temuan diterima
unit kerja
3 Pelaksan Plan-Do-Study-Act Per Sub Komite Direksi PDSA disusun berdasarkan laporan temuan yang
aan adalah kegiatan kegiatan Sistem ditindaklanjuti di masing-masing unit kerja. Bulan ke
PDSA yang dilakukan Pengembanga empat, PDSA dapat dilaporkan.
oleh unit kerja n Mutu Setiap tiga bulan akan dilakukan rekapitulasi
sebagai upaya pelaksanaan PDSA oleh unit kerja dan dikirimkan
perbaikan melalui kepada Direksi.
design sistem baru
atau redesign
sistem yang sudah
ada.
5 Laporan Masing-masing Sesuai Sesuai jadwal Champion Unit Direktur Utama Masing-masing unit kerja melaporkan program
pelaksan unit kerja memiliki jadwal Kerja Yanmed peningkatan mutu yang dikembangkan di masing-
aan program presentasi masing unit kerja dan pencapaiannya.
program peningkatan mutu unit kerja Laporan kegiatan pertemuan Tim Champion Unit
mutu unit yang dilaksanakan Kerja dilaksanakan per tiga bulan
kerja dan diukur
pencapaiannya
116
PEGUKURAN, ANALISA DAN PENGEMBANGAN
Penanggung jawab mutu merencanakan dan menerapkan aktifitas
monitoring, pengukuran, analisa dan peningkatan proses yang
dibutuhkan untuk memastikan kesesuaian layanan. Hal ini meliputi
penetapan instruksi kerja yang diperlukan dan dipergunakan, termasuk
penggunaan teknik analisa data.
a. Monitoring dan Pengukuran
Kepuasan Pelanggan: Penanggung jawab mutu harus memonitor
informasi mengenai kepuasan pelanggan sebagai salah satu
pengukuran prestasi dari Sistem Manajemen Mutu. Cara untuk
memperoleh dan menggunakan informasi ini dapat melalui
pengiriman kuesioner dan atau mengunjungi pelanggan secara
periodik melalui Survey Pelanggan.
b. Audit Internal
Audit mutu internal harus dilaksanakan paling sedikit setiap 6
bulan. Audit dilakukan berdasarkan kepentingan dan status dari
aktifitas mutu, Penanggung jawab mutu menyusun rencana audit
mutu internal.
Penanggung jawab mutu menentukan personal pelaksana audit
mutu internal (auditor) dari personal internal organisasi yang
mempunyai kemampuan dan harus mandiri dari tanggungjawab
bagian yang diaudit.
Auditor Mutu Internal harus membuat Laporan Audit terhadap
ketidaksesuaian yang berhasil diidentifikasi pada saat audit dan
meminta tindakan perbaikan setelah mendapat persetujuan QMR
dan Penanggung Jawab Unit Kerja ybs. Sejauh diperlukan,
auditor membuat rekomendasi untuk perbaikan atas
ketidaksesuaian yang teridentifikasi. Penanggung Jawab Unit
Kerja harus menjelaskan secara rinci tindakan perbaikan dan
tanggal penyelesaian pada Laporan Audit.
Sesuai dengan instruksi QMR, auditor harus melaksanakan audit
tindak lanjut dan memverifikasi status dan efektifitas tindakan
perbaikan yang dilakukan oleh Unit Kerja ybs dalam Laporan
Audit.
QMR harus membuat Laporan Audit Mutu Internal sesuai dengan
keadaan sebenarnya dan diberikan kepada Kepala Unit yang
selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan tinjauan sistem
manajemen mutu.
c. Monitoring dan Pengukuran Proses
117
Proses-proses yang berhubungan dengan realisasi produk
dipantau untuk memastikan proses-proses tersebut dapat
menghasilkan produk-produk yang sesuai dengan persyaratan,
contoh : waktu, suhu dan tekanan.
d. Pengendalian Ketidaksesuaian Produk
QMR bertanggungjawab untuk memberi tanda pada pelayanan
yang tidak sesuai dan selanjutnya dicatat dalam tindakan koreksi
dan pencegahan. Untuk kemudian akan ditindaklanjuti sesuai
dengan prosedur .QMR membuat Laporan Ketidaksesuaian atas
pelayanan yang tidak sesuai dibuatkan resume bulanan.
Berdasarkan resume bulanan tersebut Penanggung jawab unit
kerja bersama penanggung jawab lain yang terkait menentukan
tindakan perbaikan dan pencegahan baik dari segi sistem,
peralatan maupun manusia.
e. Analisa Data
Seluruh data yang dihasilkan dari monitoring dan pengukuran,
dianalisa untuk memberikan berbagai informasi mengenai/dan
digunakan untuk mengetahui :
- Kepuasan pelanggan.
- Kesesuaian dengan persyaratan produk.
- Karakteristik dan kecenderungan proses dan produk
termasuk kemungkinan untuk tindakan pencegahan.
- Kemampuan unit penunjang
Analisa data dilakukan secara periodik sesuai dengan sifat dari
laporan
tersebut.
Peningkatan Berkesinambungan
Penanggung Jawab unit kerja bekerjasama dengan QMR
merencanakan dan mengatur proses yang perlu untuk peningkatan
berkesinambungan terhadap Sistem Manajemen Mutu melalui
Kebijakan Mutu, Sasaran Mutu, Hasil-hasil Audit, Analisa Data,
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan, serta Tinjauan Manajemen.
Tindakan Perbaikan :
Tindakan perbaikan diambil untuk mengurangi ketidaksesuaian agar
tidak terulang kembali.Tindakan perbaikan yang diambil harus tidak
berpotensi menimbulkan masalah baru. Tindakan perbaikan juga
meliputi :
a. Meninjau ketidaksesuaian termasuk kompain pelanggan.
b. Menentukan penyebab dari ketidaksesuaian.
118
c. Mengevaluasi kebutuhan untuk suatu tindakan untuk memastikan
ketidaksesuaian tidak terulang.
d. Menetapkan dan menerapkan tindakan perbaikan yang
dibutuhkan.
e. Mencatat hasil tindakan yang dilakukan.
f. Meninjau tindakan perbaikan yang dilaksanakan.
Tindakan Pencegahan : Tindakan pencegahan ditetapkan untuk
mengurangi penyebab ketidaksesuaian yang potensial untuk
mencegah agar ketidaksesuaian tidak terjadi. Tindakan
pencegahan yang diambil harus tidak berpotensi menimbulkan
masalah baru. Tindakan pencegahan juga meliputi:
a. Menetapkan ketidaksesuaian yang potensial dan
penyebabnya.
b. Mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah
terjadinya ketidaksesuaian.
c. Menetapkan dan menerapkan tindakan yang dibutuhkan.
d. Mencatat hasil tindakan yang dilakukan.
e. Meninjau tindakan pencegahan yang dilakukan.
Kegiatan Orientasi
a. Pelaksanaan Program Orientasi Tenaga Baru
1. Orientasi umum dilakukan selama 2 hari dari korporat
2. Orientasi selanjutnya dengan kepala unit berisi paparan
tentang visi misi unit dan bisnis proses. Selanjutnya
orientasi dengan kordinator. Selama 2 minggu pegawai
baru tersebut ditempatkan di lrawat jalan dan 2 minggu
selanjutnya di rawat inap didampingi Penanggung jawab
masing - masing. Orientasi unit kerja dilakukan sesuai
dengan kebutuhan unit kerja minimal selama 1 (satu)
bulan.
3. Setelah dinilai layak untuk pelayanan pasien maka
pegawai tersebut akan ditempatkan sesuai kebutuhan
unit
b. Pelaksanaan Program Orientasi bagi Pegawai yang Mutasi dan
Rotasi
1. Orientasi umum bagi pegawai yang dimutasi ke rumah
sakit dari rumah sakit luar dilakukan selama 1 (satu) hari
oleh Bagian SDM.
2. Orientasi keprofesian untuk pegawai yang dimutasi ke
rumah sakit dari rumah sakit luar dilakukan selama 1
119
(satu) hari oleh Kepala Bagian/Bidang Pengendali
Program.
3. Orientasi unit kerja bagi pegawai yang dimutasi dilakukan
minimal 3 bulan di unit kerja dimana pegawai yang
bersangkutan ditempatkan.
4. Orientasi unit kerja bagi pegawai yang dirotasi dilakukan
minimal 3 bulan di unit kerja dengan menunjuk
pendamping untuk memfasilitasi pegawai tersebut sesuai
dengan uraian pekerjaan.
5. Materi Orientasi
a. Alur Pelayanan di Unit Admisi:
- Alur pasien baru rawat jalan
- Alur pasien lama rawat jalan
- Alur pasien rawat inap dengan Tunai
- Alur Pasien rawat inap dengan jaminan JKN
- Alur pasien rawat inap dengan jaminan
jamkesda / perusahaan
- Alur pasien dengan kecelakaan lalu lintas
b. Tata cara pendaftaran pasien baru rawat jalan
c. Tata cara pendaftaran pasien lama rawat jalan
d. Tata cara pendaftaran pasien rawat inap
e. Tata cara penjelasan tata tertib, General consent
dan Edukasi terintegrasi
f. Sistem Elektronik Health Report (EHR)
g. Sistem Kode Warna
h. Sistem mutasi pasien
i. Sistem Perjanjian
j. Sistem Waiting list
k. Sistem Stepdown pasien dari ruang khusus
l. Sistem bridging BPJS untuk pembuatan SEP
120
mencegah dan mengurangi angka kesakitan, kematian, dan
kecatatan.
Sebagai seorang pendamping akreditasi Rumah Sakit mampu
menjelaskan dan memahami Instalasi kegawat daruratan sehingga
Rumah Sakit yang didampingi dapat menyiapkan serta
mengimplementasikan hal-hal yang sudah diberikan.
Beberapa kebijakanpelayanan IGD :
1. Kebijakan Rumah Sakit terkait Pelayanan Pasien
2. Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
121
B. RUANG TINDAKAN
Ruang Resusitasi
PERALATAN MEDIS
Nasopharingeal Minimal 1
+ + + +
tube setiap no
Minimal 1
Oropharingeal tube + + + +
setiap no
Laringoscope set Minimal 1 tiap
+ + + +
Anak no
Laringoscope
+ + +
set Dewasa
Nasotrakheal tube + +
Orotracheal + + + +
Suction + + + +
Tracheostomi set + + + +
Bag Valve
Mask
+ + + +
(Dewasa/
Anak)
Kanul Oksigen + + + +
Oksigen mask (D/A) + + + +
Chest Tube + + + +
o / Trakheostomi + + + + Minimal 1
Ventilator Transport + + +/- - Minimal 1
Sesuai
Vital Sign Monitor + + +/- -
jumlah TT
2 s/d 3 tiap
Infusion pump + + +/- -
TT
Syringe pump + + +/- -
ECG + + + + Minimal 1
Vena Section + + + + Minimal 1
Defibririlator + + + + Minimal 1
Gluko stick + + + + Minimal 1
Stetoskop + + + + Minimal 1
Termometer + + + + Minimal 1
Nebulizer + + + + Minimal 1
Oksigen
Medis / Rasio 1:1 TT
+ + + +
Consentrat di IGD
or
Warmer + + +/- - Minimal 1
Imobilization Set + +
Neck Collar + + + + Minimal 1
Minimal 1
Splint + + + +
Set
Long Spine Board + + + + Minimal 1set
Minimal 1
Scoop Strecher + + + +
Set
Kendrik
Minimal 1
Extrication + + + +
set
Deviice (KED)
Urine Bag + + + +
NGT + + + +
Wound Toilet Set
C. OBAT – OBATAN DAN ALAT HABIS PAKAI
Cairan Infus Koloid + + + + Selalu
Cairan Infus tersedia
+ + + + dalam jumlah
Kristaloid
yang cukup di
Cairan Infus
+ + + + IGD tanpa
Dextrose harus di
Adrenalin + + + + resepkan
Sulpat Atropin + + + +
122
KELAS/ RUANG LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1 KET
Kortikosteroid + + + +
Lidokain + + + +
Dextrose 50% + + + +
Aminophilin + + + +
Pethidin + + + +
Morfin + + + +
Anti convulsion + + + + Selalu
Dopamin + + + + tersedia
dalam jumlah
Dobutamin + + + +
yang cukup di
ATS , TT + + + + IGD tanpa
Trombolitik + + + + harus di
Amiodaron (inotropik) + + + + resepkan
APD : Masker,
+ + + +
Sarung tangan
Mannitol + + + +
Furosmide + + + +
APD : Sarung Tangan + + + +
Ruang Tindakan Bedah
A. ALAT MEDIS
Meja Operasi /
tempat tidur Minimal 3 Minimal 3 Minimal 1 Minimal 1
tindakan
Dressing set Minimal 10 Minimal 10 Minimal 10 Minimal 10
Infusion Set Minimal 10 Minimal 10 Minimal 10 Minimal 10
Vena Section set Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 -
Torakosintetis set Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 -
Metal kauter Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 -
Film Viewer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 -
Tiang Infus Minimal 6 Minimal 6 Minimal 2 Minimal 2
Lampu operasi Minimal 3 Minimal 3 Minimal 1 Minimal 1
Thermometer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Stetoskop Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Suction Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Sterilisator Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Bidai Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Splint Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
B. OBAT-OBATAN DAN ALAT HABIS PAKAI
Antiseptik + + + +
Cairan kristaloid + + + +
Lidokain + + + +
Wound dressing + + + +
Alat-alat anti septic + + + +
ATS + + + +
Anti Bisa Ular + + + +
Anti Rabies + + + +
Benang jarum + + + +
Ruang Tindakan Medik
A. PERALATAN MEDIS
Kumbah Lambung
Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Set
EKG Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Kursi Periksa Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Irigatoreriksaan Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Nebulizer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Suction Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Oksigen Medis Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
NGT Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Syrine Pump Minimal 2 Minimal 2 Minimal 2 -
Infusion Pump Minimal 2 Minimal 2 Minimal 2 -
Jarum Spinal Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Lampu Kepala Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Bronchoscopy Minimal 1 - - -
123
KET
KELAS/ RUANG LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1
Opthalmoscop Minimal 1 Minimal 1 - -
Otoscope set Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Slit Lamp Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Tiang Infus Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Tempat Tidur Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Film Viewer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
B. OBAT – OBATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
SA + + + +
Aminophilin + + + +
Dopamin + + + +
Kristaloid + + + +
Cairan Infus Koloid + + + +
Cairan Infus
+ + + +
Kristaloid
Cairan Infus
+ + + +
Dextrose
Adrenalin + + + +
Sulpat Atropin + + + +
Kortikosteroid + + + +
Lidokain + + + +
Dextrose 50% + + + +
2
+ + + +
blokker
Pethidin + + + +
Morfin + + + +
Anti convulsion + + + +
Dopamin + + + +
Anti convulsion + + + +
Dobutamin + + + +
ATS + + + +
Trombolitik + + + +
Amiodaron
+ + + +
(inotropik)
APD : Masker + + + +
Mannitol + + + +
Furosmide + + + +
Ruang Tindakan Bayi & Anak
A. PERALATAN MEDIS
Inkubator Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Tiang Infus Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Tempat Tidur Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Film Viewer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Suction Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Oksigen Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
B. OBAT – OBATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
Stesolid + + + + Tersedia
Mikro drips set + + + + dalam jumlah
Intra Osseus set + + + + yang Cukup
Ruang Tindakan Kebidanan
A. PERALATAN MEDIS
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Kuret Set Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Partus set Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Suction bayi Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Meja Ginekologi Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Mnima 1 Minimal 1/
Meja Partus Minimal 1
bergabung /bergabung bergabung
124
KELAS/ RUANG LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1 KET
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Vacuum set Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Forcep set Minimal 1 bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
CTG Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Resusitasi set Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Doppler Minimal 1 bergabung bergabung bergabung
Suction Bayi baru Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Minimal 1
lahir bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Laennec Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Tiang Infus Minimal 1 bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Tempat Tidur Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Film Viewer Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
OBAT-OBATAN
Uterotonika + + + + Tersedia
+ + + + dalam jumlah
Prostaglandin yang
Cukup
Ruang Operasi (R. Persiapan dan Kamar Operasi)
A. RUANG PERSIAPAN
Ruang ganti
Brankar + + +/- -
Oksigen + + +/- -
Suction + + +/- -
Linen + + +/- -
Meja Operasi Minimal 1 Minimal 1 -
Mesin Anastesi Minimal 1 Minimal 1 -
Alat regional
Minimal 1 Minimal 1 -
Anestesi
Lampu
(mobile/statis) Minimal 1 Minimal 1 -
Pulse Oximeter Minimal 1 Minimal 1 -
Vital Sign
Minimal 1 Minimal 1 -
Monitor
Meja Instrumen Minimal 1 Minimal 1 -
Suction Minimal 1 Minimal 1 -
C-arm Minimal 1 - -
Film Viewer Minimal 1 Minimal 1 - Tindakan
yang
Set Bedah dasar Minimal 1 Minimal 1 -
dilakukan
Set laparatomi Minimal 1 Minimal 1 - terutama
Set Apendiktomi Minimal 1 Minimal 1 - untuk
Set sectiosesaria Minimal 1 Minimal 1 - keadaan Cito,
Set Bedah anak Minimal 1 - - bukan Elektif
Set Vascular Minimal 1 - -
Torakosintetis
Minimal 1 - -
set
Set
Minimal 1 - -
Neurosurgery
Set orthopedic Minimal 1 - -
Set urologi
Minimal 1 - -
Emergency
Set Bedah
Plastik Minimal 1 - -
Emergency
Set Laparoscopy Minimal 1 - -
Endoscopy
Minimal 1 - -
surgery
Laringoscop Minimal 1 Minimal 1
BVM Minimal 1 Minimal 1
Defibrilator Minimal 1 Minimal 1
125
KELAS/ RUANG LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1 KET
Infusion pump Minimal 2 Minima l2 -
Syringe pump Minimal 2 Minimal 2 -
Bed side Monitor Minimal 1 Minimal 1 -
Suction Minimal 1 Minimal 1 -
Tiang infuse Minimal 1 Minimal 1 -
Infusion set Minimal 1 Minimal 1 -
Oxygen Line Minimal 1 Minimal 1 -
Pasien Datang
Skrining di
Ruang Triage
Tindak lanjut
Luar RS
Dalam RS
Rawat inap Rujuk ke RS
lain
ICU,RICU,
Pulang
ICCU,NICU
Meninggal
Kamar Operasi
126
5.4. Standar Pelayanan IGD
Standar pelayanan IGD berdasarkan:
1. Klasifikasi Pasien gawat darurat dibagi dalam beberapa kategori:
a. Penderita Gawat Darurat Penderita yang mendadak berada dalam
keadaan gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya
(akanmenjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
Contoh : AMI, Fraktur terbuka, trauma kepala.
b. Penderita Gawat Tidak Darurat Penderita yang memerlukan pertolongan“
segera” tetapi tidak terancam jiwanya/menimbulkan kecacatan bilatidak
mendapatkan pertolongan segera, misalnya kanker stadium lanjut.
c. Penderita Darurat Tidak Gawat Penderita akibat musibah yang
datangtiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya,
misanyaluka sayat dangkal.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Penderita yang menderita penyakit
yang tidak mengancam jiwa/kecacatan, Misalnya pasien dengan DM
terkontrol, flu, maag dan sebagainya.
127
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
a. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
b. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian
kesaranakesehatan yang lebih memadai.
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang
kegiatanpenanggulangan penderita gawat darurat
d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli
e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat
rujukan (Instalasi Gawat Darurat dan ICU)
Tatalaksana
a. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat
kegawatannyauntuk memperoleh prioritas tindakan.
Pembagian golongan pada musibah masal/ bencana
1) Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-
tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.
2) Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada
dalam keadaangawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat, misalnya kankerstadium lanjut.
3) Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat
musibahyang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mêngancam nyawa dan anggotabadannya, misanya
luka sayat dangkal.
4) Tidak gawat, tidak darurat – hijau, Kelompok pasien
yang tidak lukadan tidak memerlukan intervensi medic.
5) Meninggal – hitam
b. Penanganan Pasien
Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu
diagnostik kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian danmanajemen segera terhadap komplikasi
akibat trauma parah yangmengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yangmengancam
128
kehidupan. Prioritas yang dilakukan padaprimary survey,
antara lain (Fulde, 2009) :
1) Airway maintenance dengan cervical spine protection
2) Breathing dan oxygenation
3) Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
4) Disability pemeriksaan neurologis singkat
5) Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan
primary survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam
urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telahsepenuhnya dinilai dan berhasil.
Setiap anggota tim dapat melaksanakantugas sesuai urutan
sebagai sebuah tim dan anggota yang telahdialokasikan peran
tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga
akansepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu
dalam keterlibatanmereka (American College of Surgeons,
1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada
seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan
trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta
pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara
lain (Gilbert.,D’Souza., & Pletz, 2009)
c. General Impressions
1) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara
umum.
2) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat,
orang)
d. Pengkajian Airway
129
yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama
intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada
kepala,leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan olehobstruksi lidah pada kondisi pasien tidak
sadar (Wilkinson &Skinner, 2000).Yang perlu diperhatikan
dalam pengkajian Airway pada pasien antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien
dapatberbicara atau bernafas dengan bebas?2)
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
- Adanya snoring atau gurgling
- Stridor atau suara napas tidak normal
- Agitasi (hipoksia)
- Penggunaan otot bantu pernafasan /
- paradoxical chest movements
- Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagianatas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak
perlupada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera
tulangbelakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan
nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/Naso pharyngeal airway
Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
130
pasien. Jika pernafasan padapasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harusdipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tensionpneumothorax/haemothorax,
closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson &
Skinner, 2000).Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
breathing pada pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi
dan oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis,
penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds,
dan penggunaan otot bantupernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur
ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi
berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada
dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding
dada pasien jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji
lebihlanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan
pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat
dan / atau oksigenasi.
a) Pemberian terapi oksigen
b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikand)
d) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk
advanced airway procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa
lainnyadan berikan terapi sesuai kebutuhan
g. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ
danoksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok
palingumum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada
131
temuan klinis:hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin,penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda
hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadiperdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upayamenghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkinmembutuhkan
perhatian segera adalah:
tension pneumothorax,cardiac tamponade, cardiac, spinal
shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang
nyata harus diidentifikasi melalui paparanpada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &Skinner,
2000). Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status
sirkulasi pasien,antara lain
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
denganpemberian penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
a) Menentukan ada atau tidaknya
b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atau hipoksia (capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
132
i. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien.Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang,imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan
log roll ketikamelakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah
selesai dilakukan, tutup pasien denganselimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukanpemeriksaan ulang
(Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma
yangmengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus
segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas
pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat
mengancamnyawa pasien luka dan mulai melakukan
transportasi pada pasienyang berpotensi tidak stabil atau
kritis
133
b. Jadwal supervise
c. Bukti supervise yang dilakukan kepada staf
134
Tenaga Keperawatan Profesional, yaitu Ners dan Ners
Spesialis
Tenaga penunjang: TU (Tata Usaha), POS (Pembantu Orang
Sakit)
b. Kompetensi yang harus dimiliki
Memiliki pelatihan PPI dasar
Memiliki pelatihan PPI lanjut
Memiliki pelatihan pengelolaan ruang isolasi
Memiliki pelatihan terkait kasus emerging da re-emerging
disease
c. Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi
Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi
Berbicara seperlunya
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi,
masker, sarung tangan, dan sandal khusus
Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
Kuku harus pendek
Tidak memakai perhiasan
Pakaian rapi dan bersih
Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic
Harus sehat
135
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Tempat alat tenun kotor harus ditutup
10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan
memakai disinfektan.
Ruang Perawatan isolasi terdiri dari :
1. Ruang ganti umum
2. Ruang bersih dalam
3. Stasi perawat
4. Ruang rawat pasien
5. Ruang dekontaminasi
6. Kamar mandi petugas
a. Isolasi untuk transmisi airborne
Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit tuberculosis,
antraks, cacar, difteri, varicella. Pergantian sirkulasi udara >12 kali
perjam. Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi dengan
menggunakan filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air). Di ruang
isolasi jenis N, tekanan negatif di dalam ruang rawat dan anteroom.
b. Isolasi untuk transmisi Kontak
Untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan
melalui kontak langsung, Ruang isolasi jenis S Bisa sederhana
dengan natural ventilasi atau dengan ekshaus
c. Isolasi untuk transmisi droplet untuk mencegah penyebaran
pathogen yang dikeluarkan pasien saat batuk,bersin dan bicara
yang dapat diteruskan melalui transmisi kontak tidak langsung.
Ruang isolasi jenis S Bisa sederhana dengan natural
ventilasi,dengan ekshaus
d. Isolasi untuk Protektif (Hal khusus) tujuannya untuk mencegah
kontak antara pathogen yang berbahaya dengan pasien dengan
daya tahan tubuh rendah atau menurun. Pasien harus ditempatkan
dalam ruangan yang mempermudah terlaksananya tindakan
pencegahan transmisi infeksi. Misalnya pasien yang sedang
menjalani pengobatan sitostatika, mendapat terapi imunosupresi
atau paska transplantasi. Ruang isolasi jenis P Anteroom tekanan
negative sedangkan ruang rawat tekanan positif
136
Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction
System
Air Sterilizer System dengan Burning & Filter
Modular minimal = 3 x 3 m2
b. Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest
Room)
Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2
c. Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)
Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation
System
Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang
ruangrawat isolasi
Modular minimal = 3 x 2,50 m2
d. Area Sirkulasi (Circulation Corridor)
Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
Pengkondisian udara masuk dengan AC Open
Circulation System
Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
Modular minimal lebar = 2,40 m
e. Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)
Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation
System
Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)
137
jendela transparan (kaca) dengan luas bukaan mencapai minimal
12 ACH
Memiliki kamar mandi / toilet tersendiri.Lokasi ruangan isolasi
kelas S sistem klaster sebaiknya terletak di lantai dasar
b. Ruang Isolasi tipe tekanan negative (Kelas N) Ruangan isolasi
tekanan negatif digunakan
Untuk pasien yang membutuhkan isolasi droplet nuclei(tetesan
inti) melalui udara
Tekanan negative untuk mengurangi penularan penyakit melalui
rute udara.
Untuk merawat pasien yang sangat rentan terhadap infeksi lebih
dalam keadaan yang sangat membutuhkan pemantauan khusus
dan terus- menerus
Ruangan rawat inap pasien harus dirancang untuk menunjang
fungsi semua perawatan yang untuk setiap tempat tidur pasien
dapat mengakomodasi kebutuhan ruang dari semua peralatan dan
petugas yang berhubungan
Anteroom
Fasilitas mencuci tangan untuk pengunjung pasien dan untuk
petugas harus disediakan,lengkap dengan sabun antiseptik
Kontainer/wadah khusus baju pelindung bekas pakai harus
disediakan,karena baju pelindung tidak boleh digunakan lebih dari
sekali.
Empat hal yang harus diperhatikan pula saat pembangunan
ruangi solasi adalah : sumber kontaminasi, pengaturan operasional
tata udara(HVAC/Heating Ventilating Air Conditioning)dan desain,
akses antara ruang isolasi dengan sumber kontaminasi yang telah
diidentifikasi, dan lalu lintas manusia serta kondisi terkait penghuni
ruangan (misalnya, pasien infeksi atau imunokompromis atau
keduanya).Lokasi untuksupply diffuser berada di langit-langit pada
area kaki pasien dan exhaust diletakkan di dinding dekat mendekati
lantai setinggi area kepala tempat tidur.
Untuk menjaga aliran udara dantekanan maka tidak ada jendela
yang dapat dibuka sehingga udara tetap kedap.Adapun arah aliran
udara tergantung tekanan yang akan diatur. Untuk kasus infeksi
maka tekanan negatif yang diatur dan untuk tekanan positif
digunakan pada kasus pasien dengan kondisi imunokompromise
c. Ruang Isolasi tipe tekanan positif (Kelas P)
138
Ruangan dengan tekanan relatif positif untuk mengisolasi pasien
penderita sistem kekebalan atauimmuno-compromised seperti
pasien-pasien transplantasi dan onkologi.
Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko penularan infeksi
kepada pasien rentan melalui jalur udara.
Ruanganrawat inap pasien berfungsi untuk merawat pasien yang
sangat rentan terhadap infeksi, yang keadaan lebih dalam sangat
membutuhkan pemantauan khusus dan terus-menerus.
Ruangan rawat inap pasien harus dirancang untuk menunjang
semua fungsi perawatan yang penting
Anteroomharus cukup luas untuk dibersihkan dan dilakukan
disinfeksi.Tidak ada ukuran khusus untuk ruanganteroomtersebut.
139
Zona hijau zona administrative zona yang tidak memerlukan
pelayanan langsung kepasien
Jalur merah
Rekayasa tata udara
Sistim udara buang dan keamanan lingkungan
Monitoring ruang isolasi
Perawatan dan perbaikan sistim tata udararuang isolasi
Penggunaan heap filter portable
Perpindahan antar antar zonasi
b. Administrasi control
Dekontaminasi
Perilaku budaya individu
Prosedur Pengunjung Tamu ,pengantar logistic dan makanan
Promosi kesehatan dan penyuluhan kesehatan
Alat Pelindung diri
Penggunaan APD level 1 keamanan level 1
Penggunaan APD level 2a keamanan level 2 airborne
Penggunaan APD level 2b keamanan level 2 biasa/bukan
airborne
Penggunaan APD level 2c keamanan level 2 campuran = pada
kondisi biasa, gunakan masker bedah, pada tindakan yg memicu
aerosol, gunakan N95
Penggunaan APD level 3 untuk kasus covid-19
c. Pencatatan pelaporan, Monitoring dan Evaluasi
Sistim Penggunaan Form asuhan pasien yg bagaimana; asesmen
awal…, indikasi pasien masuk dan keluar isolasi….?
Untuk monitoring dan evaluasi mutu pelayanan isolasi/Indikator
mutu, IKP, pelaporan pemeliharaan kompetensi staf….
140
LAMPIRAN
141
142
Lampiran pemakaian APD:
143
6.4. Standar Pelayanan Ruang Isolasi
Alur pelayanan ruang isolasi (Kriteria masuk dan keluar)
Pelayanan ruang isolasi disetiap rumah sakit bervariasi terutama
tergantung dari tipe dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki,
sehingga perlu dilakukan pengkajian awal dari profil dari masing-
masing rumah sakit yang dibimbing sebelum memulai proses
pendampingan.
Secara garis besar, alur pelayanan ruang isolasi adalah seperti
gambar berikut:
144
Rumah SPGDT/ Triage
SISRUTE (ATS.
Sakit Kohortin IGD RANAP
(SCREENING) Transfer
Perujuk pasien
menggunakan
chamber
Pasien
datang
langsung
145
3. Riwayat kesehatan
4. Hand Hygiene
5. Pengkajian awal/ulang keperawatan
6. Pengkajian nyeri
7. Edukasi untuk membantu pasien dan keluarga dalam
memutuskan perawatan
8. Dokumentasi rekam medik, kerahasiaan dokumen
9. Hak pasien mendapat privacy
C. Dokter
Pasien kemudian akan bertemu dengan dokter. Pendamping perlu
memperhatikan jenis Rumah sakit apakah termasuk RS Pendidikan
atau bukan, hal ini penting mengingat adanya keterlibatan peserta
didik di dalam layanan RS Pendidikan yang pastinya akan
berpengaruh pada alur layanan ruang rawat isolasi di Rumah sakit
tersebut.
Setelah itu, pendamping perlu mengkaji kecukupan butir penilaian
pengkajian awal atau ulang yang dilakukan oleh dokter melalui
dokumen regulasi dan formulir yang dimiliki oleh RS. Butir
pengkajian oleh dokter adalah:
1. Identifikasi pasien
2. Pemeriksaan fisik
3. Riwayat kesehatan
4. Aspek biologis
5. Psikologi
6. Sosial
7. Ekonomi
8. Kultural
9. Spiritual
10. Hand Hygiene
11. Pengkajian Awal/Ulang Medis
12. SBAR
13. Dokumentasi Rekam Medik, Kerahasiaan Dokumen
14. Reassessment DPJP setiap hari
15. Edukasi untuk membantu pasien dan keluarga dalam
memutuskan perawatan
16. Edukasi target perawatan dan hasil pemeriksaan pasien
17. Hak paisen mendapat privacy
18. Kebijakan standar penggunaan obat mencakup kerangka
waktu penggunaan obat
146
19. Tulisan resep obat yang mudah terbaca
20. Pengisian formulir perkembangan integrasi
21. Pengisian profile rawat jalan dan kondisi pasien terkini
22. Persetujuan di rawat/surat perintah rawat
Setelah melakukan pengkajian, maka dokter akan
melakukan perencanaan tatalaksana, dokumentasi,
peresepan, dan edukasi pada pasien. Dalam tahap ini,
pendamping perlu memastikan kesesuaian pelaksanaan
dengan dokumen regulasi terutama terkait:
1. Kesesuaian formulir/ lokasi dan kelengkapan
dokumentasi
2. Kelengkapan resep
3. Pengkajian, pelaksanaan dan dokumentasi edukasi
D. Transfer ke Ruang Rawat Isolasi
dengan kondisi pasien, maka pasien bisa dirujuk ke lokasi
pelayanan lainnya seperti ruang isolasi rawat inap sesuai
kebutuhan. Pendamping perlu mengkaji kesesuaian proses transfer
baik dari segi regulasi, formulir, kelayakan transfer, dan metode
serta pendamping transfer.
Pendaftaran
147
pendukung berupa prosedur, alur tatalaksana untuk masing-
masing hasil penilaian.
3. Proses edukasi awal untuk pasien baru terkait tata tertib, visi
misi, general consent, dan edukasi/ informasi lain yang sesuai
regulasi RS. Pendamping perlu memeriksa kesesuaian
dokumen regulasi dengan pelaksanaan di lapangan.
B. Ruang Tunggu
Ketika sampai di ruang tunggu, maka pendamping perlu menelusur
regulasi terkait skrining kondisi pasien di ruang tunggu dan
kesesuaian pelaksanaannya.
C. Perawat
Pasien akan bertemu dengan perawat. Di tahap ini, pendamping
perlu menelusur tentang regulasi pengkajian awal dan pengkajian
ulang keperawatan rawat jalan. Pengkajian yang dilakukan adalah:
1. Identifikasi pasien
2. Pemeriksan fisik ( tanda tanda vital)
3. Riwayat kesehatan
4. Hand Hygiene
5. Pengkajian awal/ulang keperawatan
6. Pengkajian nyeri
7. Edukasi untuk membantu pasien dan keluarga dalam
memutuskan perawatan
8. Dokumentasi rekam medik, kerahasiaan dokumen
9. Hak pasien mendapat privacy
D. Dokter
Pasien kemudian akan bertemu dengan dokter. Pendamping perlu
memperhatikan jenis Rumah sakit apakah termasuk RS Pendidikan
atau bukan, hal ini penting mengingat adanya keterlibatan peserta
didik di dalam layanan RS Pendidikan yang pastinya akan
berpengaruh pada alur layanan rawat jalan di Rumah sakit tersebut.
Setelah itu, pendamping perlu mengkaji kecukupan butir penilaian
pengkajian awal atau ulang yang dilakukan oleh dokter melalui
dokumen regulasi dan formulir yang dimiliki oleh RS. Butir
pengkajian oleh dokter adalah:
1. Identifikasi pasien
2. Pemeriksaan fisik
3. Riwayat kesehatan
4. Aspek biologis
5. Psikologi
148
6. Sosial
7. Ekonomi
8. Kultural
9. Spiritual
10. Hand Hygiene
11. Pengkajian Awal/Ulang Medis
12. SBAR
13. Dokumentasi Rekam Medik, Kerahasiaan Dokumen
14. Reassessment DPJP setiap hari
15. Edukasi untuk membantu pasien dan keluarga dalam
memutuskan perawatan
16. Edukasi target perawatan dan hasil pemeriksaan pasien
17. Hak paisen mendapat privacy
18. Kebijakan standar penggunaan obat mencakup kerangka
waktu penggunaan obat
19. Tulisan resep obat yang mudah terbaca
20. Pengisian formulir perkembangan integrasi
21. Pengisian profile rawat jalan dan kondisi pasien terkini
22. Persetujuan di rawat/surat perintah rawat
1. Setelah melakukan pengkajian, maka dokter akan
melakukan perencanaan tatalaksana, dokumentasi,
peresepan, dan edukasi pada Kesesuaian formulir/ lokasi
dan kelengkapan dokumentasi
2. Kelengkapan resep
Pengkajian pasien. Dalam tahap ini, pendamping perlu
memastikan kesesuaian pelaksanaan dengan dokumen
regulasi terutama terkait: pelaksanaan dan dokumentasi
edukasi
149
Sedangkan kesesuaian metode transfer yang perlu ditelusur oleh
pendamping adalah sesuai gambar berikut
alur pasien gambar Kriteria pasien masuk ruang isolasi dan sesuai
hasil asesmen DPJP yang tertulis dalam CPPT
1. SARS, MERS, COVID-19
2. Difteri
3. Kolera
4. Tuberkulosis
5. Infeksi organisme yang resisten terhadap beragam obat (multi-
drug resistant organisms/MDRO)
6. Cacar air
7. HIV/AIDS
Alur pasien dengan penyakit infeksi airborne yang berbahaya.
Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan
fasilitas laboratorium, yaitu :
1. sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri,
antraks)
2. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma
venerum, khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak
mengeluarkan bahan menular)
3. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis
virus A dan B, leptospirosis)
4. sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang
efektif (misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada
neonatus).
150
Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang
perawatan biasa :
1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di
ruang isolasi.
2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah
diperbolehkan untuk dirawat di ruang rawat inap biasa dan
pertimbangan lain oleh DPJP
Beratnya kasus
2. Kasus Ringan Isolasi dan Pemantauan
3. Kasus Sedang /moderat . Isolasi dan Pemantauan
4. Kasus Derajat berat/kritis a. Isolasi dan Pemantauan
151
- Dalam hal pemeriksaan follow up RT-PCR tidak dapat dilakukan,
maka pasien kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang
dirawat di rumah sakit yang sudah menjalani isolasi selama 10 hari
sejak onset dengan ditambah minimal 3 hari tidak lagi menunjukkan
gejala demam dan gangguan pernapasan, dinyatakan selesai
isolasi, dan dapat dialihrawat non isolasi atau dipulangkan.
- Kriteria Sembuh: Pasien konfirmasi tanpa gejala, gejala ringan,
gejala sedang, dan gejala berat/kritis dinyatakan sembuh apabila
telah memenuhi kriteria selesai isolasi dan dikeluarkan surat
pernyataan selesai pemantauan, berdasarkan penilaian dokter di
fasyankes tempat dilakukan pemantauan atau oleh DPJP. Pasien
konfirmasi dengan gejala berat/kritis dimungkinkan memiliki hasil
pemeriksaan follow up RT-PCR persisten positif, karena
pemeriksaan RT-PCR masih dapat mendeteksi bagian tubuh virus
COVID-19 walaupun virus sudah tidak aktif lagi (tidak menularkan
lagi). Terhadap pasien tersebut, maka penentuan sembuh
berdasarkan hasil assessmen yang dilakukan oleh DPJP
152
7.2. Standar SDM Pelayanan Rawat Jalan
Standar tenaga
Pendamping perlu menelusur kesesuaian ketenagaan yang
tersedia dengan standar dan pelayanan yang ada. Hal ini dapat
dilakukan dengan menelusur kesesuaian:
Jenis tenaga dengan poliklinik yang tersedia
Analisis beban kerja
Kelengkapan personnel file petugas mencakup:
o Clinical Appointment dan Clinical Privilege staf yang bertugas
o SIP dan STR yang masih berlaku
o Sertifikat yang dibutuhkan
153
A. Pendaftaran.
Alur pasien datang akan menuju pos pendaftaran. Di pos
pendaftaran ini perlu diperhatikan regulasi yang dimiliki rumah sakit
untuk:
1. Alur pendaftaran pasien : pasien baru atau lama, daftar
online, daftar onsite, populasi khusus, dan alur
pendaftaran lainnya yang dimiliki oleh rumah sakit. Alur
ini harus dapat ditunjukan secara lengkap melalui
dokumen yang tertulis.
2. Regulasi skrining awal untuk kegawatan, infeksi, risiko
jatuh, dan kesesuaian dengan visi misi dan layanan
yang tersedia di rumah sakit. Regulasi ini juga perlu
disertai dengan dokumen pendukung berupa prosedur,
alur tatalaksana untuk masing-masing hasil penilaian.
3. Proses edukasi awal untuk pasien baru terkait tatatertib,
visi misi, general consent, dan edukasi/ informasi lain
yang sesuai regulasi RS. Pendamping perlu memeriksa
kesesuaian dokumen regulasi dengan pelaksanaan di
lapangan.
B. Ruang Tunggu
Ketika sampai di ruang tunggu, maka pendamping perlu menelusur
regulasi terkait skrining kondisi pasien di ruang tunggu dan
kesesuaian pelaksanaannya.
C. Perawat
Pasien akan bertemu dengan perawat. Di tahap ini, pendamping
perlu menelusur tentang regulasi pengkajian awal dan pengkajian
ulang keperawatan rawat jalan. Minimal pengkajian yang dilakukan
adalah:
154
Identifikasi pasien
Tanda vital
D. Dokter
PETUGAS KETERAMPILAN
PENDAMPING YANG PERALATAN UTAMA
MINIMAL DIBUTUHKAN
155
1. Transporter Brankar, Kursi Roda
DAN
2. Pekarya
Transporter,
Kesehatan
Pekarya atau
ATAU Perawat
Perawat: BLS
F. Farmasi
Pada tahap ini, pendamping perlu menelusur kesesuaian alur
pelayanan farmasi dengan regulasi yang ada terkait proses
penerimaan resep, pengkajian kelengkapan resep, penyiapan obat,
penyerahan obat, edukasi kepada pasien, hingga mekanisme yang
perlu dilakukan jika obat kosong atau tidak tersedia.
G. Tindakan Medik
Pasien juga mungkin memerlukan pemeriksaan penunjang atau
pemeriksaan lanjutan di poli yang lain. Pendamping perlu
memeriksa kesesuaian alur dan dokumentasi di tahap ini
berdasarkan sistem rekam medis yang diterapkan di Rumah sakit
tersebut (manual atau elektronik). Jika manual, maka bagaimana
proses penyampaian rekam medik pasien ke poli berikutnya hingga
156
proses penyiapan komponen pembayaran. Selain itu, jika pasien
diminta untuk melakukan pemeriksaan diagnostik, maka dipastikan
instruksi tersebut tercatat dalam rekam medis dan pasien dibekali
dengan pengantar yang tepat dan diisi lengkap (misalnya penulisan
nomor telepon dokter pada formulir pemeriksaan laboratorium/
radiologi sesuai kebijakan rumah sakit).
157
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 112 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
6. Permenkes RI No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit;
7. Kepmenkes Republik Indonesia
No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit.
158
d. Petugas administrasi minimal SMA/ sederajat
2. Menguasai komputer
3. Menguasai tata bahasa yang baik
4. Memahami peraturan perundangndangan
Pengawasan Internal :
1. Pengawasan dilakukan oleh atasan langsung secara
berjenjang
2. Pengawasan oleh SPI
Tenaga Pelaksana
1. Dokter spesialis anak
2. Dokter spesialis obsgyn
3. Dokter spesialis bedah
4. Dokter spesialis orthopedi
5. Dokter spesialis bedah syaraf
6. Dokter spesialis penyakit dalam
7. Dokter spesialis urologi
8. Dokter spesialis jantung
9. Dokter spesialis THT
10. Dokter spesialis syaraf
11. Dokter spesialis mata
12. Dokter spesialis kulit kelamin
13. Dokter umum
14. Perawat
15. Bidan
16. Administrasi
159
11. Bed pasien
12. Box bayi
13. Tensimeter
14. Termometer
15. Timbangan
16. Stetoskop
17. Pen light/ senter periksa
18. EKG
19. Nebulizer
20. Set rawat luka
21. Troly emergensi
22. Ambubag
23. Pulse oximetri
24. Suction
25. WSD
26. Infant warmer
27. Syringe pump
28. Film viewer
29. Sterilisator
30. O2 sentral
31. Tabung O2
32. Selang O2
33. Lampu tindakan
34. Kuvet
35. Tromol
36. Trolly
37. Kursi roda
38. Brancard
39. Standar infus
40. Kulkas obat
41. Lemari es
42. Lemari obat
43. Lemari pakaian
44. Pneumatic tube
45. APD
46. Tempat sampah
47. Water heater
48. Sofa bed
49. Bel pasien
50. Kursi penunggu pasien
160
51. Televisi
52. Rak handuk
53. Loker pegawai
54. Monitor ECG
55. DC Syok
56. Draising car
57. Bak instrumen
58. Alat GDA
59. Senter
60. Manometer
61. Bengkok
62. Pincet anatomi
63. Gunting AJ
64. Klem
65. Box linen
66. Kereta box
67. Safety box
161
kamar sesuai haknya dan bila terdapat selisih biaya
yang timbul maka peserta membayar selisih biaya
perawatan.
4. Bila pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang
diagnostik lanjutan atau tindakan medis, maka yang
bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti
Pemeriksaan dan Tindakan setiap kali dilakukan.
5. Setiap selesai rawat inap, peserta/orangtua peserta
bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti
Rawat Inap dan pasien akan mendapatkan perintah
untuk kontrol kembali ke spesialis yang bersangkutan.
6. Pasien akan membawa surat perintah kontrol kembali
dari dokter spesialis ke dokter PPK I untuk
mendapatkan Surat Rujukan PPK I ke dokter spesialis
di RS yang ditunjuk.
7. Selanjutnya berlaku prosedur rawat jalan dokter
spesialis di RS.
8. Jawaban rujukan dari dokter spesialis dapat diberikan
kembali kepada dokter keluarga di PPK I.
162
3. Ketepatan (aculty) mengenali kondisi pasien
menentukan alokasi sumber daya untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
4. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya
pelayanan anestesia) sama diseluruh rumah sakit.
5. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang
sama menerima asuhan keperawatan yang setingkat
diseluruh rumah sakit.
163
Rumah sakit sebagai suatu badan usaha, tentu mempunyai
misi tersendiri sama seperti badan usaha lainnya. Produk
utama rumah sakit adalah
(a) Pelayanan Medis,
b) Pembedahan, dan
(c) Pelayanan perawatan orang sakit, sedangkan sasaran
utamanya adalah perawatan dan pengobatan nyawa dan
kesehatan para penderita sakit. Sebagai salah satu bagian dari
rumah sakit, maka Unit Rawat inap dirumah sakit juga perlu
diperhatikan dalam bidang pelayanan terhadap pasien.
Definisi
Rawat Inap (opname) adalah istilah yang berarti proses
perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat
penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan
di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien
dirawat.
164
3. Semua tindakan medik atau prosedur kesehatan yang
istimewa, misal ketuban yang dipecahkan dengan
sengaja ataupun spontan dengan jam,dan jumlahnya di
dokumentasikan dengan benar dan hati-hati.
4. Kegiatan akhir dari pendokumetasian adalahpelaporan,
variasi laporan menurut tingkat kebutuhan, misalnya :
1) Laporan shift atau giliran jaga
2) Laporan ini biasanya dibuat dan disampaikan
pada setiap pergantian gilir jaga. Laporan ini
terutama mengenai kondisi dan
perkembangan pasien. Selain itu laporan gilir
jaga juga dapat berupa serah terima obat-
obatan. Dapat juga pelaporan mengenai
peralatan yang sudah terpakai atau dalam
persediaan.
3) Laporan harian, biasa berupa jumlah pasien
masuk, pasien keluar, pasien meninggal,
pasien tanggungan perusahaan, pasien BPJS
dan pasien umum.
4) Laporan bulanan, triwulan atau tahunan.
165
Materi Inti 9. Standar pelayanan di Ruang VK (Kamar Bersalin)
166
- Berdekatan dengan ruang neonatal, untuk memudahkan
transpor bayi
dengan komplikasi ke ruang rawat.
- Berdekatan dengan ruang post partum.
- Minimal memiliki 2 kamar kala 1 dan 1 kamar kala 2.
- Luas minimal: 6 m2 per orang
- Ada kamar isolasi ibu di tempat terpisah
- Ruangan bersalin tidak boleh merupakan tempat lalu lalang
orang
- Setiap ibu bersalin harus punya privasi agar keluarga dapat
hadir.
- Tersedia kamar mandi dan toilet yang berhubungan kamar
bersalin.
- Tersedia fasilitas untuk cuci tangan pada tiap ruangan.
- Tersedia kamar periksa/diagnostik berisi: tempat tidur
pasien/obgin, kursi pemeriksa, meja, kursi, lampu sorot, troli alat,
lemari obat kecil, USG mobile dan troli emergensi.
- Tersedia Ruang tindakan operasi kecil/darurat/one day care :
untuk kuret, penjahitan dan sebagainya berisi; meja operasi
lengkap, lampu sorot, lemari perlengkapan operasi kecil, wastafel
cuci operator, mesin anestesi, inkubator, perlengkapan kuret (MVA)
dsb.
167
e. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi.
Syarat minimal pelayanan yang harus disediakan oleh RS PONEK
adalah:
a. Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis dan Risiko
Tinggi pada masa antenatal, intranatal dan post natal.
b. Pelayanan Neonatal Fisiologis dan Risiko Tinggi pada
level IIB (Asuhan Neonatal dengan Ketergantungan
Tinggi)
Unit kerja yang teintegrasi dengan pelayanan PONEK meliputi :
IGD, Poliklinik Kebidanan, Kamar Bersalin, Kamar Operasi, Unit
Neonatologi (Level I – Level III), Unit post Natal, dan Unit High
Dependency Unit (HDU) untuk Maternal.
Pengorganisasian pelayanan di Kamar Bersalin meliputi klasifikasi,
standar tenaga kesehatan yang melakukan asuhan pasien serta
standar sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan di Kamar
Bersalin.
Klasifikasi Pelayanan di Kamar Bersalin tediri dari :
1) Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis
Meliputi pelayanan kehamilan, pelayanan persalinan dan
pelayanan nifas
2) Pelayanan Kesehatan Neonatal Fisiologis (bekerjasama
dengan perawat Perinatologi untuk pertolongan bayi baru
lahir).
Meliputi pelayanan Bayi Baru Lahir Normal (Level I).
Fungsi Kamar Bersalin dalam hal ini adalah pertolongan
persalinan spontan pervaginam, memfasilitasi inisiasi
menyusu dini, rawat gabung bayi sehat bersama ibu (bila
memiliki ruang nifas yang menyatu dengan Kamar
Bersalin).
3) Pelayanan Kesehatan Maternal Risiko Tinggi
Meliputi pelayanan kasus obstetri dengan kasus
intermediate (High Dependency Unit) baik pada masa
antenatal, intranatal, maupun post natal. Untuk
selanjutnya bila pasien memerlukan perawatan yang
lebih intensif (Level III), maka pasien ditransfer ke
ICU/MICU.
168
Alur Pelayanan dimulai dari pelaksanaan skrining untuk semua
pasien, baik yang akan ke IGD, Poliklinik Kebidanan, maupun yang
datang sendiri untuk direncanakan tindakan Sectio Caesarea dan
dirawat inap 1 hari sebelumnya. Pasien yang masuk ke Kamar
Bersalin dapat berasal dari IGD, Poliklinik Kebidanan, maupun
Ruang Rawat Inap.
Pasien yang dilakukan operasi Sectio Caesarea elektif dapat
berasal dari Rawat Inap yang telah direncanakan sebelumnya,
sedangkan pasien operasi Sectio Caesarea cito dapat berasal dari
Kamar Bersalin.
169
risiko tindakan, nama orang yang mengerjakan tindakan,
kemungkinan alternatif dari tindakan, prognosis dan
tindakan, kemungkinan hasil yang tidak terduga,
kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan.
g. Informed Consent.
h. Pemberian informasi tentang second opinion bila
pasien/keluarga memerlukan.
170
secara aman
• Asesmen secara berkala terhadap risiko dan analisa
risiko serta
menyusun risk register di Kamar Bersalin
• Penetapan sasaran penurunan risiko
• Mengukur tingkat infeksi di Kamar Bersalin dan mereviu
risiko infeksi
b. Monitoring dan evaluasi kepatuhan staf terhadap program PPI
yang
sudah direncanakan dan dilaksanakan
c. Monitoring dan evaluasi fasilitas untuk cuci tangan dan
penunjang lain
untuk pencegahan infeksi
171
• Wilayah pengamatan
• Metoda pengmupulan data
• Pengumpul data
• Frekuensi pengumpulan data
• Periode waktu pelaporan
• Rencana analisis
• Penyeberluasan hasil data pada staf.
172
Dokumen yang harus ada Kamar Bersalin antara lain :
- Evaluasi perkembangan pasien (SOAP) dalam Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
- Bukti edukasi, konsultasi, persetujuan medis, permintaan
second opinion, penjelasan pelayanan pada pasien,
asesmen, EWS.
- Dokumen bukti pemberian kewenangan klinis staf medis
dan perawat/bidan berdasarkan rekomendasi
kewenangan klinis dari Komite Medik dan Komite
Keperawatan
- Dokumen bukti Kepala Kamar Bersalin menyediakan
data yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap
praktik profesional berkelanjutan dari staf medis dan
perawat/bidan sesuai regulasi.
- Dokumen pelatihan staf (PPGDON, Kegawatan
Kebidanan, EWS, PPI, Keselamatan Pasien, APAR,
penggunaan peralatan medis)
- Dokumen Mutu Kamar Bersalin.
- Dokumen surveilans infeksi.
- Pelaporan pelayanan Kamar Bersalin.
- Bukti tindak lanjut atas evaluasi dan pelaporan Kamar
Bersalin.
- dll yang terkait pelayanan dan asuhan di Kamar Bersalin.
TUJUAN:
1. Tujuan Umum : Acuan atau pedoman untuk meningkatkan mutu
pelayanan di Ruang Perinatologi .
2. Tujuan khusus :
a.Sebagai pedoman bagi perawat Perinatologi dalam memberikan
asuhan keperawatandi Unit Perinatologi
b.Menjamin safety bagi pasien maupun petugas.
173
LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan.
2. Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran.
3. Peraturan pemerintah Republik Indonesia No.32 tahun 1996
tentang tenaga kesehatan.
4. Peraturan pemerintah Republik Indonesia No.7 tahun 1987 JO
skb NO. 48/menkes/II/98tentang penyerahan sebagai urusan
pemerintah dalam bidang kesehatan kepadapemerintah
daerah.
5. Peraturan pemerintah Republik Indonesia No.25 tahun 2000
tentang kewenanganpemerintah kewenangan propinsi sebagai
daerah otonomi.
6. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.920//Menkes/SK/Per/IX/1986tentang upaya pelayanan
kesehatan swasta di bindang medik.
7. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.585/mENKES/skPer/IX/1989tentang persetujuan tindakan
medik.
8. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.749/Menkes/SK/Per/IX/1989tentang Rekam Medis /Medical
Record.
9. keputusan[menteri kesehatan Republik Indonesia No.436
tahun 1993 tentangberlakunya Standar pelayanan Medis
Indonesia
10. .Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.916/Menkes/Per/VIII/1997 tentangizin praktek bagi tenaga
medis.
11. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.1045/Menkes/Per/XI/2006 tentangpedoman organisasi
rumah sakit di lingkungan departemen kesehatan.
12. Surat keputusan bersama menteri kesehatan Republik
Indonesia dan menteridalamnegeri Republik Indonesia
No.48/Menkes/SKB/II/1998 tentang pentunjukpelaksanaanPP
No.7tahun 1987
174
2. Keperawatan: Kepala Ruangan (sertifikat Manajemen;
Pelatihan Neonatus level II & III; Perawat Pelaksana (sertifikat
Pelatihan Neonatus Level II & III)
3. Tim Penunjang Medik: Elektromedik; Radiografer; Fisioterapis;
Analis; Dietisien
4. Tata Usaha
175
- Ruang penyimpanan linen bersih
- Ruang pembuangan akhir
Peralatan
1. Standar alat medis: inkubator; inkubator transport; infant
warmer; bedside monitor; pengatur suhu dan
kelembaban; lampu penghangat; foto terapi; oksimetri;
glukometer; Cot; T.piece resuscitator; oksigen blender;
stetoskop bayi; alat deteksi kebisingan; alat central
function monitor (CFM); alat continuos positive airway
pressure (CPAP); syringe pump; infusion pump; low flow
flowmeter; non invasive blood pressure (NIBP)
2. Standar alat keperawatan: set perawatan luka, set
pemasangan infus, set pengambilan specimen darah; set
pemotongan tali pusat; baju kanguru; topi prematur;
nesting; penutup inkubator; set transfusi tukar; baju
pelindung steril, termometer digital; standar infus;
timbangan berat badan elektrik; baby table + matras,
tempat sampah tertutup, safety box untuk benda tajam
3. Trolley emergency/ Resusitasi Kit
Keterangan:
1. Laringoskop dengan baterai dan lampu cadangan
176
2. Daun laringoskop (no. 1 dan no. 0)
3. Pipa ET no. 2.5, 3.0, 3.5, & 4.0
4. Stilet (bila tersedia)
5. Pendeteksi CO2 (bila tersedia)
6. Kateter penghisap no. 10F
7. Plester
8. Gunting
9. Gudel
10. Aspirator mekonium
11. Stetoskop
12. Balon resusitasi & sungkup dan manometer
177
kegawatan level I ditambah dengan semua jenis penyakit pada
neonatus yang tidak memerlukan FiO2 > 40%; bayi prematur
> 34 minggu; gangguan hemodinamik ringan; bayi dengan
asfiksia ringan; bayi dengan masalah gastrointeritis; infeksi dini
neonatus; bayi dengan kasus bedah (pre dan post operatif);
kelainan bawaan; bayi lahir dari ibu diabetes mellitus;bayi pasca
perawatan NICU; bayi sakit > 1 bulan dengan berat badan <
3000 gram; bayi dengan hyperbilirubinemia.
2. Pelayanan perawatan neonatus dengan tingkat kegawatan
level I: Pelayanan neonatus yang berfokus pada upaya
memberikan pertolongan persalinan normal/ seksio sesaria;
melakukan perawatan neonatal esensial pada bayi sehat;
identifikasi tanda bahaya pada neonatus; melakukan
resusitasi, stabilisasi, dan transpor bayi baru lahir yang tidak
bugar atau sakit untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder
atau tersier sesuai wilayahnya.
178
10.1 ALUR PELAYANAN PASIEN RUANG PERINATOLOGI
179
a. Pendaftaran rawat inap: dari IGD dan Rawat Jalan
b. Pengantaran pasien ke Ruang Perinatologi
c. Serah terima pasien
d. Penerimaan pasien baru
e. Pengkajian awal pasien baru
f. Penegakkan diagnosis
g. Perencanaan asuhan terintegrasi
h. Perencanaan pulang/ discharge planning
i. Pemberian edukasi/ informasi
j. Pelaporan nilai kritis
k. Visite pasien oleh DPJP
l. Konsultasi/ second opinion
m. Koordinasi dengan PPA lain: Farmasi, Gizi, Lab
n. Pemberian asuhan pasien sesuai dengan clinical
pathway atau panduan praktik klinis (PPK)
o. Pelayanan pasien tahap terminal: paliatif/ DNR
p. Dokumentasi asuhan dalam rekam medis
q. Pemulangan pasien
r. Rujuk pasien
180
4. Investigasi wabah (outbreak) penyakit infeksi di
Ruang Perinatologi
5. Peningkatan pengawasan terhadap penggunaan
antimikroba secara aman
6. Asesmen secara berkala terhadap risiko dananalisa
risiko serta menyusun risk register di Ruang
Perinatologi
7. Penetapan sasaran penurunan risiko
8. Mengukur tingkat infeksi di Ruang Perinatologi dan
mereviu risiko infeksi
b. Monitoring dan evaluasi kepatuhan staf terhadap
program PPI yang sudah direncanakan dan dilaksanakan
c. Monitoring dan evaluasi fasilitas untuk cuci tangan dan
penunjang lain untuk pencegahan infeksi
181
Pendokumentasian di Ruang Perinatologi terdiri dari:
a. Ringkasan masuk: identitas pasien
b. Pengkajian awal pasien
c. Transfer internal
d. Lembar handover/ serah terima
e. Pengkajian lanjutan pasien
f. Perencanaan asuhan terintegrasi
g. Perencanaan pulang/ discharge planning
h. Pemberian edukasi/ informasi
i. Pelaporan nilai kritis
j. Lembar pengobatan
k. Lembar Konsultasi/ second opinion
l. Catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT)
m. Lembar informed consent
n. Lembar pelayanan paliatif/ DNR
o. Lembar pengawasan/ observasi
p. Catatan pasca operasi
q. Pemulangan pasien
r. Lembar rujuk pasien
s. Lembar pemantauan transfusi darah
ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit
yang mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera
atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan
masih reversibel. ICU menyediakan kemampuan dan sarana,
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-
fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan
keadaan-keadaan tersebut. Pada saat ini, ICU modern tidak
terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi
182
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu
intensive care medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi
dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernapasan,
kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnya,
baik pada pasien dewasa atau pasien anak.
Pelayanan intensif di dalam akreditasi RS termasuk ke dalam
layanan berisiko tinggi dan menjadi salah satu layanan yang
menjadi survey terfokus dalam proses akreditasi. Oleh karena
itu pendamping akreditasi RS perlu menguasai tentang
standar pengelolaan layanan intensif di RS.
Jenis Pelayanan yang diberikan di perawatan Intensif
disesuaikan dengan kasus yang dilayaninya, sehingga ada
beberapa istilah ruang Perawatan Intensif, diantaranya adalah
sebagai berikut:
RICU: Respiratory ICU : melayani pasien dengan
penyakit respirasi
CICU: Cardiac ICU : melayani pasien dengan
kasus pasca bedah jantung
NICU: Neonatal ICU : melayani pasien
neonatus
PICU: Pediatric ICU : melayani pasien anak
ICCU: Intensive Coronary Care Unit: melayani pasien
dengan kasus dengan penyakit jantung coroner
Klasifikasi pelayanan perawatan intensif
Dalam menyelenggarakan pelayanan, pelayanan ICU di rumahsakit
dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi pelayanan yaitu:
1. Pelayanan ICU primer (pada rumah sakit Kelas C)
2. Pelayanan ICU sekunder (pada rumah Sakit Kelas B)
3. Pelayanan ICU tersier (Pada rumah sakit Kelas A).
Klasifikasi ditentukan oleh ketenagaan, sarana dan prasarana,
peralatan dan kemampuan pelayanan.
Dokumen regulasi yang harus dimiliki unit pelayanan intensif
minimal meliputi pedoman pelayanan, pedoman pengorganisasian,
kebijakan dan SPO terkait pelayanan di ICU. Dokumen tersebut
harus mememenuhi regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah
meliputi:
1. KMK No. 1778/Menkes/SK/XII/ 2010 tentangf Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan ICU Di RS
2. Keputusan Dirjen BUK nomor HK.02.04/I/1966/11 tentang
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di RS
183
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Dan
Prasarana Rumah Sakit
RICU
ICU
Standar Tenaga(ditambahkan untuk setiap kekhususan ICU)
Ketenagaan Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan
tunjangan hidup khusus yang harus dilakukan oleh suatu tim,
termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar pengetahuan,
keterampilan teknis, komitmen waktu, dan secara fisik selalu berada
di tempat untuk melakukan perawatan titrasi dan berkelanjutan.
Perawatan ini harus berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang
menjamin pasien dikelola dengan cara aman, manusiawi, dan
efektif dengan menggunakan sumber daya yang ada, sedemikian
rupa sehingga memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil
optimal. Kualifikasi tenaga kesehatan yang bekerja di ICU harus
mempunyai pengetahuan yang memadai, mempunyai keterampilan
yang sesuai dan mempunyai komitmen tehadap waktu. Uraian
kualifikasi ketenagaan berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU
seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.
184
Seorang dokter intensivis adalah seorang dokter yang memenuhi
standar kompetensi sebagai berikut:
a. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive
care medicine (KIC, Konsultan Intensive Care) melaluiprogram
pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan
profesi yang terkait.
b. Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan
sumber daya ICU secara efisien.
c. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam
pelayanan ICU.
d. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan
pelayanan 24 jam/hari, 7 hari/seminggu.
e. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :
1) Sampel darah arteri.
2) Memasang Mempertahankan jalan napas termasuk
intubasi tracheal, tracheostomy perkutan, dan ventilasi
mekanis.
185
3) Mengambil kateter intravaskuler untuk monitoring invasif
maupun terapi invasif (misalnya; Continuous Renal
Replacement Therapy (CRRT)) dan peralatan
monitoring, termasuk: Kateter arteri; Kateter vena perifer;
Kateter vena sentral (CVP); Kateter arteri pulmonalis.
4) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer.
5) Melakukan diagnostik non-invasif fungsi kardiovaskuler
dengan echokardiografi .
6) Resusitasi jantung paru.
7) Pipa thoracostomy.
f. Melaksanakan dua peran utama:
1) Pengelolaan pasien Mampu berperan sebagai pemimpin
tim dalam memberikan pelayan di ICU, menggabungkan
dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit
kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi-
sistem. Dalam mengelola pasien, dokter intensivis dapat
mengelola sendiri atau berkolaborasi dengan dokter lain.
Seorang dokter intensivis mampu mengelola pasien sakit
kritis dalam kondisi seperti :
a) Hemodinamik tidak stabil.
b) Gangguan atau gagal napas, dengan atau
tanpa memerlukan tunjangan ventilasi
mekanis.
c) Gangguan neurologis akut termasuk
mengatasi hipertensi intrakranial.
d) Gangguan atau gagal ginjal akut.
e) Gangguan endokrin dan/atau metabolik akut
yang mengancam nyawa.
f) Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau
keracunan obat.
g) Gangguan koagulasi.
h) Infeksi serius yang mengancam nyawa.
i) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan
nutrisi.
2) Manajemen Unit Dokter intensivis berpartisipasi aktif
dalam aktivitas-aktivitas manajemen unit yang diperlukan
untuk memberi pelayanan-pelayanan ICU yang efisien,
tepat waktu dan konsisiten. Aktivitas-aktivitas tersebut
meliputi antara lain :
186
a) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana
pengeluaran pasien
b) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-
kebijakan unit.
c) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan
kualitas yang berkelanjutan termasuk
supervisi koleksi data
d) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-
bagian lain untuk menjamin kelancaran
pelayanan di ICU Untuk keperluan ini, dokter
intensivis secara fisik harus berada di ICU
atau rumah sakit dan bebas dari tugas-tugas
lainnya.
g. Mempertahankan pendidikan yang
berkelanjutan tentang critical care medicine:
1) Selalu mengikuti perkembangan
mutakhir dengan membaca literatur
kedokteran.
2) Berpartisipasi dalam program-program
pendidikan kedokteran berkelanjutan.
3) Menguasai standar-standar untuk unit
critical care dan standard of care di
critical care.
h. Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada
kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas
interdisipliner.
Jumlah perawat pada ICU ditentukan berdasarkan
jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik.
Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan
ventilasi mekanik adalah 1:1, sedangkan perbandingan
perawat : pasien yang tidak menggunakan ventilasi
mekanik adalah 1:2.
RICU
Standar Tenaga
Kompetensi Perawat Intensif
Adapun Kompetensi minimal/dasar dan khusus/lanjut dapat dilihat
pada tabel berikut
187
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI KHUSUS/LANJUT
MINIMAL
1. Memahami konsep keperawatan 1. Seluruh kompetensi dasar no 1 s/d 23
intensif 2. Mengelola pasien yang menggunakan
2. Memahami Perawatan Respirasi ventilasi mekanik
dasar 3. Mempersiapkan pemasangan kateter
3. Memahami issue etik dan hukum arteri
pada perawatan intensif 4. Mempersiapkan pemasangan kateter
4. Mempergunakan ketrampilan vena sentral
komunikasi yang efektif untuk 5. Mempersiapkan pemasangan kateter
mencapai asuhan yang optimal. arteri pulmonal
5. Melakukan pengkajian dan 6. Melakukan pengukuran curah jantung
menganalisa data yang didapat 7. Melakukan pengukuran tekanan vena
khususnya mengenai: henti nafas sentral
dan jantung, status pernafasan, 8. Melakukan persiapan pemasangan Intra
gangguan irama jantung, status Aortic Baloon Pump (IABP)
hemodinamik pasien dan status 9. Melakukan pengelolaan asuhan
kesadaran pasien. keperawatan pasien yang terpasang
6. Mempertahankan bersihan jalan IABP
nafas pada pasien yang terpasang 10. Melakukan persiapan pemasangan alat
Endo Tracheal Tube (ETT) hemodialisis, hemofiltrasi (Continous
7. Mempertahankan potensi jalan nafas
dengan menggunakan ETT
ICU
Standar Sarana dan Prasarana
a. Lokasi
Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih,
berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat
Darurat, laboratorium dan radiologi.
b. Desain
Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan disain yang
baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Disain berdasarkan
klasifikasi pelayanan ICU dapat dilihat pada tabel 2. Ketentuan
bangunan ICU adalah sebagai berikut :
1) Terisolasi
188
2) Mempunyai standar tertentu terhadap :
a) Bahaya api
b) Ventilasi
c) AC
d) Exhaust fan
e) Pipa air
f) Komunikasi
g) Bakteriologis
h) Kabel monitor
3) Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata.
189
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu
dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22-- 25oC
kelembaban 50 – 70%.
4) Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian
sendiri.
5) Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilasi mekanik, pompa infus dan
pompa syringe,
peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung
infus, troli,
penghangat darah, alat isap, linen dan tempat penyimpanan
barang dan alat
bersih.
6) Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor
Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine,
pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain
unit menjamin tidak ada kontaminasi.
7) Ruang perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat
yang bertugas dan
pimpinannya.
8) Ruang staf dokter
Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor
Kepala bagian dan
staf, dan kepustakaan.
9) Ruang tunggu keluarga pasien
10) Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan
pelayanan terpusat.
190
Standar Peralatan
Peralatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas sangat
membantu kelancaran pelayanan. Uraian peralatan berdasarkan
klasifikasi pelayanan ICU dapat dilihat pada tabel 3. Berikut ini
adalah ketentuan umum mengenai peralatan :
a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe,
ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban
kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku.
b. Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untukkeamanan
alat.
c. Peralatan dasar meliputi:
1) Ventilasi mekanik.
2) Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan
nafas.
3) Alat hisap.
4) Peralatan akses vaskuler.
5) Peralatan monitor invasif dan non-invasif.
6) Defibrilator dan alat pacu jantung.
7) Alat pengatur suhu pasien.
8) Peralatan drain thorax.
9) Pompa infus dan pompa syringe.
10) Peralatan portable untuk transportasi.
11) Tempat tidur khusus.
12) Lampu untuk tindakan.
191
13) Continous Renal Replacement Therapy
(CRRT).
d. Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-
lain) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi khusus
hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan
untuk mendukung fungsi ICU.
e. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para
medik perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat
termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila
terjadi malfungsi.
Tabel 3. Peralatan berdasarkan klasifikasi pelayanan (pindahkan ke
lampiran)
192
Peralatan Monitoring (termasuk peralatan portable yang digunakan
untuk transportasi pasien)
a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas.
b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan
tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilasi
mekanik.
c. Pemantauan konsentrasi oksigen.
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang
dikeluarkan oleh ventilasi mekanik atau sistem pernafasan.
d. Tanda bahaya kegagalan ventilasi mekanik atau diskonsentrasi
sistim pernafasan.
Pada penggunaan ventilasi mekanik otomatis, harus ada alat
yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistim pernafasan atau
ventilasi mekanik secara terus menerus.
e. Volume dan tekanan ventilasi mekanik.
Volume yang keluar dari ventilasi mekanik harus terpantau.
Tekanan jalan nafas dan
tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan
dapat mendeteksi
tekanan yang berlebihan.
f. Suhu alat pelembab (humidifier)
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g. Elektrokardiograf
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h. Pulse oxymeter.
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU.
i. Emboli udara
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmaferesis
atau alat
perfusi,an untuk emboli udara.
j. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur
variabel fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan
arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan
nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar
CO2 ekspirasi.
193
RICU
Peralatan
Peralatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas sangat
membantu kelancaran pelayanan. Uraian peralatan berdasarkan
klasifikasi pelayanan IPI dapat dilihat pada tabel 3. Berikut ini
adalah ketentuan umum mengenai peralatan :
a. Peralatan medis meliputi:
1) Ventilasi mekanik.
2) Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan
nafas.
3) Alat hisap ( suction dan continous suction)
4) Peralatan akses vaskuler.
5) Peralatan monitor invasif dan non-invasif.
6) Defibrilator.
7) Thermometer manual dan digital.
8) WSD
9) infus pump dan syringe pump.
10) Scope streacher
11) Bed fungsional 3 crank (manual dan elektrik)
12) Lampu untuk tindakan.
13) Continous Renal Replacement Therapy (CRRT)
14) CPAP
15) Bed Dicubitor
16) Mesin warmer
b. Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan
bronchoscopy) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi
khusus saat ini tidak tersedia, kecuali bila secara klinis ada
indikasi dan untuk mendukung fungsi IPI.
c. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik
perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-
langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi.
ICU
Kemampuan Pelayanan
Kemampuan pelayanan minimal di ruang intenisf disesuaikan
dengan klasifikasi
194
Alur Pelayanan Perawatan Intensif
Alur Pelayanan Intensif dimulai dari penetapan kriteria masuk,
proses perawatan sampai kriteria pasien keluar pelayanan intensif.
Penyusunan alur ini disesuaikan dengan kondisi di setiap rumah
sakit dengan memprhatikan kaidah kaidah yang mementingkan
keselamatan pasien termasuk pencegahan dan pengendalian
infeksi. Berikut adalah contoh aluran pelayanan intensif:
195
Kriteria Masuk ICU
ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih
dan terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur
yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1)
didahulukan dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan
intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan
prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk
ke ICU.
a. Pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti:
dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu suportif
organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinyu,
obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan
lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca
bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat,
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa.
Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk
ICU, seperti
derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu.
Terapi pada pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak
mempunyai batas.
b. Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di
ICU, sebab sangat
196
berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,misalnya
pemantauan
intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh
pasien seperti ini
antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-
paru, gagal ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami
pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak
mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
c. Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil
status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, secara
sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau
manfaat terapi di ICU
pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain
pasien dengan
keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial
tamponade, sumbatan
jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru
terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien
golongan ini hanya
untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi
mungkin tidak
sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala
ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan,
dengan catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian
sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas
ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien
prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong
demikian antara lain:
1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi
menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan
hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do
197
Not Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini
mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih
yang tersedia di ICU untuk meningkatkan
kemungkinan survivalnya.
2) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
3) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati
batang otak. Pasien-pasien seperti itu dapat
dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ
hanya untuk kepentingan donor organ.
Kriteria keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan
medis oleh kepala ICU dan tim yang merawat pasien.
3. Pengkajian ulang kerja
Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur
masuk dan keluar,standar perawatan pasien, dan kriteria outcome
yang spesifik. Kelengkapan kelengkapan ini hendaknya dibuat oleh
tim ICU di bawah supervisi komite medik, dan hendaknya dikaji
ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien
(outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap
ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh komite medik.
198
RICU
STRATA/KLASIFIKASI PELAYANAN
NO JENIS TENAGA
PRIMER SEKUNDER TERSIER
1 Kepala ICU - Dokter spesialis - Dokter intensives - Dokter intensives
anestesiologi - Atau Dokter
- Atau Dokter anestesiologi
spesialis Paru yg
terlatih RICU
199
Rawat Inap IGD Kamar Op
Administrasi
RICU
Pulang
1. Anjuran dokter
2. Pulang kehendak
sendiri
3. meninggal
200
RICU Sekunder
Pelayanan RICU sekunder pelayanan yang khusus mampu
memberikan ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan
bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan
yang dimiliki RICU sekunder adalah:
a. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar
bedah, ruang darurat dan ruang rawat lain.
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan
rujukan.
c. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang
dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan.
d. Memiliki seorang Kepala RICU yaitu seorang
dokter konsultan intensif care atau bila tidak
tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter
jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasar dan hidup
lanjut).
e. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50%
bersertifikat RICU dan minimal berpengalaman
kerja di unit Penyakit Dalam dan Bedah selama 3
tahun.
f. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi
mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu,
melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha
penunjang hidup.
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan
laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan
diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.
h. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan
prosedur isolasi.
RICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek
perawatan intensif, mampu memberikan pelayanan yang
tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi sistem
yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta
mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan
201
pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang
terbatas. Kekhususan yang dimiliki RICU tersier adalah:
a. Tempat khusus tersendiri didalam rumah sakit.
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan
rujukan..
c. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang
dapat dipanggil setiap saat bila diperlukan .
d. Dikelola oleh seorang ahli anastesiologi konsultan
intensif care atau Dokter ahli konsultan intensif
care yang lain, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal
mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup
dasar dan bantuan hidup lanjut).
e. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat RICU
dan minimal berpengalaman kerja di unit penyakit
dalam dan bedah selama 3 tahun.
f. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan
dan perawatan intensif baik invasif maupun non
invasif.
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan
laboratorium tertentu , Rontgen untuk kemudahan
diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.
h. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu
mendidik medik dan perawat agar dapat
memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
i. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga
administrasi, tenaga rekam medik, tenaga untuk
kepentingan ilmiah dan penelitian.
202
tempat tidur yang tinggi pasien yang memerlukan terapi intensif
(prioritas 1) didahulukan rawat RICU dibandingkan pasien yang
memerlukan pemantauan intensif dan pasien sakit kritis atau
terminal (prioritas 2) dengan prognosis buruk atau sukar untuk
sembuh (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan
prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas
pasien masuk RICU.
a. Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan perawatan intensif dengan bantuan alat-alat
ventilasi, monitoring dan obat- obatan vasoaktif kontinyu dan
lain-lain. Misalnya pasien bedah kardiotoraksik, atau pasien
shock septic . Mungkin ada baiknya beebrapa institusi
membuat kriteria spesifik untuk masuk RICU, seperti derajat
hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu. Pasien
prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari
terapi yang dapat diterimanya.
b. Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari
RICU. Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi
intensif segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan
metoda seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong,
misalnya pada pasien penyakit dasar jantung, paru atau
ginjalakut dan berat atau yang telah menmgalami pembedahan
mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam
terapi yang diterimanya, mengingat kondisi mediknya
senantiasa berubah.
c. Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau
penyakit akutnya , baik masing-masing atau kombinasinya,
sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan/atau
mendapat manfaat dari terapi di RICU. Contoh-contoh pasien
ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai
penyulit infeksi pericardial tamponade, atau sumbatan jalan
nafas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru
terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien
prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi
penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi dan resusitasi cardio pulmoner.
203
204
Indikasi Pasien Keluar
a. Pasien Prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak
membutuhkan lagi perawatan intensif, atau jika terapi
mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek buruk,
sedikit kemungkinan bila perawatan intensif diteruskan.
Contoh : pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ
yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.
b. Pasien Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif
menunjukkan bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan
pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.
c. Pasien Prioritas III
Pasien Prioritas III dukeluarkan dari RICU bila kebutuhan
untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka
mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan
kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu
diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil,
keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit.
Contoh, pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis,
penyakit jantung, karsinoma yang telah menyebar luas dan
lain-lainnya) yang tidak berespon terhadap terapi RICU untuk
penyakit akut lainnya.
b. Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif
menunjukkan
bahwa
205
Perawatan intensif tidak dibutuhkan .
Pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.
c. Prioritas III
Pasien dipindahkan apabila :
Perawatan intensif tidak dibutuhkan lagi
Diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil
Keuntungan dari therapi intensif selanjutnya sangat
sedikit.
206
b. Pelayanan PICU (Peadiatrik Intensive Care Unit : 1 Bulan
– 18 Tahun “Terpasang alat bantu Nafas dan Observasi
Ketat”)
Merupakan pelayanan keperawatan pediatrik intensif yang
memerlukan pengawasan terus menerus dari perawat dan
dokter.
Indikasi masuk PICU yaitu:
1. Pasien dengan risiko gagal nafas dan memerlukan
batuan ventilasi mekanik dengan kriteria fisiologis:
frekuensi nafas 50 -60 x/menit, nadi 80-100x/menit,
saturasi di bawah 87%, adanya retraksi, penggunaan otot
bantu pernafasan.
2. Pasien post operasi jantung.
3. Pasien dengan DSS dengan hasil laboratorium trombosit
dibawah 50.000
4. Pasien kejang berlanjut
ICU
Pencatatan dan Pelaporan
Catatan ICU diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang
melakukan pelayanan di ICU dan bertanggung jawab atas semua
yang dicatat tersebut. Pencatatan menggunakan status khusus ICU
yang meliputi pencatatan lengkap terhadap diagnosis yang
menyebabkan dirawat di ICU, data tanda vital, pemantauan fungsi
organ khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara
berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan
pemberian obat, serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien.
Pelaporan pelayanan ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk
serta jumlahnya, sistem skoring prognosis, penggunaan alat bantu
(ventilasi mekanis, hemodialisis, dan sebagainya), lama rawat, dan
keluaran (hidup atau meninggal) dari ICU
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan
guna mewujudkan pelayanan ICU yang aman, bermutu dan
mengutamakan keselamatan pasien. Monitoring dan evaluasi
207
dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan faktorfaktor yang
potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian yang
efektif. Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistim
skoring prognosis dan keluaran dari ICU. Sistem skoring prognosis
dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke ICU. Contoh sistim skoring
prognosis yang dapat digunakan adalah APACHE II, SAPS II, dan
MODS. Rerata nilai skoring prognosis dalam periode tertentu
dibandingkan dengan keluaran aktualnya. Pencapaian yang
diharapkan adalah angka mortalitas yang sama atau lebih rendah
dari angka mortalitas terhadap rerata nilai skoring prognosis.
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi
profesi dan masyarakat yang dilakukan secara berjenjang melalui
standardisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi, dan penegakan hukum.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud diarahkan
untuk :
1. pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
terjangkau oleh masyarakat.
2. peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
3. keselamatan pasien.
4. pengembangan jangkauan pelayanan.
5. peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dapat dilakukan secara eksternal maupun internal.
Pengawasan (tambahkan indiaktor mutu di ICU)
Pengawasan internal Rumah Sakit terdiri dari:
1. Pengawasan teknis medis : upaya evaluasi secara
profesional terhadap mutu pelayanan medis yang
diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam
medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis melalui
Komite Medik Rumah Sakit.
2. Pengawasan teknis perumahsakitan : pengukuran kinerja
berkala yang meliputi kinerja pelayanan dan kinerja
keuangan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan
Internal. Apabila ditemukan pelanggaran dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sehingga
menyebabkan kerugian pada pihak lain, Pemerintah
maupun Pemerintah Daerah dapat memberikan sanksi
208
hukum dan administrasi berupa teguran, teguran tertulis,
denda atau pencabutan izin sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku
RICU
Pencatatan, pelaporan, monev dan pengawasan pelayanan RICU
Dalam setiap proses layanan di gawat darurat, perlu ada target yang
terukur untuk proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien
serta perbaikan berkelanjutan. Proses-proses penting yang perlu
ditelusur oleh pendamping adalah:
a. Angka NDR < 4,5‰
b. Kelengkapan Rekam Medik dikembalikan sesuai standar
c. Mengembalikan Rekam Medik < 1x 24 jam
d. Kepatuhan terhadap six goal
e. Angka kejadian VAP
f. Angka kejadian IADP
g. Angka kejadian dekubitus
h. Indeks kepuasan pasien/pelanggan (IKM)
i. Pelaporan IKP
j. Keseragaman pelayanan
k. Proses pengelolaan indikator prioritas dan sasaran mutu
gawat darurat mulai dari pemilihan, penentuan prioritas,
kelengkapan dokumen kamus hingga formulir maupun
petunjuk pengisian formulir, sampai ke evaluasi berkala
dan proses perbaikan berkelanjutan (menggunakan
PDSA atau metoda lain) serta ada bukti pelaksanaan dan
dampaknya.
209
dilaksanakannya prosedur pembedahan dan tindakan invasif
lainnya yang membutuhkan persetujuan tertulis(informed consent)
Standar Fasilitas, Sarana dan prasarana ruang prosedur/ kamar
operasi:
1. Standar bangunan kamar bedah
2. Standar instalasi listrik dan gas medik
3. Standar tata udara
4. Penentuan Jenis kamar operasi ( Minor, Umum dan Mayor)
5. Desain tata ruang operasiharus memenuhi ketentuan zona
berdasarkan tingkat sterilitas ruangan.
6. Zona sterill rendah
7. Zona steril sedang
8. Zona steril tinggi
9. Zona steril sangat tinggi
210
12.4. Standar Pelayanan di Ruang Operasi
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
RUANGAN
Luas ruangan disesuaikan dengan
jumlah petugas, dengan perhitungan
3~5 m2/ petugas.
Ruangan Administrasi
Total pertukaran udara minimal 6 kali
per jam.
Intensitas cahaya minimal 100 lux.
Bahan daun pintu masuk tahan Fungsi
terhadap benturan brankar, arah ruangan-
bukaan pintu ke dalam. ruangan ini
Luasan minimal 12 m2. dapat digabung
Ruangan ini merupakan ruangan
Ruangan
transfer/ganti brankar dengan prefilter (tingkat resiko
sedang), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia.
0,5 μm per m3 yaitu 3.520.000
partikel (ISO 8 - ISO 14644
cleanroom standards, 1999).
Luas ruangan tunggu menyesuaikan
kebutuhan kapasitas pelayanan
dengan perhitungan 1~1,5 m2/orang.
Ruangan Tunggu Total pertukaran udara minimal 6 kali
per jam.
Ruangan tunggu dilengkapi dengan
Fasilitas Desinfeksi tangan.
Bahan daun pintu masuk tahan
terhadap benturan brankar, arah
bukaan pintu ke dalam.
Luas ruangan sesuai kebutuhan
kapasitas
pelayanan, dengan perhitungan
luas per-tt minimal 8m2
Ruangan dilengkapi dengan toilet
pasien yang memenuhi persyaratan.
Bahan bangunan yang digunakan
tidak boleh memiliki tingkat porositas
yang tinggi.
Setiap tempat tidur disediakan
Ruangan persiapan minimal 2 (dua) kotak kontak dan
Pasien (;Preparation tidak boleh ada
room) percabangan/sambungan langsung
tanpa pengamanan arus.
Harus disediakan outlet oksigen.
Total pertukaran udara minimal 6 kali
per jam.
Intensitas cahaya 200 lux.
Ruangan ini merupakan ruangan
dengan prefilter (tingkat resiko
sedang), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia.
0,5 μm per m3 yaitu 3.520.000
partikel (ISO 8 - ISO 14644-1
cleanroom standards, 1999).
211
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KET
RUANGAN
212
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KET
RUANGAN
Setiap 1 ruangan ini minimal
melayani 2 ruang operasi.
Luas ruangan minimal 6 m2.
Disediakan fasilitas scrubbing
lengkap dengan fasilitas desinfeksi
tangan.
Bahan bangunan yang digunakan
tidak boleh memiliki tingkat porositas
yang tinggi.
Ruangan cuci Pada sisi dinding yang berbatasan
tangan (scrub dengan
station) Ruangan operasi, dilengkapi dengan
kaca jendela pengintai (observation
glass).
Ruangan ini merupakan ruangan
dengan prefilter (tingkat resiko
sedang), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5
μm per m3 yaitu 3.520.000 partikel
(ISO 8 - ISO 14644-1
cleanroomstandards,1999).
Setiap 1 ruangan ini dapat melayani 2
ruang operasi.
Luas ruangan minimal 9m2
Bahan bangunan yang digunakan
tidak boleh memiliki tingkat porositas
yang tinggi.
Total pertukaran udara minimal 6 kali
per jam. Untuk ruangan operasi
Ruangan
Tekanan udara dalam ruanganini lebih minor, fungsi ini dapat
Persiapan Alat/
besar/positif dibandingkan dengan di dilakukan diruangan
Bahan
koridor. penyimpanan alat
Ruangan ini merupakan ruangan semi
steril dengan medium filter (tingkat
resiko tinggi), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5
μm per m 3 yaitu 352.000 partikel (ISO 7
- ISO 14644-1 cleanroom standards,
1999).
Ruangan Luas ruangan adalah sbb: RS Kelas A dan B:
Operasi Ruangan Operasi Minor, ± 36 m2, Semua jenis ruangan
dengan ukuran ruangan panjang x operasi ini tersedia
lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3m.
Ruangan Operasi Umum, minimal 42 RS Kelas C :
m2, dengan ukuran panjang x lebar x Ruangan operasi yang
tinggi adalah 7m x 6m x 3m. harus tersedia adalah
Ruangan Operasi Mayor/Khusus, ruangan operasi
minimal 50 m2, dengan ukuran umum dan minor.
panjang x lebar x tinggi adalah 7.2m x Ruangan operasi
7m x 3m. minor berada pada
Bahan bangunan yang digunakan area yang terpisah
tidak boleh memiliki tingkat porositas dengan ruangan
yang tinggi, yaitu : operasi umum.
Komponen penutup lantai harus non
porosif, mudah dibersihkan, tahan RS Kelas D :
bahan kimia, bersifat anti statik, anti Ruangan operasi
gesek dan anti bakteri. yang harus tersedia
- dinding konus/melengkung (hospital adalah ruangan
plint). operasi minor.
- Tingkat Ketahanan Api (TKA) material
lantai min. 2 jam.
- Komponen dinding non porosif, mudah
dibersihkan, tahan bahan kimia, anti
jamur dan bakteri.
- Pertemuan antara dinding dengan
213
dinding konus/ melengkung.
- Tingkat Ketahanan Api (TKA) material
dinding min. 2 jam.
- Semua peralatan yang dipasang di
dinding harus dibenamkan (recessed),
misal film viewer, jam dinding, dan lain-
lain.
- Komponen langit-langit non porosif,
mudah dibersihkan, anti jamur dan
bakteri, tidak memiliki unsur yang
membahayakan pasien.
Tingkat Ketahanan Api (TKA) material
langit- langit minimal 2 jam.
Semua peralatan lampu dipasang
dibenamkan di plafon (recessed).
Semua pintu masuk ke ruangan operasi
persyaratannya sbb:
Pintu ayun (swing) membukakedalam
ruangan atau disarankan pintu geser
dengan rel diatas yang dipasang pada
bagian luar ruangan, dapat dibuka tutup
secara otomatis dan dapat
dioperasionalkan secara manual
apabila terjadi kerusakan.
Pintu-pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer),
menggunakan door seal and interlock
system.
Lebar pintu yang dilalui pasien min.
120cm, dan yang dilalui petugas min. 85
cm, terbuat dari bahan non porosif,
disarankan bahan panil (;insulated panel
system) dan dicat jenis cat anti bakteri/
jamur dengan warna terang.
Pintu-pintu dilengkapi dengan kaca
jendela pengintai (observation glass).
Ruangan ini disediakan minimal 2 (dua)
kotak kontak dan tidak boleh ada
percabangan/ sambungan langsung
tanpa pengamanan arus.
Disediakan outlet oksigen, udara tekan
medis dan udara tekan instrumen, vakum
medik dan N2O, beserta cadangannya
yang memenuhi persyaratan.
Persyaratan Tata Udara adalah:
- Tekanan udara dalam ruangan lebih
besar/positif dari ruangan-ruangan
yang bersebelahannya.
- Temperatur ruangan 190- 240C
- Kelembaban relatif 40- 60%
Total pertukaran udara minimal 4 kali per
jam pada saat ruangan tidak digunakan,
dan 20 kali per jam pada saat ada operasi
- Ruangan ini merupakan ruangan steril
dengan hepa filter (tingkat resiko sangat
tinggi), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5
μm per m3 yaitu 35.200 partikel (ISO 6-
ISO 14644-1 cleanroom standards,
1999)Intensitas cahaya minimal 200
lux.
- Meja operasi berada dibawah aliran
udara laminair, dengan distribusi udara
dari langit-langit, dengan
gerakan ke bawah menuju inlet
pembuangan (return air) yang terletak di
4 sudut ruangan yang dibuat plenum.
214
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
RUANGAN
Persyaratan Kelistrikan :
- Sumber daya listrik, termasuk
katagori “sistem kelistrikan
esensial 3”, di mana sumber
daya listrik normal dilengkapi
dengan sumber daya listrik
darurat untuk
menggantikannya, bila terjadi
gangguan pada sumber daya
listrik normal.
- Sistem pembumian harus
menjamin tidak ada bagian
peralatan yang dibumikan
melalui tahanan yang lebih
tinggi dari pada bagian lain
peralatan yang disebut
dengan sistem penyamaan
potensial pembumian (Equal
potential grounding system).
Sistem ini memastikan bahwa
hubung singkat ke bumi tidak
melalui pasien.
215
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
RUANGAN
216
Alur pelayanan ruang prosedur/ kamar operasi
Transfer pasien antar unit: transfer antar unit pelayanan dalam rumah sakit
dilengkapi dengan form transfer pasien
219 | M o d u l P e l a t i h a n P e n d a m p i n g A k r e d i t a s i d a n
Mutu Rumah Sakit - 2021
1) Asesmen pra induksi dilakukan setiap pasien sebelum dilakukan
induksi dengan metode IAR
2) Hasil asesmen didokumentasikan dalam rekam medis pasien,
meliputi diagnose pra operasi, rencana opearasi dan DPJP
sebelum operasi mulai
3) Obat-obat anestesi, dosis dan rute serta tehnik anestesi
didokumentasikan di rekam medis pasien
4) Dokter spesialis anestesi dan perawat yang mendampingi/ penata
anestesi ditulis dalam form anestesi
b. Alur Barang :
Suplay barang linen, instrument dan laian2 diatur sesuai zonasi ruang operasi
220
d. Regulasi alat implant yang digunakan di rumah sakit
e. SOP seluruh prosedur yang dilakukan di kamar bedah
f. RKK dan Clinical apointment Seluruh PPA
Pencatatan, pelaporan, monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan
pelayanan prosedur/ kamar operasi:
a. Dokumen rekam medik yang berhubungan dengan pelayanan
pasien
b. Monitoring Maintenance berhubungan dengan fasilitas kamar
bedah dan keselamtan pasien
c. Monitoring yang berhubungan kesehatan karyawan
d. Monitoring dan evaluasi berhubungan alat implant
e. Laporan bulanan, triwulan, semester dan tahunan sesuai regulasi
rumah sakit
Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomerulus yang
rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Pasien gagal ginjal membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal untuk
memperpanjang dan mempertahankan kualitas hidup yang optimal. Terapi pengganti
ginjal terdiri dari hemodialisis, CAPD dan transplantasi. Terapi gagal ginjal yang ideal
adalah transplantasi ginjal. Akan tetapi karena masih terdapat kendala faktor biaya dan
keterbatasan donor maka di Indonesia dialisis masih merupakan Terapi Pengganti Ginjal
(TPG) yang utama. Terapi pengganti ginjal ini merupakan sebagian dari pengobatan
pasien gagal ginjal. Selain TPG masih dibutuhkan pengobatan lain seperti vitamin D,
eritropoietin, obat pengikat fosfor, dll.
Pasien hemodialisis mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi kardiovaskular.
Oleh karena itu penanganannya harus dilakukan oleh seorang Dokter yang memiliki
kualifikasi Subspesialis (Konsultan Ginjal Hipertensi/KGH) atau oleh Dokter Internis yang
memiliki kompetensi dibidang hemodialisis.
Tindakan dialisis (hemodialisis dan CAPD) merupakan prosedur kedokteran yang
memerlukan teknologi tinggi dan biaya tinggi sehingga menjadi tanggung jawab bersama
pemerintah dan masyarakat. Dialisis potensial menimbulkan risiko, oleh karena itu
keselamatan pasien serta kualitas pelayanan harus selalu diperhatikan.
13.1. Standar ketenagaan
221
Pelaksanaan pelayanan hemodialisis diawasi oleh seorang supervisor dan
dijalankan dibawah pimpinan penanggungjawab, dilaksanakan oleh ahli penyakit
dalam konsulen ginjal hipertensi dan atau ahli penyakit dalam yang bersertifikat
pelatihan hemodialisis dibantu perawat mahir hemodialisis serta teknisi
elektromedik yang dilatih hemodialisis dan penanganan mesin hemodialisis.
Supervisor atau pengawas unit dialisis adalah : Dokter Konsulen Ginjal
Hipertensi (KGH)
Penanggung jawab unit dialisis adalah : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Persyaratan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi
(KGH) dan atau Dokter Penyakit Dalam bersertifikat pelatihan Hemodialisis dari
organisasi profesi dan masih berlaku
Ada Dokter Spesialis Ginjal Hipertensi (KGH) selain supervisor atau pengawas
Ada Dokter Spesialis Penyakit Dalam bersertifikat pelatihan Hemodialisis selain
penanggung jawab
Ada Perawat mahir hemodialisis ditunjukkan dengan sertifikat pelatihan dan
masih berlaku
Ada teknisi elektromedik dengan pelatihan khusus mesin dialisis dan masih
berlaku
Peralatan:
4 (empat) mesin hemodialisis siap pakai
Peralatan reuse dialiser manual dan atau otomatik, disertai regulasi yang
mengatur penggunaan dan pengelolaan alat reuse
Peralatan sterilisasi alat medis
Peralatan pengolahan air untuk dialisis yang memenuhi standar dan
dilakukan pengecekan secara berkala masih berlaku (terhadap parameter
ALT, Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae, Legionella
222
pneumophylla) meliputi angka kuman dan angka endotoksin yang ada di air
maupun dialisat yang digunakan pada mesin.
Proses Pulang
Resume pasien pulang
Instruksi
223
Contoh Alur Pelayanan Hemodialisis
224
1. Pencatatan dan Pelaporan
Setiap pelayanan hemodialisis yang diberikan sesuai dengan standar
pelayanan hemodialisis. Semua catatan harus disimpan secara tersentral dan
ada seorang penanggung jawab di RM pasien dan tidak boleh keluar rumah
sakit karena menjadi panduan bagi perawat, farmasi dan staf medis untuk
pengelolaan selanjutnya. Dokumen RM pasien dapat keluar apabila diperlukan
pasien akan melanjutkan program di pusat kesehatan lain dengan
menyampaikan permohonan khusus dalam bentuk resume medis.
2. Monitoring dan evaluasi setiap proses pelayanan hemodialisis dilakukan secara
periodik dan berkesinambungan untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu
pelayanan (kepuasan pelanggan baik internal maupun eksternal dan
pencapaian indikator mutu pelayanan).
3. Pembinaan dan Pengawasan
Pelayanan hemodialisis termasuk dalam pelayanan beresiko tinggi.
Penempatan petugas pada pelayanan ini diatur oleh Surat Keputusan Direktur
Rumah Sakit. Petugas yang termasuk dalam pelayanan resiko tinggi wajib
mendapatkan fasilitas kesehatan sebelum bekerja di pelayanan beresiko, setiap
1 tahun sesuai dengan Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di masing-
masing rumah sakit. Penggunaan APD yang tepat dan standar fasilitas yang
benar akan menghindarkan petugas dan pasien dari bahaya paparan penyakit
infeksi menular lewat tusukan jarum, transfusi darah dan penggunaan alat
reuse.
Standar pelayanan kemoterapi adalah standar pelayanan kemoterapi yang ada di rumah
sakit dalam memberikan pelayanan khusus terhadap pasien yang mendapatkan
kemoterapi.
14.1. Pelayanan kemoterapi
Definisi kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan bahan
kimia atau obat spesifik yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau
merusak sel-sel malignan dan jaringan.
A. Penyusunan Protokol Kemoterapi
Penyusunan protokol kemoterapi dilakukan oleh DPJP atau tim onkologi setiap
KSM dengan memperhatikan kondisi pasien, diagnosis yang didukung hasil
pemeriksaan histopatologis.
225
B. Pemesanan obat antikanker atau sitostatika
1. Order obat sitostatika dilakukan di poli (rawat jalan) atau di ruang dimana
pasien dirawat (rawat inap) dengan semua persyaratan lengkap. Setelah
melakukan order obat sitostatika akan mendapatkan form keterangan
apabila obat sudah siap dan sesuai retriksi.
2. Handling dan labeling obat dilakukan oleh petugas farmasi klinik di rawat
jalan atau petugas farmasi di depo sitostatika.
3. Obat sitostatika yang telah di labeling dicocokan kembali dengan data
pasien (metode double check) untuk menjamin tepat pasien, tepat indikasi,
tepat dosis, tepat waktu dan tepat cara pemberian.
D. Pemberian Kemoterapi
1. Keadaan umum pasien: kesadaran, tanda vital dan keluhan. Bisa dengan
menggunakan performance (Karnoffsky atau ECOG)
2. Tanda tanda vital (Tekanan darah, nadi, laju napas, suhu tubuh, nyeri)
3. Obat sitostatika dapat diberikan dengan berbagai cara yaitu subcutan, intra
muscular, intra buli, intra vena, intratechal dan peroral.
4. Sebelum pengobatan sitostatika dimulai dilakukan profilaksis terhadap
muntah dengan pemberian obat anti muntah 30 menit sebelum pengobatan
226
sitostatika. Premedikasi juga bisa diberikan 12 jam sebelum kemoterapi.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui protokol kemoterapi sebelum
pasien dilakukan tindakan kemoterapi.
5. Pemberian obat antikanker atau sitostatika dilakukan oleh petugas ruang
sitostatika dengan persetujuan dan pengawasan oleh DPJP untuk
mewaspadai terjadi efek samping obat pada saat pemberian obat
sitostatika.
6. Pemantauan keadaan umum dan tanda-tanda vital (TTV) pasien juga
dilakukan selama obat diberikan.
7. Efek samping obat yang dapat terjadi : gatal, ruam pada kulit, bentol – bentol
di tubuh, ekstravasasi obat, panas tubuh meningkat, sesak napas,
gangguan irama jantung, shock anafilaksis atau penurunan kesadaran.
8. Catat semua kejadian dan dilaporkan kepada DPJP
E. Pelayanan Pasca-Kemoterapi
1. Setelah selesai pengobatan sitostatika jika kondisi pasien baik maka dapat
langsung pulang dari ruang tindakan kemoterapi tetapi jika kondisi pasien
perlu perawatan lebih lanjut maka petugas ruang sitostatika menghubungi
TPPRI untuk mencarikan ruang perawatan. Apabila pasien rawat jalan
maka pasca hidrasi dan pemantauan kondisi pasien boleh langsung pulang
sesuai instruksi DPJP
2. Petugas ruang melakukan transfer pasien dari ruang sitostatika ke ruang
pasien dirawat sesuai dengan prosedur transfer pasien.
3. Selama di ruang perawatan pasien dipantau yaitu keadaan umum,
kesadaran, tanda tanda vital meliputi: tekanan darah, nadi, laju pernapasan,
suhu tubuh dan mencatat keluhan yang ada pasien.
4. Selama di ruang perawatan pasien juga harus dimonitor balance cairannya.
5. Pemantauan terhadap efek samping obat dilakukan oleh petugas ruangan
dengan mencatat keluhan serta tanda tanda klinik yang didapatkan selama
dalam pengawasannya.Temuan temuan klinis di laporkan kepada DPJP
untuk mendapatkan perlakuan selanjutnya.
227
4. Diare. Hindari makanan yang pedas dan asam. Beri minum banyak dan
makanan yang lunak. Jika diare lebih dari 1 hari akan diberikan obat sesuai
permintaan DPJP.
5. Stomatitis atau sariawan atau gomen. Pelihara kebersihan mulut. Gunakan
sikat gigi yang lembut. Jika muncul dalam jumlah yang sangat banyak akan
diberikan obat kumur dan topikal sesuai permintaan DPJP.
6. Penurunan daya tahan tubuh. Hindari sumber-sumber infeksi dengan
menjauhkan pasien dari orang yang sedang flu, sakit tenggorokan, cacar
air, sakit kulit dan lain-lain. Pelihara kebersihan badan. Cuci tangan sebelum
dan sesudah makan atau setelah dari toilet.
7. Perubahan kulit : kering, gatal. Jaga kebersihan kulit. Gunakan pelembab
yang tidak mengandung alkohol. Pakai baju yang longgar.
8. Nyeri pada ekstremitas yang dipasang infus pemberian kemoterapi. Berikan
edukasi tentang tatalaksana ekstravasasi yang terjadi pasca pemberian
obat. Melakukan kompres hangat atau dingin sesuai karakteristik obat
antikanker dan memberi salep pada area post penusukan kanul infus.
G. Keselamatan Pasien
1. Pengertian
Keselamatan pasien merupakan suatu upaya rumah sakit untuk mencegah
bahaya yang terjadi pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit.
Pelayanan kemoterapi berperan serta dalam keselamatan pasien dengan
memastikan bahwa semua pasien yang di rawat di mendapatkan
pengobatan yang optimal.
2. Tata Laksana
Pengetahuan tentang indikasi, kontrandikasi dan prasyarat kemoterapi:
a. Indikasi :
Tumor ukuran besar
Adanya metastase KGB regional
Pasca-operasi dengan tepi / dasar tumor
Keganasan dengan high grade
Metastase jauh
b. Kontra indikasi :
1. Kontra indikasi absolute
Trimester pertama kehamilan kecuali akan digugurkan
Penyakit stadium terminal
Septikimia
Koma
2. Kontra indikasi relatif
Usia lanjut
Status penampilan/keadaan umum yang buruk (Karnoffsky <60)
228
Gangguan fungsi organ vital yang berat
Penderita tidak kooperatif
3. Prasyarat :
Sebelum pengobatan dimulai beberapa kondisi pasien harus dipenuhi yaitu
:
a. Keadaan umum harus cukup baik dapat dinilai melalui status
performance Karnofsky atau ECOG
b. Penderita mengerti pengobatan dan mengetahui efek samping yang
akan terjadi.
c. Menandatangani inform consent
d. Faal ginjal (kadar ureum < 40 mg % dan kadar kreatinin< 1,5 mg %) dan
faal hati (SGOT 15 – 34 U/L, SGPT 15 – 60 U/L) khusus untuk protokol
menggunakan regimen cysplatin atau cyclofosfamid
e. Diagnosis hispatologik diketahui
f. Jenis kanker diketahui sensitif terhadap kemoterapi
g. Hemoglobin > 10 gr %
h. Leukosit > 5000/ml
i. Trombosit > 100.000/mm
H. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja semua petugas kemoterapi yang memberikan pelayanan
kemoterapi sesuai dengan format standar tata naskah yang berlaku di masing-
masing rumah sakit.
229
CONTOH ALUR PASIEN TINDAKAN KEMOTERAPI RAWAT INAP / SIKLUS
PANJANG
230
CONTOH ALUR PASIEN TINDAKAN KEMOTERAPI RAWAT JALAN / SIKLUS
PENDEK
231
penanggung jawab. Potokol kemoterapi harus disimpan di RM pasien dan tidak
boleh keluar rumah sakit karena menjadi panduan bagi perawat, farmasi dan
staf medis untuk pengelolaan obat sitostatika selanjutnya. Protokol bisa keluar
apabila diperlukan apabila pasien akan melanjutkan program kemoterapi di
pusat kesehatan lain dengan menyampaikan permohonan khusus.
Pencatatan dan pelaporan pelayanan kemoterapi harus tercatat dan tersimpan
dengan baik. Bukti pelaksanaan pelayanan kemoterapi dapat berupa:
a. Laporan bulanan
b. Rapat (UMAN)
c. Orientasi
d. Pelatihan
Orientasi dan pelatihan SDM Kemoterapi meliputi TOR, bukti kegiatan (jadual,
tanda tangan kehadiran, pre test dan post test) dan laporan kegiatan.
2. Monitoring dan evaluasi setiap proses pelayanan kemoterapi dilakukan secara
periodik dan berkesinambungan untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu
pelayanan dapat dilakukan denga PDS, RCA, fishbone analisis sesuai
kebutuhan dan temuan dilapangan.
3. Pembinaan dan Pengawasan
Pelayanan kemoterapi termasuk dalam pelayanan beresiko tinggi. Penempatan
petugas pada pelayanan ini diatur oleh Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.
Petugas yang termasuk dalam pelayanan resiko tinggi wajib mendapatkan
fasilitas kesehatan sebelum bekerja di pelayanan beresiko, setiap 1 tahun
sesuai dengan Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di masing-masing
rumah sakit. Penggunaan APD yang tepat dan standar fasilitas yang benar akan
menghindarkan petugas dari bahaya paparan obat antikanker atau sitostatika.
232
B. Tujuan pelayanan kefarmasian adalah:
1. Menjamin mutu, manfaat, keamanan dan khasiat sediaan farmasi dan alat
kesehatan
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
3. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka patient safety
4. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih
aman (medication safety)
5. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat (Medication Error)
233
A. Penyusunan Kebijakan/Pedoman Pelayanan Kefarmasian Pembuatan
menyusun:
Penyusunan Pedoman Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Sediaan
Farmasi (Obat), Alat Kesehatan Dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) Di
Rumah Sakit
Penyusunan SOTK dan Penyusunan SPO: melakukan penyusunan tata
organisasi Instalasi Farmasi dan menysun standar prosedur operasional
terkait pelayanan kefarmasian di rumah sakit
B. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP):
Pemilihan : adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP).
Perencanaan: Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari
kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan.
Pengadaan: Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Penerimaan : Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpandengan baik.
Penyimpanan : Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian
234
yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi,
cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pendistribusian : Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi
yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan recall (penarikan) : Pemusnahan dan penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi
yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Pengendalian : Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah
persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi
Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah
Sakit.
235
dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta
pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer
dan sebaliknya
Pelayanan Informasi Obat (PIO); Pelayanan Informasi Obat (PIO)
merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi
Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit
Konseling; Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau
saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.
Visite; Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan
informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya
Pemantauan Terapi Obat (PTO); Pemantauan Terapi Obat (PTO)
merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi
Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD).
Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat
adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi.
Monitoring Medication Error; peran tenaga kefarmasian dalam mencegah
terjadinya Medication error (ME) dimana, ME merupakan suatu kejadian
yang dapat dicegah yang dapat menyebabkan bahaya pada pasien atau
berkembang menjadi penggunaan obat yang tidak tepat, dimana
pengobatan masih berada dalam tanggung jawab profesi kesehatan, pasien
atau konsumen.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif
236
Dispensing sediaan steril; Dispensing sediaan steril harus dilakukan di
Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan
stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta
menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD); Pemantauan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi
yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
237
PPK terkiat pelayanan farmasi
SPO terkait pelayanan farmasi :
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP)
Perencanaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Penyimpnan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Pemusnahan dan recall Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP)
Pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Pencatatan dan pelaporan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Pengkajian dan pelayanan Resep;
Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
Rekonsiliasi Obat;
Pelayanan Informasi Obat (PIO);
Konseling;
Visite;
Pemantauan Terapi Obat (PTO);
Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
Monitoring Medication Error
Monitoring Interaksi Obat
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
Dispensing sediaan steril; dan
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
6. Regulasi peresepan, permintaan obat dan instruksi pengobatan.
Regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan secara
benar, lengkap, dan terbaca, serta menetapkan staf medis yang kompeten
dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat dan instruksi
pengobatan.
Regulasi syarat elemen resep lengkap serta penetapan dan penerapan
langkah langkah untuk pengelolaan peresepan/ permintaan obat, instruksi
238
pengobatan yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca agar hal
tersebut tidak terulang kembali.
Regulasi tentang pembatasan jumlah resep atau jumlah pemesanan obat
oleh staf medis yang mempunyai kewenangan
7. Regulasi penyiapan dan penyerahan obat di dalam lingkungan aman dan
bersih
Regulasi penyiapan dan penyerahan obat yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan praktik profesi.
Regulasi penetapan sistem yang seragam untuk penyiapan dan
penyerahan obat
8. Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat.
Regulasi penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat termasuk pembatasannya.
Regulasi verifikasi sebelum pemberian obat kepada pasien yang meliputi
identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, dan waktu pemberian.
Regulasi pengobatan oleh pasien sendiri (self administration)
9. Regulasi pemantauan efek obat dan efek samping obat terhadap pasien
Regulasi tentang seleksi pasien, pemantauan, pencatatan dan pelaporan
efek obat dan efek samping obat
Regulasi medication safety yang bertujuan mengarahkan penggunaan obat
yang aman dan meminimalisasi kemungkinan terjadi kesalahan
penggunaan obat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
239
b. Laporan triwulan:
1) Laporan jumlah stok sediaan farmasi (obat), alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai (stok opname)
2) Laporan kejadian Medication Error-prescription error dan Kejadian
Nyaris Cedera (KNC)
3) Laporan evaluasi: Evaluasi kesesuaian penulisan resep obat dengan
formularium nasional (fornas)
c. Laporan tahunan pengelolaan sediaan farmasi (obat), alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai sebagai laporan akhir tahun.
240
Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan terutama untuk
menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan
pemulihan kesehatan. Peningkatan dan pemantapan mutu hasil
pemeriksaan laboratorium dilaksanakan dengan memenuhi cara
penyelenggaraan laboratorium klinik yang baik
Dokumen regulasi Laboratorium
Setiap Laboratorium Klinik harus diselenggarakan secara baik dengan
memenuhi persyaratan :
a. Perizinan
Penyelenggaraan laboratorium kesehatan swasta hanya dapat
dilaksanakan setelah memperoleh izin sesuai dengan etentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Izin laboratorium kesehatan yang diselenggarakan secara
terintegrasi di sarana pelayanan kesehatan melekat pada izin
pendirian sarananya
b. Cara pengelolaan laboratorium kesehatan yang baik dengan
beberapa kriteria antara lain :
Organisasi dan manajemen yang mencakup struktur
organisasi dan tata kerja
Ruangan dan fasilitas penunjang yang mencakup luas dan
spesifikasi ruangan dan konstruksi ruangan serta fasilitas
penunjang yang dibutuhkan sebual laboartorium
Peralatan laboratorium mencakup dasar pemilihan, pengujian,
penggunaan, pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi
Bahan laboratorium yang mencakup macam dan jenis, dasar
pemilihan, pengadaan dan penyimpanan
Spesimen yang mencakup macam specimen, persiapan,
pengambilan, pemberian identitas, pengolahan, penyimpanan
dan pengiriman spesimen
Metode pemeriksaan yang mencakup dasar pemilihan dan
evaluasi
Mutu laboratorium mencakup penetapan mutu, verifikasi, audit
dan validasi
Keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium mencakup
tata ruang dan fasilitas laboratorium, penanganan kecelakaan
di laboratorium, pengelolaan bahan spesifik, bahan radioaktif,
infeksi mikroorganisme, fasilitas hewan percobaan dan
pengolahan limbah
241
Pencatatan dan pelaporan mencakup pencatatan, pelaporan,
penyimpanan dokumen, penandaan dokumen dan
pengendalian dokumen
Pemenuhan persyaratan di atas diperlukan untuk ijin operasional
laboratorium kesehatan dan standar pelayanan laboratorium kesehatan.
Metode beban kerja adalah tehnik yang paling akurat dalam peramalan
kebutuhan tenaga kerjauntuk jangka pendek (short-term). Peramalan
jangka pendek ini untuk waktu satu tahun dan selama-lamanya dua
tahun. Tehnik analisis ini memerlukan penggunaan rasio atau pedoman
penyusunanstaf standar dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan
personalia.
242
Adapun langkah-langkah penyusunan kebutuhan tenaga kerja
berdasarkanmetode ini adalah :
1) menetapkan unit kerja beserta kategori tenaganya,
2) menetapkan waktu kerja yang tersedia selama satu tahun,
3) menyusun standar beban kerja,
4) menyusun standarkelonggaran dan
5) menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja. Untuk menghitung beban
kerja inidiperlukan hal-hal seperti : standar pelayanan, prosedur kerja
tetap serta uraian kerja (job description) bagi setiap tenaga kerja.
243
Laboratorium klinik dalam melakukan pemeriksaan harus berdasarkan pada
permintaan tertulis yang berasal dari dokter, dokter spesialis, dokter gigi)
(pemeriksaan keperluan kesehatan gigi dan mulut), Bidan untuk pemeriksaan
kehamilan dan kesehatan ibu, Instansi pemerintahan untuk kepentingan
penegakan hokum.
Perlu menjadi perhatian beberapa hal khusus terkait pelayanan seperti respon
time laporan nilai kritis, pengelolaan POCT
244
Kesehatan Kabupaten/Kota, dan masyarakat sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing
245
Untuk mengetahui kondisi peralatan yang ada di Instalasi Radiologi
secara akurat dibuat program pengelolaan dan pemeliharaan
peralatan Instalasi Radiologi. Dengan program ini diharapkan
semua informasi terkait peralatan Radiologi dapat diketahui dengan
tepat.
246
Tabel 2 Jumlah Tindakan Radiografer Dan Kurun Waktu Tiap
B. Distribusi Ketenagaan
Ketenagaan di instalasi radiologi diagnostik diatur dalam daftar dinas
247
petugas yang terdiri dari 3 (tiga) shift, agar pelayanan dapat berjalan
sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
Kebutuhan tenaga radiografer adalah 2 radiografer/alat (sesuai
KEPMENKES No.1014/MENKES /SK/XI/2008 tentang standar
pelayanan diagnostik di sarana pelayanan kesehatan) atau berdasarkan
perhitungan beban kerja
Adapun setiap shift ketenagaan di radiologi melaksanakan kegiatan
sebagai
berikut:
1. Menginput data pasien
2. Mempersiapkan alat untuk pemeriksaan pasien
3. Membantu dalam pemberian informasi yang menyangkut kepentingan
pemeriksaan radiodiagnostik dan imejing
4. Melaksanakan pemeriksaan radiodiagnostik dan imejing
5. Proses pengolahan hasil pemeriksaan radiologi
6. Menginput pemakaian BHP
7. Pembacaan foto oleh dokter radiologi
8. Bertanggung jawab terhadap penyimpanan arsip
9. Bertanggung jawab atas penyerahan hasil
10.Bertanggung jawab terhadap alat-alat radiologi ( perangkat X – Ray,
USG,CT – Scan, dll)
248
1. Loket Pendaftaran
a. Meja + kursi
b. Komputer
c. Alat Tulis
2. Ruang pemeriksaan
a. Tanda bahaya radiasi dan lampu merah yang terpasang di depan
pintu kamar periksa sebagai tanda bahwa pesawat radiologi
sedang dioperasikan serta tanda bahaya radiasi lainnya yang
dapat dilihat dengan jelas
b. Peralatan proteksi radiasi yang cukup memadai baik kualitas
maupun kuantitas
c. Ukuran ruangan minimal 12 m
d. Kamar pemeriksaan dibuat agar paparan radiasi keluar tidak
lebih dari 0,25 mSv/jam apabila pesawat radiologi sedang
dioperasikan
e. Tebal dinding 20 cm beton atau bata setebal 25 cm dengan
plesteran atau yang setara dengan 2 mm Pb.
f. Pintu dan jendela kayu harus diberi penahan radiasi Pb setebal
215mm.
g. Ruangan x-ray memakai AC
249
7. WC pasien
a. Kloset
b. Kran air
8. Ruang tunggu
a. Ruang tunggu ada akses langsung ke ruang pemeriksaan
b. Ruangan nyaman
2. Sumber Air
3. Sumber Listrik
Untuk dapat memberikan pelayanan radiologi yang baik dan aman,
diperlukan aliran listrik yang cukup dengan tegangan yang konstan dan
tidak ada aliran listrik terputus. Hal ini perlu bukan saja supaya
pemeriksaan
tidak terhenti, tetapi mengingat beberapa jenis alat memerlukan
perawatan dan penyimpanan pada suhu tertentu dan tetap. Selain
sumber listrik PLN,
disediakan cadangan sumber listrik dari generator, mengingat instalasi
radiologi diagnostik harus dapat memberikan pelayanan selama 24 jam.
B. Standar Fasilitas
1. Peralatan
Instalasi radiologi diagnostik harus menyediakan peralatan sesuai
jenisnpelayanan yang dilakukan dan jumlah minimal yang tercantum
dalam tabel
tersebut.
250
1. Kamar yang tenang untuk tempat pasien menunggu tindakan
anestesi yang dilengkapi dengan fasilitas induksi anestesi
2. Kamar operasi yang langsung berhubungan dengan kamar induksi
3. Kamar pulih (recovery room)
4. Ruang yang cukup untuk menyimpan peralatan, llinen, obat farmasi
termasuk bahan narkotik
5. Ruang/tempat pengumpulan/pembuangan peralatan dan linen
bekas pakai operasi
6. Ruang ganti pakaian pria dan wanita terpisah
7. Ruang istirahat untuk staf yang jaga
8. Ruang operasi hendaknya tidak bising dan steril. Kamar ganti
hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga terhindar dari
area kotor setelah ganti dengan pakaian operasi.
9. Ruang perawat hendaknya terletak pada lokasi yang dapat
mengamati pergerakan pasien.
10. Dalam ruang operasi diperlukan 2 ruang tindakan, yaitu tindakan
elektif dan tindakan cito
11. Alur terdiri dari pintu dan keluar untuk staf medik dan paramedik;
pintu masuk pasien operasi; dan alur perawatan
12. Harus disediakan spoelhock untuk membuang barang-barang
bekas operasi
13. Disarankan terdapat pembatasan yang jelas antara:
14. Daerah bebas, area lalu lintas dari luar termasuk pasien
15. Daerah semi steril, daerah transisi yang menuju koridor kamar
operasi dan ruangan semi steril
16. Daerah steril, daerah prosedur steril diperlukan bagi personil yang
harus sudah berpakaian khusus dan masker
17. Setiap 2 kamar operasi harus dilayani oleh 2 kamar scrub up
18. Harus disediakan pintu keluar tersendiri untuk jenazah dan bahan
kotor yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung
251
8. Dindingterbuatdaribahanporselenatauvynilsetinggilangit- langit atau
dicat dengan cat tembok berwarna terang yang aman dan tidak luntur.
9. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan,
permukaan rata dan tidak licin serta berwarna terang, contoh : vinyl atau
keramik.
10. Tersedia lampu operasi dengan pemasangan seimbang, baik jumlah
lampu operasi dan ketinggian pemasangan. Harus tersedia gelagar
(gantungan) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang
dipasang sebelum pemasangan langit- langit.
11. Pencahayaan 300–500 lux, meja operasi 10.000–20.000 lux dengan
warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan
12. Ventilasi sebaiknya menggunakan AC tersendiri yang dilengkapi filter
bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya.
Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang
masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk
ruang bedah ortopedi atau transplatasi organ harus menggunakan
pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System
13. Suhu kamar idealnya 20–26 C dan harus stabil
14. Kelembaban ruangan 50–60%
15. Kebisingan 45 dB.
16. Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk
itu harus dibuat ruang antara.
17. Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi
perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian
alat steril (cleaning) cukup dengan sebuah loket yang dapat
dibuka/ditutup
18. Pemasangan gas medik secara sentral diusahakan melalui bawah lantai
atau atas langit-langit.
19. Di bawah meja operasi perlu adanya kabel anti petir yang dipasang di
bawah lantai.
20. Ada sistem pembuangan gas anestesi yang aman.
21. Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.
252
radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi intervensi yang bermutu dan
aman bagi pasien dan atau penyelenggaraan radioterapi.
Pelayanan radiologi diselenggarakan untuk melayani beberapa
pemeriksaandiantaranya; pemeriksaan radiologi konvensional, intervensional,
ultrasonografi, CT Scan dan MRI bagi pasien – pasien untuk pelayanan rutin
maupun gawat darurat yang berasal dari rawat jalan, rawat inap maupun
pasien rujukan yang berasal dari rumah sakit atau institusi lainnya.
253
17.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi, di Ruang
Radiologi
Sebagai langkah monitoring dan evaluasi, pencatatan harian dilakukan
dengan menentukan salah satu penanggunjawab untuk melaksanakan
program yang telah ditetapkan. Dengan menetapkan salah satu pegawai
sebagai penanggungjawab, manajemen dapat lebih mudah memantau
jalannya program yang telah ditetapkan.
254
berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Ruang lingkup pelayanan
gizi di rumah sakit meliputi:
a. Pelayanan gizi rawat jalan
b. Pelayanan gizi rawat inap
c. Penyelenggaraan makanan
d. Penelitian dan pengembangan gizi
255
b. TRD Spesialis adalah TRD kompetensi atau nutrisionis terampil
lanjutan yang memiliki pengalaman praktek dietetik pada satu peminatan
(misalnya ginjal/diabetes melitus/anak/geriatric atau manajemen
makanan dan dietetic) lebih atau sama dengan dari 5 tahun dan telah
mengikuti Pendidikan/pelatihan yang intensif sesuai dengan
peminatannya.
c. TRD Advanced adalah TRD spesialis atau nutrisionis terampil
penyelia yang memiliki pengalaman praktek dietetik dengan peminatan
tambahan selama 5 tahun atau lebih, mengikuti pelatihan profesi secara
intensif atau membantu penelitian gizi, mendapat pengakuan sebagai
penyelia dalam manajemen makanan dan dietetik
Pada rumah sakit yang belum memiki tenaga gizi sesuai klasifikasi
sebagaimana tersebut, dapat memanfaatkan tenaga gizi yang dimiliki
dengan secara bertahap melakukan peningkatan kemampuan dan
pembinaan tenaga tersebut agar memenuhi kualifikasi termaksud.
256
c. Peralatan penunjang penyuluhan
d. Peralatan antropometri
B. Sarana dan Prasarana Gizi Rawat Inap
1. Sarana
a. Pantry dengan bangunan luas minimal 3 x 4 m atau disesuaiakan
dengan model sistem distribusi makanan
(sentralisasi/desentralisasi)
b. Ruang konseling diet
2. Peralatan
a. Peralatan penyajian makanan
b. Peralatan konseling gizi
C. Sarana Penyelenggaraan Makanan
1. Perencanaan bangunan, peralatan dan perlengkapan
Tempat yang diperlukan di ruang penyelenggaraan makanan terdiri dari:
a. Tempat penerimaan bahan makanan
b. Tempat/ruang penyimpanan bahan makanan
c. Tempat persiapan bahan makanan
d. Tempat pengolahan dan distribusi makanan
e. Tempat pencucian dan penyimpanan alat
f. Tempat pembuangan sampah
g. Ruang fasiitas pegawai
h. Ruang pengawas
257
Pelayanan gizi rawat jalan adalah serangkaian proses kegiatan asuhan
gizi yang berkesinambungan dimulai dari asesmen/pengkajian,
pemberian diagnosis, intervensi gizi, dan monitoring evaluasi kepada
klien/pasien di rawat jalan. Asuhan gizi rawat jalan pada umumnya
disebut kegiatan konseling gizi dan dietetik atau edukasi/penyuluhan gizi.
Pelayanan gizi rawat jalan meliputi kegiatan konseling individual seperti
pelayanan konseling gizi dan dietetik di unit rawat jalan terpadu,
pelayanan terpadu geriatrik, unit pelayanan terpadu HIV AIDS, unit rawat
jalan terpadu utama/VIP, dan unit khusus anak konseling gizi individual
dapat pula difokuskan pada suatu tempat. Pelayanan penyuluhan
berkelompok seperti pemberian edukasi di kelompok pasien diabetes,
pasien hemodialysis, ibu hamil dan menyusui, pasien jantung koroner,
pasien AIDS, kanker dll. Mekanisme pasien berkunjung untuk
mendapatkan asuhan gizi di rawat jalan berupa konseling gizi untuk
pasien dan keluarga serta penyuluhan gizi untuk kelompok adalah
sebagai berikut:
1. Konseling gizi
2. Penyuluhan gizi
C. Penyelenggaran Makanan
Bentuk penyelenggaraan makanan di RS meliputi:
- Sistem Swakelola
- Sistem diborongkan ke Jasa Boga (Out-sourcing)
- Sistem Kombinasi
258
- Penetapan Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit
- Penyusunan Standar Bahan Makanan Rumah Sakit
- Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan
- Perencanaan anggaran bahan makanan
- Pengadaan bahan makanan
- Pemesanan dan pembelian bahan makanan
- Penerimaan bahan makanan
- Penyimpanan dan penyaluran bahan makanan
- Persiapan bahan makanan
- Pemasakan bahan makanan
- Distribusi makanan
259
salah satu bagian penunjang dalam pelayanan di rumah sakit, untuk
menghindari risiko dan gangguan kesehatan maka perlu dilakukan
penyelenggaraan laundry yang sesuai dengan persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit.
Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi
dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan,
mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan mesin setrika
(Kepmenkes RI No.1204/MENKES/SK/X/2004).
260
a. Mesin cuci.
b. Mesin pengering.
Bagi RS kelas C dan D yang belum memiiliki mesin pencuci harus
disiapkan:
a. Bak pencuci yang terbagi tiga yaitu bak untuk perendam non
infeksius, bak infeksius dengan desinfektan, dan bak untuk
pembilas
b. Disiapkan instalasi air bersih dengan drainasenya
4. Ruang penyetrikaan linen.
Ruang ini memuat:
a. Penyetrikaan linen menggunakan flatwork ironers atau
pressing ironers.
b. Alat setrika biasa atau manual.
5. Ruang penyimpanan linen.
Ruang ini memuat:
a. Lemari dan rak untuk menyimpan linen.
b. Meja administrasi.
6. Ruang distribusi linen.
Ruang ini memuat meja panjang untuk penyerahan linen bersih
kepada pengguna.
Prasarana.
1. Prasarana listrik.
Sebagian besar peraltan laundry menggunakan daya listrik. Adapun
tenaga listrik yang digunakan di instalasi laundry terbagi dua bagian
antara lain:
a. Instalasi penerangan.
b. Instalasi tenaga.
2. Prasarana air
Prasarana air untuk instalasi laundry memerlukan sedikitnya 40%
dari kebutuhan air di rumah sakit atau diperkirakan 200 liter per
tempat tidur per hari. Kebutuhan air untuk proses pencucian dengan
kualitas air bersih sesuai standart air. Standart air yang digunaka
untuk mencuci mempunyai standart air bersih berdasarkan
Permenkes No. 416 tahun 1992 dan standart khusus bahan kimia
dengan penekanan tidak adanya:
a. Hardness – garam ( calcium, carbonate, dan chloride 0.
Standart baku mutu: 0 – 90 ppm.
1) Tingginya konsentrasi garam dalam air menghambat kerja
bahan kimia pencuci sehingga proses pencucian tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
261
2) Efek pada linen dan mesin.
a) Garam akan mengubah warna linen putih menjadi
keabu- abuan dan linen warna akan cepat pudar.
b) Mesin cuci akan berkerak ( scale forming), sehingga
dapat menyumbat saluran- saluran air dan mesin.
b. Iron – Fe ( besi )
Standart baku mutu: 0 – 0,1 ppm.
1) Kandungan zat besi pada air mempengaruhi konsentrasi
bahan kimia, dan proses pencucian.
2) Linen putih akan menjadi kekuning-kuningan ( yellowing
) dan linen warna akan cepat pudar
3) Mesin cuci akan berkarat
4) Bersifat alkali.
3. Prasarana uap.
Prasarana uap pada instalasi laundry dipergunakan pada proses
pencucian, pengeringan dan setrika.
262
3. Emulsifier.
Mempunyai peran untuk mengemulsi kotoran yang berbentuk
minyak dan lemak.
4. Bleach atau pemutih.
Mengangkat kotoran atau noda, mencemerlangkan linen, dan
bertindak sebagai desinfektan, baik pada linen yang berwarna (
ozone ) dan yang putih ( chlorine ).
5. Sour atau penetral.
Menetralkan sisa dari bahan kimia pemutih sehingga PH nya menjadi
7 atau netral.
6. Softener.
Berfungsi melembutkan linen. Dipergunakan pada proses akhir
pencucian.
7. Starch atau kanji.
Digunakan pada proses akhir pencucian untuk membuat linen
menjadi kaku. Juga sebagai pelindung linen terhadap noda
sehingga noda tidak sampai ke serat.
Pemeliharaan Peralatan
Alat cuci pada instalasi laundry dijalankan oleh para operator alat,
dengan demikian para operator alat harus memelihara
peralatannya.Berbagai kelainan pada saat pengoperasian, misalnya
kelainan bunyi pada alat dapat segera dikenali oleh para operator.
Pemeliharaan peralatan pencucian terdiri dari:
1. Pembersihan peralatan sebelum dan sesudah pemakaian,
dilakukan setiap hari dengan menggunakan lap basah
dicampur dengan bahan kimia multi purpose cleaner dan
dikeringkan dengan lap kering. Untuk bagian tombol atau
control digunakan lap kering dan jangan terlalu
ditekan,dikarenakan pada bagian ini biasanya tertilis prosedur
dengan semacam stiker yang mudah dihapus. Setelah
pemakaian kosongkan air untuk mengurangi kandungan air
dalam mesin cuci sekecil mungkin. Jika terbentuk noda putih
didalam mesin cuci, cucilah bagian dalam drum dengan air
bersih.
2. Pemeriksaan bagian yang bergerak, dilakukan setiap satu
bulan sekali yaitu pada bearing, engsel pintu alat atau roda
yang berputar. Berilah minyak pelumas atau fat. Penggantian
gemuk atau fat secara total disarankan dua tahun sekali. Jenis
dan produk minyak pelumas mesin yang digunakan dapat
diketahui dari buku operating manual dari setiap mesin.
263
3. Pemeriksaan V- belt dilakukan setiap satu bulan sekali. Yakni
secara visual dengan melihat keretakan lempeng V- belt dan
ketegangannya (kelenturan).
Toleransi pengukuran 0,2 – 0,5 mm. jika melebihi atau sudah
tidak memennuhi syarat V –belt tersebut harus segera diganti.
4. Pemeriksaan pipa uap panas ( steam ) dilakukan setiap akan
dimulai menjalankan mesin cuci. Setiap saluran diperiksa
terlebih dahulu terutama pipa yang terbungkus Styrofoam (
isolasi ) dengan cara dilihat apakah masih terbungkus dengan
baik dan tidak ada semburan air atau uap. Pada prinsipnya
pada sambungan antara pipa dengan peralatan pencucian
harus dalam keadaan utuh dan tidak bocor. Jika terjadi
kebocoran harus segera dilaporkan pada tehnisi rumah sakit
untuk perbaikan.
264
penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah risiko
terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu
indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya
angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Pusat sterilisasi merupakan
salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan
berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi. Instalasi Pusat
Sterilisasi memberikan pelayanan untuk melayani dan membantu smua
unit di rumah sakit yang membutuhkan barang dan alat medik dalam
kondisi steril.
265
- Harus mengikuti pelatihan pusat sterilisasi yang bersertifikasi
- Dapat belajar dengan cepat
- Mempunyai keterampilan yang baik
- Personal Hygiene yang baik
- Disiplin dalam mengerjakan tugas keseharian
266
Instalasi Pusat Sterilisasi melayani semua unit di rumah sakit yang
membutuhkan kondisi steril. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari
pusat sterilisasi selalu berhubungan dengan:
- Bagian Loundri
- Instalasi pemeliharaan sarana
- Instalasi farmasi
- Sanitasi
- Perlengkapan atau logistik
- Rawat Inap, Rawat Inap, IGD
B. Alur Kerja
Alur kerja yaitu urutan-urutan dalam memproses alat/bahan:
1. User
2. Penerimaan alat
3. Seleksi/ pencatatan
4. Perendaman
5. Pencucian
6. Pengeringan
7. Pengemasan
8. Labeling
9. Sterilisasi
10.Kontrol indikator
11.Gudang Alat
12.Distribusi
C. Tahap-tahap Sterilisasi Alat/ bahan medik
1. Dekontaminasi
2. Pengemasan
3. Metode Sterilisasi
4. Pengujian Alat Sterilisasi
5. Fasilitas Alat dan Zat kimia
267
1. Pemberian nomor lot pada setiap kemasan
2. Data mesin sterilisasi
3. Waktu kadaluarsa
B. Jenis-jenis Indikator Sterilisasi
1. Indikator Mekanik
2. Indikator Kimia
3. Indikator Biologi
268
b. Devisi toksikologi
c. Devisi Patologi
d. Devisi Antropologi
e. Devisi serologi/bio molekuler
f. Devisi odontologi
disamping devisi tersebut diatas perlu dilengkapi dengan ;
1) ruang satuan pengamanan/satpam
2) kamar pegawai penerima jenazah
3) ruang persemayamanjenazah
4) ruang tunggu keluarga
5) ruang kulih mahasiswa
6) ruang sekretariat
7) ruang tata usaha
8) ruang arsip
9) ruang rapat
10) ruang staf
11) ruang komputer
12) ruang informasi/media
13) ruang mushola dan penyolatan jenazah
14) garasi kereta jenazah
15) londry
269
d. Tujuan pelayanan
1) Pencegahan penularan penyakit
2) Penegakan hukum
e. Penatalaksanaan Jenazah di rumah sakit
1) pasien yg tidak mengalai kekerasan
2) pasien yg engalami kekerasan
f. Embalming (pengawetan jenazah) dan Pengiriman jenazah
Alur Pelayanan Kamar Jenazah
Alur dapat dilihat di lampiran ;
1 Lampiran tentang alur pelayanan jenazah di rumah sakit dalam
kondisi sehari-hari
2 Lampiran tentang alur pelayanan Jenazah di rumah sakit
dalam kondisi bencana
Program Mutu
Indikator mutu pelayanan di kamar jenazah :
1. Capaian jumlah petugas pemulasaran jenazah yang sudah terlatih
2. Capaian kepatuhan pelaksanaan program PPI
3. Capaian waktu tunggu pengadaan visum et repertum
270
22.1. Kebijakan pelayanan Utilitas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 tahun 2016
tentang Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah
Sakit, prasarana Rumah Sakit adalah utilitas yang terdiri atas alat,
jaringan dan sistem yang membuat suatu bangunan Rumah Sakit bisa
berfungsi. Sistem Utilitas atau Prasarana Rumah Sakit meliputi:
1. Instalasi air;
2. Instalasi mekanikal dan elektrikal;
3. Instalasi gas medik dan vakum medik;
4. Instalasi uap;
5. Instalasi pengelolaan limbah;
6. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
7. petunjuk; persyaratan teknis dan sarana evakuasi saat terjadi
keadaan darurat;
8. Instalasi tata udara;
9. Sistem informasi dan komunikasi; dan
10. Ambulans
271
3. Teknis bangunan Rumah Sakit
a. Rencana blok bangunan
b. Massa bangunan
c. Tata letak bangunan (site plan)
d. Pemanfatan ruang
e. Desain tata ruang dan komponen bangunan
272
B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. mudah meledak (explosive);
b. pengoksidasi (oxidizing); c. sangat mudah sekali menyala (extremely
flammable); d. sangat mudah menyala (highly flammable); e. mudah
menyala (flammable); f. amat sangat beracun (extremely toxic); g. sangat
beracun (highly toxic); h. beracun (moderately toxic); i. berbahaya
(harmful); j. korosif (corrosive); k. bersifat iritasi (irritant); l. berbahaya
bagi lingkungan (dangerous to the environment); m.karsinogenik
(carcinogenic); n. teratogenik (teratogenic); o. mutagenik (mutagenic).
(2) Klasifikasi B3 terdiri dari : a. B3 yang dapat dipergunakan b. B3 yang
dilarang dipergunakan dan c. B3 yang terbatas dipergunakan.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
instalasi pengolahan air limbah sarana pelayanan kesehatan adalah
bangunan air yang berfungsi untuk mengolah air buangan yang berasal
dari kegiatan yang ada di sarana pelayanan kesehatan.
273
Jumlah tenaga kesehatan lingkungan di Rumah Sakit disesuaikan
dengan beban kerja dan tipe Rumah Sakit
Fasilitas :
kebijakan tertulis dan komitmen pimpinan rumah sakit;
perencanaan dan organisasi (Penyiapan program kerja kesehatan
lingkungan rumah sakit)
Dokumen administrasi kesehatan lingkungan rumah sakit (rencana
strategis kesehatan lingkungan rumah sakit)
Kelengkapan perizinan fasilitas/alat kesehatan lingkungan rumah
sakit
Analisis risiko kesehatan lingkungan rumah sakit
Inventarisasi dan pemutakhiran peraturan perundang-undangan
terkait kesehatan lingkungan rumah sakit
Kelengkapan perizinan fasilitas/alat kesehatan lingkungan rumah
sakit
sumber daya
Tata laksana penilaian kinerja kesehatan lingkungan rumah sakit
mandiri
pelatihan kesehatan lingkungan;
pencatatan dan pelaporan; dan
penilaian kesehatan lingkungan rumah sakit
Peralatan:
a. Rumah sakit harus memiliki peralatan ukur minimal kegiatan kesehatan
lingkungan untuk menjadi alat ukur media dan atau sampel media
lingkungan bagi petugas kesehatan lingkungan rumah sakit dan atau
bermitra dengan pihak ketiga yang berkompeten dan terakreditasi.
274
b. Peralatan kesehatan lingkungan minimal yang harus dimiliki oleh rumah
sakit adalah: 1) Alat ukur suhu ruangan, yakni thermometerruangan suhu
rendah 2) Alat ukur suhu air, yakni thermometer air 3) Alat ukur
kelembaban ruangan, yakni hygrometer 4) Alat ukur kebisingan, yakni
sound level meter 5) Alat ukur pencahayaan ruangan, yakni lux meter
Alat ukur swapantau kualitas air bersih, yakni klor meter, pH meter dan
DO (Dissolved Oxygen) meter7) Alat ukur swapantau kualitasair limbah,
yakni pH meter, DO (Dissolved Oxygen) meter dan klor meter 8) Alat ukur
kepadatan vector pembawa penyakit, yakni alat perangkap lalat (fly trap),
alat ukur kepadatan lalat (fly grill), alat penangkap nyamuk, senter, alat
penangkap kecoa, dan alat penangkap tikus.
c. Untuk melaksanakan uji laboratorium terhadap media dan/atausampel
media lingkungan seperti udara ambien, gas dan debu emisi,
mikrobiologi ruangan, kualitas fisika, kimia dan mikrobiologi air bersih dan
air limbah dan lainnya, maka rumah sakit dapat menyerahkan kepada
laboratorium kesehatan lingkungan rujukan yang telah terakreditasi
nasional sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Peralatan media lingkungan harus dilakukan kalibrasi secara berkala
untuk menjamin keakuratan angka hasil pengukuran dengan ketentuan
sesuai petunjuk penggunaan alat. e.Peralatan ukur harus disimpan
dalam tempat/wadah/ruangan yang memenuhi syarat agar tetap
terpelihara dan berfungsi dengan baik
IDENTIFIKASI
LIMBAH SISTEM
PENYALURAN
PENGURANG
AN DAN
PEMILAHAN MEMILIKI
IPAL
PEWADAHAN
DAN
PENGANGKUTA PEMANTAUAN
DAN
PELAPORAN
PENYIMPANAN
BAKU MUTU
275
PENGOLAHAN
Pengelolaan Limbah B3
Fasyankes ( RS, PKM,Klinik, TPMD) melakukan identifikasi limbah (infeksius,
beracun, mudah menyala, meledak) lalu mengolah limbah sesuai dengan
peraturan perundang undangan memiliki tempat pengolah limbah B3 yaitu
incinerator, autoclave, atau mou dengan pihak ke-3
276
(IKL)terlampir. Hasil penilaian kinerja penyelenggaraan kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit dengan kategori sangat baik; baik; kurang.
Penilaian internal yang dilakukan oleh rumah sakit sebagai bahan
evaluasi dan peningkatan kinerja dalam pelaksanaan kesehatan
lingkungan rumah sakit. Penilaian eksternal dilakukan oleh dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan daerah provinsi dan
pemerintah pusat. Dalam rangka peningkatan kinerja rumah sakit dapat
diberikan penghargaan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
dan/atau lembaga independen yang ditunjuk oleh Pemerintah
6. Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan Untuk melaksanakan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dan penerapan standar baku mutu dan persyaratan
kesehatan lingkungan di rumah sakit, maka pembinaan dilakukan oleh
Menteri, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, dan kepala dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, serta institusi terkait sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah timbulnya risiko buruk bagi kesehatan, terwujudnya
lingkungan yang sehat dan kesiapsiagaan kesehatan lingkungan dalam
kejadian bencana. Dalam hal ini, maka kegiatan pembinaan
dilaksanakan sebagai berikut: 1.Kementerian Kesehatan, dinas
kesehatan pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah
daerah kabupaten/kota berkewajiban melaksanakan pembinaan
terhadap pimpinan/pengelola rumah sakit dan petugas kesehatan
lingkungan rumah sakit melalui kegiatan pelatihan teknis, sosialisasi,
advokasi, konsultasi, pemberian penghargaan dan kegiatan pembinaan
lainnya.
2.Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi
dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan
pemberdayaan masyarakat terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di rumah sakit dengan membangun dan meningkatkan
jejaring kerja atau kemitraan dan pemberian penghargaan.
Pengawasan Untuk melaksanakan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dan penerapan standar baku mutu dan persyaratan
kesehatan lingkungan di rumah sakit agar dapat berjalan secara efisien,
efektif dan berkesinambungan, maka pengawasan dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dalam hal
ini, maka kegiatan pengawasan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Kementerian Kesehatan dapat mendelegasikan kepada pemerintah
daerah setempat melalui dinas kesehatan pemerintah daerah
provinsi dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota
untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
277
kesehatan lingkungan. Kegiatan pengawasan yang dilaksanakan
meliputi: a. Pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
kesehatan lingkungan rumah sakit oleh pengelola/pimpinan rumah
sakit atau penanggungjawab kesehatan lingkugan atas
kewajibannya dalam mewujudkan media lingkungan yang
memenuhi persyaratan dan standar baku mutu kesehatan
lingkungan di rumah sakit. b. Pemeriksaan kualitas media
kesehatan lingkungan rumah sakit dengan kegiatan meliputi
pengambilan sampel, pengujian laboratorium dan penyusunan
rencana tindak lanjut.
2. Pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit oleh dinas kesehatan
pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah
daerah kabupaten/kota dilakukan secara terkoordinasi dengan
instansi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3.Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi
dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota
menggunakan hasil kegiatan pengawasan sebagai acuan dalam
menyusun dan melakukan perbaikan atas program kerja kesehatan
lingkungan rumah sakit dalam skala kewilayahan pada tingkat
Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
8. REFERENSI
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018, tentang Pelayanan
Kegawat Daruratan
2. Advance Trauma Life Support Program Student Manual, American
College of Surgeons, 1997
3. Primary and secondary nursing assessments, Gilbert, G., D’Souza, P.
And Pletz, B., 2009
4. Wilkinson, D. A., & Skinner, M. W. (2000). Primary Trauma Care Primary
Trauma Care
5. Ahsanullah MM, Badarrudin AR. 2005. Bacteriological Monitoring
Through Air Sampling In Different Locations of Teaching/Civil Hospital
Sukkur. Journal Application Emerging Science. 1(2):14.
6. Amir A. Aliabadi, Steven N. Rogak, Karen H. Bartlett, and Sheldon I.
Green, “Preventing Airborne Disease Transmission: Review of Methods
for Ventilation Design in Health Care Facilities,” Advances in Preventive
Medicine, vol. 2011, Article ID 124064, 21 pages, 2011.
doi:10.4061/2011/124064.
7. Anonym, 2011. Handbook of Infection control for the Asian healthcare
worker. Lin LM et all. 3 rdEd.
278
8. Ayliffe, G. A. J.;Lowbury, E. J. L.;Geddes, A. M.;Williams, J. D. 2000.
Control of hospital infection: a practical handbook. Third edition. London
: Chapman & Hall.
9. CDC. 1991. Building Air Quality. In: Services DoHaH, editor. Washington:
CDC; 1991. p. 2
10. DH, 2013. Facilities E. Infection control in the built environment. In: Health
Do, editor. United Kingdom: Crown; p. 15-8
11. Escombe AR, Oeser CC, Gilman RH, Navincopa M, Ticona E, Pan W, et
al. Natural Ventilation for the Prevention of Airborne Contagion. PLoS
Med 2007; 4; 309-317
12. FGI. 2014 [cited 2014 June 4th, 2014]. Guidelines for Design and
Construction of Health Care Facilities. Chicago: American Society for
Healthcare Engineering of the American Hospital Association
13. Flynn JE and Segil, AW. 1988. Architectural Interior Systems: Lighting,
Air Condition, and Acoustics. UK : John Wiley & Sons Inc
nd
14. IFIC. 2012. Basic Concepts of Infection Control. 2 ED.
15. HPI. 2004. Design guidelines for hospitals and day procedure centres. In:
Services DoH, editor. Victoria: Health Projects International (HPI); p. 419-
22
16. Sistem informasi…, Fanni Elfiana, FKM UI, 2014
17. International Federation of Infection Control. 2011. Basic Concept of
Infection Control. 2nd Edition – revised 2011. Ireland : International
Federation of Infection Control.
18. Jarins, WR. 2013. Bennett & Brachman’s Hospital Infection 6th Edition.
Walters Kluwer.
19. JCI. 2011. Best Practices in Infection Prevention and Control 2nd Edition.
Joint Commission International.
20. Joshi R, Reingold AL, Menzies D, Pai M. 2006. Tuberculosis among
Health-Care Workers in Low- and Middle-Income Countries: A
Systematic Review.
21. KEMKES RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Pusat
Penelitian dan Pengembangan KEMKES RI.
22. KEMKES RI. 2011. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
bagi Rumah Sakit dan fasyankes lainnya. Jakarta : Dirjen BUKR. Ed 3.
23. KEMKES RI. 2012. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tuberkulosis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Bina
Upaya Kesehatan KEMKES RI.
24. KEMKES RI. 2012. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem
Instalasi Tata Udara. Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan,Bina Upaya Kesehatan
25. KEMKES RI. 2013. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Jakarta : Direktorat P2PL
279
26. KEMKES RI. 2014. Petunjuk Teknis Pencegahan Pengendalian Infeksi
(PPI) TB bagi Fasiltas Pelayanan Kesehatan Primer/Tingkat Pertama.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
27. Klein, BR. 1999. Health Care Facilities Handbook, 4th edition.
28. Lacanna G. 2013Planning strategies for nosocomial infection control.
World Hospitals and Health Services. 50:14-8.
29. Lynes, JA. 1968. Principles of Natural Lighting. Amsterdam, New York :
Elsevier Pub Co.
30. Mayhall, CG. 2004. Hospital Epidemiology & Infection Control 3rd
Edition. Lippincott William Wilkins
31. Mehtar S. 2010. Understanding Infection Prevention and Control.1st Ed.
32. World Health Organization. 2011. Collaborative Framework for Care and
Control of Tuberculosis and Diabetes.
33. World Health Organization. 2013. Global Health Report 2013. Geneva :
WHO
34. World Health Organization. 2014. Infection Prevention and Control of
Epidemic and Pandemic-Prone Acute Respiratory Infections in Health
Care. Geneva : WHO influence
35. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778 Tahun 2010, tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit
36. PMK Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit
37. PMK Nomor 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit
38. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
39. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
40. UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkingan hidup.
41. UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
42. PP No. 85/1999 tentang perubahan PP No. 18 tahun 1999 tentang
pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
43. PP No. 20 tahun 1990 tentang pencemaran air.
44. PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL.
45. Permenkes RI No. 472/ Menkes/ peraturan / V / 1996 tentang
penggunaan bahan berbahaya bagi kesehatan.
46. Permenkes No. 416/Menkes/Per/XI/1992 tentang penyediaan air bersih
dan air minum.
47. Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang penyehatan
lingkungan rumah sakit.
48. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang
pedoman organisasi rumah sakit
49. Kepmen LH No. 58/MENLH/12/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi
kegiatan rumah sakit.
280
50. Pedoman sanitasi rumah sakit di Indonesia tahun 1992 tentang
pengelolaan linen.
51. Buku pedoman infeksi nosokomial tahun 2001.
52. Standart pelayanan rumah sakit tahun 1999.
53. PMK Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit
54. PMK Nomor 24 tahun 2016 tentang persyaratan teknis bangunan dan
prasarana rumah sakit area resiko tinggi
55. PMK Nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi DI Fasilitas Pelayanan Kesehatan
56. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply
Department/CSSD) di rumah sakit tahun 2009
57. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
58. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 4 Tahun 2016 Tentang
Penggunaan Gas Medik dan Vaku Medik Pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
59. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2306/MENKES/PER/XI/2011
Tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit;
60. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran
Aktif - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI Tahun
2012;
61. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit - Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kemenkes RI Tahun 2012;
62. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Yang Aman Dalam Situasi
Darurat dan Bencana - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kemenkes RI Tahun 2012;
1. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang peran, tugas dan fungsi pendamping
akreditasi RS, tahapan proses pendampingan akreditasi RS, teknik
komunikasi persuasif, coaching dalam pendampingan akreditasi RS, serta
mentoring dan fasilitasi dalam pendampingan akreditasi RS.
2. Tujuan Pembelajaran
281
A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta memahami dan
melakukan pendampingan akreditasi rumah sakit.
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan peran, tugas, dan fungsi pendamping akreditasi
RS.
2. Menjelaskan tahapan proses pendampingan akreditasi RS.
3. Melakukan teknik berkomunikasi persuasif.
4. Melakukan coaching dalam pendampingan akreditasi RS.
5. Melakukan mentoring dan fasilitasi dalam pendampingan
akreditasi RS.
4. Metode
- Ceramah interaktif
- Role play
282
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila
belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan
perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
• Fasilitator melakukan bina suasana dengan memberikan game
singkat, agar peserta fokus dan antusias dalam mengikuti materi.
• Melakukan apersepsi terhadap pemahaman peserta tentang
pendampingan akreditasi RS.
• Menyampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini adalah
peserta latih mampu melakukan pendampingan akreditasi RS.
283
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menyampaikan materi pokok Teknik Komunikasi Persuasif
dengan metode ceramah interaktif menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator memberi kesempatan bertanya kepada peserta terhadap
hal-hal yang belum dipahami.
• Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk menjawab
pertanyaan.
• Memberikan penguatan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh
peserta.
6. Sesi 6 : Pengakhiran
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
• Fasilitator melakukan evaluasi dengan cara memberikan pertanyaan
kepada peserta.
• Memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
jawaban.
• Merangkum pembelajaran bersama-sama peserta.
• Memberikan apresiasi kepada peserta yang telah aktif mengikuti
proses pembelajaran.
• Menutup proses pembelajaran dengan mengucapkan permohonan
maaf dan terima kasih.
7. Uraian Materi
284
1. PERAN, TUGAS, DAN FUNGSI PENDAMPING AKREDITASI RS.
Dalam melakukan pendampingan dan penilaian praakreditasi, Tim
Pendamping bertugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif kepada RS
dalam rangka persiapan menuju penilaian pra-akreditasi
b. Melakukan penilaian praakreditasi untuk mengetahui kelayakan RS,
untuk dilakukan penilaian akreditasi oleh Surveior.
285
8. Pedoman Pendampingan Akreditasi RS
9. Rekam Implementasi (dokumen sebagai bukti
telusur).
b) Dokumen eksternal yang berupa peraturan
perundangan dan pedoman-pedoman yang
diberlakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan
organisasi profesi yang merupakan acuan bagi RS
dalam menyelenggarakan administrasi manajemen
dan upaya pelayanan kesehatan RS
4) Tahapan Pendampingan
Tahapan dalam Pendampingan
Hari I :
- Pembukaan
- Self Assesement dari RS
- Pengecekan dokumen di masing masing unit dan diskusi
oleh pendamping
Hari II :
- Simulasi dan telusure
Hari III
- Penyampaian rekomendasi oleh Pendamping
- Penutupan
286
Pelajari sistem pelayanan tersebut, misalnya
pelayanan laboratorium, apa output dari pelayanan,
apa indikator-kinerja yang perlu ditetapkan,
bagaimana tahapan proses pelayanan tersebut,
bagaimana pemenuhan sumber daya (input). Dengan
melakukan kajian terhadap output, proses, dan
sumber daya, maka lakukan fasilitasi dalam
membangun proses pelayanan: bagaimana proses
pelayanan akan dibangun atau ditata, dan bagaimana
proses pengendalian dan peningkatan mutu terhadap
proses pelayanan tersebut.
b) Pendekatan dengan melihat hirarki dokumen:
Hirarki Dokumen
287
Kebijakan pengendalian pengawasan penggunaan
psikotropika dan narkoƟ ka
Kebijakan penyediaan obat emergensi
Kebijakan jika terjadi kesalahan pemberian obat dan
pelaporannya (KTD, KNC, dsb)
288
SPO pengendalian dan penilaian penyediaan dan
penggunaan
obat
SPO monitoring persepan obat sesuai formularium
SPO penanganan obat kedaluwarsa
SPO penanganan efek samping obat, riwayat alergi,
obat yang
dibawa pasien rawat inap
SPO monitoring efek samping obat
SPO pelayanan obat psikotropika dan narkoƟ ka
SPO pengendalian pengawasan penggunaan
psikotropika
dan narkotika
SPO jika terjadi kesalahan pemberian obat dan
pelaporannya
(KTD, KNC, dsb)
f. Penjadwalan
289
g. Evaluasi pelaksanaan kegiatan sesuai jadwal yang
direncanakan dan pelaporannya
h. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi
290
kehendaknya sendiri. Seperti halnya ketika seorang
komunikator meyakinkan komunikan bahwa suatu sub
kompetensi akan muncul di dalam ulangan harian, sehingga
membuat komunikan akan mempelajari sub kompetensi yang
disampaikan oleh komunikator tersebut karena mereka
merasa perlu untuk mempelajarinya.
Dalam hal ini komunikator adalah pendamping akreditasi dan
komunikan adalah karyawan RS.
Prinsip-prinsip Persuasif
Menurut Littlejohn dan Jabusch yang dikutip oleh Joseph A.
Devito (2010: 447) mengungkapkan bahwa prinsip persuasif
terdiridari:
1. Prinsip Pemaparan Selektif (Selective Exposure
Principle) Para pendengar (seluruh khalayak) mengikuti
hukum pemaparan selektif. Hukum ini setidaknya
memiliki dua bagian.
a. Pendengar akan secara aktif mencari informasi
yang mendukung opini, kepercayaan, nilai,
keputusan dan perilaku mereka.
b. Pendengar akan secara aktif menghindari informasi
yang bertentangan dengan opini, kepercayaan,
sikap, nilai dan perilaku mereka yangsekarang.
2. Prinsip Partisipasi Khalayak
Persuasi akan berhasil bila khalayak berpartisipasi
secara aktif dalam presentasi. Implikasinya, persuasif
adalah proses transaksional. Proses ini melibatkan baik
pembicara maupun pendengar.
3. Prinsip Inokulasi
Persis seperti menyuntikkan sejumlah kecil kuman ke
dalam tubuh yang akan membuat tubuh mampu
membangun sistem kekebalan, menyajikan kontra-
argumen dan kemudian menjelaskan kelemahannya
akan memungkinkan khalayak mengebalkan diri mereka
sendiri terhadap kemungkinan serangan atas nilai dan
kepercayaan mereka.
291
dihasilkan atas diri khalayak, makin sukar tugasnya.
Manusia berubah secara berangsur. Persuasi,
karenanya paling efektif bila diarahkan untuk melakukan
perubahan kecil dan dilakukan untuk periode waktu yang
cukup lama.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan komunikator dalam mengubah sikap dan
dalam mengajak komunikan untuk berbuat sesuatu akan
bergantung pada pemanfaatan prinsip-prinsip persuasif.
292
to train intensively“, yang artinya memberikan instruksi, bimbingan
ataupun pelatihan intensif.
Dalam proses coaching, ada seorang pelatih yang biasa disebut
coach, dan juga ada orang yang dilatih yang biasa disebut coachee.
b. Proses coaching
Ada 3 prinsip penting dalam proses coaching yakni:
1. Seni Bertanya
Dalam proses coaching, porsi berbicara coach adalah 20%
dan 80% untuk karyawan/coachee. Oleh karena porsi
berbicara tersebut maka coach harus lihai dalam
memberikan pertanyaan. Kriteria pertanyaan yang berbobot
adalah:
1. Merupakan hasil mendengarkan
2. Bersifat terbuka (open-questioning)
3. Membantu karyawan mengamati dirinya
4. Merangsang karyawan untuk merangkai ide
Prinsip dasar coaching adalah menggali kemampuan diri dari
coachee (dalam hal ini karyawan) dengan bertanya maka
dari pertanyaan tersebut coach membantu melakukan
pengamatan terhadap masalah yang ujungnya menimbulkan
kesadaran diri untuk melakukan perubahan.
2. Seni Mendengarkan
Mendengarkan aktif adalah kata kuncinya. Semua leader
pasti tahu betapa sulitnya mendengarkan, lebih mudah untuk
bericara dibandingkan untuk menyimak. Maka syarat
pertama untuk bisa mendengarkan adalah kesabaran. Anda
menahan diri untuk tidak memotong pembicaraan, sabar
untuk tidak memberikan solusi.
Dalam mendengarkan, sebagai coach Anda dituntut bukan
hanya mendengar namun menyimak apa yang dijawab oleh
karyawan Anda agar Anda dapat mencerna pesan si
pembicara.
3. Seni Menengkap Kata Kunci
Hal terakhir yang penting dikuasai dalam sebuah sesi
coaching adalah ketrampilan menangkap kata kunci selama
karyawan anda berbicara. Kata kunci bisa berarti satu kata
atau gabungan beberapa kata/frase. Tujuan mengapa perlu
memiliki ketrampilan tersebut agar Anda bisa memahami isi
cerita untuk kemudian mengajukan pertanyaan lebih lanjut.
Ciri-ciri kata kunci sebagai berikut:
1. Muncul berulang, lebih dari satu kali
293
2. Disampaikan dengan tiba-tiba berbeda: melambat,
meninggi atau datar
Ketiga hal ini perlu diingat oleh pemimpin saat melakukan coaching
terhadap timnya agar hasil dari coaching memuaskan dan efektif bagi
karyawan.
8. Referensi
1. Repository.uinsu.ac.id
2. Studylibi modul pengantar ilmu komunikasi
3. Arryrahmawan.net prinsip dan teknik melakukan coaching
4. Coursehero.university of jember
294
5. Lingkarlsm.konsep dasar fasilitasi masyarakat.
6. Direktoritraining. Teknik berkomunikasi yang baik
7. Tesis, Dimas Arya Nugraha, 2018
9. Lampiran
- Panduan role play
- Skenario role play
1. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang konsep pelaporan pendampingan
akreditasi RS dan penyusunan laporan pendampingan akreditasi RS.
2. Tujuan Pembelajaran
A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menyusun
laporan pendampingan akreditasi rumah sakit.
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan konsep pelaporan pendampingan akreditasi RS.
2. Menyusun laporan pendampingan akreditasi RS.
4. Metode
- Ceramah interaktif
- Latihan
295
6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Sesi 1 : Pengkondisian Peserta
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila
belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan
perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
• Fasilitator melakukan bina suasana dengan memberikan game
singkat, agar peserta fokus dan antusias dalam mengikuti materi.
• Melakukan apersepsi terhadap pemahaman peserta tentang konsep
pelaporan pendampingan akreditasi RS.
• Menyampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini adalah
peserta latih mampu menjelaskan materi pokok yang akan
disampaikan tentang konsep dan laporan pendampingan akreditasi
RS menggunakan bahan tayang.
296
4. Sesi 4 : Pengakhiran
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
• Fasilitator melakukan evaluasi dengan cara memberikan pertanyaan
kepada peserta.
• Memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
jawaban.
• Merangkum pembelajaran bersama-sama peserta.
• Memberikan apresiasi kepada peserta yang telah aktif mengikuti
proses pembelajaran.
• Menutup proses pembelajaran dengan mengucapkan permohonan
maaf dan terima kasih.
7. Uraian Materi
1. Konsep pelaporan pendampingan akreditasi RS.
Yang harus dilaporkan :
1) Laporan hasil SA yang dilakukan RS (semua SA yang
dilaksanakan di unit pelayanan yang didampingi dalam satu
file)
2) Laporan rekomodasi (semua rekomendasi yang diberikan di
unit pelayanan yang didampingi dalam satu file)
3) Kelengkapan lain ( berupa lampiran lampiran atau surat surat
pernyatataan akan melaksanakan rekomendasi segera )
RS :
Alamat :
Telpon :
Contact Person :
A Tujuan Pendampingan
B Lingkup Pendampingan
C Standar/Kriteria yang
digunakan
D Metoda Pendampingan
E Lokasi Pendampingan
F Waktu
G Tim Pendamping Nama Tugas dan tanggung
jawab
297
1. Ketua
2. Anggota
H Jadual survey terlampir
J Risiko yang mungkin Risiko Upaya
dihadapi meminimalkan
c. Alur pelaporan
- KEMENTERIAN
TIM KESEHATAN
PENDAMPING - DINAS FASYANKES / RS
AKREDITASI RS KESEHATAN
KAB/KOTA
- DINKES
/PROPINSI
8. Referensi
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi
Rumah Sakit.
9. Lampiran
- Form laporan pendampingan akreditasi RS
- Petunjuk pengisian form laporan pendampingan akreditasi RS
298
BAB 3
MATERI PENUNJANG
299
Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas (in class training),
akan bertemu sekelompok orang yang belum saling mengenal
sebelumnya, dan berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar
belakang sosial budaya, pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, serta
sikap dan perilaku yang berbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi
sejak awal pelatihan, kemungkinan besar akan dapat mengganggu
kesiapan peserta dalam memasuki proses pelatihan yang bisa berakibat
pada terganggunya kelancaran dari proses pembelajaran selanjutnya.
Ada tiga kondisi penting yang perlu diciptakan dalam pembelajaran orang
dewasa, yaitu: 1) suasana belajar yang memungkinkan peserta lain bisa
berdikusi secara bebas saling memberikan pengetahuan, pengalaman
masing-masing; 2) suasana belajar yang memungkinkan peserta latih
bisa saling memberi dan menerima pengetahuan, pengalaman dalam
diskusi kelompok agar apa yang diperoleh dalam pembelajaran bisa
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-
hari, serta memperoleh manfaat social dalam lingkungan system
permanennya masing-masing; 3) suasana belajar yang memungkinkan
peserta latih bisa merespon terus menerus ransangan belajar yang
diberikan fasilitator, oleh karena itu ketiga kondisi ini perlu selalu
diciptakan dalam suatu proses pembelajaran.
300
dsb.), mendapat tambahan penghasilan karena diakhir pelatihan di-
sanguni oleh panitia, dan lain-lain. Dari motiv yang bermacam-macam itu,
fasilitator harus berusaha agar peserta mempunyai motiv yang samadan
satu, yaitu bahwa pelatihan tersebut sangat penting dan bermanfaatdan
akan berusaha untuk mengikuti pelatihan sampai selesai.
2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami komitmen
semua peserta pelatihan agar proses belajar mengajar dapat
terlaksana dengan baik dan tujuan pelatihan dapat tercapai.
4. Metode
- Ceramah interaktif
- Latihan
301
5. Media dan Alat Bantu
1. Modul BLC
2. Flipchart
3. Spidol
4. Meta plan
5. Kain tempel
6. Jadwal dan alur pelatihan
7. Panduan permainan,
8. Papan tulis.
9. Norma / tata tertib standar pelatihan
302
Menjelaskan petunjuk kegiatan-kegiatan (games) yang akan
dimainkan.
Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang masih belum jelas.
Memberikan jawaban / menjelaskan lebih detil jika ada
pertanyaan yang diajukan oleh peserta.
2) Kegiatan Peserta
Mendengar, mencatat dan mempersiapkan diri mengikuti
games yang akan dimainkan.
Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada
yang belum dipahami.
Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.
303
Memberikan klarifikasi dari pertanyaan-pertanyaan yang
belum dimengerti jawabannya
Merangkum hasil diskusi.
Meminta perwakilan kelas untuk menunjuk seorang ketua
kelas dan sekretarisnya,yang akan memimpin proses
membuat komitmen pembelajaran melalui norma-norma kelas
yang disepakati bersama-sama beserta pembuatan kontrol
kolekifnya.
2) Kegiatan Peserta
Mengikuti proses penyajian kelas.
Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh
fasilitator.
Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari
masing–masing pokok bahasan yang telah dipresentasikan
dengan baik.
Ketua dan sekretaris kelas secara bersama dengan peserta
membuat kesepakatan (norma) kelas sebagai bentuk
komitmen pembelajaran beserta kontrol kolektif yang
disepakati bersama
7. Uraian Materi
1. Perkenalan
Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan
suasana kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti
merupakan pilihan prioritas dalam kehidupannya. Mungkin saja
304
kehadirannya di pelatihan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, harus
menuruti ketentuan / persyaratan. Mungkin juga terjadi, pada saat
pertama hadir sudah memiliki anggapan merasa sudah tahu semua yang
akan dipelajari atau membayangkan kejenuhan yang akan dihadapi.
Untuk mengantisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses
pencairan(unfreezing).
Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal
antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan
ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta
kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi
aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan
berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.
Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul
institusinya dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan
dengan menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap
peserta diminta berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya.
Meminta peserta yang berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan
dengan jumlah peserta paling sedikit untuk memperkenalkan teman-
temannya. Meminta peserta yang belum disebut namanya untuk
memperkenalkan diri, sehingga seluruh peserta saling berkenalan, diikuti
juga oleh panitia untuk memperkenalkan dirinya.
2. Pencairan
Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar.
Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya
duduk di tengah lingkaran. Peserta yang duduk di tengah lingkaran
diminta memberi aba-aba, agar peserta yang disebut identitasnya pindah
duduk, misalnya dengan menyeru: ”Semua peserta berbaju merah
pindah” Pada keadaan tersebut akan terjadi pertukaran tempat duduk
dan saling berebut antar peserta. Hal tersebut menggambarkan suasana
“storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu
pembentukan kelompok.
Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk
menyerukan identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca
mata atau yang berbaju batik dan lain-lain. Lakukan permainan tersebut
selama 10 – 15 menit, tergantung situasi dan kondisi. Fasilitator
memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam permainan
tersebut serta pengalaman belajar apa yang diperolehnya. Fasilitator
membuat rangkuman bersamasama peserta, agar terjadi proses yang
dinamis.
305
3. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang
ingin dicapai
Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil 5 – 6 orang, kemudian
menjelaskan tugas kelompok tersebut. Masing-masing kelompok akan
menentukan harapan terhadap pelatihan ini serta kekhawatiran dalam
mencapai harapan tersebut. Juga didiskusikan bagaimana solusi
(pemecahan masalah) untuk mencapai harapan tersebut serta
menghilangkan kekhawatiran yang akan terjadi selama pelatihan. Mula-
mula secara individu, kemudian hasil setiap individu dibahas dan
dilakukan kesepakatan sehingga menjadi harapan kelompok.
306
mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan
terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau
dorongan untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang diucapkan
secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus
terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir.
307
bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati
atau dilanggar
308
2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami
anti korupsi di lingkungan kerjanya
4. Metode
- Ceramah interaktif
- Latihan
309
- LCD
- Bahan tayang/slide
- Form laporan
- Panduan pengisian form laporan
310
3. Fasilitator membuat kesimpulan.
7. Uraian Materi
A. Konsep korupsi
1. Definisi korupsi
Apa Arti kata “korupsi? Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin
“corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster
Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio”
berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua.
Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption,
corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie”
(Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian. Ada banyak pengertian tentang
korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan
uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan
pribadi”.
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa
(Muhammad Ali: 1998):
- Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok,
memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan
sebagainya;
- Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya;
- Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang
busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan
tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang
bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk,
menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke dalamkedinasan
di bawah kekuasaan jabatan.
2. Ciri-ciri korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
a. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
b. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
c. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
311
d. berlindung di balik pembenaran hukum;
e. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
f. mengkhianati kepercayaan
312
4. Tingkatan korupsi
a. Materi Benefit Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan
keuntungan material baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain.
Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan
karena melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini
merupakan bentuk korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia
b. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) Abuse of power
merupakan korupsi tingkat menengah Merupakan segala bentuk
penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik
pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya
termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan
materi.
c. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana Orang
yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat
yang diterimanya adalah koruptor.
313
Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan
bentuk korupsi
5. Penyebab Korupsi
Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:
a. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya
sebagai make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah
setiap berganti pemerintahan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap
bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.
c. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman
antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
d. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan
yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan
penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara
negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik
bagi masyarakat.
e. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu
melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan
mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena
serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan keuntungan.
f. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
g. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan
korupsi: saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum
sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan
hukumannya.
h. Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu:
menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi.
Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
terlindungi
314
Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian
bersama. Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan
memberikan ruang yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut
agamanya masing-masing, ternyata tidak banyak membawa
implikasi positif terhadap upaya pemberantasan korupsi. Demikian
pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku konsumtif
tidak saja mendorong untuk melakukan tindakan kurupsi, tetapi
menggambarkan rendahnya sikap solidaritas sosial, karena
terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya hidup mewah
di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok
bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.
b. Aspek organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya
keteladanan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang
benar, sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai,
kelemahan sistem pengendalian manajemen, serta manajemen
yang lebih mengutamakan hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung
akan menutupi korupsi yang terjadi di dalam organisasi. Hal tersebut
ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara
kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi.
Manajemen yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk
membuka praktik korkupsi kepada publik.
c. Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada
Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga turut
menentukan, yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang
kondusif untuk melakukan korupsi. Masyarakat seringkali tidak
menyadari bahwa akibat tindakannya atau kebiasaan dalam
organisasinya secara langsung maupun tidak langsung telah
menanamkan dan menumbuhkan perilaku koruptif pada dirinya,
organisasi bahkan orang lain.
Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan
berkembang menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat terbiasa
hidup dalam kondisi ketidaknyamanan dan kurang berpartisipasi
dalam pemberantasan korupsi.
315
d. Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk
Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan
korupsi tidak saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-sebab yang
sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif, tetapi
disebabkan pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif bagi
setiap individu untuk melakukan tindakan korupsi. Sedangkan
perilaku korupsi, sebagaimana yang umum telah diketahui adalah
korupsi banyak dilakukan oleh pegawai negeri dalam bentuk
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, sarana jabatan, atau
kedudukan. Tetapi korupsi dalam artian memberi suap, juga banyak
dilakukan oleh pengusaha dan kaum profesional bahkan termasuk
Advokat.
Lemahnya tata-kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak
korupsi baik ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan
yang dibuat oleh penyelenggara negara, merupakan tantangan
besar yang masih harus dihadapi negara ini. Kualitas tata kelola
yang buruk ini tidak saja telah menurunkan kualitas kehidkupan
bangsa dan bernegara, tetapi juga telah banyak memakan korban
jiwa dan bahkan ancaman akan terjadinya lost generation bagi
Indonesia. Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi
pemerintah, beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian
adalah menyangkut manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan
penggajian pegawai yang ditandai dengan kurangnya penghasilan,
sistem penilaian prestasi kerja yang tidak dievaluasi, serta tidak
terkaitnya antara prestasi kerja dengan penghasilan.
Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada
akhirnya akan menghambat tercapainya clean and good
governance. Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good
governance, maka perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait
dengan pembenahan sistem birokrasi tersebut.
316
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme;
d. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3851);
e. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);
sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001;
B. Anti Korupsi
1. Konsep Anti Korupsi
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan
menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud
adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak
melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset
negara.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan
melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan)
dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).
317
berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai
pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan
sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari
pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai
tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan
maupun kebohongan maka pegawai ter-sebut tidak akan
mengalami kesulitan yang disebabkan tindakan tercela
tersebut. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh oleh
setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan
membentuk karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai.
b. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan,
memperhatikan dan menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai
kepedulian sangat penting bagi seorang pegawai dalam
kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat. Sebagai calon
pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki rasa
kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam
dunia kerja maupun lingkungan di luar dunia kerja. Rasa
kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak
berada di dunia kerja. Oleh karena itu upaya untuk
mengembangkan sikap peduli di kalangan pegawai sebagai
subjek kerja sangat penting. Seorang pegawai dituntut untuk
peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia kerja,
terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara
efektif dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang
berkembang di dalam dunia kerja. pegawai juga dituntut untuk
peduli terhadap lingkungan di luar dunia kerja.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud
kepedulian di antaranya adalah dengan menciptakan Sikap
tidak berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang
pegawai pernah melakukan kecurangan ataupunkebohongan,
akan sulit untuk dapat memperoleh kembalikepercayaan dari
pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai
tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan
maupun kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan
mengalami kesulitan yang disebabkan tindakan tercela
tersebut.
318
c. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang
lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.Hal ini
penting untuk masa depannya dimana pegawai tersebut harus
mengatur kehidupannya dan orangorang yang berada di
bawah tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang
tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu
mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian
tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakansemua tanggung
jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain
(Supardi: 2004).
d. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan
(kepatuhan) kepada peraturan (Sugono: 2008). Dalam
mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja maupun sosial
pegawai perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus
hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin
bagi pegawai adalah dapat mengatur dan mengelola waktu
yang ada untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk
menyelesaikan tugas baik dalam lingkup kerja maupun sosial
dunia kerja.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat
mencapai tujuan hidupnya dengan waktu yang lebih efisien.
Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam mengelola
suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara
lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik,
kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang
berlaku di dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat
waktu, dan fokus pada pekerjaan.
e. Tanggung jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadiapa-apa
boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono:
2008). Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri
seseorang yang telah lulus dari penkerjaanterakhirnya yang
melanjutkan pekerjaan dalam sebuahlembaga yang bernama
organisasi. Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan
memiliki kecenderungan
319
menyelesaikan tugas lebih baik dibanding pegawai yang tidak
memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang memiliki rasa
tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh
hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat
diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di
depan orang lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung
jawab yang kecil dan berhasil melaksanakannya dengan baik
berhak untuk mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar
lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain terhadap
pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam
masyarakat misalkan dalam memimpin suatu kepanitiaan
yang diadakan di dunia kerja.
Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari
sebuah perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak
disengaja. Tanggung jawab tersebut berupa perwujudan
kesadaran akan kewajiban menerina dan menyelesaikan
semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga
merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.
f. Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata
”kemauan” menimbulkan asosiasi dengan ketekadan,
ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian,
pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga,
kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah penting
sekali bahwa kemauan pegawai harus berkembang ke taraf
yang lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya
lebih dulu untuk bisa menguasai orang lain. Setiap kali
seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan
menjadi lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika
interaksi antara individu pegawai dapat dicapai bersama
dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan
semakin optimum. Bekerja keras merupakan hal yang penting
guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target. Akan tetapi
bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya
pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para pegawai
diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan.
320
g. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam
interaksi dengan masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup
sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak pegawai me-
ngenyam masa penkerjaannya. Dengan gaya hidup
sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup
boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat
memenuhi semua kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan
diidentikkan dengan keinginan semata, padahal tidak selalu
kebutuhan sesuai dengan keinginan dan sebaliknya. Dengan
menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip
hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam
menjalin hubungan antara sesama pegawai karena prinsip ini
akan mengatasi permasalahan kesenjangan sosial, iri, dengki,
tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya lainnya.
Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari
keinginan yang berlebihan.
h. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang
sedang mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun
demikian, untuk menumbuhkan sikap keberanian demi
mempertahankan pendirian dan keyakinan pegawai, terutama
sekali pegawai harus mempertimbangkan berbagai masalah
dengan sebaik-baiknya. Nilai keberanian dapat dikembangkan
oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar dunia
kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani
mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui
kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya
Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh pegawai
dalam kehidupan sehari-hari sebagai pegawai Misalnya
program-program kegiatan arus dibuat dengan mengindahkan
aturan yang berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai
dengan aturan.
i. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat
sebelah, tidak memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu
sekali dibina agar pegawai dapat belajar mempertimbangkan
dan mengambil keputusan secara adil dan benar.
321
3. Prinsip-prinsip anti korupsi
Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi di bawah ini:
a. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan
pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung
jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk
konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada
level budaya (individu dengan individu) maupun pada level
lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut
berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun
interaksi antara ketiga sektor.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat
yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku
administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat
memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah
otoritas eksternal (Dubnik: 2005). Selain itu akuntabilitas
publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada
kemampuan menjawab kepada seseorang terkait dengan
kinerja yang diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang yang
diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki
legitimasi untuk melakukan pengawasan dan mengharapkan
kinerja (Prasojo: 2005).
Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam
mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program,
akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas
outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik
(Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas
harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui
mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua
kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi,
proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh
masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka
panjang dari sebuah kegiatan.
b. Transparansi
Adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah
transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena
pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan
mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara
terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat
322
diketahui oleh publik (Prasojo: 2007). Selain itu transparansi
menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses
dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling
sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan
kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust)
karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini
merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para
pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan
tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang
(Kurniawan: 2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu:
1) Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari
perencanaan, implementasi, laporan pertanggung-
jawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja
anggaran.
2) Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan
terkait dengan proses pembahasan tentang sumber-
sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi
anggaran (anggaran belanja).
3) Proses pembahasan membahas tentang pembuatan
rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi
penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme
pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender,
pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan
pertanggungjawaban secara teknis.
4) Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan
proyek pembangunan berkaitan dengan kepentingan
publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-proyek
yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya
yang penting adalah proses evaluasi.
5) Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan
proyek dijalankan secara terbuka dan bukan hanya
pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga
secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja
pembangunan.
323
c. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran,
baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.
Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu
komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran,
dan informatif. Komprehensif dan disiplin berarti
mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinam-bungan,
taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak
melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya
adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi
dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam
perencanaan atas dasar asas value for money untuk
menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran
yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip
fairness.
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam
kehidupan di dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan
anggaran program kegiatan kepegawaian harus dilakukan
secara wajar. Demikian pula dalam menyusun Laporan
pertanggung-jawaban, harus disusun dengan penuh
tanggung-jawab.
d. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak
terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan
masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik
dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa
undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-
undang desentralisasi, undang-undang antimonopoli, maupun
lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui
sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan
anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat
kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan
anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung
unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan
kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan
integritas pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat dapat
berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak
324
kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan,
pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilainilai,
pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat
terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh
lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
e. Kontrol kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang
dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk
korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai
lembagalembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia,
problematika pengawasan di Indonesia.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan
reformasi. Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu
melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta
dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol
kebijakan berupa oposisi.
325
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka
untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai
pemerintah (UNODC: 2004).
Bagaimana dengan Indonesia? Kita sudah memiliki Lembaga yang
secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga
tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga
peradilan.
Tingkat keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga
Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantungnya penegakan
hukum yang harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan
adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena
kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk
karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi.
Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum
harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak
mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong
political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam
berbagai perkara korupsi.
326
hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk
meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri, bagi
pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi insentif yang sifatnya
positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau jenis insentif
lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri.
327
ataupun memonitor hal ini yang sangat penting dari upaya
memberantas korupsi.
328
tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum
lagi kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang
seharusnya memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi
aktor yang ikut menumbuhsuburkan praktik korupsi.
2) Perbaikan sistem
Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah
hukum atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor
melepaskan diri dari jerat hukum.
Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi
simpel dan efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti
korupsi. Reformasi birokrasi.
Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan
kepemilikan pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang
penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan umum dan
penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan
pemberian sanksi secara tegas.
Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil
terjadinya human error.
329
3) Perbaikan manusianya
KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika
seseorang sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman
sendiri, penanaman nilai anti korupsi akan susah ditanamkan.
Ketika orang sudah dewasa, apalagi dia adalah orang yang pandai
dan cerdas, sangat susah menanamkan nilai anti korupsi karena
mereka sudah punya pemahaman sendiri.
Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman.
Mengoptimalkan peran agama dalam memberantas korupsi.
Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan
emosional antara agama dengan umatnya dan menyatakan
dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela,
mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala
bentuk korupsi, mendewasakan iman dan menumbuhkan
keberanian masyarakat untuk melawan korupsi.
Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan
loyalitas (kesetiaan) dari keluarga/ klan/ suku kepada bangsa.
Menolak korupsi karena secara moral salah (Klitgaard, 2001).
Morele herbewapening, yaitu mempersenjatai/
memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda, 2003).
Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan
penkerjaan anti korupsi.
Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi,
pemimpin yang memiliki kepedulian dan cepat tanggap,
pemimpin yang bisa menjadi teladan.
330
Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin
melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan
kementerian Kesehatan, saat ini kementerian Kesehatan melalui
Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan
tindak pidana korupsi.
Mekanisme Pelaporan:
1) Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan
laporan penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat
kepada Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal
memuat informasi tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi
ringkas pengaduan, posisi penanganan dan hasilnya penanganan.
2) Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan
semesteran untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya.
Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan
berbagai jenis pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem
yang memungkinkan adanya penanganan dan solusi terbaik dan
dapat memuaskan keinginan publik terhadap akuntabilitas
pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah
adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk
dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang
mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera
ditindak lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian
tindakan penyidikan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Artinya dalam proses penerimaan pengaduan dari masyarakat,
seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di
Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus
bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh
seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan
ataukah bukan.
331
1. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
2. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.
D. Gratifikasi
1. Pengertian Gratifikasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang
dimaksud dengan kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang
menafsirkan kata tersebut dengan kata yang mendefinisikan
sesuatu yang berarti “gratis di kasih”.
332
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik
atau tanpa sarana elektronik. Ada beberapa contoh penerimaan
gratifikasi, diantaranya yakni:
Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari
pemenang lelang;
Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan
tiket tamasya ke luar negeri dari mitra bisnis istrinya/
suaminya;
Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil
sebagai tanda perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya;
Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih”
dari pemohon ijin yang sudah dilayani.
Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan +
penginapan, Honor-honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat
walaupun dituangkan dalam SK yang resmi), Memberikan
fasilitas Olah Raga (misal, Golf, dll); Memberikan hadiah pada
event-event tertentu (misal, bingkisan hari raya, pernikahan,
khitanan, dll). Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak
memanfaatkan momen-momen ataupun peristawaperistiwa
yang cukup baik, seperti: Pada hari-hari besar keagamaan
(hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang
tahun, keuntungan bisnis, danpengaruh jabatan
E. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum,
(2) subyek hukum, (3) Obyek Hukum
333
tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya
kepada KPK. Ayat 2 penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat
30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai
negeri
Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3)
fasilitas
334
G. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai
gratifikasi,antara lain:
Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih
karena telah dibantu;
Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat
pada saat perkawinan anaknya;
Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri
atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai
negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan;
Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi
lainnya dari rekanan;
Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai
negeri pada saat kunjungan kerja;
Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri
pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau
bawahannya. Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian
yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah
pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan
hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata
karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/
pegawai negeri dengan sipemberi.
H. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang:
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi
hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
335
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum,
seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang;
pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan
utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah
negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai
dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan
tersebut bertentangan dengan peraturanperundangundangan;
atau
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut
serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang
pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya
8. Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi
Publik
3. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008
4. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
5. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan
Pengaduan Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian
Kesehatan.
6. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan
Masyarakat
7. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013
336
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013
Tentang Strategi Komunikasi Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi
9. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi
bidang Kesehatan
10. Modul Anti Korupsi
2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun Rencana
Tindak Lanjut pasca pelatihan
b. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini,peserta mampu:
1. Menjelaskan format RTL
2. Menyusun RTL Pasca Pelatihan Asesor Puskesmas
3. Menyajikan RTL dan umpan balik
337
1. Flipchart
2. Presentasi power point
3. Spidol
4. Lembar/Format RTL.
5. Meta plan
6. Kain tempel
7. LCD
6. Uraian Materi
A. Format penyusunan RTL
338
Rencana tindak lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen yang
menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan,
setibanya peserta di wilayah kerja masing-masing dengan
memperhitungkan hal-hal yang telah ditetapkan berdasarkan
potensi dan sumber daya yang ada. RTL merupakan sebuah
rencana kerja yang dibuat secara individual oleh peserta diklat yang
berisi tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan
wewenangnya. Rencana ini dibuat setelah peserta pelatihan
mengikuti seluruh mata diklat yang telah diberikan.
339
Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan
(kapan/when), dan tentukan lokasi yang akan digunakan
dalam melakukan kegiatan (tempat/where).
Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada
setiap kegiatan. (How much)
Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan
bertanggung jawab kepada siapa (siapa/who).
340
7. Pelaksana / penanggung jawab yaitu personal / tim yang akan
melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting
karena personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut
mengetahui dan melaksanakan kewajiban.
8. Indikator Keberhasilan merupakan bentuk kegiatan/sesuatu
yang menjadi tolok ukur dari keberhasilan dari pelaksanaan
kegiatan
341
Kolom 7 : Kolom pelaksana/ penanggungjawab Kolom ini diisi dengan
nama pelaksana atau anggota tim yang ditugaskan melaksanakan
kegiatan sesuai dengan keahliannya.
Kolom 8 : Kolom indikator keberhasilan Kolom ini mencantumkan tentang
apa yang menjadi tolok ukur keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan.
Tentu saja untuk melihat umpan balik lebih mengena tentang masukan
perbaikan adalah apabila pemberi masukan adalah sasaran, atau orang
yang ikut serta dalam kegiatan. Seringkali saya mengilustrasikan untuk
memberikan masukan tentang kelas ibu hamil, pak Camat mungkin
kurang bisa diandalkan untuk umpan balik, kecuali mungkin bila bu
Camatnya juga sedang hamil dan beliau ikut mendampingi.
342
Proses Umpan Balik
7. Referensi
1. Kemenkes RI, Pusdiklat Aparatur, Rencana Tindak Lanjut,
Kurmod Surveillance, Jakarta: 2008.
2. BPPSDM Kesehatan, Rencana Tindak Lanjut, Modul TOT
NAPZA, Jakarta: 2009.
3. Kemenkes RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Jakarta: 2010,
4. Kemenkes RI, Second Decentralized Health Services Project,
Model Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas
Puskesmas, Jakarta: 2010.
5. Petunjuk Teknis Assessment Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama
343