Anda di halaman 1dari 347

BAB 1

MATERI DASAR

1.1. KEBIJAKAN MUTU DAN AKREDITASI RUMAH SAKIT


A. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas kebijakan Pemerintah tentang mutu dan akreditasi
rumah sakit.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu memahami kebijakan mutu
dan akreditasi rumah sakit.
2. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan kebijakan
pemerintah tentang mutu dan akreditasi rumah sakit.
C. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah: Kebijakan pemerintah tentang mutu dan
akreditasi rumah sakit.
Sub materi pokok pada pelatihan ini adalah :
1. Kebijakan Pemerintah tentang program pembangunan kesehatan (RPJMN)
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
2. Kebijakan Pemerintah tentang mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
3. Kebijakan Pemerintah tentang akreditasi rumah sakit.
D. Metode
Ceramah tanya jawab
Curah pendapat
E. Media dan Alat Bantu
Laptop
LCD
Bahan tayang/slide
F. Langkah Kegiatan Pembelajaran
Sesi 1 : Pengkondisian Peserta
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan
disampaikan.
• Fasilitator melakukan bina suasana dengan memberikan game singkat, agar
peserta fokus dan antusias dalam mengikuti materi.
• Melakukan apersepsi terhadap pemahaman peserta tentang kebijakan mutu dan
akreditasi RS.

1
• Menyampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini adalah peserta latih
mampu menjelaskan materi pokok kebijakan mutu dan akreditasi RS
menggunakan bahan tayang.
Sesi 2 : Penyampaian Materi Kebijakan Pemerintah Tentang Mutu dan Akreditasi RS.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menggali pengalaman peserta tentang kebijakan mutu dan akreditasi
RS.
• Fasilitator menyampaikan materi pokok Kebijakan Pemerintah Tentang Mutu dan
Akreditasi RS dengan metode ceramah interaktif menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator memberi kesempatan bertanya kepada peserta terhadap hal-hal yang
belum dipahami.
• Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk menjawab pertanyaan.
• Memberikan penguatan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh peserta.
Sesi 3 : Pengakhiran
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
• Fasilitator melakukan evaluasi dengan cara memberikan pertanyaan kepada
peserta.
• Memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan jawaban.
• Merangkum pembelajaran bersama-sama peserta.
• Memberikan apresiasi kepada peserta yang telah aktif mengikuti proses
pembelajaran.
• Menutup proses pembelajaran dengan mengucapkan permohonan maaf dan
terima kasih.
G. Uraian Materi
a. Kebijakan Pemerintah tentang program pembangunan kesehatan (RPJMN) yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Arah kebijakan dan strategi dalam RPJMN 2020-2024 salah satunya adalah
meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, yaitu
terutama penguatan pada pelayanan kesehatan dasar dengan mendorong upaya
promotive dan preventif, dan didukung dengan inovasi dan pemanfaatan
teknologi, melalui:
Peningkatan Kesehatan Ibu, anak, Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan
reproduksi
Percepatan perbaikan gizi masyarakat
Peningkatan pengendalian penyakit
Pembudayaan perilaku hidup sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat
Penguatan sistem kesehatan dan pengawasan obat dan makanan,
mencakup:
1. Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
2. Pemenuhan dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
3. Pemenuhan dan peningkatan daya saing sediaan farmasi dan alat
kesehatan
4. Peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan
5. Penguatan tata Kelola, pembiayaan, penelitian dan pengembangan
kesehatan
Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan menuntut adanya upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan bagi masyarakat.
Salah satu upaya untuk menjamin peningkatan mutu bagi fasilitas pelayanan
kesehatan yaitu dengan dilakukannya akreditasi bagi fasilitas pelayanan
kesehatan. Salah satu indikator RPJMN 2020-2024 dalam arah kebijakan dan
strategi meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatansemesta
adalah persentase Rumah Sakit terakreditasi, dengan target 80% ditahun 2020,
85% ditahun 2021, 90% ditahun 2022, 95% ditahun 2023, dan 100% ditahun
2024. Dibutuhkan adanya penyempurnaan sistem akreditasi yang mencakup
standar akreditasi, instrumen akreditasi, sistem informasi, serta penyelenggaraan
survei akreditasi, termasuk terlaksananya pengukuran mutu dan pelaporan
insiden keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.

b. Kebijakan Pemerintah tentang mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.


Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau. Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan
terjangkau. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif.
Pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan.Dalam
penyelenggaraan rumah sakit, rumah sakit memiliki kewajiban salah satunya
yaitu memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamaan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit. Upaya rumah sakit untuk menjamin dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan yang diberikan yaitu salah satunya dengan
dilakukannya akreditasi. Pemerintah dalam upaya pemerataan dan menjamin
mutu ditiap fasilitas pelayanan kesehatan dalam hal ini Rumah Sakit, telah
menetapkan standar pelayanan minimal (SPM) dan mewajibkan Rumah Sakit
untuk melaporkan indikator nasional mutu dan insiden keselamatan pasien
secara berkala.
Terdapat 13 Indikator Nasional Mutu (INM) rumah sakit, yaitu:
Kepatuhan kebersihan tangan
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Kepatuhan identifikasi pasien;
Waktu tanggap seksio sesarea emergensi
Waktu tunggu rawat jalan;
Penundaan operasi elektif;
Kepatuhan waktu visite dokter penanggung jawab pelayanan;
Pelaporan hasil kritis laboratorium;
Kepatuhan penggunaan formularium nasional;
Kepatuhan terhadap clinical pathway;
Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh;
Kecepatan waktu tanggap terhadap complain; dan
Kepuasan pasien dan keluarga.
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dan mempertahankan standar
pelayanan rumah sakit dapat membentuk Komite Mutu. Komite mutu adalah
organisasi non struktural yang membantu kepala / direktur rumah sakit dalam
mengelola dan memandu program peningkatan mutu dan keselamatan pasien,
serta mempertahankan standar pelayanan rumah sakit. Komite Mutu memiliki
unsur keanggotaann yang terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga
kesehatan lain, dan tenaga non kesehatan, dengan lingkup tugas sebagai berikut:
Melaksanakan dan mengevaluasi peningkatan mutu
Melaksanakan dan mengevaluasi keselamatan pasien
Melaksanakan dan mengevaluasi manajemen risiko rumah sakit
c. Kebijakan Pemerintah tentang akreditasi rumah sakit.
Pengaturan tentang akreditasi dibuat untuk tujuan:
Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkelanjutan dan
melindungi keselamatan pasien
Mingkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di Rumah
Sakit, dan Rumah Sakit sebagai institusi.
Meningkatkan tata Kelola Rumah Sakit dan tata Kelola klinis
Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.
Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah
Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi Standar
Akreditasi. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali, atau ditetapkan pada
Peraturan Menteri Kesehatan No. 12 tahun 2020 yaitu setiap 4 tahun sekali
Akreditasi rumah sakit dilakukan oleh Rumah Sakit paling lambat setelah
beroperasi 2 tahun sejak memperoleh izin berusaha untuk pertama kali.
Akreditasi dilakukan oleh Lembaga independen berbadan hukum Indonesia baik
dalam maupun luar negeri yang ditetapkan oleh Menteri, berdasarkan standar
akreditasi yang berlaku. Lembaga independen penyelenggara akreditasi wajib
melaksanakan akreditasi dengan menggunakan standar yang telah disetujui oleh
Menteri dan menyampaikan laporan pelaksanaan akreditasi termasuk Rumah
Sakit yang telah terakreditasi kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. Standar
akreditasi yang digunakan oleh Lembaga independen penyelenggara akreditasi
memuat pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh
Rumah Sakit dalam rangka peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan
Keselamatan Pasien, dan sesuai dengan program nasional dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rumah Sakit yang telah diakreditasi harus melalukan perpanjangan akreditasi
sebelum masa berlaku status akreditasinya berakhir. Perpanjangan dilakukan
melalui pengajuan kepada Lembaga independen penyelenggara akreditasi untuk
mendapatkan status akreditasi baru.
Kegiatan akreditasi Rumah Sakit terdiri dari:
Persiapan Akreditasi
Kegiatan persiapan akreditasi dilakukan oleh Rumah Sakit untuk
mempersiapkan pemenuhan standar akreditasi, dilakukan paling sedikit
dengan penilaian pemenuhan standar akreditasi secara mandiri.
Pelaksanaan Akreditasi:
Kegiatan pelaksanaan akreditasi meliputi survei akreditasi dan kemudian
penetapan status akreditasi. Survei akreditasi merupakan kegiatan penilaian
surveyor dari Lembaga independent penyelenggara akreditasi untuk
mengukur pencapaian dan cara penerapan standar akreditasi.
Surveior harus memberikan laporan hasil survei akreditasi kepada Lembaga
independen penyelenggara akreditasi terhadap rumah sakit yang ia nilai,
sebagai bahan penetapan status akreditasi. Jika terdapat perbaikan,
Lembaga akreditasi penyelenggara akreditasi perlu memberikan
rekomendasi bagi Rumah Sakit, dan Rumah Sakit harus membuat
perencanaan perbaikan strategis untuk pemenuhan standar yang belum
tercapai. Rumah Sakit yang telah pendapat penetapan status akreditasi akan
diberikan sertifikat akreditasi yang berlaku selama 4 tahun dan dapat
mencantumkan kata “terakreditasi” di bawah atau di belakang nama Rumah
Sakitnya dengan huruf yang lebih kecil dan mencantumkan nama Lembaga
independen penyelenggara akreditasi yang melakukan akreditasi, serta masa
berlaku status akreditasinya. Kemudian Rumah Sakit harus melaporkan
status Akreditasi Rumah Sakit kepada Menteri. Dalam pelaksanaannya,
Direktur Jenderal dapat memberikan rekomendasi penyesuaian penetapan
status Akreditasi atau pelaksanaan kembali survei akreditasi kepada
Lembaga independen penyelenggara akreditasi apabila:
1. Ada pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan indikator mutu
berdasarkan laporan;
2. Ketidaksesuaian status akreditasi berdasarkan Standar Akreditasi pada saat
pengawasan;
3. Ditemukan Tindakan yang membahayakan keselamatan pasien.
4. Penyesuaian penetapan status Akreditasi atau pelaksanaan kembali survei
akreditasi juga dapat dilakukan berdasarkan laporan hasil pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur dan/atau Bupati/Wali Kota.
Pasca Akreditasi
Kegiatan pasca akreditasi dilakukan oleh Rumah Sakit melalui penyampaian
perencanaan perbaikan strategis kepada Lembaga independen
penyelenggara akreditasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi, serta pemberian laporan pemenuhan indikator nasional mutu
pelayanan kesehatan dan laporan insiden keselamatan pasien kepada
Kementerian.
Perencanaan perbaikan strategis yang dibuat Rumah Sakit dilakukan
berdasarkan rekomendasi perbaikan dari lemaga independen penyelenggara
akreditasi, untuk kemudian dievaluasi dan hasilnya disampaikan kembali ke
Rumah Sakit dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Evaluasi juga dilakukan pada tahun kedua sejak status akreditasi ditetapkan,
dan/atau sewaktu-waktu apabila mendapat rekomendasi dari Kementerian
Kesehatan karena telah terjadi tindakan yang membahayakan keselamatan
pasien di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan akreditasi, diperlukan peran dari Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah yang wajib untuk mendukung, memotivasi,
mendorong, dan memperlancar penyelenggaraan akreditasi baik untuk
Rumah Sakit milik Pemerintah maupun Swasta.Kegiatan pembinaan dan
pengawasan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Wali kota
terhadap kegiatan penyelenggaraan akreditasi, dengan melibatkan asosiasi
perumahsakitan yang dikoordinasikan oleh Perhimpunan Rumah Sakit.
Kegiatan pembinaan dan pengawasan juga dilakukan oleh Menteri terhadap
Lembaga independen penyelenggara akreditasi yang dilaksanakan melalui
Direktur Jenderal.

1.2 PERSYARATAN AKREDITASI RS (PA RS) DAN OVERVIEW STANDAR


AKREDITASI RS

1. Deskripsi Singkat
PARS meliputi ketentuan spesifik untuk mengikuti proses Akreditasi dan untuk
mempertahankan status akreditasi. Rumah sakit wajib mematuhi PARS
sepanjang waktu selama proses akreditas dalam kurun waktu 4 tahunan.
Rumah sakit akan dinilai memenuhi atau tidak memenuhi PARS ini. Jika rumah
sakit tidak memenuhi atau tidak mematuhi PARS tertentu maka rumah sakit
diminta untuk segera memenuhinya atau terancam tidak mendapatkan status
akreditasi atau berpotensi status akreditasinya dihentikan atau dicabut.
Standar akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus
dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien serta merupakan standar pelayanan berfokus pada pasien
untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dengan pendekatan
manajemen resiko di rumah sakit.
Modul persyaratan akreditasi dan overview standar akreditasi RS membahas
tentang persyaratan akreditasi dan overview standar akreditasi.
Metode pembelajaran yang digunakan ceramah interaktif, dengan alokasi waktu
1 jp.

2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu memahami Persyaratan
Akreditasi dan Overview Standar Akreditasi RS
b. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan persyaratan akreditasi
2. Menjelaskan overview standar akreditasi RS

3. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Dalam modul ini akan dibahas materi pokok dan sub materi pokok sebagai
berikut:
Materi Pokok 1. Kebijakan Pemerintah tentang Persyaratan Akreditasi RS,
Kelayakan Umum dan Tatacara pengajuan survei
Sub Materi Pokok :
1.1. Kebijakan Umum Persyaratan Akreditasi RS
1.2. Kebijakan persyaratan kelayakan umum dan tata cara pengajuan survei
akreditasi RS
Materi Pokok 2. Kebijakan pemerintah tentang Standar Akreditasi RS
menggunakan Instrumen Akreditasi sebagai alat ukur untuk menilai kepatuhan
RS dalam memenuhi Standar Akreditasi
Sub Materi Pokok:
2.1 Sasaran Keselamatan Pasien
2.2 Standar Pelayanan Berfokus Pasien
2.3 Standar Manajemen Rumah Sakit
2.4 Program Nasional
2.5 Integrasi Pendidikan Kesehatan Dalam Pelayanan Di Rumah Sakit

4. Metode
• Ceramah interaktif

5. Media dan Alat Bantu


Laptop
LCD
Bahan Tayang/ Slide

6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran
materi ini;
PEMBUKA : Pengkodisian
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang
akan disampaikan.
• Fasilitator melakukan bina suasana dengan icebreaking, agar peserta fokus
dan antusias dalam mengikuti materi.
• Melakukan apersepsi terhadap pemahaman peserta tentang persyaratan dan
overview standar akreditasi
• Sampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini dan materi pokok yang
akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Materi Pokok 1 : Kebijakan Pemerintah Tentang Persyaratan Akreditasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Memberi penjelasan metode pembelajaran yaitu pemaparan materi
disampaikan sesuai dengan urutan materi pokok, pertanyaan dapat dilakukan
setiap fasilitator selesai menyampaikan materi pokok.
b. Menyampaikan materi sesuai dengan materi pokok dengan panduan power
point yang ada dilayar dan memberi beberapa tambahan penjelasan yang
diperlukan
c. Memberi kesempatan kepada peserta latih untuk bertanya disetiap akhir
penyampaian materi pokok
d. Menunjuk peserta latih untuk menjawab pertanyaan yang diberikan fasilitator
e. Membuat rangkuman ulang seluruh materi yang sudah diberikan
Materi Pokok 2 : Kebijakan Pemerintah Tentang Standar Akreditasi RS
Menggunakan Instrumen Akreditasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Memberi penjelasan metode pembelajaran yaitu pemaparan materi
disampaikan sesuai dengan urutan materi pokok, pertanyaan dapat dilakukan
fasilitator selesai menyampaikan setiap materi pokok.
b. Menyampaikan materi sesuai dengan materi pokok dengan panduan power
point yang ada dilayar dan memberi beberapa tambahan penjelasan yang
diperlukan
c. Memberi kesempatan kepada peserta latih untuk bertanya disetiap akhir
penyampaian materi pokok
d. Menunjuk peserta latih untuk menjawab pertanyaan yang diberikan fasilitator
e. Membuat rangkuman ulang seluruh materi yang sudah diberikan
PENUTUP
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Melakukan evaluasi dengan cara memberikan beberapa pertanyaan untuk
dijawab peserta
b. Meminta peserta menanyakan hal-hal yang kurang jelas dan belum dimengerti
sebelum menutup proses pembelajaran
c. Merangkum seluruh materi pokok bersama-sama peserta
d. Menayangkan slide tentang rangkuman materi yang telah disampaikan
e. Memberikan apresiasi kepada peserta atas partisipasi aktifnya
f. Menutup acara proses pembelajaran dan menyampaiakan permohonan maaf
serta mengucapkan salam

7. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Kebijakan Pemerintah tentang Persyaratan Akreditasi RS
1.1. kebijakan Pra Survei Akreditasi Persyaratan Kelayakan Umum
dan Tatacara pengajuan survei
Persyaratan kelayakan umum
Setiap rumah sakit dapat mengajukan permohonan survei akreditasi awal atau
survei akreditasi ulang kepada Lembaga Independen Akreditasi RS bila
memenuhi semua kriteria sebagai berikut:
a. Rumah sakit berlokasi di wilayah Indonesia
b. Rumah sakit umum dan rumah sakit khusus untuk semua kelas rumah
sakit
c. Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
swasta
d. Izin operasional rumah sakit masih berlaku Bila izin rumah sakit sudah
habis masa berlakunya, pengajuan permohonan survei dapat dilakukan,
bila Dinas Kesehatan meminta syarat perpanjangan izin operasional
harus sudah terakreditasi. Untuk itu rumah sakit mengirimkan
surat/persyaratan dari Dinas Kesehatan tersebut ke Lembaga
Independen Akreditasi RS dan survei dapat dilaksanakan.
e. Direktur/Kepala Rumah Sakit adalah tenaga medis (dokter atau dokter
gigi)
f. Rumah sakit beroperasi penuh (full operation) dengan menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat secara paripurna
selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
g. Rumah sakit mempunyai izin Instalasi Pengolahan limbah (IPAL) dan
atau izin pembuangan Limbah Cair (IPLC) yang masih berlaku. Bila
rumah belum mempunyai IPAL dan atau belum mempunyai izin
IPAL/IPLC, dapat mengajukan permohonan survei dengan membuat
surat sebagai kelengkapan permohonan sebagai berikut :
- Surat Pernyataan Komitmen dari pemilik rumah sakit bahwa dalam waktu
satu tahun bersedia membuat IPAL dan melengkapi dengan izin
IPAL/IPLC.
- Surat Pernyataan dari Direktur rumah sakit bahwa bila terjadi masalah
hukum terkait dengan IPAL di rumah sakit maka Direktur bertanggung
jawab terhadap masalah tersebut dan tidak melibatkan Lembaga
Independen Akreditasi RS . Bila rumah sakit mempunyai incinerator
maka incinerator tersebut sudah mempunyai izin yang masih berlaku.
Bila tidak mempunyai incinerator maka dapat melakukan kerja sama
dengan pihak ketiga yaitu transporter B-3 (bahan beracun berbahaya)
dan pengolah B-3 yang mempunyai izin masih berlaku.
h. Rumah sakit mempunyai TPS B-3 (Tempat penampungan sementara
limbah B-3) dengan izin yang masih berlaku.
i. Semua tenaga medis pemberi asuhan di rumah sakit telah mempunyai
Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) yang masih
berlaku.
j. Rumah sakit melaksanakan atau bersedia melaksanakan kewajiban
dalam meningkatkan mutu asuhan dan keselamatan pasien.
Bila dalam kajian persyaratan yang disampaikan tidak memenuhi
kriteria tersebut diatas maka Lembaga Independen Akreditasi RS dapat
mempertimbangkan penundaan pelaksanaan survei akreditasi sampai dengan
persyaratan tersebut diatas terpenuhi.

Tata cara pengajuan survei akreditasi awal (pertama kali) dan survei
akreditasi ulang (re-akreditasi)
a) Pada prinsipnya pelaksanaan survei akreditasi berdasarkan permohonan
dari rumah sakit, Lembaga Independen Akreditasi RS tidak akan
melakukan survei akreditasi bila rumah sakit tidak mengajukan
permohonan akreditasi. Prinsip ini juga berlaku untuk rumah sakit yang
survei ulang (re-akreditasi), pelaksanaan survei juga berdasarkan
permohonan dari rumah sakit tersebut.
b) Rumah sakit yang baru pertama kali mengikuti akreditasi, pengajuan
permohonan survei akreditasi paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
tanggal pelaksanaan survei akreditasi yang diajukan oleh rumah sakit
tersebut.
c) Rumah sakit yang sudah pernah dilakukan survei akreditasi akan
menerima notifikasi dari Lembaga Independen Akreditasi RS sebanyak3
(tiga) kali yaitu pada 6 bulan, 3 bulan dan 1 bulan sebelum habis masa
berlakunya sertifikat akreditasi. Tujuan dari notifikasi tersebut adalah
mengingatkan rumah sakit agar dapat mengajukan permohonan survei
ulang (re-akreditasi) tepat waktu. Karena penetapan status akreditasi
memerlukan waktu maka pengajuan pelaksanaan survei ulang (re-
akreditasi) sebaiknya dilakukan paling lambat (tiga) bulan sebelum habis
masa berlakunya sertfikat akreditasi.
d) Permohonan survei akreditasi/re-akreditasi dapat melalui email ke
Lembaga Independen akreditasi rumah sakit.
e) Surat permohonan survei akreditasi/reakreditasi dilengkapi dengan
lampiran sebagai berikut :
Aplikasi survei yang sudah diisi lengkap dan ditandatangani oleh
Direktur/Kepala rumah sakit.
Izin operasional rumah sakit yang masih berlaku
Ijazah dokter atau dokter gigi dari Direktur/Kepala rumah sakit.
Surat pernyataan Direktur/Kepala rumah sakit yang berisi:
- Menyetujui untuk dilakukan survei akreditasi rumah sakit
- Tidak meninggalkan rumah sakit selama survei akreditasi
rumah sakit berlangsung.
- Memberikan akses ke rekam medis untuk keperluan survei
akreditasi rumah sakit
- Menyatakan bahwa semua / seluruh dokter yang
melakukan praktik kedokteran di RS sudah mempunyai
STR dan SIP yang masih berlaku.
- Menyatakan bahwa semua perijinan RS masih berlaku.
- Menyatakan bahwa pembelian obat, vaksin, perbekalan
farmasi sudah melalui jalur resmi yang mempunyai
kewenangan untuk menjual obat, vaksin dan perbekalan
farmasi tersebut.
- Akan memberikan data (termasuk video dan foto-foto) yang
berdasarkan fakta (bukan data yang palsu). Apabila
ternyata ditemukan data tidak sesuai dengan kenyataan,
maka memahami bahwa RS berisiko untuk tidak
terakreditasi.
Daftar tenaga medis yang dilengkapi dengan nomer Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dan masa berlakunya
Daftar perizinan yang dipunyai oleh rumah sakit
Surat izin pengelolaan air limbah (IPAL) atau surat izin pembuangan
limbah cair (IPLC) yang masih berlaku
Surat izin incenerator dan surat izin TPS B-3 yang masih berlaku atau
perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai izin
pengolah limbah B-3 dan izin tranporter yang masih berlaku.
f) Berdasarkan pengajuan permohonan survei akreditasi pada poin e)maka
Lembaga Independen Akreditasi RS akan melakukan evaluasi
permohonan dan menetapkan sudah atau belum memenuhi persyaratan
untuk dilakukan akreditasi, sebagai berikut :
Bila rumah sakit belum memenuhi kelengkapan persyaratan maka
Lembaga Independen Akreditasi RS akan memberitahukan ke Rumah
Sakit agar melengkapi persyaratan dan pelaksanaan akreditasi
ditunda sampai dengan kekurangan persyaratan dipenuhioleh rumah
sakit.
Bila rumah sakit sudah memenuhi kelengkapan persyaratan maka
Lembaga Independen Akreditasi RS akan menjadwalkan pelaksanaan
survei akreditasi dengan mengacu permohonan dari rumah sakit dan
kepadatan jadwal yang ada di Lembaga Independen Akreditasi RS.
g) Lembaga Independen Akreditasi RS memberitahukan jadwal survei
akreditasi kepada rumah sakit dengan tembusan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi.
h) Lembaga Independen Akreditasi RS memilih dan menetapkan surveior
akreditasi, dengan jumlah dan jenis sesuai ketentuan
i) Rumah sakit melakukan kontrak komitmen dengan Lembaga
Independen Akreditasi RS yang antara lain berisi tentang :
1. Kesediaan rumah sakit dilakukan evaluasi terus menerus mulai dari
permohonan survei yang diajukan, pada waktu survei akreditasi
dilaksanakan dan selama siklus akreditasi 4 (empat) tahunan.
2. Kesediaan dilakukan evaluasi pasca akreditasi meliputi evaluasi
perencanaan perbaikan strategis, evaluasi pada tahun kedua dan
evaluasi sewaktu-waktu berdasarkan rekomendasi dari
Kementerian Kesehatan telah terjadi tindakan yang
membahayakan keselamatan pasien di Rumah Sakit, dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
3. Kesediaan dilakukan penyesuaian penetapan status Akreditasi
apabila ditemukan:
a. adanya pelayanan kesehatan rumah sakit yang tidak sesuai
dengan indikator mutu berdasarkan laporan melalui teknologi
informasi dan komunikasi;
b. ketidaksesuaian status Akreditasi berdasarkan Standar
Akreditasi pada saat pengawasan; dan/atau
c. ditemukan tindakan yang membahayakan keselamatan
pasien.
4. Evaluasi dapat dilakukan setiap saat dengan atau tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, yang dilaksanakan oleh pejabat
Lembaga Independen Akreditasi RS atau surveior senior yang
ditugaskan dengan menggunakan tanda pengenal dari Lembaga
Independen Akreditasi RS. Bila rumah sakit menolak dilakukan
evaluasi dapat berisiko sertifikat akreditasi ditarik kembali oleh
Lembaga Independen Akreditasi RS Kesediaan rumah sakit untuk
tidak memberikan imbalan uang dan/atau barang. Bila terbukti ada
pemberian imbalan uang dan/atau barang maka rumah sakit siap
menerima risiko gagal akreditasi dan rumah sakit mengajukan ulang
permohonan untuk dilakukan survei oleh Lembaga Independen
Akreditasi RS Kesediaan rumah sakit tidak meminjam tenaga/staf
dan atau falitas/alat dari rumah sakit lain selama proses survei
akreditasi maupun pada saat dilakukan evaluasi pasca akreditasi.
Bila terbukti ada peminjaman tenaga/staf dan atau fasilitas/alat dari
rumah sakit lain maka rumah sakit siap menerima risiko gagal
akreditasi dan rumah sakit mengajukan ulang permohonan untuk
dilakukan survei oleh Lembaga Independen Akreditasi RS. Dan bila
ditemukan pada saat evaluasi Pasca akreditasi maka bisa
berdampak pada perubahan atau pencabutanstatus akreditasi.
5. Kesediaan rumah sakit memberikan data dan informasi yang akurat
dan tidak palsu kepada Lembaga Independen Akreditasi RS dan
surveior. Bila terbukti data dan informasi tidak akurat atau
dipalsukan maka rumah sakit siap menerima risiko gagal akreditasi
dan rumah sakit mengajukan ulang permohonan untuk dilakukan
survei oleh Lembaga Independen Akreditasi RS Kesediaan Rumah
Sakit melaporkan perubahan data di aplikasi survei (kepemilikan,
Direktur Rumah Sakit, perizinan, pelayanan, gedung/ bangunan
dan fasilitas dll) selambat-lambatnya 10 hari sebelum survei di-
lakukan
6. Kesediaan Rumah Sakit melaporkan bila ada kejadian sentinel,
perubahan kelas rumah sakit, perubahan jenis atau kategori rumah
sakit, penambahan pelayanan baik spesialistik atau sub spesialistik
khususnya pelayanan yang berisiko tinggi, perubahan bangunan
yang lebih dari 25% dari bangunan saat sekarang selama siklus
akreditasi 4 (empat) tahun dan bersedia dilakukan survei terfokus
sesuai kebutuhan.
7. Kesediaan Rumah Sakit melengkapi perizinan yang terkait dengan
tenaga dan sarana-prasarana (fasilitas) serta peralatan.
8. Kesediaan Rumah Sakit mengizinkan pejabat Lembaga
Independen Akreditasi RS atau surveior senior yang ditugaskan
dengan menggunakan tanda pengenal dari Lembaga Independen
Akreditasi RS untuk melakukan evaluasi pada saat berlangsungnya
survei. Evaluasi bisa dilaksanakan pada seluruh fase akreditasi,
termasuk siklus akreditasi empat tahunan.
9. Kesediaan Rumah Sakit menyediakan fasilitas dan lingkungan
yang aman bagi pasien, keluarga dan staf sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
10. Kesediaan Rumah Sakit melakukan pembayaran survei paling
lambat 7 hari sebelum pelaksanaan survei.
j) Lembaga Independen Akreditasi RS mengirimkan nama-nama surveior
dan rumah sakit dapat menolak nama tersebut bila ada conflict of interest
antara surveior dan rumah sakit, antara lain sebagai berikut :
Surveior pernah bekerja dan atau pernah sebagai pejabat di rumah
sakit tersebut.
Surveior mempunyai hubungan saudara dengan Direksi Rumah
Sakit.
Surveior bekerja di Rumah Sakit pesaing dari Rumah Sakit
yang disurvei.
Surveior bekerja di Rumah Sakit yang sedang ada konflik
dengan Rumah Sakit yang disurvei.
Surveior pernah melakukan survei akreditasi pada siklus
sebelumnya.
Pernah terjadi konflik antara surveior dengan Rumah Sakit.
k) Lembaga Independen Akreditasi RS memberitahu jadwal kedatangan
surveior dan jadwal acara survei akreditasi dan dokumen-dokumen yang
harus disampaikan kepada surveior.
l) Selama proses pengajuan survei sampai dilaksanakan survei akreditasi,
Rumah Sakit dapat melakukan komunikasi dengan sekretariat Lembaga
Independen Akreditasi RS.

1.2. Kebijakan Umum Persyaratan Akreditasi RS (PARS 1 sd. PARS 9)


PERSYARATAN AKREDITASI RUMAH SAKIT (PARS)
Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit (PARS), ini merupakan hal yang penting
dalam pelaksanaan akreditasi rumah sakit di Indonesia. Persyaratan ini bukan
berarti menghambat rumah sakit untuk mengikuti akreditasi, tetapi mendorong
rumah sakit untuk mengikuti peraturan dan perundang-undangan, sehingga
akreditasi yang dilaksanakan dalam rangka peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dapat dicapai.
Untuk rumah sakit yang akan melakukan akreditasi pertama kalinya,
kesesuaian dengan seluruh persyaratan akreditasi rumah sakit (PARS) dinilai
selama pengajuan survei akreditasi sampai dilaksanakan survei akreditasi
rumah sakit. Untuk rumah sakit yang sudah terakreditasi, kesesuaian dengan
persyaratan akreditasi rumah sakit (PARS) dinilai sepanjang siklus akreditasi
4 (empat) tahunan, melalui survei akreditasi dan evaluasi berkala sesuai
ketentuan.
PARS terdiri dari persyaratan, maksud dan tujuan, monitoring, dampak
ketidakpatuhan :

1. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit Pertama : PARS 1


Rumah sakit memenuhi semua persyaratan informasi dan data kepada
Lembaga Independen Akreditasi RS.
Maksud dan tujuan untuk PARS 1
Pada waktu mengajukan permohonan survei akreditasi, rumah sakit perlu
memberikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk proses akreditasi.
Misalnya : mengisi aplikasi survei secara lengkap, surat permohonan survei,
data direktur rumah sakit, surat pernyataan Direktur RS, data kelengkapan
surat tanda registrasi dan surat izin praktik para staf medis, surat izin
IPAL/IPLC serta data perizinan-perizinan lainnya, termasuk bila ada
perubahan direktur rumah sakit, kepemilikan, peningkatan kelas,
pembangunan/renovasi yang cukup luas, dan lain sebagainya. Data dan
informasi yang lengkap ini juga wajib disampaikan bila rumah sakit
mengajukan survei remedial, bila ingin mengajukan banding keputusan
akreditasi, bila ingin mengajukan survei terfokus dan juga bila ingin
mengajukan re-survei akreditasi.
Rumah sakit wajib memberikan data dan informasi kepada Lembaga
Independen Akreditasi RS data tersebut dimulai pada waktu pengajuan survei
dan selama siklus survei akreditasi empat tahunan. Penyampaian data sesuai
yang diminta Lembaga Independen Akreditasi RS , harus disampaikan oleh
rumah sakit ke Lembaga Independen Akreditasi RS . Berdasarkan hal tersebut
maka rumah sakit wajib menginformasikan ke Lembaga IndependenAkreditasi
RS bila :
ada perubahan Direktur rumah sakit
ada perubahan kepemilikan rumah sakit
ada perubahan kelas rumah sakit
renovasi/pembangunan rumah sakit yang cukup luas, misalnya penambahan
tempat tidur lebih dari 20 %, penambahan pelayanan atau alat yang tercantum
pada standar akreditasi survei terfokus khusus
penambahan/pengembangan pelayanan berisiko baru
Monitoring PARS 1
Monitoring dilaksanakan terus-menerus selama siklus akreditasi terkait
dengan pengajuan yang diperlukan. Monitoring juga dilakukan melalui
evaluasi berkala sesuai ketentuan.
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS 1
Jika rumah sakit gagal memenuhi persyaratan informasi dan data hingga
waktu yang ditentukan kepada Lembaga Independen Akreditasi RS, rumah
sakit akan dianggap berisiko gagal akreditasi atau penetapan akreditasi
tertunda sampai semua persyaratan akreditasi dipenuhi dan dilakukan survei
terfokus. Sebagai contoh, jika informasi pada aplikasi survei rumah sakit tidak
tepat /tidak sesuai selama pelaksanaan survei maka dibutuhkan survei
terfokus dan rumah sakit diminta menanggung biaya dari pelaksanaan survei
terfokus. Status akreditasi ditunda dan menunggu hasil survei terfokus.
Sebagai tambahan, jika terdapat bukti bahwa rumah sakit telah memalsukan
atau menahan informasi atau bermaksud menghilangkan informasi yang
diajukan kepada Lembaga Independen Akreditasi RS , persyaratan dan
konsekuensi pada PARS 2 akan berlaku.

2. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit Kedua: PARS 2


Rumah sakit menyediakan informasi yang lengkap, akurat, jujur dan
berintegritas kepada Lembaga Independen Akreditasi RS selama keseluruhan
fase dari proses akreditasi.
Maksud dan tujuan untuk PARS 2
Lembaga Independen Akreditasi RS menginginkan setiap rumah sakit yang
mengajukan akreditasi atau sudah terakreditasi untuk melaksanakan proses
akreditasi secara jujur, berintegritas dan transparan. Hal ini dibuktikan dengan
menyediakan informasi yang lengkap, akurat, jujur dan berintegritas selama
proses akreditasi dan pasca akreditasi.
Lembaga Independen Akreditasi RS mendapatkan informasi tentang integritas
dan kejujuran rumah sakit dapat melalui:
informasi dari surveior
informasi dari rumah sakit dan karyawan
informasi dari masyarakat
informasi dari pemerintah
informasi dari media massa dan media sosial
komunikasi secara lisan
observasi langsung dengan atau melalui wawancara atau komunikasi lainnya
kepada pegawai Lembaga Independen Akreditasi RS Dokumen elektronik
atau hard-copy melalui pihak ketiga, seperti media massa atau laporan
pemerintahan
Untuk Persyaratan ini, pemalsuan informasi kepada Lembaga Independen
Akreditasi RS didefinisikan sebagai pemalsuan (fabrikasi), secara keseluruhan
atau sebagian dari informasi yang diberikan oleh pihak yang mengajukan
survei atau rumah sakit yang diakreditasi oleh Lembaga Independen
Akreditasi RS. Pemalsuan bisa meliputi perubahan draft, perubahan format,
atau menghilangkan isi dokumen atau mengirimkan informasi, laporan, data
dan materi palsu lainnya atau penggunaan tenaga dari rumah sakit lain walau
termasuk dalam satu group rumah sakit, penggunaan alat kesehatan/medis
dari rumah sakit lain walau termasuk dalam satu group rumah sakit dan
sebagainya, kerja sama operasional pelayanan klinis maupun manajemen
atau bentuk kerja sama lainnya yang tidak diinformasikan secara jujur kepada
surveior. Rumah sakit melaksanakan survei berintegritas yaitu dengan jujur
menyediakan informasi yang akurat dengan tidak berupaya melakukan
penyuapan atau pemberian uang atau barang berharga lainnya kepada
surveior dengan tujuan agar mendapatkan sertifikat akreditasi rumah sakit.
Monitoring PARS 2
Monitoring dari PARS ini dimulai sejak proses pendaftaran/pengajuan survei
akreditasi rumah sakit dan terus berlanjut hingga rumah sakit tersebut
dilaksanakan survei akreditasi dan terakreditasi oleh Lembaga Independen
Akreditasi RS serta habis masa berlakunya sertifikat akreditasi.
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS 2
Jika Lembaga Independen Akreditasi RS meyakini bahwa rumah sakit
memasukkan informasi yang tidak akurat atau palsu atau mempresentasikan
informasi yang tidak akurat atau palsu ke surveior, maka rumah sakit akan
diangga
p Berisiko Gagal Akreditasi dan kemungkinan perlu menjalani survei terfokus.
Kegagalan mengatasi masalah ini tepat waktu atau pada saat survei terfokus
dapat berakibat Kegagalan Akreditasi. Demikian juga bila rumah sakit tidak
berintegritas, misalnya memberikan imbalan uang dan atau barang kepada
surveior akreditasi rumah sakit dan maka berpotensi gagal akreditasi

3. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit Ketiga: PARS 3


Rumah sakit melaporkan bila ada perubahan dari profil rumah sakit (data
elektronik) atau informasi yang diberikan kepada Lembaga Independen
Akreditasi RS saat mengajukan aplikasi survei dalam jangka waktu maksimal
10 hari sebelum waktu survei.
Maksud dan tujuan untuk PARS 3
Untuk memahami kepemilikan, perizinan, cakupan dan volume pelayanan
pasien, dan jenis fasilitas pelayanan pasien, serta faktor lainnya, Lembaga
Independen Akreditasi RS memerlukan profil rumah sakit melalui aplikasi
survei. Lembaga Independen Akreditasi RS memerlukan data profil rumah
sakit terkini untuk mempertimbangkan proses pelaksanaan survei. Data-data
tersebut termasuk tapi tidak hanya terbatas pada informasi di bawah ini:
Perubahan nama rumah sakit
Perubahan kepemilikan rumah sakit
Perubahan bentuk badan hukum rumah sakit
Perubahan kategori rumah sakit
Perubahan kelas rumah sakit
Pencabutan atau pembatasan izin operasional, keterbatasan atau penutupan
layanan pasien, sanksi staf klinis atau staf lainnya, atau tuntutan terkait
masalah peraturan dan hukum oleh pihak Kementerian Kesehatan dan atau
Dinas Kesehatan
Penambahan atau penghapusan, satu atau lebih jenis pelayanan kesehatan
atau pelayanan yang berisiko, misal-nya penambahan unit dialisis atau
penutupan perawatan trauma.
Monitoring PARS 3
Monitoring dari PARS 3 ini dilaksanakan saat pengajuan aplikasi survei secara
elektronik atau saat berlangsungnya proses survei. Apabila ditemukan adanya
perubahan profil rumah sakit yang tidak dilaporkan dapat mengakibatkan
dilaksanakannya survei terfokus dalam waktu yang berbeda.
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS 3
Apabila rumah sakit pada saat pengajuan aplikasi survei secara elektronik atau
saat berlangsungnya proses survei tidak menyampaikan perubahan profil
rumah sakit dapat berakibat tidak dilaksanakan survei akreditasi, gagal
akreditasi atau dilaksanakan survei terfokus dalam waktu yang berbeda.

4. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit Keempat: PARS. 4


Rumah sakit mengizinkan memberikan akses kepada Lembaga Independen
Akreditasi RS untuk melakukan monitoring terhadap kepatuhan standar,
melakukan evaluasi mutu dan keselamatan atau terhadap laporan dari pihak
yang berwenang.
Maksud dan tujuan untuk PARS 4
Atas hasil akreditasi yang dicapai rumah sakit memiliki arti rumah sakit memiliki
komitmen terhadap pemangku kepentingan seperti, masyarakat, Kementerian
Kesehatan, badan pemerintahan pusat/propinsi/ kabupaten/kota, sumber
pendanaan (asuransi kesehatan), dan pihak lainnya bahwa rumah sakit akan
menjaga untuk memenuhi standar nasional akreditasi rumah sakit edisi 1.1
termasuk kebijakan akreditasi oleh Lembaga Independen Akreditasi RS.
Dengan demikian, perlu dipahami bahwa Lembaga IndependenAkreditasi RS
memiliki kewenangan untuk melakukan telusur dan investigasi terhadap
pelaksanaan mutu dan keselamatan pasien ke seluruh atau sebagian rumah
sakit, dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan, untuk memastikan
rumah sakit tetap memenuhi dan mematuhi standar. Surveior selalu
menggunakan tanda pengenal resmi sebagai identitas dan surat tugas dari
Lembaga Independen Akreditasi RS ketika melakukan kunjungan tanpa
pemberitahuan kepada rumah sakit sebelumnya.
Monitoring PARS 4
Monitoring dari persyaratan ini dilaksanakan selama fase siklus akreditasi
empat tahunan, melalui evaluasi perencanaan perbaikan strategis, evaluasi
tahun kedua dan evaluasi sewaktu-waktu apabila ada rekomendasi dari
Kementerian Kesehatan dan/atau dari hasil pembinaan dan pengawasan
gubernur/bupati/walikota telah terjadi tindakan yang membahayakan
keselamatan pasien di rumah sakit
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS 4
Lembaga Independen Akreditasi RS akan menarik status akreditasi dari rumah
sakit yang menolak atau membatasi akses terhadap surveior Lembaga
Independen Akreditasi RS yang ditugaskan untuk melaksanakan evaluasi
tahun pertama dan tahun kedua pasca akreditasi dan evaluasi sewaktu-waktu

5. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit Kelima : PARS.5


Rumah sakit bersedia menyerahkan data hasil monitoring dari Kementerian
Kesehatan/Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota berupa berkas asli atau
fotokopi legalisir kepada Lembaga Independen Akreditasi RS
Maksud dan tujuan untuk PARS.5
Dalam pelaksanaan survei akreditasi yang menyeluruh, surveior Lembaga
Independen Akreditasi RS dapat meminta informasi dari Ke menterian
Kesehatan/Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota berbagai aspek
operasional rumah sakit dan lembaga lainnya yang juga melakukan penilaian
terhadap area yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan, sebagai
contoh pemeriksaan keselamatan kebakaran, pemeriksaan sanitasi rumah
sakit dan lain sebagainya. Dalam hal ini termasuk kepatuhan terhadap
peraturan perundang- undangan dan monitoring dari mutu dan keselamatan
berupa insiden/kejadian yang dilaporkan ke pihak berwenang.
Monitoring PARS.5
Apabila diperlukan, rumah sakit bersedia memberikan semua catatan resmi,
laporan dan rekomendasi dari lembaga lain seperti lembaga yang membidangi
perizinan, pemeriksaan, peninjauan ulang, pemerintahan dan perencanaan.
Lembaga Independen Akreditasi RS juga bisa meminta laporan secara
langsung dari lembaga lain tersebut. Laporan tersebut bisa diminta selama
berlangsungnya fase siklus akreditasi empat tahunan, termasuk selama survei
akreditasi atau sebagai bagian dari monitoring yang menyangkut insiden atau
mutu.
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS.5
Apabila rumah sakit tidak bersedia menyediakan laporan resmi ketika diminta
pada saat survei berlangsung, dapat berakibat dilaksanakannya survei
terfokus untuk mengkaji kembali laporan dan standar yang berhubungan.

6. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit Keenam : PARS 6


Rumah sakit mengizinkan pejabat Lembaga Independen Akreditasi RS atau
surveior senior yang ditugaskan oleh Lembaga Independen Akreditasi RS
untuk mengamati proses survei secara langsung. Pejabat Lembaga
Independen Akreditasi RS atau surveior senior yang ditugaskan wajib
menggunakan tanda pengenal resmi sebagai identitas dan surat tugas dari
Lembaga Independen Akreditasi RS termasuk ketika melakukan kunjungan
tanpa pemberitahuan kepada rumah sakit sebelumnya.
Maksud dan tujuan untuk PARS 6
Pejabat Lembaga Independen Akreditasi RS atau surveior senior dapat
ditugaskan oleh Ketua Eksekutif Lembaga Independen Akreditasi RS untuk
mengawasi surveior baru atau magang, melakukan evaluasi standar baru dan
melaksanakan evaluasi terhadap adanya perubahan tersebut selain aktivitas
lainnya
Monitoring PARS 6
Evaluasi bisa dilaksanakan pada semua fase proses akreditasi, termasuk saat
pelaksanaan evaluasi berkala sesuai ketentuan, survei remedial dan survei
terfokus.
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS 6
Apabila rumah sakit tidak bersedia dilaksanakan evaluasi pada semua fase
proses akreditasi, termasuk saat pelaksanaan evaluasi berkala sesuai
ketentuan, survei remedial dan survei terfokus dapat berakibat kegagalan
akreditasi.

7. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit Ketujuh : PARS 7


Rumah sakit bersedia bergabung dalam sistem penilaian perkembangan mutu
dan keselamatan pasien dengan memberikan hasil pengukuran indikator mutu
dan insiden keselamatan pasien melalui sistem manajemen IT lembaga
indipenden akreditasi rumah sakit. Dengan demikian direktur rumah sakit
dapat membandingkan dengan capaian indikator mutu tingkat nasional dan
tingkat propinsi yang meliputi indikator mutu area klinis, area manajemen dan
sasaran keselamatan pasien dengan rumah sakit lain melalui sistem
manajemen IT lembaga Independen Akreditasi RS.
Maksud dan tujuan untuk PARS 7
Kumpulan indikator mutu Lembaga Independen Akreditasi RS memberikan
keseragaman, ketepatan spesifikasi dan standarisasi data yang
dikumpulkan sehingga dapat dilakukan perbandingan di dalam rumah sakit
dan dengan data nasional maupun data propinsi.
Pengumpulan, analisis dan penggunaan data merupakan inti dari proses
akreditasi Lembaga Independen Akreditasi RS. Data dapat menunjang
perbaikan yang berkesinambungan bagi rumah sakit. Data juga bisa
menyediakan arus informasi yang berkesinambungan bagi Lembaga
Independen Akreditasi RS dalam mendukung kelangsungan perbaikan mutu
dan keselamatan pasien rumah sakit.
Pemilihan dan penggunaan kumpulan indikator diintegrasikan ke dalam
prioritas parameter rumah sakit, seperti yang dijabarkan dalam standar
akreditasi rumah sakit.
Selain data mutu, data insiden keselamatan pasien juga perlu dikumpulkan.
Monitoring PARS 7
Indikator wajib dan indikator yang dipilih dievaluasi secara menyeluruh selama
proses akreditasi berlangsung. Pengisian kedua indikator tersebut dilakukan
sebelum proses survei. Evaluasi dilaksanakan pada semua fase proses
akreditasi, termasuk saat pelaksanaan evaluasi berkala sesuai ketentuan dan
survei terfokus.
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS 7
Apabila rumah sakit tidak bersedia bergabung dalam sistem penilaian
perkembangan mutu dengan memberikan hasil pengukuran indikator mutu dan
dapat berakibat pada hasil akreditasi.
8. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit Kedelapan: PARS 8
Rumah sakit wajib menampilkan status akreditasi dengan tepat, program dan
pelayanan sesuai dengan tingkatan status akreditasi yang diberikan oleh
Lembaga Independen Akreditasi RS melalui website atau promosi lainnya.
Maksud dan tujuan untuk PARS 8
Situs, iklan dan promosi rumah sakit serta informasi lain yang dibuat oleh
rumah sakit kepada masyarakat harus secara tepat menggambarkan capaian
tingkatan status akreditasi yang diberikan oleh Lembaga Independen
Akreditasi RS serta program dan pelayanan yang diakreditasi oleh Lembaga
Independen Akreditasi RS. Pelayanan atau alat baru yang di kembangkan oleh
rumah sakit setelah pelaksanaan survei akreditasi tidak termasuk pelayanan
atau alat yang sudah dilakukan survei akreditasi, sehingga iklan dan promosi
rumah sakit terkait dengan pelayanan dan alat tersebut tidak diperbolehkan
menampilkan status akreditasi.
Penggunaan logo bintang sesuai dengan status akreditasi yang dipunyai
rumah sakit, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan logo Lembaga
Independen Akreditasi RS.
Monitoring PARS 8
Evaluasi terhadap persyaratan ini dilaksanakan pada seluruh fase akreditasi,
termasuk siklus akreditasi empat tahunan.
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS 8
Apabila informasi tentang capaian tingkatan status akreditasi yang diberikan
oleh Lembaga Independen Akreditasi RS tidak sesuai, dapat berakibat pada
hasil akreditasi.

9. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit kesembilan: PARS 9


Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan pasien dalam lingkungan yang
tidak memiliki risiko atau mengancam keselamatan pasien, kesehatan
masyarakat atau keselamatan staf.
Maksud dan tujuan untuk PARS 9
Rumah sakit yang dipercaya pasien, staf dan masyarakat, dinyatakan berisiko
rendah dan merupakan tempat yang aman. Oleh karena itu, rumah sakit
menjaga kepercayaan dengan melakukan peninjauan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan standar keselamatan pasien
Monitoring PARS 9
Evaluasi dilaksanakan terutama selama proses survei berlangsung termasuk
melalui laporan atau pengaduan dari masyarakat atau sanksi dari pihak yang
berwenang pada seluruh fase akreditasi, termasuk siklus akreditasi empat
tahunan.
Dampak ketidakpatuhan terhadap PARS 9
Risiko keamanan yang membahayakan pasien, pengunjung dan staf yang
ditemukan pada saat survei dapat berakibat pada hasil akreditasi sampai
masalah tersebut dapat diatasi dengan baik.

Materi Pokok 2. Kebijakan pemerintah tentang Standar Akreditasi RS


menggunakan Instrumen Akreditasi

OVERVIEW STANDAR AKREDITASI


Standar dikelompokan menurut fungsi-fungsi yang terkait dengan penyediaan
pelayanan bagi pasien; juga dengan upaya menciptakan organisasi rumah
sakit yang aman, efektif, dan terkelola dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut
tidak hanya berlaku untuk rumah sakit secara keseluruhan tetapi juga untuk
setiap unit, departemen, atau layanan yang ada dalam organisasi rumah sakit
tersebut. Lewat proses survei dikumpulkan informasi sejauh mana seluruh
organisasi mentaati elemen penilaian yang ditentukan oleh standar akreditasi.
Keputusan pemberian akreditasinya didasarkan pada tingkat kepatuhan
terhadap standar di seluruh organisasi rumah sakit yang bersangkutan.
Sistematika setiap bab dalam standar akreditasi rumah sakit terdiri dari
gambaran umum, standar dan elemen penilaian. Setiap elemen penilaian
dilengkapi dengan (R) atau (D), atau (W) atau (O) atau (S), atau kombinasinya
yang berarti sebagai berikut :

(R) = Regulasi, yang dimaksud dengan regulasi adalah


dokumen pengaturan yang disusun oleh rumah sakit
yang dapat berupa kebijakan, prosedur (SPO),
pedoman, panduan, peraturan Direktur rumah sakit,
keputusan Direktur rumah sakit dan atau program.
(D) = Dokumen, yang dimaksud dengan dokumen adalah
bukti proses kegiatan atau pelayanan yang dapat
berbentuk berkas rekam medis, laporan dan atau
notulen rapat dan atau hasil audit/supervisi dan atau
ijazah dan bukti dokumen pelaksanaan kegiatan
lainnya.
(O) = Observasi, yang dimaksud dengan observasi adalah
bukti kegiatan yang didapatkan berdasarkan hasil
penglihatan/pengamatan/observasi yang dilakukan
oleh surveior.
(S) = Simulasi, yang dimaksud dengan simulasi adalah
peragaaan kegiatan yang dilakukan oleh staf rumah
sakit yang diminta oleh surveior.
(W) = Wawancara, yang dimaksud dengan wawancara adalah
kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh surveior
yang ditujukan kepada pemilik/representasi pemilik,
direktur rumah sakit, pimpinan rumah sakit, profesional
pemberi asuhan (PPA), staf klinis, staf non klinis,
pasien, keluarga, tenaga kontrak dan lain-lain.

Pengelompokan Standar Akreditasi Rumah Sakit sebagai


berikut:
I. KELOMPOK SASARAN KESELAMATAN PASIEN yang terdiri dari :
SASARAN 1 : Mengidentifikasi pasien dengan benar
SASARAN 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif
SASARAN 3 : Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai (High Alert Medications)
SASARAN 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar,
prosedur yang benar, pembedahan pada pasien
yang benar
SASARAN 5 : Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan
SASARAN 6 : Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

II. KELOMPOK STANDAR MANAJEMEN RUMAH SAKIT (Standar


Manajemen (PMKP, PPI, MIRM, TKRS, MFK, KKS) yang terdiri dari :
1) Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
2) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
3) Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
4) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
5) Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
6) Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)

III. KELOMPOK STANDAR MANAJEMEN RS Standar Pelayanan


Berfokus Pasien (SKP, ARK, HPK, AP, PAP, PAB, PKPO, MKE)
yang terdiri dari :
1) Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
2) Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
3) Asesmen Pasien (AP)
4) Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)
5) Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
6) Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
7) Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)

IV. PROGRAM NASIONAL (PONEK, HIV/AIDS, TB,PPRA,GERIATRI)


yang terdiri dari
1)Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
2)Menurukan Angka Kesakitan HIV/AIDS.
3)Menurukan Angka Kesakitan TB
4)Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)
5)Pelayanan Geriatri

V. INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN


(IPKP)
Untuk memudahkan pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit maka standar
akreditasi rumah sakit harus dilengkapi dengan instrumen survei standar
akreditasi.

8. referensi
1. Undang Undang Praktek Kedokteran No 29 thn 2004 tentang Praktek
Kedokteran
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
4. Perpres No 77 tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan No 21 tahun 2013 tentang
penanggulangan HIV dan AIDS
6. Peraturan Menteri Kesehatan No 79 tahun 2014 tentang Pelayanan
Geriatri di Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 56 thn 2015
tentang tata cara dan persyaratan pengelolaan Limbah B3
8. Peraturan Menteri Kesehatan No 8 tahun 2015 tentang Program
Pengendalian Resistensi Anti Miktoba
9. Peraturan Menteri Kesehatan No 67 tahun 2016 tentang
penanggulangan tuberkulosis
10. Permenkes no 72 tahun 2016 tentang Standar pelayanan Kefarmasian
11. Peraturan Menteri Kesehatan No 11 tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien
12. Peraturan Menteri Kesehatan No 27 tahun 2017 tentang PPI
13. Peraturan Menteri Kesehatan No 44 tahun 2018 tentang Promosi
Kesehatan Rumah Sakit
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 tahun 2020 tentang Akreditasi
Rumah sakit
16. Keputusan Rumah Sakit No 1051 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam
di Rumah Sakit
17. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1- Komisi Akreditasi
Rumah Sakit, 2018
18. Tata Laksana Penyelenggaraab Akreditasi Rumah Sakit , Edisi 1–
Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2020

BAB 2
MATERI INTI
2.1 Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di RS

1. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang konsep mutu dan keselamatan
pasien di rumah sakit, upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien
di rumah sakit, dan Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien.

2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
b. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan konsep mutu dan keselamatan pasien di rumah
Sakit
2. Melakukan upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di rumah sakit
3. Menjelaskan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien

3. Materi PokoK dan Sub Materi Pokok


1. Konsep Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
1.1. Pengertian mutu dan keselamatan pasien
1.2. Konsep Dasar Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit
1.3. Alur Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit
2. Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
2.1. Identifikasi kebutuhan pelanggan yang harus dipenuhi 2.2.
Perencanaan program
2.3. Monev upaya perbaikan Mutu dan Keselamatan
Pasien menggunakan tools PDSA
3. Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien
3.1. Pengertian system pelaporan dan jenis insiden
3.2. Alur pelaporan

4. Metode
CTU
Latihan
5. Media dan Alat Bantu
Laptop
LCD
Whiteboard
Format Monev
Panduan Latihan
Pedoman Monev
Mutu RS

6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran
materi ini;
PEMBUKA : Pengkondisian
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang
akan disampaikan.
• Fasilitator melakukan bina suasana dengan icebreaking, agar peserta fokus
dan antusias dalam mengikuti materi.
• Melakukan apersepsi terhadap pemahaman peserta tentang persyaratan dan
overview standar akreditasi
• Sampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini dan materi pokok yang
akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
MATERI POKOK 1 : Kebijakan pemerintah tentang Persyaratan
Akreditasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
f. Memberi penjelasan metode pembelajaran yaitu pemaparan materi
disampaikan sesuai dengan urutan materi pokok, pertanyaan dapat dilakukan
setiap fasilitator selesai menyampaikan materi pokok.
g. Menyampaikan materi sesuai dengan materi pokok dengan panduan power
point yang ada dilayar dan memberi beberapa tambahan penjelasan yang
diperlukan
h. Memberi kesempatan kepada peserta latih untuk bertanya disetiap akhir
penyampaian materi pokok
i. Menunjuk peserta latih untuk menjawab pertanyaan yang diberikan fasilitator
j. Membuat rangkuman ulang seluruh materi yang sudah diberikan

MATERI POKOK 2 : Kebijakan pemerintah tentang Standar Akreditasi RS


menggunakan Instrumen Akreditasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
f. Memberi penjelasan metode pembelajaran yaitu pemaparan materi
disampaikan sesuai dengan urutan materi pokok, pertanyaan dapat dilakukan
fasilitator selesai menyampaikan setiap materi pokok.
g. Menyampaikan materi sesuai dengan materi pokok dengan panduan power
point yang ada dilayar dan memberi beberapa tambahan penjelasan yang
diperlukan
h. Memberi kesempatan kepada peserta latih untuk bertanya disetiap akhir
penyampaian materi pokok
i. Menunjuk peserta latih untuk menjawab pertanyaan yang diberikan fasilitator
j. Membuat rangkuman ulang seluruh materi yang sudah diberikan
PENUTUP
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
g. Melakukan evaluasi dengan cara memberikan beberapa pertanyaan untuk
dijawab peserta
h. Meminta peserta menanyakan hal-hal yang kurang jelas dan belum dimengerti
sebelum menutup proses pembelajaran
i. Merangkum seluruh materi pokok bersama-sama peserta
j. Menayangkan slide tentang rangkuman materi yang telah disampaikan
k. Memberikan apresiasi kepada peserta atas partisipasi aktifnya
l. Menutup acara proses pembelajaran dan menyampaiakan permohonan maaf
serta mengucapkan salam

7. Uraian Materi

Materi Pokok 1. Konsep Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit


1.1. Pengertian Mutu dan Keselamatan pasien
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien menjadi suatu keharusan
yang diprioritaskan untuk dilaksanakan di rumah sakit. Dalam melakukan
upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan akan selalu menyangkut dua
aspek, yaitu : aspek teknis dari penyediaan pelayanan kesehatan dan aspek
kemanusiaan yang timbul sebagai akibat hubungan yang terjadi antara
pemberi pelayanan kesehatan dan yang menerima pelayanan kesehatan.
Dengan demikian bisa diasumsikan bahwa untuk memenuhi peningkatan mutu
maka interaksi beberapa dimensi mutu harus dilakukan baik dari dimensi
Kompetensi teknis yang menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan
atau kinerja pemberi pelayanan kesehatan; Keterjangkauan atau akses;
Efektivitas; Efisiensi; Kesinambungan; Keamanan; Kenyamanan, Informasi,
Ketepatan waktu, dan Hubungan antar manusia, yang mengacu dimensi mutu
dari WHO.
Sebagai langkah awal dalam membahas upaya peningkatan mutu
pelayanan, maka diperlukan adanya kesamaan pemahaman terlebih dahulu
tentang mutu itu sendiri. Pengertian “Mutu” beraneka ragam mulai dari yang
sederhana sampai dengan yang kompleks.
a. Menurut Juran, mutu adalah kecocokan penggunaan produk
b. Menurut Crosby, mutu adalah conformance to requirement yaitu kesesuaian
dengan yang disyaratkan atau di standarkan.
c. Menurut Deming, mutu adalah kesesuaian dengan harapan konsumen atas
suatu produk
d. Menurut Feigenbaum, mutu adalah kepuasan pelanggan yang sepenuhnya
e. Menurut Garvin, mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, manusia,proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi
harapan pelanggan.

Walaupun ada berbagai pengertian tetapi dari kelima pengertian diatas


tentang mutu memiliki satu kesamaan yaitu mencakup usaha untuk memenuhi
harapan pelanggan dengan melakukan hal yang sesuai dengan standar.
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan rumah sakit adalah keseluruhan upaya
dan kegiatan yang komprehensif dan terintegrasi menyangkut struktur, proses
dan outcome.
Pelaksanaan upaya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit
menjadi tanggung jawab dari seluruh unit kerja. Namun dalampelaksanaannya
mulai proses penetapan pengukuran sampai dengan pemantauan upaya
peningkatan mutu tersebut dapat difasilitasi oleh unit yangdiberi kewenangan
untuk mengelola program mutu dan keselamatan pasien. Unit tersebut dapat
dalam bentuk Komite , Tim atau lainnya yang nantinya mempunya fungsi dalam
pengelolaan program Mutu dan Keselamatan Pasien,dengan melakukan fungsi
koordinasi terhadap satuan kerja . Unit tersebut harus dikelola oleh individu
yang memiliki kompetensi yang dapat mengarahkan kegiatan mutu yang harus
dilakukan agar dapat terlaksana dengan efektif dalam upaya peningkatan mutu
yang berkesinambungan.
Sementara itu peran Direktur atau pimpinan rumah sakit dan jajarannya
selain menetapkan dan mengarahkan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien juga mendukung dan membimbing terlaksananya
kegiatan peningkatan mutu serta memantau, meninjau dan mengevaluasinya.
Direktur atau pimpinan rumah sakit juga melaporkan dan meminta persetujuan
kepada Pemilik untuk rencana peningkatan mutu yang akan dilaksanakan
setiap tahunnya.
Dalam setiap unit kerja perlu ditetapkan seorang Penanggung Jawab
Mutu dan Keselamatan Pasien,yang akan selalu berkoordinasi secara berkala
dengan unit pengelola program mutu dan keselamatan pasien untuk
membahas capaian program mutu di satuan kerjanya. Penanggung jawab
mutu harus sudah mememenuhi kualifikasi yang ditetapkan agar bisa
memantau pelaksanaan program rumah sakit dalam upaya perbaikan mutu
dan keselamatan pasien, maupun dalam mengelola kegiatan yang diperlukan
untuk melaksanakan program perbaikan mutu yang berkesinambungan serta
keselamatan pasien dalam rumah sakit secara efektif

1.2. Konsep Dasar Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di


Rumah Sakit
Mutu pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari suatu interaksi
dan ketergantungan yang rumit antar komponen / aspek rumah sakit sebagai
suatu system baik dari aspek Struktur, Proses maupun Keluarannya
(Outcome). Yang dimaksud dengan aspek Struktur adalah semua
sumberdaya, baik manusianya, sarana prasarana / fisik, keuangan dan
sumberdaya lainnya.
Aspek Proses adalah apa yang dilakukan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lain terhadap pasien, kegiatan evaluasi, penanganan jika terjadi
penyulit dan kegiatan lainnya. Aspek Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan
tindakan dokter, perawat dan juga tenaga kesehatan lainnya terhadap pasien.
Outcome yang baik sebagian besar tergantung pada mutu struktur dan mutu
proses yang baik demikian pula sebaliknya.
Tinggi rendahnya mutu pelayanan dipengaruhi oleh sumber daya
rumah sakit baik dari tenaganya, pembiayaan, sarana serta teknologi yang
digunakan. Selain itu juga dipengaruhi oleh interaksi pemanfaatan dari sumber
daya rumah sakit yang digerakan melalui proses dan prosedur tertentu
sehingga menghasilkan jasa atau pelayanan. Keberhasilan peningkatan mutu
juga sangat tergantung dari proses monitoring terhadap faktor tersebut dan
juga umpan balik dari hasil pelayanan.
Konsep mutu di rumah sakit harus menggunakan pendekatan yang
berorientasi pada pelanggan, dan focus pada keselamatan pasien. Metode
yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan manajemen yang
sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, output dan
pelayanan yang diberikan.
Upaya peningkatan mutu layanan berawal dari pelanggan dan berakhir
pada pelanggan pula, dengan sistem manajemen terpadu maka dilakukan
pengembangan proses, produk dan pelayanan secara berkesinambungan,
dan selalu berusaha melibatkan semua pihak terkait.
Konsep upaya peningkatan mutu yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang harus dipenuhi
yaitu ,kemudahan akses, ketepatan dan kecepatan waktu pelayanan, serta
kepastian dan kejelasan dalam pemberian layanan, juga pemberian rasa aman
dan nyaman.
b. Setelah kebutuhan pelanggan diidentifikasi dilanjutkan dengan system
manajemen terpadu , dimana rumah sakit melakukan proses secara
terintegrasi untuk menetapkan produk layanan yang dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan. Kemudian membuat standarisasi pelayanan yang
diberikan.
1) Setelah produk pelayanan yang akan diberikan teridentifikasi, dibuat
perencanaan untuk memberi pelayanan dan dibuat program pelayanannya.
Proses yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan benchmark untuk
selanjutnya menetapkan pengukuran dan target yang diharapkan.
2) Produk yang sesuai kebutuhan pelanggan ini kemudian di implementasi
dengan menerapkan manajemen risiko agar jaminan keselamatan pasien
dalam pemberian layanan dapat diwujudkan.
3) Setelah diimplementasi maka seluruh proses dipantau untuk melihat tingkat
kepatuhan dan kesesuaiannya.
4) Bila ada pelayanan yang masih belum sesuai atau tidak mencapai target maka
dilakukan analisa untuk mencari akar masalah , kemudian ditindak lanjut
dengan merancang ulang produk yang akan diberikan selanjutnya.
Demikian seterusnya siklus terus berputar tanpa berhenti, dimana para
pemimpin level utama dan menengah menjadi motor penggerak yang kokoh
dan efektif ( Leadership , Good Governance). Semua proses manajemen
terpadu ini dilakukan untuk mencapai dampak (Outcome) yang diharapkan
yaitu dapat memuaskan pelanggan, dapat menciptakan komunikasi efektif,
pembiayaan yang efektif dan juga efisien dan yang terutama adalah memberi
kepastian mutu layanan yang diberikan.
Untuk meningkatkan mutu layanan yang diberikan dengan tepat dan
efisien maka rumah sakit perlu menyusun strategi, antara lain dengan
membuat prioritas peningkatan sumber daya manusia dengan meningkatkan
kesejahteraan karyawan, menambah kompetensi dengan program diklat dan
menjamin keselamatan kerjanya. Selain itu rumah sakit juga perlu
menciptakan budaya mutu , termasuk dengan menyusun program mutu dan
keselamatan pasien, memilih pendekatan system yang mampu laksana dalam
penyusunan pedoman atau SPO dan kemudian menetapkan mekanisme
monitoring dan evaluasinya.
Jadi prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayan di rumah sakit
adalah dengan memilih aspek apa yang akan ditingkatkan ,menetapkan
indikator apa yang akan dipilih untuk mengukurnya dan membuat kriteria atau
standar bagaimana yang akan digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
tersebut.
a. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
Yang perlu ditetapkan dalam pemilihan aspek ini adalah dari sisi ke profesian,
efisiensi, keamanan pasien, kepuasan pasien dan keamanan sarana dan
lingkungan fisik
b. Indikator yang dipilih
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga dapat menunjukan
suatu indikasi. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk bisa
melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tetapi juga
spesifik.
Indikator yang dipilih lebih diutamakan yang dapat menilai outcome daripada
struktur dan proses. Indikator bersifat umum yang menilai secara kelompok
bukan individu, dapat untuk membandingkan antar ruang dan rumah sakit,
dapat mendorong adanya perbaikan dan yang terpenting adalah bisa
didapatkan datanya dengan mudah dan akuntabel.
c. Kriteria adalah spesifikasi dari indikator
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk
menspesifikasikan indikator sehingga dapat dipakai sebagai batas yang
memisahkan antara mutu baik dan mutu yang tidak baik.
d. Standar
Pengertiannya adalah suatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas,
berat, nilai atau mutu. Dapat pula diartikan sebagai tingkat performance atau
keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi
tersebut atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
tingkat performance tersebut.
Standar yang digunakan adalah merupakan hasil optimal yang dapat dicapai.
Standar yang dapat dicapai dapat dimodifikasi dari waktu ke waktu.

1.3. Alur Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah


Sakit
Upaya peningkatan mutu pelayanan yang dilakukan dirumah sakit di
ilustrasikan seperti membangun rumah dimana dengan berdirinya suatu
rumah maka keamanan dan kenyamanan yang menghuninya terpenuhi.
Demikian pula untuk mencapai tujuan memberi layanan yang bermutu maka
diperlukan berbagai upaya seperti dalam proses membangun sebuah rumah.
Dasar bisa berdirinya rumah yang kokoh dan tahan dari segala
bencana adalah bila ada fondasi yang kuat. Demikian pula mutu pelayanan di
rumah sakit, memerlukan fondasi yang kokoh yang dalam hal ini adalah
bagaimana Leadership, Good governance, Transformasi budaya dilakukan di
rumah sakit. Fondasi ini kemudian dilapisi dengan lantai yang kuat yang
dalam hal ini berupa Visi, Misi, Nilai-nilai (Value), Ditetapkannya Tujuan dan
Sasaran dari rumah sakit mengarahkan semua langkah menuju ke titik yang
sama.
Selain fondasi maka untuk berdirinya sebuah rumah juga memerlukan
tiang penyangga , sehingga dengan adanya pilar-pilar ini rumah dapat berdiri
tegak. Dalam hal ini yang dimaksud dengan tiang atau pilar adalah system
Manajemen Risiko, Keselamatan Pasien dan Peningkatan Mutu yang
dilaksanakan secara terintegrasi sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan
di rumah sakit.Disamping itu diperlukan pula adanya Team Work, Pengukuran
Indikator dan Proses perbaikan, serta Komunikasi efektif dalam setiap
kegiatan agar tujuan pelayanan menjamin mutu dan keselamatan pasien dapat
tercapai.
Untuk merealisasikan upaya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit
tersebut maka perlu ditetapkan langkah langkah sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan dan langkah langkah upaya peningkatan mutu
pelayanan di rumah sakit.
b. Direksi bersama dengan unit pengelola program mutu dan keselamatan
pasien secara berkala melakukan pertemuan atau rapat, dan diklat untuk
karyawan terkait mutu pelayanan sehingga ada kesamaan pengertian tentang
mutu dan langkah yang akan dilakukan .
c. Direksi bersama unit pengelola program mutu dan keselamatan pasien
merencanakan langkah yang akan dilakukan untuk peningkatan mutu layanan
seperti identifikasi masalah, memilih aspek yang akan ditingkatkan,
menetapkan prioritas, memilih metode yang akan dipakai, menentukan
sumber data dan menetapkan indikator terpilih
d. Menyusun program mutu dan rencana kegiatannya (Plan of Action)
e. Membuat laporan hasil pemantauan pelaksanaan upaya peningkatan mutu
secara berkala.

Dalam membuat suatu perencanaan maka Rumah Sakit menggunakan


informasi dari analisis data untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan
perbaikan atau untuk mengurangi kejadian yang merugikan. Oleh karenanya
diperlukan manajemen data yang baik, mulai dari proses pengumpulan data,
pengolahan, validasi, Analisa, penyajian sampai dengan publikasinya.
Data diperoleh melalui suatu proses kegiatan pencatatan yang
dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan informasi yang akan dikelola. Setelah
dilakukan pengumpulan data maka diperoleh data mentah yang masih belum
bermanfaat , oleh karena itu data tersebut perlu diolah agar dapat berguna.
Untuk dapat menjamin akurasi data yang digunakan maka data data yang
dikumpulkan khususnya untuk data klinis yang menggunakan Rekam Medis
sebagai sumber datanya harus dilakukan validasi.
Setelah data valid maka data tersebut dapat disajikan, penyajian data
yang komunikatif dapat dilakukan dengan membuat data menjadi ringkas dan
ditampilkan sedemikian rupa sehingga dapat terlihat polanya, kecenderungan,
kekhususan maupun perbedaan yang ada pada data tersebut.
Cara paling efektif dan efisien untuk menampilkan data adalah dengan
menggunakan tabel dan grafik, dimana tabel digunakan saat melakukan
rekapitulasi data sedangkan untuk penampilan akan lebih baik bila disajikan
dalam bentuk grafik ( Runchart, Pie diagram, Histogram, dll )
Data pengukuran rutin maupun data dari penilaian intensif, memberikan
kontribusi terhadap pemahaman tentang dimana perbaikan perlu
direncanakan dan prioritas apa yang harus diberikan untuk perbaikan tersebut.
Semua proses perbaikan-perbaikan yang berhasil dicapai dan dipertahankan
harus didokumentasikan sebagai bagian dari program manajemen dan
perbaikan mutu.
Pendekatan yang digunakan dalam merancang Upaya Peningkatan Mutu
adalah mengacu pada Siklus Peningkatan mutu (Quality Improvement cycle)

Materi Pokok 2. Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah


Sakit

Dalam upaya melakukan peningkatan mutu dan keselamatan pasien


bisa menggunakan beberapa metode, seperti PDSA, RCA ataupun HFMEA
dimana penggunaan metode atau tools ini disesuaikan dengan kebutuhannya.
Metode PDSA pada umumnya merupakan metode yang dipakai dalam upaya
pengendalian mutu. Smentara itu metode RCA digunakan saat melakukan
upaya perbaikan ketika terjadi suatu insiden keselamatan pasien untuk
mencari akar masalah dan membuat solusi perbaikannya. Sedangkan metode
HFMEA digunakan saat melakukan analisis risiko untuk membuat suatu upaya
pencegahan kerugian atau kejadian yang tidak diharapkan.

2.1. Identifikasi kebutuhan pelanggan yang harus dipenuhi


PDSA
PDSA merupakan suatu metode untuk melakukan perbaikan mutu
secara berkelanjutan (Continuous Quality Improvement). Siklus ini
dikembangkan oleh Deming dan Shewhart tahun 1986 dari industri
manufaktur, kemudian Langley mengembangkan metode ini untuk digunakan
dalam konteks kesehatan. Sekarang PDCA telah menjadi metodologi ilmiah
yang diperkenalkan oleh Speroff dan O’Connor tahun 2004 dengan nama
metode plan-do-study-action (PDSA). PDSA pada hakekatnya merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk menguji hasil uji coba perubahan dan menilai
dampaknya. Dalam uji coba perubahan yang dilakukan dengan siklus ini
mungkin saja tidak memenuhi keinginan.Oleh sebab itu lebih aman dan lebih
efektif jika uji coba dilakukan dalam skala kecil sebelum dilakukan
penerapannya di semua bagian.
Siklus PDSA menggunakan empat tahap pendekatan.1). Plan adalah
mengidentifikasi tahap perubahan untuk perbaikan; 2). Do adalah tahap
menguji perubahan yang telah dilakukan; 3). Study adalah tahap meneliti
keberhasilan perubahan; 4). Act adalah tahap mengidentifikasi adaptasi dan
menginformasikan siklus baru.
PLAN
Tahap ini adalah merupakan tahapan perencanaan perubahan yang akan diuji
coba dan diterapkan. Komponen penting pada tahap ini adalah merumuskan
tujuan, artinya merencanakan sasaran (goal = tujuan) dan proses apa yang
dibutuhkan untuk menentukan hasil yang sesuai dengan spesifikasi tujuan
yang ditetapkan. PLAN ini harus diterjemahkan secara detil dan per sub-
sistem.
DO
Pada tahap ini sudah mulai melakukan uji coba atau langkah-langkah
perubahan yang telah direncanakan. Artinya melakukan perencanaan proses
yang telah ditetapkan sebelumnya. Ukuran-ukuran proses ini juga telah
ditetapkan dalam tahap PLAN. Dalam konsep DO ini kita harus benar-benar
menghindari penundaan, semakin kita menunda pekerjaan maka waktu kita
semakin terbuang dan yang pasti pekerjaan akan bertambah banyak..
STUDY
Mempelajari dan mengevaluasi data sebelum dan setelah perubahan serta
merefleksikan apa yang telah dipelajari. Artinya melakukan evaluasi terhadap
sasaran dan proses serta melaporkan apa saja hasilnya. Kita mengecek
kembali apa yang sudah kita kerjakan, sudahkah sesuai dengan standar yang
ada atau masih ada kekurangan.Teknik yang digunakan adalah observasi dan
survei. Apabila masih menemukan kelemahan-kelemahan, maka disusunlah
rencana perbaikan untuk dilaksanakan selanjutnya. Jika gagal, maka cari
pelaksanaan lain, namun jika berhasil, dilakukan rutinitas.
ACT.
Tahap ini adalah tahap merencanakan siklus perubahan berikutnya atau
implementasi penuh/dipertahankan. Artinya melakukan evaluasi total terhadap
hasil sasaran dan proses dan menindaklanjuti dengan perbaikan-perbaikan.
Jika ternyata apa yang telah kita kerjakan masih ada yang kurang atau belum
sempurna, segera melakukan action untuk memperbaikinya. Proses ACT ini
sangat penting artinya sebelum kita melangkah lebih jauh ke proses perbaikan
selanjutnya.

2.2. Perencanaan Program


RCA adalah salah satu alat (tools) yang digunakan dalam inisiatif
problem solving untuk menemukan akar masalah. Analisis akar masalah
berfokus terutama pada perbaikan sistem dan proses, bukan kinerja individu.
Agar berhasil dalam melakukan analisis akar masalah maka tidak boleh
menyalahkan individu tetapi sebaliknya melalui proses analisis akar masalah
maka tim bekerja untuk memahami proses dan penyebab potensial yang dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan dan mengidentifikasi perubahan proses
yang akan membuat variasi yang cenderung berulang.
Akar masalah adalah suatu alasan yang paling mendasar atau satu dari
beberapa alasan mendasar dari suatu kegagalan atau situasi dimana kinerja
tidak terlaksana sesuai harapan dan telah terjadi. Analisis akar masalah
dilakukan pada kejadian retrospektif, dimana kegagalan sudah terjadi. Tujuan
analisis akar masalah adalah untuk menjawab apa yang terjadi, mengapa itu
terjadi dan apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya. Dengan demikian
proses ini harus bisa menghasilkan rencana perbaikan strategis yang dapat
meminimalkan risiko atau terjadinya kejadian yang sama di masa yang akan
datang.
Proses analisis akar masalah dilakukan secara bertahap, oleh
karenanya mempunyai batasan waktu yang cukup lama untuk
penyelesaiannya yaitu kurang lebih 45 hari. Bila mengacu pada National
Patient Safety Foundation (NPSF) maka disebutkan proses ini terdiri dari 9
langkah, namun bila mengacu pada Join Commision International (JCI) ada
21 langkah,yang masih dapat lebih disederhanakan menjadi 7 langkah.
Namun demikian pada prinsipnya substansi setiap langkah dari keduanya
tidak terlalu berbeda

2.3. Monev
Analisa Modus Kegagalan Dan Dampaknya (AMKD) atau Failure Mode
Effect Analysis (FMEA) adalah salah satu metode peningkatan mutu yang
digunakan untuk melakukan identifikasi risiko , dan merupakan suatu teknik
yang digunakan untuk perbaikan sistem yang dapat meningkatkan
keselamatan.FMEA merupakan teknik yang berbasis tim, sistematis, dan
proaktif yang digunakan untuk mencegah permasalahan dari proses atau
produk sebelum permasalahan tersebut muncul/terjadi. FMEA dapat
memberikan gambaran tidak hanya mengenai permasalahan-permasalahan
apa saja yang mungkin terjadi namun juga mengenai tingkat keparahan dari
akibat yang ditimbulkan.

2.4. upaya perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien menggunakan tools


PDSA
Metode Plan-Do-Study-Act (PDSA) adalah cara untuk menguji perubahan
yang diterapkan dalam rangka memastikan berjalannya peningkatan mutu
yang berkesinambungan. Empat langkah dalam PDSA berfungsi untuk
memandu proses berpikir dalam memecah tugas menjadi beberapa
langkah teknis dan kemudian mengevaluasi hasilnya, meningkatkannya,
dan mengujinya kembali. Dokumen PDSA digunakan pula sebagai bukti
tindak lanjut dan perbaikan yang dipersyaratkan juga dalam akreditasi
maupun re-akreditasi rumah sakit dan fasilitas kesehatan primer
(puskesmas, klinik, dan lain sebagainya).
PDSA memiliki kelebihan-kelebihan sehingga mudah diterapkan sebagai
alat peningkatan mutu berkelanjutan (CQI/ Continuous Quality
Improvement), meliputi hal-hal sebagai berikut.
Satu Langkah — Setiap PDSA seringkali hanya berisi segmen atau satu
langkah dari seluruh implementasi yang lebih kompleks.
Durasi Singkat — Setiap siklus PDSA harus sesingkat mungkin agar Anda
mengetahui bahwa itu berfungsi atau tidak (beberapa bisa sesingkat 1 jam).
Ukuran Sampel Kecil — PDSA mungkin hanya akan melibatkan sebagian
dari praktik kesehatan (mungkin 1 atau 2 dokter atau petugas lainnya).
Setelah umpan balik diperoleh dan proses disempurnakan, implementasi
dapat diperluas (scale up) untuk mencakup seluruh praktik.
AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) memberikan contoh
alat sederhana untuk menggunakan PDSA dalam proses perubahan dalam
fasilitas kesehatan sebagai berikut (link untuk mengakses tool terlampir
dalam referensi).

Cara mengisi:
Alat: Bagian ini diisi dengan “nama alat” atau tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan. Misalnya, umpan balik pasien.
Langkah: Bagian ini diisi dengan langkah yang lebih kecil yang akan
diimplementasikan. Misalnya, penyebaran kuesioner kepuasan pelanggan.
Siklus: Bagian ini diisi nomor siklus PDSA yang akan dilakukan. Ketika
menerapkan strategi untuk implementasi, kita seringkali perlu memperbaiki
sesuatu dan ingin menguji kembali apakah perubahan yang kita buat
menjadikan suatu proses atau outcome menjadi lebih baik atau tidak. Setiap
kali kita melakukan penyesuaian (adjustment/ koreksi) dan mengujinya
kembali, maka kita akan melakukan siklus berikutnya. Oleh karena itu
catatan siklus keberapa yang kita lakukan penting untuk menjadi
dokumentasi dan acuan langkah perubahan berikutnya. Misal, diisi dengan
siklus ke 1 atau 2, dan seterusnya.
PLAN/ Rencana:
I plan to/ Saya berencana untuk: Di bagian ini kita akan menulis pernyataan
singkat tentang apa yang direncanakan untuk dilakukan dalam pengujian
ini. Yang ditulis dalam bagian ini cukup berfokus pada bagian kecil saja dari
implementasi yang akan dilakukan. Misalnya, saya berencana untuk
menguji proses survey kepuasan pelanggan, termasuk bagaimana mereka
mengisi dan mengembalikannya.
I hope this produces/ Saya harap ini menghasilkan: Di bagian ini kita dapat
menuliskan pengukuran atau target hasil yang ingin dicapai. Kita dapat
membuat target secara kuantitatif, seperti: minimal 25 % formulir harus
kembali.
Langkah-langkah untuk mengeksekusi: Di bagian ini, kita akan menulis
secara rinci langkah-langkah yang akan diambil dalam siklus ini. Misalnya,
dalam pengisian survei kepuasan pelanggan dibutuhkan langkah-langkah
sebagai berikut.
Menempatkan formulir survei pada tempat mudah dilihat dan dijangkau
pada bagian kepulangan pasien
Petugas memotivasi pasien dan keluarga untuk mengisi formulir survei
kepuasan pelanggan
Pasien/ keluarga diminta mengembalikan formulir survei yang telah diisi ke
dalam box yang telah dipersiapkan.
Sehingga, pada aspek ini harus secara rinci dituliskan tentang siapa saja
populasi yang terlibat dan batas waktu yang telah ditentukan. Batas waktu
yang ditentukan tidak boleh terlalu lama, yaitu hanya berkisar 1 minggu
namun kemajuannya dapat diketahui sejak beberapa jam setelah
diterapkan.

DO/ Melakukan
Setelah memiliki rencana, kita akan menjalankannya atau menggerakkan
perubahan. Pada saat mulai implementasi ini, penting memperhatikan apa
yang terjadi segera setelah perubahan diterapkan.
What did you observe/ Apa yang kamu amati? Di bagian ini pengamatan
yang dilakukanselama implementasi dicatat. Hal ini mungkin meliputi
bagaimana pasien bereaksi, bagaimana petugas kesehatan bereaksi,
bagaimana keluarga pasien bereaksi, apakah perubahan ini sesuai dengan
sistem yang sudah berjalan atau maupun flow pasien. Penting direfleksikan
pertanyaan, “Apakah semuanya berjalan sesuai rencana?” “Apakah harus
memodifikasi rencana?”
Contoh catatan pada bagian ini:
Pada bagian kepulangan, pasien dan keluarga Nampak sibuk dengan
berbagai aktivitas, seperti mengurus pembayaran, melengkapi administrasi,
berkoordinasi dengan bagian transportasi pasien, dan lain sebagainya.
Petugas terkadang lupa menawarkan pasien maupun keluarga untuk
mengisi form survey.
Jam-jam kepulangan pasien umumnya merupakan jam yang sibuk dan
padat, sehingga area di bagian kepulangan pasien cukup crowded.
Berdasarkan pengamatan di atas, nampaknya perlu dilakukan perubahan
strategi.

STUDY/ Belajar
Setelah implementasi diterapkan, hasilnya mulai dipelajari.
Apa yang kita pelajari? Apakah memenuhi tujuan pengukuran? Penting
dicatat seberapa baik kerjanya jika yang dilakukan memenuhi target tujuan.
Contoh pengisian pada bagian ini:
Pada siklus pertama, hanya ada 10 kuesioner yang diisi dan dikembalikan
dari 100 formulir yang disediakan di bagian kepulangan pasien. Perlu ada
perubahan strategi untuk meperbaiki pencapaian target.

ACT/ Bertindak
Apa yang dapat disimpulkan dari siklus ini? Di bagian ini dituliskan apa yang
didapatkan untuk implementasi ini, apakah hal tersebut berhasil atau tidak.
Dan, jika hal itu tidak berhasil, apa yang dapat dilakukan secara berbeda
pada siklus berikutnya untuk mengatasi masalah atau kegagalan yang
terjadi. Jika berhasil, apakah kita siap untuk scale-up atau menyebarkannya
ke seluruh sistem/ praktik di fasilitas kesehatan?

Selanjutnya, siklus pengisian ini dapat terus bergulir seiring proses


perbaikan yang terus dikerjakan oleh organisasi kesehatan. Laporan ini
dapat digunakan dalam proses akreditasi RS.

Materi Pokok 3. Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien


3.1. Pengertian system pelaporan dan jenis insiden
Sistem Pelaporan dan Pembelajaran Keselamatan Pasien Nasional
(SP2KPN) adalah Pusat data laporan insiden keselamatan pasien yang
merupakan bagian dari Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) yang
ditetapkan dengan Permenkes No 11 tahun 2017.
Kemampuan mencegah dan melindungi pasien terhadap Insiden tergantung
pada budaya keselamatan pasien, salah satunya adalah Pelaporan insiden.
Tujuan :
• untuk mengetahui data Insiden Keselamatan Pasien berdasarkan
Laporan dan Pembelajaran keselamatan pasien di tingkat Nasional.
• Laporan insiden yang dikirimkan ke SP2KPN untuk mendukung
pembelajaran dan perbaikan secara nasional
• Hasil kajian insiden akan memberikan informasi Prioritas nasional
untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

Apa yang dilaporkan ?


Semua kejadian Sentinel dan KTD yang telah dianalisis dan ditindaklanjuti
dirumah sakit.
SP2KPN tidak memberikan jumlah aktual IKP yang terjadi di Indonesia dan
Fasilitas pelayanan kesehatan, hanya berdasarkan Laporan yang diterima.
Laporan insiden digunakan sebagai pembelajaran untuk melindungi
keselamatan pasien

Laporan insiden yang dikirimkan ke SP2KPN digunakan untuk mendukung


pembelajaran dan perbaikan di tingkat nasional.
Laporan insiden akan memberikan pemahaman prioritas nasional untuk
peningkatan keselamatan pasien.
Mengidentifikasi risiko dan isu-isu yang terjadi dan mungkin tidak disadari di
tingkat lokal dan harus ditindaklanjuti di tingkat nasional.
Tindakan nasional yang diambil termasuk mengeluarkan Safety alert untuk
fasyankes di seluruh Indonesia untuk mencegah terjadinya insiden yang
sama

Laporan Insiden Keselamatan Pasien (Internal)


Pelaporan secara tertulis setiap kejadian Sentinel, Kejadian nyaris cedera
(KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian tidak cedera
(KTC) atau Kondisi potensial cedera signifikan / serius (KPC) yang menimpa
pasien.

Laporan Insiden keselamatan pasien ke KNKP (Eksternal)


Pelaporan secara anonim dan elektronik ke KNKP, setiap Kejadian Sentinel,
Kejadian Tidak diharapkan (KTD) atau atau yang terjadi pada PASIEN dan
telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya

JENIS INSIDEN
1. KEJADIAN SENTINEL Suatu Kejadian tidak diinginkan yang
menyebabkan kematian atau cedera serius
2. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN (KTD) Insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien
3. KEJADIAN TIDAK CEDERA (KTC) Insiden yang sudah terpapar kepada
pasien tapi tidak menimbulkan cedera
4. KEJADIAN NYARIS CEDERA (KNC) Insiden yang belum terpapar kepada
pasien
KONDISI POTENSIAL CEDERA (KPC) Kondisi yang berpotensial
menimbulkan cedera tapi belum terjadi insiden

Defnisi Sentinel Event


a. Kematian yang tidak terduga, termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
– Kematian yang tidak terkait dengan sebab alamiah dari penyakit dan
penyakit yang mendasari pasien (sebagai contoh, kematian dari infeksi
pascaoperasi dan emboli paru yang didapat di rumah sakit);
– Kematian atas bayi cukup bulan; dan – Bunuh diri;
b. Kehilangan fungsi tubuh pasien yang luas dan permanen yang tidak
terkait dengan perjalanan alamiah dari penyakit atau penyakit dasarnya;
c. Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien ketika operasi;
d. Penularan penyakit yang kronik atau fatal akibat infus darah atau produk
darah atau transplantasi organ atau jaringan yang terkontaminasi;
e. Penculikan bayi atau bayi dipulangkan dengan orang tua yang salah;
f. Pemerkosaan, kekerasan di tempat kerja seperti penyerangan
(menyebabkan kematian atau kehilangan fungsi tubuh yang permanen) atau
pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa
kedokteran, siswa latihan, pengunjung atau vendor pihak ketiga ketika
berada dalam lingkungan rumah sakit.

3.1. Alur pelaporan


8. Referensi
Hall, Lee Laura. Quality Improvement Using Plan Do Study Act : stategies
for local quality improvement, 2016, American Medical Association
Supriyanto, W., 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan.
Surabaya: Health Advocacy Swensen SJ,et al, The business case for
health care quality improvement.
The W. Edwards Heming Institute. The Plan-Do-Study-Act (PDSA) Cycle.
. http://www.deming.org/theman/theories/pdsacycle. Accessed
November 30, 2015.
Plan-Do-Study-Act (PDSA) Directions and Examples. Content last
reviewed February 2015. Agency for Healthcare Research and Quality,
Rockville, MD. https://www.ahrq.gov/health-literacy/quality-
resources/tools/literacy-toolkit/healthlittoolkit2-tool2b.html

2.2 Standar Pelayanan Rumah Sakit

1. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas Peran Pimpinan dalam pengelolaan RS,
Pengelolaan SDM sesuai peraturan perundangan (personal file, penilaian
kinerja), Pengelolaan dokumen RS, Standar pelayanan admisi RS, IGD,
ruang isolasi, rawat jalan, rawat inap, kamar bersalin (VK), Perinatologi,
perawatan intensive, ruang prosedur/kamar operasi, pelayanan
hemodialisas, kemoterapi, farmasi, laboratorium, radiologi, gizi, laundry,
CSSD, kamar jenazah, system utilitas, serta pelayanan IPAL pengelolaan
B3 dan limbah.

2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memfasilitasi
standard pelayanan rumah sakit
b. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat: a) memfasilitasi
peran pimpinan dalam pengelolaan RS, b) mengelola SDM sesuai
peraturan perundangan (personal file, penilaian kinerja), c)
mengelola dokumen RS, d) memfasilitasi standar pelayanan admisi
RS, e) IGD, f) ruang isolasi, g) rawat jalan, h) rawat inap, i) ruang VK
(Kamar Bersalin), j) perinatologi, k) perawatan intensif (ICU, ICCU,
PICU, NICU, RICU), l) ruang prosedur/ kamar operasi, m)
hemodialisa, n) kemoterapi, o) farmasi, p) laboratorium, q) radiologi,
r) gizi, s) laundry, t) CSSD, u) kamar jenazah, v) standar sistem
Utilitas, w) IPAL pengelolaan B3 dan limbah

3. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Peran pimpinan dalam pengelolaan RS
2. Pengelolaan SDM sesuai peraturan perundangan (personal file
3. Pengelolaan dokumen RS
4. Standar pelayanan admisi RS
5. Standard pelayanan IGD
6. Standard pelayanan ruang isolasi
7. Standar pelayanan rawat jalan
8. Standar pelayanan rawat inap
9. Standar pelayanan di ruang VK (Kamar Bersalin)
10. Standar pelayanan di ruang Perinatologi
11. Standar pelayanan Perawatan Intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU,
RICU)
12. Standar dalam pelayanan ruang prosedur/ kamar operasi
13. Standar pelayanan Hemodialisa, Memfasilitasi standar pelayanan
kemoterapi
14. Standar Pelayan Kemoterapi
15. Standar pelayanan farmasi
16. Standar pelayanan laboratorium
17. Standar pelayanan radiologi
18. Standar pelayanan gizi
19. Standar pelayanan laundry
20. Standar pelayanan CSSD
21. Standar pelayanan kamar jenazah
22. Standar sistem Utilitas
23. Standar pelayanan IPAL pengelolaan B3 dan limbah

4. Metode
Ceramah interaktif
Role play
Praktik
Diskusi kelompok

5. Media dan Alat Bantu


Laptop
LCD
Bahan Tayang/ Slide
Panduan Role Play
Skenario kasus
Contoh dokumen RS
Panduan diskusi kelompok
Panduan praktik
Video

6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran
materi ini ;
PEMBUKA : Pengkondisian
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang
akan disampaikan.
• Fasilitator melakukan bina suasana dengan icebreaking, agar peserta fokus
dan antusias dalam mengikuti materi.
• Melakukan apersepsi terhadap pemahaman peserta tentang persyaratan dan
overview standar akreditasi
• Sampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini dan materi pokok yang
akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
MATERI POKOK 1 : Kebijakan pemerintah tentang Persyaratan
Akreditasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Memberi penjelasan metode pembelajaran yaitu pemaparan materi
disampaikan sesuai dengan urutan materi pokok, pertanyaan dapat
dilakukan setiap fasilitator selesai menyampaikan materi pokok.
2. Menyampaikan materi sesuai dengan materi pokok dengan panduan power
point yang ada dilayar dan memberi beberapa tambahan penjelasan yang
diperlukan
3. Memberi kesempatan kepada peserta latih untuk bertanya disetiap akhir
penyampaian materi pokok
4. Menunjuk peserta latih untuk menjawab pertanyaan yang diberikan fasilitator
5. Membuat rangkuman ulang seluruh materi yang sudah diberikan
MATERI POKOK 2 : Kebijakan pemerintah tentang Standar Akreditasi RS
menggunakan Instrumen Akreditasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Memberi penjelasan metode pembelajaran yaitu pemaparan materi
disampaikan sesuai dengan urutan materi pokok, pertanyaan dapat
dilakukan fasilitator selesai menyampaikan setiap materi pokok.
2. Menyampaikan materi sesuai dengan materi pokok dengan panduan power
point yang ada dilayar dan memberi beberapa tambahan penjelasan yang
diperlukan
3. Memberi kesempatan kepada peserta latih untuk bertanya disetiap akhir
penyampaian materi pokok
4. Menunjuk peserta latih untuk menjawab pertanyaan yang diberikan fasilitator
5. Membuat rangkuman ulang seluruh materi yang sudah diberikan
PENUTUP
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
m. Melakukan evaluasi dengan cara memberikan beberapa pertanyaan untuk
dijawab peserta
n. Meminta peserta menanyakan hal-hal yang kurang jelas dan belum dimengerti
sebelum menutup proses pembelajaran
o. Merangkum seluruh materi pokok bersama-sama peserta
p. Menayangkan slide tentang rangkuman materi yang telah disampaikan
q. Memberikan apresiasi kepada peserta atas partisipasi aktifnya
r. Menutup acara proses pembelajaran dan menyampaiakan permohonan maaf
serta mengucapkan salam

1. Uraian Materi

Materi pokok 1. Peran Pimpinan dalam Pengelolaan RS

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada pasien, Rumah Sakit
dituntut memiliki kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan efektif ini
ditentukan oleh sinergi yang positif antara pemilik Rumah Sakit, Direktur
Rumah Sakit, para pimpinan di Rumah Sakit dan kepala unit kerja unit
pelayanan. Direktur Rumah Sakit secara kolaboratif mengoperasionalkan
Rumah Sakit bersama dengan para pimpinan, kepala unit kerja dan unit
pelayanan untuk mencapai visi misi yang ditetapkan dan memiliki tanggung
jawab dalam pengelolaan manajemen peningkatan mutu dan keselamatan
pasien, manajemen kontrak serta manajemen sumber daya.

PEMILIK
Sesuai dengan peraturan dan perundangan, kepemilikan Rumah Sakit diatur
sebagai berikut:
1. Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau
swasta. Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan
hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang
perumahsakitan.
2. Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit publik dan Rumah Sakit privat. Rumah Sakit publik dapat dikelola
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat
nirlaba
3. Rumah Sakit privat dapat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero 4. Pemilik Rumah Sakit
dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah Sakit yaitu merupakansuatu
unit nonstruktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab
kepada pemilik Rumah Sakit. 5. Pemilik Rumah Sakit tidak bisa menjabat
sebagai Direktur Rumah Sakit
Pemilik adalah pemilik Rumah Sakit dan badan representasi yang mewakili
pemilik, sesuai dengan bentuk badan hukum kepemilikan Rumah Sakit
tersebut.

Representasi dari pemilik dapat sebagai berikut:


• Rumah Sakit yang dimiliki oleh yayasan, representasi pemilik adalah
pengurus yayasan.
• Rumah Sakit yang dimiliki oleh perkumpulan, representasi pemilik
adalah pengurus perkumpulan.
• Rumah Sakit berbadan hukum perseroan terbatas (PT) representasi
pemilik adalah Direksi PT
• Rumah sakit pemerintah yang sudah menjadi badan layanan umum
dapat menunjuk dewan pengawas sebagai representasi pemilik
• Rumah sakit dapat menjadi reprentatif pemilik diserahkan kepada
pemilik rumah sakit untuk meneteapkannya
• Untuk melaksanakan kegiatan operasional Rumah Sakit sehari-hari,
pemilik Rumah Sakit menetapkan Direktur Rumah Sakit. Nama jabatan
Direktur Rumah Sakit adalah kepala Rumah

DIREKSI RUMAH SAKIT


Untuk melaksanakan kegiatan operasional RS sehari hari , pemilik RS
menetapkan Direktur Rumah Sakit . Nama Jabatan Direktur RS adalah Kepala
Rumah Sakit atau direktur utama Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit. Bila
Direktur Rumah Sakit diberi nama jabatan direktur utama Rumah Sakit, dapat
dibantu dengan direktur dan bila nama jabatan Direktur Rumah Sakit disebut
direktur maka dapat dibantu dengan wakil direktur, kelompok tersebut, disebut
direksi
Rumah Sakit agar menetapkan tanggung jawab dan tugas direktur utama dan
para direktur/ wakil direktur secara tertulis
Sesuai peraturan perundangan tentang Rumah Sakit, persyaratan sebagai
Direktur Rumah Sakit adalah harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan dan tidak boleh dirangkap
oleh pemilik Rumah Sakit serta berkewarganegaraan Indonesia
Persyaratan Direktur Rumah Sakit harus sesuai Peraturan Perundangan.
Sedangkan wakil direktur atau direktur (bila pimpinan tertinggi disebut direktur
utama), sesuai peraturan perundangan dapat dipimpin oleh unsur medis,
keperawatan, penunjang medis dan adminitrasi keuangan. Pemilik mempunyai
kewenangan untuk menetapkan organisasi Rumah Sakit, nama jabatan dan
pengangkatan pejabat direksi Rumah Sakit, hal ini diatur di dalam
peraturan internal atau corporate bylaws atau dokumen serupa sesuai dengan
peraturan perundangan.

KEPALA BIDANG/DIVISI DI RUMAH SAKIT


Organisasi Rumah Sakit sesuai peraturan perundangan paling sedikit terdiri
atas Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, keperawatan, penunjang
medis, administrasi umum dan keuangan, komite medis dan satuan pengawas
internal.
Unsur organisasi Rumah Sakit selain kepala Rumah Sakit atau Direktur
Rumah Sakit dapat berupa direktorat, departemen, divisi, instalasi, unit kerja,
komite dan/atau satuan sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja Rumah
Sakit. Unsur organisasi Rumah Sakit tersebut dapat digabungkan sesuai
kebutuhan, beban kerja, dan/atau klasifikasi Rumah Sakit
Para pimpinan di Rumah Sakit mempunyai sejumlah tanggung jawab secara
keseluruhan untuk membimbing Rumah Sakit mencapai misinya. Yang
dimaksud dengan para pimpinan tersebut adalah Kepala bidang bidang/ divisi
di Rumah Sakit, dalam standar ini digunakan nama jabatan adalah kepala
bidang/ divisi. Maka dalam standar ini pimpinan unsur pelayanan medis diberi
nama kepala bidang/divisi medis yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
medis Rumah Sakit. Pimpinan unsur keperawatan disebut kepala bidang/divisi
keperawatan yang bertanggung jawab terhadap pelayanan keperawatan.
Pimpinan unsur umum dan keuangan dapat disebut kepala bidang/divisi umum
dan keuangan. Pimpinan lainnya yaitu semua orang lain yang ditentukan
Rumah Sakit, seperti ketua komite medik, ketua komite keperawatan, komite
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Rumah Sakit juga perlu menjelaskan tanggung jawab staf klinis, dan
pengaturan staf klinis ini dapat secara formal sesuai regulasi yang berlaku di
Indonesia. Direktur Rumah Sakit agar menetapkan lingkup pelayanan dan atau
unit kerja yang masuk dalam pimpinan pelayanan medis, keperawatan,
penunjang medis dan administrasi dan keuangan.

KEPALA UNIT KERJA DAN UNIT LAYANAN


Agar pelayanan klinis dan manajemen Rumah Sakit sehari-hari menjadi efektif
dan efisien, Rumah Sakit umumnya dibagi menjadi subkelompok yang kohesif
seperti departemen/instalasi/unit, atau jenis layanan tertentu, yang berada di
bawah arahan pimpinan pelayanan yang dapat disebut Kepala
unit/instalasi/departemen,
Biasanya sub grup terdiri dari departemen klinis seperti medis, bedah,
obstetrik, anak, dan lain sebagainya; satu atau lebih sub grup keperawatan;
pelayanan atau departemen diagnostik seperti radiologi dan laboratorium
klinis; pelayanan farmasi, baik yang tersentralisasi maupun yang terdistribusi
di seluruh Rumah Sakit; serta pelayanan penunjang yang di antaranya meliputi
bagian transportasi, umum, keuangan, pembelian, manajemen fasilitas, dan
sumber daya manusia. Umumnya Rumah Sakit besar juga mempunyai
manajer/kepala ruang di dalam subgrup ini. Sebagai contoh, perawat dapat
memiliki satu manajer/kepala ruang di kamar operasi dan satu manajer/kepala
ruang di unit rawat jalan, departemen medis dapat mempunyai manajer-
manajer untuk setiap unit klinis pasien, dan bagian bisnis Rumah Sakit dapat
mempunyai beberapa manajer untuk fungsi bisnis yang berbeda, di antaranya
seperti untuk kontrol tempat tidur, penagihan, dan pembelian.
Kepala departement/instansi /unit/layanan tersebut untuk selanjutnya disebut
sebagai berikut
- Unit unit yang dibawah bidang/divisi medis, keperawatan dan penunjang
medis disebut unit pelayanan
- Unit-unit yang dibawah bidang/divisi umum dan keuangan disebut unit
kerja, seperti misalnya ketatausahaan, kerumahtanggan, pelayanan
hukum dan kemitraan, pemasaran, kehumasan, pencatatan, pelaporan
dan evaluasi , penelitian dan pengembangan, sumber daya manusia,
pendidikan dan pelatihan dan lain sebagainya.

Di bawah ini adalah fokus area standar tata kelola rumah sakit.
a. Pemilik.
b. Direksi.
c. Kepala bidang/divisi.
d. Manajemen sumber daya manusia.
e. Manajemen peningkatan mutu dan keselamatan pasien
f. Manajemen kontak
g. Manajemen sumber daya
h. Organisasi dan tanggung jawab staf
i. Unit Pelayanan
j. Manajemen etis
k. Budaya keselamatan

Materi pokok 2. Pengelolaan SDM sesuia peraturan Perundang-Undangan


(personal file,penilaian kinerja)

Perencanaan
1. Perencanaan
a) Pimpinan rumah sakit harus menetapkan perencanaan kebutuhan staf
rumah sakit.
Pimpinan unit layanan menetapkan persyaratan pendidikan,
kompetensi, kewenangan, keterampilan, pengetahuan, dan
pengaiaman staf untuk memenuhi kebutuhan memberikan asuhan
kepada pasien. Untuk menghitung jumlah staf yang dibutuhkan
digunakan faktor sebagai berikut:
1) misi rumah sakit;
2) keragaman pasien yang harus dilayani, kompleksitas, dan
intensitas kebutuhan pasien
3) layanan diagnostik dan klinis yang disediakan rumah sakit
4) volume pasien rawat inap dan rawat jalan
5) teknologi medis yang digunakan untuk pasien.
Rumah sakit memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang syarat tingkat pendidikan, kompetensi, kewenangan,
keterampilan, pengetahuan dan pengaiaman untuk setiap anggota staf,
serta ketentuan yang mengatur jumlah staf yang dibutuhkan di setiap
unit layanan (lihat juga PMKP 1; TKRS.8).

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Ada penetapan perencanaan kebutuhan staf rumah sakit
yang berdasarkan perencanaan strategis dan perencanaan
tahunan sesuai kebutuhan rumah sakit (lihat juga TKRS 3.3).
(R)
Regulasi tentang perencanaan kebutuhan SDM sesuai
dengan:
1) Rencana strategis
2) RBA/RKA
Contoh :
2 Ada kejelasan hubungan antara perencanaan strategis,
perencanaan tahunan dan perencanaan kebutuhan staf.
(D,W)
Bukti tentang hubungan antara perencanaan SDM dengan
rencana strategis dan RBA/RKA
Contoh:
3 Ada bukti perencanaan kebutuhan staf berdasarkan
kebutuhan dari masing-masing unit kerja khususnya unitkerja
pelayanan termasuk dengan cara penempatan kembali.
(D,W)
Bukti rapat tentang perencanaan kebutuhan SDM unit kerja,
dapat disertai dengan usulan penempatan kembali
Contoh:

b) Perencanaan kebutuhan staf rumah sakit terus menerus dimutakhirkan


oleh pimpinan rumah sakit dengan menetapkan jumlah, jenis,
kualifikasi yang meliputi pendidikan, kompetensi, pelatihan, dan
pengalaman yang dibutuhkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Perencanaan kebutuhan yang tepat dengan jumlah yang mencukupi
adalah hal yang sangat penting bagi asuhan pasien termasuk
keterlibatan rumah sakit dalam semua kegiatan pendidikan dan riset.
Penempatan (placement) atau penempatan kembali (replacement)
harus memperhatikan faktor kompetensi. Sebagai contoh, seorang
perawat yang memiliki kompetensi hemodialisis tidak dirotasi ke rawat
jalan lain, demikian juga terkait pember-lakuan jenjang karir maka tidak
lagi memberlakukan sistem rotasi yang tidak sesuai dengan
kompetensinya.

Pimpinan unit layanan membuat rencana pola ketenagaan dengan


menggunakan proses yang sudah diakui untuk menentukan jenjang
kepegawaian. Perencanaan kepegawaian meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1) penempatan kembali dari satu unit layanan ke lain unit layanan
karena alasan kompetensi, kebutuhan pasien, atau kekurangan
staf;
2) mempertimbangkan keinginan staf untuk ditempatkan kembali
karena alasan nilai-nilai, kepercayaan, dan agama;
3) memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rencana dan pelaksanaan strategi dimonltor secara berkelanjutan dan


diperbaharui jika dibutuhkan. Dilakukan proses koordinasi oleh
pimpinan unit layanan untuk update perencanaan staf ini (lihat juga
TKRS 7; TKRS 9).

Seseorang yang bekerja di rumah sakit harus mempunyai uraian


jabatan yang meliputi persyaratan jabatan, uraian tugas, tanggung
jawab dan wewenang. Dalam hal ini kompetensi dan kewenangan
menjadi dasar dalam menentukan penempatan, uraian jabatan, dan
kriteria untuk evaluasi kinerja staf.

Uraian jabatan juga diperlukan untuk tenaga kesehatan profesional


yang:
1) memiliki rangkap jabatan. Contoh, dokter spesialis bedah
merangkap sebagai kepala instalasi kamar operasi maka yang
bersangkutan harus memiliki uraian jabatan yang meliputi
persyaratan jabatan, uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang.
dan sebagai dokter bedah harus mempunyai surat tanda registrasi
(STR), surat izin praktek (SIP), surat penugasan klinis (SPK),
rincian kewenangan klinis (RKK);
2) seseorang dalam program pendidikan dan bekerja di bawah
supervisi maka program pendidikan menentukan apa yang boleh
dan apa yang tidak boleh dikerjakan sesuaidengan tingkat
pendidikannya;
3) bagi mereka yang diizinkan menurut peraturan perundang-
undangan melakukan praktik mandiri harus dilakukan proses
kredensial untuk memberikan wewenang dalam melaksanakan
praktik mandiri sesuai dengan dasar latar beiakang pendidikan,
kompetensi, pelatihan, dan pengaiaman (lihat juga KKS 10).
Persyaratan standar ini berlaku untuk semua jenis staf yang harus
ada uraian tugasnya (contoh: penugasan penuh waktu, paruh
waktu, dipekerjakan, sukarela, sementara)
Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:
1 Ada penetapan perencanaan kebutuhan staf rumah sakit
yang berdasarkan perencanaan strategis dan perencanaan
tahunan sesuai kebutuhan rumah sakit (lihat juga TKRS 3.3).
(R)
Ada regulasi tentang metoda penetapan pola ketenagaan
(lihat juga TKRS 9 EP 4, AP 5.2 EP 1 dan AP 6.2 EP 1). (R)
Regulasi tentang tentang metoda penetapan pola
ketenagaan di unit pelayanan.
Contoh:

2 Ada bukti penyusunan pola ketenagaan dilakukan secara


kolaborasi di masing-masing unit pelayanan yang meliputi
jumlah, jenis, kualifikasi (lihat juga TKRS 9 EP 4). (D,W)
Bukti rapat tentang penyusunan pola ketenagaan.
Contoh:
3 Ada pelaksanaan pengaturan penempatan dan penempatan
kembali staf sesuai panduan (D,W)
Bukti pelaksanaan tentang penempatan dan penempatan
kembali staf sesuai dengan perencanaan.
Contoh:

1) Rumah sakit melaksanakan evaluasi dan pemutakhiran terus


menerus perencanaan kebutuhan staf rumah sakit

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Ada regulasi tentang evaluasi dan pemutakhiran terus
menerus pola ketenagaan (R)
Sesuai dengan KKS 2 EP 1
Contoh:

2 Ada bukti evaluasi untuk penetapan pola ketenagaan.


(D,W)
Bukti rapat evaluasi untuk penetapan pola ketenagaan
Contoh:

3 Ada revisidan pemutakhiran polaketenagaan serta


perencanaan kebutuhan staf minimal 1 (satu) tahun
sekali. (D,W)
Bukti rapat tentang revisi dan pemutakhiran pola
ketenagaan serta perencanaan kebutuhan staf minimal 1
tahun sekali
Contoh:
2) Rumah sakit menetapkan jumlah staf rumah sakit berdasarkan
kebutuhan masing-masing unit termasuk pengembangannya
sesuai peraturan perundang-undangan.

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Rumah sakit menetapkan jumlah staf rumah sakit dengan
mempertimbangkan misi rumah sakit, keragaman pasien,
jenis pelayanan dan teknologi yang digunakan dalam
asuhan pasien. (R)
Regulasi tentang penetapan jumlah staf rumah sakit
Contoh:
2 Ada dokumen kebutuhan staf dari masing-masing unit
kerja (lihat juga TKRS 9 EP 3). (D,W)
Bukti tentang kebutuhan staf masing-masing unit
Contoh:

3 Perencanaan kebutuhan staf juga mempertimbangkan


rencana pengembangan pelayanan. (D,W)
Bukti tentang perencanaan kebutuhan staf
mempertimbangkan rencana pengembangan pelayanan
dengan melihat RENSTRA dan RKA/RBA
Contoh:
3) Dalam perencanaan kebutuhan staf rumah sakit ditetapkan
persyaratan pendidikan, keter-ampilan, pengetahuan dan
persyaratan lain dari seiuruh staf rumah sakit. Setiap staf rumah
sakit mempunyai uraian jabatan yang meliputi persyaratan jabatan,
uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang.

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Rumah sakit menetapkan pendidikan, keterampilan dan
pengetahuan disertai penetapan uraian tugas, tanggung
jawab dan wewenang sesuai peraturan perundang-
undangan (lihat juga TKRS 9). (R)
Regulasi tentang uraian jabatan staf meliputi:
1) Persyaratan jabatan:
Pendidikan formal
Kualifikasi berupa keterampilan dan pengetahuan
yang diperoleh dari pelatihan
2) Uraian tugas
3) Tanggung jawab
4) Wewenang

Contoh:
2 Setiap nama jabatan ada persyaratan jabatan yang
meliputi pendidikan dan kualifikasi. (D,W)
Bukti setiap jabatan memuat persyaratan jabatan
Contoh:

3 Setiap staf rumah sakit memiliki uraian jabatan termasuk


bila melakukan rangkap jabatan. (D,W)
Bukti tentang:
1) setiap staf memiliki uraian jabatan (lihat file
kepegawaian staf)
2) setiap staf yang rangkap jabatan selain memiliki uraian
jabatan juga memiliki rincian kewenangan klinis (lihat
file kepegawaian staf)
Contoh:
4) Perencanaan kebutuhan staf rumah sakit juga dengan
mempertimbangkan penempatan atau penempatan kembali harus
memperhatikan faktor kompetensi.

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Ada regulasi tentang pengaturan penempatan kembali
dari satu unit layanan kelain unit layanan untuk memenuhi
kebutuhan dengan mempertimbangkan kompetensi,
kebutuhan pasien atau kekurangan staf, termasuk
mempertimbangkan nilai-nilai, kepercayaan dan agama
staf. (R)
Regulasi tentang pengaturan penempatan kembali staf
dengan mempertimbangkan meliputi :
1) Kompetensi
2) Kebutuhan pasien / kekurangan
3) Agama, keyakinan dan nilai-nilai pribadi
Contoh:
2 Ada dokumen perencanaan kebutuhan staf rumah sakit
berdasarkan pengaturan penempatan kembali. (D,W)
Bukti penempatan/penempatan kembali staf sesuai
dengan kebutuhan RS
Contoh:

3 Ada dokumen pengaturan penempatan kembali


berdasarkan pertimbangan nilai kepercayaan dan agama.
(D,W)
Bukti pelaksanaan tentang penempatan kembali
berdasarkan pertimbangan agama, keyakinan dan nilai-
nilai pribadi.
Contoh:
c) Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses rekrutmen,
evaluasi, penempatan staf dan prosedur lain.
Rumah sakit menetapkan proses rekrutmen yang terpusat, efisien, dan
terkoordinasi agar terlaksana proses yang seragam di seiuruh rumah
sakit. Kebutuhan rekrutmen berdasar atas rekomendasi jumlah dan
kualifikasi staf yang dibutuhkan untuk memberikan layanan klinis
kepada pasien dari pimpinan unit kerja.
Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:
1 Ada regulasi tentang proses rekrutmen staf (lihat juga TKRS
3.3). (R)
Regulasi tentang proses rekrutmen tersentralisasi dan efisien
oleh RS
Contoh:

2 Proses rekrutmen dilaksanakan sesuai regulasi. (D,W)


Bukti pelaksanaan tentang proses rekrutmen staf
tersentralisasi dan efisien oleh RS
Contoh:
3 Proses rekrutmen dilaksanakan seragam (D,W)
Bukti pelaksanaan tentang proses rekrutmen seragam
Contoh:

d) Rumah sakit menetapkan proses seleksi untuk menjamin bahwa


pengetahuan dan keterampilan staf klinis sesuai dengan kebutuhan
pasien.
Anggota staf klinis yang kompeten direkrut melalui proses yang
seragam dengan proses rekrutmen staf Iainnya. Proses ini menjamin
bahwa pendidikan, sertifikasi, kewenangan. keterampilan,
pengetahuan, dan pengalaman staf klinis pada awalnya dan
seterusnya dapat memenuhi kebutuhan pasien.

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Ada regulasi yang menetapkan proses seleksi untuk
memastikan pendidikan, pengetahuan, keterampilan dan
kompetensi staf klinis sesuai dengan kebutuhan pasien.(R)
Regulasi tentang proses seleksi staf klinis
Contoh:

2 Proses seleksi dilaksanakan seragam sesuai regulasi (lihat


juga TKRS 3.3). (D,W)
Bukti pelaksanaan seleksi staf klinis RS dilaksanakan seragam
Contoh:

3 Anggota staf klinis baru dievaluasi pada saat mulai bekerja,


sesuai dengan tanggung jawabnya. (D,W)
Bukti pelaksanaan evaluasi staf klinis baru saat mulai bekerja
Contoh:

4 Unit kerja menyediakan data yang digunakan untuk evaluasi


kinerja profesional staf klinis (lihat TKRS 11.1). (D,W)
Bukti tentang data untuk evaluasi kinerja profesional staf klinis
tersedia di unit layanan.
Contoh:
5 Evaluasi staf klinis dilakukan dan didokumentasikan secara
berkala minimal 1 (satu) tahun sekali sesuai regulasi (lihat juga
KKS 11).(D,W)
Bukti penilaian kinerja staf klinis tahunan
Contoh:

e) Rumah sakit menetapkan proses seleksi untuk menjamin bahwa


pendidikan, pengetahuan dan keterampilan staf non klinis sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
Anggota staf nonklinis yang kompeten direkrut melalui proses yang
seragam dengan proses rekrutmen staf Iainnya. Proses ini menjamin
bahwa pendidikan, kompetensi, kewenangan, keterampilan,
pengetahuan, dan pengalaman staf nonklinis pada awalnya dan
seterusnya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Staf nonklinis meliputi seluruh tenaga yang tidak memberikan asuhan
pasien secara langsung. Pimpinan unit menjabarkan kualifikasi staf
non klinis yang diperlukan dan memastikan bahwa staf non klinis dapat
memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan penugasannya. Semua
staf disupervisi dan dievaluasi berkala untuk menjamin kontinuitas
kompetensi di posisinya.
Rumah sakit mencari staf yang kompeten dan memenuhi kualifikasi
staf non klinis. Staf non klinis meliputi seiuruh tenaga yang tidak
memberikan asuhan pasien secara langsung. Staf secara berkala
dilakukan evaluasi kinerja untuk memastikan terpeliharanya
kompetensi pada jabatan

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Ada regulasi yang menetapkan proses seleksi untuk
memastikan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi staf
non klinis sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. (R)
Regulasi tentang proses seleksi staf non klinis
Contoh:
2 Proses seleksi staf non klinis dilaksanakan seragam sesuai
regulasi. (D,W)
Bukti pelaksanaan tentang seleksi staf non klinis RS
dilaksanakan seragam
Contoh:

3 Anggota staf non klinis baru dievaluasi pada saat mulai


bekerja, sesuai dengan tanggung jawabnya. (D,W)
Bukti pelaksanaan evaluasi staf non klinis baru saat mulai
bekerja
Contoh:

4 Unit kerja melaksanakan evaluasi kinerja staf non klinis. (D,W)


Bukti tentang data untuk evaluasi kinerja staf non klinis
tersedia di unit layanan
Contoh:

5 Evaluasi staf non klinis dilakukan dan didokumentasikan


secara berkala minimal 1 (satu) tahun sekali sesuai regulasi
(lihat juga KKS 11). (D,W)
Bukti penilaian kinerja staf non klinis tahunan
Contoh:

f) Rumah sakit menyediakan dan memelihara file kepegawaian untuk


setiap staf rumah sakit dan selalu diperbaharui.
Setiap staf rumah sakit mempunyai dokumen catatan memuat
informasi tentang kualifikasi, pendidikan, pelatihan, kompetensi, uraian
tugas, proses rekrutmen, riwayat pekerjaan, hasil evaluasi, dan
penilaian kinerja individual tahunan.
File kepegawaian dibuat terstandar dan selalu diperbaharui sesuai
dengan regulasi (lihat juga KKS 9; KKS 13; dan KKS 15).

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 File kepegawaian memuat kualifikasi, pendidikan,
pelatihandan kompetensi staf.(D,W)
Bukti tentang file kepegawaian memuat:
1)Kualifikasi
2)Pendidikan
3)Pelatihan
4)Kompetensi Staf
Contoh:

2 File kepegawaian memuat uraian tugas anggota staf. (D,W)


Bukti tentang file kepegawaian berisi uraian tugas, tanggung
jawab dan wewenang
Contoh:
3 File kepegawaian memuat proses rekrutmen staf. (D,W)
Bukti tentang File kepegawaian berisi proses rekruitmen
Contoh:
4 File kepegawaian memuat riwayat pekerjaan staf (D,W)
Bukti tentang File kepegawaian berisi riwayat pekerjaan
Contoh:
5 File kepegawaian memuat hasil evaluasi dan penilaian
kinerja staf (D,W)
Bukti tentang File kepegawaian berisi hasil evaluasi dan
penilaian kinerja staf RS
Contoh:
6 File kepegawaian memuat salinan sertifikat pelatihan
didalam maupun diluar RS. (D,W)
File kepegawaian berisi salinan sertifikat pelatihan staf RS
Contoh:
7 File kepegawaian selalu diperbaharui. (D,W)
Bukti tentang File kepegawaian selalu diperbaharui
Contoh:
Orientasi
Semua staf klinis dan non klinis diberi orientasi di rumah sakit dan unit kerja
tempat staf saat akan bekerja dan tanggung jawab spesifik pada saat diterima
bekerja
Keputusan untuk menempatkan seseorang sebagai staf rumah sakit dilakukan
melalui berbagai proses. Agar dapat berperan dan berfungsi dengan baik,
semua staf baru harus mengetahui dengan benar segala sesuatu tentang
rumah sakit dan memahami tanggung jawab pekerjaan klinis atau nonklinis
untuk mencapai misi rumah sakit. Hal ini dapat dicapai melalui orientasi umum
dan orientasi khusus. Orientasi umum tentang rumah sakit, mutu, keselamatan
pasien, serta pencegahan dan pengendalian infeksi. Orientasi khusus tentang
unit kerja, uraian tugas, dan tanggung jawab dalam pekerjaannya. Demikian
pula berlaku untuk staf kontrak, staf magang, internship dan peserta didlk (lihat
juga PPI 11; IPKP 6 dan TKRS 9).
Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:
1 Ada regulasi yang menetapkan orientasi umum dan khusus bagi
staf klinis dan non klinis baru. (R)
Regulasi tentang orientasi umum dan khusus
Contoh:

2 Ada bukti staf klinis dan non klinis baru diberikan orientasi umum
dan khusus (lihat juga PPI 11). (D,W)
Bukti pelaksanaan orientasi staf baru meliputi:
1) Orientasi umum: TOR, daftar hadir, materi dan narasumber
meliputi perumahsakitan, mutu, keselamatan pasien, PPI, serta
evaluasi peserta, laporan pelaksanaan orientasi
2) Orientasi khusus: TOR, daftar hadir, evaluasi peserta, laporan
pelaksanaan orientasi
Contoh:
3 Staf kontrak, magang, internship dan peserta didik mendapat
pelatihan tentang orientasi umum dan khusus (Lihat juga IPKP 6
EP 1). (D,W)
Bukti pelaksanaan tentang orientasi staf kontrak, magang,
internship dan peserta didik meliputi:
1) Orientasi umum: TOR, daftar hadir, materi dan narasumber
meliputi perumahsakitan, mutu, keselamatan pasien, PPI, serta
evaluasi peserta, laporan pelaksanaan orientasi
2) Orientasi khusus: TOR, daftar hadir, evaluasi peserta, laporan
pelaksanaan orientasi
Contoh:
Pendidikan dan Pelatihan
a) Setiap staf mengikuti pendidikan atau pelatihan di dalam atau di luar
rumah sakit, termasuk pendidikan profesi berkelanjutan untuk
mempertahankan atau meningkatkan kompetensinya.

Rumah sakit mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk dapat


memahami pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan oleh staf.
Sumber data yang dapat digunakan adalah:
1) hasil kegiatan pengukuran mutu dan keselamatan
2) monitor program manajemen fasilitas
3) penggunaan teknologi medis baru
4) keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui evalusi
kinerja
5) prosedur klinis baru
6) rencana memberikan layanan baru di kemudian hari.

Rumah sakit menentukan staf yang diharuskan menerlma pendidikan


berkelanjutan untuk mempertahankan kredibilitasnya. Rumah sakit
juga menetapkan keharusan ada dokumen pelatihan staf yang
dimonltor dan didokumentasikan (lihat juga TKRS 3.3 EP 4).

Untuk mempertahankan kinerja staf, memberikan pendidikan


keterampilan baru, dan memberi pelatihan tentang teknologi serta
prosedur medis baru maka rumah sakit menyediakan fasilitas,
pendidik, serta waktu untuk memberi pendidikan dan pelatihan di
dalam dan di luar rumah sakit. Pelatihan ini harus sesuai dengan
perkembangan kebutuhan pasien. Sebagai contoh, anggota staf medis
menerlma pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi,
pengembangan praktik medis tingkat lanjut, budaya keselamatan
pasien, atau teknologi medis baru. Hasil capaian pelatihan
didokumentasikan dalam file kepegawaian.

Pimpinan rumah sakit membantu pelatihan dl dalam rumah sakit


dengan cara menyediakan ruangan, peralatan, waktu untuk program
pendidikan dan pelatihan, serta biayanya.

Pelaksanaan pelatihan di dalam rumah sakit dilakukan juga agar dapat


mendukung pengembangan profesional berkelanjutan. Teknologi
informasi yang tersedia dapat membantu penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan. Pelatihan diatur sedemikian rupa agar tidak
mengganggu pelayanan pasien.

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Ada program pendidikan dan pelatihan berdasarkan sumber
data yang meliputi a) sampai dengan f) di maksud dan tujuan.
(R)
Program tentang pendidikan dan pelatihan berdasar data a)
sampai dengan f)
Contoh:
2 Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan sesuai program.
(D,W)
Bukti pelaksanaan tentang pendidikan dan pelatihan sesuai
program
Contoh:
3 Staf rumah sakit diberi pendidikan dan pelatihan profesional
berkelanjutan di dalam dan di luar rumah sakit yang relevan
untuk meningkatkan kemampuannya. (D,W)
Bukti pelaksanaan tentang pendidikan dan pelatihan
profesional berkelanjutan
Contoh:

4 Rumah sakit menyediakan waktu, anggaran dan fasilitas


untuk semua staf dalam berpartisipasi mengikuti pendidikan
dan pelatihan yang diperlukan. (D,W)
Bukti tentang jadwal, anggaran, materi dan fasilitas untuk
diklat RS
Contoh:
b) Rumah sakit mengadakan pelatihan teknik resusitasi tingkat dasar
untuk seiuruh staf dan tingkat lanjut untuk staf yang telah ditentukan
seperti staf kamar operasi, pelayanan intensif, dan gawat darurat.
Pelatihan tersebut dilakukan ulang setiap dua tahun bila program
pelatihan yang diakui tidak digunakan. Diharapkan agar staf yang
mengikuti pelatihan dapat mencapai tingkat kompetensi yang
ditentukan (lihat juga PAP 3.2)

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Ada regulasi yang menetapkan tentang pelatihan teknik
resusitasi jantung paru tingkat dasar pada seluruh staf dan
tingkat lanjut bagi staf yang ditentukan oleh rumah sakit. (R)
Regulasi tentang:
1) pelatihan bantuan hidup dasar
2) pelatihan bantuan hidup lanjut
Contoh:
2 Staf yang menjadi tim kode biru diberi latihan bantuan hidup
lanjut (lihat juga PAP 3.2; MKE 4 EP 2). (D,W)
Bukti pelaksanaan pelatihan tentang bantuan hidup lanjut
Contoh:

3 Ada bukti staf telah lulus dari pelatihan dan dapat


memperagakan. (D,W,S)
Bukti sertifikasi pelatihan bantuan hidup dasar dan bantuan
hidup lanjut
Peragaan resusitasi jantung paru
Contoh:

4 Pelatihan untuk setiap staf diulang sesuai program atau


minimal dua tahun sekali. (D,W)
Bukti pelaksanaan refreshing bantuan hidup dasar setiap dua
tahun
Contoh:

Pelayanan kesehatan dan keselamatan staf


Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan keselamatan
staf.

Staf rumah sakit mempunyai risiko terpapar infeksi karena pekerjaannya


yang langsung dan tidak langsung kepada pasien. Pelayanan kesehatan
dan keselamatan staf merupakan hal penting bagi rumah sakit untuk
menjaga kesehatan fisik, kesehatan mental, kepuasan, produktivitas, dan
keselamatan staf dalam bekerja. Karena hubungan staf dengan pasien
dan kontak dengan bahan infeksius maka banyak petugas kesehatan
berisiko terpapar penularan Infeksi. Identifikasi sumber infeksi berdasar
atas epidemilogi sangat penting untuk menemukan staf yang berisiko
terpapar infeksi. Pelaksanaan program pencegahan serta skrining seperti
imunisasi, vaksinasi, dan profilaksis dapat menurunkan secara signifikan
insiden infeksi penyakit menular. (lihat juga PPI.5)

Staf rumah sakit juga dapat mengalami kekerasan di tempat kerja.


Anggapan bahwa kekerasan tidak terjadi di rumah sakit tidak sepenuhnya
benar mengingat jumlah tindak kekerasan di rumah sakit semakin
meningkat. Untuk itu rumah sakit diminta menyusun program pencegahan
kekerasan (lihat juga TKRS 13).

Kesehatan dan keselamatan staf harus menjadi bagian dari program mutu
dan keselamatan pasien rumah sakit. Cara rumah sakit melakukan
orientasi dan pelatihan staf, penyediaan lingkungan kerja yang aman,
pemeliharaan peralatan dan teknologi medis, pencegahan atau
pengendalian Infeksi terkait perawatan kesehatan (health care-associated
infections), serta beberapa faktor Iainnya menentukan kesehatan dan
kesejahteraan staf. (lihat juga PPI 5 EP 2).

Program kesehatan dan keselamatan staf dapat berada di dalam rumah


sakit atau diintegrasikan ke dalam program eksternal. Dalam pelaksanaan
program kesehatan dan keselamatan maka staf harus memahami:
a) Cara pelaporan dan mendapatkan pengobatan, menerlma konseling,
dan menangani cedera yang mungkin terjadi akibat tertusuk jarum
suntik, terpapar penyakit menular, atau mendapat kekerasan di tempat
kerja;
b) Identifikasi risiko dan kondisi berbahaya di rumah sakit;
c) Masalah kesehatan dan keselamatan Iainnya.

Program tersebut dapat juga mencakup skrining kesehatan awal saat


penerimaan pegawai, imunisasi pencegahan, dan pemeriksaan kesehatan
berkala serta tata laksana kondisi terkait pekerjaan yang umum dijumpai
seperti cedera punggung atau cedera lain yang lebih darurat.

Penyusunan program mempertimbangkan masukan dari staf serta


penggunaan sumber daya klinis yang ada di rumah sakit dan di komunitas.

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Ada regulasi tentang kesehatan dan keselamatan staf dan
penanganan kekerasan di tempat kerja. (R)
Regulasi tentang:
1) kesehatan dan keselamatan staf
2) penanganan kekerasan di tempat kerja
Contoh:

2 Berdasarkan epidemologi penyakit-penyakit infeksi, rumah sakit


mengidentifikasi risiko staf yang terpapar atau tertular dan
melaksanakan pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi (lihat juga
PPI 5). (D,W)
Bukti tentang pemeriksaan kesehatan staf dan bukti vaksinasi.
Contoh:
3 Rumah sakit melaksanakan evaluasi, memberikan konselingdan
tindak lanjut kepada staf yang terpapar penyakit infeksi serta
dikoordinasikan dengan program pencegahan dan
pengendalian infeksi (lihat juga PPI 5). (D,W)
Bukti pelaksanaan tentang tindak lanjut terhadap staf yang
terpapar penyakit infeksi.
Contoh:
4 Rumah sakit mengidentifikasi area yang berpotensi terjadinya
kekerasan di tempat kerja dan melaksanakan upaya-upaya
terukur untuk mengurangi risiko tersebut. (D,O,W)
1) Bukti tentang daftar area yang berpotensi terjadinya
kekerasan di tempat kerja
2) Bukti tentang upaya untuk mengurangi risiko tersebut
Lihat pelaksanaan area berisiko terjadi kekerasan diatas
Contoh:
5 Rumah sakit melaksanakan evaluasi, memberikan konseling
dan melaksanakan tindak lanjut terhadap staf yang cedera
akibat kekerasan di tempat kerja. (D,W)
Bukti tindak lanjut staf yang cedera akibat kekerasan ditempat
kerja
Contoh:

6 Kejadian staf terpapar infeksi dan mengalami kekerasan dicatat


dan didokumentasikan. (D,W)
Bukti tentang catatan staf yang terpapar infeksi atau mengalami
kekerasan
Contoh:
Penentuan Penugasan PPA
Rumah sakit menyelenggarakan pengumpulan dokumen kredensial dari
anggota staf medis yang diberi izin memberikan asuhan kepada pasien
secara mandiri.
a) Rumah sakit melaksanakan verifikasi terkini terhadap pendidikan,
registrasi, izin, pengaia-man dan Iainnya dalam kredensialing staf
medis.
b) Rumah sakit melaksanakan proses seragam dan transparan untuk
menentukan penerl-maaan staf medis

Istilah yang digunakan di standar dijelaskan sebagai berikut: Kredensial


adalah proses evaluasi oleh suatu rumah sakit terhadap seorang staf
medis untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberi
penugasan klinis dan kewenangan klinis untuk menjalankan
asuhan/tindakan medis tertentu dalam lingkungan rumah sakit tersebut
untuk periode tertentu.
Dokumen kredensial adalah dokumen yang dikeluarkan oleh badan resmi
untuk menunjukkan bukti telah dipenuhinya persyaratan seperti ijazah dari
fakultas kedokteran, surat tanda reglstrasi, izin praktik, fellowship, atau
bukti pendidikan dan pelatihan yang telah mendapat pengakuan dari
organisasi profesi kedokteran. Dokumen dokumen ini harus diverifikasi
dari sumber primer yang mengeluarkan dokumen. Dokumen kredensial
dapat juga diperoleh dari rumah sakit, perorangan, badan hukum yang
terkait dengan riwayat profesional, atau riwayat kompetensi dari pelamar
seperti surat rekomendasi, semua riwayat pekerjaan sebagai staf medis di
tempat kerja yang lalu, catatan asuhan klinis yang lalu, riwayat kesehatan,
dan foto. Dokumen Ini akan diminta rumah sakit sebagai bagian dari
proses kredensial dan ijazah serta STR harus diverifikasi ke sumber
primernya. Syarat untuk verlfikasi kredensial disesuaikan dengan posisi
pelamar. Sebagai contoh, pelamar untuk kedudukan kepala
departemen/unit layanan di rumah sakit dapat diminta verifikasi terkait
jabatan dan pengaiaman administrasi di masa lalu. Juga untuk posisi staf
medis di rumah sakit dapat diminta verifikasi riwayat pengaiaman kerja
beberapa tahun yang lalu.

Staf medis adalah semua dokter dan dokter gigi yang memberikan layanan
promotif, preventif, kuratif, rehabllltatif, bedah, atau layanan medis/gigi lain
kepada pasien, atau yang memberikan layanan interpretatif terkait pasien
seperti patologi, radiologi, laboratorium, serta memiliki surat tanda
registrasi dan surat izin praktik.

Verifikasi adalah sebuah proses untuk memeriksa validitas dan


kelengkapan kredensial dari sumber yang mengeluarkan kredensial.
Proses dapat dilakukan ke- fakultas/rumah sakit/ perhimpunan di dalam
maupun di luar negeri melalui email/surat konvensional/pertanyaan on
//ne/atau melalui telepon. Verifikasi dengan email maka alamat email
harus sesuai dengan alamat email yang ada pada website resmi
universitas/rumahsakit/perhimpunan profesi tersebut dan bila melalui surat
konvensional harus dengan pos tercatat.

Kredensial adalah sebuah proses memeriksa dokumendari pelamar,


wawancara, dan ketentuan lain sesuai dengan kebutuhan rumah sakit
untuk memutuskan apakah seorang memenuhi syarat diberi rekomendasi
kewenangan klinis untuk memberikan asuhan pasien yang dibutuhkan
pasien. Untuk pelamar baru, informasi yang diperiksa terutama berasal
dari sumber luar.
Rekredensial merupakan sebuah proses kredensial ulang setiap 3 tahun.
Dokumen kredensial dan rekredensial meliputi:
a) STR, izin praktik yang masih berlaku;
b) file pelanggaran etik atau disiplin termasuk infomasi dari sumber luar
seperti dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis
Kehormatan DIsplin Kedokteran Indonesia (MKDKI);
c) rekomendasi mampu secara fisik maupun mental memberikan asuhan
kepada pasien tanpa supervisi dari profesi dokter yang ditentukan;
d) bila staf medis mengalami gangguan kesehatan, kecacatan tertentu,
atau proses penuaan yang menghambat pelaksanaan kerja maka
kepada yang bersangkutan dilakukan penugasan klinis ulang;
e) jika seorang anggota staf medis mengajukan kewenangan baru terkait
pelatihan spesialisasi canggih atau subspesialisasi maka dokumen
kredensial harus segera diverifikasi dari sumber yang mengeluarkan
sertifikat tersebut. Keanggotaan staf medis mungkin tidak dapat
diberikan jika rumah sakit tidak mempunyai teknologi medis khusus
untuk mendukung kewenangan klinis tertentu. Sebagai contoh.
seorang nefrolog melamar untuk memberikan layanan dialisis di rumah
sakit bila rumah sakit tidak memiliki pelayanan ini maka kewenangan
klinis untuk melakukan haemodialisis tidak dapat diberikan.

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit antara lain:


1 Proses penerimaan, kredensial, penilaian kinerja dan
rekredensial staf medis diatur dalam peraturan internal staf
medis (medical staf bylaws). (R)
Regulasi tentang proses penerimaan, kredensial, penilaian
kinerja dan rekredensial staf medis dalam medical staf bylaws
Contoh:
2 Setiap dokter yang memberikan pelayanan di rumah sakit, wajib
menandatangani perjanjian sesuai regulasi rumah sakit (lihat
juga TKRS 6 EP 4). (D,W)
Bukti tentang kontrak klinik dokter dengan RS
Contoh:
Materi pokok 3. Pengelolaan Dokumen RS

Pengelolaan dokumen tertulis secara konsisten dan seragam merupakan hal


pokok dalam akreditasi rumah sakit, karena merupakan acuan dalam
pelaksanaan pelayanan RS. Dalam pelaksanaan akreditasi rumah sakit
sangatlah diperlukan berbagai dokumen rumah sakit. Dokumen tersebut dapat
dalam bentuk regulasi maupun sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.

3.1. Definisi Dan Ruang Lingkup (Jenis Dan Format) Dokumen Rumah
Sakit
Definisi
Yang dimaksud dokumen akreditasi adalah semua dokumen yang harus
disiapkan RS dalam pelaksanaan akreditasi RS. Dalam hal ini dokumen
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu dokumen yang merupakan regulasi dan
dokumen sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Untuk dokumen yang
merupakan regulasi, sangat dianjurkan untuk dibuat dalam bentuk Panduan
Tata Naskah Rumah Sakit.
Jenis Dokumen Rumah Sakit
Dokumen regulasi di RS, berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi:
1. Regulasi
A. Regulasi pelayanan RS, yang terdiri dari:
• Kebijakan Pelayanan RS
• Pedoman/Panduan Pelayanan RS
• Standar Prosedur Operasional (SPO)
• Rencana jangka panjang (Renstra, Rencana Strategi Bisnis, dll)
• Rencana kerja tahunan (RKA, RBA atau lainnya)

B. Regulasi di unit kerja RS yang terdiri dari:


• Kebijakan Pelayanan RS
• Pedoman/Panduan Pelayanan RS
• Standar Prosedur Operasional (SPO)
• Program (Rencana kerja tahunan unit kerja)
Kebijakan dan pedoman dapat ditetapkan berdasarkan keputusan atau
peraturan Direktur sesuai dengan panduan tata naskah di masing –
masing RS.

Kebijakan, pedoman/panduan, dan prosedur merupakan kelompok dokumen


regulasi sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan, dimana kebijakan
merupakan regulasi yang tertinggi di RS, kemudian diikuti dengan
pedoman/panduan dan kemudian prosedur (SPO). Karena itu untuk menyusun
pedoman/panduan harus mengacu pada kebijakan-kebijakan yang sudah
dikeluarkan oleh RS, sedangkan untuk menyusun SPO harus berdasarkan
kebijakan dan pedoman/panduan.
Program kerja RS dimulai dengan rencana stratrejik (renstra) untuk selama 5
tahun, yang dijabarkan dalam rencana kerja tahunan (misalnya RKA, RBA
atau lainnya). Program kerja termasuk dalam regulasi karena memiliki sifat
pengaturan dalam rencana kegiatan beserta anggarannya. Oleh karena itu
program kerja selalu dijadikan acuan pada saat dilakukan evaluasi kinerja.

2. Bukti pelaksanaan
Dokumen sebagai bukti pelaksanaan, terdiri dari:
1. Bukti tertulis kegiatan/rekam kegiatan
2. Dokumen pendukung lainnya : misalnya Ijazah, sertifikat pelatihan,
serifikat perijinan, kaliberasi, dll.

FORMAT DOKUMEN RUMAH SAKIT :

1. KEBIJAKAN
Kebijakan RS adalah penetapan Direktur/Pimpinan RS pada tataran strategis
atau bersifat garis besar yang mengikat. Karena kebijakan bersifat garis besar
maka untuk penerapan kebijakan tersebut perlu disusun pedoman/panduan
dan prosedur sehingga ada kejelasan langkah – langkah untuk melaksanakan
kebijakan tersebut. Kebijakan ditetapkan dengan peraturan atau keputusan
Direktur/Pimpinan RS. Kebijakan dapat dituangkan dalam pasal-pasal di
dalam peraturan/keputusan tersebut, atau merupakan lampiran dari
peraturan/keputusan.

Contoh format dokumen untuk Kebijakan adalah format peraturan/keputusan


Direktur RS/Pimpinan RS sebagai berikut :
a. Pembukaan
Judul : Peraturan/Keputusan Direktur RS tentang Kebijakan
pelayanan .........
Nomor : sesuai dengan nomor surat peraturan/keputusan di RS.
Jabatan pembuat peraturan/keputusan ditulis simetris, diletakkan di
tengah margin serta ditulis dengan huruf kapital.
Konsiderans.
1. Konsiderans Menimbang, memuat uraian singkat tentang
pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan
pembuatan peraturan/keputusan. Huruf awal kata menimbang
ditulis dengan huruf kapital diakhiri dengan tanda baca titik
dua (: dan diletakkan di bagian kiri
2. Konsiderans Mengingat, yang memuat dasar kewenangan
dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan
pembuatan peraturan/keputusan tersebut. Peraturan
perundang – undangan yang menjadi dasar hukum adalah
peraturan yang tingkatannya sederajat atau lebih tinggi.
Konsiderans Mengingat diletakkan di bagian kiri tegak lurus
dengan kata menimbang.

b. Diktum
1. Diktum Memutuskan ditulis simetris di tengah, seluruhnya
dengan huruf kapital, serta diletakkan di tengah margin;
2. Diktum Menetapkan dicantumkan setelah kata memutuskan
disejajarkan ke bawah dengan kata menimbang dan
mengingat, huruf awal kata menetapkan ditulis dengan huruf
kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua
3. Nama peraturan/keputusan sesuai dengan judul (kepala),
seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
tanda baca titik.
c. Batang Tubuh
1. Batang tubuh memuat semua substansi peraturan/keputusan yang
dirumuskan dalam 10 diktum-diktum, misalnya :
KESATU :
KEDUA :
dst
2. Dicantumkan saat berlakunya peraturan/keputusan, perubahan,
pembatalan, pencabutan ketentuan, dan peraturan lainnya, dan
3. Materi kebijakan dapat dibuat sebagai lampiran
peraturan/keputusan, dan pada halaman terakhir ditandatangani
oleh pejabat yang menetapkan peraturan/keputusan.

d. Kaki
Kaki peraturan/keputusan merupakan bagian akhir substansi
peraturan/keputusan yang memuat penanda tangan penetapan
peraturan/keputusan, pengundangan peraturan/keputusan yang terdiri
atas tempat dan tanggal penetapan, nama jabatan, tanda tangan pejabat,
dan nama lengkap pejabat yang menandatangani.

e. Penandatanganan
Peraturan/Keputusan Direktur/Pimpinan RS ditandatangani oleh
Direktur/Pimpinan RS.

f. Lampiran peraturan/keputusan :
Halaman pertama harus dicantumkan judul dan nomer
peraturan/keputusan.
Halaman terakhir harus ditandatangani oleh Direktur/Pimpinan RS
.

2. PEDOMAN/PANDUAN
Pedoman adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana
sesuatu harus dilakukan, dengan demikian merupakan hal pokok yang
menjadi dasar untuk menentukan atau melaksanakan kegiatan. Sedangkan
panduan adalah merupakan petunjuk dalam melakukan kegiatan. Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan
panduan hanya meliputi 1 (satu) kegiatan. Agar pedoman/panduan dapat
dimplementasikan dengan baik dan benar, diperlukan pengaturan melalui
SPO. Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi pedoman/panduan maka
sulit untuk dibuat standar sistematikanya atau formatbakunya. Oleh karena itu
RS
dapat menyusun/membuat sistematika buku pedoman/panduan sesuai
kebutuhan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen
pedoman/panduan ini yaitu :
o Setiap pedoman/panduan harus dilengkapi dengan peraturan/keputusan
Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakukan pedoman/panduan tersebut.
Bila Direktur/Pimpinan RS diganti, peraturan/keputusan
Direktur/Pimpinan RS untuk pemberlakuan pedoman/panduan tidak
perlu diganti. Peraturan/Keputusan Direktur/pimpinan RS diganti bila
memang ada perubahan dalam pedoman/panduan tersebut.
o Setiap pedoman/panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap
2-3 tahun sekali.
o Bila Kementerian Kesehatan sudah menerbitkan pedoman/panduan
untuk suatu kegiatan/pelayanan tertentu maka RS dalam membuat
pedoman/panduan wajib mengacu pada pedoman/panduan yang
diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan tersebut.
o Walaupun format baku sistematika pedoman/panduan tidak ditetapkan,
namun ada sistematika yang lazim digunakan sebagai berikut :
a. Format Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja :
BAB I Pendahuluan
BAB II Gambaran Umum RS
BAB III Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan RS
BAB IV Struktur Organisasi RS
BAB V Struktur Organisasi Unit Kerja
BAB VI Uraian Jabatan
BAB VII Tata Hubungan Kerja
BAB VIII Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil
BAB IX Kegiatan Orientasi
BAB X Pertemuan/rapat
BAB XI Pelaporan
1. Laporan Harian
2. Laporan Bulanan
3. Laporan Tahunan
b. Format Pedoman Pelayanan Unit Kerja
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
C. Ruang Lingkup Pelayananvg
D. Batasan Operasional
E. Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
B. Distribusi Ketenagaan
C. Pengaturan Jaga
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP
c. Format Panduan Pelayanan RS
BAB I DEFINISI
BAB II RUANG LINGKUP
BAB III TATA LAKSANA
BAB IV DOKUMENTASI

Sistematika panduan pelayanan RS tersebut diatas bukanlah baku tergantung


dari materi/isi panduan. Pedoman/panduan yang harus dibuat adalah
pedoman/panduan minimal yang harus ada di RS yang di persyaratkan
sebagai regulasi yang diminta dalam elemen penilaian. Bagi rumah sakit yang
telah menggunakan e-file tetap harus mempunyai hard copy
pedoman/panduan yang dikelola oleh Tim Akreditasi Rumah Sakit atau Bagian
Sekretariat RS, sedangkan di unit kerja bisa dengan melihat di intranetrumah
sakit.

3. PROSEDUR ATAU SPO


a. BEBERAPA ISTILAH PROSEDUR YANG SERING DIGUNAKAN YAITU
:
Standard Operating Procedure (SOP), istilah ini lazim
digunakannamun bukan merupakan istilah baku di Indonesia.
Standar Prosedur Operasional (SPO), istilah ini digunakan di
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran dan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit.

Prosedur tindakan
Prosedur penatalaksanaan
Petunjuk teknis.
Walaupun banyak istilah, namun istilah digunakan adalah SPO
karena sesuai dengan yang tercantum di dalam undang-undang.
Oleh karena itu untuk selanjutnya istilah yang digunakan di buku
panduan ini adalah SPO.

b. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan SPO adalah : Suatu perangkat instruksi/
langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin
tertentu.

c. TUJUAN PENYUSUNAN SPO


Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif,
konsisten/ seragam dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.

d. MANFAAT SPO
Memenuhi persyaratan standar pelayanan RS/Akreditasi RS.
Mendokumentasi langkah-langkah kegiatan.
Memastikan staf RS memahami bagaimana melaksanakan
pekerjaannnya.

Contoh:
SPO Pemberian informasi, SPO Pemasangan infus, SPO Pemindahan
pasien dari tempat tidur ke brandkar.

e. FORMAT SPO

Penjelasan :
Penulisan SPO yang harus tetap di dalam tabel/ kotak adalah : nama RS
dan logo, judul SPO, SPO, no dokumen, no revisi, tanggal terbit dan tanda
tangan Direktur RS, sedangkan untuk pengertian, tujuan, kebijakan,
prosedur dan unit terkait boleh tidak diberi kotak/tabel.
3. PROGRAM
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa ROGRAM berisi rencana kegiatan yang akan dilaksanakan yang
disusun secara rinci yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga/unit
kerja

KETENTUAN PROGRAM DI DALAM STANDAR AKREDITASI RS


A. Tujuan program
Umum :
Sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan unit kerja sehingga tujuan
program dapat tercapai.
Khusus :
a. Adanya kejelasan langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan.
b. Adanya kejelasan siapa yang melaksanakan kegiatan dan bagaimana
melaksanakan kegiatan tersebut sehingga tujuan dapat tercapai.
c. Adanya kejelasan sasaran, tujuan dan waktu pelaksanaan kegiatan.

B. SISTEMATIKA/FORMAT PROGRAM
Sistematika atau format program sebagai berikut :
1. Pendahuluan
2. Latar belakang
3. Tujuan umum dan tujuan khusus
4. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
5. Cara melaksanakan legiatan
6. Sasaran
7. Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan
8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
9.Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan Sistematika/format
tersebut diatas adalah minimal, RS dapat menambah sesuai
kebutuhan, tetapi tidak diperbolehkan mengurangi. Contoh
penambahan : ditambah point untuk pembiayaan/anggaran.
3.2. Pengendalian dokumen rumah sakit
Regulasi bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang seragam mengenai
fungsi klinis dan non-klinis organisasi. Sebuah dokumen tertulis memandu
bagaimana cara menyusun dan mengendalikan regulasi di rumah sakit.
Regulasi ini sebaiknya diatur dalam bentuk Panduan Tata Naskah Rumah Sakit.
Beberapa komponen yang harus ada antara lain sebagai berikut:
a) Peninjauan dan persetujuan semua dokumen oleh pihak yang
berwenang sebelum diterbitkan
b) Proses dan frekuensi peninjauan dokumen serta persetujuan
berkelanjutan
c) Pengendalian untuk memastikan bahwa hanya dokumen versi
terbaru/terkini dan relevan yang tersedia
d) Bagaimana mengidentifikasi adanya perubahan dalam dokumen
e) Pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f) Proses pengelolaan dokumen yang berasal dari luar rumah sakit
g) Penyimpanan dokumen lama yang sudah tidak terpakai (obsolete)
setidaknya selama waktu yang ditentukan oleh peraturan dan
undang-undang, sekaligus memastikan bahwa dokumen tersebut
tidak akan salah digunakan.
Suatu sistem penelusuran memungkinkan diidentifikasinya tiap dokumen
berdasarkan judul, tanggal terbit, edisi dan/atau tanggal revisi terbaru, jumlah
halaman, siapa yang mengesahkan dan/atau melakukan peninjauan
dokumen, serta identifikasi basis data (bila memungkinkan). Sistem
penelusuran ini membantu staf mencari kebijakan yang relevan dengan
tugasnya atau situasi tertentu secara cepat. Sebagai contoh, staf
di unit gawat darurat dapat mencari kebijakan mengenai surat persetujuan
tindakan pada seorang anak yang tidak didampingi wali saat akan menjalani
prosedur bedah.
Proses-proses tersebut diterapkan dalam menyusun serta memelihara
kebijakan, prosedur, dan program.

3.3.. Monitoring Dan Evaluasi Dokumen Rumah Sakit


Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM-RS) merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang mencakup semua pelayanan kesehatan (rumah
sakit) disemua tingkatan administrasi yang dapat memberikan informasi
kepada pengelola untuk proses manajemen pelayanan kesehatan di
rumah sakit
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya
sekedar kegiatan pencatatan akan tetapi mempunyai pengertian sebagai
satu sistem penyelenggaraan suatu instalasi/unit kerja. Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 dijelaskan bahwa
rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen mengenai
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesehatan, baik
rawat jalan maupun rawat inap.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan salah satu sumber daya
organisasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan pada
berbagai tingkat manajemen. Agar informasi sesuai dengan keperluan
manajemen dan manajer, maka haruslah dirancang suatu SIM-RS yang
baik, sehingga dapat menyajikan informasi yang akurat, tepat waktu dan
sesuai kebutuhan guna menunjang proses fungsi-fungsi manajemen dan
pengambilan keputusan dalam memberikan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit. (Rustiyanto, 2010)
Pada keputusan MenKes RI No.134/Menkes/SK/IV/78 tentang susunan
organisasi dan tata kerja rumah sakit menyebutkan sub bagian
pencatatan medik mempunyai tugas mengatur pelaksanaan kegiatan
pencatatan medik. Dengan adanya keputusan yang telah disebutkan
sebelumnya, terlihat adanya usaha untuk memperbaiki masalah-
masalah terkait rekam medis di rumah sakit dalam memperbaiki
recording, reporting, hospital statistics dan lain-lain, yang dikenal sebagai
informasi kesehatan (Hanafiah, & Amir, 1999).
Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata
laksana.
A. Rekam Medis
Menurut Permenkes No: 269/Menkes/PER/III/2008 yang dimaksud
rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan,
serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Adapun tujuan dari rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya
tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Dalam mencapai tujuan rekam medis maka
diperlukan dukungan dari sitem pengelolaan rekam medis yang baik dan
benar.

B. Prinsip Monitoring dan Evaluasi Rekam Medis


Monitoring dan Evaluasi Rekam Medis merupakan kegiatan pemantauan
dan penilaian efektifitas dan efisiensi kinerja rekam medis secara
kontinyu. Kegiatan ini berkaitan dengan audit rekam medis. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit,
menjelaskan bahwa tujuan dari audit medis sangat terkait dengan upaya
peningkatan mutu dan standarisasi. Tujuan umum audit medis adalah
untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit. Sedangkan
tujuan khusus adalah untuk melakukan evaluasi mutu pelayanan medis,
untuk mengetahui standar pelayanan medis, dan untuk melakukan
perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan pasien
dan standar pelayanan medis.
Sebelum melakukan audit medis, rumah sakit perlu melakukan Iangkah-
Iangkah persiapan audit medis sebagai berikut :
a. Rumah sakit menetapkan pelaksana audit medis. Karena itu
rumah sakit wajib mempunyai Komite Medis dan sub-sub komite,
dimana komite dan sub komite tersebut telah menjalankan
kegiatan atau berfungsi. Penetapan organisasi pelaksana audit
medis harus dilengkapi dengan Surat Keputusan Direktur Rumah
Sakit dan uraian tugas anggota. Rumah sakit menyusun
pedoman audit medis rumah sakit, standar prosedur operasional
audit medis serta standar dan kriteria jenis kasus atau jenis
penyakit yang akan dilakukan audit.
b. Rumah sakit membudayakan upaya self assessment atau
evaluasi pelayanan termasuk evaluasi pelayanan medis,
sehingga setiap orang/unit kerja di rumah sakit sudah terbiasa
dengan silklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Rumah sakit
yang sudah terbiasa dengan siklus PDCA pada umumnya adalah
rumah sakit yang sudah terakreditasi atau rumah sakit yang
sedang mempersiapkan proses akreditasi, dimana kegiatan
melakukan evaluasi atau self assessment telah menjadi budaya.
c. Rumah sakit agar membuat ketentuan behwa setiap
dokter/dokter gigi yang memberikan pelayanan medis wajib
membuat rekam medis dan harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai menerima pelayanan medis.
d. Rumah sakit melalui komite medis agar melakukan sosialisasi
dan atau training hal-hal yang terkait dengan persiapan
pelaksanaan audit medis kepada seluruh tenaga dokter/dokter
gigi yang memberikan pelayanan medis di rumah sakit.
(KEMENKES, 2005)
Audit isi rekam medis termasuk dalam bentuk pelaksanaan auditmedis
rumah sakit. Audit isi rekam medis dilaksanakan dengan
menggunakan analisis kuantitatif, kualitatif, dan statistik.

C. Analisis Mutu Kuantitatif


Analisis kuantitatif adalah review yang memuat komponen pada
bagian tertentu dari isi rekam medis. Penilaian kelengkapan dari
rekam medis dalam pencatatan perlu dilakukan dalam pengisian
dari pasien pertama datang sampai dengan pasien tersebut
nyatakan pulang. Analisis kuantitatif terdiri dari 4 komponen yaitu
review identifikasi, review pelaporan penting, review autentifikasi
dan review pendokumentasian. Analisis kuantitatif pada rekam
medis menelaah kelengkapan dan ketepatan lembaran
(laporan/dokumentasi) yang terkumpul sesuai dengan jenis
pelayanan pasien. Dalam melakukannya diperlukan standar waktu
analisis, misalnya yang ditetapkan oleh organisasi profesi atau
rumah sakit. Analisis kuantitatif adalah analisa yang ditujukan
kepada mutu dan setiap rekam medis. Petugas akan
mengadil dan menganalisa kualitas rekam medis pasien sesuai
dengan standar mutu yang ditetapkan (Depkes RI, 1997).

D. Indikator Analisis Dokumen Rekam Medis


Menurut Depkes (2006) penanggung jawab pengisian berkas
rekam medis
yaitu:
1. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
spesialis yang melayani pasien di rumah sakit.
2. Dokter tamu yang merawat pasien di rumah sakit.
3. Residen yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik.
4. Tenaga para medis perawatan dan tenaga para medis non
perawatan yang langsung di dalam antara lain: perawat,
perawat gigi, bidan, tenaga laboratorium klinik, gizi,
anestesi, piñata rongten, rehabilitasi medik dan
sebagainya.
5. Untuk dokter luar negeri yang melakukan alih teknologi
kedokteran yang berupa tindakan atau konsultasi kepada
pasien, maka yang membuat rekam medis pasien adalah
dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit.

Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya


setelah pasien menerima pelayanan dengan ketentuan sebagai
berikut:

1. Setiap tindakan konsultasi yang dilakukan terhadap


pasien, selambat-lambatnya dalam kurum waktu 1 x 24
jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis.
2. Semua pencatatan harus ditanda tangani oleh dokter atau
tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya
dan ditulis nama terang serta diberi tanggal.
3. Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan
mahasiswa lainnya ditanda tangani dan menjadi tanggung
jawab dokter yang merawat atau dokter pembimbingnya.
4. Catatan yang dibuat oleh residen harus oleh dokter
pembimbingnya.
5. Dokter yang merawat dapat meperbaiki kesalahan
penulisan dan melakukannya pada saat itu juga serta
dibubuhi paraf.
6. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak
diperbolehkan.

E. Pendekatan Sistem

107
Pendekatan Sistem adalah upaya untuk melakukan pemecahan masalah
yang dilakukan dengan melihat masalah yang ada secara menyeluruh
dan melakukan analisis secara sistem

Materi pokok 4. Standar Pelayanan Admisi RS

Tata cara dan pengaturan pasien rawat inap (admissions) dan prosedur pasien
pulang (discharge sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan pasien pada semua sektor pelayanan di rumah sakit. Kerjasama
sangat dibutuhkan untuk memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan itu
telah direncanakan, diatur dan diberikan sesuai dengan pendekatan berbasis
pasien (patient centered) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan
memberikan rasa berkeadilan.
4.1. Kebijakan Pelayanan Admisi RS
Proses admisi di rumah sakit itu bisa bersifat elektif dan gawat darurat
tergantung dari kasus yang ditemukan oleh dokter. Admisi yang bersifat elektif
biasanya pada pasien yang tidak mengalami sakit yang mendadak dan tidak
mengancam nyawa, sedangkan admisi yang bersifat gawat darurat itu bersifat
mendadak, mengalami trauma berat, penyakit dalam grade lanjutan dan
penyakit yang mengancam nyawa pasien.
4.2. Standard SDM Pelayanan Admisi RS
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
a. WISN (Workload Indicators of Staffing Needs) adalah indikator yang
menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga di unit kerja berdasarkan
beban kerja, sehingga alokasi/relokasi akan lebih mudah dan
rasional
b. Kegiatan Standar adalah satu satuan waktu (atau angka) yang
diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan sesuai dengan standar
profesinya.
c. Standar Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat
dilaksanakan oleh seseorang tenaga yang profesional dalam satu
tahun kerja sesuai dengan standar profesional dan telah
memperhitungkan waktu libur, sakit, dll.
d. Data Susunan Pegawai adalah daftar jumlah pegawai yang
tersusun dalam jabatan dan pangkat atau kelas jabatan dalam
kurun waktu tertentu yang diperlukan oleh organisasi untuk
melaksanakan fungsinya.
e. Analisa Beban Kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada
satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan
selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan
persatuan waktu.

108
f. Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh tenaga dalam satu tahun dalam satu sarana
pelayanan kesehatan.
g. Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.

Metode Perhitungan Kebutuhan Tenaga


Perencanaan kebutuhan tenaga dilakukan dengan menggunakan metode
WISN (Workload Indicators of Staffing Needs)
Kriteria Kebutuhan Tenaga
a. Perencanaan kebutuhan tenaga berdasarkan kriteria tenaga yang
dibutuhkan pada pelayanan di setiap unit baik profesional maupun
non profesional.
b. Kriteria staf non medis berdasarkan pendidikan dan kompetensi
yang dimiliki sesuai dengan bidang tugas fungsinya.
c. Perencanaan kebutuhan tenaga sebagaimana butir 1 (satu) dan
butir 2 (dua) mengacu kepada struktur organisasi dan tata kerja
rumah sakit, di masing-masing unit kerja.
Perencanaan Kebutuhan Tenaga
a. Perencanaan kebutuhan dibuat mengacu kepada Rencana
Strategis rumah sakit yang dijabarkan pada Rencana Strategis di
setiap unit kerja untuk pengembangan pelayanan melalui rencana
kegiatan tahunan per unit kerja.
b. Perencanaan kebutuhan tenaga sebagai dasar penetapan formasi
Non PNS disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit.
c. Perencanaan kebutuhan tenaga dari unit kerja paling lambat
diusulkan pada bulan Desember setiap tahun kepada Direktur
Utama dengan tembusan Kepala Bagian SDM.
d. Perencanaan kebutuhan tenaga dari unit kerja selanjutnya direkap
dan dianalisis kemudian diusulkan kepada Kementerian Kesehatan
RI untuk formasi CPNS.

4.2. Standard Sarana Prasarana Pelayanan Admisi RS


a. Denah Ruang
Lokasi Ruang Pelayanan Unit Admisi disesuikan dengan rumah sakit
masing-masing. pelayanan
- Pelayanan Pasien Baru Rawat Jalan:
- Pelayanan Pasien Lama Rawat Jalan: Ruang Admisi Rawat Jalan
- Pelayanan pasien 24 Jam :
- Pelayanan Umum Dan Operasional
- Ruang Admisi Rawat Jalan.
b. Standar Fasilitas

109
Infrastruktur:
Unit Admisi menetapkan, menyediakan dan memelihara infrastruktur yang
diperlukan untuk mencapai kesesuaian produk, termasuk di dalamnya:
- Bangunan, ruang kerja dan sarana pendukungnya
- Peralatan, perangkat keras, dan perangkat lunak
- Sarana pendukung lainnya
Lobby Pendaftaran pasien & Ruang Kerja
- Fasilitas: AC, Penerangan yang cukup, Komputer, Printer, Internet,
Pesawat Telepon, Handphone, Kamar mandi di dalam, Wastafel setiap kamar
mandi, Musholla, Pantry dan Tempat sampah non Infeksius.
- Meja Kerja dan Kursi
- Kursi tunggu Pasien
- Penunjuk arah
- Televisi Edukasi

4.3. Standard Pelayanan Admisi RS


Berdasarkan buku tentang Admissions and Discharge Guidelines Health
Strategy Implementation Project tahun 2003. Pelayanan terhadap pasien
yang akan dirawat hingga pasien pulang, pelayanan yang diberikan itu harus
bersifat sebagai berikut:
a. Berbasis kepada pasien yang mengutamakan keselamatan pasien,
kualitas dan standar pelayanan klinik.
b. Pasien harus turut serta dalam pengambilan keputusan dalam
masa perawatan.
c. Pelayanan kedokteran dan perawatan harus berdasarkan evidence
base dan update ilmu terbaru.
d. Pelayanan harus berdasarkan sistem yang baik mulai dari direktur,
staf, tim audit dan tim medis.
e. Pelayanan rumah sakit dibagi menjadi tiga bagian yang
independen. Rawat
f. jalan, gawat darurat dan pemeriksaan medis rutin (medical check
up).

Alur Pelayanan Admisi

110
111
a. Rawat Jalan
1. Pengaturan Loket Pelayanan Pendaftaran Rawat Jalan
- Loket perjanjian online
- Loket pasien baru
- Loket pasien onsite
- Loket jamkesda
- Loket khusus disabilitas dan geriatri
- Loket jaminan perusahaan dan tunai
- Loket percepatan batuk
Dalam kondisi tertentu loket bisa berubah fungsi sesuai kebutuhan
2. Sistem Kode nomor antrian disesuaikan dengan kebijakan rumah sakit
masing-masing.
Contoh kode :
- Kode 1= Pasien baru rawat jalan
- Kode 2 = Pasien rawat Inap
- Kode 3 = Jamkesda
- Kode 4 = Tunai
- Kode 5 = Perusahaan
- Kode 6 = Lansia
- Kode 7 = Ibu hamil
- Kode 8 = Pasien anak

112
- Kode 9 = Disabilitas
- Kode 10 = JKN
- Kode 11= Perjanjian online
B. Rawat Inap
1, Manajemen Tempat Tidur (Bed Management)
Manajemen tempat tidur terpadu sebagai suatu rangkaian pengelolaan
keseluruhan proses pasien masuk rawat inap, mutasi, discharge maupun
pindahan dari rumah sakit yang dikelola dalam satu koordinasi yang
dilakukan setiap harinya 1 x 24 jam.
2. Sistem Bed Management :
a. Perlu koordinasi dari berbagai pihak
b. Kewaspadaan dari unit-unit terkait
c. Perlu ada yang mengatur
d. Dukungan dari Korporat
e. Kesesuaian informasi Kode Warna
3. Sistem Kode Warna disesuaikan sesuai kebijakan rumah sakit masing masing.
Contoh Kode warna di admisi rumah sakit :
a. Warna putih : Tempat tidur Kosong
b. Warna kuning : Reservasi
c. Warna Hijau : Pasien masuk ruang rawat inap
d. Warna biru : Rencana stepdown
e. Warna ungu : Rencana Pulang
f. Warna merah : Pasien selesai administrasi
Petugas admisi rawat inap dibuat jadwal lembur bergantian setiap hari untuk
memantau tempat tidur kosong langsung ke kamar - kamar ruang rawat, agar
proses reservasi kamar untuk pasien igd dan poli yang sudah terjadwal lebih
cepat. khusus pasien stepdown dari ruang rawat intensif, dokter penanggung
jawab atau PJ perawat sudah harus menginformasikan pada malam hari ke
unit admisi. Adapun kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan
mengoptimalkan proses pasien pulang di ruang rawat reguler.
4. Sistem Daftar Tunggu (Waiting list)
Daftar tunggu rawat inap di bagi berdasarkan kelas rawat (kelas 1, kelas 2,
kelas 3, VIP dan VVIP dan jenis kelamin (untuk kamar yang ditempati lebih
dari 1 orang)
Memonitoring ketersediaan kamar rawat,kemudian melakukan pemanggilan
pasien sesuai dengan kriteria kamar yang tersedia
5. Admisi Gawat Darurat (emergency admissions)
Admisi Gawat Darurat didefinisikan sebagai proses masuknya pasien yang
tidak direncanakan dikarenakan trauma (cedera) atau penyakit akut yang tidak
bisa ditangani sebagai pasien rawat jalan. Prinsip pelayanan melalui ke bagian
gawat darurat adalah hanyalah pasien yang mengalami kegawatdaruratan.

113
Faktor yang penting dalam memasukkan pasien melalui gawat darurat adalah
sebagai berikut: adanya proses triase, penilaian kondisi klinis pasien,
pemeriksaan radiologi dan patologi klinik yang cepat.dari hasil tersebut dapat
dilakukan pendiagnosisan penyakit yang cepat. adanya keputusan dari dokter
senior saat pengambilan keputusan perawatan.adanya kerjasama antar
multidisiplin ilmu.
6. Sistem Stepdown
a. Ruang khusus ICU, HCU, NICU, ICCU akan memberikan kode
warna sesuai yang di tetapkan oleh rumah sakit masing masing jika
pasien tersebut memerlukan stepdown. Selanjutnya melaporkan ke
unit admisi untuk dimasukkan ke formulir data pasien stepdown
b. Petugas admisi akan berkordinasi dengan ruang rawat untuk
menfasilitasi pasien stepdown.
c. Jika kamar tersedia, ruang khusus akan diberikan informasi,
selanjutnya ruang khusus yang mengatur proses perpindahan
pasien tersebut.

4.5. Pencatatan , Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi Pelayanan


Admisi RS
Dokumen Regulasi Admisi RS
Dasar hukum pelaksanaan kegiatan Unit Admisi yang merupakan aspek
legal dalam pelaksanaan tugas sehari hari adalah:
1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431)
2. Undang undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063)
3. Undang undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5072)
4. Peraturan Pemerintah Nomor: 74 Tahun 2012 tentang perubahan
atas peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2012 nomor 171, Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5340)

114
Proses pencatatan, pelaporan, monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan pelayanan admisi RS
Pemangku
Definisi Waktu Pengumpulan Yang
o Laporan Kepentingan Bentuk pelaporan
Operasional Pelaporan Laporan Melaporkan (Stakeholders)
1 Insiden Kegiatan Bulanan Paling lambat Unit kerja Direktur Utama Rekapitulasi laporan insiden (KPC, KNC, KTC,
Keselam melaporkan baik ada tanggal 5 KTD) dilaporkan setiap bulan lengkap dengan hasil
atan rekapitulasi maupun setiap risk grading dan tindak lanjut (investigasi
Pasien laporan insiden tidak ada bulannya sederhana/RCA)
keselamatan laporan Rekapitulasi laporan dan analisis secara lengkap
pasien, melakukan insiden akan dilaporkan kepada Direksi dan Dewan
risk grading, Pengawas setiap 3 bulan
membuat
investigasi sesuai
pita risiko.

Pemangku Metode Pelaporan


Definisi Waktu Pengumpulan Yang
No Laporan Kepentingan
Operasional Pelaporan Laporan Melaporkan (Stakeholders)
1 Self Pengumpulan Dua Maksimal Unit kerja dan Yanmde Dilaporkan paling lambat tanggal 5setiap
Assessm laporan Bulanan setiap tanggal Departemen bulannyakepada ketua dan wali pokja unit untuk
ent unit pencapaian dan 10 pada ditindak lanjuti di bulan berjalan.
kerja tindak lanjut dari bulan ketiga Rekapitulasi laporan pencapaian dan tindak lanjut
masing-masing di masing-masing unit kerja dikirimkan ke bagian
unit kerja terkait Mutu rumah sakit paling lambat setiap tanggal 5
hasil asesmen pada bulan ketiga
penerapan standar
mutu dan

115
keselamatan di unit
masing-masing

2 Telusur Asesmen Tiga Asesor telusur Direksi Rekapitulasi hasil laporan dilaporkan kepada
Internal penerapan standar Bulanan internal & Unit Kerja terkait Direksi dan disampaikan kepada semua unit kerja
Korporat mutu dan KMKK terkait maksimal 5 hari setelah selesai telusur.
keselamatan Laporan tindak lanjut dari masing-masing unit kerja
secara sistemik diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu 1
melibatkan semua minggu pasca rekapitulasi temuan diterima
unit kerja
3 Pelaksan Plan-Do-Study-Act Per Sub Komite Direksi PDSA disusun berdasarkan laporan temuan yang
aan adalah kegiatan kegiatan Sistem ditindaklanjuti di masing-masing unit kerja. Bulan ke
PDSA yang dilakukan Pengembanga empat, PDSA dapat dilaporkan.
oleh unit kerja n Mutu Setiap tiga bulan akan dilakukan rekapitulasi
sebagai upaya pelaksanaan PDSA oleh unit kerja dan dikirimkan
perbaikan melalui kepada Direksi.
design sistem baru
atau redesign
sistem yang sudah
ada.
5 Laporan Masing-masing Sesuai Sesuai jadwal Champion Unit Direktur Utama Masing-masing unit kerja melaporkan program
pelaksan unit kerja memiliki jadwal Kerja Yanmed peningkatan mutu yang dikembangkan di masing-
aan program presentasi masing unit kerja dan pencapaiannya.
program peningkatan mutu unit kerja Laporan kegiatan pertemuan Tim Champion Unit
mutu unit yang dilaksanakan Kerja dilaksanakan per tiga bulan
kerja dan diukur
pencapaiannya

116
PEGUKURAN, ANALISA DAN PENGEMBANGAN
Penanggung jawab mutu merencanakan dan menerapkan aktifitas
monitoring, pengukuran, analisa dan peningkatan proses yang
dibutuhkan untuk memastikan kesesuaian layanan. Hal ini meliputi
penetapan instruksi kerja yang diperlukan dan dipergunakan, termasuk
penggunaan teknik analisa data.
a. Monitoring dan Pengukuran
Kepuasan Pelanggan: Penanggung jawab mutu harus memonitor
informasi mengenai kepuasan pelanggan sebagai salah satu
pengukuran prestasi dari Sistem Manajemen Mutu. Cara untuk
memperoleh dan menggunakan informasi ini dapat melalui
pengiriman kuesioner dan atau mengunjungi pelanggan secara
periodik melalui Survey Pelanggan.
b. Audit Internal
Audit mutu internal harus dilaksanakan paling sedikit setiap 6
bulan. Audit dilakukan berdasarkan kepentingan dan status dari
aktifitas mutu, Penanggung jawab mutu menyusun rencana audit
mutu internal.
Penanggung jawab mutu menentukan personal pelaksana audit
mutu internal (auditor) dari personal internal organisasi yang
mempunyai kemampuan dan harus mandiri dari tanggungjawab
bagian yang diaudit.
Auditor Mutu Internal harus membuat Laporan Audit terhadap
ketidaksesuaian yang berhasil diidentifikasi pada saat audit dan
meminta tindakan perbaikan setelah mendapat persetujuan QMR
dan Penanggung Jawab Unit Kerja ybs. Sejauh diperlukan,
auditor membuat rekomendasi untuk perbaikan atas
ketidaksesuaian yang teridentifikasi. Penanggung Jawab Unit
Kerja harus menjelaskan secara rinci tindakan perbaikan dan
tanggal penyelesaian pada Laporan Audit.
Sesuai dengan instruksi QMR, auditor harus melaksanakan audit
tindak lanjut dan memverifikasi status dan efektifitas tindakan
perbaikan yang dilakukan oleh Unit Kerja ybs dalam Laporan
Audit.
QMR harus membuat Laporan Audit Mutu Internal sesuai dengan
keadaan sebenarnya dan diberikan kepada Kepala Unit yang
selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan tinjauan sistem
manajemen mutu.
c. Monitoring dan Pengukuran Proses

117
Proses-proses yang berhubungan dengan realisasi produk
dipantau untuk memastikan proses-proses tersebut dapat
menghasilkan produk-produk yang sesuai dengan persyaratan,
contoh : waktu, suhu dan tekanan.
d. Pengendalian Ketidaksesuaian Produk
QMR bertanggungjawab untuk memberi tanda pada pelayanan
yang tidak sesuai dan selanjutnya dicatat dalam tindakan koreksi
dan pencegahan. Untuk kemudian akan ditindaklanjuti sesuai
dengan prosedur .QMR membuat Laporan Ketidaksesuaian atas
pelayanan yang tidak sesuai dibuatkan resume bulanan.
Berdasarkan resume bulanan tersebut Penanggung jawab unit
kerja bersama penanggung jawab lain yang terkait menentukan
tindakan perbaikan dan pencegahan baik dari segi sistem,
peralatan maupun manusia.
e. Analisa Data
Seluruh data yang dihasilkan dari monitoring dan pengukuran,
dianalisa untuk memberikan berbagai informasi mengenai/dan
digunakan untuk mengetahui :
- Kepuasan pelanggan.
- Kesesuaian dengan persyaratan produk.
- Karakteristik dan kecenderungan proses dan produk
termasuk kemungkinan untuk tindakan pencegahan.
- Kemampuan unit penunjang
Analisa data dilakukan secara periodik sesuai dengan sifat dari
laporan
tersebut.

Peningkatan Berkesinambungan
Penanggung Jawab unit kerja bekerjasama dengan QMR
merencanakan dan mengatur proses yang perlu untuk peningkatan
berkesinambungan terhadap Sistem Manajemen Mutu melalui
Kebijakan Mutu, Sasaran Mutu, Hasil-hasil Audit, Analisa Data,
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan, serta Tinjauan Manajemen.
Tindakan Perbaikan :
Tindakan perbaikan diambil untuk mengurangi ketidaksesuaian agar
tidak terulang kembali.Tindakan perbaikan yang diambil harus tidak
berpotensi menimbulkan masalah baru. Tindakan perbaikan juga
meliputi :
a. Meninjau ketidaksesuaian termasuk kompain pelanggan.
b. Menentukan penyebab dari ketidaksesuaian.

118
c. Mengevaluasi kebutuhan untuk suatu tindakan untuk memastikan
ketidaksesuaian tidak terulang.
d. Menetapkan dan menerapkan tindakan perbaikan yang
dibutuhkan.
e. Mencatat hasil tindakan yang dilakukan.
f. Meninjau tindakan perbaikan yang dilaksanakan.
Tindakan Pencegahan : Tindakan pencegahan ditetapkan untuk
mengurangi penyebab ketidaksesuaian yang potensial untuk
mencegah agar ketidaksesuaian tidak terjadi. Tindakan
pencegahan yang diambil harus tidak berpotensi menimbulkan
masalah baru. Tindakan pencegahan juga meliputi:
a. Menetapkan ketidaksesuaian yang potensial dan
penyebabnya.
b. Mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah
terjadinya ketidaksesuaian.
c. Menetapkan dan menerapkan tindakan yang dibutuhkan.
d. Mencatat hasil tindakan yang dilakukan.
e. Meninjau tindakan pencegahan yang dilakukan.

Kegiatan Orientasi
a. Pelaksanaan Program Orientasi Tenaga Baru
1. Orientasi umum dilakukan selama 2 hari dari korporat
2. Orientasi selanjutnya dengan kepala unit berisi paparan
tentang visi misi unit dan bisnis proses. Selanjutnya
orientasi dengan kordinator. Selama 2 minggu pegawai
baru tersebut ditempatkan di lrawat jalan dan 2 minggu
selanjutnya di rawat inap didampingi Penanggung jawab
masing - masing. Orientasi unit kerja dilakukan sesuai
dengan kebutuhan unit kerja minimal selama 1 (satu)
bulan.
3. Setelah dinilai layak untuk pelayanan pasien maka
pegawai tersebut akan ditempatkan sesuai kebutuhan
unit
b. Pelaksanaan Program Orientasi bagi Pegawai yang Mutasi dan
Rotasi
1. Orientasi umum bagi pegawai yang dimutasi ke rumah
sakit dari rumah sakit luar dilakukan selama 1 (satu) hari
oleh Bagian SDM.
2. Orientasi keprofesian untuk pegawai yang dimutasi ke
rumah sakit dari rumah sakit luar dilakukan selama 1

119
(satu) hari oleh Kepala Bagian/Bidang Pengendali
Program.
3. Orientasi unit kerja bagi pegawai yang dimutasi dilakukan
minimal 3 bulan di unit kerja dimana pegawai yang
bersangkutan ditempatkan.
4. Orientasi unit kerja bagi pegawai yang dirotasi dilakukan
minimal 3 bulan di unit kerja dengan menunjuk
pendamping untuk memfasilitasi pegawai tersebut sesuai
dengan uraian pekerjaan.
5. Materi Orientasi
a. Alur Pelayanan di Unit Admisi:
- Alur pasien baru rawat jalan
- Alur pasien lama rawat jalan
- Alur pasien rawat inap dengan Tunai
- Alur Pasien rawat inap dengan jaminan JKN
- Alur pasien rawat inap dengan jaminan
jamkesda / perusahaan
- Alur pasien dengan kecelakaan lalu lintas
b. Tata cara pendaftaran pasien baru rawat jalan
c. Tata cara pendaftaran pasien lama rawat jalan
d. Tata cara pendaftaran pasien rawat inap
e. Tata cara penjelasan tata tertib, General consent
dan Edukasi terintegrasi
f. Sistem Elektronik Health Report (EHR)
g. Sistem Kode Warna
h. Sistem mutasi pasien
i. Sistem Perjanjian
j. Sistem Waiting list
k. Sistem Stepdown pasien dari ruang khusus
l. Sistem bridging BPJS untuk pembuatan SEP

Materi pokok 5. Standar Pelayanan IGD

5.1. Kebijakan pelayanan Ruang IGD


Pelayanan kegawat-daruratan memerlukan penanganan secara
terpadu dan multi disiplin dan multi profesi.
Sebagai bagian integral pelayanan gawat darurat mengutamakan
akses pelayanan kesehatan bagi korban dengan tujuan untuk

120
mencegah dan mengurangi angka kesakitan, kematian, dan
kecatatan.
Sebagai seorang pendamping akreditasi Rumah Sakit mampu
menjelaskan dan memahami Instalasi kegawat daruratan sehingga
Rumah Sakit yang didampingi dapat menyiapkan serta
mengimplementasikan hal-hal yang sudah diberikan.
Beberapa kebijakanpelayanan IGD :
1. Kebijakan Rumah Sakit terkait Pelayanan Pasien
2. Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

5.2. Standar SDM Pelayanan IGD.


Sumber Daya Manusia
IGD
Level IV Level III Level II
Kualifikasi Tenaga
Dokter Semua jenis
- -
Subspesialis on call
4 Besar + Bedah,Obsgin,
Anastesi on Anak, Penyakit Bedah,Obgyn,
Dokter Spesialis site. (dr Dalam on site Anak, Penyakit
Spesialis lain (dokter spesialis Dalam on call.
on call) lain on call)
On site 24 On site 24 jam (RS
Dokter PPDS
jam Pendidikan)
Dokter Umum
(+pelatihan
On site 24
kegawat On site 24 jam
jam
daruratan)GELS,AT
LS, ACLS, dll
Perawat Kepala S1 Jam
Jam kerja / diluar jam
DIII (+Emergency kerja/Diluar Jam kerja
kerja
Nursing) jam kerja
Perawat
(+Pelatihan On site 24
On site 24 jm On site 24 jam
Emergency Jam
Nursing)

5.3. Standar Sarana, Prasarana dan Peralatan IGD


Fasilitas/Sapras
KELAS/ LEVEL LEVEL LEVEL LEVEL
KET
RUANG 4 3 2 1
A. RUANG TRIASE
Kit Minimal 2
Pemersaan + + + +
Sederhana
Brankar Rasio
Penerimaan + + + + (Cross
Pasien Sectional)
Pembuatan rekam (perlu
medik khusus dibuatkan
form)
Label (pada saat
+ + + +
korban massal)

KELAS/ LEVEL LEVEL LEVEL LEVEL


KET
RUANG 4 3 2 1

121
B. RUANG TINDAKAN
Ruang Resusitasi
PERALATAN MEDIS
Nasopharingeal Minimal 1
+ + + +
tube setiap no
Minimal 1
Oropharingeal tube + + + +
setiap no
Laringoscope set Minimal 1 tiap
+ + + +
Anak no
Laringoscope
+ + +
set Dewasa
Nasotrakheal tube + +
Orotracheal + + + +
Suction + + + +
Tracheostomi set + + + +
Bag Valve
Mask
+ + + +
(Dewasa/
Anak)
Kanul Oksigen + + + +
Oksigen mask (D/A) + + + +
Chest Tube + + + +
o / Trakheostomi + + + + Minimal 1
Ventilator Transport + + +/- - Minimal 1
Sesuai
Vital Sign Monitor + + +/- -
jumlah TT
2 s/d 3 tiap
Infusion pump + + +/- -
TT
Syringe pump + + +/- -
ECG + + + + Minimal 1
Vena Section + + + + Minimal 1
Defibririlator + + + + Minimal 1
Gluko stick + + + + Minimal 1
Stetoskop + + + + Minimal 1
Termometer + + + + Minimal 1
Nebulizer + + + + Minimal 1
Oksigen
Medis / Rasio 1:1 TT
+ + + +
Consentrat di IGD
or
Warmer + + +/- - Minimal 1
Imobilization Set + +
Neck Collar + + + + Minimal 1
Minimal 1
Splint + + + +
Set
Long Spine Board + + + + Minimal 1set
Minimal 1
Scoop Strecher + + + +
Set
Kendrik
Minimal 1
Extrication + + + +
set
Deviice (KED)
Urine Bag + + + +
NGT + + + +
Wound Toilet Set
C. OBAT – OBATAN DAN ALAT HABIS PAKAI
Cairan Infus Koloid + + + + Selalu
Cairan Infus tersedia
+ + + + dalam jumlah
Kristaloid
yang cukup di
Cairan Infus
+ + + + IGD tanpa
Dextrose harus di
Adrenalin + + + + resepkan
Sulpat Atropin + + + +

122
KELAS/ RUANG LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1 KET
Kortikosteroid + + + +
Lidokain + + + +
Dextrose 50% + + + +
Aminophilin + + + +
Pethidin + + + +
Morfin + + + +
Anti convulsion + + + + Selalu
Dopamin + + + + tersedia
dalam jumlah
Dobutamin + + + +
yang cukup di
ATS , TT + + + + IGD tanpa
Trombolitik + + + + harus di
Amiodaron (inotropik) + + + + resepkan
APD : Masker,
+ + + +
Sarung tangan
Mannitol + + + +
Furosmide + + + +
APD : Sarung Tangan + + + +
Ruang Tindakan Bedah
A. ALAT MEDIS
Meja Operasi /
tempat tidur Minimal 3 Minimal 3 Minimal 1 Minimal 1
tindakan
Dressing set Minimal 10 Minimal 10 Minimal 10 Minimal 10
Infusion Set Minimal 10 Minimal 10 Minimal 10 Minimal 10
Vena Section set Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 -
Torakosintetis set Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 -
Metal kauter Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 -
Film Viewer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 -
Tiang Infus Minimal 6 Minimal 6 Minimal 2 Minimal 2
Lampu operasi Minimal 3 Minimal 3 Minimal 1 Minimal 1
Thermometer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Stetoskop Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Suction Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Sterilisator Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Bidai Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Splint Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
B. OBAT-OBATAN DAN ALAT HABIS PAKAI
Antiseptik + + + +
Cairan kristaloid + + + +
Lidokain + + + +
Wound dressing + + + +
Alat-alat anti septic + + + +
ATS + + + +
Anti Bisa Ular + + + +
Anti Rabies + + + +
Benang jarum + + + +
Ruang Tindakan Medik
A. PERALATAN MEDIS
Kumbah Lambung
Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Set
EKG Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Kursi Periksa Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Irigatoreriksaan Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Nebulizer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Suction Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Oksigen Medis Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
NGT Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Syrine Pump Minimal 2 Minimal 2 Minimal 2 -
Infusion Pump Minimal 2 Minimal 2 Minimal 2 -
Jarum Spinal Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Lampu Kepala Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Bronchoscopy Minimal 1 - - -

123
KET
KELAS/ RUANG LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1
Opthalmoscop Minimal 1 Minimal 1 - -
Otoscope set Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Slit Lamp Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Tiang Infus Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Tempat Tidur Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Film Viewer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
B. OBAT – OBATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
SA + + + +
Aminophilin + + + +
Dopamin + + + +
Kristaloid + + + +
Cairan Infus Koloid + + + +
Cairan Infus
+ + + +
Kristaloid
Cairan Infus
+ + + +
Dextrose
Adrenalin + + + +
Sulpat Atropin + + + +
Kortikosteroid + + + +
Lidokain + + + +
Dextrose 50% + + + +
2
+ + + +
blokker
Pethidin + + + +
Morfin + + + +
Anti convulsion + + + +
Dopamin + + + +
Anti convulsion + + + +
Dobutamin + + + +
ATS + + + +
Trombolitik + + + +
Amiodaron
+ + + +
(inotropik)
APD : Masker + + + +
Mannitol + + + +
Furosmide + + + +
Ruang Tindakan Bayi & Anak
A. PERALATAN MEDIS
Inkubator Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Tiang Infus Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Tempat Tidur Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Film Viewer Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Suction Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Oksigen Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
B. OBAT – OBATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
Stesolid + + + + Tersedia
Mikro drips set + + + + dalam jumlah
Intra Osseus set + + + + yang Cukup
Ruang Tindakan Kebidanan
A. PERALATAN MEDIS
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Kuret Set Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Partus set Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Suction bayi Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1 Minimal 1
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Meja Ginekologi Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Mnima 1 Minimal 1/
Meja Partus Minimal 1
bergabung /bergabung bergabung

124
KELAS/ RUANG LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1 KET
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Vacuum set Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Forcep set Minimal 1 bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
CTG Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Resusitasi set Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Doppler Minimal 1 bergabung bergabung bergabung
Suction Bayi baru Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Minimal 1
lahir bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Laennec Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Tiang Infus Minimal 1 bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Tempat Tidur Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
Minimal 1/ Minimal 1/ Minimal 1/
Film Viewer Minimal 1
bergabung bergabung bergabung
OBAT-OBATAN
Uterotonika + + + + Tersedia
+ + + + dalam jumlah
Prostaglandin yang
Cukup
Ruang Operasi (R. Persiapan dan Kamar Operasi)
A. RUANG PERSIAPAN
Ruang ganti
Brankar + + +/- -
Oksigen + + +/- -
Suction + + +/- -
Linen + + +/- -
Meja Operasi Minimal 1 Minimal 1 -
Mesin Anastesi Minimal 1 Minimal 1 -
Alat regional
Minimal 1 Minimal 1 -
Anestesi
Lampu
(mobile/statis) Minimal 1 Minimal 1 -
Pulse Oximeter Minimal 1 Minimal 1 -
Vital Sign
Minimal 1 Minimal 1 -
Monitor
Meja Instrumen Minimal 1 Minimal 1 -
Suction Minimal 1 Minimal 1 -
C-arm Minimal 1 - -
Film Viewer Minimal 1 Minimal 1 - Tindakan
yang
Set Bedah dasar Minimal 1 Minimal 1 -
dilakukan
Set laparatomi Minimal 1 Minimal 1 - terutama
Set Apendiktomi Minimal 1 Minimal 1 - untuk
Set sectiosesaria Minimal 1 Minimal 1 - keadaan Cito,
Set Bedah anak Minimal 1 - - bukan Elektif
Set Vascular Minimal 1 - -
Torakosintetis
Minimal 1 - -
set
Set
Minimal 1 - -
Neurosurgery
Set orthopedic Minimal 1 - -
Set urologi
Minimal 1 - -
Emergency
Set Bedah
Plastik Minimal 1 - -
Emergency
Set Laparoscopy Minimal 1 - -
Endoscopy
Minimal 1 - -
surgery
Laringoscop Minimal 1 Minimal 1
BVM Minimal 1 Minimal 1
Defibrilator Minimal 1 Minimal 1

125
KELAS/ RUANG LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1 KET
Infusion pump Minimal 2 Minima l2 -
Syringe pump Minimal 2 Minimal 2 -
Bed side Monitor Minimal 1 Minimal 1 -
Suction Minimal 1 Minimal 1 -
Tiang infuse Minimal 1 Minimal 1 -
Infusion set Minimal 1 Minimal 1 -
Oxygen Line Minimal 1 Minimal 1 -

Alur Pelayanan IGD

Pasien Datang

Datang Sendiri Rujukan

Skrining di
Ruang Triage

Ruang Resusitasi : Ruang Tindakan : Ruang Observasi :


Asesmen awal Asesmen awal Asesmen awal
Masalah keperawatan Masalah keperawatan Masalah keperawatan
Perencanaan Perencanaan Perencanaan
Peleksanaan Peleksanaan Peleksanaan
evaluasi evaluasi evaluasi
Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi

Tindak lanjut

Luar RS
Dalam RS
Rawat inap Rujuk ke RS
lain
ICU,RICU,
Pulang
ICCU,NICU
Meninggal
Kamar Operasi

126
5.4. Standar Pelayanan IGD
Standar pelayanan IGD berdasarkan:
1. Klasifikasi Pasien gawat darurat dibagi dalam beberapa kategori:
a. Penderita Gawat Darurat Penderita yang mendadak berada dalam
keadaan gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya
(akanmenjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
Contoh : AMI, Fraktur terbuka, trauma kepala.
b. Penderita Gawat Tidak Darurat Penderita yang memerlukan pertolongan“
segera” tetapi tidak terancam jiwanya/menimbulkan kecacatan bilatidak
mendapatkan pertolongan segera, misalnya kanker stadium lanjut.
c. Penderita Darurat Tidak Gawat Penderita akibat musibah yang
datangtiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya,
misanyaluka sayat dangkal.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Penderita yang menderita penyakit
yang tidak mengancam jiwa/kecacatan, Misalnya pasien dengan DM
terkontrol, flu, maag dan sebagainya.

2. . Klasifikasi Pelayanan Instalasi Gawat Darurat terdiri dari:


a. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standard minimal
untuk rumah sakit kelas A
b. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standard minimal
untuk rumah sakit kelas B
c. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standard minimal
untuk rumah sakit kelas C
d. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standard minimal
untuk rumah sakit kelas D
Jenis Pelayanan
Level IV Level III Level II Level I
Memberikan Memberikan Memberikan Memberikan
pelayanan sebagai pelayanan pelayanan sebagai pelayanan
berikut: sebagai berikut: berikut: Dianosis & sebagai berikut:
1. Diagnosis & 1. Diagnosis & penanganan: 1. Dianosis &
penanganan: penanganan 1. Permasalahan penanganan:
Permasalahan Permasalahan pada jalan Permasalahan pd
pada A,B,C dgn pada A,B,C nafas (airway A: jalan nafas
alat lengkap dengan alat yg problem), (airway problem),
termasuk ventilator lebih lengkap ventilasi B: ventilasi
2. Peilaian disability, tmsk ventilator pernafasan pernafasan
Penggunaan obat, 2. Penilaian (breathing (breathing
EKG, defibrilasi disability, problem) dan problem) dan
3. Observasi HCU/ R Penggunaan sirkulasi C: sirkulasi
Resusitasi- ICU obat, EKG, 2. Penilaian pembuluh
4. Bedah sito defibrilasi disability, darah(circulation
3. HCU/resusitasi Penggunaan problem)
4. Bedah sito obat, EKG, 2. Melakukan
defibrilasi stabilisasi dan
(observasi evakuasi
HCU)
3. Bedah sito
Ruang Lingkup

127
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
a. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
b. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian
kesaranakesehatan yang lebih memadai.
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang
kegiatanpenanggulangan penderita gawat darurat
d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli
e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat
rujukan (Instalasi Gawat Darurat dan ICU)

Tatalaksana
a. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat
kegawatannyauntuk memperoleh prioritas tindakan.
Pembagian golongan pada musibah masal/ bencana
1) Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-
tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.
2) Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada
dalam keadaangawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat, misalnya kankerstadium lanjut.
3) Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat
musibahyang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mêngancam nyawa dan anggotabadannya, misanya
luka sayat dangkal.
4) Tidak gawat, tidak darurat – hijau, Kelompok pasien
yang tidak lukadan tidak memerlukan intervensi medic.
5) Meninggal – hitam

b. Penanganan Pasien
Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu
diagnostik kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian danmanajemen segera terhadap komplikasi
akibat trauma parah yangmengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yangmengancam

128
kehidupan. Prioritas yang dilakukan padaprimary survey,
antara lain (Fulde, 2009) :
1) Airway maintenance dengan cervical spine protection
2) Breathing dan oxygenation
3) Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
4) Disability pemeriksaan neurologis singkat
5) Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan
primary survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam
urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telahsepenuhnya dinilai dan berhasil.
Setiap anggota tim dapat melaksanakantugas sesuai urutan
sebagai sebuah tim dan anggota yang telahdialokasikan peran
tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga
akansepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu
dalam keterlibatanmereka (American College of Surgeons,
1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada
seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan
trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta
pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara
lain (Gilbert.,D’Souza., & Pletz, 2009)

c. General Impressions
1) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara
umum.
2) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat,
orang)

d. Pengkajian Airway

e. Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah


memeriksaresponsivitas pasien dengan mengajak pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasienyang dapat berbicara dengan jelas
maka jalan nafas pasien terbuka(Thygerson, 2011). Pasien

129
yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama
intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada
kepala,leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan olehobstruksi lidah pada kondisi pasien tidak
sadar (Wilkinson &Skinner, 2000).Yang perlu diperhatikan
dalam pengkajian Airway pada pasien antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien
dapatberbicara atau bernafas dengan bebas?2)
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
- Adanya snoring atau gurgling
- Stridor atau suara napas tidak normal
- Agitasi (hipoksia)
- Penggunaan otot bantu pernafasan /
- paradoxical chest movements
- Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagianatas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak
perlupada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera
tulangbelakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan
nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/Naso pharyngeal airway
Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi

f. Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalannafas dan keadekuatan pernafasan pada

130
pasien. Jika pernafasan padapasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harusdipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tensionpneumothorax/haemothorax,
closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson &
Skinner, 2000).Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
breathing pada pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi
dan oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis,
penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds,
dan penggunaan otot bantupernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur
ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi
berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada
dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding
dada pasien jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji
lebihlanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan
pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat
dan / atau oksigenasi.
a) Pemberian terapi oksigen
b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikand)
d) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk
advanced airway procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa
lainnyadan berikan terapi sesuai kebutuhan

g. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ
danoksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok
palingumum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada

131
temuan klinis:hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin,penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda
hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadiperdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upayamenghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkinmembutuhkan
perhatian segera adalah:
tension pneumothorax,cardiac tamponade, cardiac, spinal
shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang
nyata harus diidentifikasi melalui paparanpada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &Skinner,
2000). Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status
sirkulasi pasien,antara lain
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
denganpemberian penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
a) Menentukan ada atau tidaknya
b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atau hipoksia (capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

h. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
V- vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan
suara yang tidak bisa dimengerti
P- responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji
gagal untuk merespon)
U- unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal

132
i. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien.Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang,imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan
log roll ketikamelakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah
selesai dilakukan, tutup pasien denganselimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukanpemeriksaan ulang
(Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma
yangmengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus
segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas
pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat
mengancamnyawa pasien luka dan mulai melakukan
transportasi pada pasienyang berpotensi tidak stabil atau
kritis

5.5. Pencatatan, pelaporan, monev dan pengawasan pelayanan


IGD
Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan kegiatan IGD terkait dengan mutu
pelayanan dilakukan setiap bulan, triwulan dan tahunan,
laporan tersebut disampaikan kepada direktur terkait, terdiri
dari:
a. Angka kecepatan pelayanan pertama gawat darurat
(triage) < 5 menit
b. Angka kecepatan konsultasi dengan DPJP
c. Waktu observasi < 6 jam
d. Angka kecepatan pelayanan operasi cito < 120 menit
e. Angkan kematian di IGD < 8 jam sebesar 1/100
f. Rawat Inap IW < 2 x 24 jam
g. Indeks kepuasan pasien/pelanggan (IKM)
a. Pelaporan IKP
Monitoring dan evaluasi
a. Program Supervisi

133
b. Jadwal supervise
c. Bukti supervise yang dilakukan kepada staf

Materi pokok 6. Standar Playanan di Ruang Isolasi

6.1. Kebijakan Pelayanan Ruang Isolasi


1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 terang Punah
Bakit:
2. Peraturan Menteri Kesehatan Momor 1204/
MENKES/GK/ IX/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit,
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/
MENKES/PER
4. 10/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit: Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor : 270/MENKES/SK/
5. “NI/2007 tentang Pedoman Manajeridd Pencegahan dan
.. Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fesilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya:
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MENKES
/SK/I1/08 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit:
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.07.06/111/4437/09 tentang Pemberian Ijin
Penyelenggaraan Perpanjangan:
8. Keputusan Menteri Kesehatan" 'Nomar 2 97/MENKES
/PER/I/2010 tentang Perijinan Rumah Sakit: Pa ta KL
9. Keputusan Menteri Kesehatan, Nomor” 27/
MENKRS/SK/ N!/2017 bentang Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya

6.2. Standar SDM Pelayanan Ruang Isolasi


Kualifikasi dan Kompetensi Sumber Daya Manusia
a. Kualifikasi SDM
Kepala Instalasi
Dokter Spesialis
Dokter stase (PPDS Paru)
Koordinator Pelayanan
Koordinator Umum
Tenaga keperawatan Vokasional

134
Tenaga Keperawatan Profesional, yaitu Ners dan Ners
Spesialis
Tenaga penunjang: TU (Tata Usaha), POS (Pembantu Orang
Sakit)
b. Kompetensi yang harus dimiliki
Memiliki pelatihan PPI dasar
Memiliki pelatihan PPI lanjut
Memiliki pelatihan pengelolaan ruang isolasi
Memiliki pelatihan terkait kasus emerging da re-emerging
disease
c. Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi
Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi
Berbicara seperlunya
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi,
masker, sarung tangan, dan sandal khusus
Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
Kuku harus pendek
Tidak memakai perhiasan
Pakaian rapi dan bersih
Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic
Harus sehat

6.3. Standar Sarana , Prasarana dan Peralatan Medis Ruang


Isolasi
Standar ruang isolasi penularan melalui udara (airborne),
kontak langsung, dan droplet di Rumah Sakit
Peralatan yang akan disediakan mengikuti kategori ruang isolasi
misalnya APD, peringatan depan pintu, cara dekontaminasi
permukaan ruangan hingga udara dalam ruangan, SDM yang
disiapkan, sarana hand hygiene dan toilet.
Tata Laksana
Syarat Kamar lsolasi
1. Lingkungan harus tenang
2. Sirkulasi udara harus baik
3. Penerangan harus cukup baik
4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk
observasi pasien dan pembersihannya
5. Tersedianya WC dan kamar mandi

135
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Tempat alat tenun kotor harus ditutup
10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan
memakai disinfektan.
Ruang Perawatan isolasi terdiri dari :
1. Ruang ganti umum
2. Ruang bersih dalam
3. Stasi perawat
4. Ruang rawat pasien
5. Ruang dekontaminasi
6. Kamar mandi petugas
a. Isolasi untuk transmisi airborne
Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit tuberculosis,
antraks, cacar, difteri, varicella. Pergantian sirkulasi udara >12 kali
perjam. Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi dengan
menggunakan filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air). Di ruang
isolasi jenis N, tekanan negatif di dalam ruang rawat dan anteroom.
b. Isolasi untuk transmisi Kontak
Untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan
melalui kontak langsung, Ruang isolasi jenis S Bisa sederhana
dengan natural ventilasi atau dengan ekshaus
c. Isolasi untuk transmisi droplet untuk mencegah penyebaran
pathogen yang dikeluarkan pasien saat batuk,bersin dan bicara
yang dapat diteruskan melalui transmisi kontak tidak langsung.
Ruang isolasi jenis S Bisa sederhana dengan natural
ventilasi,dengan ekshaus
d. Isolasi untuk Protektif (Hal khusus) tujuannya untuk mencegah
kontak antara pathogen yang berbahaya dengan pasien dengan
daya tahan tubuh rendah atau menurun. Pasien harus ditempatkan
dalam ruangan yang mempermudah terlaksananya tindakan
pencegahan transmisi infeksi. Misalnya pasien yang sedang
menjalani pengobatan sitostatika, mendapat terapi imunosupresi
atau paska transplantasi. Ruang isolasi jenis P Anteroom tekanan
negative sedangkan ruang rawat tekanan positif

Standar Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal


a. Perawatan Isolasi (Isolation Room)
Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi

136
Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction
System
Air Sterilizer System dengan Burning & Filter
Modular minimal = 3 x 3 m2
b. Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest
Room)
Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2
c. Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)
Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation
System
Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang
ruangrawat isolasi
Modular minimal = 3 x 2,50 m2
d. Area Sirkulasi (Circulation Corridor)
Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
Pengkondisian udara masuk dengan AC Open
Circulation System
Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
Modular minimal lebar = 2,40 m
e. Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)
Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation
System
Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)

Ketentuan khusus berdasarkan klasifikasi Ruang isolasi


a. Ruangan Isolasi tipe tekanan standar (kelas S)
Memiliki tekanan udara normal digunakan untuk pasien yang
membutuhkan isolasi kontak,droplet atau airborne tertentu
Bisa menggunakan ventilasi alami atau AC,ACyang terpasang
harus dari arah kaki pasien, dilengkapi exhaust yang terletak di arah
sisi kepala pasien(30 cm dari muka lantai).Dapat dilengkapi dengan

137
jendela transparan (kaca) dengan luas bukaan mencapai minimal
12 ACH
Memiliki kamar mandi / toilet tersendiri.Lokasi ruangan isolasi
kelas S sistem klaster sebaiknya terletak di lantai dasar
b. Ruang Isolasi tipe tekanan negative (Kelas N) Ruangan isolasi
tekanan negatif digunakan
Untuk pasien yang membutuhkan isolasi droplet nuclei(tetesan
inti) melalui udara
Tekanan negative untuk mengurangi penularan penyakit melalui
rute udara.
Untuk merawat pasien yang sangat rentan terhadap infeksi lebih
dalam keadaan yang sangat membutuhkan pemantauan khusus
dan terus- menerus
Ruangan rawat inap pasien harus dirancang untuk menunjang
fungsi semua perawatan yang untuk setiap tempat tidur pasien
dapat mengakomodasi kebutuhan ruang dari semua peralatan dan
petugas yang berhubungan
Anteroom
Fasilitas mencuci tangan untuk pengunjung pasien dan untuk
petugas harus disediakan,lengkap dengan sabun antiseptik
Kontainer/wadah khusus baju pelindung bekas pakai harus
disediakan,karena baju pelindung tidak boleh digunakan lebih dari
sekali.
Empat hal yang harus diperhatikan pula saat pembangunan
ruangi solasi adalah : sumber kontaminasi, pengaturan operasional
tata udara(HVAC/Heating Ventilating Air Conditioning)dan desain,
akses antara ruang isolasi dengan sumber kontaminasi yang telah
diidentifikasi, dan lalu lintas manusia serta kondisi terkait penghuni
ruangan (misalnya, pasien infeksi atau imunokompromis atau
keduanya).Lokasi untuksupply diffuser berada di langit-langit pada
area kaki pasien dan exhaust diletakkan di dinding dekat mendekati
lantai setinggi area kepala tempat tidur.
Untuk menjaga aliran udara dantekanan maka tidak ada jendela
yang dapat dibuka sehingga udara tetap kedap.Adapun arah aliran
udara tergantung tekanan yang akan diatur. Untuk kasus infeksi
maka tekanan negatif yang diatur dan untuk tekanan positif
digunakan pada kasus pasien dengan kondisi imunokompromise
c. Ruang Isolasi tipe tekanan positif (Kelas P)

138
Ruangan dengan tekanan relatif positif untuk mengisolasi pasien
penderita sistem kekebalan atauimmuno-compromised seperti
pasien-pasien transplantasi dan onkologi.
Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko penularan infeksi
kepada pasien rentan melalui jalur udara.
Ruanganrawat inap pasien berfungsi untuk merawat pasien yang
sangat rentan terhadap infeksi, yang keadaan lebih dalam sangat
membutuhkan pemantauan khusus dan terus-menerus.
Ruangan rawat inap pasien harus dirancang untuk menunjang
semua fungsi perawatan yang penting
Anteroomharus cukup luas untuk dibersihkan dan dilakukan
disinfeksi.Tidak ada ukuran khusus untuk ruanganteroomtersebut.

6.1. Standar peralatan medis ruang Isolasi


a. Masker N95
b. Goggle/ face shield
c. Gaun bedah + jilbab + head cap atau full body suit
d. Sarung tangan dobel (medis pendek dan medis panjang)
e. Sarung kaki + boot atau sepatu khusus + shoe cover
f. Oksigen
g. Suction
h. Bed side monitor
i. Bed pasien
j. Stetoscope
k. EKG
l. Timbangan
m. Ventilator (ICU IGD)

6.2. Pengendalian mutu ruang Isolasi


Pengendalian Mutu Ruangan dilakukan dengan cara:
a. Engineering Control yang dilakukan dengan cara pembatasan
atau isolasi pasien,pengaturan tata udara,pengatauran tata
udara,pengaturan ruangan,membuat system zonasi,dekontaminasi
ruangan,
Zonah merah dilakukan pelayanan/perawatan langsung pada
pasien infeksi
Zona Kuning zona transisi atau zona peralihan tempat
berpindahnya petugas dari zona hijau atau ruang/unit pelayan yang
melakukan pekerjaan dengan resiko penularan

139
Zona hijau zona administrative zona yang tidak memerlukan
pelayanan langsung kepasien
Jalur merah
Rekayasa tata udara
Sistim udara buang dan keamanan lingkungan
Monitoring ruang isolasi
Perawatan dan perbaikan sistim tata udararuang isolasi
Penggunaan heap filter portable
Perpindahan antar antar zonasi
b. Administrasi control
Dekontaminasi
Perilaku budaya individu
Prosedur Pengunjung Tamu ,pengantar logistic dan makanan
Promosi kesehatan dan penyuluhan kesehatan
Alat Pelindung diri
Penggunaan APD level 1 keamanan level 1
Penggunaan APD level 2a keamanan level 2 airborne
Penggunaan APD level 2b keamanan level 2 biasa/bukan
airborne
Penggunaan APD level 2c keamanan level 2 campuran = pada
kondisi biasa, gunakan masker bedah, pada tindakan yg memicu
aerosol, gunakan N95
Penggunaan APD level 3 untuk kasus covid-19
c. Pencatatan pelaporan, Monitoring dan Evaluasi
Sistim Penggunaan Form asuhan pasien yg bagaimana; asesmen
awal…, indikasi pasien masuk dan keluar isolasi….?
Untuk monitoring dan evaluasi mutu pelayanan isolasi/Indikator
mutu, IKP, pelaporan pemeliharaan kompetensi staf….

140
LAMPIRAN

141
142
Lampiran pemakaian APD:

143
6.4. Standar Pelayanan Ruang Isolasi
Alur pelayanan ruang isolasi (Kriteria masuk dan keluar)
Pelayanan ruang isolasi disetiap rumah sakit bervariasi terutama
tergantung dari tipe dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki,
sehingga perlu dilakukan pengkajian awal dari profil dari masing-
masing rumah sakit yang dibimbing sebelum memulai proses
pendampingan.
Secara garis besar, alur pelayanan ruang isolasi adalah seperti
gambar berikut:

144
Rumah SPGDT/ Triage
SISRUTE (ATS.
Sakit Kohortin IGD RANAP
(SCREENING) Transfer
Perujuk pasien
menggunakan
chamber

Pasien
datang
langsung

Rawat Triage Rawat Assesment Keperawatan


Jalan Jalan: (identifikasi pasien,
SCREENING, Pemeriksan fisik/tanda
Risiko Jatuh tanda vital, Riwayat
kesehatan)
Assesment DPJP

Sesuai dengan alur diatas untuk pasien yang akan mendapatkan


pelayanan ruang isolasi melalui IGD, yaitu:
A. Pendaftaran
Pasien dari RS Perujuk/Pasien datang langsung ke IGD. Di pos
pendaftaran ini perlu diperhatikan regulasi yang dimiliki rumah
sakit untuk:
1. Alur pendaftaran pasien : pasien baru atau lama melalui
SPGDT/SISRUTE, daftar onsite, populasi khusus, dan alur
pendaftaran lainnya yang dimiliki oleh rumah sakit. Alur ini
harus dapat ditunjukan secara lengkap melalui dokumen
yang tertulis.
2. Regulasi Triase, adanya skrining awal untuk kegawatan,
infeksi, risiko jatuh, dan kesesuaian dengan visi misi dan
layanan yang tersedia di rumah sakit. Regulasi ini juga perlu
disertai dengan dokumen pendukung berupa prosedur, alur
tatalaksana untuk masing-masing hasil penilaian.
3. Proses edukasi awal untuk pasien baru terkait tata tertib, visi
misi, general consent, dan edukasi/ informasi lain yang
sesuai regulasi RS. Pendamping perlu memeriksa
kesesuaian dokumen regulasi dengan pelaksanaan di
lapangan.
B. Perawat
Pasien akan bertemu dengan perawat. Di tahap ini, pendamping
perlu menelusur tentang regulasi pengkajian awal dan pengkajian
ulang keperawatan ruang isolasi IGD. Pengkajian yang dilakukan
adalah:
1. Identifikasi pasien
2. Pemeriksan fisik ( tanda tanda vital)

145
3. Riwayat kesehatan
4. Hand Hygiene
5. Pengkajian awal/ulang keperawatan
6. Pengkajian nyeri
7. Edukasi untuk membantu pasien dan keluarga dalam
memutuskan perawatan
8. Dokumentasi rekam medik, kerahasiaan dokumen
9. Hak pasien mendapat privacy

C. Dokter
Pasien kemudian akan bertemu dengan dokter. Pendamping perlu
memperhatikan jenis Rumah sakit apakah termasuk RS Pendidikan
atau bukan, hal ini penting mengingat adanya keterlibatan peserta
didik di dalam layanan RS Pendidikan yang pastinya akan
berpengaruh pada alur layanan ruang rawat isolasi di Rumah sakit
tersebut.
Setelah itu, pendamping perlu mengkaji kecukupan butir penilaian
pengkajian awal atau ulang yang dilakukan oleh dokter melalui
dokumen regulasi dan formulir yang dimiliki oleh RS. Butir
pengkajian oleh dokter adalah:
1. Identifikasi pasien
2. Pemeriksaan fisik
3. Riwayat kesehatan
4. Aspek biologis
5. Psikologi
6. Sosial
7. Ekonomi
8. Kultural
9. Spiritual
10. Hand Hygiene
11. Pengkajian Awal/Ulang Medis
12. SBAR
13. Dokumentasi Rekam Medik, Kerahasiaan Dokumen
14. Reassessment DPJP setiap hari
15. Edukasi untuk membantu pasien dan keluarga dalam
memutuskan perawatan
16. Edukasi target perawatan dan hasil pemeriksaan pasien
17. Hak paisen mendapat privacy
18. Kebijakan standar penggunaan obat mencakup kerangka
waktu penggunaan obat

146
19. Tulisan resep obat yang mudah terbaca
20. Pengisian formulir perkembangan integrasi
21. Pengisian profile rawat jalan dan kondisi pasien terkini
22. Persetujuan di rawat/surat perintah rawat
Setelah melakukan pengkajian, maka dokter akan
melakukan perencanaan tatalaksana, dokumentasi,
peresepan, dan edukasi pada pasien. Dalam tahap ini,
pendamping perlu memastikan kesesuaian pelaksanaan
dengan dokumen regulasi terutama terkait:
1. Kesesuaian formulir/ lokasi dan kelengkapan
dokumentasi
2. Kelengkapan resep
3. Pengkajian, pelaksanaan dan dokumentasi edukasi
D. Transfer ke Ruang Rawat Isolasi
dengan kondisi pasien, maka pasien bisa dirujuk ke lokasi
pelayanan lainnya seperti ruang isolasi rawat inap sesuai
kebutuhan. Pendamping perlu mengkaji kesesuaian proses transfer
baik dari segi regulasi, formulir, kelayakan transfer, dan metode
serta pendamping transfer.

Gambar alur pelayanan pasien isolasi dari poliklinik rawat jalan

Pendaftaran

Sesuai dengan alur rawat jalan untuk pasien yang akan


mendapatkan pelayanan ruang isolasi, yaitu:
A. Pendaftaran
Pasien datang akan menuju pos pendaftaran. Di pos pendaftaran ini
perlu diperhatikan regulasi yang dimiliki rumah sakit untuk:
1. Alur pendaftaran pasien : pasien baru atau lama, daftar online,
daftar onsite, populasi khusus, dan alur pendaftaran lainnya
yang dimiliki oleh rumah sakit. Alur ini harus dapat ditunjukan
secara lengkap melalui dokumen yang tertulis.
2. Regulasi skrining awal untuk kegawatan, infeksi, risiko jatuh,
dan kesesuaian dengan visi misi dan layanan yang tersedia di
rumah sakit. Regulasi ini juga perlu disertai dengan dokumen

147
pendukung berupa prosedur, alur tatalaksana untuk masing-
masing hasil penilaian.
3. Proses edukasi awal untuk pasien baru terkait tata tertib, visi
misi, general consent, dan edukasi/ informasi lain yang sesuai
regulasi RS. Pendamping perlu memeriksa kesesuaian
dokumen regulasi dengan pelaksanaan di lapangan.
B. Ruang Tunggu
Ketika sampai di ruang tunggu, maka pendamping perlu menelusur
regulasi terkait skrining kondisi pasien di ruang tunggu dan
kesesuaian pelaksanaannya.
C. Perawat
Pasien akan bertemu dengan perawat. Di tahap ini, pendamping
perlu menelusur tentang regulasi pengkajian awal dan pengkajian
ulang keperawatan rawat jalan. Pengkajian yang dilakukan adalah:
1. Identifikasi pasien
2. Pemeriksan fisik ( tanda tanda vital)
3. Riwayat kesehatan
4. Hand Hygiene
5. Pengkajian awal/ulang keperawatan
6. Pengkajian nyeri
7. Edukasi untuk membantu pasien dan keluarga dalam
memutuskan perawatan
8. Dokumentasi rekam medik, kerahasiaan dokumen
9. Hak pasien mendapat privacy

D. Dokter
Pasien kemudian akan bertemu dengan dokter. Pendamping perlu
memperhatikan jenis Rumah sakit apakah termasuk RS Pendidikan
atau bukan, hal ini penting mengingat adanya keterlibatan peserta
didik di dalam layanan RS Pendidikan yang pastinya akan
berpengaruh pada alur layanan rawat jalan di Rumah sakit tersebut.
Setelah itu, pendamping perlu mengkaji kecukupan butir penilaian
pengkajian awal atau ulang yang dilakukan oleh dokter melalui
dokumen regulasi dan formulir yang dimiliki oleh RS. Butir
pengkajian oleh dokter adalah:
1. Identifikasi pasien
2. Pemeriksaan fisik
3. Riwayat kesehatan
4. Aspek biologis
5. Psikologi

148
6. Sosial
7. Ekonomi
8. Kultural
9. Spiritual
10. Hand Hygiene
11. Pengkajian Awal/Ulang Medis
12. SBAR
13. Dokumentasi Rekam Medik, Kerahasiaan Dokumen
14. Reassessment DPJP setiap hari
15. Edukasi untuk membantu pasien dan keluarga dalam
memutuskan perawatan
16. Edukasi target perawatan dan hasil pemeriksaan pasien
17. Hak paisen mendapat privacy
18. Kebijakan standar penggunaan obat mencakup kerangka
waktu penggunaan obat
19. Tulisan resep obat yang mudah terbaca
20. Pengisian formulir perkembangan integrasi
21. Pengisian profile rawat jalan dan kondisi pasien terkini
22. Persetujuan di rawat/surat perintah rawat
1. Setelah melakukan pengkajian, maka dokter akan
melakukan perencanaan tatalaksana, dokumentasi,
peresepan, dan edukasi pada Kesesuaian formulir/ lokasi
dan kelengkapan dokumentasi
2. Kelengkapan resep
Pengkajian pasien. Dalam tahap ini, pendamping perlu
memastikan kesesuaian pelaksanaan dengan dokumen
regulasi terutama terkait: pelaksanaan dan dokumentasi
edukasi

E. Transfer ke IGD atau Rawat Inap


Sehubungan dengan kondisi pasien, maka pasien bisa dirujuk ke
lokasi pelayanan lainnya seperti ruang isolasi gawat darurat atau
ruang isolasi rawat inap sesuai kebutuhan. Pendamping perlu
mengkaji kesesuaian proses transfer baik dari segi regulasi, formulir,
kelayakan transfer, dan metode serta pendamping transfer. Butir-
butir yang perlu ada dalam formulir transfer minimal sebagai berikut:
1. Identitas pasien
2. Hasil pemeriksaan penunjang tanda vital

149
Sedangkan kesesuaian metode transfer yang perlu ditelusur oleh
pendamping adalah sesuai gambar berikut
alur pasien gambar Kriteria pasien masuk ruang isolasi dan sesuai
hasil asesmen DPJP yang tertulis dalam CPPT
1. SARS, MERS, COVID-19
2. Difteri
3. Kolera
4. Tuberkulosis
5. Infeksi organisme yang resisten terhadap beragam obat (multi-
drug resistant organisms/MDRO)
6. Cacar air
7. HIV/AIDS
Alur pasien dengan penyakit infeksi airborne yang berbahaya.
Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan
fasilitas laboratorium, yaitu :
1. sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri,
antraks)
2. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma
venerum, khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak
mengeluarkan bahan menular)
3. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis
virus A dan B, leptospirosis)
4. sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang
efektif (misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada
neonatus).

Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi


1. Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat
Perlindungan Diri (APD).
2. Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.
3. Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti
pakaianumum, masukkan dalam kantung binatu berlabel
infeksius.
4. Mandi dan cuci rambut (keramas)
5. Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.
6. Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah
daripintu masuk.

150
Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang
perawatan biasa :
1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di
ruang isolasi.
2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah
diperbolehkan untuk dirawat di ruang rawat inap biasa dan
pertimbangan lain oleh DPJP

Kondisi saat Pandemi Kriteria Masuk Pasien COVID-19


1. Kasus Suspek
2. Kasus Probable
3. Kasus konfirmasi
4. Kontak erat

Beratnya kasus
2. Kasus Ringan Isolasi dan Pemantauan
3. Kasus Sedang /moderat . Isolasi dan Pemantauan
4. Kasus Derajat berat/kritis a. Isolasi dan Pemantauan

Kriteria Selesai Isolasi, Sembuh Dan Pemulangan


Kriteria Selesai Isolasi: Kriteria pasien konfirmasi yang dinyatakan
selesai isolasi, sebagai berikut:
1. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)Pasien konfirmasi
asimptomatik tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.
Dinyatakan selesai isolasi apabila sudah menjalani isolasi mandiri
selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
2. Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedangPasien
konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak dilakukan
pemeriksaan follow up RT-PCR. Dinyatakan selesai isolasi harus
dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari
setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan
pernapasan.
3. Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah
sakit
- Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah
sakit dinyatakan selesai isolasi apabila telah mendapatkan hasil
pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif ditambah minimal
3 hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan
pernapasan

151
- Dalam hal pemeriksaan follow up RT-PCR tidak dapat dilakukan,
maka pasien kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang
dirawat di rumah sakit yang sudah menjalani isolasi selama 10 hari
sejak onset dengan ditambah minimal 3 hari tidak lagi menunjukkan
gejala demam dan gangguan pernapasan, dinyatakan selesai
isolasi, dan dapat dialihrawat non isolasi atau dipulangkan.
- Kriteria Sembuh: Pasien konfirmasi tanpa gejala, gejala ringan,
gejala sedang, dan gejala berat/kritis dinyatakan sembuh apabila
telah memenuhi kriteria selesai isolasi dan dikeluarkan surat
pernyataan selesai pemantauan, berdasarkan penilaian dokter di
fasyankes tempat dilakukan pemantauan atau oleh DPJP. Pasien
konfirmasi dengan gejala berat/kritis dimungkinkan memiliki hasil
pemeriksaan follow up RT-PCR persisten positif, karena
pemeriksaan RT-PCR masih dapat mendeteksi bagian tubuh virus
COVID-19 walaupun virus sudah tidak aktif lagi (tidak menularkan
lagi). Terhadap pasien tersebut, maka penentuan sembuh
berdasarkan hasil assessmen yang dilakukan oleh DPJP

Materi pokok 7. Standar Pelayanan Rawat Jalan

7.1 Kebijakan Pelayanan Rawat Jalan


Pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik swasta
maupun dokter praktek sesungguhnya tidak hanya memberikan
pelayanan medis profesional namun juga memberikan pelayanan
umum kepada masyarakat. Selain mendapatkan pelayanan
kesehatan sebaik- baiknya, pasien dan keluarga juga
mengharapkan kenyamanan dan keamanan baik dari segi petugas
yang cekatan, kenyamanan ruang tunggu, antrian yang tidak terlalu
lama, kebersihan toilet maupun dari sumber daya manusia yang
bertugas ditempat pelayanan kesehatan tersebut harus profesional.
Selain itu instalasi rawat jalan sebagai salah satu tempat pelayanan
yang pertama, yang diharapkan pasien maupun keluarga pasien
adalah sebagai tempat pemberi informasi yang jelas sebelum
pasien mendapatkan tindakan / pelayanan berikutnya bahkan
sampai memerlukan rawat inap. Sebagai bagian dari rumah sakit,
insalasi rawat jalan perlu berupaya meningkatkan pelayanan
kesehatan dan berusaha memenuhi segala aspek mutu dan
keselamatan. (https://snars.web.id/rs/pedoman-pelayanan-
instalasi-rawat-jalan/)

152
7.2. Standar SDM Pelayanan Rawat Jalan
Standar tenaga
Pendamping perlu menelusur kesesuaian ketenagaan yang
tersedia dengan standar dan pelayanan yang ada. Hal ini dapat
dilakukan dengan menelusur kesesuaian:
Jenis tenaga dengan poliklinik yang tersedia
Analisis beban kerja
Kelengkapan personnel file petugas mencakup:
o Clinical Appointment dan Clinical Privilege staf yang bertugas
o SIP dan STR yang masih berlaku
o Sertifikat yang dibutuhkan

7.3. Standar Sarana , prasarana dan Peralatan Medis Pelayanan


Rawat Jalan
Sarana dan Prasarana
Pendamping perlu memeriksa kesesuaian pelayanan yang tersedia
dengan:
Standar sarana dan prasarana yang seharusnya. Contoh misalnya
memiliki poli untuk bayi dan anak namun tidak memiliki alat ukur
tinggi badan, dan lingkar kepala.
Ketersediaan sarana dan prasana untuk mendukung perlindungan
privasi pasien
Ketersediaan dan kesesuaian sarana dan prasarana untuk kondisi
khusus, seperti:
o Kebutuhan ruang untuk layanan poli infeksius
o Kebutuhan untuk ruang layanan poli jiwa
o Kebutuhan ruang prosedur di rawat jalan

7.4 Standar Pelayanan Rawat Jalan


Alur Pelayanan Rawat Jalan
Ruang lingkup dan jenis pelayanan rawat jalan berbeda di setiap
rumah sakit, terutama tergantung dari tipe dan ketersediaan tenaga
medis yang dimiliki rumah sakit. Sehingga perlu dilakukan
pengkajian awal dari profil Rumah Sakit tentang profil rawat jalan
dari masing-masing rumah sakit yang dibimbing sebelum memulai
proses pendampingan.
Secara garis besar, alur rawat jalan secara umum adalah seperti
gambar berikut:

153
A. Pendaftaran.
Alur pasien datang akan menuju pos pendaftaran. Di pos
pendaftaran ini perlu diperhatikan regulasi yang dimiliki rumah sakit
untuk:
1. Alur pendaftaran pasien : pasien baru atau lama, daftar
online, daftar onsite, populasi khusus, dan alur
pendaftaran lainnya yang dimiliki oleh rumah sakit. Alur
ini harus dapat ditunjukan secara lengkap melalui
dokumen yang tertulis.
2. Regulasi skrining awal untuk kegawatan, infeksi, risiko
jatuh, dan kesesuaian dengan visi misi dan layanan
yang tersedia di rumah sakit. Regulasi ini juga perlu
disertai dengan dokumen pendukung berupa prosedur,
alur tatalaksana untuk masing-masing hasil penilaian.
3. Proses edukasi awal untuk pasien baru terkait tatatertib,
visi misi, general consent, dan edukasi/ informasi lain
yang sesuai regulasi RS. Pendamping perlu memeriksa
kesesuaian dokumen regulasi dengan pelaksanaan di
lapangan.
B. Ruang Tunggu
Ketika sampai di ruang tunggu, maka pendamping perlu menelusur
regulasi terkait skrining kondisi pasien di ruang tunggu dan
kesesuaian pelaksanaannya.
C. Perawat
Pasien akan bertemu dengan perawat. Di tahap ini, pendamping
perlu menelusur tentang regulasi pengkajian awal dan pengkajian
ulang keperawatan rawat jalan. Minimal pengkajian yang dilakukan
adalah:

154
Identifikasi pasien
Tanda vital
D. Dokter

Pasien kemudian akan bertemu dengan dokter. Pendamping perlu


memperhatikan jenis Rumah sakit apakah termasuk RS Pendidikan
atau bukan, hal ini penting mengingat adanya keterlibatan peserta
didik di dalam layanan RS Pendidikan yang pastinya akan
berpengaruh pada alur layanan rawat jalan di Rumah sakit tersebut.
Setelah itu, pendamping perlu mengkaji kecukupan butir penilaian
pengkajian awal atau ulang yang dilakukan oleh dokter melalui
dokumen regulasi dan formulir yang dimiliki oleh RS. Minimal butir
pengkajian oleh dokter .
Setelah melakukan pengkajian, maka dokter akan melakukan
perencanaan tatalaksana, dokumentasi, peresepan, dan edukasi
pada pasien. Dalam tahap ini, pendamping perlu memastikan
kesesuaian pelaksanaan dengan dokumen regulasi terutama
terkait:
Format penulisan
Kesesuaian formulir/ lokasi dan kelengkapan
dokumentasi
Kelengkapan resep
Pengkajian, pelaksanaan dan dokumentasi edukasi
E. Transfer ke IGD atau Rawat Inap
Sehubungan dengan kondisi pasien, maka pasien bisa dirujuk ke
loaksi pelayanan lainnya seperti gawat darurat atau rawat inap
sesuai kebutuhan. Pendamping perlu mengkaji kesesuaian proses
transfer baik dari segi regulasi, formulir, kelayakan transfer, dan
metode serta pendamping transfer.
Butir-butir yang perlu ada dalam formulir transfer minimal sebagai
berikut:
Identitas pasien
Hasil pemeriksaan tanda vital yang dilakukan maksimal 30
menit sebelum transfer terjadi
Sedangkan kesesuaian metode transfer yang perlu ditelusur oleh
pendamping adalah sesuai gambar berikut:

PETUGAS KETERAMPILAN
PENDAMPING YANG PERALATAN UTAMA
MINIMAL DIBUTUHKAN

155
1. Transporter Brankar, Kursi Roda
DAN
2. Pekarya
Transporter,
Kesehatan
Pekarya atau
ATAU Perawat
Perawat: BLS

Transporter atau Oksigen,Brankar,Tiang


Pekarya Kesehatan: infus,Pompa infus,Pulse
BLS Oksimetri, stetoskop,
Perawat atau tensimeter, emergency bag
1. Transporter
Dokter: BLS / PPGD Untuk psikiatri dengan
ATAU Pekarya
**Untuk pasien gaduh brankar dan restrain
Kesehatan DAN
gelisah didampingi
2. Perawat/ Bidan
oleh perawat dan
atau Dokter
atau dokter yang
memiliki sertifikasi
penanganan gaduh
gelisah
1. Transporter atau Petugas Oksigen, suction, Tiang infus,
Pekarya ambulance: BLS Pompa infus Baterai, Pulse
Kesehatan DAN Perawat: BLS & ALS, Oksimetri serta monitor EKG,
2. Perawat/ Bidan PPGD stetoskop, tensimeter dan
DAN Dokter Dokter: BLS & ALS, Defibrillator, Ambubag,
yang **Untuk pasien emergency bag.
berkompetensi kebidanan
penanganan didampingi oleh
pasien kritis Bidan: BLS
Petugas Petugas ambulance Ambulance:
Ambulance BLS Oksigen,Suction,Tiang
Perawat Perawat: BLS & ALS, infus,Infuse Pump dengan
dokter PPGD Baterai, Oksimetri Denyut
Dokter : BLS & ALS, serta Monitor EKG,
**untuk pasien tensimeter dan Defibrillator,
kebidanan Ambubag , obat obat
didampingi oleh emergensi, Obat gaduh
Bidan: BLS gelisah. ventilator portable,

**Untuk pasien gaduh


gelisah didampingi
oleh perawat dan
atau dokter yang
memiliki sertifikasi
penanganan gaduh
gelisah

F. Farmasi
Pada tahap ini, pendamping perlu menelusur kesesuaian alur
pelayanan farmasi dengan regulasi yang ada terkait proses
penerimaan resep, pengkajian kelengkapan resep, penyiapan obat,
penyerahan obat, edukasi kepada pasien, hingga mekanisme yang
perlu dilakukan jika obat kosong atau tidak tersedia.

G. Tindakan Medik
Pasien juga mungkin memerlukan pemeriksaan penunjang atau
pemeriksaan lanjutan di poli yang lain. Pendamping perlu
memeriksa kesesuaian alur dan dokumentasi di tahap ini
berdasarkan sistem rekam medis yang diterapkan di Rumah sakit
tersebut (manual atau elektronik). Jika manual, maka bagaimana
proses penyampaian rekam medik pasien ke poli berikutnya hingga

156
proses penyiapan komponen pembayaran. Selain itu, jika pasien
diminta untuk melakukan pemeriksaan diagnostik, maka dipastikan
instruksi tersebut tercatat dalam rekam medis dan pasien dibekali
dengan pengantar yang tepat dan diisi lengkap (misalnya penulisan
nomor telepon dokter pada formulir pemeriksaan laboratorium/
radiologi sesuai kebijakan rumah sakit).

7.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi, Pelayanan


Rawat jalan
Dalam setiap proses layanan di rawat jalan, perlu ada target yang
terukur
untuk proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta
perbaikan
berkelanjutan. Proses-proses penting yang perlu ditelusur oleh
pendamping adalah:
Keseragaman pelayanan
Pelaporan insiden keselamatan pasien dan insiden K3
Proses pengelolaan indikator prioritas dan sasaran mutu rawat
jalan mulai dari pemilihan, penentuan prioritas, kelengkapan
dokumen kamus hingga formulir maupun petunjuk pengisian
formulir, sampai ke evaluasi berkala dan tindak lanjutnya
Pengetahuan staf/ peserta didik (jika ada) rawat jalan tentang
profil indikator prioritas (minimal Judul, capaian terbaru, upaya
perbaikan)
Sistem evaluasi yang menjadi regulasi RS misalnya audit
berkala, telusur internal, open medical record review terkait
proses, hasil, analisis evaluasi
Proses perbaikan berkelanjutan bisa dengan PDSA atau
metode lainnya beserta bukti pelaksanaan dan dampaknya

Materi Inti 8. Standar Pelayanan Rawat Inap

8.1. Kebijakan Pelayanan Rawat Inap


1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 116,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);

157
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 112 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
6. Permenkes RI No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit;
7. Kepmenkes Republik Indonesia
No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit.

Kebijakan dan prosedur memandu pemberian pelayanan


yang seragam sesuai dengan undang-undang dan peraturan
yang terkait. Pada pendataan pasien ketika akan dirawat inap,
selain identitas pasien seraca lengkap penting pula untuk
dicantumkan penanggungjawab, yang biasanya memiliki
hubungan keluarga dengan pasien, seperti orang tua, saudara
atau paman dan lain-lain. Selain penanggungjawab ini, perlu
pula dipastikan identitas seorang yang bertanggungjawab
terhadap pembiayaan selama dirawat di rumah sakit. Hal ini
terutama diperlukan bagi pasien yang tidak ditanggung
asuransi.

8.2. Standar SDM Pelayanan Rawat Inap


1. Kualifikasi pendidikan:
a. Dokter Spesialis
b. Dokter Umum
c. Perawat/ bidan minimal D III

158
d. Petugas administrasi minimal SMA/ sederajat
2. Menguasai komputer
3. Menguasai tata bahasa yang baik
4. Memahami peraturan perundangndangan

Pengawasan Internal :
1. Pengawasan dilakukan oleh atasan langsung secara
berjenjang
2. Pengawasan oleh SPI

Tenaga Pelaksana
1. Dokter spesialis anak
2. Dokter spesialis obsgyn
3. Dokter spesialis bedah
4. Dokter spesialis orthopedi
5. Dokter spesialis bedah syaraf
6. Dokter spesialis penyakit dalam
7. Dokter spesialis urologi
8. Dokter spesialis jantung
9. Dokter spesialis THT
10. Dokter spesialis syaraf
11. Dokter spesialis mata
12. Dokter spesialis kulit kelamin
13. Dokter umum
14. Perawat
15. Bidan
16. Administrasi

8.3. Standar Sarana, Prasarana dan Peralatan Medis Pelayanan


Rawat Inap
1. Ruang Tunggu
2. Alat tulis kantor
3. Meja
4. Kursi
5. Komputer
6. Telepon
7. Nurse call
8. AC
9. Buku registrasi
10. Almari arsip

159
11. Bed pasien
12. Box bayi
13. Tensimeter
14. Termometer
15. Timbangan
16. Stetoskop
17. Pen light/ senter periksa
18. EKG
19. Nebulizer
20. Set rawat luka
21. Troly emergensi
22. Ambubag
23. Pulse oximetri
24. Suction
25. WSD
26. Infant warmer
27. Syringe pump
28. Film viewer
29. Sterilisator
30. O2 sentral
31. Tabung O2
32. Selang O2
33. Lampu tindakan
34. Kuvet
35. Tromol
36. Trolly
37. Kursi roda
38. Brancard
39. Standar infus
40. Kulkas obat
41. Lemari es
42. Lemari obat
43. Lemari pakaian
44. Pneumatic tube
45. APD
46. Tempat sampah
47. Water heater
48. Sofa bed
49. Bel pasien
50. Kursi penunggu pasien

160
51. Televisi
52. Rak handuk
53. Loker pegawai
54. Monitor ECG
55. DC Syok
56. Draising car
57. Bak instrumen
58. Alat GDA
59. Senter
60. Manometer
61. Bengkok
62. Pincet anatomi
63. Gunting AJ
64. Klem
65. Box linen
66. Kereta box
67. Safety box

8,4.. Standar pelayanan rawat inap


Jaminan Pelayanan :
1. Melaksanakan layanan sesuai dengan standar yang telah
ditetepkan
2. Petugas penyelenggaraan layanan memiliki kompetensi
yang memadai dan santun

Jaminan Keamanan dan Keselamatan Pelayanan : Pelayanan


diberikan secara cepat, tepat dan benar serta hasilnya dapat
dipertanggung jawabkan.

TATALAKSANA PANDUAN RAWAT INAP


1. Pasien yang membutuhkan perawatan inap atas sesuai
indikasi medis akan mendapatkan surat perintah rawat
inap dari dokter spesialis atau dari UGD.
2. Surat perintah rawat inap akan ditindak lanjuti dengan
mendatangi bagian pendaftaran untuk konfirmasi
ruangan sesuai hak peserta dengan membawa KTP asli
dan fotocopy sehingga peserta bisa langsung dirawat.
3. Bila ruang perawatan sesuai hak peserta penuh, maka
ybs berhak dirawat 1 (satu) kelas diatas/dibawah
haknya. Selanjutnya peserta dapat pindah menempati

161
kamar sesuai haknya dan bila terdapat selisih biaya
yang timbul maka peserta membayar selisih biaya
perawatan.
4. Bila pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang
diagnostik lanjutan atau tindakan medis, maka yang
bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti
Pemeriksaan dan Tindakan setiap kali dilakukan.
5. Setiap selesai rawat inap, peserta/orangtua peserta
bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti
Rawat Inap dan pasien akan mendapatkan perintah
untuk kontrol kembali ke spesialis yang bersangkutan.
6. Pasien akan membawa surat perintah kontrol kembali
dari dokter spesialis ke dokter PPK I untuk
mendapatkan Surat Rujukan PPK I ke dokter spesialis
di RS yang ditunjuk.
7. Selanjutnya berlaku prosedur rawat jalan dokter
spesialis di RS.
8. Jawaban rujukan dari dokter spesialis dapat diberikan
kembali kepada dokter keluarga di PPK I.

Para pimpinan rumah sakit bersepakat untuk memberikan


proses pelayanan yang seragam. Pasien yang masuk ke
rumah sakit dan memerlukan rawat inap, harus diregrestasi
terlebih dulu. Tujuan selain untuk mendata pasien, yang lebih
penting adalah untuk menyiapkan perkembangan medis atau
catatan perkembangan penyakitnya melalui file rekam Medik.
Untuk itu tiap pasien memiliki nomor rekam medik tersendiri.
Sehingga jika ada pasien yang sebelumnya sudah tercatat di
rumah sakit tertentu, untuk kunjungan mereka berikutnya
cukup dengan menunjukkan nomor rekam medic melalui kartu
berobat yang diberikan sebelumnya oleh pihak rumah sakit.

Pemberian pelayanan yang seragam memenuhi maksud dan


tujuan, yaitu:
1. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai,
tidak tergantung atas kemampuan pasien untuk
membayar atau sumber pembiayaan.
2. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang
memadai, yang tergantung atas hari-hari tertentu atau
waktu tertentu.

162
3. Ketepatan (aculty) mengenali kondisi pasien
menentukan alokasi sumber daya untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
4. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya
pelayanan anestesia) sama diseluruh rumah sakit.
5. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang
sama menerima asuhan keperawatan yang setingkat
diseluruh rumah sakit.

Informasi umum yang wajib diketahui pasien atau keluarganya


harus disampaikan saat pendaftaran tersebut. Hak-hak apa
yang didapat pasien dan kewajiban apa yang harus dipenuhi
serta aturan rumah sakit yang harus diketahui untuk dipatuhi
pasien atau keluarganya. Ketika ini pula pasien / keluarga
diberikan keluluasaan untuk menentukan kelas perawatan
yang dipilih. Tentu sebelumnya dijelaskan pula oleh petugas
apa perbedaan pada masing-masing kelas perawatan. Jika
pasien merupakan anggota dari suatu rekanan kerja sama
dengan rumah sakit atau menjadi salah satu tanggungan
asuransi kesehatan, mestinya sudah didata sejak awal. Dan
jika penderita merupakan pasien yang sudah dirujuk untuk
dilakukan tindakan medis, seperti pembedahan, informasi
prakiraan pembiayaan tindakan tersebut sudah dapat
diberikan saat pasien melakukan regristrasi di tempat
pendaftaran pasien rawat inap.
Sebelum pasien diantar untuk masuk kamar perawatan,
pasien akan ditempatkan dulu di ruang tertentu, sambil
menunggu kesiapan kamar yang akan ditempatinya. Terutama
ruangan ini juga biasa diperlukan untuk pasien yang menjalani
preoperatif sesaat setelah terdaftar sebagai pasien rawat inap.

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang


membutuhkan perbaikan di segala bidang, misalnya: Bidang
ekonomi, pendidikan, sosial budaya, terutama bidang
kesehatan. Karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar
manusia yang mutlak dipenuhi, sebelum memenuhi kebutuhan
yang lain. Perbaikan di bidang kesehatan ini meliputi ; segi
pelayanan, tenaga kesehatan, dan fasilitas yang memadai.

163
Rumah sakit sebagai suatu badan usaha, tentu mempunyai
misi tersendiri sama seperti badan usaha lainnya. Produk
utama rumah sakit adalah
(a) Pelayanan Medis,
b) Pembedahan, dan
(c) Pelayanan perawatan orang sakit, sedangkan sasaran
utamanya adalah perawatan dan pengobatan nyawa dan
kesehatan para penderita sakit. Sebagai salah satu bagian dari
rumah sakit, maka Unit Rawat inap dirumah sakit juga perlu
diperhatikan dalam bidang pelayanan terhadap pasien.

Definisi
Rawat Inap (opname) adalah istilah yang berarti proses
perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat
penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan
di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien
dirawat.

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien


masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan
untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik
dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 1997 yang
dikutip dari Suryanti (2002)).

8.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitorin dan Evaluasi, Pelayanan


Rawat
Inap
Evaluasi Kinerja Pelaksana dilaksanakan monitoring dan
evaluasi
kinerja minimal 1 (satu) bulan sekali
Pelayanan rawat inap di Rumah Sakit didokumentasikan
dalam rekam medis pasien. Hal-hal yang didokumenasikan
antara lain:
1. Mulai dengan nama pasien dan berikan latar belakang
pasien sebagai informasi dasar kemudian berikan
gambaran umum yang sesuai.
2. Pencatatan laporan secara sistematik menurut hasil
kegiatan dan urutan kronologi

164
3. Semua tindakan medik atau prosedur kesehatan yang
istimewa, misal ketuban yang dipecahkan dengan
sengaja ataupun spontan dengan jam,dan jumlahnya di
dokumentasikan dengan benar dan hati-hati.
4. Kegiatan akhir dari pendokumetasian adalahpelaporan,
variasi laporan menurut tingkat kebutuhan, misalnya :
1) Laporan shift atau giliran jaga
2) Laporan ini biasanya dibuat dan disampaikan
pada setiap pergantian gilir jaga. Laporan ini
terutama mengenai kondisi dan
perkembangan pasien. Selain itu laporan gilir
jaga juga dapat berupa serah terima obat-
obatan. Dapat juga pelaporan mengenai
peralatan yang sudah terpakai atau dalam
persediaan.
3) Laporan harian, biasa berupa jumlah pasien
masuk, pasien keluar, pasien meninggal,
pasien tanggungan perusahaan, pasien BPJS
dan pasien umum.
4) Laporan bulanan, triwulan atau tahunan.

165
Materi Inti 9. Standar pelayanan di Ruang VK (Kamar Bersalin)

9.1. Kebijakan Pelayanan Di Ruang VK (Kamar Bersalin)


1. Undang-undang Nomor : 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor : 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1575/Menkes/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1457 Tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Kesehatan
Minimal Bidang Kesehatan.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
836/Menkes/SK/VI/2005 tentang Pedoman
Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan
Kebidanan.

9.2. Standar SDM Pelayanan diRuang VK (Kamar Bersalin)


Standar Tenaga
1) Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan
2) Perawat/Bidan yang kompeten
3) Mampu berkoordinasi dengan tim multidisipliner : Dokter
Spesialis Kebidanan dan Kandungan, Dokter Penyakit Dalam,
Dokter Spesialis Anestesiologi, Dokter Spesialis Anak (Neonatolog),
Perawat ICU/MICU (Level III), Perawat NICU (Level III), dll yang
terkait pelayanan Kamar Bersalin.
4) Sertifikasi minimal yang harus dimiliki : Pelatihan Bantuan Hidup
Dasar (BHD) dan Penanganan Code Blue, Pelatihan Bantuan Hidup
Lanjut (BHL), Mother Early Warning System (MEWS), Pelatihan
Asuhan Persalinan Normal (APN), Pelatihan Penanganan Kegawat
Daruratan Obstetri dan Neonatal (PPGDON), Manajemen Laktasi,
PPI, Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
Pelaksana Administrasi

9.3. Standar Sarana, Prasarana dan peralatan Medis di


ruang VK
( Kamar bersalin)
Standar Sarana, Prasarana, dan Peralatan
Persyaratan bangunan Kamar Bersalin minimal meliputi :
- Rumah Sakit Umum memiliki minimal 2 kamar bersalin
- Lokasi berdekatan dengan Kamar Operasi dan IGD

166
- Berdekatan dengan ruang neonatal, untuk memudahkan
transpor bayi
dengan komplikasi ke ruang rawat.
- Berdekatan dengan ruang post partum.
- Minimal memiliki 2 kamar kala 1 dan 1 kamar kala 2.
- Luas minimal: 6 m2 per orang
- Ada kamar isolasi ibu di tempat terpisah
- Ruangan bersalin tidak boleh merupakan tempat lalu lalang
orang
- Setiap ibu bersalin harus punya privasi agar keluarga dapat
hadir.
- Tersedia kamar mandi dan toilet yang berhubungan kamar
bersalin.
- Tersedia fasilitas untuk cuci tangan pada tiap ruangan.
- Tersedia kamar periksa/diagnostik berisi: tempat tidur
pasien/obgin, kursi pemeriksa, meja, kursi, lampu sorot, troli alat,
lemari obat kecil, USG mobile dan troli emergensi.
- Tersedia Ruang tindakan operasi kecil/darurat/one day care :
untuk kuret, penjahitan dan sebagainya berisi; meja operasi
lengkap, lampu sorot, lemari perlengkapan operasi kecil, wastafel
cuci operator, mesin anestesi, inkubator, perlengkapan kuret (MVA)
dsb.

9.4. Standar Pelayanan di Ruang VK (Kamar Bersalin)


PENGORGANISASIAN PELAYANAN DI RUANG VK
Pelayanan Kamar Bersalin merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Pelayanan Obstetri dan Neonatal yang wajib
dilaksanakan oleh rumah sakit dalam bentuk Rumah Sakit PONEK
24 Jam, dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia.
Ruang lingkup pelayanan PONEK di RS dimulai dari garis
depan/IGD dilanjutkan ke Kamar Operasi/Ruang Tindakan sampai
ke ruang perawatan yaitu sebagai berikut:
a. Stabilisasi di IGD dan persiapan untuk pengobatan
deinitif.
b. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di
ruang tindakan.
c. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi
Laparatomi dan Seksio Sesaria.
d. Perawatan intermediate dan intensif ibu dan bayi.

167
e. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi.
Syarat minimal pelayanan yang harus disediakan oleh RS PONEK

adalah:
a. Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis dan Risiko
Tinggi pada masa antenatal, intranatal dan post natal.
b. Pelayanan Neonatal Fisiologis dan Risiko Tinggi pada
level IIB (Asuhan Neonatal dengan Ketergantungan
Tinggi)
Unit kerja yang teintegrasi dengan pelayanan PONEK meliputi :
IGD, Poliklinik Kebidanan, Kamar Bersalin, Kamar Operasi, Unit
Neonatologi (Level I – Level III), Unit post Natal, dan Unit High
Dependency Unit (HDU) untuk Maternal.
Pengorganisasian pelayanan di Kamar Bersalin meliputi klasifikasi,
standar tenaga kesehatan yang melakukan asuhan pasien serta
standar sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan di Kamar
Bersalin.
Klasifikasi Pelayanan di Kamar Bersalin tediri dari :
1) Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis
Meliputi pelayanan kehamilan, pelayanan persalinan dan
pelayanan nifas
2) Pelayanan Kesehatan Neonatal Fisiologis (bekerjasama
dengan perawat Perinatologi untuk pertolongan bayi baru
lahir).
Meliputi pelayanan Bayi Baru Lahir Normal (Level I).
Fungsi Kamar Bersalin dalam hal ini adalah pertolongan
persalinan spontan pervaginam, memfasilitasi inisiasi
menyusu dini, rawat gabung bayi sehat bersama ibu (bila
memiliki ruang nifas yang menyatu dengan Kamar
Bersalin).
3) Pelayanan Kesehatan Maternal Risiko Tinggi
Meliputi pelayanan kasus obstetri dengan kasus
intermediate (High Dependency Unit) baik pada masa
antenatal, intranatal, maupun post natal. Untuk
selanjutnya bila pasien memerlukan perawatan yang
lebih intensif (Level III), maka pasien ditransfer ke
ICU/MICU.

ALUR PELAYANAN PASIEN KAMAR BERSALIN

168
Alur Pelayanan dimulai dari pelaksanaan skrining untuk semua
pasien, baik yang akan ke IGD, Poliklinik Kebidanan, maupun yang
datang sendiri untuk direncanakan tindakan Sectio Caesarea dan
dirawat inap 1 hari sebelumnya. Pasien yang masuk ke Kamar
Bersalin dapat berasal dari IGD, Poliklinik Kebidanan, maupun
Ruang Rawat Inap.
Pasien yang dilakukan operasi Sectio Caesarea elektif dapat
berasal dari Rawat Inap yang telah direncanakan sebelumnya,
sedangkan pasien operasi Sectio Caesarea cito dapat berasal dari
Kamar Bersalin.

PENERIMAAN PASIEN DI KAMAR BERSALIN.


Hal yang harus diperhatikan pada saat penerimaan pasien di Kamar
Bersalin meliputi :
a. Identifikasi pasien
b. Orientasi ruangan, tata tertib, DPJP, perawat/bidan
penanggung jawab pasien, hak dan kewajiban pasien
dan keluarga, informasi tentang penyimpanan barang
milik pelanggan
c. Asesmen awal, termasuk asesmen nyeri, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang (CTG dan EKG bila
diperlukan)
d. Edukasi cuci tangan
e. Pemberian informasi tentang kondisi medis dan
diagnostik
f. Pemberian informasi tentang rencana asuhan dan
tindakan (tata cara dan tujuan tindakan, manfaat dan

169
risiko tindakan, nama orang yang mengerjakan tindakan,
kemungkinan alternatif dari tindakan, prognosis dan
tindakan, kemungkinan hasil yang tidak terduga,
kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan.
g. Informed Consent.
h. Pemberian informasi tentang second opinion bila
pasien/keluarga memerlukan.

ASUHAN PASIEN DI KAMAR BERSALIN


Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pemberian asuhan
kepada pasien:
a. Pelaksanaan asesmen ulang oleh PPA dan dicatat dalam
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
b. Pemberian rencana asuhan yang seragam (sesuai PPK,
Clinical Pathway, Protokol)
c. Rencana asuhan pasien terintegrasi dan dikoordinasikan
dengan unit layanan IGD, OK, unit neonatologi, ruang
nifas dan NICU dan MICU sesuai kondisi pasien
d. Rencana asuhan dievaluasi secara berkala sesuai
dengan kondisi pasien, dimutakhirkan, atau direvisi oleh
tim PPA brdasarkan asesmen ulang.
e. Instruksi diberikan hanya oleh yang kompeten dan
berwenang dan didokumentasikan
f. Informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan,
termasuk hasil asuhan yang tidak diharapkan
g. Pelaporan nilai kritis
h. Transfer pasien dari Kamar Bersalin ke OK dan Rawat
Inap (ruang Nifas) sesuai regulasi.

PENCEGAHAN INFEKSI DI KAMAR BERSALIN


Upaya yang dilakukan untuk pencegahan infeksi di Kamar Bersalin
terdiri dari:
a. Penetapan program PPI di Kamar Bersalin
• Kebersihan tangan
• Kebersihan lingkungan Kamar Bersalin
• Surveilans risiko infeksi
• Investigasi wabah (outbreak) penyakit infeksi di Kamar
Bersalin
• Peningkatan pengawasan terhadap penggunaan
antimikroba

170
secara aman
• Asesmen secara berkala terhadap risiko dan analisa
risiko serta
menyusun risk register di Kamar Bersalin
• Penetapan sasaran penurunan risiko
• Mengukur tingkat infeksi di Kamar Bersalin dan mereviu
risiko infeksi
b. Monitoring dan evaluasi kepatuhan staf terhadap program PPI
yang
sudah direncanakan dan dilaksanakan
c. Monitoring dan evaluasi fasilitas untuk cuci tangan dan
penunjang lain
untuk pencegahan infeksi

PENGENDALIAN MUTU DI KAMAR BERSALIN


Pengendalian Mutu adalah upaya dan kegiatan secara
komprehensif dan terintegrasi untuk memantau, menilai,
mengendalikan mutu pelayanan, memecahkan masalah yang ada
dengan alat ukur yang tepat sehingga mendapatkan solusinya.
Kegiatan Pengendalian Mutu bertujuan untuk memperbaiki mutu
layanan secara berkesinambungan serta menjamin keselamatan
pasien di dalam area Kamar Bersalin. Oleh karena itu, maka perlu
ditetapkan Indikator mutu untuk menilai mutu pelayanan di Kamar
Bersalin. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap indikator mutu
tersebut, dicatat, dilaporkan, dan dilakukan perbaikan dan tindak
lanjut secara berkala dengan menggunakan metoda Plan – Do –
Study Action (PDSA).
Kelengkapan profil indikator mutu sekurang2nya meliputi :
• Nama Indikator
• Dimensi Mutu
• Tujuan
• Dasar pemikiran/literatur
• Definisi operasional
• Kriteria Inklusi – kriteria ekslusi
• Tipe Indikator
• Numerator
• Denumerator
• Formula
• Nilai ambang/standar
• Sumber data

171
• Wilayah pengamatan
• Metoda pengmupulan data
• Pengumpul data
• Frekuensi pengumpulan data
• Periode waktu pelaporan
• Rencana analisis
• Penyeberluasan hasil data pada staf.

9.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring, dan Evaluasi di Ruang


VK (Kamar bersalin)
Pendokumentasian di Kamar Bersalin, terdiri dari :
1. Regulasi yaitu dokumen pengaturan yang disusun oleh
rumah sakit yang dapat berupa kebijakan, prosedur
(SPO), pedoman, panduan, peraturan Direktur RS,
keputusan Direktur RS dan atau program
2. Dokumen yaitu bukti proses kegiatan atau pelayanan
yang dapat berbentuk berkas rekam medis, laporan dan
atau notulen rapat dan atau hasil audit dan atau ijasah
dan bukti dokumen pelaksanaan kegiatan lainnya.
Regulasi yang harus dipersiapkan di Kamar Bersalin meliputi:
- SK/Penetapan pelayanan Kamar Bersalin
- Pedoman Pelayanan Kamar Bersalin
- Pedoman pengorganisasian Kamar Bersalin
- Uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang staf medis
dan perawat/bidan di Kamar Bersalin
- Program Kerja ruang Kamar Bersalin, termasuk prgram
peningkatan mutu
- Penetapan staf medis dan perawat/bidan yang kompeten
dan berwenang melakukan asesmen awal dan asesmen
ulang di Kamar Bersalin.
- Perjanjian kerja staf medis
- Panduan Asuhan Kamar Bersalin.
- Standar Prosedur Operasional di Kamar Bersalin antara
lain Identifikasi pasien, serah terima pasien, orientasi
pasien baru, asesmen awal, pelaporan pasien baru,
pelaporan nilai kritis, edukasi, konsultasi, persetujuan
tindakan, permintaan second opinion, penanganan
barang milik pasien, pemberian obat, transfusi, persiapan
operasi, perawatan pasca operasi, transfer pasien, dll).

172
Dokumen yang harus ada Kamar Bersalin antara lain :
- Evaluasi perkembangan pasien (SOAP) dalam Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
- Bukti edukasi, konsultasi, persetujuan medis, permintaan
second opinion, penjelasan pelayanan pada pasien,
asesmen, EWS.
- Dokumen bukti pemberian kewenangan klinis staf medis
dan perawat/bidan berdasarkan rekomendasi
kewenangan klinis dari Komite Medik dan Komite
Keperawatan
- Dokumen bukti Kepala Kamar Bersalin menyediakan
data yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap
praktik profesional berkelanjutan dari staf medis dan
perawat/bidan sesuai regulasi.
- Dokumen pelatihan staf (PPGDON, Kegawatan
Kebidanan, EWS, PPI, Keselamatan Pasien, APAR,
penggunaan peralatan medis)
- Dokumen Mutu Kamar Bersalin.
- Dokumen surveilans infeksi.
- Pelaporan pelayanan Kamar Bersalin.
- Bukti tindak lanjut atas evaluasi dan pelaporan Kamar
Bersalin.
- dll yang terkait pelayanan dan asuhan di Kamar Bersalin.

Materi Inti 10. Standar pelayanan di ruang Perinatalogy

10.1. Kebijakan Pelayanan di Ruang Perinatalogy


Pelayanan Perinatologi merupakan pelayanan yang diberikan kepada
pasien dimana pasien memerlukan tindakan yang cepat, dan tepat
serta pelayanan yang emergency untuk pasien dengan kondisi yang
kritis dan memerlukan observasi khusus dengan menggunkan
peralatanyang lengkap.

TUJUAN:
1. Tujuan Umum : Acuan atau pedoman untuk meningkatkan mutu
pelayanan di Ruang Perinatologi .
2. Tujuan khusus :
a.Sebagai pedoman bagi perawat Perinatologi dalam memberikan
asuhan keperawatandi Unit Perinatologi
b.Menjamin safety bagi pasien maupun petugas.

173
LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan.
2. Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran.
3. Peraturan pemerintah Republik Indonesia No.32 tahun 1996
tentang tenaga kesehatan.
4. Peraturan pemerintah Republik Indonesia No.7 tahun 1987 JO
skb NO. 48/menkes/II/98tentang penyerahan sebagai urusan
pemerintah dalam bidang kesehatan kepadapemerintah
daerah.
5. Peraturan pemerintah Republik Indonesia No.25 tahun 2000
tentang kewenanganpemerintah kewenangan propinsi sebagai
daerah otonomi.
6. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.920//Menkes/SK/Per/IX/1986tentang upaya pelayanan
kesehatan swasta di bindang medik.
7. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.585/mENKES/skPer/IX/1989tentang persetujuan tindakan
medik.
8. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.749/Menkes/SK/Per/IX/1989tentang Rekam Medis /Medical
Record.
9. keputusan[menteri kesehatan Republik Indonesia No.436
tahun 1993 tentangberlakunya Standar pelayanan Medis
Indonesia
10. .Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.916/Menkes/Per/VIII/1997 tentangizin praktek bagi tenaga
medis.
11. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.1045/Menkes/Per/XI/2006 tentangpedoman organisasi
rumah sakit di lingkungan departemen kesehatan.
12. Surat keputusan bersama menteri kesehatan Republik
Indonesia dan menteridalamnegeri Republik Indonesia
No.48/Menkes/SKB/II/1998 tentang pentunjukpelaksanaanPP
No.7tahun 1987

10.2. Standar SDM di Ruang Perinatology


1. Tim Multidisipliner Terpadu: Dokter Spesialis Anak;
Neonatolog; Dokter Bedah Anak; Dokter Mikrobiologi

174
2. Keperawatan: Kepala Ruangan (sertifikat Manajemen;
Pelatihan Neonatus level II & III; Perawat Pelaksana (sertifikat
Pelatihan Neonatus Level II & III)
3. Tim Penunjang Medik: Elektromedik; Radiografer; Fisioterapis;
Analis; Dietisien
4. Tata Usaha

10.3. Standar Sarana, Prasarana dan Peralatan Medis di Ruang


Perinatology
. Sarana dan Prasarana
- Ruang Perinatologi sebaiknya berdekatan dengan ruang
NICU, Kamar Bersalin dan Kamar Operasi.
a) Area resusitasi bayi baru lahir
b) Outlet Oksigen
c) Outlet Air (udara tekan)
d) Outlet Vakum/ portable
e) Stop kontak minimal 6 titik tiap inkubator/ bed
f) Lingkungan yang optimal untuk bayi baru lahir
g) Tempat cuci tangan lengkap (wastafel dengan air
mengalir)
h) Kalibrasi alat secara berkala
i) Pelatihan APAR
j) Pelatihan bencana alam
k) Ruangan:
- Ruang perawatan (jarak inkubator/ bed 1,5 meter)
- Ruang Isolasi
- Ruang menyusui
- Ruang perawatan metode kanguru (PMK)
- Ruang edukasi keluarga
- Ruang peracikan obat dan nutrisi parenteral
- Ruang administrasi
- Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
- Ruang pembuangan sampah infeksius, sampah non
infeksius dan benda tajam
- Ruang Kepala Ruangan
- Ruang perawat
- Ruang staf dokter
- Ruang tunggu keluarga pasien
- Ruang dapur susu

175
- Ruang penyimpanan linen bersih
- Ruang pembuangan akhir

Peralatan
1. Standar alat medis: inkubator; inkubator transport; infant
warmer; bedside monitor; pengatur suhu dan
kelembaban; lampu penghangat; foto terapi; oksimetri;
glukometer; Cot; T.piece resuscitator; oksigen blender;
stetoskop bayi; alat deteksi kebisingan; alat central
function monitor (CFM); alat continuos positive airway
pressure (CPAP); syringe pump; infusion pump; low flow
flowmeter; non invasive blood pressure (NIBP)
2. Standar alat keperawatan: set perawatan luka, set
pemasangan infus, set pengambilan specimen darah; set
pemotongan tali pusat; baju kanguru; topi prematur;
nesting; penutup inkubator; set transfusi tukar; baju
pelindung steril, termometer digital; standar infus;
timbangan berat badan elektrik; baby table + matras,
tempat sampah tertutup, safety box untuk benda tajam
3. Trolley emergency/ Resusitasi Kit

Keterangan:
1. Laringoskop dengan baterai dan lampu cadangan

176
2. Daun laringoskop (no. 1 dan no. 0)
3. Pipa ET no. 2.5, 3.0, 3.5, & 4.0
4. Stilet (bila tersedia)
5. Pendeteksi CO2 (bila tersedia)
6. Kateter penghisap no. 10F
7. Plester
8. Gunting
9. Gudel
10. Aspirator mekonium
11. Stetoskop
12. Balon resusitasi & sungkup dan manometer

10. 4. Standar Pelayanan di Ruang Perinatalogy


STANDAR PELAYANAN RUANG PERINATOLOGI
Pelayanan di Ruang Perinatologi merupakan pelayanan neonatus
baru lahir dan risiko tinggi dengan kegawatan level II, sehingga
asuhan pelayanan yang diberikan oleh Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) harus berkesinambungan, konsisten, aman sesuai standar
keselamatan pasien, serta menjunjung nilai- nilai luhur dan etika
profesi.
Fasilitator memfasilitasi peserta pelatihan memahami konsep
standar pelayanan di Ruang Perinatologi sehingga mampu
membangun sistem pelayanan neonatal sesuai standar
keselamatan pasien.

Sub materi terdiri dari:


10.1. Pengorganisasian pelayanan di Ruang Perinatologi
Pengorganisasian pelayanan di Ruang Perinatologi digambarkan
dengan struktur organisasi dengan garis komando yang jelas,
tanggung jawab, tanggung gugat serta mekanisme koordinasi dan
komunikasi yang baik dengan unit/ bidang lain dalam pelayanan
kesehatan.
Pengorganisasian pelayanan di Ruang Perinatologi meliputi
klasifikasi tingkat kegawatan, standar tenaga kesehatan yang
melakukan asuhan pasien serta standar sarana, prasarana dan
peralatan yang digunakan di Ruang Perinatologi dan pertolongan
bayi baru lahir.
Klasifikasi
1. Pelayanan perawatan neonatus usia 0-28 hari dengan tingkat
kegawatan level II: Pelayanan neonatal dengan tingkat

177
kegawatan level I ditambah dengan semua jenis penyakit pada
neonatus yang tidak memerlukan FiO2 > 40%; bayi prematur
> 34 minggu; gangguan hemodinamik ringan; bayi dengan
asfiksia ringan; bayi dengan masalah gastrointeritis; infeksi dini
neonatus; bayi dengan kasus bedah (pre dan post operatif);
kelainan bawaan; bayi lahir dari ibu diabetes mellitus;bayi pasca
perawatan NICU; bayi sakit > 1 bulan dengan berat badan <
3000 gram; bayi dengan hyperbilirubinemia.
2. Pelayanan perawatan neonatus dengan tingkat kegawatan
level I: Pelayanan neonatus yang berfokus pada upaya
memberikan pertolongan persalinan normal/ seksio sesaria;
melakukan perawatan neonatal esensial pada bayi sehat;
identifikasi tanda bahaya pada neonatus; melakukan
resusitasi, stabilisasi, dan transpor bayi baru lahir yang tidak
bugar atau sakit untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder
atau tersier sesuai wilayahnya.

178
10.1 ALUR PELAYANAN PASIEN RUANG PERINATOLOGI

Keterangan: Pasien dapat berasal dari NICU, IGD,


Rawat Jalan, Rawat Inap
Kegiatan masuk ruang Perinatologi:
a. Pendaftaran rawat inap: dari IGD dan Rawat Jalan
b. Pengantaran pasien ke Ruang Perinatologi
c. Serah terima pasien
d. Penerimaan pasien baru
e. Pengkajian awal pasien baru
f. Penegakkan diagnosis
g. Perencanaan asuhan terintegrasi
h. Perencanaan pulang/ discharge planning
i. Pemberian edukasi/ informasi
j. Pelaporan nilai kritis
k. Visite pasien oleh DPJP
l. Konsultasi/ second opinion
m. Koordinasi dengan PPA lain: Farmasi, Gizi, Lab
n. Pemberian asuhan pasien sesuai dengan clinical
pathway atau panduan praktik klinis (PPK)
o. Pelayanan pasien tahap terminal: paliatif/ DNR
p. Dokumentasi asuhan dalam rekam medis
q. Pemulangan pasien
r. Rujuk pasien

10.2 PENERIMAAN PASIEN DI RUANG PERINATOLOGI


Kegiatan masuk ruang Perinatologi:

179
a. Pendaftaran rawat inap: dari IGD dan Rawat Jalan
b. Pengantaran pasien ke Ruang Perinatologi
c. Serah terima pasien
d. Penerimaan pasien baru
e. Pengkajian awal pasien baru
f. Penegakkan diagnosis
g. Perencanaan asuhan terintegrasi
h. Perencanaan pulang/ discharge planning
i. Pemberian edukasi/ informasi
j. Pelaporan nilai kritis
k. Visite pasien oleh DPJP
l. Konsultasi/ second opinion
m. Koordinasi dengan PPA lain: Farmasi, Gizi, Lab
n. Pemberian asuhan pasien sesuai dengan clinical
pathway atau panduan praktik klinis (PPK)
o. Pelayanan pasien tahap terminal: paliatif/ DNR
p. Dokumentasi asuhan dalam rekam medis
q. Pemulangan pasien
r. Rujuk pasien

10.3 ASUHAN PASIEN DI RUANG PERINATOLOGI


Pelayanan pasien di rumah sakit dikelola sejak pasien masuk
sampai pulang melalui pengkajian, perencanaan, implementasi dan
evaluasi, antara lain:
a. Penerimaan pasien
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemberian edukasi
d. Pemberian nutrisi
e. Pemberian terapi dan cairan
f. Pemberian solusi masalah kesehatan
g. Family Centered Care (FCC)
h. Pemulangan pasien

10.5 PENCEGAHAN INFEKSI DI RUANG PERINATOLOGI


Upaya yang dilakukan untuk pencegahan infeksi di Ruang
Perinatologi terdiri dari:
a. Penetapan program PPI di Ruang Perinatologi
1. Kebersihan tangan
2. Kebersihan lingkungan Ruang Perinatologi
3. Surveilans risiko infeksi

180
4. Investigasi wabah (outbreak) penyakit infeksi di
Ruang Perinatologi
5. Peningkatan pengawasan terhadap penggunaan
antimikroba secara aman
6. Asesmen secara berkala terhadap risiko dananalisa
risiko serta menyusun risk register di Ruang
Perinatologi
7. Penetapan sasaran penurunan risiko
8. Mengukur tingkat infeksi di Ruang Perinatologi dan
mereviu risiko infeksi
b. Monitoring dan evaluasi kepatuhan staf terhadap
program PPI yang sudah direncanakan dan dilaksanakan
c. Monitoring dan evaluasi fasilitas untuk cuci tangan dan
penunjang lain untuk pencegahan infeksi

10.6 PENGENDALIAN MUTU DI RUANG PERINATOLOGI


Sistem pengendalian mutu di Ruang Perinatologi terdiri dari:
a. Penetapan Regulasi:
1. Pedoman Pelayanan dan Pengorganisasian
2. Kebijakan Pelayanan Neonatal
3. Standar Prosedur Operasional
4. Penetapan formulir yang digunakan dalam
pelayanan
5. Penetapan uraian tugas
b. Penetapan program pengendalian mutu:
1. Pengendalian indikator mutu di Ruang Perinatologi
2. Pengukuran kepuasan pelanggan di Ruang
Perinatologi
3. Pengendalian infeksi di Ruang Perinatologi
4. Pengelolaan insiden keselamatan pasien
5. Pelatihan dan pengembangan SDM di Ruang
Perinatologi
6. Penilaian kinerja
c. Implementasi standar mutu
d. Evaluasi standar mutu
e. Perbaikan secara terus menerus

10.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi, di


Ruang
Perinatalogy

181
Pendokumentasian di Ruang Perinatologi terdiri dari:
a. Ringkasan masuk: identitas pasien
b. Pengkajian awal pasien
c. Transfer internal
d. Lembar handover/ serah terima
e. Pengkajian lanjutan pasien
f. Perencanaan asuhan terintegrasi
g. Perencanaan pulang/ discharge planning
h. Pemberian edukasi/ informasi
i. Pelaporan nilai kritis
j. Lembar pengobatan
k. Lembar Konsultasi/ second opinion
l. Catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT)
m. Lembar informed consent
n. Lembar pelayanan paliatif/ DNR
o. Lembar pengawasan/ observasi
p. Catatan pasca operasi
q. Pemulangan pasien
r. Lembar rujuk pasien
s. Lembar pemantauan transfusi darah

Materi pokok 11. Standar Pelayanan Perawatan Intensif

11.1. Kebijakan Pelayanan di Ruang pelayanan Perawatan


Intensif (ICU,
ICCU, PICU, NICU, RICU)

ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit
yang mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera
atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan
masih reversibel. ICU menyediakan kemampuan dan sarana,
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-
fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan
keadaan-keadaan tersebut. Pada saat ini, ICU modern tidak
terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi

182
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu
intensive care medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi
dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernapasan,
kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnya,
baik pada pasien dewasa atau pasien anak.
Pelayanan intensif di dalam akreditasi RS termasuk ke dalam
layanan berisiko tinggi dan menjadi salah satu layanan yang
menjadi survey terfokus dalam proses akreditasi. Oleh karena
itu pendamping akreditasi RS perlu menguasai tentang
standar pengelolaan layanan intensif di RS.
Jenis Pelayanan yang diberikan di perawatan Intensif
disesuaikan dengan kasus yang dilayaninya, sehingga ada
beberapa istilah ruang Perawatan Intensif, diantaranya adalah
sebagai berikut:
RICU: Respiratory ICU : melayani pasien dengan
penyakit respirasi
CICU: Cardiac ICU : melayani pasien dengan
kasus pasca bedah jantung
NICU: Neonatal ICU : melayani pasien
neonatus
PICU: Pediatric ICU : melayani pasien anak
ICCU: Intensive Coronary Care Unit: melayani pasien
dengan kasus dengan penyakit jantung coroner
Klasifikasi pelayanan perawatan intensif
Dalam menyelenggarakan pelayanan, pelayanan ICU di rumahsakit
dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi pelayanan yaitu:
1. Pelayanan ICU primer (pada rumah sakit Kelas C)
2. Pelayanan ICU sekunder (pada rumah Sakit Kelas B)
3. Pelayanan ICU tersier (Pada rumah sakit Kelas A).
Klasifikasi ditentukan oleh ketenagaan, sarana dan prasarana,
peralatan dan kemampuan pelayanan.
Dokumen regulasi yang harus dimiliki unit pelayanan intensif
minimal meliputi pedoman pelayanan, pedoman pengorganisasian,
kebijakan dan SPO terkait pelayanan di ICU. Dokumen tersebut
harus mememenuhi regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah
meliputi:
1. KMK No. 1778/Menkes/SK/XII/ 2010 tentangf Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan ICU Di RS
2. Keputusan Dirjen BUK nomor HK.02.04/I/1966/11 tentang
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di RS

183
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Dan
Prasarana Rumah Sakit

RICU

Regulasi pelayanan RICU


a. Regulasi Triase: pasien dating akan di skrining kegawatananya
dan disertai tatalaksana untuk masing-masing hasil penilaian
b. Proses edukasi awal terkait tata tertib, general consent, dan
edukasi/ informasi lain yang sesuai regulasi RS. Pendamping
perlu memeriksa kesesuaian dokumen regulasi dengan
pelaksanaan di lapangan.
c. Regulasi skrining awal untuk kegawatan, infeksi, risiko jatuh,
nyeri dan Regulasi ini juga perlu disertai dengan dokumen
pendukung berupa prosedur tatalaksana masing-masing
intervensi.
d. Regulasi transfer pasien di dalam rumah sakit dan ke luar
rumah sakit

11.2. Standar SDM di Ruang pelayanan Perawatan Intensif (ICU,


ICCU,
PICU, NICU, RICU)

ICU
Standar Tenaga(ditambahkan untuk setiap kekhususan ICU)
Ketenagaan Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan
tunjangan hidup khusus yang harus dilakukan oleh suatu tim,
termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar pengetahuan,
keterampilan teknis, komitmen waktu, dan secara fisik selalu berada
di tempat untuk melakukan perawatan titrasi dan berkelanjutan.
Perawatan ini harus berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang
menjamin pasien dikelola dengan cara aman, manusiawi, dan
efektif dengan menggunakan sumber daya yang ada, sedemikian
rupa sehingga memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil
optimal. Kualifikasi tenaga kesehatan yang bekerja di ICU harus
mempunyai pengetahuan yang memadai, mempunyai keterampilan
yang sesuai dan mempunyai komitmen tehadap waktu. Uraian
kualifikasi ketenagaan berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU
seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.

184
Seorang dokter intensivis adalah seorang dokter yang memenuhi
standar kompetensi sebagai berikut:
a. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive
care medicine (KIC, Konsultan Intensive Care) melaluiprogram
pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan
profesi yang terkait.
b. Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan
sumber daya ICU secara efisien.
c. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam
pelayanan ICU.
d. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan
pelayanan 24 jam/hari, 7 hari/seminggu.
e. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :
1) Sampel darah arteri.
2) Memasang Mempertahankan jalan napas termasuk
intubasi tracheal, tracheostomy perkutan, dan ventilasi
mekanis.

185
3) Mengambil kateter intravaskuler untuk monitoring invasif
maupun terapi invasif (misalnya; Continuous Renal
Replacement Therapy (CRRT)) dan peralatan
monitoring, termasuk: Kateter arteri; Kateter vena perifer;
Kateter vena sentral (CVP); Kateter arteri pulmonalis.
4) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer.
5) Melakukan diagnostik non-invasif fungsi kardiovaskuler
dengan echokardiografi .
6) Resusitasi jantung paru.
7) Pipa thoracostomy.
f. Melaksanakan dua peran utama:
1) Pengelolaan pasien Mampu berperan sebagai pemimpin
tim dalam memberikan pelayan di ICU, menggabungkan
dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit
kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi-
sistem. Dalam mengelola pasien, dokter intensivis dapat
mengelola sendiri atau berkolaborasi dengan dokter lain.
Seorang dokter intensivis mampu mengelola pasien sakit
kritis dalam kondisi seperti :
a) Hemodinamik tidak stabil.
b) Gangguan atau gagal napas, dengan atau
tanpa memerlukan tunjangan ventilasi
mekanis.
c) Gangguan neurologis akut termasuk
mengatasi hipertensi intrakranial.
d) Gangguan atau gagal ginjal akut.
e) Gangguan endokrin dan/atau metabolik akut
yang mengancam nyawa.
f) Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau
keracunan obat.
g) Gangguan koagulasi.
h) Infeksi serius yang mengancam nyawa.
i) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan
nutrisi.
2) Manajemen Unit Dokter intensivis berpartisipasi aktif
dalam aktivitas-aktivitas manajemen unit yang diperlukan
untuk memberi pelayanan-pelayanan ICU yang efisien,
tepat waktu dan konsisiten. Aktivitas-aktivitas tersebut
meliputi antara lain :

186
a) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana
pengeluaran pasien
b) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-
kebijakan unit.
c) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan
kualitas yang berkelanjutan termasuk
supervisi koleksi data
d) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-
bagian lain untuk menjamin kelancaran
pelayanan di ICU Untuk keperluan ini, dokter
intensivis secara fisik harus berada di ICU
atau rumah sakit dan bebas dari tugas-tugas
lainnya.
g. Mempertahankan pendidikan yang
berkelanjutan tentang critical care medicine:
1) Selalu mengikuti perkembangan
mutakhir dengan membaca literatur
kedokteran.
2) Berpartisipasi dalam program-program
pendidikan kedokteran berkelanjutan.
3) Menguasai standar-standar untuk unit
critical care dan standard of care di
critical care.
h. Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada
kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas
interdisipliner.
Jumlah perawat pada ICU ditentukan berdasarkan
jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik.
Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan
ventilasi mekanik adalah 1:1, sedangkan perbandingan
perawat : pasien yang tidak menggunakan ventilasi
mekanik adalah 1:2.

RICU
Standar Tenaga
Kompetensi Perawat Intensif
Adapun Kompetensi minimal/dasar dan khusus/lanjut dapat dilihat
pada tabel berikut

187
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI KHUSUS/LANJUT
MINIMAL
1. Memahami konsep keperawatan 1. Seluruh kompetensi dasar no 1 s/d 23
intensif 2. Mengelola pasien yang menggunakan
2. Memahami Perawatan Respirasi ventilasi mekanik
dasar 3. Mempersiapkan pemasangan kateter
3. Memahami issue etik dan hukum arteri
pada perawatan intensif 4. Mempersiapkan pemasangan kateter
4. Mempergunakan ketrampilan vena sentral
komunikasi yang efektif untuk 5. Mempersiapkan pemasangan kateter
mencapai asuhan yang optimal. arteri pulmonal
5. Melakukan pengkajian dan 6. Melakukan pengukuran curah jantung
menganalisa data yang didapat 7. Melakukan pengukuran tekanan vena
khususnya mengenai: henti nafas sentral
dan jantung, status pernafasan, 8. Melakukan persiapan pemasangan Intra
gangguan irama jantung, status Aortic Baloon Pump (IABP)
hemodinamik pasien dan status 9. Melakukan pengelolaan asuhan
kesadaran pasien. keperawatan pasien yang terpasang
6. Mempertahankan bersihan jalan IABP
nafas pada pasien yang terpasang 10. Melakukan persiapan pemasangan alat
Endo Tracheal Tube (ETT) hemodialisis, hemofiltrasi (Continous
7. Mempertahankan potensi jalan nafas
dengan menggunakan ETT

11.1 Kemampuan Pelayanan


No Jenis pelayanan Spesifikasi
1 Resusitasi Jantung Paru Dr. minta tolong CAB, D,E
2 Pengelolaan jalan napas : Intubasi, V.M Intubasi dan pemasangan VM
3 Terapi oksigen Binasal,RM,NRM, Venturi.
4 CVP CVP tree lumen
5 Bed Side Monitor Invasive dan manual monitor
6 Terapi titrasi Terapi titrasi
7 Nutrisi parenteral dan enteral Untrisi parenteral dan enteral
8 Pemeriksaan laboratorium khusus Sentralisasi
9 Fisioterapi dada Fisioterapi dada
10 Melakukan isolasi Isolasi pasien khusus,
11 CRRT Plasma pharesis, CVVH

11.3. Standar Sarana , Prasarana dan Peralatan Medis di Ruang


pelayanan Perawatan Intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU,
RICU)

ICU
Standar Sarana dan Prasarana
a. Lokasi
Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih,
berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat
Darurat, laboratorium dan radiologi.
b. Desain
Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan disain yang
baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Disain berdasarkan
klasifikasi pelayanan ICU dapat dilihat pada tabel 2. Ketentuan
bangunan ICU adalah sebagai berikut :
1) Terisolasi

188
2) Mempunyai standar tertentu terhadap :
a) Bahaya api
b) Ventilasi
c) AC
d) Exhaust fan
e) Pipa air
f) Komunikasi
g) Bakteriologis
h) Kabel monitor
3) Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata.

Ruangan ICU dibagi menjadi beberapa area yang terdiri dari:


1) Area pasien:
a) Unit terbuka 12 – 16 m2 / tempat tidur.
b) Unit tertutup 16 – 20 m2 / tempat tidur.
c) Jarak antara tempat tidur : 2 m. d
d) Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2
tempat tidur.
e) Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan. 13
f) Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level
ICU. ICU tersier paling sedikit 3 outlet udara-tekan, dan 3
pompa isap dan minimal 16 stop kontak untuk tiap tempat
tidur.
g) Pencahayaan cukup dan adekuat untuk observasi klinis
dengan lampu TL day light 10 watt/m2 . Jendela dan akses
tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan personil.
Desain dari unit juga memperhatikan privasi pasien.
2) Area kerja meliputi:
a) Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga
kontak visual perawat dengan pasien.
b) Ruang yang cukup untuk memonitor pasien,
peralatan resusitasi dan penyimpanan obat dan
alat (termasuk lemari pendingin).
c) Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan
dilengkapi dengan viewer.
d) Ruang untuk telepon dan sistem komunikasi lain,
komputer dan koleksi data, juga tempat untuk
penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang
cukup resepsionis dan petugas administrasi.
3) Lingkungan

189
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu
dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22-- 25oC
kelembaban 50 – 70%.
4) Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian
sendiri.
5) Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilasi mekanik, pompa infus dan
pompa syringe,
peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung
infus, troli,
penghangat darah, alat isap, linen dan tempat penyimpanan
barang dan alat
bersih.
6) Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor
Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine,
pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain
unit menjamin tidak ada kontaminasi.
7) Ruang perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat
yang bertugas dan
pimpinannya.
8) Ruang staf dokter
Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor
Kepala bagian dan
staf, dan kepustakaan.
9) Ruang tunggu keluarga pasien
10) Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan
pelayanan terpusat.

190
Standar Peralatan
Peralatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas sangat
membantu kelancaran pelayanan. Uraian peralatan berdasarkan
klasifikasi pelayanan ICU dapat dilihat pada tabel 3. Berikut ini
adalah ketentuan umum mengenai peralatan :
a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe,
ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban
kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku.
b. Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untukkeamanan
alat.
c. Peralatan dasar meliputi:
1) Ventilasi mekanik.
2) Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan
nafas.
3) Alat hisap.
4) Peralatan akses vaskuler.
5) Peralatan monitor invasif dan non-invasif.
6) Defibrilator dan alat pacu jantung.
7) Alat pengatur suhu pasien.
8) Peralatan drain thorax.
9) Pompa infus dan pompa syringe.
10) Peralatan portable untuk transportasi.
11) Tempat tidur khusus.
12) Lampu untuk tindakan.

191
13) Continous Renal Replacement Therapy
(CRRT).
d. Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-
lain) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi khusus
hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan
untuk mendukung fungsi ICU.
e. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para
medik perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat
termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila
terjadi malfungsi.
Tabel 3. Peralatan berdasarkan klasifikasi pelayanan (pindahkan ke
lampiran)

192
Peralatan Monitoring (termasuk peralatan portable yang digunakan
untuk transportasi pasien)
a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas.
b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan
tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilasi
mekanik.
c. Pemantauan konsentrasi oksigen.
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang
dikeluarkan oleh ventilasi mekanik atau sistem pernafasan.
d. Tanda bahaya kegagalan ventilasi mekanik atau diskonsentrasi
sistim pernafasan.
Pada penggunaan ventilasi mekanik otomatis, harus ada alat
yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistim pernafasan atau
ventilasi mekanik secara terus menerus.
e. Volume dan tekanan ventilasi mekanik.
Volume yang keluar dari ventilasi mekanik harus terpantau.
Tekanan jalan nafas dan
tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan
dapat mendeteksi
tekanan yang berlebihan.
f. Suhu alat pelembab (humidifier)
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g. Elektrokardiograf
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h. Pulse oxymeter.
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU.
i. Emboli udara
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmaferesis
atau alat
perfusi,an untuk emboli udara.
j. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur
variabel fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan
arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan
nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar
CO2 ekspirasi.

193
RICU
Peralatan
Peralatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas sangat
membantu kelancaran pelayanan. Uraian peralatan berdasarkan
klasifikasi pelayanan IPI dapat dilihat pada tabel 3. Berikut ini
adalah ketentuan umum mengenai peralatan :
a. Peralatan medis meliputi:
1) Ventilasi mekanik.
2) Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan
nafas.
3) Alat hisap ( suction dan continous suction)
4) Peralatan akses vaskuler.
5) Peralatan monitor invasif dan non-invasif.
6) Defibrilator.
7) Thermometer manual dan digital.
8) WSD
9) infus pump dan syringe pump.
10) Scope streacher
11) Bed fungsional 3 crank (manual dan elektrik)
12) Lampu untuk tindakan.
13) Continous Renal Replacement Therapy (CRRT)
14) CPAP
15) Bed Dicubitor
16) Mesin warmer
b. Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan
bronchoscopy) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi
khusus saat ini tidak tersedia, kecuali bila secara klinis ada
indikasi dan untuk mendukung fungsi IPI.
c. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik
perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-
langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi.

11.4. Standar Pelayanan di Ruang pelayanan di Ruang


Perawatan Intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, RICU)

ICU
Kemampuan Pelayanan
Kemampuan pelayanan minimal di ruang intenisf disesuaikan
dengan klasifikasi

194
Alur Pelayanan Perawatan Intensif
Alur Pelayanan Intensif dimulai dari penetapan kriteria masuk,
proses perawatan sampai kriteria pasien keluar pelayanan intensif.
Penyusunan alur ini disesuaikan dengan kondisi di setiap rumah
sakit dengan memprhatikan kaidah kaidah yang mementingkan
keselamatan pasien termasuk pencegahan dan pengendalian
infeksi. Berikut adalah contoh aluran pelayanan intensif:

Gambar 1. Contoh Alur Pelayanan ICU

195
Kriteria Masuk ICU
ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih
dan terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur
yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1)
didahulukan dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan
intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan
prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk
ke ICU.
a. Pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti:
dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu suportif
organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinyu,
obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan
lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca
bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat,
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa.
Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk
ICU, seperti
derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu.
Terapi pada pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak
mempunyai batas.
b. Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di
ICU, sebab sangat

196
berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,misalnya
pemantauan
intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh
pasien seperti ini
antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-
paru, gagal ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami
pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak
mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
c. Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil
status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, secara
sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau
manfaat terapi di ICU
pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain
pasien dengan
keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial
tamponade, sumbatan
jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru
terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien
golongan ini hanya
untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi
mungkin tidak
sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala
ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan,
dengan catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian
sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas
ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien
prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong
demikian antara lain:
1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi
menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan
hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do

197
Not Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini
mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih
yang tersedia di ICU untuk meningkatkan
kemungkinan survivalnya.
2) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
3) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati
batang otak. Pasien-pasien seperti itu dapat
dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ
hanya untuk kepentingan donor organ.
Kriteria keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan
medis oleh kepala ICU dan tim yang merawat pasien.
3. Pengkajian ulang kerja
Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur
masuk dan keluar,standar perawatan pasien, dan kriteria outcome
yang spesifik. Kelengkapan kelengkapan ini hendaknya dibuat oleh
tim ICU di bawah supervisi komite medik, dan hendaknya dikaji
ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien
(outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap
ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh komite medik.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di pelayanan intensif


Program pencegahan dan pengendalian di pelayanan intensif
merupakan bagian dari dan merujuk kepada program Komite PPIRS
RS. Beberapa program khusus di pelayanan intensif meliputi:
1. Penempatan pasien infeksius di ruang isolasi atau dengan sistem
cohort
2. Penerapan HAI’s bundles (VAP Bundle, UTI Bundle,SSI Bundle
dan CRBSI Bundle)

198
RICU
STRATA/KLASIFIKASI PELAYANAN
NO JENIS TENAGA
PRIMER SEKUNDER TERSIER
1 Kepala ICU - Dokter spesialis - Dokter intensives - Dokter intensives
anestesiologi - Atau Dokter
- Atau Dokter anestesiologi
spesialis Paru yg
terlatih RICU

2 Tim Medis - Dokter spesialis - Dokter spesialis - Dokter spesialis


Paru sebagai paru yang dapat paru yang dapat
konsultan yang memberikan memberikan
dapat dihubungi pelayanan setiap pelayanan setiap
setiap dibutuhkan diperlukan dibutuhkan
- Dokter jaga 2 jam - Dokter jaga 2 jam - Doter jaga 24 jam
dengan sertifikasi dengan dengan
ACLS kemampuan kemampuan
ALS/ACLS dan ALS/ACLS dan
FCCS FCCS

3 Perawat Perawat terlatih yang - Perawat terlatih - Perawat terlatih


tersertifikat BHD dan yang tersertifikasi yang tersertifikasi
BHL Perawatan Perawatan
Respirasi dasar Respirasi dasar
- Minimal 50 % dari - Minimal 75 % dari
jumlah seluruh jumlah seluruh
perawat RICU perawat RICU
sudah tersertifikasi sudah tersertifikasi
Perawatan intensif Perawatan intensif

4 Tenaga non kesehatan - Tenaga - Tenaga - Tenaga


administrasi dg administrasi dg administrasi dg
kompetensi kompetensi kompetensi
computer computer computer
- Tenaga pekarya - Tenaga pekarya - Tenaga
- Tenaga - Tenaga laboratorium
kebersihan kebersihan - Tenaga farmasi
- Tenaga rekam
medis
- Tenaga untuk
kepentingan ilmiah
- Tenaga pekarya
- Tenaga
kebersihan

Alur Pelayanan RICU


Ruang lingkup dan jenis pelayanan RICU tergantung tipe rumah sakit,
sehingga pendamping akreditasi rumah sakit perlu melakukan
pengkajian terhadap profil rumah sakit tersebut.

Adapun alur pelayanan RICU adalah sebegai berikut:

199
Rawat Inap IGD Kamar Op

Administrasi

RICU

Rawat Inap Meninggal

Pulang
1. Anjuran dokter
2. Pulang kehendak
sendiri
3. meninggal

Standard pelayanan RICU


Standar pelayanan RICU diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
Ricu Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada
pasien yang memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang
Perawatan Intensif mampu melakukan resusitasi jantung paru
dan memberikan ventilasi bantu 24 – 48 jam. Kekhususan yang
dimiliki RICU primer adalah:
e. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar
bedah, ruang darurat dan ruang rawat pasien lain
f. Memiliki kebijakan / kriteria pasien yang masuk dan yang
keluar.
g. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala.
h. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi
jantung paru.
i. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil.
j. Memiliki 25% jumlahperawat yang cukup
telah mempunyai sertifikat pelatihan perawatan intensif,
minimal satu orang per shift.
k. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan
laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan
diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.

200
RICU Sekunder
Pelayanan RICU sekunder pelayanan yang khusus mampu
memberikan ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan
bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan
yang dimiliki RICU sekunder adalah:
a. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar
bedah, ruang darurat dan ruang rawat lain.
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan
rujukan.
c. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang
dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan.
d. Memiliki seorang Kepala RICU yaitu seorang
dokter konsultan intensif care atau bila tidak
tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter
jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasar dan hidup
lanjut).
e. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50%
bersertifikat RICU dan minimal berpengalaman
kerja di unit Penyakit Dalam dan Bedah selama 3
tahun.
f. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi
mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu,
melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha
penunjang hidup.
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan
laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan
diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.
h. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan
prosedur isolasi.

RICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek
perawatan intensif, mampu memberikan pelayanan yang
tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi sistem
yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta
mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan

201
pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang
terbatas. Kekhususan yang dimiliki RICU tersier adalah:
a. Tempat khusus tersendiri didalam rumah sakit.
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan
rujukan..
c. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang
dapat dipanggil setiap saat bila diperlukan .
d. Dikelola oleh seorang ahli anastesiologi konsultan
intensif care atau Dokter ahli konsultan intensif
care yang lain, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal
mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup
dasar dan bantuan hidup lanjut).
e. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat RICU
dan minimal berpengalaman kerja di unit penyakit
dalam dan bedah selama 3 tahun.
f. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan
dan perawatan intensif baik invasif maupun non
invasif.
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan
laboratorium tertentu , Rontgen untuk kemudahan
diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.
h. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu
mendidik medik dan perawat agar dapat
memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
i. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga
administrasi, tenaga rekam medik, tenaga untuk
kepentingan ilmiah dan penelitian.

KRITERIA PASIEN MASUK DAN KELUAR RICU


Pengelolaan pelayanan di RICU merupakan gabungan teknologi
tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan
keperawatan Intensif yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit
kritis. Keadaan ini memaksa diperlukannya mekanisme untuk
membuat prioritas pada sarana yang terbatas ini apabila kebutuhan
ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di RICU.
Kriteria Masuk RICU
RICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang
canggih dan terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan

202
tempat tidur yang tinggi pasien yang memerlukan terapi intensif
(prioritas 1) didahulukan rawat RICU dibandingkan pasien yang
memerlukan pemantauan intensif dan pasien sakit kritis atau
terminal (prioritas 2) dengan prognosis buruk atau sukar untuk
sembuh (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan
prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas
pasien masuk RICU.
a. Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan perawatan intensif dengan bantuan alat-alat
ventilasi, monitoring dan obat- obatan vasoaktif kontinyu dan
lain-lain. Misalnya pasien bedah kardiotoraksik, atau pasien
shock septic . Mungkin ada baiknya beebrapa institusi
membuat kriteria spesifik untuk masuk RICU, seperti derajat
hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu. Pasien
prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari
terapi yang dapat diterimanya.
b. Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari
RICU. Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi
intensif segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan
metoda seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong,
misalnya pada pasien penyakit dasar jantung, paru atau
ginjalakut dan berat atau yang telah menmgalami pembedahan
mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam
terapi yang diterimanya, mengingat kondisi mediknya
senantiasa berubah.
c. Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau
penyakit akutnya , baik masing-masing atau kombinasinya,
sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan/atau
mendapat manfaat dari terapi di RICU. Contoh-contoh pasien
ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai
penyulit infeksi pericardial tamponade, atau sumbatan jalan
nafas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru
terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien
prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi
penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi dan resusitasi cardio pulmoner.

203
204
Indikasi Pasien Keluar
a. Pasien Prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak
membutuhkan lagi perawatan intensif, atau jika terapi
mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek buruk,
sedikit kemungkinan bila perawatan intensif diteruskan.
Contoh : pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ
yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.
b. Pasien Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif
menunjukkan bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan
pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.
c. Pasien Prioritas III
Pasien Prioritas III dukeluarkan dari RICU bila kebutuhan
untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka
mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan
kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu
diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil,
keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit.
Contoh, pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis,
penyakit jantung, karsinoma yang telah menyebar luas dan
lain-lainnya) yang tidak berespon terhadap terapi RICU untuk
penyakit akut lainnya.

Kriteria pasien yang tidak memerlukan perawatan di ruang


perawatan intensif
a. Prioritas I
Pasien dipindahkan apabila pasien tsb tidak membutuhkan
lagi
perawatan intensif,atau jika :
Terapi mengalami kegagalan
Prognosa jangka pendek buruk
Sedikit kemungkinan untuk pulih kembali
Sedikit keuntungan bila perawatan intensif diteruskan

b. Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif
menunjukkan
bahwa

205
Perawatan intensif tidak dibutuhkan .
Pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.

c. Prioritas III
Pasien dipindahkan apabila :
Perawatan intensif tidak dibutuhkan lagi
Diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil
Keuntungan dari therapi intensif selanjutnya sangat
sedikit.

NICU DAN PICU

STANDAR PELAYANAN NICU DAN PICU


KLASIFIKASI PELAYANAN NICU DAN PICU.
a. Pelayanan NICU(Neonatus Intensive Care Unit : Bayi baru
lahir – 1 Bulan“Terpasang alat bantu Nafas dan Observasi
Ketat”)
Merupakan pelayanan keperawatan neonatus intensif yang
memerlukan pengawasan terus menerus dari perawat dan
dokter serta dukungan fasilitas berteknologi tinggi, berikut
indikasi pasien masuk ruang NICU :
1. Bayi lahir dengan usia kelahiran < 28 minggu dengan
berat lahir < 1000 gram yang memerlukan dukungan
ventilasi mekanik dengan kriteria fisiologis dari hasil foto
thorak kesan HMD dengan belum terbentuknya
surfaktan.
2. Bayi yang lahir dengan usia kelahiran <28 minggu dan
mempunyai rIsiko tinggi untuk gagal nafas
3. Bayi level III adalah kondisi gawat dan reversible, pasca
operasi besar/berlangsung lama atau pasien dengan
potensial kegawatan yang membutuhkan pemantauan
yang ketat dan atau terapi/tindakan agresif
4. Bayi level III adalah pasien yang membutuhkan ventilator.
Kriteria Fisiologis : indikasi gagal nafas, asfiksia berat
(nilai apgar 1-3), aspirasi, GED berat, sepsis berat,
prematur yang disertai dengan respiratory distress
syndrome (RDS), aspirasi meconium, hypertensi
pulmonal pasca bedah mayor, kejang, pasca bedah.

206
b. Pelayanan PICU (Peadiatrik Intensive Care Unit : 1 Bulan
– 18 Tahun “Terpasang alat bantu Nafas dan Observasi
Ketat”)
Merupakan pelayanan keperawatan pediatrik intensif yang
memerlukan pengawasan terus menerus dari perawat dan
dokter.
Indikasi masuk PICU yaitu:
1. Pasien dengan risiko gagal nafas dan memerlukan
batuan ventilasi mekanik dengan kriteria fisiologis:
frekuensi nafas 50 -60 x/menit, nadi 80-100x/menit,
saturasi di bawah 87%, adanya retraksi, penggunaan otot
bantu pernafasan.
2. Pasien post operasi jantung.
3. Pasien dengan DSS dengan hasil laboratorium trombosit
dibawah 50.000
4. Pasien kejang berlanjut

11. 5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi, di


Ruang pelayanan Perawatan Intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU,
RICU)

ICU
Pencatatan dan Pelaporan
Catatan ICU diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang
melakukan pelayanan di ICU dan bertanggung jawab atas semua
yang dicatat tersebut. Pencatatan menggunakan status khusus ICU
yang meliputi pencatatan lengkap terhadap diagnosis yang
menyebabkan dirawat di ICU, data tanda vital, pemantauan fungsi
organ khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara
berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan
pemberian obat, serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien.
Pelaporan pelayanan ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk
serta jumlahnya, sistem skoring prognosis, penggunaan alat bantu
(ventilasi mekanis, hemodialisis, dan sebagainya), lama rawat, dan
keluaran (hidup atau meninggal) dari ICU
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan
guna mewujudkan pelayanan ICU yang aman, bermutu dan
mengutamakan keselamatan pasien. Monitoring dan evaluasi

207
dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan faktorfaktor yang
potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian yang
efektif. Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistim
skoring prognosis dan keluaran dari ICU. Sistem skoring prognosis
dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke ICU. Contoh sistim skoring
prognosis yang dapat digunakan adalah APACHE II, SAPS II, dan
MODS. Rerata nilai skoring prognosis dalam periode tertentu
dibandingkan dengan keluaran aktualnya. Pencapaian yang
diharapkan adalah angka mortalitas yang sama atau lebih rendah
dari angka mortalitas terhadap rerata nilai skoring prognosis.
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi
profesi dan masyarakat yang dilakukan secara berjenjang melalui
standardisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi, dan penegakan hukum.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud diarahkan
untuk :
1. pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
terjangkau oleh masyarakat.
2. peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
3. keselamatan pasien.
4. pengembangan jangkauan pelayanan.
5. peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dapat dilakukan secara eksternal maupun internal.
Pengawasan (tambahkan indiaktor mutu di ICU)
Pengawasan internal Rumah Sakit terdiri dari:
1. Pengawasan teknis medis : upaya evaluasi secara
profesional terhadap mutu pelayanan medis yang
diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam
medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis melalui
Komite Medik Rumah Sakit.
2. Pengawasan teknis perumahsakitan : pengukuran kinerja
berkala yang meliputi kinerja pelayanan dan kinerja
keuangan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan
Internal. Apabila ditemukan pelanggaran dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sehingga
menyebabkan kerugian pada pihak lain, Pemerintah
maupun Pemerintah Daerah dapat memberikan sanksi

208
hukum dan administrasi berupa teguran, teguran tertulis,
denda atau pencabutan izin sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku

RICU
Pencatatan, pelaporan, monev dan pengawasan pelayanan RICU
Dalam setiap proses layanan di gawat darurat, perlu ada target yang
terukur untuk proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien
serta perbaikan berkelanjutan. Proses-proses penting yang perlu
ditelusur oleh pendamping adalah:
a. Angka NDR < 4,5‰
b. Kelengkapan Rekam Medik dikembalikan sesuai standar
c. Mengembalikan Rekam Medik < 1x 24 jam
d. Kepatuhan terhadap six goal
e. Angka kejadian VAP
f. Angka kejadian IADP
g. Angka kejadian dekubitus
h. Indeks kepuasan pasien/pelanggan (IKM)
i. Pelaporan IKP
j. Keseragaman pelayanan
k. Proses pengelolaan indikator prioritas dan sasaran mutu
gawat darurat mulai dari pemilihan, penentuan prioritas,
kelengkapan dokumen kamus hingga formulir maupun
petunjuk pengisian formulir, sampai ke evaluasi berkala
dan proses perbaikan berkelanjutan (menggunakan
PDSA atau metoda lain) serta ada bukti pelaksanaan dan
dampaknya.

Materi pokok 12. Standar Pelayanan Ruang Prosedur/Kamar Operasi

12.1. Kebijakan Pelayanan di Ruang Operasi


Pendamping Akreditasi rumah sakit pda standar pelayanan ruang
prosedur Tindakan mengacu pada standar Akreditasi RS.
Pembedahan merupakan tindakan yang berisiko tinggi, maka harus
direncanakan dan dilaksanakan secara hati-hati. Rencana prosedur
operasi dan asuhan pascaoperasi dibuat berdasar atas asesmen
dan didokumentasikan.Standar pelayanan anestesi dan bedah
berlaku di area manapun dalam rumah sakit yang menggunakan
anestesi, sedasi sedang dan dalam, dan juga pada tempat

209
dilaksanakannya prosedur pembedahan dan tindakan invasif
lainnya yang membutuhkan persetujuan tertulis(informed consent)
Standar Fasilitas, Sarana dan prasarana ruang prosedur/ kamar
operasi:
1. Standar bangunan kamar bedah
2. Standar instalasi listrik dan gas medik
3. Standar tata udara
4. Penentuan Jenis kamar operasi ( Minor, Umum dan Mayor)
5. Desain tata ruang operasiharus memenuhi ketentuan zona
berdasarkan tingkat sterilitas ruangan.
6. Zona sterill rendah
7. Zona steril sedang
8. Zona steril tinggi
9. Zona steril sangat tinggi

Kualifikasi sumber daya manusia ruang prosedur/ kamar


operasi
a. Undang-undang Republik IndonesiaNomor 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan
b. PMK Nomor 31 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Perawat Anestesi
c. PMK No 519/Menkes/Per/2011 tentang pedoman
penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan terapi intensif
di RS

12.2. Standar SDM di Ruang Operasi


Manajemen Organisasi Kamar Operasi di
IndonesiaBerdasarkan prosedur tetap. Kamar operasi atau
ruang bedah atau yang lebih dikenaldengan OK singkatan dari
bahasa belanda
Operation Kamer (OK)
sebagai sebuah unit kerjayang terorganisir sangat komplek
dan terintegrasi merupakan fasilitas untuk
melaksanakankegiatan operasi di suatu Rumah Sakit terdiri
dari :
Pelaksana pelayanan Kamar Operasi (OK) oleh:
1. Tenaga Medis.2.
2. Paramedis Perawat.3.
3. Paramedis non Perawat

210
12.4. Standar Pelayanan di Ruang Operasi
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
RUANGAN
Luas ruangan disesuaikan dengan
jumlah petugas, dengan perhitungan
3~5 m2/ petugas.
Ruangan Administrasi
Total pertukaran udara minimal 6 kali
per jam.
Intensitas cahaya minimal 100 lux.
Bahan daun pintu masuk tahan Fungsi
terhadap benturan brankar, arah ruangan-
bukaan pintu ke dalam. ruangan ini
Luasan minimal 12 m2. dapat digabung
Ruangan ini merupakan ruangan
Ruangan
transfer/ganti brankar dengan prefilter (tingkat resiko
sedang), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia.
0,5 μm per m3 yaitu 3.520.000
partikel (ISO 8 - ISO 14644
cleanroom standards, 1999).
Luas ruangan tunggu menyesuaikan
kebutuhan kapasitas pelayanan
dengan perhitungan 1~1,5 m2/orang.
Ruangan Tunggu Total pertukaran udara minimal 6 kali
per jam.
Ruangan tunggu dilengkapi dengan
Fasilitas Desinfeksi tangan.
Bahan daun pintu masuk tahan
terhadap benturan brankar, arah
bukaan pintu ke dalam.
Luas ruangan sesuai kebutuhan
kapasitas
pelayanan, dengan perhitungan
luas per-tt minimal 8m2
Ruangan dilengkapi dengan toilet
pasien yang memenuhi persyaratan.
Bahan bangunan yang digunakan
tidak boleh memiliki tingkat porositas
yang tinggi.
Setiap tempat tidur disediakan
Ruangan persiapan minimal 2 (dua) kotak kontak dan
Pasien (;Preparation tidak boleh ada
room) percabangan/sambungan langsung
tanpa pengamanan arus.
Harus disediakan outlet oksigen.
Total pertukaran udara minimal 6 kali
per jam.
Intensitas cahaya 200 lux.
Ruangan ini merupakan ruangan
dengan prefilter (tingkat resiko
sedang), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia.
0,5 μm per m3 yaitu 3.520.000
partikel (ISO 8 - ISO 14644-1
cleanroom standards, 1999).

211
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KET
RUANGAN

Luas ruangan pos perawat minimal 8 m 2 atau 3-5


m 2 per perawat, disesuaikan dengan kebutuhan. RS Kelas
Satu pos perawat melayani maksimal 25 tempat C dan D
tidur. fungsi
Luas Ruangan harus dapat mengakomodir ruangan
Ruangan Monitoring lemari arsip dan lemari obat. ini dapat
Perawat (Nurse Disediakan instalasi untuk alat komunikasi. bergabun
Monitoring Station) Disediakan fasilitas g dengan
Desinfeksi tangan (handscrub). ruangan
Ruangan harus mengoptimalkan persiapan
pencahayaan alami. Untuk pencahayaan pasien
buatan dengan intensitas cahaya 200 lux
untuk penerangan.
Ruangan ini dapat dimanfaatkan sebagai
ruangan induksi.
Luas ruangan ini minimal 9m2.
Bahan bangunan yang digunakan tidak
boleh memiliki tingkat porositas yang
tinggi.
Pintu masuk dari koridor ke ruangan ini
dan pintu masuk ke ruangan operasi
persyaratannya sbb:
- Pintu ayun (swing) membuka kedalam
ruangan atau disarankan pintu geser
dengan rel diatas yang dipasang pada
bagian luar ruangan dapat dibuka tutup
secara otomatis dan dapat
dioperasionalkan secara manual apabila
terjadi kerusakan.
- Pintu dilengkapi dengan alat penutup pintu
(door closer), menggunakan door seal
and interlock system.
- Lebar pintu min. 120cm, dari bahan non
porosif, disarankan bahan panil (;insulated Untuk
panel system) dan dilapisi bahan anti ruangan
bakteri/ jamur dengan warna terang, serta operasi
Ruangan Antara tahan terhadap bahan kimia. minor,
(Airlock) - Pintu dilengkapi dengan kaca jendela ruangan
pengintai (observation glass). ini boleh
Ruangan ini disediakan minimal 2 (dua) tidak ada.
kotak kontak dan tidak boleh ada
percabangan/ sambungan langsung tanpa
pengamanan arus.
Disediakan aliran gas medik oksigen,
udara tekan dan vakum medik.
Jenis airlock yang digunakan adalah
Cascading (mencegah ruangan bersih
terkontaminasi dari udara luar yang kotor
dan dari ruangan sekelilingnya melalui
celah), dengan tekanan udara lebih positif
dari tekanan udara di koridor)
Total pertukaran udara minimal 6 kali per
jam.
Intensitas cahaya minimal 200 lux.
Ruangan ini merupakan ruangan semi
steril dengan medium filter (tingkat resiko
tinggi), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5 μm
per m3 yaitu 352.000 partikel (ISO 7 - ISO
14644-1 cleanroom standards, 1999).

212
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KET
RUANGAN
Setiap 1 ruangan ini minimal
melayani 2 ruang operasi.
Luas ruangan minimal 6 m2.
Disediakan fasilitas scrubbing
lengkap dengan fasilitas desinfeksi
tangan.
Bahan bangunan yang digunakan
tidak boleh memiliki tingkat porositas
yang tinggi.
Ruangan cuci Pada sisi dinding yang berbatasan
tangan (scrub dengan
station) Ruangan operasi, dilengkapi dengan
kaca jendela pengintai (observation
glass).
Ruangan ini merupakan ruangan
dengan prefilter (tingkat resiko
sedang), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5
μm per m3 yaitu 3.520.000 partikel
(ISO 8 - ISO 14644-1
cleanroomstandards,1999).
Setiap 1 ruangan ini dapat melayani 2
ruang operasi.
Luas ruangan minimal 9m2
Bahan bangunan yang digunakan
tidak boleh memiliki tingkat porositas
yang tinggi.
Total pertukaran udara minimal 6 kali
per jam. Untuk ruangan operasi
Ruangan
Tekanan udara dalam ruanganini lebih minor, fungsi ini dapat
Persiapan Alat/
besar/positif dibandingkan dengan di dilakukan diruangan
Bahan
koridor. penyimpanan alat
Ruangan ini merupakan ruangan semi
steril dengan medium filter (tingkat
resiko tinggi), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5
μm per m 3 yaitu 352.000 partikel (ISO 7
- ISO 14644-1 cleanroom standards,
1999).
Ruangan Luas ruangan adalah sbb: RS Kelas A dan B:
Operasi Ruangan Operasi Minor, ± 36 m2, Semua jenis ruangan
dengan ukuran ruangan panjang x operasi ini tersedia
lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3m.
Ruangan Operasi Umum, minimal 42 RS Kelas C :
m2, dengan ukuran panjang x lebar x Ruangan operasi yang
tinggi adalah 7m x 6m x 3m. harus tersedia adalah
Ruangan Operasi Mayor/Khusus, ruangan operasi
minimal 50 m2, dengan ukuran umum dan minor.
panjang x lebar x tinggi adalah 7.2m x Ruangan operasi
7m x 3m. minor berada pada
Bahan bangunan yang digunakan area yang terpisah
tidak boleh memiliki tingkat porositas dengan ruangan
yang tinggi, yaitu : operasi umum.
Komponen penutup lantai harus non
porosif, mudah dibersihkan, tahan RS Kelas D :
bahan kimia, bersifat anti statik, anti Ruangan operasi
gesek dan anti bakteri. yang harus tersedia
- dinding konus/melengkung (hospital adalah ruangan
plint). operasi minor.
- Tingkat Ketahanan Api (TKA) material
lantai min. 2 jam.
- Komponen dinding non porosif, mudah
dibersihkan, tahan bahan kimia, anti
jamur dan bakteri.
- Pertemuan antara dinding dengan

213
dinding konus/ melengkung.
- Tingkat Ketahanan Api (TKA) material
dinding min. 2 jam.
- Semua peralatan yang dipasang di
dinding harus dibenamkan (recessed),
misal film viewer, jam dinding, dan lain-
lain.
- Komponen langit-langit non porosif,
mudah dibersihkan, anti jamur dan
bakteri, tidak memiliki unsur yang
membahayakan pasien.
Tingkat Ketahanan Api (TKA) material
langit- langit minimal 2 jam.
Semua peralatan lampu dipasang
dibenamkan di plafon (recessed).
Semua pintu masuk ke ruangan operasi
persyaratannya sbb:
Pintu ayun (swing) membukakedalam
ruangan atau disarankan pintu geser
dengan rel diatas yang dipasang pada
bagian luar ruangan, dapat dibuka tutup
secara otomatis dan dapat
dioperasionalkan secara manual
apabila terjadi kerusakan.
Pintu-pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer),
menggunakan door seal and interlock
system.
Lebar pintu yang dilalui pasien min.
120cm, dan yang dilalui petugas min. 85
cm, terbuat dari bahan non porosif,
disarankan bahan panil (;insulated panel
system) dan dicat jenis cat anti bakteri/
jamur dengan warna terang.
Pintu-pintu dilengkapi dengan kaca
jendela pengintai (observation glass).
Ruangan ini disediakan minimal 2 (dua)
kotak kontak dan tidak boleh ada
percabangan/ sambungan langsung
tanpa pengamanan arus.
Disediakan outlet oksigen, udara tekan
medis dan udara tekan instrumen, vakum
medik dan N2O, beserta cadangannya
yang memenuhi persyaratan.
Persyaratan Tata Udara adalah:
- Tekanan udara dalam ruangan lebih
besar/positif dari ruangan-ruangan
yang bersebelahannya.
- Temperatur ruangan 190- 240C
- Kelembaban relatif 40- 60%
Total pertukaran udara minimal 4 kali per
jam pada saat ruangan tidak digunakan,
dan 20 kali per jam pada saat ada operasi
- Ruangan ini merupakan ruangan steril
dengan hepa filter (tingkat resiko sangat
tinggi), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5
μm per m3 yaitu 35.200 partikel (ISO 6-
ISO 14644-1 cleanroom standards,
1999)Intensitas cahaya minimal 200
lux.
- Meja operasi berada dibawah aliran
udara laminair, dengan distribusi udara
dari langit-langit, dengan
gerakan ke bawah menuju inlet
pembuangan (return air) yang terletak di
4 sudut ruangan yang dibuat plenum.

214
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
RUANGAN
Persyaratan Kelistrikan :
- Sumber daya listrik, termasuk
katagori “sistem kelistrikan
esensial 3”, di mana sumber
daya listrik normal dilengkapi
dengan sumber daya listrik
darurat untuk
menggantikannya, bila terjadi
gangguan pada sumber daya
listrik normal.
- Sistem pembumian harus
menjamin tidak ada bagian
peralatan yang dibumikan
melalui tahanan yang lebih
tinggi dari pada bagian lain
peralatan yang disebut
dengan sistem penyamaan
potensial pembumian (Equal
potential grounding system).
Sistem ini memastikan bahwa
hubung singkat ke bumi tidak
melalui pasien.

Bahan daun pintu masuk tahan


terhadap benturan brankar, arah
bukaan pintu ke dalam.
Kapasitas tt 1.5 kali dari jumlah
ruangan operasi, dengan
perhitungan luas per-tt minimal
8 m2
Bahan bangunan yang digunakan
tidak boleh memiliki tingkat
porositas yang tinggi.
Setiap tempat tidur disediakan
minimal 2 (dua) kotak kontak dan
tidak boleh ada percabangan/
Ruangan
sambungan
Pemulihan/Reco very/
langsung tanpa pengamanan
PACU (Post
arus.
Anesthetic Care Unit)
Harus disediakan outlet
oksigen.
Total pertukaran udara minimal
6 kali per jam.
Intensitas cahaya 200 lux.
Ruangan ini merupakan
ruangan dengan prefilter (tingkat
resiko sedang), yang
mempunyai jumlah maksimal
partikel debu ukuran dia. 0,5 μm
per m3 yaitu 3.520.000 partikel
(ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards,1999).
Gudang Steril (Clean Ruangan ini merupakan
Utility) ruangan zona resiko sedang.
Dilengkapi kotak kontak untuk
kebutuhan medical refrigerator.
Ruangan ini merupakan RS kelas C dan D,
ruangan dengan prefilter (tingkat fungsi ruangan-
Ruangan Obat dan
resiko sedang), yang ruangan ini dapat
Bahan Perbekalan mempunyai jumlah maksimal digabung.
partikel debu ukuran dia. 0,5 μm
per m3 yaitu 3.520.000 partikel
(ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards, 1999).

215
NAMA
PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
RUANGAN

Ruang Penyimpanan Ruangan ini merupakan ruangan zona


Alat Bersih/Steril resiko sedang.
Ruangan ini merupakan ruangan zona
RS Kelas B, C
resiko sedang.
Ruangan Sterilisasi dan D, fungsi
Luas ruangan minimal dapat
(TSU = Theatre ruangan ini dapat
menampung autoclave
Sterilization Unit) dilakukian di
Tersedia kotak kontak untuk peralatan
CSSD.
autoclave.
Dibedakan antara loker pria dan
wanita.
Akses masuk dan keluar petugas
berbeda.
Dilengkapi toilet dan kamar mandi.
Ruangan ganti/ loker Ruangan ini merupakan ruangan
dengan prefilter (tingkat resiko
sedang), yang mempunyai jumlah
maksimal partikel debu ukuran dia. 0,5
μm per m3 yaitu 3.520.000 partikel
(ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards, 1999).
RS Kelas B :
Ruangan ini merupakan ruangan resiko Fungsi
Ruangan dokter
sedang dengan prefilter. ruangan ini
dapat digabung
RS Kelas C dan
Ruangan Diskusi Ruangan ini merupakan ruangan D:
Medis resiko sedang dengan prefilter. Fungsi ruangan
ini optional
Dilengkapi dengan sloop sink dan
service sink.
Letak ruang spoelhoek terhubung
dengan koridor kotor.
Persyaratan ventilasi udara:
- Tekanan udara dalam ruangan
negatif.
Gudang Kotor
- Total pertukaran volume udara
(Spoelhoek/ Dirty
minimal 10 kali per jam.
Utility).
- Ruangan ini merupakan ruangan
resiko rendah, yang mempunyai
jumlah maksimal partikel debu
ukuran dia. 0,5 μm per m3 yaitu
>3.520.000 partikel (ISO 9 - ISO
14644-1 cleanroom standards,
1999).

216
Alur pelayanan ruang prosedur/ kamar operasi

Alur tindakan bedah

elektif dan cito yang dilakukan oleh rumah sakit


Asuhan pasien Pre operasi pasien masuk fasilitas kesehatan
1) Asesmen awal:
2) Rencana asuhan
3) Edukasi:
a) Pasien dan keluarga diberi informasi tentang rencana asuhan dan
tindakan yang akan dilakukan
b) Pasien dan atau pihak berwenang yang memberi keputusan
diberikan informasi tentang keuntungan, risiko, alternative tindakan
anestesi (informed consent tindakan anestesi)
c) Pasien dan keluarga dan mereka yang memutuskan diberi edukasi
tentang risiko, manfaat, komplikasi, dampak dan alternative
prosedur terkait operasi (informed consent bedah)
d) Pasien dan atau pihak berwenang yang memberi keputusan
diberikan informasi tentang manajemen nyeri paska bedah yang
diakrenakan efek anestesi hilang

Transfer pasien antar unit: transfer antar unit pelayanan dalam rumah sakit
dilengkapi dengan form transfer pasien

Asuhan pelayanan pasien Intra operasi:

219 | M o d u l P e l a t i h a n P e n d a m p i n g A k r e d i t a s i d a n
Mutu Rumah Sakit - 2021
1) Asesmen pra induksi dilakukan setiap pasien sebelum dilakukan
induksi dengan metode IAR
2) Hasil asesmen didokumentasikan dalam rekam medis pasien,
meliputi diagnose pra operasi, rencana opearasi dan DPJP
sebelum operasi mulai
3) Obat-obat anestesi, dosis dan rute serta tehnik anestesi
didokumentasikan di rekam medis pasien
4) Dokter spesialis anestesi dan perawat yang mendampingi/ penata
anestesi ditulis dalam form anestesi

Asuhan pelayanan pasien Post operasi


a) Waktu masuk ruang pemulihan dan dipindah dari ruaang pemulihan
dicatat dalm form anestesi
b) Pasien dimonitor dalam masa pemulihan paska anestesi sesuai
regulasi
c) Hasil pemantauan dicatat dalam form anestesi
d) Laporan operasi segera dimasukkan dalam rekam medik sesuai
reguasi
e) Rencana asuhan aska perasi meliputi: rencana asuhan medik,
Keperawatan dan PPA lainnya sesuai kebutuhn pasien

b. Alur Barang :
Suplay barang linen, instrument dan laian2 diatur sesuai zonasi ruang operasi

c. Alur Orang: diatur sesuai zonasi

Indikator mutu berhubungan dengan keselamatan pasien: Cuci tangan,


surgical safety checklist, obat high alert
a. Indikator mutu, pelaksanaan indikator mutu, analisa dan evaluasi
Cuci tangan
b. Indikator mutu, pelaksanaan indikator mutu, analisa dan evaluasi
surgical safety checklist
c. Indikator mutu, pelaksanaan indikator mutu, analisa dan evaluasi
kepatuhan obat high allert

12.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi, di Ruang Operasi


Dokumen regulasi prosedur/ kamar operasi:
a. Pedoman Pengorganisasi Instalasi bedah
b. Pedoman Pelayanan Bedah
c. Pedoman pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam yg
memenuhi standar profesi, peraturan perundang-undangan

220
d. Regulasi alat implant yang digunakan di rumah sakit
e. SOP seluruh prosedur yang dilakukan di kamar bedah
f. RKK dan Clinical apointment Seluruh PPA
Pencatatan, pelaporan, monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan
pelayanan prosedur/ kamar operasi:
a. Dokumen rekam medik yang berhubungan dengan pelayanan
pasien
b. Monitoring Maintenance berhubungan dengan fasilitas kamar
bedah dan keselamtan pasien
c. Monitoring yang berhubungan kesehatan karyawan
d. Monitoring dan evaluasi berhubungan alat implant
e. Laporan bulanan, triwulan, semester dan tahunan sesuai regulasi
rumah sakit

Peningkatan mutu pelayanan ruang prosedur/ kamar operasi:


a. Program mutu dan keselamatan pasien pelayanan anestesi
b. Program mutu dan keselamatan pasien di kamar bedah

Materi pokok 13. Standar Pelayanan Hemodialisis

Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomerulus yang
rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Pasien gagal ginjal membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal untuk
memperpanjang dan mempertahankan kualitas hidup yang optimal. Terapi pengganti
ginjal terdiri dari hemodialisis, CAPD dan transplantasi. Terapi gagal ginjal yang ideal
adalah transplantasi ginjal. Akan tetapi karena masih terdapat kendala faktor biaya dan
keterbatasan donor maka di Indonesia dialisis masih merupakan Terapi Pengganti Ginjal
(TPG) yang utama. Terapi pengganti ginjal ini merupakan sebagian dari pengobatan
pasien gagal ginjal. Selain TPG masih dibutuhkan pengobatan lain seperti vitamin D,
eritropoietin, obat pengikat fosfor, dll.
Pasien hemodialisis mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi kardiovaskular.
Oleh karena itu penanganannya harus dilakukan oleh seorang Dokter yang memiliki
kualifikasi Subspesialis (Konsultan Ginjal Hipertensi/KGH) atau oleh Dokter Internis yang
memiliki kompetensi dibidang hemodialisis.
Tindakan dialisis (hemodialisis dan CAPD) merupakan prosedur kedokteran yang
memerlukan teknologi tinggi dan biaya tinggi sehingga menjadi tanggung jawab bersama
pemerintah dan masyarakat. Dialisis potensial menimbulkan risiko, oleh karena itu
keselamatan pasien serta kualitas pelayanan harus selalu diperhatikan.
13.1. Standar ketenagaan

221
Pelaksanaan pelayanan hemodialisis diawasi oleh seorang supervisor dan
dijalankan dibawah pimpinan penanggungjawab, dilaksanakan oleh ahli penyakit
dalam konsulen ginjal hipertensi dan atau ahli penyakit dalam yang bersertifikat
pelatihan hemodialisis dibantu perawat mahir hemodialisis serta teknisi
elektromedik yang dilatih hemodialisis dan penanganan mesin hemodialisis.
Supervisor atau pengawas unit dialisis adalah : Dokter Konsulen Ginjal
Hipertensi (KGH)
Penanggung jawab unit dialisis adalah : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Persyaratan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi
(KGH) dan atau Dokter Penyakit Dalam bersertifikat pelatihan Hemodialisis dari
organisasi profesi dan masih berlaku
Ada Dokter Spesialis Ginjal Hipertensi (KGH) selain supervisor atau pengawas
Ada Dokter Spesialis Penyakit Dalam bersertifikat pelatihan Hemodialisis selain
penanggung jawab
Ada Perawat mahir hemodialisis ditunjukkan dengan sertifikat pelatihan dan
masih berlaku
Ada teknisi elektromedik dengan pelatihan khusus mesin dialisis dan masih
berlaku

13.2. Standar fasilitas


Fasilitas :
Surat Izin Operasional Penyelenggaraan Hemodialisis yang masih berlaku
Surat Izin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik hemodialisis dan
masih berlaku
Kepemilikan Gedung dan peralatan bila sewa/ hak milik harus dapat
menunjukkan dokumen yang mendukung
Ruang Peralatan Mesin HD untuk kapasitas minimal 4 mesin HD
Ruang Pemeriksaan Dokter/Konsultasi
Ruang Tindakan
Ruang Perawatan
Ruang Sterilisasi
Ruang Penyimpanan Obat
Ruang Penunjang Medik

Peralatan:
4 (empat) mesin hemodialisis siap pakai
Peralatan reuse dialiser manual dan atau otomatik, disertai regulasi yang
mengatur penggunaan dan pengelolaan alat reuse
Peralatan sterilisasi alat medis
Peralatan pengolahan air untuk dialisis yang memenuhi standar dan
dilakukan pengecekan secara berkala masih berlaku (terhadap parameter
ALT, Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae, Legionella

222
pneumophylla) meliputi angka kuman dan angka endotoksin yang ada di air
maupun dialisat yang digunakan pada mesin.

13.3. Rekam medis hemodialisis


Elemen-elemen dalam Rekam Medis dengan Pola Patient Centered Care
Profesional Pemberi Asuhan yang mengisi rekam medis Hemodialisis: DPJP,
Perawat, Apoteker, Ahli Gizi, Case Manager/ Manajer Pelayanan Pasien
Proses Asuhan Pasien yang dilakukan di pelayanan HD :
Asesmen Awal
Asesmen Ulang – Evaluasi, diisikan dalam CPPT – Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi
Asesmen Gizi
Asesmen Nyeri
Asesmen Fungsional / Risiko jatuh
Prosedur, Tindakan Hemodialisis
Monitoring tindakan hemodialisis
Transfer intrahospital Form dengan metode SBAR

Partisipasi Pasien & keluarga dalam Proses asuhan


Komunikasi – Informasi – Edukasi
Persetujuan / penolakan : tindakan hemodialisis

Proses Pulang
Resume pasien pulang
Instruksi

13.4. Alur Pelayanan Hemodialisis


Pasien hemodialisis RS dapat berasal dari :
1. Instalasi Rawat Jalan.
2. Instalasi Rawat Inap (termasuk ruang rawat intensif).
3. Instalasi Gawat Darurat.
4. Rujukan dari Rumah Sakit /Institusi kesehatan lainnya.
Kegiatan selanjutnya adalah :
1. Asesmen oleh PPA.
2. Hemodialisis.
3. Dikembalikan ke tempat semula/Dokter pengirim.

223
Contoh Alur Pelayanan Hemodialisis

13.5. Dokumen regulasi pelayanan hemodialisis


Bila pelayanan hemodialisis dalam bentuk instalasi maka perlu disediakan
regulasi sebagai berikut:
SK Kebijakan Pelayanan Hemodialisis
SK Pedoman Pelayanan Hemodialisis
SK Pedoman Pengorganisasian Hemodialisis
Program Kerja
PPK Hemodialisis
SPO terkait Hemodialisis

13.6. Pencatatan, pelaporan, monev, pembinaan dan pengawasan

224
1. Pencatatan dan Pelaporan
Setiap pelayanan hemodialisis yang diberikan sesuai dengan standar
pelayanan hemodialisis. Semua catatan harus disimpan secara tersentral dan
ada seorang penanggung jawab di RM pasien dan tidak boleh keluar rumah
sakit karena menjadi panduan bagi perawat, farmasi dan staf medis untuk
pengelolaan selanjutnya. Dokumen RM pasien dapat keluar apabila diperlukan
pasien akan melanjutkan program di pusat kesehatan lain dengan
menyampaikan permohonan khusus dalam bentuk resume medis.
2. Monitoring dan evaluasi setiap proses pelayanan hemodialisis dilakukan secara
periodik dan berkesinambungan untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu
pelayanan (kepuasan pelanggan baik internal maupun eksternal dan
pencapaian indikator mutu pelayanan).
3. Pembinaan dan Pengawasan
Pelayanan hemodialisis termasuk dalam pelayanan beresiko tinggi.
Penempatan petugas pada pelayanan ini diatur oleh Surat Keputusan Direktur
Rumah Sakit. Petugas yang termasuk dalam pelayanan resiko tinggi wajib
mendapatkan fasilitas kesehatan sebelum bekerja di pelayanan beresiko, setiap
1 tahun sesuai dengan Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di masing-
masing rumah sakit. Penggunaan APD yang tepat dan standar fasilitas yang
benar akan menghindarkan petugas dan pasien dari bahaya paparan penyakit
infeksi menular lewat tusukan jarum, transfusi darah dan penggunaan alat
reuse.

Materi pokok 14. Standar Pelayanan Kemoterapi

Standar pelayanan kemoterapi adalah standar pelayanan kemoterapi yang ada di rumah
sakit dalam memberikan pelayanan khusus terhadap pasien yang mendapatkan
kemoterapi.
14.1. Pelayanan kemoterapi
Definisi kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan bahan
kimia atau obat spesifik yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau
merusak sel-sel malignan dan jaringan.
A. Penyusunan Protokol Kemoterapi
Penyusunan protokol kemoterapi dilakukan oleh DPJP atau tim onkologi setiap
KSM dengan memperhatikan kondisi pasien, diagnosis yang didukung hasil
pemeriksaan histopatologis.

225
B. Pemesanan obat antikanker atau sitostatika
1. Order obat sitostatika dilakukan di poli (rawat jalan) atau di ruang dimana
pasien dirawat (rawat inap) dengan semua persyaratan lengkap. Setelah
melakukan order obat sitostatika akan mendapatkan form keterangan
apabila obat sudah siap dan sesuai retriksi.
2. Handling dan labeling obat dilakukan oleh petugas farmasi klinik di rawat
jalan atau petugas farmasi di depo sitostatika.
3. Obat sitostatika yang telah di labeling dicocokan kembali dengan data
pasien (metode double check) untuk menjamin tepat pasien, tepat indikasi,
tepat dosis, tepat waktu dan tepat cara pemberian.

C. Pelayanan Pasien Pra-Kemoterapi


1. Aspek Penderita dan Keluarga
a. Penjelasan tujuan dan perlunya pemberian kemoterapi dituangkan
dalam pengisian Informed Consent.
b. Penjelasan macam obat, jadwal pemberian, persiapan setiap siklus
obat kemoterapi diberikan.
c. Penjelasan efek samping.
d. Penjelasan harga obat kemoterapi (bila perlu).
e. Informed Consent dilakukan pada periode pemberian kemoterapi
dengan obat yang sama.
2. Aspek Onkologis
a. Diagnosa kanker telah ditegakkan.
b. Tentukan stadium (klinis, imaging) dengan sistem TNM.
c. Tentukan tujuan terapi (sebagai neoadjuvant, adjuvant, terapeutik,
paliatif).
d. Tentukan regimen kombinasi kemoterapi, dosis, dan prosedur
pemberian.
3. Aspek Medis
a. Anamnesis komorbiditas.
b. Pemeriksaan semua keadaan yang berhubungan dengan penyakit
(klinis, imaging, dan laboratorium).
c. Penentuan status performance (Karnoffsky atau ECOG).

D. Pemberian Kemoterapi
1. Keadaan umum pasien: kesadaran, tanda vital dan keluhan. Bisa dengan
menggunakan performance (Karnoffsky atau ECOG)
2. Tanda tanda vital (Tekanan darah, nadi, laju napas, suhu tubuh, nyeri)
3. Obat sitostatika dapat diberikan dengan berbagai cara yaitu subcutan, intra
muscular, intra buli, intra vena, intratechal dan peroral.
4. Sebelum pengobatan sitostatika dimulai dilakukan profilaksis terhadap
muntah dengan pemberian obat anti muntah 30 menit sebelum pengobatan

226
sitostatika. Premedikasi juga bisa diberikan 12 jam sebelum kemoterapi.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui protokol kemoterapi sebelum
pasien dilakukan tindakan kemoterapi.
5. Pemberian obat antikanker atau sitostatika dilakukan oleh petugas ruang
sitostatika dengan persetujuan dan pengawasan oleh DPJP untuk
mewaspadai terjadi efek samping obat pada saat pemberian obat
sitostatika.
6. Pemantauan keadaan umum dan tanda-tanda vital (TTV) pasien juga
dilakukan selama obat diberikan.
7. Efek samping obat yang dapat terjadi : gatal, ruam pada kulit, bentol – bentol
di tubuh, ekstravasasi obat, panas tubuh meningkat, sesak napas,
gangguan irama jantung, shock anafilaksis atau penurunan kesadaran.
8. Catat semua kejadian dan dilaporkan kepada DPJP

E. Pelayanan Pasca-Kemoterapi
1. Setelah selesai pengobatan sitostatika jika kondisi pasien baik maka dapat
langsung pulang dari ruang tindakan kemoterapi tetapi jika kondisi pasien
perlu perawatan lebih lanjut maka petugas ruang sitostatika menghubungi
TPPRI untuk mencarikan ruang perawatan. Apabila pasien rawat jalan
maka pasca hidrasi dan pemantauan kondisi pasien boleh langsung pulang
sesuai instruksi DPJP
2. Petugas ruang melakukan transfer pasien dari ruang sitostatika ke ruang
pasien dirawat sesuai dengan prosedur transfer pasien.
3. Selama di ruang perawatan pasien dipantau yaitu keadaan umum,
kesadaran, tanda tanda vital meliputi: tekanan darah, nadi, laju pernapasan,
suhu tubuh dan mencatat keluhan yang ada pasien.
4. Selama di ruang perawatan pasien juga harus dimonitor balance cairannya.
5. Pemantauan terhadap efek samping obat dilakukan oleh petugas ruangan
dengan mencatat keluhan serta tanda tanda klinik yang didapatkan selama
dalam pengawasannya.Temuan temuan klinis di laporkan kepada DPJP
untuk mendapatkan perlakuan selanjutnya.

F. Penanganan komplikasi kemoterapi


Komplikasi kemoterapi yang sering terjadi dan penanganannya:
1. Rambut rontok (alopesia) . Bersifat sementara. Rambut akan tumbuh
kembali apabila pemberian obat antikanker dihentikan.
2. Mual dan muntah. Tetap berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
Hindari makanan yang terlalu manis, berminyak atau berlemak dan permen.
Obat antiemetik dapat diberikan sesuai permintaan DPJP.
3. Sembelit. Berikan makanan tinggi serat, misal sayuran dan buah-buahan.
Minum banyak. Jika lebih dari 3 hari tidak buang air besar, dapat diberikan
obat sesuai permintaan DPJP.

227
4. Diare. Hindari makanan yang pedas dan asam. Beri minum banyak dan
makanan yang lunak. Jika diare lebih dari 1 hari akan diberikan obat sesuai
permintaan DPJP.
5. Stomatitis atau sariawan atau gomen. Pelihara kebersihan mulut. Gunakan
sikat gigi yang lembut. Jika muncul dalam jumlah yang sangat banyak akan
diberikan obat kumur dan topikal sesuai permintaan DPJP.
6. Penurunan daya tahan tubuh. Hindari sumber-sumber infeksi dengan
menjauhkan pasien dari orang yang sedang flu, sakit tenggorokan, cacar
air, sakit kulit dan lain-lain. Pelihara kebersihan badan. Cuci tangan sebelum
dan sesudah makan atau setelah dari toilet.
7. Perubahan kulit : kering, gatal. Jaga kebersihan kulit. Gunakan pelembab
yang tidak mengandung alkohol. Pakai baju yang longgar.
8. Nyeri pada ekstremitas yang dipasang infus pemberian kemoterapi. Berikan
edukasi tentang tatalaksana ekstravasasi yang terjadi pasca pemberian
obat. Melakukan kompres hangat atau dingin sesuai karakteristik obat
antikanker dan memberi salep pada area post penusukan kanul infus.

G. Keselamatan Pasien
1. Pengertian
Keselamatan pasien merupakan suatu upaya rumah sakit untuk mencegah
bahaya yang terjadi pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit.
Pelayanan kemoterapi berperan serta dalam keselamatan pasien dengan
memastikan bahwa semua pasien yang di rawat di mendapatkan
pengobatan yang optimal.
2. Tata Laksana
Pengetahuan tentang indikasi, kontrandikasi dan prasyarat kemoterapi:
a. Indikasi :
Tumor ukuran besar
Adanya metastase KGB regional
Pasca-operasi dengan tepi / dasar tumor
Keganasan dengan high grade
Metastase jauh

b. Kontra indikasi :
1. Kontra indikasi absolute
Trimester pertama kehamilan kecuali akan digugurkan
Penyakit stadium terminal
Septikimia
Koma
2. Kontra indikasi relatif
Usia lanjut
Status penampilan/keadaan umum yang buruk (Karnoffsky <60)

228
Gangguan fungsi organ vital yang berat
Penderita tidak kooperatif
3. Prasyarat :
Sebelum pengobatan dimulai beberapa kondisi pasien harus dipenuhi yaitu
:
a. Keadaan umum harus cukup baik dapat dinilai melalui status
performance Karnofsky atau ECOG
b. Penderita mengerti pengobatan dan mengetahui efek samping yang
akan terjadi.
c. Menandatangani inform consent
d. Faal ginjal (kadar ureum < 40 mg % dan kadar kreatinin< 1,5 mg %) dan
faal hati (SGOT 15 – 34 U/L, SGPT 15 – 60 U/L) khusus untuk protokol
menggunakan regimen cysplatin atau cyclofosfamid
e. Diagnosis hispatologik diketahui
f. Jenis kanker diketahui sensitif terhadap kemoterapi
g. Hemoglobin > 10 gr %
h. Leukosit > 5000/ml
i. Trombosit > 100.000/mm

H. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja semua petugas kemoterapi yang memberikan pelayanan
kemoterapi sesuai dengan format standar tata naskah yang berlaku di masing-
masing rumah sakit.

14.2. Alur Pelayanan Kemoterapi


Alur pelayanan kemoterapi dapat diberikan pada pasien rawat inap dan rawat
jalan untuk mendapatkan protokol kemoterapi siklus panjang/ rawat inap dan
siklus pendek/rawat jalan.

229
CONTOH ALUR PASIEN TINDAKAN KEMOTERAPI RAWAT INAP / SIKLUS
PANJANG

Pasien Rawat Inap Pasien Rawat Jalan

H-1 perawat Ruang Rawat Inap Perawat Rawat Jalan


mendaftarkan pasien yang sudah mendaftarkan pasien yang sudah
sesuai dengan kriteria administrasi sesuai dengan kriteria administrasi
dan medis untuk tindakan dan medis untuk tindakan
kemoterapi ke ruang Tindakan kemoterapi ke ruang Tindakan
kemoterapi kemoterapi

Hari H pasien Rawat Inap dimutasi Perawat Rawat Jalan


ke ruang Tindakan kemoterapi mendaftarkan pasien ke TPPRI

Hari H – 1 pasien masuk rawat


inap
Pasien post Pasien post
kemoterapi kemoterapi
membutuhkan keadaan baik
rawat inap
lebih dari 1 hr
Pasien post Pasien post
kemoterapi kemoterapi
membutuhkan keadaan baik
rawat inap
lebih dari 1 hr
Ruang Rawat Pasien pulang
Inap Asal

Ruang Rawat Pasien pulang


Inap Asal

230
CONTOH ALUR PASIEN TINDAKAN KEMOTERAPI RAWAT JALAN / SIKLUS
PENDEK

Pasien Rawat Inap Pasien Rawat Jalan

Perawat Poliklinik mendaftarkan


H-1 perawat Ruang Rawat Inap pasien yang sudah sesuai dengan
mendaftarkan pasien yang sudah kriteria administrasi dan medis
sesuai dengan kriteria administrasi untuk tindakan kemoterapi ke
dan medis untuk tindakan ruang Tindakan kemoterapi
kemoterapi ke ruang Tindakan
kemoterapi

Hari H pasien ke pendaftaran


H perawat Ruang Rawat Inap untuk cetak SEP dan dilakukan
mengantar pasien yang sudah tindakan kemoterapi di ruang
sesuai dengan kriteria administrasi Tindakan kemoterapi
dan medis untuk tindakan
kemoterapi ke ruang Tindakan
kemoterapi

Selesai tindakan kemoterapi


perawat pasien pulang
Selesai tindakan kemoterapi
perawat Ruang Rawat Inap
menjemput pasien

14.3. Dokumen regulasi Pelayanan Kemoterapi


Dokumen regulasi pelayanan kemoterapi yang perlu disiapkan sbb :
1. SK Kebijakan pelayanan
2. SK Pedoman Pelayanan
3. SK Pedoman Pengorganisasian
4. Program Kerja
5. PPK terkiat pelayanan Kemoterapi
6. SPO terkait pelayanan kemoterapi
14.4. Pencatatan, Pelaporan, Monev, Pembinaan dan Pengawasan
1. Pencatatan dan Pelaporan
Setiap pelayanan kemoterapi yang diberikan sesuai dengan protokol
kemoterapi. Semua catatan harus disimpan secara tersentral dan ada seorang

231
penanggung jawab. Potokol kemoterapi harus disimpan di RM pasien dan tidak
boleh keluar rumah sakit karena menjadi panduan bagi perawat, farmasi dan
staf medis untuk pengelolaan obat sitostatika selanjutnya. Protokol bisa keluar
apabila diperlukan apabila pasien akan melanjutkan program kemoterapi di
pusat kesehatan lain dengan menyampaikan permohonan khusus.
Pencatatan dan pelaporan pelayanan kemoterapi harus tercatat dan tersimpan
dengan baik. Bukti pelaksanaan pelayanan kemoterapi dapat berupa:
a. Laporan bulanan
b. Rapat (UMAN)
c. Orientasi
d. Pelatihan
Orientasi dan pelatihan SDM Kemoterapi meliputi TOR, bukti kegiatan (jadual,
tanda tangan kehadiran, pre test dan post test) dan laporan kegiatan.
2. Monitoring dan evaluasi setiap proses pelayanan kemoterapi dilakukan secara
periodik dan berkesinambungan untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu
pelayanan dapat dilakukan denga PDS, RCA, fishbone analisis sesuai
kebutuhan dan temuan dilapangan.
3. Pembinaan dan Pengawasan
Pelayanan kemoterapi termasuk dalam pelayanan beresiko tinggi. Penempatan
petugas pada pelayanan ini diatur oleh Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.
Petugas yang termasuk dalam pelayanan resiko tinggi wajib mendapatkan
fasilitas kesehatan sebelum bekerja di pelayanan beresiko, setiap 1 tahun
sesuai dengan Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di masing-masing
rumah sakit. Penggunaan APD yang tepat dan standar fasilitas yang benar akan
menghindarkan petugas dari bahaya paparan obat antikanker atau sitostatika.

Materi pokok 15. Standar pelayanan farmasi

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab


kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
15.1. Pelayanan farmasi
A. Definisii
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

232
B. Tujuan pelayanan kefarmasian adalah:
1. Menjamin mutu, manfaat, keamanan dan khasiat sediaan farmasi dan alat
kesehatan
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
3. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka patient safety
4. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih
aman (medication safety)
5. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat (Medication Error)

C. Ruang Lingkup : ruang lingkup pelayanan kefarmasian dijabarkan


sebagai berikut:
1. Penyusunan Kebijakan/Pedoman Pelayanan Kefarmasian
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP)
3. Pelayanan Farmasi Klinik
4. Penerapan Kajian Farmakoekonomi dan Uji Klinik
5. Pelayanan Farmasi Khusus
Pelayanan kefarmasian mencakup aspek manajerial dan klinis sebagaimana
bagan berikut ini:

15.2. Alur pelayanan farmasi

233
A. Penyusunan Kebijakan/Pedoman Pelayanan Kefarmasian Pembuatan
menyusun:
Penyusunan Pedoman Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Sediaan
Farmasi (Obat), Alat Kesehatan Dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) Di
Rumah Sakit
Penyusunan SOTK dan Penyusunan SPO: melakukan penyusunan tata
organisasi Instalasi Farmasi dan menysun standar prosedur operasional
terkait pelayanan kefarmasian di rumah sakit
B. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP):
Pemilihan : adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP).
Perencanaan: Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari
kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan.
Pengadaan: Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Penerimaan : Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpandengan baik.
Penyimpanan : Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian

234
yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi,
cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pendistribusian : Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi
yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan recall (penarikan) : Pemusnahan dan penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi
yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Pengendalian : Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah
persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi
Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah
Sakit.

C. Pelayanan Farmasi Klinik


Pengkajian dan pelayanan Resep; Pengkajian Resep dilakukan untuk
menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait
Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus
melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan
Penelusuran riwayat penggunaan Obat; Penelusuran riwayat penggunaan
Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh
Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
Rekonsiliasi Obat; Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan
instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error)
seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat.
Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien

235
dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta
pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer
dan sebaliknya
Pelayanan Informasi Obat (PIO); Pelayanan Informasi Obat (PIO)
merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi
Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit
Konseling; Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau
saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.
Visite; Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan
informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya
Pemantauan Terapi Obat (PTO); Pemantauan Terapi Obat (PTO)
merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi
Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD).
Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat
adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi.
Monitoring Medication Error; peran tenaga kefarmasian dalam mencegah
terjadinya Medication error (ME) dimana, ME merupakan suatu kejadian
yang dapat dicegah yang dapat menyebabkan bahaya pada pasien atau
berkembang menjadi penggunaan obat yang tidak tepat, dimana
pengobatan masih berada dalam tanggung jawab profesi kesehatan, pasien
atau konsumen.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif

236
Dispensing sediaan steril; Dispensing sediaan steril harus dilakukan di
Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan
stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta
menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD); Pemantauan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi
yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.

D. Penerapan Kajian Farmakoekonomi dan Uji Klinik


Analisa efisiensi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP); dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi
dan peningkatan cakupan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai untuk semua pasien di rumah sakit.
Analisa pasien safety obat penelitian (uji klinik); sebagai upaya peningkatan
rasional penggunaan obat dan penerapan pasien safety pada pelaksanaan
penelitian obat di rumah sakit.

E. Pelayanan Farmasi Khusus


Pelayanan kefarmasian pada pasien populasi khusus: kemoterapi/paliatif
care/Hemodialisis : tenaga kefarmasian melakukan upaya dalam menjaga
mutu dan kualitas pelayanan terapi pasien populasi khusus sehingga dapat
meningkatkan capai terapi yang diharapkan pasien.
Pengelolaan obat program: merupakan upaya perbaikan pengelolaan obat
– obat yang telah diprogamkan pemerintah untuk pasien – pasien tertentu,
dalam rang upaya efisiensi dan pencegahan terjadinya salam guna atau
penyalah gunaan obat program pemerintah.

15.3. Dokumen regulasi farmasi


Dokumen regulasi pelayanan farmasi yang perlu disiapkan sbb :
1. SK Kebijakan pelayanan
2. SK Pedoman Pelayanan:
Pedoman Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Sediaan Farmasi
(Obat), Alat Kesehatan Dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) Di Rumah
Sakit
3. Pedoman Pengadaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP
4. Pedoman bila ada kekosongan stok
5. Regulasi tentang pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, dan aman dipenuhi dalam:
SK Pedoman Pengorganisasian
SK Tim Farmasi dan Terapi
Program Kerja

237
PPK terkiat pelayanan farmasi
SPO terkait pelayanan farmasi :
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP)
Perencanaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Penyimpnan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Pemusnahan dan recall Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP)
Pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
Pencatatan dan pelaporan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Pengkajian dan pelayanan Resep;
Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
Rekonsiliasi Obat;
Pelayanan Informasi Obat (PIO);
Konseling;
Visite;
Pemantauan Terapi Obat (PTO);
Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
Monitoring Medication Error
Monitoring Interaksi Obat
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
Dispensing sediaan steril; dan
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
6. Regulasi peresepan, permintaan obat dan instruksi pengobatan.
Regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan secara
benar, lengkap, dan terbaca, serta menetapkan staf medis yang kompeten
dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat dan instruksi
pengobatan.
Regulasi syarat elemen resep lengkap serta penetapan dan penerapan
langkah langkah untuk pengelolaan peresepan/ permintaan obat, instruksi

238
pengobatan yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca agar hal
tersebut tidak terulang kembali.
Regulasi tentang pembatasan jumlah resep atau jumlah pemesanan obat
oleh staf medis yang mempunyai kewenangan
7. Regulasi penyiapan dan penyerahan obat di dalam lingkungan aman dan
bersih
Regulasi penyiapan dan penyerahan obat yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan praktik profesi.
Regulasi penetapan sistem yang seragam untuk penyiapan dan
penyerahan obat
8. Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat.
Regulasi penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat termasuk pembatasannya.
Regulasi verifikasi sebelum pemberian obat kepada pasien yang meliputi
identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, dan waktu pemberian.
Regulasi pengobatan oleh pasien sendiri (self administration)
9. Regulasi pemantauan efek obat dan efek samping obat terhadap pasien
Regulasi tentang seleksi pasien, pemantauan, pencatatan dan pelaporan
efek obat dan efek samping obat
Regulasi medication safety yang bertujuan mengarahkan penggunaan obat
yang aman dan meminimalisasi kemungkinan terjadi kesalahan
penggunaan obat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

15.4. Pencatatan, Pelaporan, Monev, Pembinaan dan Pengawasan


1. Pencatatan dan Pelaporan
Penyusunan Laporan Evaluasi manejemen pengelolaan dan penggunaan
obat – obatan dibuat secara rutin setiap periode dalam bentuk:
a. Laporan bulanan:
1) Laporan indikator kinerja unit dan kinerja individu.
2) Laporan perencanaan sediaan farmasi (obat), alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai
3) Laporan penerimaan sediaan farmasi (obat), alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai
4) Laporan distribusi dan penggunaan sediaan farmasi (obat), alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai :
a. Laporan Pelayanan resep dan transaksi pendapatan/penerimaan
b. Laporan penulisan obat generik
c. Laporan penggunaan floor stock
d. Laporan penggunaan obat Narkotik dan psikotropika
5) Laporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
6) Laporan temuan kejadian insiden

239
b. Laporan triwulan:
1) Laporan jumlah stok sediaan farmasi (obat), alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai (stok opname)
2) Laporan kejadian Medication Error-prescription error dan Kejadian
Nyaris Cedera (KNC)
3) Laporan evaluasi: Evaluasi kesesuaian penulisan resep obat dengan
formularium nasional (fornas)
c. Laporan tahunan pengelolaan sediaan farmasi (obat), alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai sebagai laporan akhir tahun.

2. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi pemberian obat pasien rawat inap dilakukan selama
pasien menjalani pengobatan (selama dirawat). Kegiatan monitoring/
pemantauan pengobatan dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan yang
terlibat langsung pada pengobatan pasien yaitu: Dokter, perawat dan Apoteker
dengan materi pemantauan :
1. Potensial efek samping obat (ESO) dengan menggunakan prosedur
Monitoring efek samping obat (MESO).
2. Potensial interaksi obat dengan obat dan potensi interaksi obat dengan
makanan dengan menggunakan prosedur tetap monitoring interaksi obat
(MIO).
3. Efektifitas penggunaan antibiotik baik sebagai terapi profilaksis, empiris
maupun definitif dengan paramater pada: perbaikan hasil darah lengkap
(DPL), fungsi ginjal, fungsi hepar dan sensitifitas hasil kultur bakteri.
4. Monitoring potensi alergi untuk obat – obat yang mempunyai risiko
menyebabkan alergi pada pasien spesifik.

3. Pembinaan dan Pengawasan


Pemantauan kejadian Medical Error dilakukan dengan menggunakan Standar
Prosedur Operasional (SPO) Pemantauan Kejadian Medication Error. hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya kejadian:
a. Sentinel
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
d. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
e. Kondisi Potesial Cedera (KPC)

Materi pokok 16. Standar Pelayanan Laboratorium

16.1. Kebijakan pelayanan Laboratorium

240
Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan terutama untuk
menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan
pemulihan kesehatan. Peningkatan dan pemantapan mutu hasil
pemeriksaan laboratorium dilaksanakan dengan memenuhi cara
penyelenggaraan laboratorium klinik yang baik
Dokumen regulasi Laboratorium
Setiap Laboratorium Klinik harus diselenggarakan secara baik dengan
memenuhi persyaratan :
a. Perizinan
Penyelenggaraan laboratorium kesehatan swasta hanya dapat
dilaksanakan setelah memperoleh izin sesuai dengan etentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Izin laboratorium kesehatan yang diselenggarakan secara
terintegrasi di sarana pelayanan kesehatan melekat pada izin
pendirian sarananya
b. Cara pengelolaan laboratorium kesehatan yang baik dengan
beberapa kriteria antara lain :
Organisasi dan manajemen yang mencakup struktur
organisasi dan tata kerja
Ruangan dan fasilitas penunjang yang mencakup luas dan
spesifikasi ruangan dan konstruksi ruangan serta fasilitas
penunjang yang dibutuhkan sebual laboartorium
Peralatan laboratorium mencakup dasar pemilihan, pengujian,
penggunaan, pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi
Bahan laboratorium yang mencakup macam dan jenis, dasar
pemilihan, pengadaan dan penyimpanan
Spesimen yang mencakup macam specimen, persiapan,
pengambilan, pemberian identitas, pengolahan, penyimpanan
dan pengiriman spesimen
Metode pemeriksaan yang mencakup dasar pemilihan dan
evaluasi
Mutu laboratorium mencakup penetapan mutu, verifikasi, audit
dan validasi
Keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium mencakup
tata ruang dan fasilitas laboratorium, penanganan kecelakaan
di laboratorium, pengelolaan bahan spesifik, bahan radioaktif,
infeksi mikroorganisme, fasilitas hewan percobaan dan
pengolahan limbah

241
Pencatatan dan pelaporan mencakup pencatatan, pelaporan,
penyimpanan dokumen, penandaan dokumen dan
pengendalian dokumen
Pemenuhan persyaratan di atas diperlukan untuk ijin operasional
laboratorium kesehatan dan standar pelayanan laboratorium kesehatan.

16.2. Standar SDM di Ruang Laboratorium


Komponen kunci dari perencanaan SDM adalah penentuan tipe SDM
yang diperlukan. PerencanaanSDM bertujuan untuk mencocokkan SDM
dengan kebutuhan organisasi yang dinyatakan dalam bentuk aktifitas.
Merencanakan kebutuhan SDM berhubungan dengan hal-hal sebagai
berikut :
a. mendapatkan dan mempertahankan jumlah dan mutu karyawan
b. mengidentifikasi tuntutan keterampilan dan cara memenuhinya
c. menghadapi kelebihan atau kekurangan karyawan
d. mengembangkan tatanan kerja yang fleksibel
e. meningkatkan pemanfaatan karyawan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung


kebutuhan SDM, salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan
analisis beban kerja. Yang dimaksud dengan beban kerjaadalah
frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu
tertentu. Beban kerja juga dapat berarti berat ringannya suatu pekerjaan
yang dirasakan oleh karyawan yang dipengaruhioleh pembagian kerja
(job distribution), ukuran kemampuan kerja (
standard rate of performance)dan waktu yang tersedia.

Metode beban kerja adalah tehnik yang paling akurat dalam peramalan
kebutuhan tenaga kerjauntuk jangka pendek (short-term). Peramalan
jangka pendek ini untuk waktu satu tahun dan selama-lamanya dua
tahun. Tehnik analisis ini memerlukan penggunaan rasio atau pedoman
penyusunanstaf standar dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan
personalia.

Salah satu cara untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja berdasarkan


beban kerja diformulasikanoleh Peter J. Shipp (1998) dan dianjurkan oleh
WHO. Panduan penghitungan kebutuhan tenagakerja ini telah
disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit di Indonesia. Metode beban
kerja ini mudahdioperasikan, mudah digunakan, secara teknis dapat
diterima, komprehensif, realistis dan dapatditerima oleh manajer medik
maupun manajer non-medik.Metode beban kerja ini didasarkan pada
pekerjaan nyata yang dilakukan oleh masing-masingtenaga kesehatan.

242
Adapun langkah-langkah penyusunan kebutuhan tenaga kerja
berdasarkanmetode ini adalah :
1) menetapkan unit kerja beserta kategori tenaganya,
2) menetapkan waktu kerja yang tersedia selama satu tahun,
3) menyusun standar beban kerja,
4) menyusun standarkelonggaran dan
5) menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja. Untuk menghitung beban
kerja inidiperlukan hal-hal seperti : standar pelayanan, prosedur kerja
tetap serta uraian kerja (job description) bagi setiap tenaga kerja.

Ada lima langkah dalam menghitung kebutuhan tenaga laboratorium


berdasarkan beban kerja, yaitu:
LANGKAH PERTAMA : menetapkan unit kerja dan kategori tenaga. Kita
ambil contoh unit kerja yangdigunakan adalah unit kerja teknis
(hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi) dankategori
tenaga yang dipilih adalah Analis Kesehatan.
LANGKAH KEDUA : menetapkan waktu kerja yang tersedia bagi tenaga
Analis Kesehatan selama satu tahun.
LANGKAH KETIGA : menyusun standar beban kerja. Standar beban
kerja adalah volume ataukuantitas beban kerja selama 1 tahun untuk
setiap kategori tenaga (dalam hal ini adalah Analis Kesehatan). Standar
beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu
yangdibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan (rata-rata waktu) dan
waktu yang tersedia per tahun.

16. 3. Standar sarana, Prasarana dan Peraltan di Ruang Laboratorium

16.4 Standar Pelayanan di RuangLaboratorium


Alur Pelayanan Laboratorium
Alur pelayanan laboratorium dibedakan atas dua bagian utama
yaitu alur pelayanan pasien yang akan menggunakan laboratorium dan
layanan pemrosesan di dalam kegiatan laboratorium.
Alur pelayanan pasien dibedakan atas tiga kelompok utama yaitu :
a. Alur pelayanan pasien rawat jalan
b. Alur pelayanan pasien rawat inap
c. Alur pelayanan pasien gawat darurat
Alur pelayanan pasien disusun oleh masing masing rumah sakit tetapi secara
umum dapat dilihat pada gambar alur di bawah ini

243
Laboratorium klinik dalam melakukan pemeriksaan harus berdasarkan pada
permintaan tertulis yang berasal dari dokter, dokter spesialis, dokter gigi)
(pemeriksaan keperluan kesehatan gigi dan mulut), Bidan untuk pemeriksaan
kehamilan dan kesehatan ibu, Instansi pemerintahan untuk kepentingan
penegakan hokum.
Perlu menjadi perhatian beberapa hal khusus terkait pelayanan seperti respon
time laporan nilai kritis, pengelolaan POCT

16. 5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi, di Ruang


Laboratorium
Pencatatan dan pelaporan kegiatan laboratorium diperlukan dalam
perencanaan, pemantauan dan evaluasi serta pengambilan keputusan untuk
peningkatan pelayanan laboratorium. Kegiatan ini harus dilakukan secara
cermat dan teliti, karena kesalahan dalam pencatatan dan pelaporan akan
mengakibatkan kesalahan dalam menetapkan suatu tindakan.

Pelaporan kegiatan pelayanan laboratorium terdiri dari :


• Laporan kegiatan rutin harian/bulanan/triwulan/tahunan
• Laporan khusus (misalnya KLB, HIV, NAPZA dll)
• Laporan hasil pemeriksaan

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Laboratorium Klinik dilakukan


oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas

244
Kesehatan Kabupaten/Kota, dan masyarakat sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing

Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan melalui:


• Advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;
• Pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia
• Monitoring dan evaluasi.

Dalam rangka pembinaan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi administratif
berupa teguran lisan dan teguran tertulis

Materi pokok 17. Standar Pelayanan Radiologi

17.1. Kebijakan pelayanan Radiologi


Untuk memenuhi standar penilaian ada beberapa regulasi yang harus
dipenuhi:
a. Pedoman Pengorganisasian Instalasi Radiologi
Pedoman ini menjelaskan tata kelola organisasi (Instalasi
Radiologi), tugas pokok manajemen, tugas pokok pegawai,
kebutuhan dan kondisi pegawai yang ada dan mencakup juga
tanggungjawab semua pegawai yang ada di Instalasi Radiologi.
b. Pedoman Pelayanan Instalasi Radiologi
Pedoman ini berisi tentang alur dan tatacara pelayanan yang ada di
Instalasi Radiologi.
c. Program Kerja Instalasi Radiologi.
Merupakan rencana kerja satu tahun yang akan dilakukan di
Instalasi Radiologi, mencakup sasaran, target capaian, waktu
pelaksanaan dan evaluasi
d. Program Kendali Mutu Instalasi Radiologi
Instalasi Radiologi menetapkan program untuk mengawal mutu
layanan dari berbagai aspek meliputi mutu layanan, peralatan,
keselamatan pasien dan program lain yang mendukung
peningkatan mutu pelayanan Instalasi Radiologi
e. Program Manajemen Resiko Instalasi Radiologi
Instalasi Radiologi membuat program manajemen resiko untuk
mengindentifikasi resiko yang muncul dari pelayanan yang
diberikan. Resiko unit ini dapat berasal dari berbagai sumber antara
lain, resiko untuk pegawai, pasien, peralatan dan lingkungan kerja.
f. Program Pengelolaan Peralatan Instalasi Radiologi

245
Untuk mengetahui kondisi peralatan yang ada di Instalasi Radiologi
secara akurat dibuat program pengelolaan dan pemeliharaan
peralatan Instalasi Radiologi. Dengan program ini diharapkan
semua informasi terkait peralatan Radiologi dapat diketahui dengan
tepat.

17.2. Standar SDM di Ruang Radioligi


POLA KETENAGAAN RADIOLOGI
Penghitungan Kebutuhan Tenaga Radiografer dan dokter spesialis
radiologi berdasarkan Analisa Beban Kerja Menggunakan Permenkes no
61 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Sumber Daya Manusia
Kesehatan dengan menggunakan Standar Work Load Indicator Staff
Need (WISN))
Tabel 1

Waktu kerja tersedia 115.080 Menit/tahun


Waktu kerja tersedia = (A-(B+C+D+E))xF
= (312-(12+5+15+10))x7)
= (312-39)x7
= 1.918 jam/tahun
= 159,83 jam/bulan

246
Tabel 2 Jumlah Tindakan Radiografer Dan Kurun Waktu Tiap

Rata-rata lamanya satu tindakan = 334.265 menit/pasien : 45.458 pasien


= 7,35 menit
Beban kerja Radiografer = waktu kerja tersedia : rata-rata kegiatan radiologi
= 115.080 menit/tahun : 7,35 menit
= 15.657 per tahun
Standar beban kerja/tahun = 1/7,35 menit x 15.657 per tahun
= 2130,22 hari kerja yang tersedia 1 tahun

Beban kerja Radiolog = waktu kerja tersedia : rata-rata kegiatan radiologi


= 115.080 menit/tahun : 4,85 menit
= 23.734,92
Standar beban kerja/tahun = 1/4,85 menit x 23.734,92 per tahun
= 4.895,25 hari kerja yang tersedia selama satu tahun

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Tenaga merupakan salah satu sumber daya penting karena menjadi
kunci dalam keberhasilan kegiatan penyelenggaraan pelayanan radio
diagnostik dan imejing di rumah sakit.

Pada dasarnya kegiatan radiologi harus dilakukan oleh petugas yang


memiliki kualifikasi pendidikan dan pengalaman yang memadai serta
memperoleh / memiliki kewenangan untuk melaksanakan kegiatan di
bidang yang menjadi tugas atau tanggung jawabnya. Agar pelayanan
radiodiagnostik dan imejing dapat terselenggara dengan mutu yang
dapat dipertanggungjawabkan, maka pelayanan radiodiagnostik dan
imejing harus dilakukan oleh tenaga yang profesional

B. Distribusi Ketenagaan
Ketenagaan di instalasi radiologi diagnostik diatur dalam daftar dinas

247
petugas yang terdiri dari 3 (tiga) shift, agar pelayanan dapat berjalan
sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
Kebutuhan tenaga radiografer adalah 2 radiografer/alat (sesuai
KEPMENKES No.1014/MENKES /SK/XI/2008 tentang standar
pelayanan diagnostik di sarana pelayanan kesehatan) atau berdasarkan
perhitungan beban kerja
Adapun setiap shift ketenagaan di radiologi melaksanakan kegiatan
sebagai
berikut:
1. Menginput data pasien
2. Mempersiapkan alat untuk pemeriksaan pasien
3. Membantu dalam pemberian informasi yang menyangkut kepentingan
pemeriksaan radiodiagnostik dan imejing
4. Melaksanakan pemeriksaan radiodiagnostik dan imejing
5. Proses pengolahan hasil pemeriksaan radiologi
6. Menginput pemakaian BHP
7. Pembacaan foto oleh dokter radiologi
8. Bertanggung jawab terhadap penyimpanan arsip
9. Bertanggung jawab atas penyerahan hasil
10.Bertanggung jawab terhadap alat-alat radiologi ( perangkat X – Ray,
USG,CT – Scan, dll)

17.3. Standar Sarana, Prasarana dan Peralatan di Ruang Radiologi


A. Denah Ruangan
1. Gedung
a. Lokasi
Instalasi radiologi diagnostik berada di dalam rumah sakit di
sentral
rumah sakit, di antara instalasi rawat jalan, rawat inap dan IGD.
Sirkulasi bagi pasien dan pengantar pasien disarankan terpisah
dengan sirkulasi staf. Ruang konsultasi/dokter radiologi
dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca foto.
b. Ruang
Persyaratan luas dan proteksi radiasi mengacu kepada buku
sarana dan prasarana rumah sakit kelas B tahun 2010 dan
Keputusan Menkes No 1014 / Menkes/SK/XI/2008 tentang
standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan
kesehatan. Ada ijin BAPETEN sesuai UU no.10 tahun 1997
tentang Ketenaga nukliran

Menurut fungsinya dalam garis besar ruangan Radiologi dibagi dalam :

248
1. Loket Pendaftaran
a. Meja + kursi
b. Komputer
c. Alat Tulis
2. Ruang pemeriksaan
a. Tanda bahaya radiasi dan lampu merah yang terpasang di depan
pintu kamar periksa sebagai tanda bahwa pesawat radiologi
sedang dioperasikan serta tanda bahaya radiasi lainnya yang
dapat dilihat dengan jelas
b. Peralatan proteksi radiasi yang cukup memadai baik kualitas
maupun kuantitas
c. Ukuran ruangan minimal 12 m
d. Kamar pemeriksaan dibuat agar paparan radiasi keluar tidak
lebih dari 0,25 mSv/jam apabila pesawat radiologi sedang
dioperasikan
e. Tebal dinding 20 cm beton atau bata setebal 25 cm dengan
plesteran atau yang setara dengan 2 mm Pb.
f. Pintu dan jendela kayu harus diberi penahan radiasi Pb setebal
215mm.
g. Ruangan x-ray memakai AC

3. Ruang kontrol / operator


a. Kontrol table pesawat
b. Kaca jendela ruang operator menggunakan kaca Pb setara 2
mm.
c. Meja + kursi

4. Ruang dokter untuk membaca hasil pemeriksaan/expertise


a. Meja + Kursi
b. Komputer + printer
c. X-ray viewer

5. Ruang ganti baju pasien


a. Gantungan baju
b. Baju ganti pasien

6. Ruang prossesing film


a. Meja dan kursi
b. CR / Computerized Radiography
c. Monitor CR
d. Printer CR
e. Komputer + Printer

249
7. WC pasien
a. Kloset
b. Kran air

8. Ruang tunggu
a. Ruang tunggu ada akses langsung ke ruang pemeriksaan
b. Ruangan nyaman

2. Sumber Air

3. Sumber Listrik
Untuk dapat memberikan pelayanan radiologi yang baik dan aman,
diperlukan aliran listrik yang cukup dengan tegangan yang konstan dan
tidak ada aliran listrik terputus. Hal ini perlu bukan saja supaya
pemeriksaan
tidak terhenti, tetapi mengingat beberapa jenis alat memerlukan
perawatan dan penyimpanan pada suhu tertentu dan tetap. Selain
sumber listrik PLN,
disediakan cadangan sumber listrik dari generator, mengingat instalasi
radiologi diagnostik harus dapat memberikan pelayanan selama 24 jam.

B. Standar Fasilitas
1. Peralatan
Instalasi radiologi diagnostik harus menyediakan peralatan sesuai
jenisnpelayanan yang dilakukan dan jumlah minimal yang tercantum
dalam tabel
tersebut.

Bangunan kamar operasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


1. Mudah dicapai oleh pasien
2. Penerimaan pasien dilakukan dekat dengan perbatasan daerah
steril dan non-steril
3. Kereta dorong pasien harus mudah bergerak
4. Lalu lintas kamar operasi harus teratur dan tidak simpang siur
5. Terdapat batas yang tegas yang memisahkan antara daerah steril
dan non-steril, untuk pengaturan penggunaan baju khusus 

Letaknya dekat dengan UGD (untuk kamar operasi kasus- kasus
gawat darurat).

Rancang bangun kamar operasi harus mencakup:

250
1. Kamar yang tenang untuk tempat pasien menunggu tindakan
anestesi yang dilengkapi dengan fasilitas induksi anestesi
2. Kamar operasi yang langsung berhubungan dengan kamar induksi
3. Kamar pulih (recovery room)
4. Ruang yang cukup untuk menyimpan peralatan, llinen, obat farmasi
termasuk bahan narkotik
5. Ruang/tempat pengumpulan/pembuangan peralatan dan linen
bekas pakai operasi
6. Ruang ganti pakaian pria dan wanita terpisah
7. Ruang istirahat untuk staf yang jaga
8. Ruang operasi hendaknya tidak bising dan steril. Kamar ganti
hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga terhindar dari
area kotor setelah ganti dengan pakaian operasi.
9. Ruang perawat hendaknya terletak pada lokasi yang dapat
mengamati pergerakan pasien.
10. Dalam ruang operasi diperlukan 2 ruang tindakan, yaitu tindakan
elektif dan tindakan cito
11. Alur terdiri dari pintu dan keluar untuk staf medik dan paramedik;
pintu masuk pasien operasi; dan alur perawatan
12. Harus disediakan spoelhock untuk membuang barang-barang
bekas operasi
13. Disarankan terdapat pembatasan yang jelas antara:
14. Daerah bebas, area lalu lintas dari luar termasuk pasien
15. Daerah semi steril, daerah transisi yang menuju koridor kamar
operasi dan ruangan semi steril
16. Daerah steril, daerah prosedur steril diperlukan bagi personil yang
harus sudah berpakaian khusus dan masker
17. Setiap 2 kamar operasi harus dilayani oleh 2 kamar scrub up
18. Harus disediakan pintu keluar tersendiri untuk jenazah dan bahan
kotor yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung

Syarat kamar operasi:


1. Lebar pintu minimal 1,2 m dan tinggi minimal 2,1 m, terdiri dari dua daun
pintu, dan semua pintu harus selalu dalam keadaan tertutup.
2. Pintu keluar masuk harus tidak terlalu mudah dibuka dan ditutup.
3. Sepertiga bagian pintu harus dari kaca tembus pandang.
4. Paling sedikit salah satu sisi dari ruang operasi ada kaca.
5. Ukurankamaroperasiminimal6x6m2dengantinggiminimal 3 m.
6. Pertemuan lantai, dinding dan langit-langit dengan lengkung
7. Plafon harus rapat, kuat dan tidak bercelah, terbuat dari bahan yang kuat,
aman dan tinggi minimal 2,70 m dari lantai.

251
8. Dindingterbuatdaribahanporselenatauvynilsetinggilangit- langit atau
dicat dengan cat tembok berwarna terang yang aman dan tidak luntur.
9. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan,
permukaan rata dan tidak licin serta berwarna terang, contoh : vinyl atau
keramik.
10. Tersedia lampu operasi dengan pemasangan seimbang, baik jumlah
lampu operasi dan ketinggian pemasangan. Harus tersedia gelagar
(gantungan) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang
dipasang sebelum pemasangan langit- langit.
11. Pencahayaan 300–500 lux, meja operasi 10.000–20.000 lux dengan
warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan
12. Ventilasi sebaiknya menggunakan AC tersendiri yang dilengkapi filter
bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya.
Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang
masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk
ruang bedah ortopedi atau transplatasi organ harus menggunakan
pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System
13. Suhu kamar idealnya 20–26 C dan harus stabil
14. Kelembaban ruangan 50–60%
15. Kebisingan 45 dB.
16. Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk
itu harus dibuat ruang antara.
17. Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi
perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian
alat steril (cleaning) cukup dengan sebuah loket yang dapat
dibuka/ditutup
18. Pemasangan gas medik secara sentral diusahakan melalui bawah lantai
atau atas langit-langit.
19. Di bawah meja operasi perlu adanya kabel anti petir yang dipasang di
bawah lantai.
20. Ada sistem pembuangan gas anestesi yang aman.
21. Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.

17.4. Standar Pelayanan Radiologi


Penyelenggaraan pelayanan radiologi adalah pelayanan kesehatan yang
memanfaatkan radiasi pengion dan non pengion dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat menuju masyarakat sehat. Penggunaan radiasi
tersebut mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat
berguna bagi penegakan diagnosa dan terapi penyakit namun di sisi lain akan
sangat berbahaya bila penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol, terlebih
lagi bila di lakukan oleh tenaga yang tidak kompeten. Pelayanan

252
radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi intervensi yang bermutu dan
aman bagi pasien dan atau penyelenggaraan radioterapi.
Pelayanan radiologi diselenggarakan untuk melayani beberapa
pemeriksaandiantaranya; pemeriksaan radiologi konvensional, intervensional,
ultrasonografi, CT Scan dan MRI bagi pasien – pasien untuk pelayanan rutin
maupun gawat darurat yang berasal dari rawat jalan, rawat inap maupun
pasien rujukan yang berasal dari rumah sakit atau institusi lainnya.

Alur Pelayanan RIR


Rumah sakit menetapkan sistem organisasi yang terintegrasi untuk
menyelenggarakan pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi
intervensional yang dibutuhkan pasien, asuhan klinis dan profesional pemberi
asuhan (PPA). Pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional
termasuk kebutuhan darurat, dapat diberikan di dalam rumah sakit, dan
pelayanan rujukan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional
tersedia 24 jam. Terkait hal tersebut harus terdapat alur pasien yang jelas alur
pasien yang akan melakukan pemeriksaan Radiologi. Alur pasien meliputi:
a. Alur pasien rawat jalan
b. Alur pasien gawat darurat
c. Alur pasien rawat inap
Dalam masa pandemi perlu dipikirkan alur pasien khusus isolasi dan
bagaimana pelaksanaan pemeriksaan Radiologi yang akan dilakukan
dengan indikasi tersebut.

Contoh Alur Pelayanan RIR

253
17.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi, di Ruang
Radiologi
Sebagai langkah monitoring dan evaluasi, pencatatan harian dilakukan
dengan menentukan salah satu penanggunjawab untuk melaksanakan
program yang telah ditetapkan. Dengan menetapkan salah satu pegawai
sebagai penanggungjawab, manajemen dapat lebih mudah memantau
jalannya program yang telah ditetapkan.

Materi pokok 18. Standar Pelayanan Gizi

18.1. Kebijakan pelayanan Gizi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 78 tahun 2013 tentang
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, pelayanan gizi dilakukan untuk
mempertahankan, memperbaiki dan meningkatkan status gizi melalui
pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan gizi di
rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan
keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolism tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat

254
berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Ruang lingkup pelayanan
gizi di rumah sakit meliputi:
a. Pelayanan gizi rawat jalan
b. Pelayanan gizi rawat inap
c. Penyelenggaraan makanan
d. Penelitian dan pengembangan gizi

18.2. Standar SDM di Ruang Gizi


Tenaga gizi dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah profesi gizi yang
terdiri dari Registered Dietisien (RD) dan Teknikal Registered Dietisien
(TRD). Registered Dietisien bertanggung jawab terhadap pelayanan
asuhan gizi dan pelayanan makanan dan dietetik, sementara TRD
bertanggung jawab membantu RD dalam melakukan asuhan gizi dan
pelayanan makanan serta dietetik serta melaksanakan kewenangan
sesuai kompetensi.
1. Registered Dietisien
a. RD Kompeten adalah nutrisionis atau nutrisionis ahli pertama pada
jabatan fungsional yang telah mengikuti pendidikan profesi dan uji
kompetensi serta terregistrasi, memiliki pengalaman praktek dietetik
umum (general) kurang atau sama dengan 4 tahun.
b. RD Spesialis adalah RD kompeten atau RD dengan jabatan
fungsional nutrisionis ahli muda, memiliki pengalaman praktek dietetik
pada satu peminatan (misalnya ginjal/diabetes melitus/ anak, geriatri,
onkologi atau manajemen makanan dan dietetik) lebih atau sama dengan
5 tahun dan telah mengikuti Pendidikan/ pelatihan yang intensif sesuai
dengan peminatannya atau setara magister gizi.
c. RD Advanced adalah RD spesialis atau RD dengan jabatan
fungsional nutrisionis ahli madya yang memiliki pengalaman praktek
dietetic pada peminatan tambahan selama 5 tahun atau lebih,
berpendidikan magister, mengikuti pelatihan profesi secara intensif atau
melakukan penelitian gizi atau mendapat pengakuan sebagai konsultan
atau pakar bidang peminatan tersebut dari profesi.
d. RD Expert adalah RD advanced, berpendidikan magister atau
Pendidikan doctor (S3) gizi, yang memiliki pengalaman praktek dietetic
selama 5 tahun atau lebih, sebagai peneliti, penulis dan konsultan bidang
gizi dan dietetik.
2. Teknikal Registered Dietisien (TRD)
a. TRD Kompeten adalah TRD atau nutrisionis terampil pelaksana
pada jabatan fungsional, memiliki pengalaman praktek dietetik umum
(general) kurang atau sama dengan 4 tahun termasuk menangani
masalah gizi dan dietetik yang sederhana/tidak kompleks.

255
b. TRD Spesialis adalah TRD kompetensi atau nutrisionis terampil
lanjutan yang memiliki pengalaman praktek dietetik pada satu peminatan
(misalnya ginjal/diabetes melitus/anak/geriatric atau manajemen
makanan dan dietetic) lebih atau sama dengan dari 5 tahun dan telah
mengikuti Pendidikan/pelatihan yang intensif sesuai dengan
peminatannya.
c. TRD Advanced adalah TRD spesialis atau nutrisionis terampil
penyelia yang memiliki pengalaman praktek dietetik dengan peminatan
tambahan selama 5 tahun atau lebih, mengikuti pelatihan profesi secara
intensif atau membantu penelitian gizi, mendapat pengakuan sebagai
penyelia dalam manajemen makanan dan dietetik

Pada rumah sakit yang belum memiliki tenaga RO namun memiliki


tenaga nutrisionis yang teregistrasi (NR), maka tenaga ini dapat diberi
kewenangan sebagai RD dan diberi kesempatan untuk memenuhi
kualifikasi sebagai RD
Kebutuhan RD dan TRD digambarkan pada table berikut:
No Rumah Sakit Registered Teknikal Kebutuhan
Dietisien Registered Tenaga
(RD) Dietisien Gizi
(TRD)
1 Kelas A 56 16 72
2 Kelas B 22 15 37
3 Kelas C 18 12 30
4 Kelas D 9 14 23

Pada rumah sakit yang belum memiki tenaga gizi sesuai klasifikasi
sebagaimana tersebut, dapat memanfaatkan tenaga gizi yang dimiliki
dengan secara bertahap melakukan peningkatan kemampuan dan
pembinaan tenaga tersebut agar memenuhi kualifikasi termaksud.

18.3. Standar Sarana, Prasaran dan Peraltan di Ruang Gizi


Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit dapat berjalan dengan optimal
bila didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk
melaksanakan pelayanan gizi rawat jalan, rawat inap dan
penyelenggaraan makanan.
A. Sarana dan prasarana pelayanan gizi rawat jalan
1. Tersedia ruang konseling gizi yang memadai minimal 3x5 m2
2. Peralatan:
a. Peralatan kantor
b. Peralatan penunjang konseling

256
c. Peralatan penunjang penyuluhan
d. Peralatan antropometri
B. Sarana dan Prasarana Gizi Rawat Inap
1. Sarana
a. Pantry dengan bangunan luas minimal 3 x 4 m atau disesuaiakan
dengan model sistem distribusi makanan
(sentralisasi/desentralisasi)
b. Ruang konseling diet
2. Peralatan
a. Peralatan penyajian makanan
b. Peralatan konseling gizi
C. Sarana Penyelenggaraan Makanan
1. Perencanaan bangunan, peralatan dan perlengkapan
Tempat yang diperlukan di ruang penyelenggaraan makanan terdiri dari:
a. Tempat penerimaan bahan makanan
b. Tempat/ruang penyimpanan bahan makanan
c. Tempat persiapan bahan makanan
d. Tempat pengolahan dan distribusi makanan
e. Tempat pencucian dan penyimpanan alat
f. Tempat pembuangan sampah
g. Ruang fasiitas pegawai
h. Ruang pengawas

18.4. Standar Pelayanan di ruang gizi


Pelayanan gizi adalah suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi,
makanan, dietetik masyarakat, kelompok, individu, atau klien yang
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan,
pengolahan, analisis,simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi,
makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal
dalam kondisi sehat atau sakit. Pelayanan gizi di rumah sakit adalah
pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien
berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolism tubuh.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan
penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien. Ruang lingkup pelayanan gizi di rumah
sakit meliputi:
a. Pelayanan gizi rawat jalan
b. Pelayanan gizi rawat inap
c. Penyelenggaraan makanan
d. Penelitian dan pengembangan gizi

A. Pelayanan Gizi Rawat Jalan

257
Pelayanan gizi rawat jalan adalah serangkaian proses kegiatan asuhan
gizi yang berkesinambungan dimulai dari asesmen/pengkajian,
pemberian diagnosis, intervensi gizi, dan monitoring evaluasi kepada
klien/pasien di rawat jalan. Asuhan gizi rawat jalan pada umumnya
disebut kegiatan konseling gizi dan dietetik atau edukasi/penyuluhan gizi.
Pelayanan gizi rawat jalan meliputi kegiatan konseling individual seperti
pelayanan konseling gizi dan dietetik di unit rawat jalan terpadu,
pelayanan terpadu geriatrik, unit pelayanan terpadu HIV AIDS, unit rawat
jalan terpadu utama/VIP, dan unit khusus anak konseling gizi individual
dapat pula difokuskan pada suatu tempat. Pelayanan penyuluhan
berkelompok seperti pemberian edukasi di kelompok pasien diabetes,
pasien hemodialysis, ibu hamil dan menyusui, pasien jantung koroner,
pasien AIDS, kanker dll. Mekanisme pasien berkunjung untuk
mendapatkan asuhan gizi di rawat jalan berupa konseling gizi untuk
pasien dan keluarga serta penyuluhan gizi untuk kelompok adalah
sebagai berikut:
1. Konseling gizi
2. Penyuluhan gizi

B. Pelayanan Gizi Rawat Inap


Pelayanan Gizi Rawat Inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari
proses pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi
perencanaan, penyediaan makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling
gizi serta monitoring dan evaluasi gizi. Mekanisme pelayanan gizi rawat
inap adalah sebagai berikut:
1. Skrining gizi
2. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Langkah PAGT terdiri dari:
- Asessmen/ Pengkajian gizi
- Diagnosis Gizi
- Intervensi Gizi
- Monitoring dan Evaluasi Gizi

C. Penyelenggaran Makanan
Bentuk penyelenggaraan makanan di RS meliputi:
- Sistem Swakelola
- Sistem diborongkan ke Jasa Boga (Out-sourcing)
- Sistem Kombinasi

D. Kegiatan Penyelenggaraan Makanan


Kegiatan Penyelenggaraan makanan untuk konsumen Rumah Sakit
meliputi:

258
- Penetapan Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit
- Penyusunan Standar Bahan Makanan Rumah Sakit
- Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan
- Perencanaan anggaran bahan makanan
- Pengadaan bahan makanan
- Pemesanan dan pembelian bahan makanan
- Penerimaan bahan makanan
- Penyimpanan dan penyaluran bahan makanan
- Persiapan bahan makanan
- Pemasakan bahan makanan
- Distribusi makanan

18.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi Gizi


Tiga langkah kegiatan monitoring dan evaluasi gizi yaitu:
- Monitor perkembangan, yaitu kegiatan mengamati perkembangan
kondisi pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi
sesuai yang diharapkan klien maupun tim
- Mengukur hasil. Kegiatan ini adalah mengukur
perkembangan/perubahan yang terjadi sebagai respon terhadap
intervensi gizi.
- Evaluasi gizi
- Pencatatan dan pelaporan. Terdapat berbagai cara dalam
dokumentasi antara lain Subjective Objective Assessment Planning
(SOAP) dan Assessment Diagnosis Intervensi Monitoring &
Evaluasi (ADIME).

Beberapa pencatatan dan Pelaporan dalam pelayanan gizi rumah sakit:


- Pencatatan dan pelaporan pengadaan makanan
- Pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan makanan
- Pencatatan dan pelaporan perlengkapan dan peralatan instalasi
gizi
- Pencatatan dan pelaporan anggaran belanja bahan makanan

Materi pokok 19. Standar Pelayanan Laundry

19.1. Kebijakan pelayanan Laundry


Rumah sakit sebagai sarana pelayanan Kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan. Laundry rumah sakit merupakan

259
salah satu bagian penunjang dalam pelayanan di rumah sakit, untuk
menghindari risiko dan gangguan kesehatan maka perlu dilakukan
penyelenggaraan laundry yang sesuai dengan persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit.
Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi
dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan,
mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan mesin setrika
(Kepmenkes RI No.1204/MENKES/SK/X/2004).

19.2. Standar SDM di Ruang Laundry


SDM disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit

19.3. Standar Sarana , Prasarana dan Peralatan di Ruang Laundry


Sarana Fisik.
Sarana fisik untuk instalasi laundry mempunyai persyaratan
tersendiri.Terutama untuk pemasangan peralatan pencucian yang
baru.Sebelum pemasangan data lengkap SPA (sarana, prasarana, alat)
sangat diperlukan untuk memudahkan koordinasi dan jejaring selama
pengoperasiannya.Tata letak dan hubungan antar ruangan memerlukan
perencanaan yang baik, untuk memudahkan penginstalasian termasuk
instalasi listrik, air, uap, air panas dan penunjang lainnya. Saran fisik
instalasi laundry terdiri dari beberap ruang antara lain:
1. Ruang penerimaan linen kotor.
Ruang yang cukup untuk troli pembawa linen kotor untuk dilakukan
desinfeksi sesuai standart. Sirkulasi udara perlu diperhatikan
dengan pemasang fan atau exhaust fan dan penerangan minimal
kategori pencahayaan C=100-200 Lux sesuai Pedoman
Pencahayaan Rumah Sakit.
Ruangan ini memuat:
a. Meja penerima, yaitu untuk linen yang terinfeksi dan tidak
terinfeksi. Linen yang diterima harus sudah terpisah, kantong
warna kuning untuk yang terinfeksi dan kantong warna hitam
untuk yang tidak terinfeksi.
b. Timbangan duduk
2. Ruang pemisahan atau pemilahan linen.
Ruang ini memuat meja panjan untuk mensortir jenis linen yang
tidak terinfeksi. Sirkulasi dengan pemasang fan atau exhaust fan
dan penerangan minimal kategori pencahayaan D=200-500 Lux
sesuai Pedoman Pencahayaan Rumah Sakit, lantai dalam ruang ini
tidak boleh dari bahan yang licin.
3. Ruang pencucian dan pengeringan linen.
Ruang ini memuat:

260
a. Mesin cuci.
b. Mesin pengering.
Bagi RS kelas C dan D yang belum memiiliki mesin pencuci harus
disiapkan:
a. Bak pencuci yang terbagi tiga yaitu bak untuk perendam non
infeksius, bak infeksius dengan desinfektan, dan bak untuk
pembilas
b. Disiapkan instalasi air bersih dengan drainasenya
4. Ruang penyetrikaan linen.
Ruang ini memuat:
a. Penyetrikaan linen menggunakan flatwork ironers atau
pressing ironers.
b. Alat setrika biasa atau manual.
5. Ruang penyimpanan linen.
Ruang ini memuat:
a. Lemari dan rak untuk menyimpan linen.
b. Meja administrasi.
6. Ruang distribusi linen.
Ruang ini memuat meja panjang untuk penyerahan linen bersih
kepada pengguna.

Prasarana.
1. Prasarana listrik.
Sebagian besar peraltan laundry menggunakan daya listrik. Adapun
tenaga listrik yang digunakan di instalasi laundry terbagi dua bagian
antara lain:
a. Instalasi penerangan.
b. Instalasi tenaga.

2. Prasarana air
Prasarana air untuk instalasi laundry memerlukan sedikitnya 40%
dari kebutuhan air di rumah sakit atau diperkirakan 200 liter per
tempat tidur per hari. Kebutuhan air untuk proses pencucian dengan
kualitas air bersih sesuai standart air. Standart air yang digunaka
untuk mencuci mempunyai standart air bersih berdasarkan
Permenkes No. 416 tahun 1992 dan standart khusus bahan kimia
dengan penekanan tidak adanya:
a. Hardness – garam ( calcium, carbonate, dan chloride 0.
Standart baku mutu: 0 – 90 ppm.
1) Tingginya konsentrasi garam dalam air menghambat kerja
bahan kimia pencuci sehingga proses pencucian tidak
berjalan sebagaimana mestinya.

261
2) Efek pada linen dan mesin.
a) Garam akan mengubah warna linen putih menjadi
keabu- abuan dan linen warna akan cepat pudar.
b) Mesin cuci akan berkerak ( scale forming), sehingga
dapat menyumbat saluran- saluran air dan mesin.
b. Iron – Fe ( besi )
Standart baku mutu: 0 – 0,1 ppm.
1) Kandungan zat besi pada air mempengaruhi konsentrasi
bahan kimia, dan proses pencucian.
2) Linen putih akan menjadi kekuning-kuningan ( yellowing
) dan linen warna akan cepat pudar
3) Mesin cuci akan berkarat
4) Bersifat alkali.

3. Prasarana uap.
Prasarana uap pada instalasi laundry dipergunakan pada proses
pencucian, pengeringan dan setrika.

Peralatan Dan Bahan Pencuci


Peralatan pada instalasi laundry menggunakan bahan pencuci kimiawi
dengan komposisi dan kadar tertentu, agar tidak merusak bahan yang
dicuci atau linen, mesin cuci, kulit petugas yang melaksanakannya dan
limbah buangannya tidak merusak lingkungan.
Peralatan yang ada di instalasi laundry antara lain:
1. Mesin cuci / washing machine.
2. Mesin peras / washing extractor.
3. Mesin pengering / drying tumbler.
4. Mesin penyetrika / flatwork ironer.
5. Mesin penyetrika pres / presser ironer.

Produk Dan Bahan Kimia


Menggunakan bahan kimia berlebihan tidak akan membuat hasil lebih
baik, begitu juga apabila kekurangan. Bahan kimia yang dipakai secara
umum terdiri dari:
1. Alkali.
Mempunyai peran meningkatkan fungsi atau peran detergent dan
emulsifier serta membuka pori dari linen.
2. Detergent.
Sabun pencuci, mempunyai peran menghilangkan kotoran yang
bersifat asam secara global.

262
3. Emulsifier.
Mempunyai peran untuk mengemulsi kotoran yang berbentuk
minyak dan lemak.
4. Bleach atau pemutih.
Mengangkat kotoran atau noda, mencemerlangkan linen, dan
bertindak sebagai desinfektan, baik pada linen yang berwarna (
ozone ) dan yang putih ( chlorine ).
5. Sour atau penetral.
Menetralkan sisa dari bahan kimia pemutih sehingga PH nya menjadi
7 atau netral.
6. Softener.
Berfungsi melembutkan linen. Dipergunakan pada proses akhir
pencucian.
7. Starch atau kanji.
Digunakan pada proses akhir pencucian untuk membuat linen
menjadi kaku. Juga sebagai pelindung linen terhadap noda
sehingga noda tidak sampai ke serat.

Pemeliharaan Peralatan
Alat cuci pada instalasi laundry dijalankan oleh para operator alat,
dengan demikian para operator alat harus memelihara
peralatannya.Berbagai kelainan pada saat pengoperasian, misalnya
kelainan bunyi pada alat dapat segera dikenali oleh para operator.
Pemeliharaan peralatan pencucian terdiri dari:
1. Pembersihan peralatan sebelum dan sesudah pemakaian,
dilakukan setiap hari dengan menggunakan lap basah
dicampur dengan bahan kimia multi purpose cleaner dan
dikeringkan dengan lap kering. Untuk bagian tombol atau
control digunakan lap kering dan jangan terlalu
ditekan,dikarenakan pada bagian ini biasanya tertilis prosedur
dengan semacam stiker yang mudah dihapus. Setelah
pemakaian kosongkan air untuk mengurangi kandungan air
dalam mesin cuci sekecil mungkin. Jika terbentuk noda putih
didalam mesin cuci, cucilah bagian dalam drum dengan air
bersih.
2. Pemeriksaan bagian yang bergerak, dilakukan setiap satu
bulan sekali yaitu pada bearing, engsel pintu alat atau roda
yang berputar. Berilah minyak pelumas atau fat. Penggantian
gemuk atau fat secara total disarankan dua tahun sekali. Jenis
dan produk minyak pelumas mesin yang digunakan dapat
diketahui dari buku operating manual dari setiap mesin.

263
3. Pemeriksaan V- belt dilakukan setiap satu bulan sekali. Yakni
secara visual dengan melihat keretakan lempeng V- belt dan
ketegangannya (kelenturan).
Toleransi pengukuran 0,2 – 0,5 mm. jika melebihi atau sudah
tidak memennuhi syarat V –belt tersebut harus segera diganti.
4. Pemeriksaan pipa uap panas ( steam ) dilakukan setiap akan
dimulai menjalankan mesin cuci. Setiap saluran diperiksa
terlebih dahulu terutama pipa yang terbungkus Styrofoam (
isolasi ) dengan cara dilihat apakah masih terbungkus dengan
baik dan tidak ada semburan air atau uap. Pada prinsipnya
pada sambungan antara pipa dengan peralatan pencucian
harus dalam keadaan utuh dan tidak bocor. Jika terjadi
kebocoran harus segera dilaporkan pada tehnisi rumah sakit
untuk perbaikan.

19.4. Standar Pelayanan Laundry


Sesuai SOP masing masing RS

19.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring, dan Evaluasi, di Ruang Laundry


Sesuai SOP masing masing RS

Materi pokok 20 . Standar Pelayanan CSSD

20.1. Kebijakan pelayanan CSSD


Rumah Sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya
untuk mencegah risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah
sakit. Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit
adalah rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Pusat
sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk
pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian
infeksi. Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang
bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba
termasuk endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau
fisika.
Berdasarkan PMK No 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit dan Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) di
Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2009 didapatkan bahwa Sterilisasi adalah suatu proses
pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan
semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat
dilakukan dengan proses kimia atau fisika. Rumah Sakit sebagai institusi

264
penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah risiko
terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu
indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya
angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Pusat sterilisasi merupakan
salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan
berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi. Instalasi Pusat
Sterilisasi memberikan pelayanan untuk melayani dan membantu smua
unit di rumah sakit yang membutuhkan barang dan alat medik dalam
kondisi steril.

20.2. Standar SDM di ruang CSSD


Kualifikasi tenaga yang bekerja di Pusat Sterilisasi dibedakan sesuai
dengan kapasitas tugas dan tanggung jawabnya yang dibagi atas
tenaga manajer dan teknis pelayanan sterilisasi.
a. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi
Kualifikasi Tenaga:
- Pada RS Kelas A dan B, Pendidikan terakhir minimal S1 di
bidang kesehatan, atau S1 umum dengan minimal masa
kerja 5 tahun di bidang sterilisasi.
- Pada RS Kelas C, Pendidikan terakhir minimal D3 di bidang
kesehatan, atau D3 umum dengan minimal masa kerja 5
tahun di bidang sterilisasi
- Telah mendapat kursus tambahan tentang prosedur dan
teknis pelayanan sterilisasi
- Telah mendapat kursus tambahan tentang manajemen
- Mengetahui tentang psikologi personel
- Berpengalaman kerja di bagian kamar operasi/ sterilisasi
b. Kepala Sub Instalasi
- Pendidikan minimal D3 di bidang kesehatan dengan masa
kerja selama 3 tahun di bidang sterilisasi
- Pernah mengikuti kursus tambahan tentang pusat sterilisasi
- Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep
aktivitas dari sub instalasi yang dipimpinnya
- Dapat bekerja baik dalam berbagai kondisi
- Kondisi kesehatan baik
c. Penanggung Jawab Administrasi
- Minimal lulusan SMA/SMU/SMEA atau sekolah Pendidikan
perawat atau yang setara dengan tambahan kursus
- administrasi
- Dapat melakukan pengetikan dan menggunakan komputer
- Rapi dalam menyusun dokumentasi
d. Staf di Pusat Sterilisasi

265
- Harus mengikuti pelatihan pusat sterilisasi yang bersertifikasi
- Dapat belajar dengan cepat
- Mempunyai keterampilan yang baik
- Personal Hygiene yang baik
- Disiplin dalam mengerjakan tugas keseharian

20.3. Standar Sarana, prasarana dan Peralatan Medis di Ruand CSSD


A. Bangunan Instalasi Pusat Sterilisasi
Pembangunan Instalasi Pusat Sterilisasi harus sesuai dengan
kebutuhan bangunan pada saat ini serta kemungkinan perluasan
sarana pelayanan di masa datang dan di desain menurut tipe /
kapasitas RS dengan ketentuan untuk rumah sakit:
1) 200 TT, luas bangunan kurang lebih 130 m2
2) 400 TT, luas bangunan kurang lebih 200 m2
3) 600 TT, luas bangunan kurang lebih 350 m2
4) 800 TT, luas bangunan kurang lebih 400 m2
5) 1000 TT, luas bangunan kurang lebih 450 m2
A. Lokasi Instalasi Pusat Sterilisasi
Lokasi Instalasi Pusat Sterilisasi sebaiknya berdekatan dengan ruangan
pemakai alat / bahan steril terbesar di rumah sakit. Untuk rumah sakit
yang berukuran kecil, lokasi pusat sterilisasi sebaiknya berada dekat /
di wilayah kamar operasi sesuai fungsinya dan diupayakan lokasinya
dekat dengan laundry.

B. Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi


Pada prinsipnya desain ruang pusat sterilisasi terdiri dari ruang bersih
dan ruang kotor. Ruang Pusat Sterilisasi dibagi atas 5 ruang yaitu:
- Ruang dekontaminasi
- Ruang pengemasan alat
- Ruang produksi dan processing
- Ruang sterilisasi
- Ruang penyimpanan barang steril

C. Kebutuhan Peralatan Sterilisasi


Kebutuhan peralatan sterilisasi disesuaikan dengan kelas dan
kebutuhan rumah sakit. Kalibrasi alat dilakukan secara periodik sesuai
dengan instruksi manual dari produsen mesin. Kalibrasi pada mesin
sterilisasi dilakukan minimal sekali dalam setahun, dilakukan oleh Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan atau
agen tunggal pemegang merk alat.

20.4. Standar Pelayanan CSSD

266
Instalasi Pusat Sterilisasi melayani semua unit di rumah sakit yang
membutuhkan kondisi steril. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari
pusat sterilisasi selalu berhubungan dengan:
- Bagian Loundri
- Instalasi pemeliharaan sarana
- Instalasi farmasi
- Sanitasi
- Perlengkapan atau logistik
- Rawat Inap, Rawat Inap, IGD

A. Tatalaksana pelayanan penyediaan barang steril terdiri dari:


1. Perencanaan dan penerimaan barang
2. Pencucian
3. Pengemasan dan pemberian tanda
4. Proses sterilisasi
5. Penyimpanan dan distribusi
6. Pemantauan kualitas sterilisasi
7. Pencatatan dan pelaporan

B. Alur Kerja
Alur kerja yaitu urutan-urutan dalam memproses alat/bahan:
1. User
2. Penerimaan alat
3. Seleksi/ pencatatan
4. Perendaman
5. Pencucian
6. Pengeringan
7. Pengemasan
8. Labeling
9. Sterilisasi
10.Kontrol indikator
11.Gudang Alat
12.Distribusi
C. Tahap-tahap Sterilisasi Alat/ bahan medik
1. Dekontaminasi
2. Pengemasan
3. Metode Sterilisasi
4. Pengujian Alat Sterilisasi
5. Fasilitas Alat dan Zat kimia

20.5. Pencatatan, Pelaporan, Monitoring, dan Evaluasi, di Ruang CSSD


A. Kontrol Kualitas Sterilisasi

267
1. Pemberian nomor lot pada setiap kemasan
2. Data mesin sterilisasi
3. Waktu kadaluarsa
B. Jenis-jenis Indikator Sterilisasi
1. Indikator Mekanik
2. Indikator Kimia
3. Indikator Biologi

Materi pokok 21. Standar Pelayanan Kamar Jenazah

21.1. Kebijakan pelayanan kamar jenazah


Dokumen regulasi kamar Jenazah
a. Kebijakan yang berlaku di rumah sakit tentang pelayanan kamar
jenazah
b. Pengorganisasian di pelayanan kamar jenazah
c. Panduan pelayanan kamar jenasah
d. Program kerja di kamar jenazah
• SPO yang berhubungan dengan Pelayanan Kamar Jenazah
• SPO penggunaan APD pada pemulasaran jenazah
• SPO tentang pemulasaran jenazah infeksius dan non
infeksius
• SPO pembersihan kamar jenazah
• SPO penerimaan dan pengeluaran mayat
• SPO tentang pemeriksaan luar terhadap jenazah
• SPO tentang pemilahan limbah infeksius dan non infeksius

21.2. Standar SDM di kamar jenazah


Sumber Daya Manusia yang diperlukan pada kamar jenazah ;
a. Dokter Spesialis Forensik
b. Dokter Umum
c. Dokter gigi khususnya forensik gigi
d. Tehnisi laboratorium forensik
e. Tenaga administrasi
f. Tenaga pemulasaran jenasah
g. Supir kereta jenazah
h. Pekarya

21.3. Standar sarana , Prasarana dan Peralatan di kamar jenazah


Sarana yang harus disediakan pada kamar jenazah :
a. Devisi otopsi ;
o ruang jenazah yang belum membusuk
o ruang jenazah yang sudah membusuk

268
b. Devisi toksikologi
c. Devisi Patologi
d. Devisi Antropologi
e. Devisi serologi/bio molekuler
f. Devisi odontologi
disamping devisi tersebut diatas perlu dilengkapi dengan ;
1) ruang satuan pengamanan/satpam
2) kamar pegawai penerima jenazah
3) ruang persemayamanjenazah
4) ruang tunggu keluarga
5) ruang kulih mahasiswa
6) ruang sekretariat
7) ruang tata usaha
8) ruang arsip
9) ruang rapat
10) ruang staf
11) ruang komputer
12) ruang informasi/media
13) ruang mushola dan penyolatan jenazah
14) garasi kereta jenazah
15) londry

21.4. Standar Pelayanan di Kamar jenajah


Standar Kamar Jenazah di Rumah Sakit dapat dipakai sebagai acuan oleh
peserta didik dalam memberikan mutu pelayanan yang baik bagi jenazah dan
keluarganya.
Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara umum tentang
pelayanan yang lebih baik
Pelayanan Kamar Jenazah
Pelayanan Kamar Jenazah meliputi :
a. Prinsip pelayanan Jenazah
b. Ciri khusus pelayanan jenazah
c. Jenis pelayanan terkait kamar jenazah
1) Pelayanan jenazah purna pasien atau “mayat dalam”
2) Pelayanan Kedokteran forensik terhadap korban mati atau
“mayat luar”
3) pelayanan sosial kemanusiaan : seperti pencarian orang
hilang, rumah duka/penitipan jenazah
4) Pelayanan bencana atau peristiwa dengan korban mati
massal
5) Pelayanan untuk kepentingan keilmuan atau
pendidikan/penelitian

269
d. Tujuan pelayanan
1) Pencegahan penularan penyakit
2) Penegakan hukum
e. Penatalaksanaan Jenazah di rumah sakit
1) pasien yg tidak mengalai kekerasan
2) pasien yg engalami kekerasan
f. Embalming (pengawetan jenazah) dan Pengiriman jenazah
Alur Pelayanan Kamar Jenazah
Alur dapat dilihat di lampiran ;
1 Lampiran tentang alur pelayanan jenazah di rumah sakit dalam
kondisi sehari-hari
2 Lampiran tentang alur pelayanan Jenazah di rumah sakit
dalam kondisi bencana
Program Mutu
Indikator mutu pelayanan di kamar jenazah :
1. Capaian jumlah petugas pemulasaran jenazah yang sudah terlatih
2. Capaian kepatuhan pelaksanaan program PPI
3. Capaian waktu tunggu pengadaan visum et repertum

21.5. Pencatatan, pelaporan, monitoring, dan Evaluasi, di kamar jenazah


1) Pencatatan dan pelaporan tentang ;
a) Jenazah dari dalam RS dan dari luar RS
b) Jenazah yang termasuk infeksius dan non infeksius.
c) Jumlah jenasah yang di kelola di kamar jenazah
d) Pencatatan dan pelaporan harian, bulanan, triwulan dan
tahunan
2) Monev ;
a) Monitoring terhadap kepatuhan penggunaan APD
b) Monitoring terhadap kepatuhan pembersihan ruangan kamar
jenazah
c) Monitoring terhadap kondisi umum kamar jenazah
d) Monitoring terhadap pelaksanaan perawatan peralatan di
kamar jenazah
3) Pembinaan dan pengawasan
a) Pembinaan terhadap SDM dapat dilakukan dengan : diklat,
pelatihan , inhouse training
b) Pengawasan ; dilakukan dalam bentuk pemantauan dan
evaluasi terhadap penyelenggaraan kegiatan di kamar
jenazah

Materi pokok 22. Standar Pelayanan Utilitas

270
22.1. Kebijakan pelayanan Utilitas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 tahun 2016
tentang Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah
Sakit, prasarana Rumah Sakit adalah utilitas yang terdiri atas alat,
jaringan dan sistem yang membuat suatu bangunan Rumah Sakit bisa
berfungsi. Sistem Utilitas atau Prasarana Rumah Sakit meliputi:
1. Instalasi air;
2. Instalasi mekanikal dan elektrikal;
3. Instalasi gas medik dan vakum medik;
4. Instalasi uap;
5. Instalasi pengelolaan limbah;
6. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
7. petunjuk; persyaratan teknis dan sarana evakuasi saat terjadi
keadaan darurat;
8. Instalasi tata udara;
9. Sistem informasi dan komunikasi; dan
10. Ambulans

22.2. Standar SDM di Utilitas


Terkait Sumber Daya manusia pada sistem utilitas di Rumah Sakit,
1. Rumah Sakit harus memiliki sumber daya manusia yang
berkompeten di bidang bangunan dan Prasarana Rumah
Sakit
2. Kompetensi sebagaimana dimaksud untuk Sumber Daya
Manusia tersebut dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
telah mengikuti pelatihan.

22.3. Standar Sarana , Prasarana dan peralatan di Utilitas


1. Standar persyaratan administratif
Dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan.
2. Teknis bangunan gedung
a. Aspek tata bangunan
Peruntukan dan intensitas bangunan
Arsitektur bangunan
Pengendalian dampak lingkungan
b. Aspek keandalan bangunan
Persyaratan keselamatan
Persyaratan kesehatan
Kenyamanan
Kemudahan

271
3. Teknis bangunan Rumah Sakit
a. Rencana blok bangunan
b. Massa bangunan
c. Tata letak bangunan (site plan)
d. Pemanfatan ruang
e. Desain tata ruang dan komponen bangunan

22.4. Standar Pelayanan Utilitas


* Standar MFK (Standar Akreditasi SNARS)*

22.5. Pencatatan, Pelaporan, monitoring dan evaluasi, di Utilitas

Pada penatalaksanaan sistem utilitas meliputi kegiatan :


1. Memastikan adanya daftar inventaris komponen – komponen sistem
utilitasnya dan memetakan pendistribusiannya.
2. Memastikan dilakukan kegiatan pemeriksaan, pengujian dan
pemeliharaan terhadap semua sistem utilitas yang beroperasi, semua
komponennya ditingkatkan bila perlu.
3. Mengidentifikasi jangka waktu untuk pemeriksaan, pengujian dan
pemeliharaan semua komponen – komponen sistem utilitas yang
beroperasi di dalam daftar inventaris, berdasarkan kriteria seperti
rekomendasi produsen, tingkat risiko, dan pengalaman Rumah Sakit.
4. Memberikan label pada tuas – tuas kontrol sistem utilitas untuk
membantu pemadaman darurat secara keseluruhan atau sebagian.
5. Memastikan dilakukannya dokumentasi setiap kegiatan sistem utilitas.

Materi pokok 23. Standar Pelayanan IPAL pengelolaan B3 dan limbah

23.1. Kebijakan pelayanan IPAL pengelolaan B3 dan limbah


Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3
adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya;
Pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3;
Pengaturan pengelolaan B3 bertujuan untuk mencegah dan atau
mengurangi risiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Setiap orang yang melakukan
kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan
atau kerusakan lingkungan hidup.

272
B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. mudah meledak (explosive);
b. pengoksidasi (oxidizing); c. sangat mudah sekali menyala (extremely
flammable); d. sangat mudah menyala (highly flammable); e. mudah
menyala (flammable); f. amat sangat beracun (extremely toxic); g. sangat
beracun (highly toxic); h. beracun (moderately toxic); i. berbahaya
(harmful); j. korosif (corrosive); k. bersifat iritasi (irritant); l. berbahaya
bagi lingkungan (dangerous to the environment); m.karsinogenik
(carcinogenic); n. teratogenik (teratogenic); o. mutagenik (mutagenic).
(2) Klasifikasi B3 terdiri dari : a. B3 yang dapat dipergunakan b. B3 yang
dilarang dipergunakan dan c. B3 yang terbatas dipergunakan.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
instalasi pengolahan air limbah sarana pelayanan kesehatan adalah
bangunan air yang berfungsi untuk mengolah air buangan yang berasal
dari kegiatan yang ada di sarana pelayanan kesehatan.

23.2. Standar SDM di bagian IPAL pengelolaan B3 dan limbah


Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang diperlukan dalam
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit terdiri atas tenaga
kesehatan lingkungan atau tenaga lain yang berkompeten dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan lingkungan.
a. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas A dan
B adalah seorang tenaga yang memiliki latar belakang pendidikan
bidang kesehatan lingkungan/sanitasi/teknik lingkungan/teknik
penyehatan, minimal berijazah sarjana (S1) atau Diploma IV.
b. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas C dan
D adalah seorang tenaga yang memiliki latar belakang pendidikan
bidang kesehatan lingkungan/sanitasi/teknik lingkungan/teknik
penyehatan, minimal berijazah diploma (D3).
c. Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang seluruh atau sebagian
kegiatan kesehatan lingkungannya dilaksanakan oleh pihak ketiga,
maka tenaganya harus memiliki latar belakang pendidikan bidang
kesehatan lingkungan/sanitasi/teknik lingkungan/teknik
penyehatan, dan telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan
Surat Izin Kerja (SIK) yang diberikan oleh instansi/institusi yang
berwenang kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat
kompetensi.
d. Kompetensi tenaga dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan
di rumah sakit dapat diperoleh melalui pelatihan di bidang
kesehatan lingkungan yang pelaksana dan kurikulumnya
terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

273
Jumlah tenaga kesehatan lingkungan di Rumah Sakit disesuaikan
dengan beban kerja dan tipe Rumah Sakit

Dokumen regulasi pelayanan Kesehatan Lingkungan


Perlu disediakan regulasi sebagai berikut:
SK Kebijakan Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Pedoman Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Uraian Tugas UPT Kesehatan Lingkungan
Form Audit Kesehatan Lingkungan
SPO terkait Kesehatan Lingkungan

23.3. Standar Sarana, Prasarana dan Peralatan di bagian IPAL


pengelolaan B3 dan limbah

Fasilitas :
kebijakan tertulis dan komitmen pimpinan rumah sakit;
perencanaan dan organisasi (Penyiapan program kerja kesehatan
lingkungan rumah sakit)
Dokumen administrasi kesehatan lingkungan rumah sakit (rencana
strategis kesehatan lingkungan rumah sakit)
Kelengkapan perizinan fasilitas/alat kesehatan lingkungan rumah
sakit
Analisis risiko kesehatan lingkungan rumah sakit
Inventarisasi dan pemutakhiran peraturan perundang-undangan
terkait kesehatan lingkungan rumah sakit
Kelengkapan perizinan fasilitas/alat kesehatan lingkungan rumah
sakit
sumber daya
Tata laksana penilaian kinerja kesehatan lingkungan rumah sakit
mandiri
pelatihan kesehatan lingkungan;
pencatatan dan pelaporan; dan
penilaian kesehatan lingkungan rumah sakit

Peralatan:
a. Rumah sakit harus memiliki peralatan ukur minimal kegiatan kesehatan
lingkungan untuk menjadi alat ukur media dan atau sampel media
lingkungan bagi petugas kesehatan lingkungan rumah sakit dan atau
bermitra dengan pihak ketiga yang berkompeten dan terakreditasi.

274
b. Peralatan kesehatan lingkungan minimal yang harus dimiliki oleh rumah
sakit adalah: 1) Alat ukur suhu ruangan, yakni thermometerruangan suhu
rendah 2) Alat ukur suhu air, yakni thermometer air 3) Alat ukur
kelembaban ruangan, yakni hygrometer 4) Alat ukur kebisingan, yakni
sound level meter 5) Alat ukur pencahayaan ruangan, yakni lux meter

Alat ukur swapantau kualitas air bersih, yakni klor meter, pH meter dan
DO (Dissolved Oxygen) meter7) Alat ukur swapantau kualitasair limbah,
yakni pH meter, DO (Dissolved Oxygen) meter dan klor meter 8) Alat ukur
kepadatan vector pembawa penyakit, yakni alat perangkap lalat (fly trap),
alat ukur kepadatan lalat (fly grill), alat penangkap nyamuk, senter, alat
penangkap kecoa, dan alat penangkap tikus.
c. Untuk melaksanakan uji laboratorium terhadap media dan/atausampel
media lingkungan seperti udara ambien, gas dan debu emisi,
mikrobiologi ruangan, kualitas fisika, kimia dan mikrobiologi air bersih dan
air limbah dan lainnya, maka rumah sakit dapat menyerahkan kepada
laboratorium kesehatan lingkungan rujukan yang telah terakreditasi
nasional sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Peralatan media lingkungan harus dilakukan kalibrasi secara berkala
untuk menjamin keakuratan angka hasil pengukuran dengan ketentuan
sesuai petunjuk penggunaan alat. e.Peralatan ukur harus disimpan
dalam tempat/wadah/ruangan yang memenuhi syarat agar tetap
terpelihara dan berfungsi dengan baik

23.4. Standar Pelayanan IPAL pengelolaan B3 dan limbah

Penyelenggaraan Pengamanan Limbah

LIMBAH B3 LIMBAH CAIR

IDENTIFIKASI
LIMBAH SISTEM
PENYALURAN

PENGURANG
AN DAN
PEMILAHAN MEMILIKI
IPAL

PEWADAHAN
DAN
PENGANGKUTA PEMANTAUAN
DAN
PELAPORAN

PENYIMPANAN

BAKU MUTU
275
PENGOLAHAN

Pengelolaan Limbah B3
Fasyankes ( RS, PKM,Klinik, TPMD) melakukan identifikasi limbah (infeksius,
beracun, mudah menyala, meledak) lalu mengolah limbah sesuai dengan
peraturan perundang undangan memiliki tempat pengolah limbah B3 yaitu
incinerator, autoclave, atau mou dengan pihak ke-3

Alur Pengelolaan limbah b3 di rs


a. minimasi
b. pemilahan
c. pewadahan
d. pengangkutan
e. penyimpanan
f. pengolahan
g. pemanfaatan/pemusnahan

23.5. Pencatatan, Pelaporan, monitoring dan evaluasi, di bagian IPAL


pengelolaan B3 dan limbah
4. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan Pelaporan Rumah sakit harus melaksanakan kegiatan
pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan kesehatan lingkungan
rumah sakit. Kegiatan pencatatan menggunakan formulir Inspeksi
Kesehatan Lingkungan (IKL) yang dilaporkan setiap 6 (enam) bulan
sekali kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan dinas
lingkungan hidup daerahkabupaten/kota. Laporan dapat ditembuskan
kepada dinas kesehatan daerah provinsi dan dinas lingkungan hidup
daerah provinsi. Untuk kepentingan pengendalian internal, rumah sakit
dapat menyelenggarakan inspeksi yang lebih terinci sesuai fasilitas yang
tersedia. Pelaporan rutin dapat berupa pelaporan harian, bulanan,
triwulan, semester dan tahunan terkait pengelolaan kesehatan
lingkungan rumah sakit. Rumah sakit wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan kesehatan lingkungan melalui e-monev kesehatan
lingkungan rumah sakit

5. Penilaian Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit


Penilaian kinerja penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit
dilakukan oleh internal rumah sakit dan eksternal rumah sakit. Penilaian
kinerja mengacu pada formulir Inspeksi Kesehatan Lingkungan

276
(IKL)terlampir. Hasil penilaian kinerja penyelenggaraan kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit dengan kategori sangat baik; baik; kurang.
Penilaian internal yang dilakukan oleh rumah sakit sebagai bahan
evaluasi dan peningkatan kinerja dalam pelaksanaan kesehatan
lingkungan rumah sakit. Penilaian eksternal dilakukan oleh dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan daerah provinsi dan
pemerintah pusat. Dalam rangka peningkatan kinerja rumah sakit dapat
diberikan penghargaan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
dan/atau lembaga independen yang ditunjuk oleh Pemerintah
6. Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan Untuk melaksanakan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dan penerapan standar baku mutu dan persyaratan
kesehatan lingkungan di rumah sakit, maka pembinaan dilakukan oleh
Menteri, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, dan kepala dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, serta institusi terkait sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah timbulnya risiko buruk bagi kesehatan, terwujudnya
lingkungan yang sehat dan kesiapsiagaan kesehatan lingkungan dalam
kejadian bencana. Dalam hal ini, maka kegiatan pembinaan
dilaksanakan sebagai berikut: 1.Kementerian Kesehatan, dinas
kesehatan pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah
daerah kabupaten/kota berkewajiban melaksanakan pembinaan
terhadap pimpinan/pengelola rumah sakit dan petugas kesehatan
lingkungan rumah sakit melalui kegiatan pelatihan teknis, sosialisasi,
advokasi, konsultasi, pemberian penghargaan dan kegiatan pembinaan
lainnya.
2.Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi
dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan
pemberdayaan masyarakat terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di rumah sakit dengan membangun dan meningkatkan
jejaring kerja atau kemitraan dan pemberian penghargaan.
Pengawasan Untuk melaksanakan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dan penerapan standar baku mutu dan persyaratan
kesehatan lingkungan di rumah sakit agar dapat berjalan secara efisien,
efektif dan berkesinambungan, maka pengawasan dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dalam hal
ini, maka kegiatan pengawasan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Kementerian Kesehatan dapat mendelegasikan kepada pemerintah
daerah setempat melalui dinas kesehatan pemerintah daerah
provinsi dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota
untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan

277
kesehatan lingkungan. Kegiatan pengawasan yang dilaksanakan
meliputi: a. Pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
kesehatan lingkungan rumah sakit oleh pengelola/pimpinan rumah
sakit atau penanggungjawab kesehatan lingkugan atas
kewajibannya dalam mewujudkan media lingkungan yang
memenuhi persyaratan dan standar baku mutu kesehatan
lingkungan di rumah sakit. b. Pemeriksaan kualitas media
kesehatan lingkungan rumah sakit dengan kegiatan meliputi
pengambilan sampel, pengujian laboratorium dan penyusunan
rencana tindak lanjut.
2. Pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit oleh dinas kesehatan
pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah
daerah kabupaten/kota dilakukan secara terkoordinasi dengan
instansi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3.Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi
dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota
menggunakan hasil kegiatan pengawasan sebagai acuan dalam
menyusun dan melakukan perbaikan atas program kerja kesehatan
lingkungan rumah sakit dalam skala kewilayahan pada tingkat
Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

8. REFERENSI
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018, tentang Pelayanan
Kegawat Daruratan
2. Advance Trauma Life Support Program Student Manual, American
College of Surgeons, 1997
3. Primary and secondary nursing assessments, Gilbert, G., D’Souza, P.
And Pletz, B., 2009
4. Wilkinson, D. A., & Skinner, M. W. (2000). Primary Trauma Care Primary
Trauma Care
5. Ahsanullah MM, Badarrudin AR. 2005. Bacteriological Monitoring
Through Air Sampling In Different Locations of Teaching/Civil Hospital
Sukkur. Journal Application Emerging Science. 1(2):14.
6. Amir A. Aliabadi, Steven N. Rogak, Karen H. Bartlett, and Sheldon I.
Green, “Preventing Airborne Disease Transmission: Review of Methods
for Ventilation Design in Health Care Facilities,” Advances in Preventive
Medicine, vol. 2011, Article ID 124064, 21 pages, 2011.
doi:10.4061/2011/124064.
7. Anonym, 2011. Handbook of Infection control for the Asian healthcare
worker. Lin LM et all. 3 rdEd.

278
8. Ayliffe, G. A. J.;Lowbury, E. J. L.;Geddes, A. M.;Williams, J. D. 2000.
Control of hospital infection: a practical handbook. Third edition. London
: Chapman & Hall.
9. CDC. 1991. Building Air Quality. In: Services DoHaH, editor. Washington:
CDC; 1991. p. 2
10. DH, 2013. Facilities E. Infection control in the built environment. In: Health
Do, editor. United Kingdom: Crown; p. 15-8
11. Escombe AR, Oeser CC, Gilman RH, Navincopa M, Ticona E, Pan W, et
al. Natural Ventilation for the Prevention of Airborne Contagion. PLoS
Med 2007; 4; 309-317
12. FGI. 2014 [cited 2014 June 4th, 2014]. Guidelines for Design and
Construction of Health Care Facilities. Chicago: American Society for
Healthcare Engineering of the American Hospital Association
13. Flynn JE and Segil, AW. 1988. Architectural Interior Systems: Lighting,
Air Condition, and Acoustics. UK : John Wiley & Sons Inc
nd
14. IFIC. 2012. Basic Concepts of Infection Control. 2 ED.
15. HPI. 2004. Design guidelines for hospitals and day procedure centres. In:
Services DoH, editor. Victoria: Health Projects International (HPI); p. 419-
22
16. Sistem informasi…, Fanni Elfiana, FKM UI, 2014
17. International Federation of Infection Control. 2011. Basic Concept of
Infection Control. 2nd Edition – revised 2011. Ireland : International
Federation of Infection Control.
18. Jarins, WR. 2013. Bennett & Brachman’s Hospital Infection 6th Edition.
Walters Kluwer.
19. JCI. 2011. Best Practices in Infection Prevention and Control 2nd Edition.
Joint Commission International.
20. Joshi R, Reingold AL, Menzies D, Pai M. 2006. Tuberculosis among
Health-Care Workers in Low- and Middle-Income Countries: A
Systematic Review.
21. KEMKES RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Pusat
Penelitian dan Pengembangan KEMKES RI.
22. KEMKES RI. 2011. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
bagi Rumah Sakit dan fasyankes lainnya. Jakarta : Dirjen BUKR. Ed 3.
23. KEMKES RI. 2012. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tuberkulosis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Bina
Upaya Kesehatan KEMKES RI.
24. KEMKES RI. 2012. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem
Instalasi Tata Udara. Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan,Bina Upaya Kesehatan
25. KEMKES RI. 2013. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Jakarta : Direktorat P2PL

279
26. KEMKES RI. 2014. Petunjuk Teknis Pencegahan Pengendalian Infeksi
(PPI) TB bagi Fasiltas Pelayanan Kesehatan Primer/Tingkat Pertama.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
27. Klein, BR. 1999. Health Care Facilities Handbook, 4th edition.
28. Lacanna G. 2013Planning strategies for nosocomial infection control.
World Hospitals and Health Services. 50:14-8.
29. Lynes, JA. 1968. Principles of Natural Lighting. Amsterdam, New York :
Elsevier Pub Co.
30. Mayhall, CG. 2004. Hospital Epidemiology & Infection Control 3rd
Edition. Lippincott William Wilkins
31. Mehtar S. 2010. Understanding Infection Prevention and Control.1st Ed.
32. World Health Organization. 2011. Collaborative Framework for Care and
Control of Tuberculosis and Diabetes.
33. World Health Organization. 2013. Global Health Report 2013. Geneva :
WHO
34. World Health Organization. 2014. Infection Prevention and Control of
Epidemic and Pandemic-Prone Acute Respiratory Infections in Health
Care. Geneva : WHO influence
35. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778 Tahun 2010, tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit
36. PMK Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit
37. PMK Nomor 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit
38. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
39. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
40. UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkingan hidup.
41. UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
42. PP No. 85/1999 tentang perubahan PP No. 18 tahun 1999 tentang
pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
43. PP No. 20 tahun 1990 tentang pencemaran air.
44. PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL.
45. Permenkes RI No. 472/ Menkes/ peraturan / V / 1996 tentang
penggunaan bahan berbahaya bagi kesehatan.
46. Permenkes No. 416/Menkes/Per/XI/1992 tentang penyediaan air bersih
dan air minum.
47. Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang penyehatan
lingkungan rumah sakit.
48. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang
pedoman organisasi rumah sakit
49. Kepmen LH No. 58/MENLH/12/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi
kegiatan rumah sakit.

280
50. Pedoman sanitasi rumah sakit di Indonesia tahun 1992 tentang
pengelolaan linen.
51. Buku pedoman infeksi nosokomial tahun 2001.
52. Standart pelayanan rumah sakit tahun 1999.
53. PMK Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit
54. PMK Nomor 24 tahun 2016 tentang persyaratan teknis bangunan dan
prasarana rumah sakit area resiko tinggi
55. PMK Nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi DI Fasilitas Pelayanan Kesehatan
56. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply
Department/CSSD) di rumah sakit tahun 2009
57. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
58. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 4 Tahun 2016 Tentang
Penggunaan Gas Medik dan Vaku Medik Pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
59. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2306/MENKES/PER/XI/2011
Tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit;
60. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran
Aktif - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI Tahun
2012;
61. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit - Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kemenkes RI Tahun 2012;
62. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Yang Aman Dalam Situasi
Darurat dan Bencana - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kemenkes RI Tahun 2012;

2.3. PENDAMPINGAN Akreditasi RS

1. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang peran, tugas dan fungsi pendamping
akreditasi RS, tahapan proses pendampingan akreditasi RS, teknik
komunikasi persuasif, coaching dalam pendampingan akreditasi RS, serta
mentoring dan fasilitasi dalam pendampingan akreditasi RS.

2. Tujuan Pembelajaran

281
A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta memahami dan
melakukan pendampingan akreditasi rumah sakit.
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan peran, tugas, dan fungsi pendamping akreditasi
RS.
2. Menjelaskan tahapan proses pendampingan akreditasi RS.
3. Melakukan teknik berkomunikasi persuasif.
4. Melakukan coaching dalam pendampingan akreditasi RS.
5. Melakukan mentoring dan fasilitasi dalam pendampingan
akreditasi RS.

3. Materi PokoK dan Sub Materi Pokok


Materi pokok dan sub materi pokok pada pelatihan ini adalah :
1. Peran, tugas, dan fungsi pendamping akreditasi RS.
2. Tahapan proses pendampingan akreditasi RS.
3. Teknik komunikasi persuasif.
a. Konsep komunikasi
b. Teknik komunikasi persuasif
4. Coaching dalam pendampingan akreditasi RS.
a. Pengertian coaching
b. Proses coaching
5. Mentoring dan fasilitasi dalam pendampingan akreditasi RS
a. Pengertian mentoring dan fasilitasi
b. Proses mentoring dan fasilitasi

4. Metode
- Ceramah interaktif
- Role play

5. Media dan Alat Bantu


- Laptop
- LCD
- Bahan tayang/slide
- Panduan role play
- Skenario role play

6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


1. Sesi 1 : Pengkondisian Peserta
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :

282
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila
belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan
perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
• Fasilitator melakukan bina suasana dengan memberikan game
singkat, agar peserta fokus dan antusias dalam mengikuti materi.
• Melakukan apersepsi terhadap pemahaman peserta tentang
pendampingan akreditasi RS.
• Menyampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini adalah
peserta latih mampu melakukan pendampingan akreditasi RS.

2. Sesi 2 : Penyampaian Materi Peran, Tugas, dan Fungsi Pendamping


Akreditasi RS
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menggali pengalaman peserta tentang peran, tugas, dan
fungsi pendamping akreditasi RS.
• Fasilitator menyampaikan materi pokok Peran, Tugas, dan Fungsi
Pendamping Akreditasi RS dengan metode ceramah interaktif
menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator memberi kesempatan bertanya kepada peserta terhadap
hal-hal yang belum dipahami.
• Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk menjawab
pertanyaan.
• Memberikan penguatan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh
peserta.

3. Sesi 3 : Penyampaian Materi Tahapan Proses Pendampingan


Akreditasi RS
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menggali pengalaman peserta tentang tahapan proses
pendampingan akreditasi RS.
• Fasilitator menyampaikan materi pokok Tahapan Proses
Pendampingan Akreditasi RS dengan metode ceramah interaktif
menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator memberi kesempatan bertanya kepada peserta terhadap
hal-hal yang belum dipahami.
• Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk menjawab
pertanyaan.
• Memberikan penguatan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh
peserta.

4. Sesi 4 : Penyampaian Materi Teknik Komunikasi Persuasif

283
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menyampaikan materi pokok Teknik Komunikasi Persuasif
dengan metode ceramah interaktif menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator memberi kesempatan bertanya kepada peserta terhadap
hal-hal yang belum dipahami.
• Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk menjawab
pertanyaan.
• Memberikan penguatan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh
peserta.

5. Sesi 5 : Penyampaian Materi Coaching, Mentoring dan Fasilitasi Dalam


Pendampingan Akreditasi RS
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menggali pengalaman peserta tentang coaching,
mentoring dan fasilitasi dalam pendampingan akreditasi RS.
• Fasilitator menyampaikan materi pokok Coaching, Mentoring dan
Fasilitasi Dalam Pendampingan Akreditasi RS dengan metode
ceramah interaktif menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator memberi kesempatan bertanya kepada peserta terhadap
hal-hal yang belum dipahami.
• Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk menjawab
pertanyaan.
• Memberikan penguatan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh
peserta.
• Fasilitator menyampaikan skenario role play dan meminta beberapa
peserta melakukan role play.
• Fasilitator menyampaikan apresiasi kepada peserta yang telah
melakukan role play.

6. Sesi 6 : Pengakhiran
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
• Fasilitator melakukan evaluasi dengan cara memberikan pertanyaan
kepada peserta.
• Memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
jawaban.
• Merangkum pembelajaran bersama-sama peserta.
• Memberikan apresiasi kepada peserta yang telah aktif mengikuti
proses pembelajaran.
• Menutup proses pembelajaran dengan mengucapkan permohonan
maaf dan terima kasih.

7. Uraian Materi

284
1. PERAN, TUGAS, DAN FUNGSI PENDAMPING AKREDITASI RS.
Dalam melakukan pendampingan dan penilaian praakreditasi, Tim
Pendamping bertugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif kepada RS
dalam rangka persiapan menuju penilaian pra-akreditasi
b. Melakukan penilaian praakreditasi untuk mengetahui kelayakan RS,
untuk dilakukan penilaian akreditasi oleh Surveior.

2. TAHAPAN PROSES PENDAMPINGAN AKREDITASI RS.


1. Persiapan Pendampingan RS
RS yang akan mendapatkan pendampingan ditetapkan oleh
Kementrian Kesehatan melalui Direktorat mutu dan akreditasi
pelayanan kesehatan.
Kementerian Kesehatan menentukan tim pendamping yang
akan melakukan pendampingan dan menyampaikan ke rumah
sakit dan dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Propinsi beserta
jadwal pendampingan
Rumah Sakit yang akan mendapat pendampingan wajib
mengisi instrument daftar penilaian mandiri sesuai ketentuan
dan mengirim kembali ke Kementerian Kesehatan paling
lambat 7 hari sebelum pendampingan
Segala hal yang berhubungan dengan administrasi,
transportasi dan akomodasi tim pendamping menjadi tanggung
jawab Kementerian Kementerian Kesehatan
Rumah Sakit yang akan mendapat pendampingan melakukan
Penyiapan Dokumen Akreditasi berupa :
1) Identifikasi dokumen-dokumen yang dipersyarat kan
oleh standar akreditasi,
2) Penyiapan tata naskah penulisan dokumen ter masuk di
dalamnya pengendalian dokumen akreditasi yang
meliputi pengaturan tentang kewenangan pembuatan,
pemanfaatan dan penyimpanan seluruh dokumen RS,
3) Penyiapan dokumen akreditasi.
a) Dokumen internal, meliputi :
1. Kebijakan
2. Manual Mutu
3. Rencana Lima Tahunan
4. Perencanaan Tingkat RS / Tahunan
5. Pedoman atau Panduan
6. Kerangka Acuan Program/Kegiatan
7. Standar Operasional Prosedur (SOP)

285
8. Pedoman Pendampingan Akreditasi RS
9. Rekam Implementasi (dokumen sebagai bukti
telusur).
b) Dokumen eksternal yang berupa peraturan
perundangan dan pedoman-pedoman yang
diberlakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan
organisasi profesi yang merupakan acuan bagi RS
dalam menyelenggarakan administrasi manajemen
dan upaya pelayanan kesehatan RS

4) Tahapan Pendampingan
Tahapan dalam Pendampingan
Hari I :
- Pembukaan
- Self Assesement dari RS
- Pengecekan dokumen di masing masing unit dan diskusi
oleh pendamping

Hari II :
- Simulasi dan telusure

Hari III
- Penyampaian rekomendasi oleh Pendamping
- Penutupan

2. Pendekatan Dalam Pendampingan Akreditasi


Dalam melakukan pendampingan akreditasi, beberapa pendekatan
dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut:
1. Jika sistem sudah berjalan, misalnya sistem pelayanan
pasien mulai dari pendataan sampai dengan pasien pulang
atau dirujuk, maka yang perlu dilakukan adalah
menyempurnakan agar sistem tersebut berjalan dan dipandu
oleh kebijakan dan prosedur sebagaimana dipersyaratkan
pada setiap elemen penilaian. Oleh karena itu perhatikan
pada elemen penilaian dan lakukan pemenuhan terhadap
apa yang dipersyaratkan oleh elemen penilaian tersebut.
2. Jika sistem belum berjalan/tertata dengan baik, maka
beberapa pendekatan dapat dilakukan, yaitu:
a) Pendekatan sistem

286
Pelajari sistem pelayanan tersebut, misalnya
pelayanan laboratorium, apa output dari pelayanan,
apa indikator-kinerja yang perlu ditetapkan,
bagaimana tahapan proses pelayanan tersebut,
bagaimana pemenuhan sumber daya (input). Dengan
melakukan kajian terhadap output, proses, dan
sumber daya, maka lakukan fasilitasi dalam
membangun proses pelayanan: bagaimana proses
pelayanan akan dibangun atau ditata, dan bagaimana
proses pengendalian dan peningkatan mutu terhadap
proses pelayanan tersebut.
b) Pendekatan dengan melihat hirarki dokumen:

Hirarki Dokumen

Contoh untuk pelayanan farmasi:


1) Susun kebijakan pelayanan farmasi, yang berisi:
Kebijakan peresepan obat (termasuk peresepan obat
narkotika dan psikotropika)
Kebijakan pelayanan obat rawat inap dan rawat jalan
Kebijakan penyediaan dan penggunaan obat
Kebijakan pengendalian dan penilaian penyediaan dan
penggunaan obat
Pedoman Pendampingan Akreditasi
Kebijakan persepan obat sesuai formularium
Kebijakan penyediaan obat sesuai formularium
Kebijakan penanganan obat kedaluwarsa
Kebijakan tentang efek samping obat, riwayat alergi,
obat yang dibawa pasien rawat inap
Kebijakan monitoring efek samping obat

287
Kebijakan pengendalian pengawasan penggunaan
psikotropika dan narkoƟ ka
Kebijakan penyediaan obat emergensi
Kebijakan jika terjadi kesalahan pemberian obat dan
pelaporannya (KTD, KNC, dsb)

2) Susun pedoman pelayanan farmasi, yang berisi:


a. Pendahuluan: latar belakang, ruang lingkup, landasan
hukum.
b. Pengorganisasian
c. Standar ketenagaan
d. Standar fasilitas
e. Tata laksana pelayanan farmasi:
Peresepan obat
Pelayanan obat
Pengadaan obat
Penyimpanan obat
Distribusi obat
Monitoring dan penilaian terhadap penggunaan
dan
penyediaan obat
Pencegahan dan penanganan obat kadaluwarsa
Pelayanan dan penyimpanan obat psikotropika dan
narkotika
Rekonsiliasi obat
Monitoring efek samping obat
Penyediaan dan penggunaan obat emergensi
f. Logistik pelayanan obat
g. Kendali mutu pelayanan farmasi dan Keselamatan
pasien
h. Keselamatan kerja karyawan farmasi
i. Penutup

3) Susun prosedur-prosedur (SOP/SPO) yang dibutuhkan/


dipersyaratkan, antara lain:
SPO peresepan obat (termasuk peresepan obat narkoti
ka
dan psikotropika)
SPO pelayanan obat rawat inap dan rawat jalan
SPO penyediaan dan penggunaan obat

288
SPO pengendalian dan penilaian penyediaan dan
penggunaan
obat
SPO monitoring persepan obat sesuai formularium
SPO penanganan obat kedaluwarsa
SPO penanganan efek samping obat, riwayat alergi,
obat yang
dibawa pasien rawat inap
SPO monitoring efek samping obat
SPO pelayanan obat psikotropika dan narkoƟ ka
SPO pengendalian pengawasan penggunaan
psikotropika
dan narkotika
SPO jika terjadi kesalahan pemberian obat dan
pelaporannya
(KTD, KNC, dsb)

4) Susun Rencana program peningkatan mutu dan keselamatan


pasien di farmasi, yang meliputi :
a. Pendahuluan
b. Latar belakang
c. Pengorganisasian mutu dan keselamatan pasien di
farmasi
d. Tujuan dan sasaran
e. Kegiatan pokok:
Penilaian kinerja dan mutu pelayanan farmasi (mulai
dari penetapan)
Indikator,pengumpulan indikator, analisis, dan tindak
lanjut
Monitoring kejadian efek samping obat dan tindak
lanjutnya
Monitoring kejadian kesalahan pemberian obat dan
tindak lanjutnya
Penyusunan formularium obat,
Monitoring peresepan obat sesuai formularium dan
revisi formularium
Pengelolaan risiko pelayan obat
Pendidikan staf tentang mutu dan keselamatan
pasien

f. Penjadwalan

289
g. Evaluasi pelaksanaan kegiatan sesuai jadwal yang
direncanakan dan pelaporannya
h. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi

5) Lakukan Implementasi dan tindak lanjut lengkap dengan rekam


implementasinya, antara lain:
a. Buku pelaksanaan SPO dalam kegiatan pelayanan
b. Buku monitoring pelaksanaan SPO, hasil
monitoring dan tindak lanjutnya
c. Buku pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
penjadwalan program dan hasil-hasil serta tindak
lanjutnya

PENDAMPINGAN PASCA AKREDITASI


Pendampingan pasca akreditasi dilakukan setiap 1 tahun sekali oleh Tim
Pendamping Akreditasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kepala Dinas Kabupaten/Kota menugaskan Tim Pendamping
Akreditasi untuk menyusun jadwal dan melaksanakan kegiatan
pendamping pasca akreditasi bagi fasyankes wilayah binaanya
yang telah dilakukan survei akreditasi.
2. Tim Pendamping Akreditasi melakukan pendampingan sesuai
dengan rekomendasi dari surveior akreditasi setiap enam bulan
sekali untuk fasyankes yang telah lulus akreditasi, sedangkan untuk
yang belum lulus, dapat dilakukan pendampingan lebih dari satu kali
sesuai dengan kebutuhan.
3. Tim Pendamping Akreditasi melaporkan hasil pendampingan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap kali
selesai keseluruhan proses pendampingan
4. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pendampingan
pasca akreditasi fasyankes wilayah binaanya ke dinkes propinsi dan
kementrian kesehatan setiap 6 bulan sekali

3. TEKNIK KOMUNIKASI PERSUASIF.


a. Konsep komunikasi
Komunikasi persuasif merupakan suatu proses dimana
seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan
(biasanya dengan lambang verbal) untuk mempengaruhi,
mengubah pandangan, sikap dan perilaku orang
lain/kelompok orang (komunikan) dengan cara membujuk.
Dengan komunikasi persuasif inilah orang aka melakukan apa
yang dikehendaki komunikatornya, dan seolah-olah
komunikan itu melakukan pesan komunikasi atas

290
kehendaknya sendiri. Seperti halnya ketika seorang
komunikator meyakinkan komunikan bahwa suatu sub
kompetensi akan muncul di dalam ulangan harian, sehingga
membuat komunikan akan mempelajari sub kompetensi yang
disampaikan oleh komunikator tersebut karena mereka
merasa perlu untuk mempelajarinya.
Dalam hal ini komunikator adalah pendamping akreditasi dan
komunikan adalah karyawan RS.

Prinsip-prinsip Persuasif
Menurut Littlejohn dan Jabusch yang dikutip oleh Joseph A.
Devito (2010: 447) mengungkapkan bahwa prinsip persuasif
terdiridari:
1. Prinsip Pemaparan Selektif (Selective Exposure
Principle) Para pendengar (seluruh khalayak) mengikuti
hukum pemaparan selektif. Hukum ini setidaknya
memiliki dua bagian.
a. Pendengar akan secara aktif mencari informasi
yang mendukung opini, kepercayaan, nilai,
keputusan dan perilaku mereka.
b. Pendengar akan secara aktif menghindari informasi
yang bertentangan dengan opini, kepercayaan,
sikap, nilai dan perilaku mereka yangsekarang.
2. Prinsip Partisipasi Khalayak
Persuasi akan berhasil bila khalayak berpartisipasi
secara aktif dalam presentasi. Implikasinya, persuasif
adalah proses transaksional. Proses ini melibatkan baik
pembicara maupun pendengar.

3. Prinsip Inokulasi
Persis seperti menyuntikkan sejumlah kecil kuman ke
dalam tubuh yang akan membuat tubuh mampu
membangun sistem kekebalan, menyajikan kontra-
argumen dan kemudian menjelaskan kelemahannya
akan memungkinkan khalayak mengebalkan diri mereka
sendiri terhadap kemungkinan serangan atas nilai dan
kepercayaan mereka.

4. Prinsip Besaran Perubahan


Makin besar dan makin penting perubahan yang ingin

291
dihasilkan atas diri khalayak, makin sukar tugasnya.
Manusia berubah secara berangsur. Persuasi,
karenanya paling efektif bila diarahkan untuk melakukan
perubahan kecil dan dilakukan untuk periode waktu yang
cukup lama.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan komunikator dalam mengubah sikap dan
dalam mengajak komunikan untuk berbuat sesuatu akan
bergantung pada pemanfaatan prinsip-prinsip persuasif.

b. Teknik komunikasi persuasive


Teknik-teknik yang dapat dipilih dalam proses komunikasi persuasip
yaitu:
1. Teknik Asosiasi Adalah penyajian pesan komunikasi dengan
cara menumpahkannya pada suatu obyek atau peristiwa yang
sedang menarik perhatian khalayak.
2. Teknik Integrasi Ialah kemampuan komunikator untuk
menyatukan diri secara komunikatif dengan komunikan. Ini
berarti bahwa melalui kata-kata verbal maupun non verbal
komunikator menggambarkan bahwa ia "senasib" dan dengan
karena itu menjadi satu dengan komunikan.
3. Teknik Ganjaran Adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang
lain dengan cara mengiming-ngiming hal yang menguntungkan
atau menjanjikan harapan.
4. Teknik Tataan . Teknik tataan atau icing technique dalam
kegiatan persuasi ialah seni penataan pesan dengan imbauan
emosional (emotional appeal) sedemikan rupa sehingga
komunikan menjadi tertarik perhatiannya.
5. Teknik red herring. Dalam hubungannya dengan komunikasi
persuasif teknik red herring adalah seni seorang komunikator
untuk meraih kemenangan dalam perdebatan dengan
mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian
mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yang dikuasainya
guna dijadikan senjata ampuh dalam menyerang lawan. Jadi
teknik ini dilakukan pada saat komunikator berada dalam posisi
yang terdesak.

4. COACHING DALAM PENDAMPINGAN AKREDITASI RS.


a. Pengertian coaching
Coaching adalah sebuah kata dalam bahasa Inggris. Menurut kamus
Merriam-Webster, arti dari coaching adalah “to instruct, to direct or

292
to train intensively“, yang artinya memberikan instruksi, bimbingan
ataupun pelatihan intensif.
Dalam proses coaching, ada seorang pelatih yang biasa disebut
coach, dan juga ada orang yang dilatih yang biasa disebut coachee.

b. Proses coaching
Ada 3 prinsip penting dalam proses coaching yakni:
1. Seni Bertanya
Dalam proses coaching, porsi berbicara coach adalah 20%
dan 80% untuk karyawan/coachee. Oleh karena porsi
berbicara tersebut maka coach harus lihai dalam
memberikan pertanyaan. Kriteria pertanyaan yang berbobot
adalah:
1. Merupakan hasil mendengarkan
2. Bersifat terbuka (open-questioning)
3. Membantu karyawan mengamati dirinya
4. Merangsang karyawan untuk merangkai ide
Prinsip dasar coaching adalah menggali kemampuan diri dari
coachee (dalam hal ini karyawan) dengan bertanya maka
dari pertanyaan tersebut coach membantu melakukan
pengamatan terhadap masalah yang ujungnya menimbulkan
kesadaran diri untuk melakukan perubahan.
2. Seni Mendengarkan
Mendengarkan aktif adalah kata kuncinya. Semua leader
pasti tahu betapa sulitnya mendengarkan, lebih mudah untuk
bericara dibandingkan untuk menyimak. Maka syarat
pertama untuk bisa mendengarkan adalah kesabaran. Anda
menahan diri untuk tidak memotong pembicaraan, sabar
untuk tidak memberikan solusi.
Dalam mendengarkan, sebagai coach Anda dituntut bukan
hanya mendengar namun menyimak apa yang dijawab oleh
karyawan Anda agar Anda dapat mencerna pesan si
pembicara.
3. Seni Menengkap Kata Kunci
Hal terakhir yang penting dikuasai dalam sebuah sesi
coaching adalah ketrampilan menangkap kata kunci selama
karyawan anda berbicara. Kata kunci bisa berarti satu kata
atau gabungan beberapa kata/frase. Tujuan mengapa perlu
memiliki ketrampilan tersebut agar Anda bisa memahami isi
cerita untuk kemudian mengajukan pertanyaan lebih lanjut.
Ciri-ciri kata kunci sebagai berikut:
1. Muncul berulang, lebih dari satu kali

293
2. Disampaikan dengan tiba-tiba berbeda: melambat,
meninggi atau datar

Ketiga hal ini perlu diingat oleh pemimpin saat melakukan coaching
terhadap timnya agar hasil dari coaching memuaskan dan efektif bagi
karyawan.

5. MENTORING DAN FASILITASI DALAM PENDAMPINGAN


AKREDITASI RS
a. Pengertian mentoring dan fasilitasi
Kegiatan montoring dan fasilitasi pelaksanaan
pendampingan akreditasi dapat mengukur sejauh mana
tingkat keberhasilan budaya mutu yang dilaksanakan oleh
fasyankes mulai dari persiapan hingga mendapatkan hasil
akreditasi. Selain itu, juga melakukan monitoring tehadap
pelaporan yang dilakukan selama pendampingan merupakan
sistem yang menghimpun data yang berfungsi sebagai
sumber informasi bagi fasyankes juga fasilitas yang harus di
sediakan dalam mendukung programnya untuk melakukan
akreditasi dan bagi masyarakat untuk mengetahui tingkat
mutu suatu fasyankes setelah dilakukan penilaian.

Kemenkes meminta melaporkan self assessment kepada


fasyankes untuk memantau tindak lanjut pasca akreditasi
yang dilakukan. Dinkes kabupaten/ kota dan propinsi
bertugas untuk mem-follow up rencana pasca akreditasi yang
telah dituliskan dalam self assessment tersebut. Self
assessment tersebut digunakan untuk pemetaan dan tindak
lanjut dalam rangka peningkatan status akreditasi.
Kemenkes juga berusaha untuk memfasilitasi
keberlamgsungan pelakasanaan kareditasi fasilitas
kesehatan.

b. Proses mentoring dan fasilitasi


Proses Mentoring dan fasilitasi pelaksanaan pendampingan
akreditasi RS sesuai peraturan perundang undangan

8. Referensi
1. Repository.uinsu.ac.id
2. Studylibi modul pengantar ilmu komunikasi
3. Arryrahmawan.net prinsip dan teknik melakukan coaching
4. Coursehero.university of jember

294
5. Lingkarlsm.konsep dasar fasilitasi masyarakat.
6. Direktoritraining. Teknik berkomunikasi yang baik
7. Tesis, Dimas Arya Nugraha, 2018

9. Lampiran
- Panduan role play
- Skenario role play

2.4. LAPORAN PENDAMPINGAN Akreditasi RS

1. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang konsep pelaporan pendampingan
akreditasi RS dan penyusunan laporan pendampingan akreditasi RS.

2. Tujuan Pembelajaran
A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menyusun
laporan pendampingan akreditasi rumah sakit.
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan konsep pelaporan pendampingan akreditasi RS.
2. Menyusun laporan pendampingan akreditasi RS.

3. Materi PokoK dan Sub Materi Pokok


Materi pokok dan sub materi pokok pada pelatihan ini adalah :
1. Konsep pelaporan pendampingan akreditasi RS.
2. Laporan pendampingan akreditasi RS.
1.1. Form laporan
1.2. Cara pengisian form laporan
1.3. Alur pelaporan

4. Metode
- Ceramah interaktif
- Latihan

5. Media dan Alat Bantu


- Laptop
- LCD
- Bahan tayang/slide
- Form laporan
- Panduan pengisian form laporan

295
6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Sesi 1 : Pengkondisian Peserta
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila
belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan
perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
• Fasilitator melakukan bina suasana dengan memberikan game
singkat, agar peserta fokus dan antusias dalam mengikuti materi.
• Melakukan apersepsi terhadap pemahaman peserta tentang konsep
pelaporan pendampingan akreditasi RS.
• Menyampaikan tujuan pembelajaran mata pelatihan ini adalah
peserta latih mampu menjelaskan materi pokok yang akan
disampaikan tentang konsep dan laporan pendampingan akreditasi
RS menggunakan bahan tayang.

2. Sesi 2 : Penyampaian Materi Konsep Pelaporan Pendampingan


Akreditasi RS
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menggali pengalaman peserta tentang konsep pelaporan
pendampingan akreditasi RS.
• Fasilitator menyampaikan materi pokok Konsep Pelaporan
Pendampingan Akreditasi RS dengan metode ceramah interaktif
menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator memberi kesempatan bertanya kepada peserta terhadap
hal-hal yang belum dipahami.
• Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk menjawab
pertanyaan.
• Memberikan penguatan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh
peserta.

3. Sesi 3 : Penyampaian Materi Laporan Pendampingan Akreditasi RS


Langkah proses pembelajaran sebagai berikut :
• Fasilitator menjelaskan sub materi pokok tentang form laporan,
petunjuk pengisian laporan dan alur pelaporan pendampingan
akreditasi RS.
• Fasilitator menunjukkan contoh formulir laporan, petunjuk pengisian
dan bagan alur pelaporan pendampingan akreditasi RS.
• Fasilitator meminta peserta latih mengisi formulir laporan.
• Fasilitator meminta menyampaikan hasil diskusi tentang contoh
laporan.

296
4. Sesi 4 : Pengakhiran
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
• Fasilitator melakukan evaluasi dengan cara memberikan pertanyaan
kepada peserta.
• Memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan
jawaban.
• Merangkum pembelajaran bersama-sama peserta.
• Memberikan apresiasi kepada peserta yang telah aktif mengikuti
proses pembelajaran.
• Menutup proses pembelajaran dengan mengucapkan permohonan
maaf dan terima kasih.

7. Uraian Materi
1. Konsep pelaporan pendampingan akreditasi RS.
Yang harus dilaporkan :
1) Laporan hasil SA yang dilakukan RS (semua SA yang
dilaksanakan di unit pelayanan yang didampingi dalam satu
file)
2) Laporan rekomodasi (semua rekomendasi yang diberikan di
unit pelayanan yang didampingi dalam satu file)
3) Kelengkapan lain ( berupa lampiran lampiran atau surat surat
pernyatataan akan melaksanakan rekomendasi segera )

2. Laporan pendampingan akreditasi RS.


a. Form laporan (form laporan ini ditambahkan lampiran 1 –
3 diatas)

RENCANA PENDAMPINGAN AKREDITASI RUMAH SAKIT

RS :
Alamat :
Telpon :
Contact Person :

A Tujuan Pendampingan

B Lingkup Pendampingan

C Standar/Kriteria yang
digunakan
D Metoda Pendampingan

E Lokasi Pendampingan

F Waktu
G Tim Pendamping Nama Tugas dan tanggung
jawab

297
1. Ketua
2. Anggota
H Jadual survey terlampir
J Risiko yang mungkin Risiko Upaya
dihadapi meminimalkan

K Persiapan logistik dan


sumber daya yang
dibutuhkan
L Form-form, daftar
pertanyaan, dan
perlengkapan lain yang
perlu disiapkan

b. Cara pengisian form laporan


Disesuaikan dengan petunjuk pengisian SA dan pertanyaan
yang diajukan didalam formulir pelaporan

c. Alur pelaporan

- KEMENTERIAN
TIM KESEHATAN
PENDAMPING - DINAS FASYANKES / RS
AKREDITASI RS KESEHATAN
KAB/KOTA
- DINKES
/PROPINSI

Ket : Hasil laporan pendampingan Tim akreditasi RS termasuk hasil SA


dan rekomendasi akan dilaporkan ke kemntrian kesehatan, dinkes
kab/kota dan propinsi dan juga akan disampaikan ke fasyankes (RS) dan
akan dimonitoring dan difasilitasi oleh dinkes kab/kota dan propinsi dan
ditindak lanjuti oleh fasyankes / RS sesuai peraturan perundang –
undangan yang berlaku

8. Referensi
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi
Rumah Sakit.

9. Lampiran
- Form laporan pendampingan akreditasi RS
- Petunjuk pengisian form laporan pendampingan akreditasi RS

298
BAB 3
MATERI PENUNJANG

3.1 Building Learning Commitment / BLC


1. Deskripsi Singkat
Pelatihan adalah kegiatan proses pembelajaran yang merupakan suatu
forum untuk terjadinya proses peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dan melakukan perubahan sikap dan perilaku tertentu yang
dapat diukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif melalui alat
ukurnya masing-masing. Untuk mencapai tingkat pengetahuan, dan
keterampilan, serta perubahan sikap dan perilaku tertentu yang ingin
dicapai, maka proses pembelajaran bagi orang dewasa perlu ditata
sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi peserta untuk
berpartisipasi secara aktif.

299
Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas (in class training),
akan bertemu sekelompok orang yang belum saling mengenal
sebelumnya, dan berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar
belakang sosial budaya, pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, serta
sikap dan perilaku yang berbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi
sejak awal pelatihan, kemungkinan besar akan dapat mengganggu
kesiapan peserta dalam memasuki proses pelatihan yang bisa berakibat
pada terganggunya kelancaran dari proses pembelajaran selanjutnya.

Ada tiga kondisi penting yang perlu diciptakan dalam pembelajaran orang
dewasa, yaitu: 1) suasana belajar yang memungkinkan peserta lain bisa
berdikusi secara bebas saling memberikan pengetahuan, pengalaman
masing-masing; 2) suasana belajar yang memungkinkan peserta latih
bisa saling memberi dan menerima pengetahuan, pengalaman dalam
diskusi kelompok agar apa yang diperoleh dalam pembelajaran bisa
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-
hari, serta memperoleh manfaat social dalam lingkungan system
permanennya masing-masing; 3) suasana belajar yang memungkinkan
peserta latih bisa merespon terus menerus ransangan belajar yang
diberikan fasilitator, oleh karena itu ketiga kondisi ini perlu selalu
diciptakan dalam suatu proses pembelajaran.

Menilik arti BLC jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti


membangun komitmen belajar. Komitmen belajar tentunya dari peserta
dalam mengikuti pelatihan. Kesuksesan pelatihan ditentukan oleh
peserta, panitia dan fasilitator. Dalam kaitannya dengan BLC, yang
dibangun adalah kesuksesan pelatihan dari unsur peserta. Maka dalam
BLC perlu ditekankan komitmen peserta dalam mengikuti pelatihan.

Yang perlu diketahui adalah bagaimana komitmen belajar mereka dalam


mengikuti pelatihan dan motivasi dari fasilatator agar mereka mempunyai
komitmen belajar selama mengikuti pelatihan. Komitmen adalah janji
atau kesanggupan yang pasti untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Maka diawal BLC peserta juga ditanya apa
keinginan, tujuan, motivasi mereka mengikuti pelatihan. Jika mereka
sangat membutuhkan pelatihan tersebut, tentu motivasi mereka
mengikuti pelatihan sangat tinggi dan mereka akan serius mengikuti
pelatihan sampai selesai. Tetapi motivasi peserta pelatihan bervariasi,
ada yang karena diperintah atasan (baik suka atau tidak suka), refreshing
karena ingin keluar dari rutinitas kerja, mendapat teman baru, bisa jalan-
jalan (apalagi kalau pelatihannya di tempat tertentu yang dekat dengan
daerah wisata, seperti Jogja, Denpasar, Mataram, Manado, Batam,

300
dsb.), mendapat tambahan penghasilan karena diakhir pelatihan di-
sanguni oleh panitia, dan lain-lain. Dari motiv yang bermacam-macam itu,
fasilitator harus berusaha agar peserta mempunyai motiv yang samadan
satu, yaitu bahwa pelatihan tersebut sangat penting dan bermanfaatdan
akan berusaha untuk mengikuti pelatihan sampai selesai.

Membangun komitmen Belajar (BLC) merupakan salah satu metode atau


proses untuk mencairkan kebekuan tersebut. BLC juga mengajak
peserta mampu mengemukakan harapan harapan mereka dalam
pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian
disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses pembelajaran.
Membuat kontol kolektif dan struktur organisasi kelas. Jadi inti dari BLC
juga adalah terbangunnya komitmen dari semua peserta untuk berperan
serta dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati
norma yang dibangun berdasarkan perbauran nilai-nilai yang dianut dan
disepakati.

2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami komitmen
semua peserta pelatihan agar proses belajar mengajar dapat
terlaksana dengan baik dan tujuan pelatihan dapat tercapai.

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Mempunyai komitmen yang sama tentang jalannya proses
pembelajaran
2. Menyepakati aturan disiplin selama pelatihan
3. Menyepakati sanksi yang diberlakukan selama pelatihan

3. Materi Poko dan Sub Materi Pokok


1. Perkenalan
2. Pencairan
3. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang ingin
dicapai
4. Aturan disiplin dan norma yang disepakati selama pelatihan
5. Sanksi yang diberlakukan selama pelatihan

4. Metode
- Ceramah interaktif
- Latihan

301
5. Media dan Alat Bantu
1. Modul BLC
2. Flipchart
3. Spidol
4. Meta plan
5. Kain tempel
6. Jadwal dan alur pelatihan
7. Panduan permainan,
8. Papan tulis.
9. Norma / tata tertib standar pelatihan

6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 3 jam
pelajaran 3 JPL (T= 1 jpl, P= 2 JPL, PL= 0 JPL). Agar proses
pembelajaran dapat berhasil secara efektif dan mempermudah proses
pembelajaran serta kegiatan meningkatkan partisipasi seluruh perserta,
maka perlu disusun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :
a. Langkah 1 : Pengkondisian Peserta
1) Kegiatan Fasilitator
Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana
dikelas.
Fasilitator menyampaikan salam dengan menyapa peserta
dengan ramah dan hangat.
Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah
dengan memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi
yang akan disampaikan Menggali pendapat pembelajar
(apersepsi) tentang building learning commitment (blc)
dengan metode curah pendapat (brainstorming).
Menyampaikan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam BLC
dan menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus
dari BLC.
Menyampaikan alur proses pelatihan.yang akan dilalui selama
pelatihan.
2) Kegiatan Peserta
Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan.
Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator.
Memperkenalkan diri dan asal institusinya.

b. Langkah 2 : Review kegiatan BLC


1) Kegiatan Fasilitator

302
Menjelaskan petunjuk kegiatan-kegiatan (games) yang akan
dimainkan.
Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang masih belum jelas.
Memberikan jawaban / menjelaskan lebih detil jika ada
pertanyaan yang diajukan oleh peserta.
2) Kegiatan Peserta
Mendengar, mencatat dan mempersiapkan diri mengikuti
games yang akan dimainkan.
Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada
yang belum dipahami.
Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.

c. Langkah 3 : Pendalaman kegiatan BLC


1) Kegiatan Fasilitator
Meminta peserta dibagi menjadi beberapa kelompok (4
kelompok) dan setiap kelompok akan diberikan tugas diskusi
kelompok, yaitu membahas harapan, kekhawatiran dan solusi
nya di masing-masing kelompok.
Menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris dan
penyaji.
Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil
dikusi untuk dipresentasikan.
Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses
diskusi.
2) Kegiatan Peserta
Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris
dan penyaji.
Mendengar, mencatat dan bertanya terhadap hal-hal yang
masih belum jelas kepada fasilitator.
Melakukan proses diskusi sesuai dengan masalah yang
ditugaskan oleh fasilitator dan menuliskan hasil dikusi pada
kertas flipchart untuk dipresentasikan.

d. Langkah 4: Penyajian dan pembahasan hasil diskusi kelompok


1) Kegiatan Fasilitator
Dari masing-masing kelompok diminta untuk melakukan
presentasi dari hasil diskusi yang telah dilakukan sebelumnya.
Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
Memberikan masukan-masukan dari hasil diskusi.

303
Memberikan klarifikasi dari pertanyaan-pertanyaan yang
belum dimengerti jawabannya
Merangkum hasil diskusi.
Meminta perwakilan kelas untuk menunjuk seorang ketua
kelas dan sekretarisnya,yang akan memimpin proses
membuat komitmen pembelajaran melalui norma-norma kelas
yang disepakati bersama-sama beserta pembuatan kontrol
kolekifnya.
2) Kegiatan Peserta
Mengikuti proses penyajian kelas.
Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh
fasilitator.
Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari
masing–masing pokok bahasan yang telah dipresentasikan
dengan baik.
Ketua dan sekretaris kelas secara bersama dengan peserta
membuat kesepakatan (norma) kelas sebagai bentuk
komitmen pembelajaran beserta kontrol kolektif yang
disepakati bersama

e. Langkah 5: rangkuman dan evaluasi hasil BLC


1) Kegiatan Fasilitator
Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil
proses kegiatan membangun komitmen pembelajaran.
Menyimpulkan dan memperjelas norma-norma kelas yang
sudah disepakati bersama peserta.
Mengakhiri kegiatan BLC dengan mengucapkan salam dan
permohonan maaf serta memberikan apresiasi dengan
ucapan terima kasih kepada peserta.
2) Kegiatan Peserta
Bersama fasilitator merangkum poin-poin penting dari hasil
proses kegiatan membangun komitmen pembelajaran.
Mendengar dan menyepakati hasil dari norma kelas yang
telah dibuat.
Membalas salam fasilitator

7. Uraian Materi
1. Perkenalan
Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan
suasana kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti
merupakan pilihan prioritas dalam kehidupannya. Mungkin saja

304
kehadirannya di pelatihan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, harus
menuruti ketentuan / persyaratan. Mungkin juga terjadi, pada saat
pertama hadir sudah memiliki anggapan merasa sudah tahu semua yang
akan dipelajari atau membayangkan kejenuhan yang akan dihadapi.
Untuk mengantisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses
pencairan(unfreezing).
Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal
antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan
ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta
kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi
aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan
berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.
Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul
institusinya dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan
dengan menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap
peserta diminta berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya.
Meminta peserta yang berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan
dengan jumlah peserta paling sedikit untuk memperkenalkan teman-
temannya. Meminta peserta yang belum disebut namanya untuk
memperkenalkan diri, sehingga seluruh peserta saling berkenalan, diikuti
juga oleh panitia untuk memperkenalkan dirinya.
2. Pencairan
Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar.
Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya
duduk di tengah lingkaran. Peserta yang duduk di tengah lingkaran
diminta memberi aba-aba, agar peserta yang disebut identitasnya pindah
duduk, misalnya dengan menyeru: ”Semua peserta berbaju merah
pindah” Pada keadaan tersebut akan terjadi pertukaran tempat duduk
dan saling berebut antar peserta. Hal tersebut menggambarkan suasana
“storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu
pembentukan kelompok.
Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk
menyerukan identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca
mata atau yang berbaju batik dan lain-lain. Lakukan permainan tersebut
selama 10 – 15 menit, tergantung situasi dan kondisi. Fasilitator
memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam permainan
tersebut serta pengalaman belajar apa yang diperolehnya. Fasilitator
membuat rangkuman bersamasama peserta, agar terjadi proses yang
dinamis.

305
3. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang
ingin dicapai
Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil 5 – 6 orang, kemudian
menjelaskan tugas kelompok tersebut. Masing-masing kelompok akan
menentukan harapan terhadap pelatihan ini serta kekhawatiran dalam
mencapai harapan tersebut. Juga didiskusikan bagaimana solusi
(pemecahan masalah) untuk mencapai harapan tersebut serta
menghilangkan kekhawatiran yang akan terjadi selama pelatihan. Mula-
mula secara individu, kemudian hasil setiap individu dibahas dan
dilakukan kesepakatan sehingga menjadi harapan kelompok.

Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Dan


peserta dari kelompok lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan
masukan bila ada. Fasilitator memandu peserta untuk membahas
harapan dan kekhawatiran dari setiap kelompok tersebut sehingga
menjadi harapan kelas yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil
pemaparan diskusi seluruh kelompok maka disepakati bersama
fasilitator untuk menentukan ketua kelas dan sekretaris yang akan
memandu peserta secara bersama-sama untuk merumuskan norma-
norma kelas yang akan disepakati bersama. Peserta difasilitasi
sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan
komitmennya untuk metaati norma kelas tersebut.
Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap
apa yang dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya
yang telah disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk
mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan
efisien. Komitmen belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan
seseorang/ kelompok/ kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan
penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan
pelatihan/pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan dalam
mencapai keberhasilan individu/ kelompok/ kelas, karena dalam diri
setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan
tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan
kelas secara keseluruhan.
Dengan membangun komitmen belajar maka para peserta akan
berupaya untuk mencapai harapan yang diinginkannya dalam setiap
proses pembelajaran. Dalam hal ini harapan peserta adalah kehendak/
keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam pelatihan
berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang
diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menetukan
harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk

306
mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan
terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau
dorongan untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang diucapkan
secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus
terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir.

4. Aturan disiplin dan norma yang disepakati selama pelatihan


Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/ permainan,
penugasan individu dan diskusi kelompok, yang pada intinya adalah
untuk mendapatkan komitmen belajar, harapan, norma kelas dan kontrol
kolektif. Proses BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai
saling mengenal antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan
harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas yang
disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap
peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidak
berhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran
selanjutnya.
Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai dalam kegiatan membangun komitmen
belajar, sehingga dengan demikian para peserta dengan sendirinyasadar
akan peran dan tanggung jawabnya dalam keberhasilan pencapaian
tujuan pembelajaran yang dilaksanakan pada pelatihan tersebut.
Norma kelas merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau
masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai
patokan dalam perilaku kehidupan sehari hari kelompok/ masyarakat
tersebut. Norma adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan,
instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma
dalam suatu pelatihan,adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan,
instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk dipatuhi
oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/ fasilitator dan panitia).

5. Sanksi yang diberlakukan selama pelatihan


Ketua kelas dan sekretaris beserta fasilitator memandu brainstorming
tentang sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang yang tidak
mematuhi atau melanggar norma yang telah disepakati agar komitmen
yang dibangun menjadi lebih kuat. Tuliskan hasil brainstorming di papan
flipchart agar bisa dibaca oleh semua peserta. Peserta difasilitasi
sedemikian rupa sehingga aktif dalam melakukan brainstorming,
sehingga dapat dirumuskan sanksi yang disepakati kelas. Kontrol kolektif
merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar
kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam

307
bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati
atau dilanggar

3.2 Anti Korupsi


1. Deskripsi Singkat
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan.
Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi,
sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial
kemasyarakatan di negeri ini.
Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap
saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita
yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini
tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan
menghancurkan negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk
memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua
bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan
pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa
melibatkan peran serta masyarakat.
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu
disusun Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Kementerian Kesehatan sebagai salah satu
kegiatan reformasi birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan
agar para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Kesehatan
terhindar dari perbuatan korupsi. Salah satu upaya yang dilakukan dalam
pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah dengan memberikan
pengertian dan kesadaran melalui pemahaman terhadap konsep serta
penanaman nilai-nilai anti korupsi yang selanjutnya dapat menjadi
budaya dalam bekerja.
Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan
faktor eksternal (kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu
yang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan
terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya pencegahan korupsi dapat
dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada semua individu.
Setidaknya ada 9 (sembilan) nilai anti korupsi yang penting untuk
ditanamkan pada semua individu, yaitu Kejujuran, Kepedulian,
Kemandirian, Kedisiplinan, Tanggung jawab, Kerja keras, Sederhana,
Keberanian, dan Keadilan.

308
2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami
anti korupsi di lingkungan kerjanya

b. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan Konsep Korupsi
2. Menjelaskan Anti Korupsi
3. Menjelaskan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi
4. Menjelaskan Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran
Tindakan Pidana Korupsi (TPK)
5. Menjelaskan Gratifikasi
6. Menjelaskan kasus-kasus korupsi

3. Materi Poko dan Sub Materi Pokok


1. Konsep korupsi
a. Definisi korupsi
b. Ciri-ciri korupsi
c. Bentuk/ jenis korupsi
d. Tingkatan korupsi
e. Penyebab Korupsi
f. Dasar Hukum
2. Anti Korupsi
a. Konsep Anti Korupsi
b. Nilai-nilai anti korupsi
c. Prinsip-prinsip anti korupsi
3. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
a. Upaya pencegahan korupsi
b. Upaya Pemberantasan Korupsi
c. Strategi Komunikasi Anti Korupsi
4. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran TPK
a. Laporan
b. Pengaduan
c. Tata Cara Penyampaian Pengaduan
5. Gratifikasi
a. Pengertian Gratifikasi
b. Aspek Hukum
c. Gratifikasi merupakan Tindak Pidana Korupsi
d. Contoh Gratifikasi
e. Sanksi Gratifikasi

4. Metode
- Ceramah interaktif
- Latihan

5. Media dan Alat Bantu


- Laptop

309
- LCD
- Bahan tayang/slide
- Form laporan
- Panduan pengisian form laporan

6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


Langkah 1 : Pengkondisian Peserta
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila
belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang
akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang

Langkah 2 : Penyampaian Materi


Langkah pembelajaran:
Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
Fasilitator menyampaikan materi dengan metode curah
pendapat,ceramah dan tanya jawab.

Langkah 3. Latihan Kasus Langkah pembelajaran:


1. Fasilitator menyampaikan paparan kasus korupsi yang sering terjadi
2. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok tiap
kelompok terdiri dari 5 atau 6 orang peserta, untuk kasus yang sama
dikerjakan oleh 2 atau 3 kelompok
3. Peserta berdiskusi didalam tiap kelompok
4. Fasilitator meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan
hasil diskusi kelompoknya (hanya satu kelompok untuk satu kasus) dan
kelompok lainnya dengan kasus yang sama dapat memberikan komentar
atau sebagai penyanggah.
5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian
hasil untuk tiap jenis kasus

Langkah 4 : Rangkuman dan Kesimpulan


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan
peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan
pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang
disampaikan.

310
3. Fasilitator membuat kesimpulan.

7. Uraian Materi
A. Konsep korupsi
1. Definisi korupsi
Apa Arti kata “korupsi? Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin
“corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster
Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio”
berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua.
Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption,
corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie”
(Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian. Ada banyak pengertian tentang
korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan
uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan
pribadi”.
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa
(Muhammad Ali: 1998):
- Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok,
memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan
sebagainya;
- Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya;
- Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang
busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan
tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang
bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk,
menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke dalamkedinasan
di bawah kekuasaan jabatan.

2. Ciri-ciri korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
a. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
b. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
c. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;

311
d. berlindung di balik pembenaran hukum;
e. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
f. mengkhianati kepercayaan

3. Bentuk/ jenis korupsi


Berikut ini adalah beberapa bentuk korupsi dan perbuatan korupsi

312
4. Tingkatan korupsi
a. Materi Benefit Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan
keuntungan material baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain.
Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan
karena melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini
merupakan bentuk korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia
b. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) Abuse of power
merupakan korupsi tingkat menengah Merupakan segala bentuk
penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik
pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya
termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan
materi.
c. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana Orang
yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat
yang diterimanya adalah koruptor.

313
Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan
bentuk korupsi

5. Penyebab Korupsi
Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:
a. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya
sebagai make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah
setiap berganti pemerintahan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap
bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.
c. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman
antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
d. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan
yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan
penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara
negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik
bagi masyarakat.
e. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu
melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan
mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena
serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan keuntungan.
f. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
g. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan
korupsi: saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum
sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan
hukumannya.
h. Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu:
menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi.
Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
terlindungi

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia


mengidentifikasi beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu:
a. Aspek individu pelaku korupsi
Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral
kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi
untuk kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya
hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-
ajaran agama kurang diterapkan secara benar

314
Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian
bersama. Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan
memberikan ruang yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut
agamanya masing-masing, ternyata tidak banyak membawa
implikasi positif terhadap upaya pemberantasan korupsi. Demikian
pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku konsumtif
tidak saja mendorong untuk melakukan tindakan kurupsi, tetapi
menggambarkan rendahnya sikap solidaritas sosial, karena
terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya hidup mewah
di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok
bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.

b. Aspek organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya
keteladanan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang
benar, sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai,
kelemahan sistem pengendalian manajemen, serta manajemen
yang lebih mengutamakan hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung
akan menutupi korupsi yang terjadi di dalam organisasi. Hal tersebut
ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara
kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi.
Manajemen yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk
membuka praktik korkupsi kepada publik.
c. Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada
Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga turut
menentukan, yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang
kondusif untuk melakukan korupsi. Masyarakat seringkali tidak
menyadari bahwa akibat tindakannya atau kebiasaan dalam
organisasinya secara langsung maupun tidak langsung telah
menanamkan dan menumbuhkan perilaku koruptif pada dirinya,
organisasi bahkan orang lain.
Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan
berkembang menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat terbiasa
hidup dalam kondisi ketidaknyamanan dan kurang berpartisipasi
dalam pemberantasan korupsi.

315
d. Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk
Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan
korupsi tidak saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-sebab yang
sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif, tetapi
disebabkan pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif bagi
setiap individu untuk melakukan tindakan korupsi. Sedangkan
perilaku korupsi, sebagaimana yang umum telah diketahui adalah
korupsi banyak dilakukan oleh pegawai negeri dalam bentuk
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, sarana jabatan, atau
kedudukan. Tetapi korupsi dalam artian memberi suap, juga banyak
dilakukan oleh pengusaha dan kaum profesional bahkan termasuk
Advokat.
Lemahnya tata-kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak
korupsi baik ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan
yang dibuat oleh penyelenggara negara, merupakan tantangan
besar yang masih harus dihadapi negara ini. Kualitas tata kelola
yang buruk ini tidak saja telah menurunkan kualitas kehidkupan
bangsa dan bernegara, tetapi juga telah banyak memakan korban
jiwa dan bahkan ancaman akan terjadinya lost generation bagi
Indonesia. Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi
pemerintah, beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian
adalah menyangkut manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan
penggajian pegawai yang ditandai dengan kurangnya penghasilan,
sistem penilaian prestasi kerja yang tidak dievaluasi, serta tidak
terkaitnya antara prestasi kerja dengan penghasilan.
Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada
akhirnya akan menghambat tercapainya clean and good
governance. Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good
governance, maka perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait
dengan pembenahan sistem birokrasi tersebut.

6. Dasar Hukum tentang korupsi


Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi
adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20
ayat (1);
b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara

316
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme;
d. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3851);
e. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);
sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001;

B. Anti Korupsi
1. Konsep Anti Korupsi
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan
menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud
adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak
melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset
negara.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan
melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan)
dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).

2. Nilai-nilai anti korupsi


Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
a. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus
hati, tidak berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah
satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan pegawai, tanpa
sifat jujur pegawai tidak akan dipercaya dalam kehidupan
sosialnya (Sugono: 2008). Nilai kejujuran dalam kehidupan
dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja sangat-lah
diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang
berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia
kerja. Jika pegawai terbukti melakukan tindakan yang tidak
jujur, baik pada lingkup kerja maupun sosial, maka selamanya
orang lain akan selalu merasa ragu untuk mempercayai
pegawai tersebut.
Sebagai akibatnya pegawai akan selalu mengalami kesulitan
dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan
menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu
merasa curiga terhadap pegawai tersebut yang terlihat selalu

317
berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai
pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan
sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari
pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai
tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan
maupun kebohongan maka pegawai ter-sebut tidak akan
mengalami kesulitan yang disebabkan tindakan tercela
tersebut. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh oleh
setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan
membentuk karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai.

b. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan,
memperhatikan dan menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai
kepedulian sangat penting bagi seorang pegawai dalam
kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat. Sebagai calon
pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki rasa
kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam
dunia kerja maupun lingkungan di luar dunia kerja. Rasa
kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak
berada di dunia kerja. Oleh karena itu upaya untuk
mengembangkan sikap peduli di kalangan pegawai sebagai
subjek kerja sangat penting. Seorang pegawai dituntut untuk
peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia kerja,
terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara
efektif dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang
berkembang di dalam dunia kerja. pegawai juga dituntut untuk
peduli terhadap lingkungan di luar dunia kerja.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud
kepedulian di antaranya adalah dengan menciptakan Sikap
tidak berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang
pegawai pernah melakukan kecurangan ataupunkebohongan,
akan sulit untuk dapat memperoleh kembalikepercayaan dari
pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai
tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan
maupun kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan
mengalami kesulitan yang disebabkan tindakan tercela
tersebut.

318
c. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang
lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.Hal ini
penting untuk masa depannya dimana pegawai tersebut harus
mengatur kehidupannya dan orangorang yang berada di
bawah tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang
tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu
mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian
tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakansemua tanggung
jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain
(Supardi: 2004).

d. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan
(kepatuhan) kepada peraturan (Sugono: 2008). Dalam
mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja maupun sosial
pegawai perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus
hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin
bagi pegawai adalah dapat mengatur dan mengelola waktu
yang ada untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk
menyelesaikan tugas baik dalam lingkup kerja maupun sosial
dunia kerja.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat
mencapai tujuan hidupnya dengan waktu yang lebih efisien.
Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam mengelola
suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara
lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik,
kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang
berlaku di dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat
waktu, dan fokus pada pekerjaan.

e. Tanggung jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadiapa-apa
boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono:
2008). Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri
seseorang yang telah lulus dari penkerjaanterakhirnya yang
melanjutkan pekerjaan dalam sebuahlembaga yang bernama
organisasi. Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan
memiliki kecenderungan

319
menyelesaikan tugas lebih baik dibanding pegawai yang tidak
memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang memiliki rasa
tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh
hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat
diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di
depan orang lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung
jawab yang kecil dan berhasil melaksanakannya dengan baik
berhak untuk mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar
lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain terhadap
pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam
masyarakat misalkan dalam memimpin suatu kepanitiaan
yang diadakan di dunia kerja.
Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari
sebuah perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak
disengaja. Tanggung jawab tersebut berupa perwujudan
kesadaran akan kewajiban menerina dan menyelesaikan
semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga
merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.

f. Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata
”kemauan” menimbulkan asosiasi dengan ketekadan,
ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian,
pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga,
kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah penting
sekali bahwa kemauan pegawai harus berkembang ke taraf
yang lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya
lebih dulu untuk bisa menguasai orang lain. Setiap kali
seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan
menjadi lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika
interaksi antara individu pegawai dapat dicapai bersama
dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan
semakin optimum. Bekerja keras merupakan hal yang penting
guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target. Akan tetapi
bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya
pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para pegawai
diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan.

320
g. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam
interaksi dengan masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup
sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak pegawai me-
ngenyam masa penkerjaannya. Dengan gaya hidup
sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup
boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat
memenuhi semua kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan
diidentikkan dengan keinginan semata, padahal tidak selalu
kebutuhan sesuai dengan keinginan dan sebaliknya. Dengan
menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip
hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam
menjalin hubungan antara sesama pegawai karena prinsip ini
akan mengatasi permasalahan kesenjangan sosial, iri, dengki,
tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya lainnya.
Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari
keinginan yang berlebihan.

h. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang
sedang mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun
demikian, untuk menumbuhkan sikap keberanian demi
mempertahankan pendirian dan keyakinan pegawai, terutama
sekali pegawai harus mempertimbangkan berbagai masalah
dengan sebaik-baiknya. Nilai keberanian dapat dikembangkan
oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar dunia
kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani
mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui
kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya
Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh pegawai
dalam kehidupan sehari-hari sebagai pegawai Misalnya
program-program kegiatan arus dibuat dengan mengindahkan
aturan yang berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai
dengan aturan.

i. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat
sebelah, tidak memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu
sekali dibina agar pegawai dapat belajar mempertimbangkan
dan mengambil keputusan secara adil dan benar.

321
3. Prinsip-prinsip anti korupsi
Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi di bawah ini:
a. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan
pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung
jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk
konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada
level budaya (individu dengan individu) maupun pada level
lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut
berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun
interaksi antara ketiga sektor.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat
yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku
administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat
memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah
otoritas eksternal (Dubnik: 2005). Selain itu akuntabilitas
publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada
kemampuan menjawab kepada seseorang terkait dengan
kinerja yang diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang yang
diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki
legitimasi untuk melakukan pengawasan dan mengharapkan
kinerja (Prasojo: 2005).
Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam
mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program,
akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas
outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik
(Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas
harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui
mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua
kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi,
proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh
masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka
panjang dari sebuah kegiatan.

b. Transparansi
Adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah
transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena
pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan
mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara
terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat

322
diketahui oleh publik (Prasojo: 2007). Selain itu transparansi
menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses
dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling
sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan
kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust)
karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini
merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para
pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan
tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang
(Kurniawan: 2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu:
1) Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari
perencanaan, implementasi, laporan pertanggung-
jawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja
anggaran.
2) Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan
terkait dengan proses pembahasan tentang sumber-
sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi
anggaran (anggaran belanja).
3) Proses pembahasan membahas tentang pembuatan
rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi
penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme
pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender,
pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan
pertanggungjawaban secara teknis.
4) Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan
proyek pembangunan berkaitan dengan kepentingan
publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-proyek
yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya
yang penting adalah proses evaluasi.
5) Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan
proyek dijalankan secara terbuka dan bukan hanya
pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga
secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja
pembangunan.

Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk


dapat melaksanakan kegiatannya agar lebih baik. Setelah
pembahasan prinsip ini, pegawai sebagai individu dan juga
bagian dari masyarakat/ organisasi/ institusi diharapkan dapat
mengimplementasikan prinsip transparansi di dalam
kehidupan keseharian pegawai.

323
c. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran,
baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.
Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu
komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran,
dan informatif. Komprehensif dan disiplin berarti
mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinam-bungan,
taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak
melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya
adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi
dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam
perencanaan atas dasar asas value for money untuk
menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran
yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip
fairness.
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam
kehidupan di dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan
anggaran program kegiatan kepegawaian harus dilakukan
secara wajar. Demikian pula dalam menyusun Laporan
pertanggung-jawaban, harus disusun dengan penuh
tanggung-jawab.

d. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak
terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan
masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik
dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa
undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-
undang desentralisasi, undang-undang antimonopoli, maupun
lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui
sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan
anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat
kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan
anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung
unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan
kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan
integritas pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat dapat
berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak

324
kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan,
pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilainilai,
pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat
terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh
lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

e. Kontrol kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang
dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk
korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai
lembagalembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia,
problematika pengawasan di Indonesia.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan
reformasi. Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu
melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta
dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol
kebijakan berupa oposisi.

6. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi


a. Upaya pencegahan korupsi
Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang
dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh
United Nations yang dinamakan the Global Program Against
Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption
Toolkit (UNODC: 2004).

1) Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi


Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan
membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani
korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara didirikan lembaga
yang dinamakan Ombudsman.
Peran lembaga ombudsman--yang kemudian berkembang pula di
negara lain-- antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang
hendak mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga
Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini juga mem-
berikan edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta
mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi
lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan.
Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan

325
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka
untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai
pemerintah (UNODC: 2004).
Bagaimana dengan Indonesia? Kita sudah memiliki Lembaga yang
secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga
tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga
peradilan.
Tingkat keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga
Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantungnya penegakan
hukum yang harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan
adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena
kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk
karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi.
Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum
harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak
mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong
political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam
berbagai perkara korupsi.

Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti


Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan
bahwa lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’ ketika berhadapan
dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi.
Salah satu cara untuk menghindari praktik suap menyuap dalam
rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan secara
resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untukmengurus
suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM,mengurus ijin
usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.
Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi risiko
korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau kinerja
Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan,
umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan
demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara
atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah
Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja
tetapi berkembang di berbagai daerah.

Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu


diperbaiki dan dipantau atau diawasi terbukti melakukan korupsi
Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri
yang menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan

326
hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk
meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri, bagi
pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi insentif yang sifatnya
positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau jenis insentif
lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri.

2) Pencegahan sosial dan pemberdayaan masyarakat


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access
to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada
masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala
informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat
meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan
menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki kewajiban
melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang
dibuat dan akan dijalankan. Isu mengenai public awareness atau
kesadaran serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu
pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian.

3) Pencegahan korupsi di sektor publik


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access
to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada
masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala
informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat


kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah
memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai
kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.

Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian


publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat
adalah salah satu bagian. melakukan lelang atau penawaran
secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk
dapat memantau dan memonitor hasil dari pelelangan atau
penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang
dapat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau

327
ataupun memonitor hal ini yang sangat penting dari upaya
memberantas korupsi.

Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah


dengan melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi
serta diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak
korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan.
Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan Spanduk dan poster
yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi ‘harus’
dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media kampanye
tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya anti
korupsi menajdi bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi
aparatur sipil negara.

Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam


mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menyediakan
sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi. Sebuah
mekanisme harus dikembangkan dimana masyarakat dapat
dengan mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi
yang diketahuinya. Mekanisme tersebut harus dipermudah atau
disederhanakan misalnya via telepon, surat atau telex.

b. Upaya Pemberantasan Korupsi


Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk
menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi
dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta
lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada
jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap negara atau
organisasi.

Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan


hukum (pidana) saja dalam memberantas korupsi. Padahal
beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas
korupsi yang paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman
yang seberatberatnya kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku yang
terbukti telah melakukan korupsi memang tetap harus dihukum
(diberi pidana), namun berbagai upaya lain harus tetap terus
dikembangkan baik untuk mencegah korupsi maupun untuk
menghukum pelakunya.

Jangan hanya mengandalkan satu cara, satu sarana atau satu


strategi saja yakni dengan menggunakan sarana penal, karena ia

328
tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum
lagi kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang
seharusnya memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi
aktor yang ikut menumbuhsuburkan praktik korupsi.

c. Strategi Komunikasi Anti Korupsi


1) Adanya Regulasi
KEPMENKES No: 232 Menkes/Sk/Vi/2013, Tentang Strategi
Komunikasi Pemberantasan Budaya Anti Korupsi Kementerian
Kesehatan Tahun 2013.
Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan
fasilitas kantor
Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami
Gratifikasi
Workshop/ pertemuan peningkatan pemahaman tentang
antikorupsi dengan topik tentang gaya hidup PNS,
kesederhanaan, perencanaan keuangan keluarga sesuai
dengan kemampuan lokus
Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung
jawab) berkaitan dengan kebutuhan pribadi dan persepsi
gratifikasi
Penyebarluasan informasi tentang peran penting dann
manfaat whistle blower dan justice collaborator

2) Perbaikan sistem
Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah
hukum atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor
melepaskan diri dari jerat hukum.
Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi
simpel dan efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti
korupsi. Reformasi birokrasi.
Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan
kepemilikan pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang
penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan umum dan
penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan
pemberian sanksi secara tegas.
Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil
terjadinya human error.

329
3) Perbaikan manusianya
KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika
seseorang sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman
sendiri, penanaman nilai anti korupsi akan susah ditanamkan.
Ketika orang sudah dewasa, apalagi dia adalah orang yang pandai
dan cerdas, sangat susah menanamkan nilai anti korupsi karena
mereka sudah punya pemahaman sendiri.
Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman.
Mengoptimalkan peran agama dalam memberantas korupsi.
Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan
emosional antara agama dengan umatnya dan menyatakan
dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela,
mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala
bentuk korupsi, mendewasakan iman dan menumbuhkan
keberanian masyarakat untuk melawan korupsi.
Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan
loyalitas (kesetiaan) dari keluarga/ klan/ suku kepada bangsa.
Menolak korupsi karena secara moral salah (Klitgaard, 2001).
Morele herbewapening, yaitu mempersenjatai/
memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda, 2003).
Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan
penkerjaan anti korupsi.
Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi,
pemimpin yang memiliki kepedulian dan cepat tanggap,
pemimpin yang bisa menjadi teladan.

C. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran TPK


Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk
pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada
atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/
kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu
perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan
penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk
menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau
bukan. Kita sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan
memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut.

330
Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin
melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan
kementerian Kesehatan, saat ini kementerian Kesehatan melalui
Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan
tindak pidana korupsi.

Mekanisme Pelaporan:
1) Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan
laporan penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat
kepada Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal
memuat informasi tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi
ringkas pengaduan, posisi penanganan dan hasilnya penanganan.
2) Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan
semesteran untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya.

Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan
berbagai jenis pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem
yang memungkinkan adanya penanganan dan solusi terbaik dan
dapat memuaskan keinginan publik terhadap akuntabilitas
pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah
adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk
dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang
mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera
ditindak lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian
tindakan penyidikan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Artinya dalam proses penerimaan pengaduan dari masyarakat,
seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di
Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus
bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh
seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan
ataukah bukan.

Tata Cara Penyampaian Pengaduan


Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah
Berdasarkan Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan
kasus korupsi, beberapa hal penting yang perlu diketahui
antaranya.
Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan
dikelompokkan dalam:

331
1. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
2. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.

Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah:mengandung


informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur
Kementerian Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian
masyarakat atau negara.

Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan


pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa
sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan lain sebagainya,
sehingga bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat,


partai politik, institusi, kementerian/lembaga pemerintah, dan
pemerintah daerah. Pengaduan masyarakat di lingkungan
Kementerian Kesehatan dapat disampaikan secara langsung
melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat, media elektronik, dan
media cetak kepada pimpinan atau pejabat Kerrienterian
Kesehatan.

D. Gratifikasi
1. Pengertian Gratifikasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang
dimaksud dengan kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang
menafsirkan kata tersebut dengan kata yang mendefinisikan
sesuatu yang berarti “gratis di kasih”.

Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda,


“Gratificatie”, atau Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan
hadiah uang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998)
Gratifikasi diartikan pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar
gaji yang telah ditentukan.

Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat
(1), Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

332
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik
atau tanpa sarana elektronik. Ada beberapa contoh penerimaan
gratifikasi, diantaranya yakni:
Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari
pemenang lelang;
Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan
tiket tamasya ke luar negeri dari mitra bisnis istrinya/
suaminya;
Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil
sebagai tanda perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya;
Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih”
dari pemohon ijin yang sudah dilayani.
Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan +
penginapan, Honor-honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat
walaupun dituangkan dalam SK yang resmi), Memberikan
fasilitas Olah Raga (misal, Golf, dll); Memberikan hadiah pada
event-event tertentu (misal, bingkisan hari raya, pernikahan,
khitanan, dll). Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak
memanfaatkan momen-momen ataupun peristawaperistiwa
yang cukup baik, seperti: Pada hari-hari besar keagamaan
(hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang
tahun, keuntungan bisnis, danpengaruh jabatan

E. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum,
(2) subyek hukum, (3) Obyek Hukum

Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu: (1) Undangundang


Nomor 30 Tahun 2002 dan (2) Undang2-undang No 20 Tahun 2001

Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “ setiap PNS atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib
melaporkan kepada KPK”

Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun


2001 tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1)

333
tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya
kepada KPK. Ayat 2 penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat
30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai
negeri

Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga


tertinggi negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara,
menteri, gubernur, hakim, pejabat lain yang memiliki fungsi startegis
dalam kaitannya dalam penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku.

Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana


yang dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai
negeri spil sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-
undang hukum pidana, orang yang menerima gaji atau upah dari
keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah
dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara
atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi
lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat.

Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3)
fasilitas

F. Gratifikasi merupakan Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan
dengan jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang
perbuatan pidana suap khsuusnya pada seorang penyelenggara
negara atau pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara
negara atau pegawai negeri tersebut melakukan tindakan
menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak
manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan
dengan jabatan ataupun pekerjaannya.

Bentuknya: Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah


diberikan oleh petugas, dalam bentuk barang, uang, fasilitas

334
G. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai
gratifikasi,antara lain:
Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih
karena telah dibantu;
Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat
pada saat perkawinan anaknya;
Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri
atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai
negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan;
Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi
lainnya dari rekanan;
Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai
negeri pada saat kunjungan kerja;
Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri
pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau
bawahannya. Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian
yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah
pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan
hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata
karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/
pegawai negeri dengan sipemberi.

H. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang:
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi
hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan

335
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum,
seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang;
pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan
utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah
negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai
dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan
tersebut bertentangan dengan peraturanperundangundangan;
atau
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut
serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang
pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya

8. Referensi
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi
Publik
3. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2008
4. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
5. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan
Pengaduan Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian
Kesehatan.
6. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan
Masyarakat
7. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013

336
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013
Tentang Strategi Komunikasi Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi
9. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi
bidang Kesehatan
10. Modul Anti Korupsi

3.3 Rencana Tindak Lanjut


1. Deskripsi Singkat
Rencana Tindak Lanjut (RTL) adalah suatu upaya atau kegiatan yang
dilakukan oleh peserta pelatihan setelah kegiatan pelatihan selesai. RTL
sebaiknya dibuat secara spesifik dan realistis sesuai tanggung jawabnya
(Wiyoto dan Rahmat, 2008). RTL juga merupakan bentuk komitmen dari
para stakeholder untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tertuang
dalam RTL tersebut. RTL dilaksanakan pasca pelatihan agar dapat
memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan
peserta pelatihan (USAID, 2010)
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen tentang
rencana yang akan dilakukan setelah mengikuti suatu kegiatan atau
merupakan tindak lanjut dari kegiatan tersebut. Dalam suatu pelatihan,
RTL merupakan dokumen rencana yang memuat tentang kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan setelah peserta kembali ketempat tugas
untuk menerapkan hasil pelatihan. Modul RTL ini disusun dalam rangka
untuk membekali para fasilitator STBM agar mampu memahami rincian
kegiatan dan dapat menyusun RTL yang akan dilaksanakan di tempat
tugasnya masing-masing.

2. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun Rencana
Tindak Lanjut pasca pelatihan
b. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini,peserta mampu:
1. Menjelaskan format RTL
2. Menyusun RTL Pasca Pelatihan Asesor Puskesmas
3. Menyajikan RTL dan umpan balik

3. Materi Poko dan Sub Materi Pokok


1. Format penyusunan RTL
2. Penyusunan RTL Pasca Pelatihan Asesor
3. Penyajian dan umpan balik terhadap RTL yang disusun

4. Media dan Alat Bantu

337
1. Flipchart
2. Presentasi power point
3. Spidol
4. Lembar/Format RTL.
5. Meta plan
6. Kain tempel
7. LCD

5. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini 1 JPL (T = 0 JPL, P= 1 JPL,
PL 0 JPL) untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
a. Langkah 1 : Pengkondisian Peserta
1) Fasilitator memperkenalkan diri
2) Fasilitator menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus,
3) Menggali pendapat peserta tentang pengertian dan ruang
lingkup dan langkahlangkah RTL,
4) Berdasarkan pendapat peserta, fasilitator menjelaskan
pentingnya RTL,
5) Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas dan fasilitator
menjawab pertanyaan peserta tersebut.

b. Langkah 2: Penyampaian materi dan penyusunan RTL


1) Peserta dibagi kelompok berdasarkan tempat kerja,
2) Masing-masing kelompok menyusun RTL,
3) Penyajian RTL. Fasilitator memilih wakil kelompok untuk
menyajikan RTLnya, diupayakan seluruh kelompok
mendapatkan kesempatan untuk menyajikan RTLnya secara
bergantian,
4) Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta lainnya untuk
menanggapi penyajian RTL yang disajikan

c. Langkah 3 : Rangkuman dan Kesimpulan


1) Fasilitator menyampaikan simpulani tentang RTL yang telah
disusun peserta,
2) Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan
TPU dan TPK sesi telah tercapai.
3) Fasilitator memberikan apresiasi pada peserta

6. Uraian Materi
A. Format penyusunan RTL

338
Rencana tindak lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen yang
menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan,
setibanya peserta di wilayah kerja masing-masing dengan
memperhitungkan hal-hal yang telah ditetapkan berdasarkan
potensi dan sumber daya yang ada. RTL merupakan sebuah
rencana kerja yang dibuat secara individual oleh peserta diklat yang
berisi tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan
wewenangnya. Rencana ini dibuat setelah peserta pelatihan
mengikuti seluruh mata diklat yang telah diberikan.

RTL memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


Terarah Setiap kegiatan yang dicantumkan dalam RTL
hendaknya terarah untuk mencapai tujuan.
Jelas Isi rencana mudah dimengerti dan ada pembagian tugas
yang jelas antara orang-orang yang terlibat didalam masing-
masing kegiatan.
Fleksibel Mudah disesuaikan dengan perkembangan situasi.
Oleh karena itu RTL mempunyai kurun waktu relatif singkat.

Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal :


Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan,
Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai,
Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan,
Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap
kegiatan,
Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan,
Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari
setiap kegiatan,
Menetapkan besar biaya dan sumbernya

Berdasarkan hasil analisis kemudian disusun RTL dengan langkah-


langkah sebagai berikut :
Identifikasi dan buat perumusan yang jelas dari semua
kegiatan yang akan dilaksanakan (apa/what). Pada saat
menentukan kegiatan hendaknya mereview modul Pelatihan
Fasilitator STBM.
Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah
ditentukan.
Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah
ditentukan.
Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam
pelaksanaan setiap kegiatan (bagaimana/how).

339
Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan
(kapan/when), dan tentukan lokasi yang akan digunakan
dalam melakukan kegiatan (tempat/where).
Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada
setiap kegiatan. (How much)
Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan
bertanggung jawab kepada siapa (siapa/who).

Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur


sebagai berikut:
1. Kegiatan yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat
melalui identifikasi kegiatan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Agar hal ini terealisasi maka di
identifikasi kegiatan kegiatan apa yang diperlukan.
2. Tujuan adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin
dicapai dari setiap kegiatan yang direncanakan pada unsur
nomor Penetapan tujuan yang baik adalah di rumuskansecara
konkrit dan terukur.
3. Sasaran yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang
menjadi target kegiatan yang direncanakan.
4. Cara Metode yaitu cara yang akan dilakukan dalam
melakukan kegiatan agar tujuan yang telah ditentukan dapat
tercapai.
5. Waktu dan Tempat Dalam penentuan waktu sebaiknya
menunjukkan kapan suatu kegiatan dimulai sampai kapan
berakhir. Apabila dimungkinkan sudah dilengkapi dengan
tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk mempermudah dalam
persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam
melakukan evaluasi. Sedangkan dalam menetapkan tempat,
seyogyanya menunjukkan lokasi atau alamat kegiatan akan
dilaksanakan
6. Biaya Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan
anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut.Akan
tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan
yang benar-benar membutuhkan dana, artinya tidakmengada-
ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang
memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya
dengan kegiatan lain yang dananya telah tersedia. Rencana
anggaran adalah uraian tentang biaya yang diperlukan untuk
pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.

340
7. Pelaksana / penanggung jawab yaitu personal / tim yang akan
melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting
karena personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut
mengetahui dan melaksanakan kewajiban.
8. Indikator Keberhasilan merupakan bentuk kegiatan/sesuatu
yang menjadi tolok ukur dari keberhasilan dari pelaksanaan
kegiatan

Format Isian Rencana Tindak Lanjut

Penjelasan cara pengisian :


Kolom 1 : Kolom nomor Pada kolom ini dicantumkan nomor kegiatan
secara berurutan, mulai dari nomor 1, 2, 3 dan seterusnya sesuai dengan
jumlah kegiatan yang direncanakan bedasarkan hasil identifikasi
kegiatan.
Kolom 2 : Kolom kegiatan Pada kolom ini dicantumkan rincian kegiatan
yang akan dilakukan, mulai dari persiapan, sampai seluruh pelaksanaan
kegiatan penyusunan laporan selesai.
Kolom 3 : Kolom tujuan Pada kolom ini dicantumkan tujuan dari setiap
kegiatan, yaitu hasil yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang
dilaksanakan.
Kolom 4 : Kolom sasaran Pada kolom ini diisi dengan apa/ siapa yang
menjadi sasaran atau target dari setiap kegiatan, sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai
Kolom 5 : Kolom cara/ metode Pada kolom ini dicantumkan cara-cara/
metode/ teknik pelaksanaan setiap kegiatan.
Kolom 6 : Kolom waktu dan tempat Kolom ini diisi dengan tanggal, bulan,
tahun serta jam pelaksanaan kegiatan, kapan dimulai dan sampai kapan
berakhir, serta dimana kegiatan tersebut dilaksanakan.

341
Kolom 7 : Kolom pelaksana/ penanggungjawab Kolom ini diisi dengan
nama pelaksana atau anggota tim yang ditugaskan melaksanakan
kegiatan sesuai dengan keahliannya.
Kolom 8 : Kolom indikator keberhasilan Kolom ini mencantumkan tentang
apa yang menjadi tolok ukur keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan.

B. Penyajian dan umpan balik terhadap RTL yang disusun

Untuk cara sangat bergantung bagaimana kondisi lapangan

Kelompok masyarakat sasaran yang terpelajar, mudah mengerti dengan


kegiatan tul-menul (tulis menulis), tentu bisa dengan mudah
menggunakan bentuk angket. Dan bisa direkapitulasi dan ditindaklanjuti
pasca pertemuan.
Kelompok masyarakat sasaran yang tidak terbiasa dengan tul-menul,
mungkin bisa dalam bentuk verbal.
Tokoh masyarakat, lintas sektor yang kebetulan hanya bisa didatangi
personal, bisa dalam diskusi. Selama hasil dicatat dan dilaporkan.

Tentu saja untuk melihat umpan balik lebih mengena tentang masukan
perbaikan adalah apabila pemberi masukan adalah sasaran, atau orang
yang ikut serta dalam kegiatan. Seringkali saya mengilustrasikan untuk
memberikan masukan tentang kelas ibu hamil, pak Camat mungkin
kurang bisa diandalkan untuk umpan balik, kecuali mungkin bila bu
Camatnya juga sedang hamil dan beliau ikut mendampingi.

342
Proses Umpan Balik

Proses pelaksanaan Umpan balik dilaksanakan dengan cara :

1. Pada saat pelaksanaan dilakukan permintaan umpan balik.


2. Bila memungkinkan pada saat itu dilaksanakan identifikasi apa saja yang
diumpan balik. Dan bisa segera ditindaklanjuti untuk hal-hal yang
sederhana.
3. Pada periode yang disepakati dilaksanakan pembahasan konsultatif,
bisa internal maupun melibatkan pihak-pihak terkait.
4. Lakukan perbaikan dari jadwal dan atau rencana.

7. Referensi
1. Kemenkes RI, Pusdiklat Aparatur, Rencana Tindak Lanjut,
Kurmod Surveillance, Jakarta: 2008.
2. BPPSDM Kesehatan, Rencana Tindak Lanjut, Modul TOT
NAPZA, Jakarta: 2009.
3. Kemenkes RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Jakarta: 2010,
4. Kemenkes RI, Second Decentralized Health Services Project,
Model Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas
Puskesmas, Jakarta: 2010.
5. Petunjuk Teknis Assessment Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama

343

Anda mungkin juga menyukai