Kelautan Nasional Indonesia
Kelautan Nasional Indonesia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan kelautan sangat kompleks, karena itu pendekatannya bisa dari
multy disiplin ilmu baik sosiologi, filsafat, sejarah, agama, psikologi,
antropologi, politik dan lain-lain. Ketika kita berbicara Kelautan Agraria
(kelautan pertanahan) ini tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah, filsafat. Ketika
kita berbicara kelautan tentang Pemilihan Umum, pendekatan politik sangat
kental. Dalam perkembangan kelautan Pemerintahan di Daerah pendekatan
politik sangat mempengaruhi demikian juga ketika kita berbicara kelautan
Perbankan dan sebagainya.
Pendekatan kelautan melalui multy disiplin tersebut telah melahirkan
berbagai disiplin kelautan di samping Philosophy of law dan science of law, juga
seperti teori kelautan ( legal theory/theory of law), sejarah kelautan (history of
law), sosiologie of law, Anthropology of law, Comparative of law , phychology of
law dan sekarang Politic of law.
Menurut Padmo Wahjono, Pengertian politik kelautan adalah kebijakan
penyelenggara negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk
maupun isi daripada kelautan yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan
kriteria untuk mengkelautankan sesuatu. Dengan demikian, Pengertian Politik
Kelautan menurut Padmo Wahjono berkaitan dengan kelautan yang berlaku di
masa yang akan datang (ius constituendum).1
Kelautan merupakan entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan
kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase.
Kelautan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan
(politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya).
1
Padmo Wahjono, Indonesia Berdasarkan Atas Kelautan, (Jakarta: Gahlia Indonesia, 1986), Hal. 160.
1
Jika kelautan hanya dipelajari sebagai pasal-pasal dan dilepas dari kajian
norma dan segi yang mempengaruhinya dapat menyebabkan kita frustasi dan
kecewa berkepanjangan. Ketika kekuasaan mempengaruhi keputusan kelautan
(hakim), ketika DPR (parlemen) mengotak-atik pasal-pasal RUU menurut
kepentingan partai mereka (bukan untuk rakyat) ketika itu kelautan sudah
menghambakan dirinya untuk politik. Maka dalam makalah ini akan dijelaskan
beberapa pembahasan tentang Politik Kelautan Nasional yang terdapat di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Politik Kelautan Nasional?
2. Apa saja yang menjadi Sendi-Sendi Kelautan Nasional?
3. Bagaimana kebijakan Pembangunan Kelautan Nasional?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Politik Kelautan Nasional.
2. Mengetahui Sendi-Sendi Kelautan Nasional.
3. Mengetahui kebijakan Pembangunan Kelautan Nasional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik Kelautan Nasional
Setiap masyarakat yang terartur memiliki tujuan yang perlu untuk dicapai,
dan politik merupakan bidang dalam masyarakat yang berhubungan dengan
tujuan masyarakat tersebut. Struktur politik menaruh perhatian pada
pengorganisasian kegiatan kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan yang secara
kolektif menonjol. Memiliki tujuan, didahului oleh proses pemilihan tujuan
diantara berbagai tujuan yang mungkin. Dengan demikian, dalam politik juga
merupakan aktifitas yang memilih suatu tujuan sosial tertentu.
Dalam kelautan, kita juga akan dihadapkan pada persoalan yang serupa,
yaitu dengan keharusan untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan
maupun cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Pada saat
dibicarakan kelautan sebagai fenomena sosial, persoalan-persoalan tersebut juga
sedikit anyak telah disinggung. Kelautan bukanlah suatu lembaga yang sama
sekali otonom, melainkan pada kedudukan yang kait-mengait dengan sektor-
sektor lain dalam kehidupan masyarakat. Salah satu segi dari keadaan yang
demikian itu adalah bahwa kelautan harus senantiasa melakukan penyesuaian
terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya. Dengan
demikian, kelautan mempunyai dinamika. Politik kelautan merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika yang demikian itu, karena ia
diarahkan kepada iore constituendo, kelautan yang harus berlaku.2
Istilah politik kelautan merupakan suatu kombinasi antara istilah politik
dan kelautan. Dimana dari kedua istilah tersebut memiliki kajian tersendiri di
dalam rumpun pengembangan disiplin termasuk dalam kajian ilmu politik atau
termasuk kajian ilmu kelautan. Para ahli kelautan sepakat bahwa kajian yang
dikembangkan dalam disiplin ilmu kelautan merupakan bagian dari disiplin ilmu
2
Satjipto Rahardjo, Ilmu Kelautan Cetakan Ke-7, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2012), Hal. 297-
398
3
kelautan khususnya kelautan tata negara. Hal itu sebagaimana yang telah
diungkapkan oleh Sri Soemantri M, yang mengatakan bahwa politik kelautan
sebagai bagian dari kajian kelautan tata negara.
Secara konseptual, kinerja disiplin politik kelautan tidak berhenti pada
tataran teoritis saja, tetapi sesuai dengan sifatnya yang praktis fungsional, disiplin
kelautan ini dimanfaatkan untuk membentuk peraturan perundang-undangan
yang notabene menjadi wewenang dari segi khusus disiplin ilmu kelautan yang
dibentuknya. Bentuk khusus dalam kajian itu adalah kelautan tata negara. Ada
beberapa pandangan yang telah diungkapkan oleh para ahli kelautan berkenaan
dengan pengertian politik kelautan diantaranya, menurut Padmo Wahdjono
mendefinisikan politik kelautan adalah sebagai kebijakan dasar yang menentukan
arah, bentuk, maupun isi dari kelautan yang akan dibentuk.3
3
Prof Dr. H. Faried Ali S.H., Kelautan Tata pemerintahan, (Yogyakarta: Academika, 2003), Hal. 73.
4
5. Tujuan politik kelautan nasional.4
5
berbunyi “ kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut ketentuan
UUD”.
b. Negara berdasarkan atas kelautan
Negara demokrasi juga negara kelautan. Negara kelautan Indonesia menganut
kelautan dalam arti meterial (luas) untuk mencapai tujuan nasional. Ini
tercermin pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “ Negara Indonesia
adalah Negara Kelautan “ .
c. Berbentuk Republik
Negara dibentuk untuk memperjuangkan realisasi kepentingan umum
(Republik). Negara Indonesia berbentuk republik yang memperjuangkan
kepentingan umum. Hal ini tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
d. Pemerintah berdasarkan konstitusi
Penyelengaraan pemerintahan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan dan berlandaskan konstitusi atau UUD yang demokratis. Ini
tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
e. Pemerintahan yang bertanggungjawab
Pemerintah selaku penyelenggara negara bertanggungjawab atas segala
tindakannya. Berdasarkan demokrasi pancasila, pemerintah
kebawah/bertanggungjawab kepada rakyat dan keatas bertanggung jawab
kepada tuhan yang maha Esa.
f. Sistem Perwakilan
Pada dasarnya, pemerintah menjalankan amanat rakyat untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
g. Sistem Pemerintahan Presidensial
Presiden adalah penyelenggara negara tertinggi. Presiden adalah kepala
negara sekaligus keoala pemerintahan.
6
Kelautan merupakan produk politik sehingga karakter setiap produk
kelautan akan sangat ditentukan atau di warnai oleh imbangan kekuatan atau
konfigurasi politik yang melahakirkannya.6
6
Dr. Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Kelautan Di Indonesia, (Yogyakarta: Gama
Media,1999), Hal. 4.
7
Achmad Ali, Menguak Tabir Kelautan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung
Agung, 2002), Hal. 56.
8
Achmad Ali, Menguak Tabir Kelautan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung
Agung, 2002), Hal. 58.
7
konsep pembangunan lainnya. Diantaranya terdapat dua strategi pembangunan
kelautan, diantaranya:
1. Strategi Pembangunan Kelautan yang ortodoks;
Strategi Pembangunan Kelautan yang ortodoks yaitu segala usaha yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang berkenaan
dengan bagaimana kelautan itu dibentuk, dikonseptualisasikan, diterapkan, dan
dilembagakan dalam suatu proses politik.
Strategi pembangunan kelautan ortodoks memiliki ciri-ciri adanya peran
yang sangat dominan dari lembaga-lembaga negara (pemerintah dan parlemen)
dalam menentukan arah pembangunan kelautan dalam suatu negara. Dengan
demikian, maka baik tradisi kelautan yang kontinental (civil law), maupun tradisi
kelautan yang sosialis (socialist law) dapat dikatakan sebagai penganut strategi
pembangunan kelautan yang ortodoks. Karena dalam tradisi kelautan tersebut
peran lembaga-lembaga negara sangat dominan dan monopolis dalam
menentukan arah pembangunan kelautan.
2. Strategi Pembangunan Kelautan yang responsive;
Strategi Pembangunan Kelautan yang responsive yaitu usaha
pembangunan kelautan yang peran besarnya dilakukan oleh lembaga peradilan
dan partisipasi luas oleh kelompok-kelompok sosial dan individu-individu dalam
masyarakat. Dalam strategi pembangunan ini berarti bahwa peranan lembaga-
lembaga negara (pemerintah dan parlement) dalam menentukan arah
pembangunan kelautan menjadi lebih relatif karena adanya tekanan yang
ditimbulkan oleh partisipasi yang luas dari masyarakat dan kedudukan yang
relatif bebas memungkinkan lembaga peradilan menjadi lebih kreatif. Keadaan
demikian memungkinkan menghasilkan produk politik yang lebih bersifat
responsive terhadap tuntutan-tuntutan dari berbagai kelompok sosial masyarakat.
Dengan demikian, maka tradisi kelautan adat (common law) dapat dikatakan
menganut strategi pembangunan kelautan responsive.
Dari pembagian model strategi pembangunan kelautan nasional tersebut,
menurut M. Solly Lubis menegaskan terhadap landasan sosial dan landasan
8
konstitusional bagi strategi pembangunan kelautan nasional ialah Pancasila dan
UUD 1945 yang sudah diamandemen oleh MPR. Dengan demikian, yang
menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu strategi bagi manajemen
pembangunan kelautan nasional, ialah sejauh mana kebijakan politik kelautan
(legal policy) yang akan dikembangkan tetap konsisten dengan value system
yang terdapat dalam pancasilan dan UUD 1945, serta sejauh mana tujuan-tujuan
nasional dalam pembukaan UUD 1945 dapat direalisasikan melalui penerapan
kelautan yang akan datang sebagai model strategi pembangunan kelautan yang
dipilihnya.
Setelah adanya amandemen UUD 1945 yang didalamnya memberikan
konstruksi baru pada sistem ketatanegaraan indonesia, dan hal tersebut
berimplikasi pada penyusunan program pembangunan kelautan, dan
pembangunan pada umumnya, yang selama ini ditetapkan dalam GBHN (Garis-
garis Besar Haluan Negara) oleh MPR.9 GBHN adalah haluan negara tentang
penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak
rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk
jangka waktu 5 tahun. Dengan adanya Amandemen UUD 1945 dimana terjadi
perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya,
UU no. 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia
seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Skala waktu RPJP adalah 20 tahun,
yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi,
misi dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada
RPJP. Di tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM
Daerah, dengan merujuk kepada RPJP Nasional.10
9
Mokhammad Najih, Pengantar Kelautan Indonesia Cetakan Ke-.3, (Malang: Setara Press, 2013),
Hal. 83-85.
10
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, (Malang:
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1989), Hal. 157.
9
Dalam ketentuan yang baru berdasarkan amandemen UUD 1945, MPR
masih berwenang mengubah dan menetapkan UUD 1945, namun ia tidak
berwenang dalam menetapkan GBHN serta memilih dan menetapkan presiden
dan wakil presiden, karena pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan
secara langsung oleh rakyat.
Berdasarkan perubahan UUD 1945, maka implikasi bagi pembangunan
nasional tertuang dalam UU. No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Propenas) yang dihasilkan oleh DPR bersama
pemerintah tentang perumusan garis besar rencana pembangunan nasional,
diantaranya adalah:11
a. Rencana untuk jangka waktu 20 tahun, atau jangka waktu panjang.
b. Rencana pembangunan 5 tahun, atau jangka menengah.
c. Rencana pembangunan tahunan.
Menyikapi atas rencana pembangunan nasional, khususnya dalam bidang
kelautan, minimal ada tiga permasalahan yang perlu dirumuskan sebagai hasil
penelitian Komisi Kelautan Nasional (KHN) tentang “Implikasi Amandemen
Konstitusi terhadap Perencanaan Pembangunan Kelautan”, yaitu:
1. Pihak atau lembaga manakah yang memberikan konstribusi bagi perencanaan
pembangunan kelautan nasional pasca amandemen UUD 1945 (Presiden
terpilih dan partai pendukungnya atau birokrasi pemerintahan yang selama ini
mendominasi program pembangunan kelautan).
2. Jika terdapat banyak pihak yang berkonstribusi, apakah dilakukan antar
rencana program pembangunan kelautan tersebut?, paradigma atau grand
design apakah yang menghubungkan antar rencana tersebut, sehingga
terbangun suatu rancangan pembangunan kelautan yang koheran?
3. Apakah paradigma tersebut mengakomodasi perkembangan tuntutan
reformasi ataukah masih digunakan paradigma lama?
10
UUD 1945 terhadap rencana pembangunan kelautan pada khususnya dan pada
umumnya pembangunan sosial, politik, ekonomi, dan lainnya. Hanya saja perlu
diungkapkan disini sebagai kebijakan politik kelautan negara dalam
pembangunan kelautan nasional ialah untuk memaparkan ruang lingkup
pembangunan kelautan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) yang ada pada ketentuan UU. No.25 tahun 2004.
RPJM dapat ditarik kedalam suatu program-program umum kebijakan kelautan
sebagai berikut:
11
maksudkan untuk menciptakan lembaga-lembaga negara yang demokratis, kuat,
dan mandiri dalam mekanisme check and balances.
BAB III
12
Ibid.
12
PENUTUP
A. Kesimpulan
Politik kelautan nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara
dalam bidang kelautan yang akan, sedang, telah berlaku, yang bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-
citakan. Adapun kata nasional sendiri diartikan sebagai wilayah berlakunya
politik kelautan itu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah wilayah yang tercakup
dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, yang dimaksud
dengan politik kelautan nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara (Republik
Indonesia) dalam bidang kelautan akan, sedang dan berlaku di masyarakat untuk
mencapai tujuan negara (Republik Indonesia) yang dicita-citakan.
Sendi-sendi kelautan menjadi kebijakan politik yang membentuk sistem
hokum, yang didalamnya terdiri atas komponen-komponen yang saling bekerja
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu pola dengan ciri tersendiri. Diantara
yang menjadi sendi-sendi kelautan tersebut adalah:
a. Ide kedaulatan rakyat
b. Negara berdasarkan atas hokum
c. Berbentuk Republik
d. Pemerintah berdasarkan konstitusi
e. Pemerintahan yang bertanggung jawab
f. Sistem Perwakilan
g. Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam menentukan kebijakan pembangunan kelautan, diantaranya
terdapat dua strategi pembangunan kelautan yaitu:
1. Strategi Pembangunan Kelautan yang ortodoks yaitu segala usaha
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat
yang berkenaan dengan bagaimana kelautan itu dibentuk,
dikonseptualisasikan, diterapkan, dan dilembagakan dalam suatu
proses politik. Dalam hal ini, peran lembaga-lembaga negara dalam
13
menentukan arah pembangunan kelautan suatu negara sangat
dominan.
2. Strategi Pembangunan Kelautan yang responsive yaitu usaha
pembangunan kelautan yang peran besarnya dilakukan oleh lembaga
peradilan dan partisipasi luas oleh kelompok-kelompok sosial dan
individu-individu dalam masyarakat.
Dari pembagian model strategi pembangunan kelautan nasional tersebut,
menurut M. Solly Lubis menegaskan terhadap landasan sosial dan landasan
konstitusional bagi strategi pembangunan kelautan nasional ialah Pancasila dan
UUD 1945 yang sudah diamandemen oleh MPR. Dengan demikian, yang
menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu strategi bagi manajemen
pembangunan kelautan nasional, ialah sejauh mana kebijakan politik kelautan
(legal policy) yang akan dikembangkan tetap konsisten dengan value system
yang terdapat dalam pancasilan dan UUD 1945, serta sejauh mana tujuan-tujuan
nasional dalam pembukaan UUD 1945 dapat direalisasikan melalui penerapan
kelautan yang akan datang sebagai model strategi pembangunan kelautan yang
dipilihnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, Menguak Tabir Kelautan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,
(Jakarta: Gunung Agung, 2002)
Dr. Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Kelautan Di Indonesia, (Yogyakarta:
Gama Media, 1999)
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Kelautan, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2015)
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi,
(Malang: Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1989)
Mokhammad Najih, Pengantar Kelautan Indonesia Cetakan Ke-.3, (Malang: Setara
Press, 2013)
Padmo Wahjono, Indonesia Berdasarkan Atas Kelautan, (Jakarta: Gahlia Indonesia,
1986)
Prof Dr. H. Faried Ali S.H., Kelautan Tata pemerintahan, (Yogyakarta: Academika,
2003)
Satjipto Rahardjo, Ilmu Kelautan Cetakan Ke-7, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,
2012)
Kumpulan Jurnal, http://kumpulan-jurn.blogspot.com/2017/01/makalah-politik-
kelautan-nasional.html
15
16