Tumbuhan Nasional Indonesia
Tumbuhan Nasional Indonesia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan tumbuhan sangat kompleks, karena itu pendekatannya bisa dari
multy disiplin ilmu baik sosiologi, filsafat, sejarah, agama, psikologi,
antropologi, politik dan lain-lain. Ketika kita berbicara Tumbuhan Agraria
(tumbuhan pertanahan) ini tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah, filsafat.
Ketika kita berbicara tumbuhan tentang Pemilihan Umum, pendekatan politik
sangat kental. Dalam perkembangan tumbuhan Pemerintahan di Daerah
pendekatan politik sangat mempengaruhi demikian juga ketika kita berbicara
tumbuhan Perbankan dan sebagainya.
Pendekatan tumbuhan melalui multy disiplin tersebut telah melahirkan
berbagai disiplin tumbuhan di samping Philosophy of law dan science of law,
juga seperti teori tumbuhan ( legal theory/theory of law), sejarah tumbuhan
(history of law), sosiologie of law, Anthropology of law, Comparative of law ,
phychology of law dan sekarang Politic of law.
Menurut Padmo Wahjono, Pengertian politik tumbuhan adalah kebijakan
penyelenggara negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk
maupun isi daripada tumbuhan yang akan dibentuk dan tentang apa yang
dijadikan kriteria untuk mengtumbuhankan sesuatu. Dengan demikian,
Pengertian Politik Tumbuhan menurut Padmo Wahjono berkaitan dengan
tumbuhan yang berlaku di masa yang akan datang (ius constituendum).1
Tumbuhan merupakan entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan
kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase.
Tumbuhan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan
(politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya).
1
Padmo Wahjono, Indonesia Berdasarkan Atas Tumbuhan, (Jakarta: Gahlia Indonesia, 1986), Hal.
160.
1
Jika tumbuhan hanya dipelajari sebagai pasal-pasal dan dilepas dari kajian
norma dan segi yang mempengaruhinya dapat menyebabkan kita frustasi dan
kecewa berkepanjangan. Ketika kekuasaan mempengaruhi keputusan tumbuhan
(hakim), ketika DPR (parlemen) mengotak-atik pasal-pasal RUU menurut
kepentingan partai mereka (bukan untuk rakyat) ketika itu tumbuhan sudah
menghambakan dirinya untuk politik. Maka dalam makalah ini akan dijelaskan
beberapa pembahasan tentang Politik Tumbuhan Nasional yang terdapat di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Politik Tumbuhan Nasional?
2. Apa saja yang menjadi Sendi-Sendi Tumbuhan Nasional?
3. Bagaimana kebijakan Pembangunan Tumbuhan Nasional?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Politik Tumbuhan Nasional.
2. Mengetahui Sendi-Sendi Tumbuhan Nasional.
3. Mengetahui kebijakan Pembangunan Tumbuhan Nasional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik Tumbuhan Nasional
Setiap masyarakat yang terartur memiliki tujuan yang perlu untuk dicapai,
dan politik merupakan bidang dalam masyarakat yang berhubungan dengan
tujuan masyarakat tersebut. Struktur politik menaruh perhatian pada
pengorganisasian kegiatan kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan yang secara
kolektif menonjol. Memiliki tujuan, didahului oleh proses pemilihan tujuan
diantara berbagai tujuan yang mungkin. Dengan demikian, dalam politik juga
merupakan aktifitas yang memilih suatu tujuan sosial tertentu.
Dalam tumbuhan, kita juga akan dihadapkan pada persoalan yang serupa,
yaitu dengan keharusan untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan
maupun cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Pada saat
dibicarakan tumbuhan sebagai fenomena sosial, persoalan-persoalan tersebut
juga sedikit anyak telah disinggung. Tumbuhan bukanlah suatu lembaga yang
sama sekali otonom, melainkan pada kedudukan yang kait-mengait dengan
sektor-sektor lain dalam kehidupan masyarakat. Salah satu segi dari keadaan
yang demikian itu adalah bahwa tumbuhan harus senantiasa melakukan
penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya.
Dengan demikian, tumbuhan mempunyai dinamika. Politik tumbuhan merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika yang demikian itu,
karena ia diarahkan kepada iore constituendo, tumbuhan yang harus berlaku.2
Istilah politik tumbuhan merupakan suatu kombinasi antara istilah politik
dan tumbuhan. Dimana dari kedua istilah tersebut memiliki kajian tersendiri di
dalam rumpun pengembangan disiplin termasuk dalam kajian ilmu politik atau
termasuk kajian ilmu tumbuhan. Para ahli tumbuhan sepakat bahwa kajian yang
dikembangkan dalam disiplin ilmu tumbuhan merupakan bagian dari disiplin
2
Satjipto Rahardjo, Ilmu Tumbuhan Cetakan Ke-7, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2012), Hal.
297-398
3
ilmu tumbuhan khususnya tumbuhan tata negara. Hal itu sebagaimana yang telah
diungkapkan oleh Sri Soemantri M, yang mengatakan bahwa politik tumbuhan
sebagai bagian dari kajian tumbuhan tata negara.
Secara konseptual, kinerja disiplin politik tumbuhan tidak berhenti pada
tataran teoritis saja, tetapi sesuai dengan sifatnya yang praktis fungsional, disiplin
tumbuhan ini dimanfaatkan untuk membentuk peraturan perundang-undangan
yang notabene menjadi wewenang dari segi khusus disiplin ilmu tumbuhan yang
dibentuknya. Bentuk khusus dalam kajian itu adalah tumbuhan tata negara. Ada
beberapa pandangan yang telah diungkapkan oleh para ahli tumbuhan berkenaan
dengan pengertian politik tumbuhan diantaranya, menurut Padmo Wahdjono
mendefinisikan politik tumbuhan adalah sebagai kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk, maupun isi dari tumbuhan yang akan dibentuk.3
3
Prof Dr. H. Faried Ali S.H., Tumbuhan Tata pemerintahan, (Yogyakarta: Academika, 2003), Hal.
73.
4
4. Proses pembentukan tumbuhan,
5. Tujuan politik tumbuhan nasional.4
4
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Tumbuhan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2015), Hal. 58.
5
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Tumbuhan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2015), Hal. 59.
5
Bahwa yang berdaulat di negara demokrasi adalah rakyat. Ini menjadi gagasan
pokok dari demokrasi yang tercermin pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang
berbunyi “ kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut ketentuan
UUD”.
b. Negara berdasarkan atas tumbuhan
Negara demokrasi juga negara tumbuhan. Negara tumbuhan Indonesia
menganut tumbuhan dalam arti meterial (luas) untuk mencapai tujuan
nasional. Ini tercermin pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “
Negara Indonesia adalah Negara Tumbuhan “ .
c. Berbentuk Republik
Negara dibentuk untuk memperjuangkan realisasi kepentingan umum
(Republik). Negara Indonesia berbentuk republik yang memperjuangkan
kepentingan umum. Hal ini tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
d. Pemerintah berdasarkan konstitusi
Penyelengaraan pemerintahan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan dan berlandaskan konstitusi atau UUD yang demokratis. Ini
tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
e. Pemerintahan yang bertanggungjawab
Pemerintah selaku penyelenggara negara bertanggungjawab atas segala
tindakannya. Berdasarkan demokrasi pancasila, pemerintah
kebawah/bertanggungjawab kepada rakyat dan keatas bertanggung jawab
kepada tuhan yang maha Esa.
f. Sistem Perwakilan
Pada dasarnya, pemerintah menjalankan amanat rakyat untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
g. Sistem Pemerintahan Presidensial
Presiden adalah penyelenggara negara tertinggi. Presiden adalah kepala
negara sekaligus keoala pemerintahan.
6
C. Kebijakan Pembangunan Tumbuhan Nasional
6
Dr. Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Tumbuhan Di Indonesia, (Yogyakarta: Gama
Media,1999), Hal. 4.
7
Achmad Ali, Menguak Tabir Tumbuhan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung
Agung, 2002), Hal. 56.
8
Achmad Ali, Menguak Tabir Tumbuhan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung
Agung, 2002), Hal. 58.
7
fenomena ketatanegaraan dan dan model perpolikan yang dianut, tetapi juga
harus dicermati pada pola-pola pilihan konsep pembangunan lainnya.
Diantaranya terdapat dua strategi pembangunan tumbuhan, diantaranya:
1. Strategi Pembangunan Tumbuhan yang ortodoks;
Strategi Pembangunan Tumbuhan yang ortodoks yaitu segala usaha yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang berkenaan
dengan bagaimana tumbuhan itu dibentuk, dikonseptualisasikan, diterapkan, dan
dilembagakan dalam suatu proses politik.
Strategi pembangunan tumbuhan ortodoks memiliki ciri-ciri adanya peran
yang sangat dominan dari lembaga-lembaga negara (pemerintah dan parlemen)
dalam menentukan arah pembangunan tumbuhan dalam suatu negara. Dengan
demikian, maka baik tradisi tumbuhan yang kontinental (civil law), maupun
tradisi tumbuhan yang sosialis (socialist law) dapat dikatakan sebagai penganut
strategi pembangunan tumbuhan yang ortodoks. Karena dalam tradisi tumbuhan
tersebut peran lembaga-lembaga negara sangat dominan dan monopolis dalam
menentukan arah pembangunan tumbuhan.
2. Strategi Pembangunan Tumbuhan yang responsive;
Strategi Pembangunan Tumbuhan yang responsive yaitu usaha
pembangunan tumbuhan yang peran besarnya dilakukan oleh lembaga peradilan
dan partisipasi luas oleh kelompok-kelompok sosial dan individu-individu dalam
masyarakat. Dalam strategi pembangunan ini berarti bahwa peranan lembaga-
lembaga negara (pemerintah dan parlement) dalam menentukan arah
pembangunan tumbuhan menjadi lebih relatif karena adanya tekanan yang
ditimbulkan oleh partisipasi yang luas dari masyarakat dan kedudukan yang
relatif bebas memungkinkan lembaga peradilan menjadi lebih kreatif. Keadaan
demikian memungkinkan menghasilkan produk politik yang lebih bersifat
responsive terhadap tuntutan-tuntutan dari berbagai kelompok sosial masyarakat.
Dengan demikian, maka tradisi tumbuhan adat (common law) dapat dikatakan
menganut strategi pembangunan tumbuhan responsive.
8
Dari pembagian model strategi pembangunan tumbuhan nasional tersebut,
menurut M. Solly Lubis menegaskan terhadap landasan sosial dan landasan
konstitusional bagi strategi pembangunan tumbuhan nasional ialah Pancasila dan
UUD 1945 yang sudah diamandemen oleh MPR. Dengan demikian, yang
menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu strategi bagi manajemen
pembangunan tumbuhan nasional, ialah sejauh mana kebijakan politik tumbuhan
(legal policy) yang akan dikembangkan tetap konsisten dengan value system
yang terdapat dalam pancasilan dan UUD 1945, serta sejauh mana tujuan-tujuan
nasional dalam pembukaan UUD 1945 dapat direalisasikan melalui penerapan
tumbuhan yang akan datang sebagai model strategi pembangunan tumbuhan
yang dipilihnya.
Setelah adanya amandemen UUD 1945 yang didalamnya memberikan
konstruksi baru pada sistem ketatanegaraan indonesia, dan hal tersebut
berimplikasi pada penyusunan program pembangunan tumbuhan, dan
pembangunan pada umumnya, yang selama ini ditetapkan dalam GBHN (Garis-
garis Besar Haluan Negara) oleh MPR.9 GBHN adalah haluan negara tentang
penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak
rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk
jangka waktu 5 tahun. Dengan adanya Amandemen UUD 1945 dimana terjadi
perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya,
UU no. 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia
seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Skala waktu RPJP adalah 20 tahun,
yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi,
misi dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada
9
Mokhammad Najih, Pengantar Tumbuhan Indonesia Cetakan Ke-.3, (Malang: Setara Press, 2013),
Hal. 83-85.
9
RPJP. Di tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM
Daerah, dengan merujuk kepada RPJP Nasional.10
Dalam ketentuan yang baru berdasarkan amandemen UUD 1945, MPR
masih berwenang mengubah dan menetapkan UUD 1945, namun ia tidak
berwenang dalam menetapkan GBHN serta memilih dan menetapkan presiden
dan wakil presiden, karena pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan
secara langsung oleh rakyat.
Berdasarkan perubahan UUD 1945, maka implikasi bagi pembangunan
nasional tertuang dalam UU. No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Propenas) yang dihasilkan oleh DPR bersama
pemerintah tentang perumusan garis besar rencana pembangunan nasional,
diantaranya adalah:11
a. Rencana untuk jangka waktu 20 tahun, atau jangka waktu panjang.
b. Rencana pembangunan 5 tahun, atau jangka menengah.
c. Rencana pembangunan tahunan.
Menyikapi atas rencana pembangunan nasional, khususnya dalam bidang
tumbuhan, minimal ada tiga permasalahan yang perlu dirumuskan sebagai hasil
penelitian Komisi Tumbuhan Nasional (KHN) tentang “Implikasi Amandemen
Konstitusi terhadap Perencanaan Pembangunan Tumbuhan”, yaitu:
1. Pihak atau lembaga manakah yang memberikan konstribusi bagi perencanaan
pembangunan tumbuhan nasional pasca amandemen UUD 1945 (Presiden
terpilih dan partai pendukungnya atau birokrasi pemerintahan yang selama ini
mendominasi program pembangunan tumbuhan).
2. Jika terdapat banyak pihak yang berkonstribusi, apakah dilakukan antar
rencana program pembangunan tumbuhan tersebut?, paradigma atau grand
design apakah yang menghubungkan antar rencana tersebut, sehingga
terbangun suatu rancangan pembangunan tumbuhan yang koheran?
10
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, (Malang:
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1989), Hal. 157.
11
Ibid.
10
3. Apakah paradigma tersebut mengakomodasi perkembangan tuntutan
reformasi ataukah masih digunakan paradigma lama?
11
Kemudian jika kita kaitkan dengan struktur lembaga-lembaga negara
yang akan melaksanakan dan merumuskan tentang kebijakan politik tumbuhan
didalam sistem ketatanegaraan Indonesia melalui rekonstruksi lembaga-lembaga
negara yang menjalankan kekuasaan eksekuttif, legislatif, dan yudikatif adalah di
maksudkan untuk menciptakan lembaga-lembaga negara yang demokratis, kuat,
dan mandiri dalam mekanisme check and balances.
12
UU No.15 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan UU No. 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial.12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Politik tumbuhan nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara
dalam bidang tumbuhan yang akan, sedang, telah berlaku, yang bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-
citakan. Adapun kata nasional sendiri diartikan sebagai wilayah berlakunya
politik tumbuhan itu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah wilayah yang tercakup
dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, yang dimaksud
dengan politik tumbuhan nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara
(Republik Indonesia) dalam bidang tumbuhan akan, sedang dan berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik Indonesia) yang dicita-
citakan.
Sendi-sendi tumbuhan menjadi kebijakan politik yang membentuk sistem
hokum, yang didalamnya terdiri atas komponen-komponen yang saling bekerja
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu pola dengan ciri tersendiri. Diantara
yang menjadi sendi-sendi tumbuhan tersebut adalah:
a. Ide kedaulatan rakyat
b. Negara berdasarkan atas hokum
c. Berbentuk Republik
d. Pemerintah berdasarkan konstitusi
e. Pemerintahan yang bertanggung jawab
f. Sistem Perwakilan
g. Sistem Pemerintahan Presidensial
12
Ibid.
13
Dalam menentukan kebijakan pembangunan tumbuhan, diantaranya
terdapat dua strategi pembangunan tumbuhan yaitu:
1. Strategi Pembangunan Tumbuhan yang ortodoks yaitu segala usaha
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat
yang berkenaan dengan bagaimana tumbuhan itu dibentuk,
dikonseptualisasikan, diterapkan, dan dilembagakan dalam suatu
proses politik. Dalam hal ini, peran lembaga-lembaga negara dalam
menentukan arah pembangunan tumbuhan suatu negara sangat
dominan.
2. Strategi Pembangunan Tumbuhan yang responsive yaitu usaha
pembangunan tumbuhan yang peran besarnya dilakukan oleh lembaga
peradilan dan partisipasi luas oleh kelompok-kelompok sosial dan
individu-individu dalam masyarakat.
Dari pembagian model strategi pembangunan tumbuhan nasional tersebut,
menurut M. Solly Lubis menegaskan terhadap landasan sosial dan landasan
konstitusional bagi strategi pembangunan tumbuhan nasional ialah Pancasila dan
UUD 1945 yang sudah diamandemen oleh MPR. Dengan demikian, yang
menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu strategi bagi manajemen
pembangunan tumbuhan nasional, ialah sejauh mana kebijakan politik tumbuhan
(legal policy) yang akan dikembangkan tetap konsisten dengan value system
yang terdapat dalam pancasilan dan UUD 1945, serta sejauh mana tujuan-tujuan
nasional dalam pembukaan UUD 1945 dapat direalisasikan melalui penerapan
tumbuhan yang akan datang sebagai model strategi pembangunan tumbuhan
yang dipilihnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, Menguak Tabir Tumbuhan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,
(Jakarta: Gunung Agung, 2002)
Dr. Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Tumbuhan Di Indonesia, (Yogyakarta:
Gama Media, 1999)
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Tumbuhan, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2015)
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi,
(Malang: Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1989)
Mokhammad Najih, Pengantar Tumbuhan Indonesia Cetakan Ke-.3, (Malang:
Setara Press, 2013)
Padmo Wahjono, Indonesia Berdasarkan Atas Tumbuhan, (Jakarta: Gahlia Indonesia,
1986)
Prof Dr. H. Faried Ali S.H., Tumbuhan Tata pemerintahan, (Yogyakarta:
Academika, 2003)
Satjipto Rahardjo, Ilmu Tumbuhan Cetakan Ke-7, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,
2012)
Kumpulan Jurnal, http://kumpulan-jurn.blogspot.com/2017/01/makalah-politik-
tumbuhan-nasional.html
15
16