Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan kendaraan sangat kompleks, karena itu pendekatannya bisa
dari multy disiplin ilmu baik sosiologi, filsafat, sejarah, agama, psikologi,
antropologi, politik dan lain-lain. Ketika kita berbicara Kendaraan Agraria
(kendaraan pertanahan) ini tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah, filsafat.
Ketika kita berbicara kendaraan tentang Pemilihan Umum, pendekatan politik
sangat kental. Dalam perkembangan kendaraan Pemerintahan di Daerah
pendekatan politik sangat mempengaruhi demikian juga ketika kita berbicara
kendaraan Perbankan dan sebagainya.
Pendekatan kendaraan melalui multy disiplin tersebut telah melahirkan
berbagai disiplin kendaraan di samping Philosophy of law dan science of law,
juga seperti teori kendaraan ( legal theory/theory of law), sejarah kendaraan
(history of law), sosiologie of law, Anthropology of law, Comparative of law ,
phychology of law dan sekarang Politic of law.
Menurut Padmo Wahjono, Pengertian politik kendaraan adalah kebijakan
penyelenggara negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk
maupun isi daripada kendaraan yang akan dibentuk dan tentang apa yang
dijadikan kriteria untuk mengkendaraankan sesuatu. Dengan demikian,
Pengertian Politik Kendaraan menurut Padmo Wahjono berkaitan dengan
kendaraan yang berlaku di masa yang akan datang (ius constituendum).1
Kendaraan merupakan entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan
kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase.
Kendaraan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan
(politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya).

1
Padmo Wahjono, Indonesia Berdasarkan Atas Kendaraan, (Jakarta: Gahlia Indonesia, 1986), Hal.
160.

1
Jika kendaraan hanya dipelajari sebagai pasal-pasal dan dilepas dari
kajian norma dan segi yang mempengaruhinya dapat menyebabkan kita frustasi
dan kecewa berkepanjangan. Ketika kekuasaan mempengaruhi keputusan
kendaraan (hakim), ketika DPR (parlemen) mengotak-atik pasal-pasal RUU
menurut kepentingan partai mereka (bukan untuk rakyat) ketika itu kendaraan
sudah menghambakan dirinya untuk politik. Maka dalam makalah ini akan
dijelaskan beberapa pembahasan tentang Politik Kendaraan Nasional yang
terdapat di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Politik Kendaraan Nasional?
2. Apa saja yang menjadi Sendi-Sendi Kendaraan Nasional?
3. Bagaimana kebijakan Pembangunan Kendaraan Nasional?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Politik Kendaraan Nasional.
2. Mengetahui Sendi-Sendi Kendaraan Nasional.
3. Mengetahui kebijakan Pembangunan Kendaraan Nasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik Kendaraan Nasional
Setiap masyarakat yang terartur memiliki tujuan yang perlu untuk dicapai,
dan politik merupakan bidang dalam masyarakat yang berhubungan dengan
tujuan masyarakat tersebut. Struktur politik menaruh perhatian pada
pengorganisasian kegiatan kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan yang secara
kolektif menonjol. Memiliki tujuan, didahului oleh proses pemilihan tujuan
diantara berbagai tujuan yang mungkin. Dengan demikian, dalam politik juga
merupakan aktifitas yang memilih suatu tujuan sosial tertentu.
Dalam kendaraan, kita juga akan dihadapkan pada persoalan yang serupa,
yaitu dengan keharusan untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan
maupun cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Pada saat
dibicarakan kendaraan sebagai fenomena sosial, persoalan-persoalan tersebut
juga sedikit anyak telah disinggung. Kendaraan bukanlah suatu lembaga yang
sama sekali otonom, melainkan pada kedudukan yang kait-mengait dengan
sektor-sektor lain dalam kehidupan masyarakat. Salah satu segi dari keadaan
yang demikian itu adalah bahwa kendaraan harus senantiasa melakukan
penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya.
Dengan demikian, kendaraan mempunyai dinamika. Politik kendaraan
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika yang
demikian itu, karena ia diarahkan kepada iore constituendo, kendaraan yang
harus berlaku.2
Istilah politik kendaraan merupakan suatu kombinasi antara istilah politik
dan kendaraan. Dimana dari kedua istilah tersebut memiliki kajian tersendiri di
dalam rumpun pengembangan disiplin termasuk dalam kajian ilmu politik atau
termasuk kajian ilmu kendaraan. Para ahli kendaraan sepakat bahwa kajian yang

2
Satjipto Rahardjo, Ilmu Kendaraan Cetakan Ke-7, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2012), Hal.
297-398

3
dikembangkan dalam disiplin ilmu kendaraan merupakan bagian dari disiplin
ilmu kendaraan khususnya kendaraan tata negara. Hal itu sebagaimana yang telah
diungkapkan oleh Sri Soemantri M, yang mengatakan bahwa politik kendaraan
sebagai bagian dari kajian kendaraan tata negara.
Secara konseptual, kinerja disiplin politik kendaraan tidak berhenti pada
tataran teoritis saja, tetapi sesuai dengan sifatnya yang praktis fungsional, disiplin
kendaraan ini dimanfaatkan untuk membentuk peraturan perundang-undangan
yang notabene menjadi wewenang dari segi khusus disiplin ilmu kendaraan yang
dibentuknya. Bentuk khusus dalam kajian itu adalah kendaraan tata negara. Ada
beberapa pandangan yang telah diungkapkan oleh para ahli kendaraan berkenaan
dengan pengertian politik kendaraan diantaranya, menurut Padmo Wahdjono
mendefinisikan politik kendaraan adalah sebagai kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk, maupun isi dari kendaraan yang akan dibentuk.3

Politik Kendaraan diartikan sebagai “kebijakan dasar penyelenggara


negara dalam bidang kendaraan yang akan, sedang, telah berlaku, yang bersumber
dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang
dicita-citakan.”

Adapun kata nasional sendiri diartikan sebagai wilayah berlakunya politik


kendaraan itu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah wilayah yang tercakup dalam
kekuasaan Negara Republik Indonesia. Dari pengertian tersebut, yang dimaksud
dengan politik kendaraan nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara
(Republik Indonesia) dalam bidang kendaraan akan, sedang dan berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik Indonesia) yang dicita-
citakan. Dari pengertian tersebut ada lima agenda yang ditekankan dalam politik
kendaraan nasional, yaitu:

1. Masalah kebijakan dasar yang meliputi konsep dan letak,


2. Penyelenggara negara pembentuk kebijakan dasar terssebut,

3
Prof Dr. H. Faried Ali S.H., Kendaraan Tata pemerintahan, (Yogyakarta: Academika, 2003), Hal.
73.

4
3. Materi kendaraan yang meliputi kendaraan akan, sedang dan telah berlaku,
4. Proses pembentukan kendaraan,
5. Tujuan politik kendaraan nasional.4

Bila merujuk pada kalimat terkhir pengertian politik kendaraan nasional di


atas, jelas bahwa politik kendaraan nasional dibentuk dalam rangka mewujudkan
tujuan cita-cita ideal Negara Republik Indonesia. Tujuan itu meliputi dua aspek
yang saling berkaitan, yaitu:
1. Sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan suatu sistem kendaraan nasional yang
dikehendaki
2. Dengan sistem kendaraan nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa
Indonesia yang lebih besar.5

B. Sendi-Sendi Kendaraan Nasional


Apa yang sudah dijelaskan diatas, berkenaan dengan pengertian politik
kendaraan di Indonesia menjadi modal dasar untuk lebih lanjut memahami
tentang materi sendi-sendi kendaraan yang sudah menjadi kebijakan politik yang
membentuk sistem kendaraan. Dimana sistem kendaraan yang dimaksud satu
kesatuan komponen-komponen yang menjadi sendi-sendi didalam kendaraan,
yang masing-masing komponen tersebut saling berhubungan satu sama lain
dengan begitu kendaraan merupakan sebagai sebuah sistem, yang berarti
didalamnya terdiri atas komponen-komponen yang saling bekerja sedemikian
rupa sehingga membentuk suatu pola dengan ciri tersendiri. Komponen-
komponen yang dimaksud didalam sistem kendaraan yang dikatakan sebagai
sendi-sendi kendaraan nasional. Yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Adapun sendi-sendi kendaraan nasional Indonesia, yakni:
a. Ide kedaulatan rakyat
4
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Kendaraan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2015), Hal. 58.
5
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Kendaraan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2015), Hal. 59.

5
Bahwa yang berdaulat di negara demokrasi adalah rakyat. Ini menjadi gagasan
pokok dari demokrasi yang tercermin pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang
berbunyi “ kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut ketentuan
UUD”.
b. Negara berdasarkan atas kendaraan
Negara demokrasi juga negara kendaraan. Negara kendaraan Indonesia
menganut kendaraan dalam arti meterial (luas) untuk mencapai tujuan
nasional. Ini tercermin pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “
Negara Indonesia adalah Negara Kendaraan “ .
c. Berbentuk Republik
Negara dibentuk untuk memperjuangkan realisasi kepentingan umum
(Republik). Negara Indonesia berbentuk republik yang memperjuangkan
kepentingan umum. Hal ini tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
d. Pemerintah berdasarkan konstitusi
Penyelengaraan pemerintahan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan dan berlandaskan konstitusi atau UUD yang demokratis. Ini
tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
e. Pemerintahan yang bertanggungjawab
Pemerintah selaku penyelenggara negara bertanggungjawab atas segala
tindakannya. Berdasarkan demokrasi pancasila, pemerintah
kebawah/bertanggungjawab kepada rakyat dan keatas bertanggung jawab
kepada tuhan yang maha Esa.
f. Sistem Perwakilan
Pada dasarnya, pemerintah menjalankan amanat rakyat untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
g. Sistem Pemerintahan Presidensial
Presiden adalah penyelenggara negara tertinggi. Presiden adalah kepala
negara sekaligus keoala pemerintahan.

6
C. Kebijakan Pembangunan Kendaraan Nasional

Kendaraan merupakan produk politik sehingga karakter setiap produk


kendaraan akan sangat ditentukan atau di warnai oleh imbangan kekuatan atau
konfigurasi politik yang melahakirkannya.6

Menurut John Austin, seperti dikutip oleh Lili Rasyidi mengemukakan


bahwa Law is a command of the lawgiver (kendaraan adalah perintah dari
penguasa), dalam arti perintah dari mereka yang memiliki kekuasaan tertinggi
atau yang memegang kedaulatan. Perdebatan mengenai hubungan kendaraan dan
politik memiliki akar sejarah panjang dalam ilmu kendaraan. Bagi kalangan
penganut aliran positivisme kendaraan seperti John Austin, kendaraan adalah
tidak lain dari produk politik atau kekuasaan.7
Dengan demikian kita dapat mengatakan negara adalah ekspresi atau
merupakan forum kekuatan-kekuatan politik yang ada di dalam masyarakat, maka
kendaraan adalah hasil sebagian pembentukan keputusan yang di ambil dengan
cara yang tidak langsung oleh penguasa. Penguasa mempunyai tugas untuk
mengatur dengan cara-cara umum untuk mengatasi problema-problema
kemasyarakatan yang serba luas dan rumit. Pengaturan ini merupakan obyek
proses pengambilan keputusan politik yang dituangkan ke dalam aturan-aturan
yang secara formal di undangkan. sehingga dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kendaraan adalah hasil resmi pembentukan keputusan politik penguasa.8
Dalam kebijakan pembangunan kendaraan Nasiaonal, perlu kiranya
terlebih dahulu memperoleh pemahaman menyeluruh tentang politik
pembangunan kendaraan nasioanal, sebelumnya perlu dibahas pula tentang
strategi pembangunan kendaraan, sehingga apa yang menjadi realitas atas
pembangunan kendaraan (politik kendaraan) nasional tidak hanya dilihat sebagai

6
Dr. Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Kendaraan Di Indonesia, (Yogyakarta: Gama
Media,1999), Hal. 4.
7
Achmad Ali, Menguak Tabir Kendaraan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung
Agung, 2002), Hal. 56.
8
Achmad Ali, Menguak Tabir Kendaraan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung
Agung, 2002), Hal. 58.

7
fenomena ketatanegaraan dan dan model perpolikan yang dianut, tetapi juga
harus dicermati pada pola-pola pilihan konsep pembangunan lainnya.
Diantaranya terdapat dua strategi pembangunan kendaraan, diantaranya:
1. Strategi Pembangunan Kendaraan yang ortodoks;
Strategi Pembangunan Kendaraan yang ortodoks yaitu segala usaha yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang berkenaan
dengan bagaimana kendaraan itu dibentuk, dikonseptualisasikan, diterapkan, dan
dilembagakan dalam suatu proses politik.
Strategi pembangunan kendaraan ortodoks memiliki ciri-ciri adanya
peran yang sangat dominan dari lembaga-lembaga negara (pemerintah dan
parlemen) dalam menentukan arah pembangunan kendaraan dalam suatu negara.
Dengan demikian, maka baik tradisi kendaraan yang kontinental (civil law),
maupun tradisi kendaraan yang sosialis (socialist law) dapat dikatakan sebagai
penganut strategi pembangunan kendaraan yang ortodoks. Karena dalam tradisi
kendaraan tersebut peran lembaga-lembaga negara sangat dominan dan
monopolis dalam menentukan arah pembangunan kendaraan.
2. Strategi Pembangunan Kendaraan yang responsive;
Strategi Pembangunan Kendaraan yang responsive yaitu usaha
pembangunan kendaraan yang peran besarnya dilakukan oleh lembaga peradilan
dan partisipasi luas oleh kelompok-kelompok sosial dan individu-individu dalam
masyarakat. Dalam strategi pembangunan ini berarti bahwa peranan lembaga-
lembaga negara (pemerintah dan parlement) dalam menentukan arah
pembangunan kendaraan menjadi lebih relatif karena adanya tekanan yang
ditimbulkan oleh partisipasi yang luas dari masyarakat dan kedudukan yang
relatif bebas memungkinkan lembaga peradilan menjadi lebih kreatif. Keadaan
demikian memungkinkan menghasilkan produk politik yang lebih bersifat
responsive terhadap tuntutan-tuntutan dari berbagai kelompok sosial masyarakat.
Dengan demikian, maka tradisi kendaraan adat (common law) dapat dikatakan
menganut strategi pembangunan kendaraan responsive.

8
Dari pembagian model strategi pembangunan kendaraan nasional
tersebut, menurut M. Solly Lubis menegaskan terhadap landasan sosial dan
landasan konstitusional bagi strategi pembangunan kendaraan nasional ialah
Pancasila dan UUD 1945 yang sudah diamandemen oleh MPR. Dengan
demikian, yang menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu strategi
bagi manajemen pembangunan kendaraan nasional, ialah sejauh mana kebijakan
politik kendaraan (legal policy) yang akan dikembangkan tetap konsisten dengan
value system yang terdapat dalam pancasilan dan UUD 1945, serta sejauh mana
tujuan-tujuan nasional dalam pembukaan UUD 1945 dapat direalisasikan melalui
penerapan kendaraan yang akan datang sebagai model strategi pembangunan
kendaraan yang dipilihnya.
Setelah adanya amandemen UUD 1945 yang didalamnya memberikan
konstruksi baru pada sistem ketatanegaraan indonesia, dan hal tersebut
berimplikasi pada penyusunan program pembangunan kendaraan, dan
pembangunan pada umumnya, yang selama ini ditetapkan dalam GBHN (Garis-
garis Besar Haluan Negara) oleh MPR.9 GBHN adalah haluan negara tentang
penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak
rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk
jangka waktu 5 tahun. Dengan adanya Amandemen UUD 1945 dimana terjadi
perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya,
UU no. 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia
seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Skala waktu RPJP adalah 20 tahun,
yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi,
misi dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada

9
Mokhammad Najih, Pengantar Kendaraan Indonesia Cetakan Ke-.3, (Malang: Setara Press, 2013),
Hal. 83-85.

9
RPJP. Di tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM
Daerah, dengan merujuk kepada RPJP Nasional.10
Dalam ketentuan yang baru berdasarkan amandemen UUD 1945, MPR
masih berwenang mengubah dan menetapkan UUD 1945, namun ia tidak
berwenang dalam menetapkan GBHN serta memilih dan menetapkan presiden
dan wakil presiden, karena pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan
secara langsung oleh rakyat.
Berdasarkan perubahan UUD 1945, maka implikasi bagi pembangunan
nasional tertuang dalam UU. No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Propenas) yang dihasilkan oleh DPR bersama
pemerintah tentang perumusan garis besar rencana pembangunan nasional,
diantaranya adalah:11
a. Rencana untuk jangka waktu 20 tahun, atau jangka waktu panjang.
b. Rencana pembangunan 5 tahun, atau jangka menengah.
c. Rencana pembangunan tahunan.
Menyikapi atas rencana pembangunan nasional, khususnya dalam bidang
kendaraan, minimal ada tiga permasalahan yang perlu dirumuskan sebagai hasil
penelitian Komisi Kendaraan Nasional (KHN) tentang “Implikasi Amandemen
Konstitusi terhadap Perencanaan Pembangunan Kendaraan”, yaitu:
1. Pihak atau lembaga manakah yang memberikan konstribusi bagi perencanaan
pembangunan kendaraan nasional pasca amandemen UUD 1945 (Presiden
terpilih dan partai pendukungnya atau birokrasi pemerintahan yang selama ini
mendominasi program pembangunan kendaraan).
2. Jika terdapat banyak pihak yang berkonstribusi, apakah dilakukan antar
rencana program pembangunan kendaraan tersebut?, paradigma atau grand
design apakah yang menghubungkan antar rencana tersebut, sehingga
terbangun suatu rancangan pembangunan kendaraan yang koheran?

10
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, (Malang:
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1989), Hal. 157.
11
Ibid.

10
3. Apakah paradigma tersebut mengakomodasi perkembangan tuntutan
reformasi ataukah masih digunakan paradigma lama?

Tidak dalam konteks pembahasan untuk menyajikan ketiga permasalahan


sebagaimana hasil penelitian KHN menyangkut implikasi dari hasil amandemen
UUD 1945 terhadap rencana pembangunan kendaraan pada khususnya dan pada
umumnya pembangunan sosial, politik, ekonomi, dan lainnya. Hanya saja perlu
diungkapkan disini sebagai kebijakan politik kendaraan negara dalam
pembangunan kendaraan nasional ialah untuk memaparkan ruang lingkup
pembangunan kendaraan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) yang ada pada ketentuan UU. No.25 tahun 2004.
RPJM dapat ditarik kedalam suatu program-program umum kebijakan kendaraan
sebagai berikut:

a. Perencanaan dan pembentukan kendaraan,


b. Penelitian dan pengembangan kendaraan nasional,
c. Pembinaaan peradilan,
d. Penerapan dan penegakan kendaraan,
e. Pelayanan dan bantuan kendaraan,
f. Penyuluhan kendaraan,
g. Pendidikan dan pelatihan kendaraan,
h. Pengawasan kendaraan,
i. Pembinaan dan pemenuhan sarana dan prasarana kendaraan.

Diantara sembilan poin dari program tersebut terdapat hubungan


interdependent dan integral satu sama lainnya. Sehingga dalam pelaksanaan
kebijakan kendaraan satu dengan yang lainnya tidak dapat dilihat secara parsial
dan sektoral, melainkan harus dilihat secara komprehensif, karena semuanya
tersistem sebagai suatu paket pembangunan nasional, khususnya dalam bidang
kendaraan, bahkan dalam beberapa hal tidak terlalu tajam batas lahan
kegiatannya.

11
Kemudian jika kita kaitkan dengan struktur lembaga-lembaga negara
yang akan melaksanakan dan merumuskan tentang kebijakan politik kendaraan
didalam sistem ketatanegaraan Indonesia melalui rekonstruksi lembaga-lembaga
negara yang menjalankan kekuasaan eksekuttif, legislatif, dan yudikatif adalah di
maksudkan untuk menciptakan lembaga-lembaga negara yang demokratis, kuat,
dan mandiri dalam mekanisme check and balances.

Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 pasca amandemen pada sisi


kekuasaan eksekutif, UUD 1945 memperkuat karakter sistem pemerintahan
presidensial dengan menetapkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat. Dalam kaitannya dengan pembangunan kendaraan
nasional, presiden mempunyai kekuasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat
(1) UUD 1945 mengenai kewenangan mengajukan RUU, Pasal 20 mengenai
kewenangan membahas RUU, Pasal 20 mengenai kewenanangan membahas
RUU, Pasal 22 mengenai kewenangan mengeluarkan PERPU.

Pada posisi kekuasaan legislatif, penguatan kelembagaan ditandai dengan


penegasan dan reposisi lembaga DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk
UU sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1). Penguatan peran DPR dalam
pembangunan kendaraan dipertegas dalam UU.No 10 Tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan (UU PPP). Dimana UU ini
memberikan peranan yang dominan kepada DPR, yaitu mengkoordinasikan
penyusunan Program Legalisasi Nasional (Prolegnas).

Sedangkan pada posisi kekuasaan yudikatif, UUD 1945 menetapkan dua


lembaga pemengang kekuasaan yudikatif yaitu MA dan MK, serta yang terkait
dengan pelaksanaan kekuasaan yudikatif ialah Komisi Yudisial. Penguatan
lembaga yudikatif yang bebas dan mandiri diatur lebih rinci dalam UU yang
mengatur masing-masing lembaga negara tersebut yaitu: UU No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.5 Tahun 2004 tentang perubahan terhadap

12
UU No.15 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan UU No. 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial.12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Politik kendaraan nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara
dalam bidang kendaraan yang akan, sedang, telah berlaku, yang bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-
citakan. Adapun kata nasional sendiri diartikan sebagai wilayah berlakunya
politik kendaraan itu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah wilayah yang
tercakup dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, yang
dimaksud dengan politik kendaraan nasional adalah kebijakan dasar
penyelenggara (Republik Indonesia) dalam bidang kendaraan akan, sedang dan
berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik Indonesia) yang
dicita-citakan.
Sendi-sendi kendaraan menjadi kebijakan politik yang membentuk sistem
hokum, yang didalamnya terdiri atas komponen-komponen yang saling bekerja
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu pola dengan ciri tersendiri. Diantara
yang menjadi sendi-sendi kendaraan tersebut adalah:
a. Ide kedaulatan rakyat
b. Negara berdasarkan atas hokum
c. Berbentuk Republik
d. Pemerintah berdasarkan konstitusi
e. Pemerintahan yang bertanggung jawab
f. Sistem Perwakilan
g. Sistem Pemerintahan Presidensial

12
Ibid.

13
Dalam menentukan kebijakan pembangunan kendaraan, diantaranya
terdapat dua strategi pembangunan kendaraan yaitu:
1. Strategi Pembangunan Kendaraan yang ortodoks yaitu segala usaha
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat
yang berkenaan dengan bagaimana kendaraan itu dibentuk,
dikonseptualisasikan, diterapkan, dan dilembagakan dalam suatu
proses politik. Dalam hal ini, peran lembaga-lembaga negara dalam
menentukan arah pembangunan kendaraan suatu negara sangat
dominan.
2. Strategi Pembangunan Kendaraan yang responsive yaitu usaha
pembangunan kendaraan yang peran besarnya dilakukan oleh lembaga
peradilan dan partisipasi luas oleh kelompok-kelompok sosial dan
individu-individu dalam masyarakat.
Dari pembagian model strategi pembangunan kendaraan nasional
tersebut, menurut M. Solly Lubis menegaskan terhadap landasan sosial dan
landasan konstitusional bagi strategi pembangunan kendaraan nasional ialah
Pancasila dan UUD 1945 yang sudah diamandemen oleh MPR. Dengan
demikian, yang menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu strategi
bagi manajemen pembangunan kendaraan nasional, ialah sejauh mana kebijakan
politik kendaraan (legal policy) yang akan dikembangkan tetap konsisten dengan
value system yang terdapat dalam pancasilan dan UUD 1945, serta sejauh mana
tujuan-tujuan nasional dalam pembukaan UUD 1945 dapat direalisasikan melalui
penerapan kendaraan yang akan datang sebagai model strategi pembangunan
kendaraan yang dipilihnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, Menguak Tabir Kendaraan, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,
(Jakarta: Gunung Agung, 2002)

Dr. Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Kendaraan Di Indonesia,


(Yogyakarta: Gama Media, 1999)
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Kendaraan, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2015)
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi,
(Malang: Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1989)
Mokhammad Najih, Pengantar Kendaraan Indonesia Cetakan Ke-.3, (Malang:
Setara Press, 2013)
Padmo Wahjono, Indonesia Berdasarkan Atas Kendaraan, (Jakarta: Gahlia
Indonesia, 1986)
Prof Dr. H. Faried Ali S.H., Kendaraan Tata pemerintahan, (Yogyakarta:
Academika, 2003)
Satjipto Rahardjo, Ilmu Kendaraan Cetakan Ke-7, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,
2012)
Kumpulan Jurnal, http://kumpulan-jurn.blogspot.com/2017/01/makalah-politik-
kendaraan-nasional.html

Academia Edu, https://www.academia.edu/32282908/Politik Kendaraan

15
16

Anda mungkin juga menyukai