Anda di halaman 1dari 2

Jason Thamleonard

14319029
Rahmat yang Tersia-siakan
“Orang yang kenyang menginjak-injak madu, tetapi bagi orang yang lapar segala yang pahit dirasakan manis.”

Amsal 27:7

Manusia ditempatkan oleh Allah di atas semua ciptaan lain sebagai ciptaan yang
serupa denganNya. Anugerah Allah atas umat manusia di atas muka bumi ini adalah
sebagai penjaga dan perawat segala ciptaan. Karena ‘penugasan’ ini, manusia diberikan
rahmat akal budi dan hati nurani untuk bisa membedakan mana yang baik dan buruk,
benar dan salah. Rahmat akal ini seharusnya digunakan oleh manusia untuk merawat
bumi dan segala isinya. Namun, tak jarang akal yang dimiliki oleh umat manusia
disalahgunakan untuk mencapai keuntungan pribadi, dan akibatnya malah merugikan
alam dan seisinya, bahkan sesamanya manusia. Akal budi dan hati nurani mengajarkan
manusia belas kasih, namun secara tidak langsung juga mengajarkan manusia tentang
egoisme. Seiring perkembangan zaman, individualisme dan egoism semakin kental
eksistensinya dalam komunitas dan masyarakat. Kepedulian terhadap sesama semakin
minim. Salah satu bentuk nyata permasalahan ini yang saya lihat terjadi adalah perkara
food waste (membuang-buang makanan).
Bagi saya, permasalahan food waste ini adalah ironi yang amat besar. Sebelum
masuk ke food waste, kita bahas dulu tentang pangan. Pangan didefinisikan sebagai
bahan atau zat yang dikonsumsi oleh makhluk hidup; dalam kasus ini manusia, yang
berfungsi sebagai asupan energy dan nutrisi. Menumbuhkan bahan pangan butuh
proses. Sayuran harus ditanam dan dirawat, daging yang berasal dari ternak harus
dibesarkan. Semua ini memakan waktu, energy, lahan, dan bahan baku lain yang sangat
besar. Pemenuhan kebutuhan pangan adalah hak asasi manusia, namun masih banyak
dari mereka yang belum terpenuhi hak atas pangannya. Dalam kata lain, masih sangat
banyak manusia yang hidup dalam kelaparan. Dan masalah kelaparan ini akan
berkembang terus apabila tidak ada perubahan dalam sistem agrikultur dan distribusi
pangan. Lahan untuk menggarap bahan pangan semakin sempit, sementara jumlah
manusianya semakin banyak. Sudah terlihat problemnya bukan?
Lalu ironi food waste ada di mana? Food waste adalah perbuatan manusia yang
egois karena manusia masih bisa terpikir untuk membuang makanannya sementara
masih banyak saudara-saudarinya yang kelaparan. Definisi food waste mengacu pada
bahan makanan yang terbuang oleh konsumen walaupun bahan makanan tersebut
masih mengandung nutrisi yang mumpuni. Biasanya masalah food waste seperti ini
adalah masalah yang terjadi pada Negara-negara maju dengan pendapatan per kapita
yang tinggi seperti Amerika Serikat, bukan? Salah! Indonesia malah jauh lebih tinggi
statistic food wastenya. Indonesia adalah Negara penyumbang food waste terbesar
kedua di dunia setelah Arab Saudi, dengan estimasi makanan yang terbuang adalah 300
kg per orang per tahunnya. Padahal, apabila kita melihat angka pendapatan per kapita
Indonesia, posisinya masih pada urutan ke-109 di dunia. Inilah ironi yang tadi saya
Jason Thamleonard
14319029
tekankan. Negara yang posisinya masih sebagai Negara berkembang dengan banyak
dari warganya yang masih hidup di bawah garis kemiskinan bisa-bisanya menjadi Negara
penyumbang food waste terbesar kedua di dunia. Selain itu, sampah makanan yang
membusuk juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan berdampak buruk pada
lingkungan.

‘Tapi kalau nggak kita buang, mereka yang kelaparan juga tetap akan kelaparan.
Tetap ga bisa makan, kan? Kita juga nggak bisa apa-apa!’ Mungkin memang begitu. Kita
memang mungkin tidak bisa secara langsung berbuat apa-apa. Tapi bukan berarti karena
kita beli makanan kita dengan uang kita sendiri, maka artinya tidak masalah kita buang-
buang makanan kita. Hal ini harusnya menjadi refleksi kita; menunjukkan bahwa kita
sebagai kaum yang lebih beruntung tidak menghargai rahmat yang diberikan kepada
Tuhan kepada kita. Kita menganggap membuang makanan sepele, karena kita berlimpah
makanan di rumah. Bagaimana dengan mereka yang mau makan saja susah?
Membuang makanan berarti menyia-nyiakan rahmat. Terkadang kita membuang
makanan bahkan tanpa sadar. Saat kita memesan nasi goreng, mentimun, selada dan
tomatnya dibuang. Lalapannya dibuang. Itu termasuk food waste juga, dan mungkin saya
dan anda selalu melakukannya tanpa sadar. Lalu apa yang harus kita perbuat sekarang?

Mengurangi food waste suatu Negara adalah target yang sangat besar. Yang bisa
kita lakukan sebagai pribadi adalah hal-hal kecil, namun apabila dilakukan bersama akan
menjadi gerakan yang besar. Sadari perilaku food waste, dan hindari. Belilah bahan
makanan secukupnya agar tidak ada yang tersia-siakan. Lakukan manajemen
penyimpanan makanan dengan bijaksana, dengan prinsip FIFO (First in, first out). Ambil
porsi makanan secukupnya saat makan prasmanan. Belajar untuk mengolah bahan-
bahan makanan yang kurang segar menjadi bernilai tambah, contohnya nasi sisa hari
kemarin menjadi nasi goreng, pisang yang sudah bonyok menjadi pisang goreng. Belajar
untuk mengolah sampah-sampah organic sisa makanan yang tak terhindarkan dengan
menjadikannya pupuk kompos agar bermanfaat bagi lingkungan. Hal-hal kecil seperti ini
mungkin tidak ada dampaknya apabila hanya dilakukan seorang diri. Namun bagaimana
dengan 10 orang? 100 orang? 1000 orang? 10.000 orang? Sejuta orang? Bayangkan
berapa banyak sampah makanan yang bisa dihindari dengan metode ini. Dengan begitu,
manusia bisa belajar untuk lebih bersyukur dengan apa yang mereka miliki, dan tidak
menganggap sepele rahmat dan berkat yang diberikan Tuhan. Ingat, tidak semua orang
seberuntung kita. Hal-hal kecil yang kita anggap sepele sehari-hari adalah kemewahan
besar bagi sebagian besar orang lain di luar sana.

Anda mungkin juga menyukai