Krisis ekologi bermula dari jumlah manusia yang semakin meningkat, sehingga
terjadi over population, sementara kita memiliki keterbatasan daya dukung alam.
Ditambah lagi, sifat-sifat manusia yang antroposentris, terlalu egois menguras
kekayaan alam.
Bahawa manusia adalah makhluk paling sempurna yang dilengkapi dengan akal, itu
benar. Tapi apakah kemudian kita bisa seenaknya mengeksploitasi sumber daya
alam dengan mengabaikan kehadiran makhluk yang lain? Juga, patutkah kita
mengabaikan kelestariannya? Manusia kadang memilki fikiran segera. Short-term
action. Melakukan sesuatu tanpa berfikir panjang. Padahal, apa yang dilakukannya
ternyata membawa bencana di masa akan datang. Lihat saja, beberapa krisis
ekologi di negeri ini.
Kerosakan hutan, menurut pemberitaan media, Indonesia adalah perosak hutan
tercepat di dunia, sebesar 2 peratus / tahun (1,87 juta hektar), atau 51 km / hari. Itu
bererti, seluas 300 lapangan sepak bola / jam (Kompas, 21 Mac 2007).
Pencemaran akibat perlombongan. Banyak sungai di Pongkor, Jawa Barat dan
Timika, Papua yang tercemari akibat proses perlombongan emas dan tembaga. Di
Kabupaten Mungkur Raya, Kalimantan Tengah, lahan-lahan banyak yang rosak
akibat perlombongan arang batu. Belum lagi bencana yang ditimbulkan akibat
perlombongan, yang paling terkenal adalah letupan telaga minyak dan gas
Sukowati 5, desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro; Desa Ngampel dan
SAMBIROTO di Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Kemalangan migas di
tempat ini terjadi hampir setiap tahun dalam tempoh lima tahun terakhir di Jawa
Timur.
Lebih daripada 13 juta penduduk yang sumber hidupnya berada dalam wilayah 16
blok migas (1.796.072,03 Ha) kita menghadapi risiko besar. Sampai saat ini sudah
lebih dari 148 orang warga dirawat di RS Sosodoro Djatikoesoemo, sedang lebih
dari 2000 warga yang lain mengungsi ke daerah aman. Bencana akibat lumpur
Lapindo di Sidoarjo sampai sekarang juga belum terlihat tanda-tanda
penyelesaiannya. Ribuan warga harus kehilangan tempat tinggal dan mata
pencarian akibat keteledoran dalam penerokaan gas alam.
Pencemaran udara yang menyebabkan penipisan lapisan ozon dan pemanasan
global. Selain itu, pencemaran udara juga membuat lebih dari 3 juta orang
meninggal. Penyakit yang disebabkan pencemaran udara menajdi penyumbang 5%
dari angka kematian dunia, iaitu 55 juta orang pada tahun. Ada lebih banyak lagi
pesakit masalah kesihatan yang teruk dari kesan samping pencemaran udara, yakni
kanser paru-paru, asma, penyakit cardio vaskular, penyakit "chronic obstructive
pulmonary". Kehidupan yang produktif pun dipendekkan oleh masalah kesihatan
yang disebabkan oleh menghirup udara yang kotor (WHO, 2003).
*) Peserta PPSDMS dari Regional V Bogor, mahasiswa IPB dari Fakulti Ekonomi tahun
2005.