Anda di halaman 1dari 4

Pusat Pemberdayaan Pelayanan Masarakat Pesisir (P3MP) MITRA BAHARI KABUPATEN BEKASI Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Populasi

Manusia

Foto : Kerusakan Lingkungan Akibat Abrasi di Muaragembong-Bekasi, 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan lingkungan hidup akibat populasi manusia dan perkembangan zaman pada awal abad 21 ini. Populasi manusia mempengaruhi keadaan alam. Semakin banyak manusia tinggal di suatu daerah maka kebutuhan hidup juga bertambah. Dengan bertambahnya manusia yang berperan sebagai konsumen, para produsen memproduksi produk mereka agar memenuhi kebutuhan konsumen mereka. Sedangkan semakin banyak produk yang dikeluarkan oleh industri mengeluarkan limbah yang dibuang ke lingkungan. Limbah inilah yang mengakibatkan kerusakan alam khususnya pada lingkungan hidup. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat diambil kesimpulan atau rumusan masalah sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Apa pengertian lingkungan hidup ? Apa yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup ? Siapa yang menanggung akibat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ulah manusia ? Kapan manusia mulai merusak lingkungan hidup ? Apa bentuk-bentuk kerusakan lingkungan hidup dan faktor-faktor penyebabnya ? Bagaimana usaha untuk melestarikan lingkungan hidup ?

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Lingkungan Hidup Hamparan laut biru yang luas, dataran, bukit-bukit, pegunungan, langit yang biru yang disinari matahari, semuanya merupakan lingkungan alam. Lingkungan hidup mencakup lingkungan alam yang meliputi lingkungan fisik, biologi, dan budaya. Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 4 tahun 1982 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 pasal 1 menyebut pengertian lingkungan hidup sebagai berikut. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang tersebut merupakan suatu sistem yang meliputi lingkungan alam hayati, lingkungan alam nonhayati, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial. Semua komponen-komponen lingkungan hidup seperti benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup berhimpun dalam satu wadah yang menjadi tempat berkumpulnya komponen itu disebut ruang. Pada ruang ini berlangsung ekosistem, yaitu suatu susunan organisme hidup dimana diantara lingkungan abiotik dan organisme tersebut terjalin interaksi yang harmonis dan stabil, saling memberi dan menerima kehidupan. Interaksi antara berbagai komponen tersebut ada kalanya bersifat positif dan tidak jarang pula yang bersifat negatif. Keadaan yang bersifat positif dapat terjadi apabila terjadi keadaan yang mendorong dan membantu kelancaran berlangsungnya proses kehidupan lingkungan. Cara mengambil hasil hutan agar tetap terjaga kelesteriannya misalnya dengan sistem tebang pilih yaitu pohon yang ditebang hanya pohon yang besar dan tua, agar pohon-pohon kecil yang sebelumnya terlindungi oleh pohon besar, akan cepat menjadi besar menggantikan pohon yang ditebang tersebut. Interaksi yang bersifat negatif terjadi apabila proses interaksi lingkungan yang harmonis terganggu sehingga interaksi berjalan saling merugikan. Adanya gangguan terhadap satu komponen di dalam lingkungan hidup, akan membawa pengaruh yang negatif bagi komponen-komponen lainnya karena keseimbangan terhadap komponen-komponen tersebut tidak harmonis lagi.

B.

Arti Penting Lingkungan Hidup Bagi Kehidupan Bumi ini diwariskan dari nenek moyang kita dalam keadaan yang sangat berkualitas dan seimbang. Nenek moyang kita telah menjaga dan memeliharanya bagi kita sebagai pewaris bumi selanjutnya, sehingga kita berhak dan harus mendapatkan kualitas yang sama persis dengan apa yang didapatkan nenek moyang kita sebelumnya. Bumi adalah anugerah yang tidak ternilai harganya dari Tuhan Yang Maha Esa karena menjadi sumber segala kehidupan. Oleh karena itu, menjaga alam dan keseimbangannya menjadi kewajiban kita semua secara mutlak tanpa syarat. Masyarakat jaman dahulu telah menyadari benar bahwa lingkungan hidup merupakan bagian kehidupannya. Dari catatan sejarah diketahui bahwa pada abad ke-7, masyarakat di Indonesia sudah membentuk suatu bagian yang bertugas mengawasi hutan, yang hampir sama fungsinya dengan jabatan sekarang yang disebut dengan Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Masyarakat seperti ini sering kita sebut masyarakat tradisional. Kawasan hutan mereka bagi menjadi beberapa bagian, ada yang boleh digarap yang disebut hutan rakyat, ada pula yang boleh diambil hasil hutannya dengan syarat harus terlebih dahulu menggantinya. Kawasan hutan ini sering disebut hutan masyarakat yang berfungsi sebagai hutan produksi. Akan tetapi, ada pula hutan yang tidak boleh digarap sama sekali. Hutan yang tidak boleh digarap ini merupakan hutan adat. Kawasan hutan adat ini sangat tertutup, dan masyarakatnya percaya bahwa hutan inilah yang menjaga wilayah mereka dari segala bencana alam. Pada hutan masyarakat, pohon boleh ditebang untuk keperluan masyarakat, akan tetapi sebelum ditebang harus menanam terlebih dahulu pohon yang sama jenisnya di samping pohon yang akan ditebang sehingga mereka tetap mewariskan lingkungan alam yang sama terhadap anak cucunya. Hal ini menunjukkan betapa baiknya mereka menjaga lingkungan untuk diteruskan kepada generasi yang akan datang. Perkembangan jumlah penduduk yang cepat serta perkembangan teknologi yang makin maju, telah mengubah pola hidup manusia. Bila sebelumnya kebutuhan manusia hanya terbatas pada kebutuhan primer dan sekunder, kini kebutuhan manusia telah meningkat kepada kebutuhan tersier yang tidak terbatas. Kebutuhan manusia tidak hanya sekedar kebutuhan primer untuk dapat melangsungkan kehidupan seperti makan dan minum, pakaian, rumah, dan kebutuhan sekunder seperti kebutuhan terhadap pendidikan, kesehatan, akan tetapi telah meningkat menjadi kebutuhan tersier yang memungkinkan seseorang untuk memilih kebutuhan yang tersedia. Kebutuhan tersier telah menyebabkan perubahan yang besar terhadap pola hidup manusia menjadi konsumtif.

Bagi yang mampu, semua kebutuhan dapat dipenuhi sekaligus, dan bagi yang memiliki kemampuan terbatas harus memilih sesuai kemampuannya. Akan tetapi, semua orang yang telah tersentuh oleh kemajuan jaman akan berusaha mendapatkannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak sekedar terpenuhi akan tetapi selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan. C. Bentuk-bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup dan Faktor Penyebabnya Meningkatnya jumlah penduduk serta kebutuhan tersier yang semakin banyak sebagai akibat perkembangan teknologi yang pesat, telah menyebabkan tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan semakin berat. Jumlah penduduk dunia yang sekarang telah lebih dari 6 miliar jiwa, tidak hanya memerlukan kebutuhan primer dan sekunder, akan tetapi juga memerlukan kebutuhan tersier dalam jumlah besar. Pertumbuhan penduduk dalam jumlah besar, telah banyak mengubah lahan hutan menjadi lahan permukiman, pertanian, industri, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan luas lahan hutan terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun, terutama di negara-negara miskin dan negara berkembang. Demikian pula kebutuhan tersier yang terus mengalami peningkatan, baik dalam jumlah maupun kualitasnya, menyebabkan industri-industri berkembang dengan pesat. Perkembangan industri yang pesat, membutuhkan sumber daya alam berupa bahan baku dan sumber energi yang sangat besar pula. Sebagai akibatnya, sumber-sumber bahan baku dan energi terus dikuras dalam jumlah besar. Cadangan sumber daya alam di alam semakin merosot, hutan-hutan semakin rusak karena banyaknya pohon yang diambil untuk kebutuhan bahan baku industri, apalagi bila tidak diimbangi dengan usaha reboisasi akan menimbulkan bencana pencemaran terhadap udara, air, dan tanah, yang akhirnya menganggu kehidupan manusia. Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia tahun 1972 di Stockholm (Swedia), telah mengangkat masalah lingkungan hidup tidak hanya menyangkut masalah suatu negara akan tetapi merupakan masalah dunia. Konferensi yang diadakan pada tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm, diikuti oleh 113 negara dan puluhan peninjau, merupakan pertemuan besar dan sangat penting bagi masa depan lingkungan hidup manusia. Dari salah satu hasil konferensi Stockholm itu, dibentuklah satu badan PBB yang menangani masalah-masalah lingkungan yang disebut United Nations Environment Programme atau UNEF. Konferensi juga menetapkan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Pencemaran lingkungan yang terjadi di suatu negara, akan berdampak pula pada negara lain bahkan dunia. Untuk itu selalu diperlukan kerja sama yang baik antara negara-negara di dunia untuk menangani masalah lingkungan. Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya berpengaruh terhadap keadaan iklim di Indonesia, akan tetapi berakibat pula terhadap perubahan iklim global (dunia secara menyeluruh).

Anda mungkin juga menyukai