Nim : 210410019
Unit/Semester : 1/3
Prodi : PGSD
Mata Kuliah : Konsep Dasar IPA Biologi SD
D. Pengampu : Mahlianurrahman, S.Pd., M.Pd
KESEIMBANGAN EKOSISTEM
“SAMPAH”
Menurut UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah
sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa
zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak
berguna lagi dan dibuang kelingkungan. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai
jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang
pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas
dan kualitas sampah yang dihasilkan (Nuraini Anggi, 2018).
Permasalahan dalam pengelolaan sampah yang sering terjadi antara lain perilaku dan pola
hidup masyarakat masih cenderung mengarah pada peningkatan laju timbulan sampah yang sangat
membebani pengelola kebersihan, keterbatasan sumber daya, anggaran, kendaraan personil
sehingga pengelola kebersihan belum mampu melayani seluruh sampah yang dihasilkan. Sampah
dapat menimbulkan permasalahan yang cukup serius bila 2 tidak ditangani dengan tepat, karena
dapat merusak keseimbangan lingkungan dan mencemari ekosistem tanah, air, dan udara
(Wibowo, 2011).
Pelayanan pengelolaan sampah adalah pelayanan publik dengan bertujuan untuk melayani
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Dalam pelayanan pengelolaan sampah sangat dibutuhkan
kinerja atau performance yang baik sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan efektif dan efisien
serta dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat. Namun demikian, seringkali terjadi
penanganan sampah menjadi tidak efektif akibat keterbatasan Pemerintah baik dalam pembiayaan,
jumlah personil maupun sarana prasarana yang tersedia (Hartanto, 2006).
Demi mewujudkan kota yang bersih perlu penanganan persampahan mulai dari penyapuan
dan pengumpulan sampah, pengangkutan sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kemudian sampah yang telah diangkut ke TPA tidak hanya
dibuang dan didiamkan begitu saja melainkan harus dikelola sehingga tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan (Wibowo, 2011).
A. Adaptasi Masyarakat terhadap Sampah di TPA
Menurut Robbins (2003), adaptasi adalah suatu proses yang menempatkan manusia
yang berupaya mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan untukn menghadapi lingkungan dan
kondisi sosial yang berubah-ubah agar tetap bertahan.
Keindahan dan kebersihan selalu dapat memberikan kenyamanan pada setiap orang. Ketika
kita melihat pemandangan alam yang indah, kita akan merasa bahagia. Sebaliknya, ketika kita
melihat pemandangan lingkungan yang kotor dan jorok, kita akan berusaha menjauh atau tidak
mau berdekatan dengan lingkungan tersebut. Hal tersebut adalah fitrah dari manusia, yaitu
menyenangi keindahan dan kebersihan.
Fakta yang menarik adalah kebanyakan manusia berlaku acuh tak acuh pada
lingkungannya. Misalnya saja kita tidak suka berada di tempat yang kotor dan banyak terdapat
sampah berserakan, tapi justru kita sering kali membuang sampah di sembarang tempat dan sama
sekali tak peduli melihat sampah yang kita temui ketika berjalan di suatu tempat. Sadar atau tidak,
sadarilah bahwa hati kecil kita sering kali menjerit pada kita ketika terdapat sampah berserakan,
ketika kita melihat orang yang membuang sampah sembarangan, atau ketika kita melihat keadaan
suatu tempat yang barantakan. Hati kita berteriak, “ih, kotor banget”, “ih, jorok banget buang
sampah sembarangan”, “kok berantakan banget, sih”. Hal yang menarik, tapi tragis.
Ironisnya, kita selalu melakukan hal-hal yang menyakiti diri kita sendiri dengan tidak
menjaga keindahan dan kebersihan lingkungan sekitar kita. Kebanyakan dari kita terlalu egois dan
tidak mau menghargai dengan baik apa yang diberikan oleh lingkungan. Manusia adalah mahkluk
yang sangat miskin karena tanpa alam manusia tidak dapat hidup. Tapi manusia adalah mahkluk
yang berakal dan cerdik karena itu ia dapat menjalankan tugasnya dalam mengelola alam
tempatnya hidup. Masalahnya adalah seberapa baik manusia dapat membina hubungan “penuh
cinta” antara ia dengan alam. Bila hubungan itu terjalin dengan harmonis maka tentulah kedua
belah pihak akan sama-sama diuntungkan layaknya yang terjadi pada “simbiosis mutualisme”.
Alam menyediakan segala fasilitas bagi manusia untuk hidup, sedangkan manusia menjaga alam
agar lestari dan tidak rusak.
Apabila manusia mempertahankan keseimbangan dalam “simbiosis” yang terjadi, maka
iapun dapat mereduksi jumlah bencana yang akan timbul akibat kerusakan alam. Bencana timbul
kebanyakan akibat ulah manusia sendiri yang kurang tanggap dan menghargai lingkungannya.
Oleh karena itu, permasalahan lingkungan hidup selalu dapat menghantui kita, bila kita berpikir.
Seorang pemerhati lingkungan seperti duta lingkungan hidup tidak akan mampu berbuat banyak
bila masyarakat sekitarnya belum menyadari dengan baik betapa pentingnya menjaga hubungan
“romantis” antara dirinya dengan lingkungannya.
Hal yang disampaikan di atas sangat sederhana, namun akan sangat sulit untuk dilakukan.
Jalan yang harus kita tempuh untuk mempertahankan “simbiosis” tersebut begitu “mudah”, namun
kita terlalu miskin untuk bisa memberi lebih dari yang kita inginkan kepada alam kita. Balasan
kita tak akan pernah sebanding dengan apa yang disediakan alam untuk kita. Pantaslah kita untuk
berusaha memberikan yang terbaik dari kita untuk melindungi lingkungan hidup kita.
Apa yang dapat kita perbuat untuk menjaga simbiosis itu? Tidak perlu yang besar. Bila kita
semua mau bekerja sama untuk mewujudkannya maka efek yang akan dihasilkan akan menjadi
berlipat-lipat. Mulailah untuk kembali mengikuti kata hati yang membisikkan kebaikan. Janganlah
membuang sampah sembarangan. Manfaatkan sampah yang dapat di daur ulang. Hematlah
pemakaian kertas dan plastik. Dukunglah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian
lingkungan. Mulailah berpikir besar untuk menghentikan penebangan liar dan berusahalah
menemukan energi alternatif untuk membangun peradaban. Niscaya alam akan “tersenyum”
bersama kita.
Hal terpenting dari segalanya adalah pencerdasan atau penanaman kesadaran kepada
seluruh elemen. Tahu tapi tidak sadar, sadar tapi tidak tahu harus berbuat apa. Maka, sudah
sepantasnya kita tidak saling menuntut dan menyalahkan, melainkan berpikir menemukan solusi
dan melakukan langkah nyata. Itulah yang seharusnya kaum terpelajar lakukan di tengah segala
masalah yang ada, dan merubah mind set bukanlah hal yang mudah. Karena itu kita perlu bekerja
sama dengan baik untuk dapat mewujudkannya.
C. Rantai Makanan yang terjadi pada Sampah
Sebelumnya kita perlu tahu bahwa sampah memiliki dua jenis, yakni organik dan
anorganik. Sampah organik adalah sampah yang bisa dekomposisi atau pembusukkan, seperti:
daun kering, sisa kertas, bangkai hewan, buah busuk, sisa sayuran dan lain sebagainya. Sedangkan
sampah anorganik merupakan sampah yang tidak dapat menjadi lapuk atau busuk, seperti: besi,
alumunium, plastik, kaleng, dan lain-lain.
Nah, bagaimana mengolah sampah secara tradisional paling tidak agar meminimalisir bau
dan penyakit yang diakibatkan dari sampah berserakan. Pertama, membuat parit di tanah sedalam
1 meter. Hal ini bertujuan agar sampah terkumpul dalam satu tempat dan tidak tercecer (Open
Dumping). Kedua, membuat selokan aliran air limbah menuju tangki septik yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Pastikan tangki septik ini dibedakan dengan galian parit untuk sampah
padat. Sebab, tangki septik ini hanya untuk sampah cair.Ketiga, pembakaran sampah padat yang
telah terkumpul pada galian parit. Pembakaran ini dimaksudkan untuk menghancur-leburkan
sampah baik organik maupun anorganik. Karena itu, usahakan pembakaran sampai habis tak
tersisa. Keempat, mendaur ulang sampah, baik organik maupun anorganik jika diperlukan.
Biasanya, hal ini dilakukan oleh muda-mudi kreatif zaman dulu. Kulit jeruk Bali disulap menjadi
mobil-mobilan, botol plastik dibuat untuk knalpot racing sepeda ala Indonesia, dahan pohon jambu
dibikin mainan ketapel, kardus dirubah menjadi robot-robotan atau asbak, kertas di-make
up menjadi kapal-kapalan, dan masih banyak lagi kerajinan tangan dari sampah oleh anak
(umumnya) tahun 90-an.
Lambat laun, zaman berubah, teknologi semakin maju. Mengolah sampah dengan
teknologi adalah paling efektif. Hal ini disebabkan karena cara tradisional disinyalir kurang
mumpuni dalam menangani problem pengolahan sampah. Oleh karenanya, beberapa cendekiawan
baik dari kalangan dewasa maupun muda, merancang sistem operasi mutakhir dalam rangka
penanggulangan sampah.
Sampah adalah sisa kebutuhan manusia yang setiap hari terus menumpuk dan hampir tak
ada solusi untuk menguranginya. Di samping itu, dampak negatif yang diakibatkan dari sampah
sangat signifikan bagi masyarakat. Meski begitu, sebagian besar masyarakat, khususnya di
Indonesia, seolah tidak mau tahu apa yang sedang dihadapinya.
Sisi Positif Dan Negatif
Sisi positif mengolah sampah dengan cara tradisional, di antaranya adalah dapat
meningkatkan daya kreatifitas anak-anak usia dini, hubungan sosial antar masyarakat terjalin
harmonis dan sebagainya. Sedangkan keuntungan dari mengolah sampah
menggunakan teknologi adalah pasokan listrik semakin jauh dari kata kekurangan, tidak
menimbulkan bau tak sedap seperti cara Open Dumping, tidak terkesan kumuh, dan lain-lain.
Tetapi di sisi lain pastilah memiliki dampak negatif masing-masing.
1. Memisahkan Sampah
Sampah yang dihasilkan oleh manusia ada berbagai macam jenis. Cara pertama untuk
mengatasi sampah di lingkungan masyarakat adalah memisah-misahkan sampah sesuai dengan
jenisnya Jadi, siapkanlah tempat sampah yang berbeda, misalnya satu wadah untuk sampah
organik dan satunya lagi untuk sampah anorganik. Dengan cara ini, teman-teman juga lebih mudah
menyalurkan sampah ke tempat pengolahan.
REFERENSI
Arilah, Sitha. 2010. Simbiosis manusia dengan lingkungan. Kompasiana.com. diakses pada
Selasa 01 Oktober 2022.
Sepriyossa, Darmawan. 2020. Plastik Mulai Memasuki Rantai Makanan. Jernih.co. Diakses pada
01 Oktober 2022.
Webmaster. 2020. Mengolah Sampah Dari Cara Tradisional Sampai Teknologi.
Dlh.semarangkota.go.id. Diakses pada 01 Oktober 2022.
Saifuddin, Ahmad. 2018. Dampak Buang Sampah Sembarangan Cemari Lingkungan.
Mmc.kalteng.go.id. Diakses pada 01 Oktober 2022.
Rambe, Esra Natalia. Bahaya sampah terhadap Manusia dan Lingkungan. Laksmi.info. Diakses
pada 01 Oktober 2022
Arnaiz, Thea. 2022. Bagaimana Cara Mengatasi Sampah di Lingkungan Masyarakat?.
Bobo.grid.id. Diakses pada 01 Oktober 2022.