Anda di halaman 1dari 7

Kasus:

Masalah pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat:

  Seluruh rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke harus merasakan satu rasa
keadilan dan kesejahteraan yang sama. Tanpa pemerataan pembangunan dan distribusi
ekonomi yang adil antar wilayah, potensi disintegrasi di negara kita akan semakin besar.
Pernyataan itu disampaikan Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan bidang Komunikasi Politik
dan Diseminasi Informasi, Eko Sulistyo, dalam Rapat Pimpinan Nasional Sinode Gereja
Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Pondok Remaja PGI, Cisarua, Bogor, Jum’at, 13 Oktober
2017. “Jangan sampai kawan-kawan kita di Papua Maluku, dan Nusa Tenggara Timur merasa
menjadi bagian dari Indonesia hanya dalam makna teritori, tanpa merasakan makna keadilan
dan kesejahteraan yang sama,” kata Eko Sulistyo.
Visi pembangunan ‘Jawa Sentris’ itulah yang selama ini membuat hubungan antara pusat dan
daerah menjadi timpang. “Sejarah mengajarkan, berbagai pemberontakan terjadi karena
kurangnya pemerataan ekonomi. Para separatis  itu melihat pemerintahan di Jawa tak
ubahnya seperti pemerintahan Majapahit,” paparnya.

Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan potensi sumber
daya alam (SDA). Provinsi ini memiliki sumber daya mineral yang bernilai tinggi, hasil hutan yang
berlimpah, sumber daya sungai untuk pembangkit tenaga listrik yang besar, serta potensi lain seperti
keindahan panorama alam yang luar biasa indah. Berdasarkan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), Sungai Mamberamo di Papua adalah sungai dengan panjang 670 km yang berhulu
di Pegunungan Jayawijaya dan berhilir ke Samudera Pasifik. Sungai ini memiliki potensi tenaga air
sebesar 12.284 MW yang tersebar di 34 lokasi. Oleh karena itu, saat era pemerintahan BJ Habibie,
kawasan Mamberamo akan dijadikan sentra industri tenaga listrik. Terlebih lagi, kawasan di sekitar
Mamberamo memiliki kekayaan mineral komoditas tambang seperti bauksit, tembaga, emas, dan
nikel. Ketersediaan PLTA yang menyediakan listrik berpotensi dapat menjadi faktor pendukung
pembangunan industri tambang atau industri lainnya.

Secara astronomis, Provinsi Papua terletak pada 130° – 141° Bujur Timur dan 2°25′
Lintang Utara – 9° Lintang Selatan. Provinsi yang beribukota di Kota Jayapura ini memiliki
luas wilayah sebesar 319.036 km² atau hampir tiga kali luas Pulau Jawa. Kekayaan alam yang
ada di Provinsi Papua tidak hanya pada ketersediaan energi dan komoditas tambang, tetapi
juga keragaman flora & fauna. Potensi paling menarik bagi wisatawan mancanegara adalah
keberagaman jenis burung dan fauna sehingga Papua sebenarnya memiliki potensi wisata
yang besar, serta dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat lokal.

Luasnya wilayah, keberagaman kekayaan alam, dan keindahan yang dimiliki tanah
Papua tidak sebanding dengan jumlah penduduknya. Menurut BPS (2017), Provinsi Papua
memiliki kepadatan penduduk sebesar 10 jiwa/km2 pada tahun 2015. kepadatan penduduk ini
sungguh bertolak belakang dengan Pulau Jawa yang memiliki kepadatan penduduk sebesar
19.872 jiwa/km2 pada tahun yang sama. Rendahnya kepadatan penduduk di Papua dipercaya
sebagai salah satu faktor penyebab kurang optimalnya pengelolaan SDA yang ada. Selain itu,
rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Provinsi Papua juga dapat
menjelaskan alasan Provinsi Papua masih tertinggal dari provinsi lain di Indonesia.

Ketersediaan infrastruktur pendidikan menjadi salah satu sebab rendahnya angka


Rataan Lama Sekolah (RLS) Papua. Angka Rataan Lama Sekolah menjadi acuan dalam
kualitas pendidikan dalam suatu provinsi di Indonesia. Semakin maju kualitas pendidikan
suatu provinsi, semakin tinggi juga angka RLS provinsi tersebut. Perlu dicatat bahwa nilai
Rataan Lama Sekolah akan mempengaruhi indikator kemajuan lainnya, seperti Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dan angka melek huruf. Berdasarkan data BPS (2018), nilai
IPM Provinsi Papua adalah 60,06, lebih rendah daripada nilai IPM rataan Indonesia dari 34
provinsi adalah 71,39. Menurut definisi dari BPS (2014), IPM menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya. IPM diperkenalkan oleh United Nations Development
Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan
tahunan Human Development Report (HDR). Dimensi dasar yang diukur adalah: Umur
panjang dan hidup sehat; Pengetahuan, dan; Standar hidup layak.

Gambar 1. Rataan Lama Sekolah (RLS) Papua & Indonesia Berdasarkan Gender Tahun 2010-2018.
Sumber: bps.go.id

Gambar 2. Indeks Pembangunan Manusia Papua & IPM Rataan Indonesia di 34 Provinsi Tahun 2010-
2018. Sumber: BPS
Gambar 3. Angka Melek Huruf Papua & Angka Melek Huruf Rataan Indonesia di 34 Provinsi Tahun
1996-2013. Sumber: bps.go.id

Dari paparan grafik di atas, dapat dikatakan bahwa salah satu permasalahan Provinsi
Papua adalah penyediaan fasilitas umum seperti sekolah, fasilitas kesehatan dasar, serta akses
jalan penghubung desa-kota. Penyediaan sumber daya guru juga diperlukan, baik fisik dan
non-fisik. Implikasi dari kurangnya penyediaan fasilitas dasar tersebut adalah kualitas hidup
yang menurun. Dilihat dari data Angka Harapan Hidup (AHH), Provinsi Papua menempati
posisi yang paling rendah dari 34 provinsi di Indonesia.

Gambar 4. Angka Harapan Hidup Papua & Indonesia Tahun 2010-2018. Sumber: bps.go.id

Dalam survei yang dilakukan 3 tahunan, yaitu tahun 2014 dan 2017, Provinsi Papua
memiliki indeks kebahagiaan 2014 & 2017 berurutan sebesar 60,97 dan 67,52 (terendah
dibanding 33 provinsi lainnya). Di sisi lain, rata-rata indeks kebahagiaan Indonesia 2014 &
2017 berurutan sebesar 68,28 dan 70,69. Walaupun tidak selalu berkorelasi positif dengan
tingkat kesejahteraan masyarakat, indeks kebahagiaan dapat menjadi ukuran yang cukup
komprehensif dalam menyimpulkan berhasil atau tidaknya suatu pembangunan berdampak
pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Indeks Kebahagiaan sendiri memiliki beberapa
dimensi pengukuran, yaitu skor kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan
makna hidup (eudaimonia).

Konflik yang membunuh belasan jiwa di Distrik Nduga, Papua pada akhir tahun 2018
menjadi ‘alarm’ pemerintah dalam membangun Provinsi Papua. Dengan membawa pola pikir
mengenai pembangunan yang mayoritas difokuskan pada perbaikan infrastruktur penunjang
kegiatan ekonomi, masyarakat adat Papua merasa ‘termarjinalkan’. Pihak-pihak yang tidak
puas, seperti OPM (Operasi Papua Merdeka), muncul karena didorong oleh kecemburuan
sosial akibat ketimpangan dan diskriminasi antara pembangunan di wilayah timur dan barat.
Menurut budayawan Selo Sumarjan, sejatinya pembangunan Papua harus mengutamakan
pembangunan dalam sisi kemanusiaan, namun tidak melupakan aspek-aspek fisik yang akan
dibangun secara beriringan.

Analsis:
Melihat bahwa masalah pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyak di
papua saling berkaitan, kelompok kami kemudian memutuskan untuk menganalisis kasus ini
sebagai contoh kasus dari fungsi pancasila bagi kesejahteraan rakyat, dan fungsi pancasila
sebagai pemerataan pembangunan nasional.

Berbagai cara terus diupayakan oleh pemerintah pusat demi mewujudkan negara
Indonesia yang lebih maju. Langkah yang dilakukan adalah melalui upaya pembangunan
infrastruktur, perbaikan birokrasi perizinan, perbaikan penyediaan pelayanan kesehatan, dan
lain sebagainya. Provinsi Papua termasuk dalam perhatian utama pemerintahan Joko Widodo
karena provinsi ini termasuk provinsi yang memerlukan perhatian lebih jika dibandingkan
dengan daerah lain di Indonesia.

Dengan konsep Nawacita yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, pemerintah menaruh
perhatian lebih terhadap daerah-daerah terluar di Indonesia termasuk Papua. Perhatian
pemerintah direalisasikan dengan anggaran khusus yang dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan Dana Otsus (Otonomi Khusus)
dan dana khusus untuk infrastruktur pada pemerintahan Jokowi.
Gambar 5. Dana Otonomi Khusus Papua Tahun 2002-2016. Sumber:bpkad.papua.go.id

Selain itu, perubahan struktur fiskal di daerah juga menjadi terobosan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Papua. Gubernur Papua, Lukas Enembe, menyebut bahwa perlu
dilakukan penguatan fiskal daerah dengan menerbitkan Perdasus (Peraturan Daerah Khusus)
Nomor 25 Tahun 2013 yang mengatur bahwa alokasi dana otonomi khusus dari Pemerintah
Pusat akan dialokasikan 80 % untuk kabupaten/kota, dan hanya 20 % untuk pemerintah
provinsi. Ini adalah upaya pemerintah provinsi untuk memperkecil ketimpangan, baik
ekonomi maupun sosial yang telah terjadi di daerah Papua. Pemerataan pembangunan
ekonomi menjadi tujuan utama kebijakan ini.

Strategi lainnya yaitu penetapan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) yang
berhasil ditetapkan untuk periode 2005-2025. Sebelumnya, sejak tahun 2001 saat Papua
pertama kalinya memiliki otonomi khusus, rencana pembangunan jangka panjang belum
pernah diformulasikan. Kini, RPJP telah memuat persiapan Provinsi Papua menjadi tuan
rumah PON 2020. Hal ini menjadi peluang adanya redistribusi pembangunan infrastruktur
besar-besaran di Papua. Dengan terpilihnya Papua sebagai tuan rumah perhelatan olahraga
terbesar nasional, tentunya pemerintah daerah dan pusat semakin giat membangun venue,
fasilitas umum, hingga transportasi massal.

Berkaca dari peristiwa yang terjadi saat pengelolaan proses penganggaran dana otonomi
khusus di daerah yang kurang transparan serta diduga terdapat praktik korupsi, pemerintah
pusat perlu melakukan konsolidasi dengan pemerintah daerah.

Dalam proses penganggaran juga didapati ketimpangan alokasi dana. Terdapat daerah yang
seharusnya menerima alokasi dana yang besar malah mendapatkan porsi yang tidak
proporsional, dan sebaliknya. Masalah ini justru akan memicu ketegangan sosial di Papua.
Akibatnya muncul gerakan separatisme dari akar rumput yang menganggap bahwa
pemerintah pusat kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakat daerah. Berdasarkan
permasalahan ini, perlu adanya efisiensi birokrasi terutama masalah anggaran agar
terciptanya keuangan daerah yang transparan dan tepat sasaran.

Masalah pembangunan infrastruktur hingga ke papua, mengakibatkan tingkat


kesejahteraan di papua pun menurun. Di Papua, harga bahan-bahan pokok dan buku-buku
sangatlah mahal. Bahkan di daerah-daerah tertentu, pengangkutan bahan-bahan pokok dan
buku-buku pelajaran harus menggunakan helikopter, maupun jika di daratan menggunakan
travel (mobil fortuna) dengan jangka waktu pengantaran bisa berhari-hari. Hal inilah yang
kemudian membuat pendidikan di papua kurang, dan SDM di papua kurang bisa dalam
membuat infrastruktur sendiri. Akibat kesejahteraan masyarakat yang kurang, kemudian
mengakibatkan munculnya gerakan separatisme dari oknum-oknum tertentu seperti OPM
dan KKB.

Disinilah kemudian Pancasila masuk. Jika hanya melihat kekurangan-kekurangan


yang ada, maka mata kita akan tertutup untuk melihat hal-hal lain. Masyarakat papua harus
menyadari pentingnya Pancasila, meresapinya, kemudian menjadikannya pedoman.
Mungkin masyarakat di papua mengira bahwa mereka dikucilkan, dan pemerintah hanya
fokus pada masalah-masalah yang ada di tempat lain . Namun sebenarnya pemerintah tidak
tutup mata terhadap masalah-masalah yang ada di papua. pembangunan-pembangunan
infrasruktur yang ada, memang memakan waktu yang lama, namun dampak kedepannya akan
sangat besar. Permasalahan-permasalahan yang muncul dari dalam seperti korupsi pun, juga
perlu kerja sama dari warga-warga sekitar sebagai pengamat dan pelapor.

Pancasila yang dimaknai sebagai kepribadian bangsa, lalu menjadi identitas bangsa
Indonesia dalam diri setiap pribadi. Kemudian, sebagai jiwa bangsa yang terwujud pada
setiap lembaga maupun organisasi dan insan Indonesia. Lalu, sebagai dasar negara yang
menjadi fondasi setiap produk perundang-undangan maupun etika moral bangsa.

Selanjutnya, sebagai pedoman hidup atau pedoman dalam mengambil keputusan


dalam kehidupan kebangsaan. Pancasila juga menjadi visi untuk mempersatukan bangsa,
mencapai petunjuk dalam mencapai kesejahteraan serta kebahagiaan lahir dan batin.
Kemudian, sebagai sumber hukum tidak boleh ada satupun peraturan yang bertentangan
dengan Pancasila.

Mengambil hati masyarakat papua agar bisa paham bahwa Indonesia punya dasar
negara yaitu, Pancasila yang didengungkan bersama dengan implementasinya dan
penghayatannyalah yang merupakan pekerjaan besar dari pemerintah. Dengan begini, maka
kemudian masyarakat Papua akan lebih mengerti, dan memahami tujuan dari program-
program pemerintah, kemudian ikut serta dalam pembangunan, demi kesejahteraan.

Anda mungkin juga menyukai