Berikut ini empat elemen yang membentuk break even point (BEP) :
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Fixed cost adalah biaya pokok yang tetap dikeluarkan perusahaan, dan tidak terpengaruh
dengan aktivas dan volume produksi (Alwi, 1994). Sebagai contoh: biaya sewa tempat,
upah pegawai, biaya penyusutan mesin dan sebagainya.
2. Biaya Variabel (Variabel Cost)
Menurut Alwi (1994), variable cost merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan yang
besarnya tergantung volume produksi, semakin besar volume produksi akan diikuti dengan
melonjaknya biaya tersebut dan demikian juga sebaliknya. Contoh variable cost antara
lain, biaya bahan baku, biaya upah lembur pegawai, biaya listrik dan sebagainya.
3. Harga Jual (Selling Price)
Secara umum, harga jual dihitung per unit barang atau jasa yang telah diproduksi.
4. Margin Kontribusi (Contribution Margin)
Margin kontribusi adalah selisih antara harga jual produk atau jasa dengan biaya variabel
per unitnya.
Menurut Sigit (1993), analisa break even point (BEP) memiliki beberapa manfaat untuk
perusahaan, antara lain :
1
● Untuk mengetahui jumlah minimal produksi dan penjualan yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian.
● Memaksimalkan jumlah produksi dan penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba
operasi yang diinginkan oleh perusahaan.
● Perusahaan dapat mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan
volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.
C. Analisa Penerapan Etika Bisnis Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Konsep
Break Even Point (BEP)
Laporan Laba Rugi CV. XAV Tekstil pada Januari 2022
2
Unit Total
Penjualan 5.000 unit baju Rp 60.000 Rp 300.000.000
Total biaya variabel : Rp 200.000.000
● Bahan baku kain katun combed Rp 20.000
● Biaya kerja langsung Rp 15.000
● Biaya aksesoris baju Rp 5.000
Dari laporan laba rugi CV. XAV Tekstil pada Januari 2022, perusahaan mendapat laba
operasional sebesar Rp 20.000.000 dengan memproduksi dan menjual baju sebanyak 5.000
unit. Dikarenakan adanya peningkatan kasus Omicron, yang diperkirakan akan memuncak
pada akhir Februari hingga Maret 2022. Maka perusahaan ingin mengetahui berapa titik impas
(BEP) yang harus dipenuhi dalam rangka untuk menghindari kerugian perusahaan di bulan
yang mendatang.
BEP baju (unit) = Biaya tetap / Marjin kontribusi per unit
BEP baju (unit) = Rp 80.000.000 / Rp 20.000
BEP baju (unit) = Rp 80.000.000 / Rp 20.000
BEP baju (unit) = 4.000 unit baju
3
BEP = (Biaya tetap + Target laba operasi) / Marjin kontribusi per unit
BEP = (Rp 80.000.000 + Rp 40.000.000) / Rp 20.000
BEP = Rp 120.000.000 / Rp 20.000
BEP = 6.000 unit baju
4
variabel tidak disertai dengan penurunan harga jual dan penyesuaian volume produk (tetap
mengacu pada perhitungan BEP sebelumnya), maka dapat dikatakan perusahaan mengambil
keputusan bisnis yang tidak etis dan lebih mementingkan untuk memeroleh profit yang tinggi.
Dengan kata lain, perusahaan melakukan kecurangan dengan menjual produk dengan harga
tinggi, namun kualitas yang diberikan tidak sebanding, yang mana sangat merugikan pembeli.
Seharusnya perubahan terhadap biaya variabel yang terjadi pada kasus diatas, wajib diikuti
dengan perubahan pada elemen lainnya dalam perhitungan BEP. Dengan adanya penyesuaian
kembali pokok-pokok biaya tetap dan biaya variabel terhadap keputusan yang telah ditetapkan
oleh pimpinan perusahaan dalam proses perencanaan produksi, diharapkan dapat
menghasilkan analisis BEP yang lebih terukur dan adil.
Sebagai penutup, setiap kegiatan produksi suatu perusahaan, biasanya akan
menghasilkan limbah. Demikian juga dengan CV. XAV Tekstil yang menghasilkan limbah kain
perca dari proses produksinya. Limbah kain merupakan material anorganik yang sulit terurai
oleh lingkungan, sehingga limbah kain perlu diproses lebih lanjut. Untuk mengatasi
permasalahan ini, perusahaan memanfaatkan kembali kain perca dan menggunakannya
sebagai bahan pembuatan aksesoris pada pakaian. Selain mengurangi limbah, hal ini juga
merupakan salah satu cara yang tepat dan efektif dalam mengurangi biaya variabel untuk
pembuatan aksesoris baju. Perusahaan juga dapat mengajarkan dan memberdayakan warga
sekitar pabrik untuk mengolah limbah kain menjadi produk yang memiliki nilai estetika dan
berdaya jual. Sehingga para warga mendapat keterampilan baru dan dapat memperoleh
tambahan penghasilan. Langkah tersebut merupakan salah satu contoh penerapan CSR,
dimana perusahaan membawa dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
D. Daftar Pustaka
Alwi, S. (1994). Alat-alat Analisis dalam Penjualan, Yogyakarta: Andi Offset.
Matz, A., Usry, M.F. & Hammer L.H. (1991). Akuntansi Biaya : Perencanaan dan
Pengendalian, Jakarta: Erlangga.
Sigit, S. (1993). Analisa Break Even (Edisi Ketiga). Yogyakarta: BPFE.
Warni, S. (2016, January 18). Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Retrieved from
https://zahiraccounting.com/id/blog/etika-bisnis-dan-tanggung-jawab-sosial-perusahaan