Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN RUANG ISOLASI

COVID 19
RUMAH SAKIT HAJI KAMINO

TAHUN 2020

RUMAH SAKIT HAJI KAMINO


Jl. Sriwijaya No. 56 Setia Negara, Kec. Baradatu
Kab. Way Kanan, Lampung
rs_hajikamino@yahoo.co.id
0812.720.95.78
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah – pindah dari orang
yang satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun perantara). Penyakit menular
ditandai adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Penularan
penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman.
Coronavirus Disease 19 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan
yang disebabkan oleh virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), yang mulai teridentifikasi
pertama kali di Wuhan-China Desember 2019. Virus ini kemudian dengan cepatnya
menyebar ke daerah lainnya. Setelah hampir dua bulan virus ini mewabah, akhirnya pada 30
Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan darurat global terhadap virus
corona karena virus ini sudah menyebar luas ke banyak negara. Di Indonesia sendiri kasus
pertama COVID-19 terkonfirmasi pada tanggal 2 Maret 2020 dan pada tanggal 10 April
2020 penyebarannya telah meluas di 34 provinsi di Indonesia. Sampai tanggal 30 Oktober
2020, kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai angka 406.945 kasus, dengan jumlah
kesembuhan mencapai 334.295 kasus dan angka pasien yang meninggal sebanyak 13.782
kasus.
Pelayanan kesehatan sebagai sektor yang paling terdampak oleh situasi pandemik ini juga
harus bersiap untuk menghadapi adaptasi kebiasaan baru. Rumah Sakit harus mulai
memikirkan langkah yang akan diambil untuk tetap merawat pasien COVID-19 namun di
saat bersamaan juga memberikan pelayanan kepada pasien umum dengan risiko penularan
seminimal mungkin, sehingga disebut sebagai balancing act.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit memiliki beberapa
sasaran yaitu tenaga kesehatan, pasien, pengunjung atau keluarga pasien serta lingkungan
Rumah Sakit. Tenaga kesehatan merupakan sasaran yang paling berisiko karena infeksi
nosokomial (HAIs) terjadi karena berbagai faktor yang mempengaruhi peralatan medis.
Tenaga kesehatan merupakan tujuan utama dari program pencegahan dan pengendalian
infeksi di Ruamh Sakit. Berdasarkan keawaspadaan standar, salah satu uoaya untuk
menjamin putusnya rantai penularan infeksi serta upaya perlindungan bagi tenaga kesehatan
dalam melakukan pelayanan kesehatan adalah tersedianya ruang isolasi yang standar.

B. DEFENISI
Ruang Isolasi adalah ruangan yang terdapat sistem pengontrol aliran udara didalam ruangan
tersebut, sehingga jumlah partikel/mikroorganisme didalam udara tersebut daoat diturunkan
sampai batas tertentu, agar tidak terjadi kontaminasi silang dari pasien terhadap pekerja/staf
Ruamh Sakit.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum disusunnya panduan teknis ini adalah sebagai acuan bagi pemilik dan
pengelola Rumah Sakit dalam menyesuaikan kembali layanan Rumah Sakit dalam masa
adaptasi kebiasaan baru pandemik COVID-19 yang harus diterapkan agar layanan dapat
diberikan dengan aman.

2. Tujuan Khusus
1. Rumah Sakit dalam mempersiapkan manejemen layanan yang sesuai standar protokol
kesehatan nasional dan mendukung produktivitas kerja namun tetap memprioritaskan
kesehatan dan keselamatan dengan pencegahan dan pengendalian transmisi COVID-
19 sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan Rumah Sakit dan sumber daya manusia di Rumah Sakit.
2. Tim PPI di Rumah Sakit dalam meningkatkan mutu layanan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di masa adaptasi kebiasaan baru pandemik COVID-19.
3. Pemberi layanan kesehatan di Rumah Sakit dalam melakukan layanan kepada
masyarakat sesuai dengan standar protokol kesehatan nasional agar pemberi layanan
terjamin keselamatannya.
4. Pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit yang membutuhkan layanan dan
kepentingan lainnya di Rumah Sakit agar dapat mengikuti protokol kesehatan yang
berlaku di Rumah Sakit untuk meminimalisir terpapar COVID-19.
BAB II
RUANG LINGKUP

Sistem aliran udara tersebut dinamakan tata kelola udara. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut
maka terdapat persyaratan yang harus dipenuhi yaitu antara lai n ;
 Pengendalian kuantitas udara masuk( intake) dan udara keluar (exhoust)
 Pengendalian perbedaan tekanan udara di antara ruang ruang yang ada.
 Desain pola aliran udara berdasarkan prosedur khusus didalam ruang isolasi
 Pengenceran partikel/mikroorganisme didalam udara, dengan penggantian volume udara
skala besar.
 Penyaringan udara dengan menggunakan filter (penyaringan, misalnya : HEPA (High
Efficiency Particulate Air )

Tipe Ruang Isolasi


1. Ruang bertekanan netral atau standar, ruang ini mempunyai aliran udara masuk dan
keluar normal, tidak diatur dengan cara mekanik. Ruangan dapat menggunakan air
conditioning (AC), untuk mendapatkan suhu dan kelembapan yang diinginkan. Ruang ini
biasa di sebut Kelas S. Ruang isolasi kelas S digunakan untuk mengisolasi pasien dengan
penyebaran melalui kontak (kontak transmisi Diseases), namun ruangan isolasi dapat
digunakan oleh pasien dengan penyebaran penyakit melalui droplet bila tidak tersedia
ruangan lainnya.
Didalam ruangan ini juga harus dilengkapi dengan :
 Tempat cuci tangan ( westafel)
 Kamar mandi dengan WC dan shower didalamnya
 Pintu yang dapat menutup sendiri (a-self closing door)

2. Ruang isolasi bertekanan Positif, ruangan ini disebut juga dengan ruangan isolasi
Protektif (Protektif Isolation Room). Mempunyai sistem aliran udara yang mengalir dari
ruangan pasien kearah luar/koridor. Udara yang masuk kedalam ruangan disaring terlebih
dahulu dengan filter HEPA, kemudian dihembuskan dengan perbedaan tekanan kerah
luar. Ruang isolasi ini disebut ruang isolasi Kelas P, ditujukan untuk merawat pasien –
pasien dengan problem immune-compromise, misal : pasien transplantasi organ, pasien .
Seperti halnya ruang isolasi lainnya, maka ruang isolasi kelas P ini harus dilengkapi
dengan :
 Tempat cuci tangan (Westafel)
 Kamar mandi dengan WC dan Shower didalamnya
 Pintu yang dapat menutu sendiri (a-self closing door)

3. Ruang isolasi bertekanan Negatif atau disebut dengan ruang kelas N, ruangan ini
ditujukan untuk merawat pasien-pasien yang mempunyai resiko menyebarkan penyakit
melalui udara dan droplet ( Airborne dan Droplet Transmitted Deseases). Ruang ini
mempunyai perbedaan tekanan udara yang lebih kecil dibandingkan ruang disebelah
luarnya, sehingga udara akan mengalir dari luar ruangan kearah dalam ruangan pasien.
Tujuan dari tekanan udara negative ini adalah agar kuman atau virus dari pasien tidak
mencemari udara sehingga menularkan penyakit kepada orang lainnya. Ruang isolasi
tekanan negative disebut juga sebagai Airborne Infection Isolation room atau Infectious
Isolation Facilities. Ruangan ini harus mempunyai sistem back-up listrik, seandainya
terjadi pemadaman listrik sentral. Sistem data kelola udara harus dipastikan bekerja
dengan baik, perbedaan tekanan minimal adalah -15Pa (Pascal). Saluran udara tidak boleh
ada yang bocor dan dipastikan udara keluar disaring dengan filter HEPA dan ditambah
sinar UV-C untuk membunuh mikroorganisme yang keluar.
Seperti halnya ruang isolasi lainnya, maka ruangan ini harus dilengkapi dengan :
 Ruang anteroom.
 Ruang cuci tangan (Westafel) didalam anteroom dan Ruang pasien.
 Kamar mandi dengan WC dan shower didalamnya.
 Pintu yang dapat menutup sendiri (a-self closing door).
 100 % udara dari luar mengalir masuk kedalam ruangan pasien, serta sistem
exhaust yang terletak dibawah (15-30 cm diatas lantai).

4. Ruang isolasi karantina atau disebut dengan ruang Kelas Q (Quarantine) ruang isolasi ini
mempunyai prinsip seperti ruang isolasi kelas N, namun mempunyai persyaratan
tambahan lainnya sebagai berikut :
 Ruang anteroom mempunyai sistem airlock dan kedua pintu mempunyai
sistem interlocking, pintu akan terbuka setelah bertekanan udara mencapai
pada level yang dikehendaki. Kedua pintu tidak dapat terbuka pada saat yang
bersamaan, udara dari anteroom selalu mengalir kearah pasien.
 Ruangan ini dllengkapi sistem alarm apabila tekanan disalah satu ruangan
tidak mencapai sesuai level yang dikehendaki. Sistem alarm juga akan
berbunyi jika pintu dapat terbuka disaat yang bersamaan.
 Pintu mempunyai sistem kedap udara dan self-closing serta intercloking.
 Dilengkapi dengan kamar mandi sendiri.
 Tempat cuci tangan di anteroom dan dialam ruangan pasien.
 Sistem saluran udara sesuai kelas N dan dipastikan tidak ada kebocoran.
 Udara masuk melalui saluran yang terpisah dan dipastikan berasal dari udara
luar yang tidak terkontaminasi.
 Terdapat sistem komunikasi antara ruangan pasien dengan ruang perawat.
 Sistem sanitasi mudah dalam perawatannya..
BAB III
TATALAKSANA

1. Tekanan Negatif Ruang Isolasi

Type of Pressurization Isolation Room Anteroom Ensuite

Class S (Standar Pressure) Not required

Class N (Negative Pressure) - 30 Pa - 15 Pa - 30 Pa

Class P (Positive Pressure) + 30 Pa + 15 Pa + 30 Pa

Class P with negative pressure anteroom + 15 Pa - 15 Pa + 30 Pa

Source : Victorian Advisory Commitlee on infection control : Guidelines for the classification
and design of isolation rooms in health care facilities, 2007.

2. Ruang Isolasi Kelas N

Pintu Masuk Pintu Masuk


Pasien Petugas
Westafel

Bad Pasien

Ruang
Bad Pasien

Tunggu
Ruang Petugas
Petugas

Ruang Pemakaian
APD & Anteroom

Ruang
Pelepasan
Bad Paaien

Bad Pasien
Tundakan

APD
Bad

W
es
Kamar ta
Kamar
fe
Mandi Mandi

Pintu Keluar
Petugas
3. Kriteria Pasien Masuk dan Keluar Kamar Isolasi
A. Kriteria masuk kamar isolasi

1. Pasien masuk kamar isolasi penularan melalui udara


Pasien yang masuk ke ruang rawat isolasi penyakit menular melalui udara
yaitu :Coronavirus (Covid 19). Diagnose tersebut ditegakkan di IGD/ IRJ oleh dokter
yang bertugas dan telah dikonfirmasikan ke dokter konsulen penanggungjawaban pasien
dan berkolaborasi dengan tim Satgas Rumah Sakit Haji Kamino.

2. Pasien yang masuk ke kamar isolasi imunosupresi


Pasien yang masuk ke kamar isolasi imunosupresi adalah pasien dengan gangguan
imunologi (antara lain Infeksi Human Immunodefidiensi Virus [HIV], Sindrom
defisiensi imun kongenital, penyakit-penyakit kronik [diabetes melitus, kanker,
emfisema, gagal jantung] atau terapi imunosupresi (antara lain radiasi, kemoterapi
sitotoksik, medikasi antirejeksi, pengobatan steroid) dengan hasil laboratorium
neutrophil  500 sel/mikroliter.

B. Petugas yang berwenang


Petugas yang berwenang menentukan pasien dirawat di kamar isolasi atau keluar kamar
isolasi adalah dokter penanggung jawab pasien (DPJP).

C. Tatalaksana kamar isolasi


1. Pencegahan kontaminasi silang
 Lakukan kebersihan tangan sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan
tindakan aseptik, sesudah kontak dengan pasien, sesudah terkena cairan tubuh
pasien, sesudah meninggalkan lingkungan pasien, segera setelah melepas Alat
Pelindung Diri (APD).
 Tanda peringatan kewaspadaan standar berdasarkan transmisi harus terpasang di
pintu masuk ruang isolasi.

2. Penggunaan APD di ruang isolasi


 APD yang digunakan adalah sesuai dengan APD untuk mencegah penularan
infeksi melalui kontak,udara dan droplet terdiri dari :
1. APD Level 3 ( Masker, Gaun, Apron, Faceshild/goggle,sepatu,
sarung tangan,topi)
2. Petugas menggunakan masker N 95
3. Bila pasien keluar kamar isolasi menggunakan masker bedah
 APD yang lain digunakan sesuai dengan risiko pajanan.
 Perlengkapan APD diletakan di ruang antara (anteroom) isolasi.
 APD harus digunakan dalam konteks strategi dan rekomendasi pencegahan
dan pengendalian infeksi berdasarkan kewaspadaan standar, kontak, droplet
dan udara.
 Penggunaan kembali perlengkapan APD sekali pakai harus dihindari.
 Pemilihan APD harus sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan.
Perkiraan risiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan.
 Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, yaitu sebelum memasuki
ruangan. Gunakan dengan hati-hari, jangan menyebarkan kontaminasi.
 Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD.
 Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda mengetahui APD
tersebut tidak berfungsi optimal.
 Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan dan hindari kontaminasi
1. Lingkungan di luar ruang isolasi
2. Para pasien atau pekerja lain
3. Diri Anda sendiri
 Lepas semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera lakukan hand
hygiene.
 Penggunaan sarung tangan : Pencegahan kontaminasi tangan personil
kesehatan ketika :
1. Mengantisipasi kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh,
selaput lendir.
2. Lepas sarung tangan dengan benar untuk mencegah kontaminasi
tangan.
3. Lakukan kebersihan tangan segera setelah melepaskan sarung tangan.
 Penggunaan Masker
1. Masker efisiensi tinggi (N 95) direkomendasikan bila penyaringan
udara dianggap penting.
2. Lakukan fit test setiap saat sebelum memakai masker efisiensi tinggi.
3. Masker bedah harus terpasang erat di wajah menutupi hidung dan
mulut pemakai dan harus segera dibuang setelah dipakai.
4. Bila masker basah atau kotor terkena sekret harus segera diganti.
 Gaun Pelindung
1. Penggunaan gaun pelindung harus diutamakan untuk pelaksanaan
prosedur yang menimbulkan aerosol yang berkaitan dengan risiko
penularan patogen dan untuk kegiatan yang berdekatan dengan pasien
atau bila ada kemungkinan seringnya kontak langsung dengan pasien.
2. Bila gaun pelindung tidak mencukupi, gaun pelindung petugas kesehatan
bisa dipakai untuk pelayanan lebih dari satu pasien di ruang rawat
gabungan saja, dan bila gaun pelindung tidak bersentuhan langsung
dengan pasien.
 Pelindung mata
1. Kacamata biasa tidak dirancang untuk perlindungan percikan terhadap
mukosa mata dan tidak boleh digunakan sebagai pelindung mata.
2. Alat pelindung mata yang dapat dipakai ulang bisa digunakan (google,
faceshield), dan harus dibersihkan dan didekontaminasi dengan benar
setelah digunakan sesuai dengan petunjuk.
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
1. Bila peralatan digunakan kembali, ikuti prosedur umum disinfeksi dan sterilisasi
sesuai dengan jenis penggunaannya (kritikal, semi kritikal, dan non kritikal).
2. Peralatan makan dan minum pasien cukup dicuci dengan menggunakan air panas
dan detergent.
3. Perlengkapan sekali pakai harus dibuang sebagai limbah.
4. Semua linen bekas pakai dari ruang isolasi yang tidak terpapar cairan tubuh pasien
dikelola sebagai linen non infeksius dan linen yang terpapar cairan tubuh dikelola
sebagai linen infeksius.
5. Jangan memilah linen di tempat perawatan pasien, manipulasi minimal dan jangan
mengibas-ibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang.
6. Semua petugas yang menangani peralatan yang sudah digunakan dan linen kotor
harus menerapkan kewaspadaan standar dan membersihkan tangan setelah
memakai APD.

4. Pembersihan lingkungan kamar isolasi selama ditempati dan sesudah pasien pindah atau
pulang.
1. Pembersihan noda (ekskresi, sekresi pasien, kotoran, noda, dll) harus dilakukan
sebelum dilakukan disinfeksi menggunakan deterjen dan air.
2. Setelah dibersihkan dengan deterjen dan air dilap dengan larutan sodium
hipochlorit 0,05% - 0,5% ; Na DCC atau alcohol 95%.
3. Permukaan horizontal di ruang isolasi, terutama tempat tidur dan barang yang
sering disentuh oleh pasien harus dibersihkan setiap hari dan setelah pasien
meninggalkan rumah sakit.
4. Hindari pembersihan aerosolisasi patogen, harus dilakukan pembersihan lembab,
jangan menggunakan pembersihan kering atau menyapu.
5. Peralatan yang digunakan untuk pembersihan dan disinfeksi harus dibersihkan dan
dikeringkan setelah digunakan.
6. Untuk mempermudah pembersihan setiap hari, singkirkan persediaan dan peralatan
yang tidak perlu dari lokasi di sekitar pasien.
7. Petugas yang membersihkan kamar isolasi pasien menular melalui udara harus
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan masker N 95.

5. Edukasi bagi pengunjung dan pasien ruang isolasi


1. Pengunjung harus menggunakan APD sesuai standar di fasilitas pelayanan dan harus
diberi petunjuk mengenai cara penggunaannya serta mengenai praktek kebersihan
tangan sebelum memasuki ruang isolasi.
2. Pemberian informasi tentang kewaspadaan standar, kebersihan tangan, etika batuk,
dan strategi pencegahan infeksi rutin lainnya disediakan pada saat pasien masuk RS.
3. Penyediaan informasi dalam bentuk pamflet, dan materi cetakan lainnya yang
mencakup informasi tentang dasar pemikiran pencegahan infeksi.
4. Pendidikan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) terhadap pengunjung dan pasien ruang
isolasi secara rutin dan terjadwal.

6. Penanganan pasien dengan penularan airborne bila tidak tersedia ruangan tekanan
negatif.
1. Tempatkan pasien di ruang terpisah yang berventilasi baik.
2. Kamar harus terletak di tempat yang jelas terpisah dari tempat perawatan pasien
lainnya.
3. Prosedur yang menimbulkan aerosol yang berkaitan dengan penularan patogen harus
dilakukan menggunakan APD yang sesuai pencegahan patogen yang ditularkan
melalui udara.

7. Edukasi staff tentang penanganan pasien infeksi


1. Pelatihan tentang penanganan infeksi diberikan kepada semua petugas yang memiliki
kesempatan untuk kontak dengan pasien ataupun peralatan medis.
2. Petugas harus mendapatkan pelatihan yang sesuai mengenai penggunaan APD.
3. Edukasi dalam tugas (in service training) dapat berupa aspek klinis maupun aspek
manajemen program.

8. Pelatihan dasar
1. Pelatihan penuh, seluruh materi diberikan.
2. Pelatihan ulangan (retraining), pelatihan formal yang dilakukan terhadap peserta
yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya tetapi masih ditemukan banyak masalah
dalam kinerjanya, dan tidak cukup hanya dilakukan melalui supervisi. Materi yang
diberikan disesuaikan dengan inkompetensi yang ditemukan, tidak seluruh materi
diberikan seperti pada pelatihan penuh.
3. Pelatihan penyegaran, pelatihan formal yang dilakukan terhadap peserta yang telah
mengikuti pelatihan sebelumnya minimal 5 tahun atau ada up-date materi.
4. Pelatihan di tempat tugas/refresher (On the job training), diberikan terhadap petugas
yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya, tetapi masih ditemukan masalah dalam
kinerjanya pada waktu supervisi.
5. Pelatihan lanjutan (continued training/advanced training) pelatihan untuk
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan program yang lebih tinggi.
6. Materi pelatihan dan metode pembelajaran
Materi yang akan dipelajari dalam pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan
program dan tugas peserta latih. Metode pembelajaran harus mampu melibatkan
partisipasi aktif peserta dan mampu membangkitkan motivasi peserta.
7. Evaluasi Pelatihan
Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dalam setiap pelatihan dengan tujuan
untuk :
- Mengetahui apakah tujuan pelatihan telah tercapai atau tidak
- Mengetahui mutu pelatihan yang dilaksanakan dan meningkatkan mutu pelatihan
yang akan datang
8. Evaluasi Paska Pelatihan
Kegiatan yang sistematis untuk meningkatkan kinerja petugas dan mengetahui
tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasi petugas dalam bekerja.

9. Penempatan pasien
1. Air borne precautions
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang memiliki syarat sebagai berikut :
1. Bertekanan udata negatif dibanding dengan ruangan sekitarnya
2. Kali pergantian udara perjam
3. Memiliki saluran pengeluaran udara kelingkungan yang memadai
4. Pintu ke arah dalam harus selalu tertutup
5. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien bersama pasien lain yang
terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang sama (Kohort).

2. Droplet precautions
1. Tempatkan pasien di kamar tersendiri.
2. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan
pasien yang terinfeksi aktif dengan makroorganisme yang sama tetapi tidak boleh
dengan infeksi yang berbeda.
3. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan tidak ingin menggabungkan dengan pasien
lain, maka pisahkan dengan jarak sedikitnya 1 meter dengan pasien lainnya.
4. Tidak dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi khusus dan pintu boleh tetap
terbuka.

3. Kontak precautions :
1. Tempatkan pasien di kamar tersendiri.
2. Bila tidak tersedia kamar sendiri, tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan
pasien yang terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang sama tetapi tidak boleh
dengan pasien infeksi yang berbeda.
3. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan penggabungan dengan pasien lain tidak
diinginkan, pertimbangan sifat epidemiologi mikroorganisme dan populasi pasien
saat menempatkan pasien.

10. Pemindahan Pasien


Petugas yang memindahkan pasien dengan penyakit menular melalui kontak, droplet
dan udara menggunakan ambulance Rumah Sakit, petugas menggunakan masker N.95,
sedangkan pasiennya menggunakan masker bedah. Tempat penerimaan harus
diberitahu sesegera mungkin sebelum kedatangan pasien mengenai diagnosis pasien
tersebut serta kewaspadaan yang diperlukan.
1. Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar khusus yang tersedia hanya
untuk hal yang sangat penting saja.
2. Bila dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran driplet dengan
memakai masker bedah pada pasien.
3. Gunakan jalur transport yang mengurangi pajanan staf, pasien lain, dan
pengunjung.
4. Bila dibutuhkan pemindahan dan transportasi, pastikan kewaspadaan tetap terjaga.

11. Penanganan spesimen

1. Petugas kesehatan yang mengambil specimen dari pasien harus mengenakan APD
sesuai kewaspadaan standar.
2. Spesimen yang akan dibawa harus dimasukan kantong spesimen anti bocor (kantong
plastik speimen biohazard).
3. Spesiumen harus dibawa dengan tangan bila memungkinkan, sistem tabung
pneumonik tidak boleh digunakan untuk membawa speimen.
4. Formulir permintaan harus menyatakan dengan jelas “Suspek ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran” dan laboratorium harus diinformasikan bahwa spesimen
tersebut dengan dalam perjalanan.

12. Kesehatan Profesi


1. Petugas kesehatan yang berisiko tinggi mengalami komplikasi (wanita hamil, daya
tahan tubuh rendah, dan orang yang mengalami penyakit jantung, paru, atau
pernafasan) sebaiknya diberikan informasi medis dan dibebastugaskan dalam
merawat pasien yang menular melalui udara.
2. Pemantauan kesehatan petugas khususnya yang memberikan pelayanan kepada
pasien ISPA yang menimbulkan kekhawatiran dengan pelaporan diri oleh petugas
kesehatan yang memperlihatkan gejala.
3. Berikan akses segera untuk mendapatkan fiagnosis, konsultasi, dan perawatan.
BAB IV
PENUTUP

Demikian panduan isolasi ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagai acuan pelayanan
ruang isolasi terhadap penangan pasien covid 19.

Anda mungkin juga menyukai