Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan jasmani sebagai komponen secara keseluruhan dari pendidikan

telah di sadari manfaatnya oleh banyak kalangan. Tetapi mereka mempunyai

perbedaan pendapat dalam memahami pengertian tentang penjas. Perbedaan

pendapat itu wajar, yang terpenting seseorang harus melakukan pembatasan

pengetrian yang di anut secara jelas dan konsisten. Dalam KTSP tahun 2006

(Depdiknas,2006: 204) di uraikan tentang penjas sebagai beikut:

Penjas merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan,


bertujuan untuk mengembangkan aspek kesegaran jasmani, keterampilan
gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran,
stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan
pengenalan lingkungan bersih melalui aktifitas jasmani olahraga, dan
kesehatan terpilih yang di rencanakan secara sistematis dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan nasional.

Sedangkan menurut beberapa ahli seperti Rusli Lutan (2000: 1) penjas

merupakan wahana dan alat untuk membina anak agar kelak mereka mampu

dalam membuat keputusan terbaik tentang aktivitas jasmani yang di lakukan dan

menjalani pola hidup. Menurut Subagio dkk (2008:18) pendidikan jasmani adalah

latihan jasmani yang dimanfaatkan, dikembangkan, dan di daya gunakan dalam

pendidikan.

Materi pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

(penjasorkes) meliputi: (1) Aktivitas Pengalaman dan pengembangan

1
keterampilan dasar permainan olahraga, (2) pembelajaran Uji diri, dan (3)

Pendidikan luar kelas dan kesehatan. Ini disajikan untuk membantu siswa agar

memahami mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukaan gerak-

gerak secara aman, efessien dan efektif. Adapun implementasinya perlu

dilakukaan secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan, yang pada gilirannya

siswa diharapkan dapat meningkatkan sikap positif bagi diri sendiri dan

menghargai manfaat aktivitas jasmani bagi peningkatan kualitas hidup seseorang.

Dengan demikian, akan terbentuk jiwa sportif dan gaya hidup aktif (Samsudin,

2008:5)

Dari hasil Observasi awal yang di laksanakan pada tanggal 20 Oktober

2020 ditemui fenomena yang terjadi di kelas MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja,

dimana aktivitas dan belajar dalam pembelajaran Penjasorkes masih kurang

optimal, hal ini terlihat dari aktivitas belajar siswa 40% saja siswa yang aktif

bertanya dan menjawab. Kemudian untuk hasil belajar di peroleh rata-rata

kelasnya 50,0 kemudian untuk daya serap siswa hanya 50% saja dan kentuntasan

belajarnya hanya 40% saja. Untuk mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran,

dengan hasil belajar siswa sebgai titik ukurnya, maka diperlukan proses

pembelajaran yang baik, artinya jika proses pembelajaran yang baik, maka hasil

belajar siswa pun akan baik. Hasil belajar di peroleh dari penilaian yang dilakukan

oleh seorang guru melalui kegiatan evaluasi ulangan praktek di lapangan.

Penilaian atau evaluasi kelas dilakukan oleh seorang guru untuk mengetahui

kemajuan dan hasil belajar siswa, mendiaknosa kesulitan belajar, memperikan

umpan balik untuk perbaikan proses pembelajarn, serta penentuan kenaikan kelas.

2
Proses pembelajaran merupakan jantung dari keberhasilan. Pemilihan

model pembelajaran menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam

proses belajar mengajar karena model merupakan salah satu kunci dalam

keberhasilan proses mencapai tujuan pemebelajaran (Annur Fitri Hayati, 2014).

(Slameto, 2010) mengatakan guru harus menggunakan banyak model pada waktu

belajar, karena variasi model mengakibatkan penyajian bahan pelajaran yang lebih

menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa dan kelas menjadi aktif. Salah

satu teknik pembelajaran yang merupakan bagian dari model pembelajaran

kooperatif tipe Group Investigation (GI). Teknik pembelajaran tipe group

investigation adalah teknik pembelajaran yang menekan pada partisipasi dan

aktivitas siswa untuk mecari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan

dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau

siswa dapat mencari dari internet dan juga narasumber. Dalam teknik

pembelajaran ini siswa di kelompokkan, dan di dalam kelompok tersebut siswa

akan berdiskusi untuk menganalisis informasi yang telah di dapat

Untuk mencapai tujuan pembelajaran perlu di susun suatu metode agar

tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa suatu metode yang cocok, tepat dan jitu,

kecil kemungkinan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Keadaan

siswa yang cenderung heterogen membuat suasana keaktifan siswa bervariasi.

Sebagain besar siswa cenderung pasif dan sebagian cenderung aktif. Sikap aktif

dan pasif perlu diarahkan, karena dalam proses pembelajaran aktifnya siswa di

harapkan aktif dalam mengikuti pembelajaran dan dapat menerima dan

memahami materi yang disampaikan. Dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe group investigation diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar

3
yang baik. Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation pada mata pelajaran Penjasorkes materi Bulutangkis diharapkan

tujuan yang dirumuskan dapat tercapai. Proses pembelajaran bisa dikatakan

berhasil apabila terjadi perubahan yang positif dari peserta didik.

Berdasarkan pandangan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian

dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation (GI) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Teknik Dasar

Servis Panjang Bulutangkis Pada Siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja

Tahun Pelajaran 2020/2021”.

Adapun kajian dari hasil penelitian yang mendukung penelitian ini antara lain:

1. Menurut I Ketut Bayu Japa Widnyana, I Nyoman Kanca, Ni Made Sri Dewi

Lestari (Vol 5, No 2, Tahun 2016) dengan judul “IMPLEMENTASI

KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR TEKNIK

PASSING CONTROL SEPAK BOLA” hasil penelitin menunjukan bahwa

aktivitas belajar siswa secara klasikal sebesar 8,44 (aktif). Untuk data hasil

belajar dimana siswa yang tuntas 21 orang dengan presentase 95,5% dan yang

tidak tuntas 1 orang dengan presentase 4,5%. Berdasarkan hasil analisis data

tersebut maka aktivitas teknik dasar passing control sepak bola meningkat

melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe group investigation

(GI). Hasil belajar teknik passing control sepak bola menggunakan kaki

bagian dalam meningkat melalui implementasi model pembelajran koopreatif

tipe group investigation.

4
2. Menurut Lalu Muh Supriadi Wirya, Lanang Agung Parwata, Kusuma Wijaya

(Vol 8, No 2, Tahun 2017). Dengan Judul “PENGARUH MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI TERHADAP HASIL BELAJAR

TEKNIK DASAR PASSING BOLA VOLI”. hasil penelitian menunjukkan

bahwa hasil belajar pada siklus I adalah sebesar 80 dan termasuk dalam

kategori cukup dengan ketuntasan klasikal sebesar 44%, sedangkan hasil

belajar pada siklus II sebesr 86.6 dan termasuk dalam kategori baikdengan

ketuntasan klasikal 100%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar dari siklus I ke siklus II dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe group investigation (gi) sebesar 6,6%. Dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe GI berpengaruh signifikan p=0,00

terhadap peningkatan hasil belajar materi teknik dasar passing bola voli.

3. Menurut Putu Angga Gargita, I Ketut Budaya Astra, S.Pd, M.Or., Dr. I Made

Kusuma Wijaya, S.Ked. (Vol 4, No 2, Tahun 2016). Dengan Judul

“implementasi model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (gi)

untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar teknik dasar service

bulutangkis”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas

pembelajarahbjasa bulutangkis sebesar 7,37 secara klasikal (aktif), dan siklus

kedua adalah 8,42 (aktif). Dari siklus I ke siklus II meningkat menjadi 1,07.

Hasil observasi kegiatan belajar bulutangkis secara klasikal sebesar 19,05%

(sedang), setelah diberikan tindakan siklus I presentasi pembelajaran

bulutangkis secara klasikal sebesar 71,42% (baik) dan pada siklus I presentase

pembelajaran bulutangkis secara klasikal sebesar 71,42% (baik) dan pada

siklus I. Siklus II 95,23% (sangat baik) dari siklus I ke siklus II meningkat

5
sebesar 23,81%. Dapat di simpulkan bahawa aktivitas belajar dan prestasi

belajar keterampilan dasar jasa bulutangkis meningkat melalui penerapan

model pembelajaran kooperatif yipe Group Investigation (GI).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.2.1. Bagaimanakah aktivitas belajar Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis

melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI)

pada siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran

2020/2021?.

1.2.2. Bagaimanakah hasil belajar Teknik Dasar Servis Panjang Pada Bulutangkis

melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI)

pada siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran 2020/2021.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1.3.1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar Teknik Servis Panjang Pada

Bulutangkis melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Group

Investigation (GI) pada siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja

tahun pelajaran 2020/2021?

1.3.2. Untuk meningkatkan hasil belajar Teknik Dasar Servis Panjang Pada

Bulutangkis melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Group

6
Investigation (GI) pada siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja

tahun pelajaran 2020/2021.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu strategi

mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

(GI) dalam pembelajaran penjasorkes khususnya Teknik Dasar Servis

Panjang Pada Bulutangkis yang lebih relevan dengan kondisi siswa

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Meningkatkan wawasan dan keterampilan guru dalam menenerapkankan

model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dalam

pembelajaran teknik dasar servis panjang pada bulutangkis.

b. Bagi Siswa

Membantu siswa dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar teknik

dasar servis panjang pada bulutangkis melalui penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

c. Bagi Sekolah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap

pembelajaran pendidikan jasmani secara konvensional menuju ke

pembelajaran partisipatif yang bertumpu pada aktivitas dan hasil belajar

7
yang menuntut siswa berinteraksi secara aktif baik individu maupun

kelompok. Sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan

jasmani.

d. Bagi Peneliti

Dengan penelitian ini, peneliti akan memperoleh pengalaman langsung

dalam efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation (GI) pada pembelajaran Bulutangkis.

e. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menarik minat peneliti lain untuk

meneliti hal-hal yang berkaitan dengan metode pembelajaran secara lebih

mendalam. Sehingga hasil penelitian ini akan menjadi sumbangan besar

dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pembelajaran dalam Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Penjasorkes

Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

perubahan diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat di

indikasikan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman,

sikap, tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan serta perubahan

aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar ( Trianto 2009 : 9 )

Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa

(H. Isjoni, 2010: 11). Pembelajaran merupakan proses yang interaktif antara guru

dengan peserta didik. Pembelajaran melibatkan pendekatan dengan menggunakan

teknologi yang akan membantu memecahkan permasalah faktual/riil di dalam

kelas. (Kemdikbud 2014 : 8 ).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan

pembelajaran adalah suatu proses yang melibatkan interaksi antara siswa, guru,

informasi dan lingkungannya untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan atau

sikap yang baru. Proses pembelajaran, diciptakan suatu kondisi agar siswa sebagai

peserta didik dapat menerima materi-materi pelajaran dengan baik dan dapat

mengembangkan pola pikir siswa sesuai dengan potensi sendiri.

Pembelajaran dalam penjasorkes harus mampu membangkitkan minat

anak untuk menggali potensinya dalam hal gerak. Penjasorkes merupakan bagian

9
integral dari pendidikan secara keseluruhan yang mampu mengembangkan anak

atau individu secara utuh dalam arti mencakup aspek-aspek jasmaniah, intelektual,

emosional dan moral-spiritual yang dalam proses pembelajarannya

mengutamakan aktivitas jasmani dan pembiasaan pola hidup sehat (Depdiknas,

2004: 6). Tujuan penjasorkes adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai

berikut (Depdiknas, 2006: 163-164):

a. Mengembangkan keterampilan pengelolaan pengembangan dan memelihara

kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani

olahraga yang terpilih.

b. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis yang lebih baik.

c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar.

d. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai nilai

yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.

e. Mengembangkan sikap positif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama,

percaya diri dan demokratis.

f. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang

lain dan lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi tujuan pendidikan jasmani,

olahraga dan kesehatan adalah merupakan tujuan yang ideal yang berkembang

secara jasmaniah, sosial, dan mental melalui pelajaran yang terpimpin dan

berpartisipasi dalam penjasorkes.

2.2. Sistematika Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan

Kesehatan Penjasorkes

10
Sistematika pembelajaran merupakan satu kesatuan kerja sistematik yang

tidak dapat dipisah-pisahkan yang berlaku untuk semua jenis pelajaran pendidikan

jasmani. Berdasarkan prinsipnya, sistematika pelaksanaan pelajaran pendidikan

jasmani, olahraga dan kesehatan secara umum mengikuti tiga pola pelajaran

sebagai berikut.

(Depdiknas, 2007:7) Pada prinsipnya sistematika pelaksanaan pembelajaran

Penjasorkes mengikuti tiga pola langkah pembelajaran, yaitu:

2.2.1 Kegiatan pendahuluan

Kegiatan pendahuluan, yang dapat dilakukan oleh guru:

a. Mengumpulkan siswa pada suatu tempat tertentu, kemudian membariskan

dalam syaf, setengah lingkaran atau bentuk variasi sesuai keadaan

b. Mengucapkan salam kepada siswa dan mengajak siswa untuk berdoa terlebih

dahulu.

c. Menanyakan kondisi kesehatan siswa secara umun dan memastikan bahwa

semua siswa dalam keadaan sehat.

d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya

dengan materi yang akan dipelajari.

e. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang ingin dicapai dan

menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

f. Melakukan pemanasan

2.2.2 Kegiatan inti atau pokok

Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai

Kompetensi Dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpastisipasi aktif, serta

11
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai

dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti

menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan mata

pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

a. Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi, guru melakukan upaya-upaya: (1) Melibatkan

peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik atau tema

materi yang akan dipelajari dan guru belajar dari aneka sumber. (2) Menggunakan

beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar lain.

(3) memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa dengan guru, lingkungan dan

sumber belajar lainnya. (4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap

kegiatan pembelajaran. (5) Memfasilitasi siswa melakukan percobaan

dilaboratorium, studio atau lapangan.

b. Elaborasi

Kegiatan elaborasi guru melakukan upaya-upaya: (1) Membiasakan

peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu

yang bermakna. (2) Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi dan

lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis. (3)

Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan

bertindak tanpa rasa takut. (4) Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif

dan kolaboratif. (5) Memfasilitasi siswa berkompetisi secara sehat untuk

meningkatkan prestasi belajar. (6) Memfasilitasi siswa membuat laporan

eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun

kelompok. (7) Memfasilitasi siswa untuk kerja individual maupun kelompok. (8)

12
Memfasilitasi siswa melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang

dihasilkan. (9) Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang membutuhkan

kebanggaan dan rasa percaya diri peserta.

c. Konfirmasi

Kegiatan konfirmasi guru melakukan upaya-upaya: (1) Memberikan

umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isiarat, maupun

hadiah terhadap keberhasilan siswa. (2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil

ekplorasi dan elaborasi siswa melalui berbagai sumber. (3) Memfasilitasi siswa

melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

(4) Memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam

mencapai kompetensi dasar: Berfungsi sebagai nara sumber dan fasilitator dalam

menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan

bahasa yang baku dan dasar membantu menyelesaikan masalah, memberikan

motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

2.2.3 Kegiatan penutup guru:

a. Bersama-sama dengan siswa dan atau sendiri membuat rangkuman atau

simpulan pembelajaran.

b. Melakukan penilaian dan atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.

c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remidi,

program pengayaan, layanan konseling dan atau memberikan tugas individual

maupun kelompok sesua dengan hasil belajar siswa.

e. Menyampaikan perencanaan pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

13
f. Setelah melakukan aktivitas olahraga sebaiknya seluruh siswa dan guru berdoa.

Jadi dalam proses pembelajaran penjasorkes dirancang secara berurutan

dari pendahuluan, pembelajaran inti dan penutup. Dengan pembelajaran

penjasorkes siswa tidak hanya memperoleh teori tentang kesehatan dan berbagai

cabang olahraga, lebih dari itu siswa berkesempatan mempraktikkannya dan

melalui praktik dari berbagai cabang olahraga diharapkan mucul bakat yang

dimiliki siswa untuk selanjutnya dikembangkan sesuai dengan kemampuan siswa.

2.3. Konsep Belajar Gerak

Belajar gerak merupakan belajar yang diwujudkan melalui respon-respon

muskular dan diekspresikan dalam bentuk gerakan tubuh. Belajar gerak yang

dipelajari adalah pola-pola tertentu. Proses belajar berupa kegiatan mengamati

gerakan dan kemudian mencoba melakukan berulang-ulang, menerapkan pola-

pola gerak tertentu sesuai situasi yang ada. Belajar gerak melibatkan ranah

kognitif, afektif, psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan prilaku berfikir,

ranah afektif berkenaan dengan prilaku emosi, dan ranah psikomotor berkenaan

dengan prilaku gerak tubuh (Kemenpora, 2008: 154-155).

. Belajar gerak sebagai suatu aktivitas berlangsung dalam suatu proses untuk

mencapai tujuan belajar. Pencapaian tujuan belajar gerak selalu melalui tahapan

atau fase-fase belajar yang dapat diidentifikasi ada 3 fase belajar (Kemenpora,

2008: 164) yaitu:

2.3.3. Fase Kognitif atau fase awal

Pada fase kognitif pelajar berusaha memahami ide atau konsep gerak

melalui mendengarkan penjelasan atau melihat contoh gerakan.

2.3.4. Fase Asosiatif atau fase menengah

14
Pada fase asosiatif ini, dengan cara melakukan rangkaian gerakan secara

berulang-ulang, penguasaan atas gerakan akan semakin meningkat..

2.3.5. Fase Otonom atau fase akhir

Fase otonom merupakan fase akhir dalam belajar gerak keterampilan. Fase

otonom ini pelajar mencapai tingkat penguasaan gerakan yang tinggi dan

pelajar bisa melakukan rangkaian gerakan keterampilan secara otonom dan

secara otomatis. Proses belajar gerak bisa berlangsung dengan baik dengan

adanya kondisi belajar yang baik. Kondisi balajar meliputi:

a. Kondisi Internal

Kondisi internal adalah kondisi dimana selama proses belajar gerak siswa

perlu berusaha mengingat bentuk bagian-bagian gerakan yang dipelajari

dan berusaha mengingat urutan rangkaian dari bagian-bagian gerakan

dalam gerakan keterampilan secara keseluruhan.

b. Kondisi Eksternal

Kondisi eksternal adalah stimulus di luar diri siswa yang diperlukan agar

terjadinya proses belajarndalam bentuk pemberian penjelasan mengenai

gerakan yang dipelajari, pemberian contoh gerakan, instruksi untuk

mempraktikan gerakan dan penyampaian umpan-balik yang diberikan oleh

guru atau pelatih.

2.4. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai

pedoman dalam melakukan pembelajaran. Jadi, model pembelajaran cenderung

prespektif, (memberi petunjuk dan bersifat menentukan), yang relatif sulit

dibedakan dengan strategi pembelajaran.

15
Selain memperhatikan hal-hal yang rasional dan teoritis, tujuan dan hasil

yang ingin dicapai, model pembelajaran seharusnya memiliki lima unsur dasar,

yaitu, (1) syntax, adalah langkah-langkah operasional pembelajaran, (20), social

system, adalah suasana dan norama yang berlaku dalam pembelajaran, (3)

principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandng,

memperlakukan, dan merespons siswa, (4) support system, yakni segala sarana,

bahan, alat, atau lingkungan belajar mendukung pembelajaran, dan (5)

intructional dan nurturant effects, adalah hasil belajar yang diperoleh langsung

berdasarkan tujuan yang didasar (intructional effects) dan hasil belajar di luar

yang disasar (nurturant effects) pembelajaran yang di kutip Heri Rahyubi (2012 :

251)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas untuk

menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,

film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Trianto, 2007: 5).

Adapun jenis-jenis model pembelajaran yang sering digunakan dalam proses

pencapaian tujuan pembelajaran yaitu :

2.4.1. Model pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) adalah

suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata

sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis

dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran..

2.4.2. Model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan

sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari

16
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan

permusuhan.

2.4.3. Model pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry) merupakan model

pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar menemukan masalah,

mengumpulkan, mengorganisasi dan memanipulasi data serta

memecahkan masalah.

2.4.4. Model pembelajaran autentik merupakan pendekatan pengajaran yang

memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna, siswa

mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang

penting dalam konteks kehidupan nyata.

2.4.5. Model pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based learning)

merupakan pendekatan pembelajaran komprehensif di mana lingkungan

belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap

masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik

mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainya.

2.4.6. Model pembelajaran berbasis kerja (work-based learning) merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan

konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah

dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di dalam tempat

kerja .

2.4.7. Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana

guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

17
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat.

Sesuai dengan beberapa jenis-jenis model pembelajaran tersebut, peneliti

menggunakan model kooperatif karena berdasarkan observasi awal model

pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional sehingga siswa

kurang dibiasakan belajar kelompok.

2.5. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan

sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah dan silih asuh antar sesama

siswa sebagai latihan hidup didalam masyarakat nyata sebagai Menurut PLPG

Undiksha Singaraja (2011). Menurut Ibrahim ( trianto 2009: 62 ) bahwa belajar

kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang

lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.

Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif daripada

dari guru.

Menurut Johnson & Johnson dan Sutton ( Trianto 2009 : 60 ), terdapat

lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:

2.5.1. Pertama, Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam

belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk

mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain.

2.5.2. Kedua, Interaksi antar siswa yang semakin meningkat. Hal ini terjadi dalam

hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota

kelompok.

18
2.5.3. Ketiga, Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam

belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal membantu

teman yang membutuhkan.

2.5.4. Keempat, Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Belajar

kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan

seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa

lain dalam kelompoknya.

2.5.5. Kelima, Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa

proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok

mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan

membuat hubungan kerja yang baik.

Ada enam langkah utama atau tahapan dalam pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif yang dipaparkan (Trianto 2007: 48).

Agar lebih jelas, dapat di lihat pada tabel a. di bawah ini:

Tabel 4.2 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif (Trianto, 2007: 48)

N Fase Tingkah Laku Guru


o
1 Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
Menyampaikan tujuan dan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
memotivasi siswa memotivasi siswa belajar.
2 Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada siswa
Menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
3 Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
Mengorganiasikan caranya membentuk kelompok belajar dan
Siswa ke dalam membantu setiap kelompok agar melakukan
Kelompok kooperatif transisi secara efisien.
4 Fase-4 Guru membimbing kelompok-kelompok
Membimbing belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Keompok bekerja dan belajar mereka
.

19
5 Fase-5 Guru mengevalusi hasil belajar tentang
Evaluasi materi yang telah dipelajari atau didiskusikan
oleh masing-masing kelompok dalam
mempresentasikan hasil kerjanya.
6 Fase-6 Guru mencari cara untuk menghargai baik
Memberi upaya maupun hasil belajar individu atau
penghargaan/penguatan kelompok.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang memiliki tingkat

kemampuan yang berbeda (heterogen) dalam menyelesaikan tugas kelompok,

setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu materi

pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban temannya yang salah, serta

aktivitas lainnya dengan tujuan untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi.

2.6. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa jenis-jenis pembelajaran kooperatif ( Trianto, 2009: 68) yaitu:

2.6.1. Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) / kelompok siswa

berprestasi dalam tim.

Dalam tipe STAD para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas

empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar

belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim

mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.

Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-

sendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.

2.6.2. TipeTeam-Games-Turnament (TGT)/Pertandingan Dalam Kelompok

Permainan.

20
Tipe ini telah dikembangkan David de Vries dan Keith Edwards, ini

merupakan tipe pembelajaran pertama dari Johns Hopkins dinama tipe ini

menggunakan pelajaran yang sama disampaikan oleh guru dan tim kerja yang

sama seperti dalam tipe STAD. Tipe TGT memiliki banyak kesamaan dinamika

dalam tipe STAD, tetapi menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari

penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam persiapkan

diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan

masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam

game temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab

individual.

2.6.3. Tipe Jigsaw

Tipe jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari

Universitas Texas. Tipe jigsaw ini para peserta didik ditentukan pada tim-tim

belajar heterogen beranggotakan 5 orang siswa (materi akademis disajikan pada

peserta didik dalam bentuk teks), dan setiap peserta didik mempunyai tanggung

jawab pada masing-masing materi tersebut. Ada 2 kelompok yaitu kelompok asal

dan kelompok asli.

2.6.4. Tipe Group Investigation ( GI )

Tipe GI merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks

dan paling sulit untuk diterapkan. Dalam implementasi tipe GI guru membagi

kelas mejadi 5-6 siswa histerogen..

2.6.5. Tipe Think Pair Share/Berfikir Berpasangan

Kelompok peserta didik terdiri dari 2 orang (berpasangan) yang heterogen,

pertama masing-masing peserta didik harus belajar sendiri (thinking) dalam

21
menemukan jawaban. Kemudian mereka saling bertukar pikiran atas hasil

individu (pairing) yang akhirnya guru akan memimpin diskusi bersama peserta

didik antar kelompok (sharing) untuk menyimpulkan isi materi.

2.6.6. Tipe Numberel Head Together (NHT)/Berfikir Bersama secara Penomora

Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) dengan melibatkan

lebih banyak peserta didik dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman

mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Sesuai dengan beberapa jenis-jenis pembelajaran kooperatif tersebut,

peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) yang

paling cocok untuk pembelajaran penjasorkes karena berdasarkan observasi awal,

kurangnya kesempatan yang didapat siswa dalam melakukan gerakan sehingga

dalam melakukan teknik dasar shooting bola basket yang meliputi; tahap awalan

gerakan, tahap pelaksanaan gerakan dan tahap lanjutan gerakan tidak sempurna.

2.7. Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation (GI)

Adapun tahapan dalam pembelajan GI antara lain yaitu seleksi topik,

merencanakan kerjasama, implementasi, analisis dan sintentis, penyajian hasil

akhir, dan evaluasi ( Slavin, 1995 ) dalam siti Maesaroh (2005:29-30)

Tahap 1: seleksi Topik

Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa

yang akan mereka selidiki. Kelompok di bentuk berdasarkan heterogenis.

Tahap 2: Merencanakan Tugas

Kelompok akan membagi sub topic kepada seluruh anggota. Kemudisn

membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses

dan sumber apa yang akan dipakai.

22
Tahap 3: Membuat Penyelidikan

Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi,

membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam

pengetahuan baru dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah

kelompok.

Tahap 4: Mempersiapkan Tugas Akhir

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan

di depan kelas.

Tahap 5 : Mempresentasikan Tugas Akhir

Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap

mengikuti.

Tahap 6 : Evaluasi

Soal ulangan mencakup seluruh topic yang telah diselidiki dan

dipresentasikan.

2.8. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Group Investigation (GI)

2.8.1. Keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe GI

Keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yaitu:

a. Motivasi belajar siswa lebih besar karena rasa tanggung jawab bersama

b. Berkelompok akan lebih mudah melihat kekurangan-kekurangan untuk segera

di perbaiki.

c. Di dalam kelompok lebih banyak orang memikirkan kendala yang dihadapi.

d. Siswa diberikan kesempatan untuk menggembangkan potensi yang dimiliki.

23
e. Siswa diberikan kesempatan untuk lebih intensif mengadakan penyelidikkan

mengenai sesuatu topic.

f. Siswa dapat menggembangkan kemampuannya untuk berinteraksi dengan orang

lain.

g. Dapat menggembangkan bakat kepemimpinan (leadership) yang baik kepada

siswa.

2.8.2. Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe GI

Kelemahan Model Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yaitu:

a. Dalam kelompok sering hanya melihat siswa yang mampu.

b. Keadaan kelas sulit untuk di atur karena pengaturan tempat duduk yang tidak

teratur.

c. Terlalu banyak waktu terbuang apabila guru tidak mengelompokkan siswa

secara merata, karena siswa yang kurang mampu lebih lama berproses dalam

kelompok untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan.

d. Kebersahilan metode ini tergantung kepada kemampuan siswa memimpin

kelompok.

2.9. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk

menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap, dan

keterampilan pada siswa sebagai latihan yang di laksanakan secara sengaja.

Sedangkan Defri, mendefinisikan aktivitas belajar sebagai segala kegiatan yang

dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan

belajar. Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu

indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar (Ahmad, 2008: 15).

24
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

perubahan diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

diindikasikan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman,

sikap, tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan serta perubahan

aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar (Trianto 2009: 9)

Proses pembelajaran yang dikatakan efektif adalah pembelajaran yang

menyediakan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas sendiri kepada siswa.

Siswa belajar dan beraktivitas sendiri untuk memperoleh pengalaman, tingkah

laku, dan pengetahuan lainnya serta mengembangkan keterampilannya yang

bermakna dan siswa dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya

.Sehingga kegiatan atau aktivitas belajar siswa merupakan dasar untuk mencapai

hasil belajar yang lebih optimal (Oemar Hamalik, 2004:171)

2.9.1. Jenis-jenis Aktivitas Belajar

Jenis-jenis aktivitas belajar menurut Paul D. Dierich (dalam Oemar

Hamalik, 2005:90) dapat diklasifikasikan menjadi beberapa aktivitas antara lain:

a. Kegiatan-kegiatan visual : Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati

eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau

bermain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan : Mengajukan pertanyaan, memberi saran,

mengajukan pendapat, diskusi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan : Mendengarkan penyajian bahan,

mendengarkan suatu permainan.

25
d. Kegiatan-kegiatan menulis : Menulis laporan, membuat rangkuman,

mengerjakan tes dan mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar : Menggambar, membuat grafik, chart, pola.

f. Kegiatan-kegiatan metrik : Melakukan percobaan, memilih alat-alat,

menyelenggarakan permainan.

g. Kegiatan-kegiatan mental : Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah,

membuat keputusan.

h. Kegiatan-kegiatan emosional : Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-

lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis

kegiatan.

2.10. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme mengalami

perubahan perilaku karena adanya pengalaman dan proses belajar telah terjadi jika

di dalam diri anak telah terjadi perubahan, perubahan tersebut diperoleh dari

pengalaman sebagai interaksi dengan lingkungan. Berbeda dengan yang

dikemukakan Nana Syaodih Sukmadinata (2003:102-103), dalam tulisannya yang

berjudul Landasan Psikologi Proses Pendidikan menyatakan bahwa “hasil belajar

merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan atau kapasitas yang dimiliki

seseorang”. Penguasaan hasil belajar seseorang menurut sukmadinata dapat dilihat

dari perilakunya. Baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, berpikir,

maupun motorik.

Sardiman A.M. (2009:28-29) menyatakan hasil belajar merupakan hasil

pencapaian dari tujuan belajar. Sardiman A.M. juga mengemukakan tentang hasil

belajar yang meliputi bidang keilmuan dan pengetahuan (kognitif), bidang

26
personal (afektif) serta bidang kelakuan (psikomotorik). “Hasil belajar

dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan

lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui,

si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan

bahan yang sedang dipelajari.” dikemukakan oleh Paul Suparno yang dikutip dari

Sardiman A.M. (2009:38).

2.11. Bulutangkis

Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup mendapat

perhatian, baik pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Munculnya klub-klub

bulutangkis dapat dijadikan bukti bahwa olahraga ini banyak diminati oleh banyak

masyarakat. Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat

individual yang dapat dilakukan dengan cara melakukan satu orang melawan satu

orang atau dua orang melawan dua orang. Permainan ini menggunakan raket

sebagai alat pemukul dan shuttlecock sebagai objek pukul. Lapangan permainan

berbentuk segi 18 empat dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah

permainan sendiri dan daerah permainan lawan ( Sudarman, 2004: 56). Menurut

Johnson (1984 : 5), Bulutangkis atau badminton sebagai olahraga hiburan dan

pertandingan digemari tua muda diseluruh dunia. Dalam hal ini permainan

bulutangkis mempunyai tujuan bahwa seorang pemain berusaha menjatuhkan

shuttlecock di daerah permainan lawan dan berusaha agar lawan tidak dapat

memukul shuttlecock dan menjatuhkannya di daerah permainan sendiri.

Menurut Tony Griee (2007: 1), bulutangkis merupakan olahraga permainan

yang cepat dan membutuhkan gerak reflek yang baik dan tingkat kebugarannya

yang tinggi. Untuk dapat bermain bulutangkis dengan baik, maka dituntut untuk

27
banyak melakukan latihan, mempelajari dan memahami unsur-unsur fisik, teknik,

taktik maupun mental. Karena tidak mungkin dapat bermain dengan baik jika

teknik yang ada dalam permainan bulutangkis belum diketahui dan tidak

dipahami. Penguasaan ketrampilan bulutangkis diperoleh melalui proses belajar

pada umumnya. Belajar ketrampilan gerak harus mengikuti kaidah proses belajar

pada umumnya. Belajar merupakan suatu fenomena atau gejala yang tidak

dipahami secara langsung. Gejala tersebut hanya bisa diduga atau diketahui dari

tingkah laku atau penampilan seseorang.

Adapun teknik dasar serivis panjang pada bulutangkis yaitu :

1. Tubuh diposisikan berdiri dalam daerah servis secara rileks. Kemudian

pegang kok dan letakkan di depan badan. Gunakan kaki belakang untuk

menumpu berat badan.

2. Setelah itu berat badan dipindahkan ke arah depan dan kok dijatuhkan.

Dalam waktu yang bersamaan, raket diayunkan ke depan atas melewati

pinggang bagian bawah. Lalu kok dipukul sekuat mungkin. Pemukulan

kok dilanjutkan sampai raket dalam posisi yang menghadap ke atas.

3. Segera kembali ke posisi siap setelah memukul kok.

Adapun kajian yang mengacu dalam penelitian ini adalah Teknik Dasar Servis

Panjang Bulutangkis

Adapun cara meknik lakukan Servis Panjang Pada Permainan Bulutangkis

sebagai berikut :

a. Sikap awalan : 1. Grip hanshake atau pistol.

28
2.Berdiri dengan kaki di renggangkan satu di depan dan satu di

belakang

3.Bola di pegang pada ketinggian pinggan

4.Berat badan pada kaki yang berada di belakang

5.Tangan yang memegang raket pada posisi backswing

Gambar 2.1 Sikap Awalan Servis Panjang

Foto buatan peneliti Kornelia Sri Rejeki

b. Sikap pelaksanaan :1. Berat badan dipindahkan.

2.Gunakan gerakan menelungkupkan tangan bagian bawah

dan sentakkan

3.Lakukan kontak pada ketinggian lutut

4. Bola akan melambung tinggi dan jatuh

5. Posisi jatuhnya di area lawan

Gambar 2.2. Sikap Pelaksanaan Servis Panjang

Foto buatan peneliti Kornelia Sri Rejeki

29
c. Sikap akhir :1. Akhiri gerakan dengan raket mengarah ke atas lurus

dengan gerakan bola

2.silangkan raket di depan dan di atas bahu tangan yang

tidak memegang raket

3. Putar pinggul dn bahu

4. Posisi berdiri kembali ke posisi awal

5. Pandanggan fokus ke shuttlecock

Gambar 2.3. Sikap Ahkir Servis Panjang

Foto buatan peneliti Kornelia Sri Rejeki

2.12. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.12.1. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah terbatas pada siswa kelas X

SMK Negeri 3 Singaraja. Jumlah siswa 35 orang terdiri dari 19 siswa laki-laki

dan 16 siswi Perempuan.

2.12.2. Penelitian ini terbatas pada aktivitas dan hasil belajar Servis Panjang Pada

Bulutangkis.

2.12.3. Instrumen aktivitas belajar yang digunakan untuk mengumpulkan data

hanya terbatas pada kegiatan lembar observasi aktivitas belajar servis

30
panjang yang terdiri dari kegiatan visual, lisan, audio, metrik, mental dan

emosional.

2.12.4. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terbatas pada lembar

penilaian Servis Panjang .

2.12.5. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya

pada model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ( GI ) .

Hasil Servis Panjang hanya terbatas pada aspek psikomotor.

2.13. Kerangka Berpikir


Permasalahan

 Pembelajaran masih berpusat pada guru


 Siswa tidak memperhatikan penjelasan
guru
 Siswa tidak berani bertanya dan
Observasi Awal mengemukakan pendapat
 Siswa tidak semangat dalam mengikuti
proses belajar
 siswa hanya sekedar melakukan gerakan
dan tidak berdasarkan konsep-konsep
teknik Servis Panjang Pada Bulutangkis

PERBAIKAN/ TINDAK LANJUT

 menerapkan model pembelajaran yang


inovatif
TIPE GI  menciptakan suasana belajar yang kondusif
 menerapkan model pembelajaran tipe
Group Investigation (GI)

31
Aktivitas dan Hasil Belajar

Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis

 Tubuh diposisikan berdiri dalam daerah servis secara rileks. Kemudian pegang
kok dan letakkan di depan badan. Gunakan kaki belakang untuk menumpu berat
badan.
 Setelah itu berat badan dipindahkan ke arah depan dan kok dijatuhkan. Dalam
waktu yang bersamaan, raket diayunkan ke depan atas melewati pinggang bagian
bawah. Lalu kok dipukul sekuat mungkin. Pemukulan kok dilanjutkan sampai
raket dalam posisi yang menghadap ke atas.
 Segera kembali ke posisi siap setelah memukul kok.

Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan dalam proses

pembelajaran penjasorkes khususnya materi Bulutangkis, ditemukan beberapa

permasalahan yaitu model pembelajaran yang diterapkan masih berpusat pada

guru, siswa tidak memperhatikan penjelasan guru, siswa tidak berani bertanya dan

mengemukakan pendapat, siswa tidak bersemangat untuk mengikuti proses

pembelajaran dan siswa hanya sekedar melakukan gerakan dan tidak berdasarkan

konsep-konsep teknik Servis Panjang Pada Bulutangkis, serta kurangnya

kemampuan siswa dalam melaksanakan teknik Servis Panjang. Hal ini

menyebabkan aktivitas belajar siswa tergolong cukup aktif dan hasil belajar siswa

belum tuntas.

32
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu adanya perbaikan proses

pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif, supaya

tercipta suasana pembelajaran yang kondusif, untuk memperoleh kemajuan dalam

proses dan hasil belajar siswa serta mampu memfasilitasi siswa untuk

mengembangkan kemampuan berfikirnya secara optimal. Model pembelajaran

yang tepat dan efektif akan membuat siswa lebih aktif untuk mengikuti

pembelajaran penjasorkes dan membantu siswa untuk dapat mengerti dan

memahami materi pembelajaran yang disajikan sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Model pembelajaran kooperatif Tipe Group Investigation (GI) adalah

model pembelajaran yang dapat membuat siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti

pembelajaran sehingga nantinya dapat meningkatkan hasil belajar. Dalam model

pembelajaran Group Investigation (GI), siswa ditempatkan dalam kelompok-

kelompok kecil (4 sampai 6 siswa) yang heterogen untuk menyelesaikan tugas

kelompok yang sudah disiapkan oleh guru, selanjutnya diikuti dengan pemberian

bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Siswa belajar teknik

Servis Panjang dalam kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota

kelompok secara individu saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi

diskusi.

Dengan membuat siswa belajar secara kelompok dalam kelompok

kooperatif, siswa mengemban tanggung jawab, saling membantu satu sama lain

dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju serta siswa

dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang

tinggi.

33
Dengan demikian dapat diduga penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe GI efektif meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Servis Panjang

Bulutangkis pada siswa kelas X SMK Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran

2020/2021.

2.14. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.14.1. Aktivitas belajar Servis panjang pada bulutangkis meningkat melalui

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)

pada Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Singaraja Tahun Pelajaran 2020/2021

2.14.2. Hasil belajar Servis Panjang Bulutangkis meningkat melalui Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) pada Siswa

Kelas X SMK Negeri 3 Singaraja Tahun Pelajaran 2020/2021.

34
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas (classroom action research). Penelitian tindakan kelas adalah

suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-

tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik

pembelajaran di kelas secara profesional (Kanca, 2010: 107).

Menurut Oja SN membedakan adanya empat bentuk penelitian tindakan,

yaitu 1). Guru sebagai peneliti, 2). Penelitian Tindakan Kolaboratif, 3). Simultan-

Terintregasi, 4). Administrasi Sosial (Kanca, 2010: 115). Dalam penelitian ini

bentuk penelitian tindakan yang digunakan adalah guru sebagai peneliti.

Pada bentuk PTK yang memandang guru sebagai peneliti mempunyai ciri-

ciri penting, yaitu sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses PTK. Dalam

bentuk ini tujuan utama PTK adalah untuk meningkatkan praktik-praktik

pembelajaran di kelas dimana guru terlibat secara penuh dalam proses

perencanaan, aksi (tindakan), dan refleksi. Dalam bentuk penelitian yang

demikian, guru mencari problema sendiri untuk dipecahkan melalui PTK. Apabila

35
melibatkan pihak lain pada penelitian seperti ini peranannya tidak dominan.

Sebaliknya keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat konsultatif dalam

mencari dan mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh

guru yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui PTK. Jadi dalam bentuk

PTK guru sebagai peneliti, peran pihak luar sangat kecil dalam proses penelitian

itu (Kanca, 2010:115).

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebanyak dua siklus dengan

masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dengan

pemberian materi serta observasi aktivitas belajar siswa sedangkan pertemuan

kedua dengan pemberian materi yang bersifat pengulangan atau pemantapan dan

dilakukan observasi aktivitas belajar serta dilakukan evaluasi hasil belajar.

Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) Perencanaan tindakan,

(2) Pelaksanaan tindakan, (3) Observasi/Evaluasi, dan (4) Refleksi. Agar lebih

jelas, dapat di lihat pada gambar a. di bawah ini.

36
1.Perencanaan
Tindakan

Siklus I 2. Pelaksanaan
4.Refleksi Tindakan

3. Observasi/
Evaluasi

1.Perencanaan
Tindakan

2. Pelaksanaan
4.Refleksi Siklus II Tindakan

3. Observasi/
Evaluasi

5. Laporan/

Rekomendasi

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas

(Kanca, 2010: 139)

37
KETERANGAN:

: Alur Siklus

1. Perencanaan Tindakan

2. Pelaksanaan tindakan

3. Observasi/Evaluasi

4. Refleksi

5. Laporan/rekomendasi

Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas sebagai berikut:

3.2.1. Perencanaan Tindakan adalah rencana tindakan yang dilakukan untuk

memperbaiki, meningkatkan proses pembelajaran antara lain (Kanca,

2010: 139).

a. Jumlah siklus yang perlu dilaksanakan.

b. Tindakan yang perlu dilakukan beserta langkah-langkahnya.

c.Teknik dan instrumen pengumpulan data.

d.Perangkat pembelajaran yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan

tindakan.

e. Teknik analisis data

3.2.2. Perencanaan Tindakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh guru

atau peneliti untuk melakukan perbaikan atau peningkatan yang

diinginkan.

38
3.2.3. Observasi/Evaluasi digunakan untuk mengumpulkan data mengingat data

yang diperlukan adalah data tentang proses pembelajaran, disamping data

tentang hasil kegiatan pembelajaran.

3.2.4. Refleksi dilakukan untuk melihat, mengkaji dan mempertimbangkan

dampak tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi ini,

peneliti bersama-sama guru dapat melakukan perbaikan kekurangan-

kekurangan proses pembelajaran.

3.3. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja

yang berjumlah 35 siswa terdiri dari 19 siswa putra dan 16 siswa putri. Penelitian

dilaksanakan di lapangan SMK Negeri 3 Singaraja menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan materi Teknik

Dasar Servis Panjang Bulutangkis.

3.4. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X

MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja yang berjumlah 35 siswa terdiri dari 19 siswa

putra dan 16 siswa putri.

3.5. Prosedur Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan merupakan penelitian tindakan kelas

(PTK) dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

Penelitian ini direncanakan dalam 2 siklus dimana dalam setiap siklus terdiri dari

2 kali pertemuan. Adapun prosedur yang harus dilalui dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

39
3.5.1. Observasi Awal

Dari hasil observasi awal yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2020,

ditemui fenomena yang terjadi di kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja,

dimana aktivitas dan hasil belajar dalam pembelajaran penjasorkes

khususnya pada materi Bulutangkis masih kurang optimal, hal ini terlihat

dari aktivitas belajar siswa 40% saja siswa yang aktif. Kemudian untuk

hasil belajar di peroleh rata-rata 50,0 kemudian untuk daya serap siswa

hanya 50% saja dan ketuntasan belajarnya hanya 40% saja.

Permasalahan menyebabkan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa

adalah masih terpusatnya pembelajaran pada guru yang menyebabkan rendahnya

tingkat aktivitas siswa untuk belajar, kurangnya penerapan model pembelajaran

yang lebih banyak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, kurangnya

perhatian guru terhadap interaksi siswa dalam kelompok belajar, sehingga siswa

terlalu banyak belajar mandiri hanya tergantung pada materi yang diajarkan oleh

guru saja, interaksi diantara siswa kurang, siswa yang memiliki kemampuan

kurang, mereka tidak mau bertanya dan berlatih pada siswa yang lebih mampu

sehingga kelas tampak pasif, dan keterbatasan waktu sehingga proses belajar

mengajar tidak dapat dilakukan secara utuh.

3.5.2. Refleksi Awal

Setelah dilakukan observasi awal dengan melihat kekurangan-kekurangan

dan hambatan yang dialami siswa mengenai aktivitas dan hasil belajar

dalam merespon dan menerima materi teknik dasar servis panjang

bulutangkis, maka peneliti mencari solusi pemecahan masalah yang

menghambat proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, peneliti

40
mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation (GI) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Teknik

Dasar Servis Panjang Bulutagkis.

Berdasarkan refleksi awal sebagai tindak lanjut atas solusi untuk memecahkan

permasalahan yang dialami dalam pembelajaran teknik dasar servis panajng

bulutangkis pada siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran

2020/2021 Maka penelitian ini, direncanakan pelaksanaanya dalam dua siklus

dengan masing-masing siklus terdiri dari tahapan-tahapan, yaitu rencana tindakan,

pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.

3.5.3. Pelaksanaan Siklus I

a. Rencana Tindakan

Berdasarkan hasil observasi awal, maka peneliti menyusun alternatif

pemecahan masalah yang telah teridentifikasi sebagai berikut:

1) Menyusun rencana pembelajaran teknik dasar servis panjang

bulutangkis dengan mengoptimalkan waktu, sarana dan prasarana yang

tersedia seefektif mungkin.

2) Menyiapkan model pembelajaran yaitu menerapkan langkah-langkah

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

3) Menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam proses

pembelajaran.

4) Menyiapkan lembar observasi untuk mengetahui tingkat aktivitas

belajar siswa dan assessment untuk mengetahui tingkat hasil belajar

teknik dasar servis panjang bulutangkis.

41
b. Pelaksanaan tindakan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMK NEGERI 3 SINGARAJA

Mata Pelajaran : PJOK

Kelas/Semester :X/1

Pertemuan : 2 kali pertemuan

Alokasi Waktu : 2 X 45 menit

Standar Kompetensi

1. Mempraktikkan berbagai keterampilan permainan olahraga dalam bentuk

sederhana dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Kompetensi Dasar

3.2 Permainan Bulutangkis

Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Melakukan teknik dasar servis panjang bulutangkis (awalan, pukulan,

akhiran) dengan koordinasi yang baik.

A. Tujuan Pembelajaran

1. Melalui kegiatan pembelajaran ini peserta didik mampu: memahami,

menjelaskan, dan melakukan teknik dasar dalam permainan Bulutangkis.

B. Materi Pembelajaran

Permainan Bola Kecil (Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis)

42
1. Teknik dasar servis panjang bulutangkis (awalan, pukulan, akhiran)

dengan koordinasi yang baik.

C. Metode Pembelajaran

1. Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

D. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertemuan ke 1

1. Kegiatan Pendahuluan (15 menit)

a. Berbaris, absensi, berdoa, presensi, apersepsi, motivasi dan

penjelasan tujuan pembelajarn

b. Pemanasan secara umum

c. Berlari mengelilingi lapangan upacara

2. Kegiatan Inti (60 menit)

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi :

a. Guru akan menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.

b. Guru Menyampaikan Materi Pembelajaran

c. Penomoran : guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-

5 orang dan member mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim

tersebut meperoleh nomor yang berbeda, setiap anggota kelompok

diberi nomor 1-5.

d. Mengajukan pertanyaan : guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada

siswa, pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga

umum.

43
e. Berpikir bersama : siswa berpikir bersama untuk menggambarkan

dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui

jawaban tersebut.

f. Menjawab : guru menyebutkan satu nomor dan para siswa

dari tiap kelompok dengan nomor yang sama

mengangkat tangan dan menyampaikan jawaban

untuk seluruh kelas.

g. Evaluasi : guru menilai jawaban dari tiap nomor dimasing-

masing kelompok

h. Guru memberikan apresiasi kepada kelompok yang jawabanya paling

benar.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi,

Siswa dapat melakukan latihan teknik dasar servis panjang

bulutangkis (awalan, pukulan, akhiran) dengan koordinasi yang

baik.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, Guru:

Menyimpulkan tentang materi pelajaran yang telah dilaksanakan

(nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri, Demokratis,

Bertanggung jawab .);

Menjelaskan materi pelajaran tentang hal-hal yang harus

dilaksanakan (nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri,

Demokratis, Bertanggung jawab,);

44
3. Kegiatan Penutup (15 menit)

Pendinginan (colling down) (nilai yang ditanamkan: Disiplin,

Mandiri, Demokratis, Bertanggung jawab);

Evaluasi, diskusi dan tanya-jawab proses pembelajaran yang telah

dipelajari (nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri, Demokratis,

Bertanggung jawab);

Berbaris dan berdoa. (nilai yang ditanamkan: Religius, Disiplin,

Mandiri, Demokratis, Bertanggung jawab);

Pertemuan 2

1. Kegiatan Pendahuluan (10 menit)

Berbaris, absensi, berdoa, presensi, apresepsi, motivasi dan penjelasan

tujuan pembelajaran, pemanasan secara umum, berlari mengelilingi

lapangan upacara

2. Kegiatan Inti (70 menit)

Tes Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, Guru:

Menyimpulkan tentang materi pelajaran yang telah dilaksanakan

(nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri, Demokratis,

Bertanggung jawab .);

Menjelaskan materi pelajaran tentang hal-hal yang harus

dilaksanakan (nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri,

Demokratis, Bertanggung jawab,);

45
3. Kegiatan Penutup (10 menit)

Pendinginan (colling down) (nilai yang ditanamkan: Disiplin,

Mandiri, Demokratis, Bertanggung jawab);

Evaluasi, diskusi dan tanya-jawab proses pembelajaran yang telah

dipelajari (nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri, Demokratis,

Bertanggung jawab);

Berbaris dan berdoa. (nilai yang ditanamkan: Religius, Disiplin,

Mandiri, Demokratis, Bertanggung jawab);

E. Alat dan Sumber Belajar

1. Alat Pembelajaran :

a. Lapangan Bulutangkis

b. Shuttlecock

c. Peluit

d. Net

2. Sumber Pembelajaran :

1. Media cetak

1. Sumber:Buku Penjasorkes SMK Kelas X

2.Pelaksanaan Siklus II

a. Perencana Tindakan .

Berdasarkan hasil refleksi siklus I, maka peneliti menyusun alternatif

pemecahan masalah yang telah teridentifikasi sebagai berikut:

46
1. Menyusun rencana pembelajaran Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis

dengan mengoptimalkan waktu, sarana dan prasarana yang tersedia

seefektif mungkin, mengacu pada permasalahan pada siklus 1.

2. Menyiapkan model pembelajaran yaitu menerapkan langkah-langkah

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI).

3. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam proses

pembelajaran.

4. Menyiapkan lembar observasi untuk mengetahui tingkat aktivitas belajar

siswa dan assessment untuk mengetahui tingkat hasil belajar Teknik Dasar

Servis Panjang Bulutangkis.

b. Pelaksanaan tindakan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMK NEGERI 3 SINGARAJA

Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Kelas/Semester :X/1

Pertemuan : 2 kali pertemuan

Alokasi Waktu : 4 X 45 menit

Standar Kompetensi

1. Mempraktikkan berbagai keterampilan permainan olahraga dalam bentuk

sederhana dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Kompetensi Dasar

1.3. Permainan Bulutangkis

47
Indikator Pencapaian Kompetensi

2. Melakukan teknik dasar servis panjang bulutangkis (awalan, tolakan,

akhiran) dengan koordinasi yang baik.

A. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat melakukan teknik dasar servis panjang bulutangkis (awalan,

pukulan, akhiran) dengan koordinasi yang baik.

B. Materi Pembelajaran

Permainan Bola Kecil (Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis)

2. Teknik dasar servis panjang bulutangkis (awalan, pukulan, akhiran)

dengan koordinasi yang baik.

C. Metode Pembelajaran

1. Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

D. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertemuan ke 1

1. Kegiatan Pendahuluan (15 menit)

1. Berbaris, absensi, berdoa, presensi, apersepsi, motivasi dan

penjelasan tujuan pembelajarn

2. Pemanasan secara umum

3. Berlari mengelilingi lapangan upacara

2. Kegiatan Inti (60 menit)

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi :

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.

48
b. Guru Menyampaikan materi pembelajaran

c. Penomoran : guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan

3-5 orang dan member mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim

tersebut meperoleh nomor yang berbeda, setiap anggota kelompok

diberi nomor 1-5.

d. Mengajukan pertanyaan : guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada

siswa, pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga

umum.

e. Berpikir bersama : siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan

meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

f. Menjawab : guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap

kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan

menyampaikan jawaban untuk seluruh kelas.

g. Evaluasi : guru menilai jawaban dari tiap nomor dimasing-masing

kelompok

h. Guru memberikan apresiasi kepada kelompok yang jawabanya paling

benar.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi,

Siswa dapat melakukan latihan teknik dasar servis panjang

bulutangkis (awalan, pukulan, akhiran) dengan koordinasi yang

baik.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, Guru:

49
Menyimpulkan tentang materi pelajaran yang telah dilaksanakan

(nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri, Demokratis,

Bertanggung jawab .);

Menjelaskan materi pelajaran tentang hal-hal yang harus

dilaksanakan (nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri,

Demokratis, Bertanggung jawab,);

3. Kegiatan Penutup (15 menit)

Pendinginan (colling down) (nilai yang ditanamkan: Disiplin,

Mandiri, Demokratis, Bertanggung jawab);

Evaluasi, diskusi dan tanya-jawab proses pembelajaran yang telah

dipelajari (nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri, Demokratis,

Bertanggung jawab);

Berbaris dan berdoa. (nilai yang ditanamkan: Religius, Disiplin,

Mandiri, Demokratis, Bertanggung jawab);

Pertemuan 2

2.9.1.1. Kegiatan Pendahuluan (10 menit)

Berbaris, absensi, berdoa, presensi, apresepsi, motivasi dan

penjelasan tujuan pembelajaran

Pemanasan secara umum

Berlari mengelilingi lapangan upacara

2. Kegiatan Inti (70 menit)

Tes Teknik Dasar Servis Bulutangkis

Konfirmasi

50
Dalam kegiatan konfirmasi, Guru:

Menyimpulkan tentang materi pelajaran yang telah dilaksanakan

(nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri, Demokratis,

Bertanggung jawab .);

Menjelaskan materi pelajaran tentang hal-hal yang harus

dilaksanakan (nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri,

Demokratis, Bertanggung jawab,);

3. Kegiatan Penutup (10 menit)

Pendinginan (colling down) (nilai yang ditanamkan: Disiplin,

Mandiri, Demokratis, Bertanggung jawab);

Evaluasi, diskusi dan tanya-jawab proses pembelajaran yang telah

dipelajari (nilai yang ditanamkan: Disiplin, Mandiri, Demokratis,

Bertanggung jawab);

Berbaris dan berdoa. (nilai yang ditanamkan: Religius, Disiplin,

Mandiri, Demokratis, Bertanggung jawab);

E. Alat dan Sumber Belajar

1. Alat Pembelajaran:

b. Lapangan Bulutangkis

a. shuttlecock

b. Peluit

c. Net

2. Sumber Pembelajaran :

a. Media cetak

51
1. Sumber:Buku Penjasorkes SMK Kelas X

3.6. Identifikasi Variabel

Variabel adalah ciri atau faktor yang dapat menunjukan variasi (Kanca, 2010: 42).

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.1. Variabel bebas, yaitu: Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation (GI)

3.6.2. Variabel terikat, yaitu: Aktivitas dan Hasil belajar siswa dalam Servis

Panjang Bulutangkis.

3.7. Definisi Operasional Variabel

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) merupakan

salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang melibatkan lebih banyak

siswa untuk menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek

pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Fase dalam pembelajaran

kooperatif tipe Group Investigation (GI), yang pertama penomoran, dari 35 orang

siswa dibagi menjadi 5 kelompok, dimana 5 kelompok tersebut terdiri dari 7

orang, dan setiap orang siswa dalam 1 kelompok memiliki nomor yang berbeda.

Kedua, guru memberikan sebuah pertanyaan, ketiga, siswa berpikir bersama dan

keempat tahap pemberian jawaban.

Model pembelajaran kooperatfe tipe Group Investigation (GI) ini dapat

memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran dimana siswa tidak hanya

belajar di dalam kelompok namun berkesempatan hadir di depan kelas sebagai

individu yang mewakili kelompok.

52
Aktivitas belajar Servis Panjang Bulutangkis adalah segala aktivitas yang

dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran Servis Panjang Bulutangkis. Aktivitas

yang dilakukan oleh siswa dapat diamati dan dinilai dari kegiatan visual (melihat),

lisan, audio (mendengarkan), metrik, mental, emosional. Kegiatan ini dituangkan

dalam lembar observasi aktivitas belajar siswa.

Hasil belajar teknik Servis Panjang Bulutangkis adalah pencapaian puncak

hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa dari proses belajar yang di dapat melalui

proses evaluasi yang dilakukan oleh guru mengenai penguasaan gerakan Servis

Panjang Bulutangkis yang mencakup sikap awal, sikap pelaksanaan, dan sikap

akhiran.

3.8. Instrumen Penelitian

3.8.1. Instrumen yang digunakan untuk memproleh data yang sesuai dengan

tujuan penelitian adalah lembar observasi aktivitas belajar siswa dan tes

untuk kerja Servis Panjang Bulutangkis. Lembar aktivitas belajar

digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas siswa selama proses

pembelajaran. Data tentang hasil belajar siswa dilakukan dengan

menggunakan instrumen berupa assesmen.

Tabel 3.1. Lembar Observasi Aktivitas Belajar teknik dasar servis panjang

a. Deskripsi Lembar Aktivitas Servis Panjang Bulutangkis

Tabel 02 Lembar penelitian Aktivitas Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis.

53
Skor
No Deskripsi 0 1
Kegiatan-kegiatan visual, yaitu
a. Melihat penjelasan yang disajikan dalam proses
1 pembelajaran teknik dasar servis panjang bulutangkis
b. Mengamati penjelasan (guru, peneliti, teman) dalam
berdemonstrasi teknik dasar servis panjang bulutangkis
Kegiatan-kegiatan lisan, yaitu

a. Mengajukan pertanyaan yang jelas, sesuai dengan materi


2 yang dipelajari, dalam hal ini tentang teknik dasar servis
panjang bulutangkis
b. Mengemukakan pendapat dan memberikan saran dalam
diskusi kelompok
Kegiatan-kegiatan audio, yaitu

a. Mendengarkan penyajian bahan materi pembelajaran


3 teknik dasar servis panjang bulutangkis
b. Mendengarkan diskusi anggota kelompok dengan
seksama
Kegiatan-kegiatan metrik,yaitu

a. Melakukan atau mencoba gerakan berdasarkan konsep


4 dan ketentuan dalam proses pembelajaran teknik dasar
servis panjang bulutangkis
b. Melakukan gerakan teknik dasar servis panjang
bulutangkis dengan baik dan benar
Kegiatan-kegiatan mental yaitu

a. Mengingat kembali materi pelajaran teknik dasar servis


5 panjang bulutangkis
b. Memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses
pembelajaran teknik teknik dasar servis panjang
bulutangkis
Kegiatan-kegiatan emosional yaitu

a. Bersemangat dalam proses pembelajaranteknik dasar


servis panjang bulutangkis
6 b. Tenang dan berani dalam menghadapi dan memecahkan
masalahyang dihaapi dalam proses pembelajaran teknik
dasar servis panjang bulutangkis

Keterangan

1 : Kriteria tidak terpenuhi

2 : Kriteria terpenuhi

54
Tabel 03 Format Lembar Aktivitas Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis

Aspek yan dinilai

N Nama Emosi
Visual Lisan Audio Metrik Mental Skor Nilai
o siswa onal

a b A b A B a B A b A b

D
st

Jumlah

Rata-rata

Keterangan :

1. Mendapat nilai 1 bila deskripsi yang tertuang di atas terpenuhi

2. Mendapat nilai 0 bila deskripsi yang tertuang di atas tidak terpenuhi

3. Yang mengisi format lembar observasi ini adalah 2 orang observer di mana

cara mengisinya dengan mengisi angka o dan 1

4. Jumlah skor maksimal = 12

1. Kegiatan Visual :2

2. Kegiatan Lisan :2

3. Kegiatan Audio :2

4. Kegiatan Metrik :2

5. Kegiatan Mental :2

55
6. Kegiatan Emosional :2

Jumlah : 12

b, Deskripsi Penilaian Hasil belajar Aspek Psikomotor Teknik Dasar Servis

Panjang Bulutangkis

Penilaian aspek belajar psikomotor menggunakan skala rating, dimana guru

mengamati dan menilai secara langsung dengan memberikan skala 1-4, dimana

Sangat Baik = 4, Baik = 3, Cukup baik = 2, Kurang = 1

Sangat Baik = 4, Baik = 3, Cukup baik = 2, Kurang = 1

Tabel 09 Format Assesmen Servis Panjang Bulutangkis

Aspek yang diamati


No Sikap Sikap
Sikap Akhir Skor  Ket
Subjek Persiapan Pelaksanaan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1
2
3
Dst.

Tabel 3.2. Kriteria penilaian sikap awalan

Skor Deskripsi
Terpenuhi 5 komponen sebagai berikut :
1. Grip handshake atau pistol
2. Berdiri dengan kaki di renggangkan satu di depan dan satu di
5 belakang
3. Bola di pegang pada ketinggian pinggang
4. Berat badan pada kaki yang berada di belakang
5. Tangan yang memegang raket pada posisi backswing

56
Skor Deskripsi
4 4 dari komponen di atas terpenuhi
3 3 dari komponen di atas terpenuhi
2 2 dari komponen di atas terpenuhi
1 1 dari komponen di atas terpenuhi

Tabel 3.3. Kriteria Penilaian Gerak Pelaksanaan

Skor Deskripsi
Terpenuhi 5 komponen sebagai berikut :
1. Berat badan di pindahkan
2. Gunakan gerakan menelungkup tangan bagian bawah dan sentakkan
5 3. Lakukn kontak pada ketinggian lutut
4. Bola akan melambung tinggi dan jauh
5. Posisi jatuhnya bola di area lawan

4 4 dari komponen di atas terpenuhi


3 3 dari komponen di atas terpenuhi
2 2 dari komponen di atas terpenuhi
1 1 dari komponen di atas terpenuhi

Tabel 3.4. Kriteria Penilaian Gerak Akhiran

Skor Deskripsi
Terpenuhi 5 komponen sebagai berikut :
1. Akhiri gerakan dengan raket mengarah ke atas lurus dengan gerakan
bola
2. silangkan raket di depan dan di atas bahu tangan yang tidak
5
memegang raket
3. putar pinggul dan bahu
4. Posisi badan kembali ke posisi awal
5. Pandangan fokus ke shuttlecock
4 3 dari komponen di atas terpenuhi
3 3. dari komponen di atas terpenuhi
2 5. dari komponen di atas terpenuhi
1 3 dari komponen di atas terpenuhi

57
3.9. Fasilitas Dan Alat Penelitian

Fasilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah lapangan SMK Negeri 3

Singaraja. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Lapangan Bulutangkis

b. Shuttlecock

c. Alat Tulis

d. Kamera

e. Lembar Observasi/Evaluasi

f. Format Penilaian Servis Panjang Bulutangkis

g. Kursi dan meja untuk evaluator

3.10 Teknik Pengambilan Data

3.10.1. Teknik Pengambilan Data Aktivitas Belajar Siswa Penilaian aktivitas

belajar teknik Servis Panjang Bulutangkis dinilai oleh mahasiswa dengan

mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan siswa saat proses

pembelajaran berlangsung dari awal sampai akhir pelajaran. Cara yang

digunakan dalam pengambilan data aktivitas belajar ini adalah dengan

mengamati setiap aktivitas yang dilakukan siswa seperti kegiatan visual

(melihat), lisan(diskusi), audio (mendengarkan), metrik (gerak), mental

dan emosional, dan mengisi lembar observasi aktivitas belajar siswa. Alat

yang dipergunakan dalam pengambilan data aktivitas belajar ini adalah

lembar observasi aktivitas belajar teknik servis panjang bulutangkis.

58
Tabel lembar observasi aktivitas belajar siswa, seperti di bawah ini.

(Lihat Tabel 3.1)

Tabel 3.1. Lembar Observasi Aktivitas Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis

Aspek yan dinilai


Nama
No Visual Lisan Audio Metrik Mental Emosional Skor
siswa
a B A b a b a b a b a b

Dst

Jumlah

Rata-rata

Keterangan :

1. Mendapat nilai 1 bila deskripsi yang tertuang di atas terpenuhi

2. Mendapat nilai 0 bila deskripsi yang tertuang di atas tidak terpenuhi

3. Yang mengisi format lembar observasi ini adalah 2 orang di mana cara

mengisinya dengan mengisi angka 0 dan 1

4. Jumlah skor maksimal = 12

a. Kegiatan Visual :2

b. Kegiatan Lisan :2

c. Kegiatan Audio :2

d. Kegiatan Metrik :2

59
e. Kegiatan Mental :2

f. Kegiatan Emosional : 2

Jumlah : 12

3.10.2. Teknik Pengumpulan Data Hasil Belajar Teknik dasar servis panjang

bulutangkis

Penilaian hasil belajar servis panjang bulutangkis dilakukan pada siklus I

dan II, untuk materi Bulutangkis. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah

berdasarkan hasil penilaian assesment teknik dasar servis panjang yang diisi oleh

guru peneliti. Setelah siswa dikumpulkan, berbaris dan berdoa, kemudian

diberikan pemanasan, setelah itu siswa diberikan penjelasan mengenai apa yang

akan dilakukan pada saat pengumpulan data. Kemudian siswa diberikan waktu

selama 30 menit untuk melakukan tiap-tiap servis panjang mulai dari sikap awal,

pelaksanaan dan akhiran secara berpasangan. Kemudian guru memberikan

penilaian setelah melihat siswa melakukan tiap-tiap servis panjang bulutangkis

sesuai dengan kemampuan siswa berdasarkan format observasi Teknik dasar

servis panjang (lihat tabel .b.)

Tabel 3.2. Format Assesmen Hasil belajar Aspek Psikomotor Teknik dasar servis

panjang

Aspek yang diamati


No Sikap
Sikap Awalan Sikap Akhir Skor  Ket
Subjek Pelaksanaan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1.
2
3
Dst.
\

60
Tabel 3.2. Kriteria penilaian sikap awalan

Skor Deskripsi
Terpenuhi 5 komponen sebagai berikut :
1.Grip handshake atau pistol
2. Berdiri dengan kaki di renggangkan satu di depan dan satu di belakang
5
3. Bola di pegang pada ketinggian pinggang
4. Berat badan pada kaki yang berada pada kaki bagian belakang
5. Tangan memegang raket pada posisi backswing
4 4 dari komponen di atas terpenuhi
3 3 dari komponen di atas terpenuhi
2 2 dari komponen di atas terpenuhi
1 1 dari komponen di atas terpenuhi

Tabel 3.3. Kriteria Penilaian Gerak Pelaksanaan

Skor Deskripsi
Terpenuhi 5 komponen sebagai berikut :
1. Berat badan dipindahkan
2. Gunakan gerakan menelungkupkan tangan bagian bawah dan
5 sentakkan pergelangan tangan
3. Lakukan kontak pada ketinggian lutut
4. Bola akan melambung tinggi dan jauh
5. Posisi jatuhnya bola di area lawan
4 4 dari komponen di atas terpenuhi
3 3 dari komponen di atas terpenuhi
2 2 dari komponen di atas terpenuhi
1 1 dari komponen di atas terpenuhi

Tabel 3.4. Kriteria Penilaian Gerak akhiran

Skor Deskripsi
Terpenuhi 5 komponen sebagai berikut :
1. Akhiri gerakan dengan raket mengarah ke atas lurus dengan gerakan
bola
2. Silangkan raket di depan dan di atas bahu tangan yang tidak
5
memegang raket
3. putar pinggul dan bahu
4. Posisi badan kembali ke posisi awal
5. Pangan fokus ke shuttlecock
4 4 dari komponen di atas terpenuhi

61
Skor Deskripsi
3 3 dari komponen di atas terpenuhi
2 1. dari komponen di atas terpenuhi
1 2 dari komponen di atas terpenuhi

3.11. Analisis Data

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah sesuai dengan

rumusan masalah dan hipotesis penelitianya. Analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis aktivitas dan hasil belajar servis panjang bulutangkis

yakni menggunakan analisis Statistik Deskriptif. Adapun langkah-Iangkahnya

sebagai berikut.

3.11.1. Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis

Data aktivitas (berupa skor) siswa diamati dan dicatat dalam lembar

observasi, selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Kriteria yang digunakan dalam

menggolongkan aktivitas belajar siswa disusun berdasarkan rata-rata skor

keaktifan belajar siswa secara klasikal ( X ), mean ideal (Mi) dan standar deviasi

ideal (SDi). Rumusan untuk Mi dan SDi adalah

1
Mi = 2 x SMI

1
SDi = 3 x Mi

(Nurkancana dan Sunartana, 1992: 100)

Keterangan :

Mi : Mean Ideal (angka rata-rata ideal)

62
SMI : Skor maksimal ideal

Sdi : Standar Deviasi Ideal

Kriteria penggolongan aktivitas belajar siswa dapat di lihat pada tabel 3.10.

di bawah ini.

Tabel 3.10. Kriteria Penggolongan Aktivitas Belajar Siswa

(Sumber: Nurkancana dan Sunartana, 1992: 103)

No Kriteria Kategori
1 X≥ Mi + 1,5 Sdi Sangat Aktif
2 Mi + 0,5 SDi ¿ X < Mi + 1,5 Sdi Aktif
3 Mi – 0,5 SDi ¿ X < Mi + 0,5 Sdi Cukup Aktif
4 Mi – 1,5 SDi ¿ X < Mi - 0,5 Sdi Kurang Aktif
5 X < Mi – 1,5 Sdi Sangat Kurang Aktif

Indikator yang digunakan untuk mengobservasi aktivitas belajar siswa

sebanyak 6 indikator. Adapun cara pemberian skor tentang aktivitas belajar siswa

adalah setiap indikator memuat dua buah deskripsi dan setiap deskripsi dari

masing-masing indikator aktivitas belajar siswa yang tampak selama observasi,

dicatat pada lembar observasi dengan memberi skor apabila sebuah deskripsi

tampak maka diberi skor 1 dan jika tidak tampak diberi skor 0. Apabila setiap

deskripsi pada masing-masing indikator tampak, maka untuk aktivitas belajar

siswa skor tertinggi ideal adalah 12 dan skor terendah adalah 0. Dengan demikian

perhitungan Mi dan SDi adalah sebagai berikut.

1
Mi = 2 x 12

= 6

63
1
SDi = 3 x 6

=2

Pedoman penggolongan respon siswa selanjutnya dapat dinyatakan seperti

pada tabel berikut. Agar lebih jelas, dapat di lihat pada tabel 3.11. di bawah ini.

Tabel 3.11. Pedoman Penggolongan Aktivitas Belajar Siswa (Sumber:

dimodifikasi dari Nurkancana dan Sunartana, 1992: 103)

No Kriteria Kategori
1 X≥ 9 Sangat Aktif
2 7 ¿X < 9 Aktif
3 5 ¿X < 7 Cukup Aktif
4 3 ¿X < 5 Kurang Aktif
5 X <3 Sangat Kurang Aktif

Hasil dari data aktivitas yang terkumpul, dihitung rata-rata skor aktivitas (

X ) dengan tingkat rata-rata kelas menggunakan rumus sebagai berikut.

∑X
X = N (Sudjana, Nana, 2004: 109)

Keterangan :

X = Rata-rata skor aktivitas siswa

= Jumlah seluruh skor aktivitas siswa

N = Jumlah siswa

Penelitian tindakan kelas untuk mengetahui aktivitas belajar siswa ini

dikatakan berhasil apabila aktivitas belajar siswa minimal berada pada kategori

aktif (7 ¿ X < 9), baik secara individu maupun klasikal.

3.11.2 Analisis Data Hasil Belajar Siswa

64
a. Tingkat ketuntasan individual

SHT

NA = ---------- x NI

SMI (Nurhasan, 1992:120)

Keterangan :

NA = Nilai Akhir

SHT = Skor Hasil Tes

SMI = Skor Maksimal Ideal (15 dalam assesmen)

NI = Nilai Ideal dalam skala (100)

b. Tingkat ketuntasan secara klasikal

Jumlah siswa tuntas

KB = ----------------------------------- x 100%

Jumlah siswa keseluruhan

Keterangan :

KB = Ketuntasan Belajar

Tabel 3.12. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMK Negeri 3 Singaraja

untuk Mata Pelajaran Penjasorkes

Rentang
Nilai
Skor dalam Kategori Keterangan
Angka/Huruf
%
85-100 A Sangat Baik Tuntas
75-84 B Baik Tuntas
60-74 C Cukup Tidak Tuntas
55-59 D Kurang Tidak Tuntas
0-54 E Sangat Kurang Tidak Tuntas

Menghitung Rata-rata Siklus I dan Siklus II yaitu dengan rumus:

65
S 1+S 2
X=
2
Keterangan:

X = Rata-rata kedua Siklus

S1 = Nilai Siklus I

S2 = Nilai Siklus II

c. Analisis rata-rata hasil belajar siswa secara keseluruhan :

Rata-rata tingkat ketuntasan klasikal antar siklus menggunakan rumus

sebagai berikut:

KB Siklus I + KB Siklus II

Rata-rata KK =

Banyaknya Siklus

Keterangan:

KK = Ketuntasan Klasikal

Secara keseluruhan penelitian dikatakan berhasil, apabila memenuhi

Ketuntasan Belajar (KB) secara individu dan secara klasikal minimal 78% sesuai

dengan KKM 80 kelas X MM 1 mata pelajaran Penjasorkes. Karena dalam

penelitian ini yang diteliti adalah model pembelajarannya, dengan menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe GI, maka penelitian ini tetap dilakukan dalam

dua siklus sesuai dengan rancangan penelitian yang telah dibuat, walaupun

nantinya penelitian ini berhasil atau tidak. Ketuntasan belajar siswa merupakan

cerminan atau tolak ukur dari keberhasilan model pembelajaran yang digunakan

dalam penelitian ini.

66
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) Siklus. Siklus I untuk mengetahui

aktivitas dan hasil belajar Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis, Siklus I

dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 4-11-2021 untuk

tindakan dan pengamatan aktivitas belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis

dan pada tanggal 11-11-2021 untuk evaluasi aktivitas dan hasil belajar teknik

dasar servis panjang bulutangkis. Penelitian ini dilaksanakan pada pukul 07.30-

08.30 WITA di Lapangan SMK Negeri 3 Singaraja.

Suklus II dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas dan hasil belajar teknik

dasar servis panjang bulutangkis. Siklus II dilaksanakan dalam dua kali

pertemuan yaitu pada tanggal 18-11-2021 untuk tindakan dan pengamatan

aktivitas dan hasil belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis dan pada

tanggal 25-11-2021 untuk evaluasi aktivitas dan hasil belajar teknik dasar servis

panjang bulutangkis. Penelitian ini dilaksanakan pukul 07-30-08.30 di lapangan

SMK Negeri 3 Singaraja.

4.2. Hasil Penelitian Siklus I

4.2.1. Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

67
Berdasarkan hasil analisis data pada siklus I, maka adapun kriteria

penggolongan aktivitas belajar Siklus I yaitu yang tertuang dalam tabel sebagai

berikut:

Tabel 4.1. Katerogri penggolongan aktivits belajar teknik dasar servis

panjang bulutangkis pada siklus I

No Kriteria Jumlah Presentase (%) Predikat


Siswa
1 X 9 17 30% Sangat aktif
2 7 ¿ X <9 18 70% Aktif
3 5 ¿ X <7 0 0% Cukup Aktif
4 3 ¿ X <5 0 0% Kurang Aktif
5 0 0% Sangat Kurang
X <3
Aktif
Total 35 100% -

Berdasarkan tabel 4.1. maka kriteria penggolongan aktivitas belajar teknik dasar

servis panjang bulutangkis pada siklus I dapat dituangkan dalam bentuk diagaram

batang sebagai berikut:

80
70%
70

60

50

40
30 %
30

20

10

0
Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif Sangat Kurang Aktif

68
Gambar 4.1. Diagram presentase aktivitas belajar teknik dasar servis panjang

bulutangkis pada siklus I

Keterangan:

= Jumlah Siswa

= Presentase (%)

Berdasarkan tabel a. Dapat disimpulkan bahwa, pada kategori sangat aktif

sebanyak 17 orang (30%), pada kategori aktif sebanyak 18 orang (70%), pada

kategori cukup aktif, kurang aktif, pada kategori sangat kurang aktif tidak ada.

Adapun nilai rata-rata aktivitas belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis

klasikal yaitu:

∑X
X = N
277
= = 7,91
35

Dengan demikian maka rata-rata aktivitas belajar pada siklus I yaitu, 7,91 berada

di kategori aktif. Dengan memperhatikan siklus I maka tidak ada siswa yang tidak

aktif yang berpengaruh terhadap ketuntasan aktivitas belajar siswa.

4.2.2 Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Berdasarkan analisis data pada siklus I maka dapat di kelompokkan dalam

kategori ebagai begitkut:

69
Tabel 4.2. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis Siswa Kelas X MM SMK Negeri 3 Singaraja pada

Siklus I

Tingkat Banyak Nilai


No Persentase Keterangan Predikat
Penguasaan siswa Huruf
1 88-100 5 14,29% A Tuntas

2 80-87 23 61,90% B (76,19%)

3 69-77 7 23,81% C Baik


Tidak Tuntas
4 58-67 0 0% D
(23,81%)
5 0%-57% 0 0% E

Berdasarkan tabel 4.2. Maka kriteria penggolongn tentang Hasil Belajar

Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis pada siklus I dapat dilihat dalam bentuk

diagram batang sebagai berikut:

70
61%
60

50

40

30 23 %

20 14%

10

0
Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif Sangat Kurang Aktif

70
Gambar 4.2. Diagram Presentase Hasil Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

pada Siklus 1

Keterangan:

= Jumlah Siswa

= Persentase (%)

Berdasarkan tabel 4.2. Dapat di sampaikan bahwa siswa dalam kategori

sangat baik sebanyak 5 orang (14,29%), siswa dalam kategori baik sebanyak 23

orang (61,90%), siswa dalam kategori cukup sebanyak 7 orang (23,81%), siswa

dalam kategori kurang baik dan siswa dalam kategori sangat kurang tidak baik

tidak ada. Siswa yang tuntas sebanyak 28 orang sedangkan siswa yang tidak

tuntas sebanyak 7 orang. Dalam hal ini terdapat 7 siswa yang tidak tuntas.

Dari analisis data pada penelitian tindakan kelas siklus I, maka ketuntasan

belajar siswa secara klasikal untuk Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis

basket sebagai berikut:

Jumlah Siswa yang Tuntas


KK= × 100%
Jumlah Siswa Keseluruhan

28
KK= x100%
35

= 80%
Dengan demikian, secara umum bahwa penelitian tindakan kelas pada siklus

I, tingkat penguasaan materi secara klasikal pada Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis mencapai (80%), berdasarkan rentang ketuntasan 75% – 84% dalam

71
katagori baik.Namun demikain penelitian dilanjutkan pada tindakan siklus 2 untuk

mendapatkan nilai sangat baik.

4.3. Data Hasil Penelitian Siklus II

4.3.1. Aktivitas Belajar Siswa

Berdasarkan hasil analisis data pada siklus 2, maka adapun kriteria

pengolongan tentang aktivitas belajar pada siklus 2 adalah yang tertuang dalam

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.3. Kategori Penggolonggan Aktivitas Belajar Teknik Dasar Servis

Panjang Bulutangkis Pada Siklus II

Jumlah Prosentase
No Kriteria Predikat
Siswa (%)
1 X 9 30 80% Sangat aktif
2 7 ¿ X <9 5 20% Aktif
3 5 ¿ X <7 0 0 Cukup Aktif
4 3 ¿ X <5 0 0 Kurang Aktif
5 X <3 0 0 Sangat Kurang Aktif
Total 35 100%

Berdasarkan tabel 4.3. maka kriteria penggolongan tentang aktivitas

belajar Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis siklus 2 dapat dituangkan dalam

bentuk gambar diagram batang sebagai berikut:

72
90
80%
80

70

60

50

40

30

20 20%
10

0
Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif Sangat Kurang
Aktif

Gambar 4.3. Diagram Persentase aktifitas Belajar Teknik Dasar Servis

Panjang Bulutangkis Pada Siklus II.

Keterangan:

= Jumlah Siswa

= Persentase (%)

Berdasarkan tabel 4.3. Maka dapat disampaikan bahwa, pada kategori

sangat aktif sebanyak 30 orang (80%), pada kategori aktif sebanyak 5 orang

(20%), pada kategori cukup aktif, kategori kurang aktif, dan pada kategori sangat

kurang aktif tidak ada.

Hasil data pada tabel 4.3. berdasarkan dari observasi/evaluasi yang

dilakukan oleh observer tentang aktivitas belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis pada siklus 2, adapun nilai rata-rata aktivitas belajar Teknik Dasar

Servis Panjang Bulutangkis secara klasikal yaitu.

73
∑X
X = N
336
= =9,6
35

Nilai 9,6 jika dimasukan ke dalam kategori yang telah di buat pada bab III

tentang pedoman penggolongan aktivitas belajar siswa, maka aktivitas belajar

pada siklus 2 termasuk ke dalam kategori sangat aktif.

4.3.2. Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II

Berdasarkan analisis data pada siklus II maka dapat dikelompokkan dalam

katagori sebagai berikut:

Tabel 4.4. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis Pada Siswa Kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja

Pada Siklus II

Tingkat Banyak Nilai


No Prosentase Keterangan Predikat
Penguasaan Siswa Huruf
1 89-100 35 100% A
Tuntas (100%)
2 79-88 0 0 B
Sangat
3 69-78 0 0 C
Tidak Tuntas Baik
4 59-68 0 0 D
(0%)
5 0%-58% 0 0 E

Berdasarkan tabel 4.4. maka kriteria penggolongan tentang hasil belajar Teknik

Dasar Servis Panjang Bulutangkis pada siklus II dapat dituangkan dalam bentuk

gambar diagram batang sebagai berikut:

74
120

100%
100

80

60

40

20

0
Sangat Kurang Kurang Cukup Baik Sangat Baik

Gambar d. Diagram Presentase Hasil Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis pada Siklus II

Keterangan:

= Jumlah Siswa

= Persentase (%)

Berdasarkan tabel 4.4. Maka dapat disampaikan bahwa, siswa dalam

kategori sangat baik sebanyak 35 orang (100%), untuk siswa dalam kategori baik,

siswa dalam kategori cukup baik, siswa dalam kategori kurang baik dan siswa

dalam kategori sangat kurang baik tidak ada. Siswa yang tuntas sebanyak 35

orang dan siswa yang tidak tuntas sebanyak tidak ada.

Dari analisis data pada penelitian tindakan kelas siklus II, maka ketuntasan

belajar siswa secara klasikal untuk Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis

sebagai berikut:

75
Jumlah Siswa yang Tuntas
KK= × 100%
Jumlah Siswa Keseluruhan

35
KK= x100%
35

= 100%

Dengan demikian, secara umum bahwa penelitian tindakan kelas pada siklus

II, tingkat penguasaan materi secara klasikal pada Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis mencapai (100%), berdasarkan rentang ketuntasan 85% – 100 %

dalam katagori sangat baik.

4.4. Interpretasi Data Aktivitas Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis Pada Siklus 1 dan Siklus II

Sesuai dengan hasil analisis data pada siklus 1 dan siklus 2 aktivitas belajar

Servis Panjang Bulutangkis secara klasikal pada siklus 1 yaitu sebesar 7,91 yang

tergolong dalam kategori aktif, sedangkan aktivitas belajar Teknik Dasar Servis

Panjang Bulutangkis secara klasikal pada siklus 2 adalah sebesar 9,6 yang berada

dalam kategori sangat aktif. Dilihat dari hasil aktivitas yang diperoleh tersebut,

aktivitas belajar mengalami peningkatan sebesar 1,69 dari siklus 1 ke siklus 2.

Adapun rata-rata aktivitas belajar Servis Panjang Bulutangkis adalah sebagai

berikut:

Hasil Penelitian Siklus I + Siklus II


Rata−rata=
Banyaknya Siklus
7,91+ 9,6
Rat a−rata=
2
Rata-rata= 8,75

76
Maka dapat disampaikan bahwa rata-rata aktivitas belajar Teknik Dasar

Servis Panjang Bulutangkis tergolong dalam kategori SangatAktif.

Dilihat dari analisis kedua siklus di atas aktivitas belajar Teknik Dasar

Servis Bulutangkis pada siswa kelas X SMK Negeri 3 SingarajaTahun Pelajaran

2020/2021 dapat juga dilihat dalam bentuk diagram pada gambar 4.5 sebagai

berikut:

12

10 9,6
8,75
7,91
8

0
Siklus 1 Siklus 2 Rata-Rata

Gambar 4.5. Interpretasi Aktivitas Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Keterangan:

= Siklus 1

= Siklus 2

= Rata-Rata

4.5. Interpretasi Data Hasil Belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis Pada Siklus 1 dan Siklus 2

Hasil belajar Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis sesuai dengan

analisis data pada siklus 1 dan siklus 2, persentase tingkat ketuntasan hasil belajar

77
Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis secara klasikal pada siklus 1 sebesar

80%, sedangkan persentase tingkat ketuntasan hasil belajar Teknik Dasar Servis

Panjang Bulutangkis secara klasikal pada siklus 2 adalah sebesar 100%. Dengan

demikian persentase ketuntasan hasil belajar Teknik Dasar Servis Panjang

Bulutangkis mengalami peningkatan sebesar 20%% dari siklus 1 ke siklus 2.

Adapun rata-rata persentase tingkat ketuntasan hasil belajar Teknik Dasar Servis

Panjang Bulutangkis adalah sebagai berikut:

Persentase Siklus I + Siklus II


Rata−rata Persentase=
Banyaknya Siklus

80 %+100 %
Rata−rata Persentase=
2

Rata−rata Persentase=90 %

Dengan demikian rata-rata persentase tingkat ketuntasan hasil belajar

Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis mencapai 90% yang berarti hasil belajar

dikatakan berhasil atau tuntas karena berada di atas persentase KKM secara

klasikal yaitu 80%.

Dilihat dari hasil analisis kedua siklus di atas hasil belajar Teknik Dasar

Servis Panjang Bulutangkis pada siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja

tahun pelajaran 2020/2021 dapat juga dilihat dalam bentuk diagram pada gambar

4.6. sebagai berikut:

78
120

100 100%
90%

80 80
%
60

40

20

0
Siklus 1 Siklus 2 Rata-Rata

Gambar f. Interpretasi Hasil Belajar Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis

Keterangan:

= Siklus 1

= Siklus 2

= Rata-Rata

4.6. Pembahasan

Berdasarkan permasalahan yang telah ditemukan pada saat observasi awal,

yang dilakukan pada siswa kelas X MM 1 SMK 3 Singaraja tahun pelajaran 2020-

2021 diketahui aktivitas belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis masih

tergolong cukup aktif dan hasil belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis

belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 80%, sehingga hasil

belajar dikatakan belum tuntas. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran

yang diterapkan masih berpusat pada guru sehingga pada saat guru menjelaskan

materi, siswa tidak memperhatikan penjelasan guru, siswa tidak berani bertanya

79
dan mengemukakan pendapat, siswa tidak bersemangat untuk mengikuti proses

pembelajaran dan siswa hanya sekedar melakukan gerakan dan tidak berdasarkan

konsep-konsep teknik dasar dasar servis panjang bulutangkis, serta kurangnya

kemampuan siswa dalam melakukan teknik dasar servis panjang bulutangkis (fase

persiapan, fase pelaksanaan, follow-through)

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu adanya perbaikan

proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif,

supaya tercipta suasana pembelajaran yang kondusif, untuk memperoleh

kemajuan dalam proses dan hasil belajar siswa serta mampu memfasilitasi siswa

untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal. Model pembelajaran

kooperatif Tipe Group Investigation (GI) adalah salah satu model pembelajaran

inovatif yang dapat membuat siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti

pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.Dalam model

pembelajaran Group Investigation (GI), siswa belajar teknik dasar servis panjang

bulutangkis dalam kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok

secara individu saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi.

Dengan membuat siswa belajar secara kelompok dalam kelompok kooperatif,

siswa mengemban tanggung jawab, saling membantu satu sama lain dalam

menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju serta siswa dapat

meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.

Pentingnya penelitian ini adalah untuk memperbaiki aktivitas dan hasil

belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis pada siswa kelas X MM 1 SMK

Negeri 3 Singaraja Tahun Pelajaran 2020-2021.

80
4.6.1. Aktivitas Belajar Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis pada Siklus I,

dan II

Hasil analisis data aktivitas belajar pada siklus I dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) diperoleh rata-rata

tingkat aktivitas belajar siswa secara klasikal (7,91) dalam proses pembelajaran

teknik dasar servis panjang bulutangkis aktivitas belajar siswa pada siklus I secara

klasikal tergolong aktif, ini menunjukkan bahwa keaktifan belajar siswa dalam

proses pembelajaran siklus I telah memenuhi standar. Dengan memperhatikan

data aktivitas belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis pada siklus I,

peneliti mengkaji permasalahan-permasalahan yang dialami siswa yang masih

tergolong cukup aktif yaitu: (1) Siswa tidak mendengarkan diskusi dalam

kelompok, (2) Siswa kurang sungguh-sungguh dalam melakukan gerakan teknik

dasar teknik dasar servis panjang bulutangkis. Berdasarkan permasalahan yang

dialami oleh ketiga siswa tersebut maka peneliti memberikan solusi untuk

mengatasi permasalahan tersebut dengan cara yaitu: (1) Menjelaskan kembali

model pembelajaran Group Investigation (GI) yang digunakan dan lebih

menekankan mengenai proses belajar dalam kelompok kooperatif sehingga

diskusi menjadi lebih baik, (2) Memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih

semangat dan sungguh-sungguh dalam melakukan teknik dasar Servis Panjang

Bulutangkis.

Hasil analisis data aktivitas belajar pada siklus II dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe diperoleh GI leh rata-rata tingkat aktivitas

belajar siswa secara klasikal (9,6) dalam proses pembelajaran teknik dasar servis

81
panjang bulutangkis aktivitas belajar siswa pada siklus II secara klasikal

tergolong sangat aktif, ini menunjukkan bahwa siswa sangat aktif dalam proses

pembelajaran pada siklus II. Hasil dari refleksi siklus II ini akan dijadikan laporan

tentang hasil penelitian yang selanjutnya direkomendasikan untuk saran tindakan

dalam proses pembelajaran.

Dari hasil analisis siklus I, dan II dapat dilihat bahwa, rata-rata aktivitas

belajar siswa secara klasikal berada pada kategori sangat aktif. Dari hasil siklus I

dan II, maka diperoleh rata-rata tingkat aktivitas belajar teknik dasar servis

panjang bulutangkis berada pada kategori (8,75) sangat aktif.

4.6.2. Hasil Belajar Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis pada Siklus I, dan

II.

Hasil analisis data dan pembahasan ketuntasan hasil belajar teknik dasar

servis panjang bulutangkis pada siklus I secara klasikal mencapai 80% berada

pada rentang 78% - 87% dalam kategori baik dengan keterangan tuntas. Dengan

memperhatikan data hasil belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis pada

siklus I, peneliti mengkaji permasalahan-permasalahan yang dialami 7 orang

siswa yang belum tuntas yaitu: (1) Siswa masih melakukan pukulan servis dengan

posisi shuttlecock melebihi pinggang pemain yang sedang melakukan servis,(2)

Fase follow through yaitu sikap badan kaku. Untuk mengatasi permasalahan

tersebut maka solusi yang diberikan atau diterapkan adalah (1) Menjelaskan

kembali materi pelajaran dengan lebih menekankan pada fase persiapan ,fase

pelaksanaan dan fase follow-through, (2)Menyarankan siswa pandai agar

membantu temannya yang mengalami permasalahan pada saat proses

82
pembelajaran, (3) Memberikan bimbingan belajar kepada siswa yang mengalami

permasalahan pada saat proses pembelajaran.

Hasil analisis data dan pembahasan rata-rata ketuntasan hasil belajar teknik

dasar servis panjang bulutangkis pada siklus II terdapat 35 orang (100%) dapat

dikatakan tuntas, sehingga tingkat ketuntasan belajar siswa secara klasikal

terhadap materi servis panjang bulutangkis mencapai 100% berada pada rentang

88% - 100% dalam kategori sangat baik dengan keterangan tuntas.

Dengan memperhatikan data hasil belajar pada siklus II, maka dalam hal ini

hasil belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis tergolong tuntas.Dengan

demikian, hasil belajar siswa mengalami peningkatan 20% dari siklus I ke siklus

II, dan rata rata ketuntasan hasil belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis

secara klasikal sebesar 90% yang berada pada kategori sangat baik.

Keberhasilan dalam penelitian ini sesuai dengan teori-teori, yang

mendukung dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif adalah

pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas

sendiri kepada siswa. Siswa belajar dan beraktivitas sendiri untuk memperoleh

pengalaman, pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku lainnya serta

mengembangkan keterampilannya yang bermakna. Sehingga diketahui bahwa

kegiatan atau aktivitas belajar siswa merupakan dasar untuk mencapai hasil

belajar yang lebih optimal. Belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan

dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi

lebih luas dari pada itu yakni mengalami hasil belajar bukan suatu penugasan hasil

latihan, melainkan perubahan kelakuan (Oemar Hamalik, 2005:36). Jadi selama

mengikuti proses pembelajaran siswa akan mengalami perubahan tingkah laku

83
yaitu: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,

hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.

Berdasarkan hasil analisis data siklus I dan siklus II serta teori-teori

pendukung dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) terbukti dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar teknik dasar Servis Panjang Bulutangkis

pada siswa kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja.

84
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan penerapan model

pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) untuk meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar Pendidikan Penjasorkes siswa kelas X MM 1 SMK 3

Singaraja maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

5.1.1. Dari hasil analisis data pada siklus I dan siklus II, dapat disimpulkan

bahwa, aktifitas belajar Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis

meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation (GI) pada Siswa Kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja

Tahun Pelajaran 2020/2021. Adapun persentase aktifitas siswa secara

klasikal pada siklus I yaitu sebesar 7,91 yang berada pada kategori aktif

dan persentase aktifitas siswa secara klasikal pada siklus II adalah 9,6

yang berada pada kategori sangat aktif.. Sedangkan rata-rata persentase

aktifitas siswa klasikal sebesar 8,75 yang berada dalam kategori sangat

aktif.

5.1.2. Dari hasil analisis data pada siklus I dan siklus II, dapat disimpulkan

bahwa, hasil belajar teknik dasar servis panjang bulutangkis meningkat

melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation (GI) pada Siswa Kelas X MM 1 SMK Negeri 3 Singaraja

Tahun Pelajaran 2020/2021. Persentase tingkat ketuntasan materi oleh

siswa pada siklus I adalah sebesar 80% yang berada pada kriteria baik dan

85
pada siklus II tingkat penguasaan materi klasikal siswa adalah 100% yang

berada kriteria sangat baik dengan rata-rata ketuntasan belajar secara

klasikal sebesar 90% yang berada dalam kategori sangat baik.

5.2. Saran-Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas maka saran yang dapat

disampaikan peneliti supaya metode pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation dapat digunakan sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran

dalam upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran

Pendidikan Penjasorkes. Dalam menerapkan metode pembelajaran Kooperatif

Tipe Group Investigation (GI) ,adapaun hal-hal yang disarankan adalah sebagai

berikut:

5.2.1. Bagi Guru Penjasorkes

Penerapan metode pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)

dapat digunakan sebagai alternatif dalam upaya meningkatkan aktivitas

dan prestasi hasil Pendidikan Penjasorkes .Dengan penerapan metode

pembelajaran ini, siswa mampu memecahkan permasalahan yang

diberikan guru secara berkelompok atau individu dengan baik sehingga

siswa dapat memiliki keterampilan dalam belajar.

5.2.2. Bagi Sekolah

Agar dijadikan sebagai pedoman dalam pembelajaran pendidikan jasmani

khususnya pada materi Teknik Dasar Servis Panjang Bulutangkis guna

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar.

5.2.3. Bagi Siswa

86
Kepada siswa kelas X MM 1 SMK 3 Singaraja. Untuk Siswa, hendaknya

siswa menjadi lebih aktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap siswa

harus menjadi siswa yang aktif belajar sendiri meskipun pada saat guru

bidang studi itu tidak mengisi pelajarannya, tanpa adanya aktivitas maka

proses belajar tidak mungkin terjadi. Jadi sangat jelas bahwa dalam

kegiatan belajar siswa dapat meningkat.

87
88

Anda mungkin juga menyukai