Anda di halaman 1dari 123

BAB II

PELINGKUPAN

2.1. DESKRIPSI RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN

Pembangunan jalan dan jembatan sebagai urat nadi perekonomian nasional


diharapkan mampu menghubungkan dan meningkatkan penanganan non lintas
agar senantiasa dapat berfungsi untuk mendukung kelancaran arus lalu lintas
barang dan jasa dalam rangka percepatan peningkatan ekonomi dengan tetap
menjaga lingkungan.
Pemerintah Provinsi telah memasukkan rencana pembangunan jalan
provinsi yang menghubungkan akses dari Kota Kendari ke Pantai Toronipa
(Kabupaten Konawe) sebagai program prioritas Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara. Jalan yang akan dibangun direncanakan sepanjang ±14.620 Meter
dengan lebar 40 meter.

2.1.1. Status Studi Amdal

Status studi Amdal rencana pembangunan jalan Kendari – Toronipa


sepanjang ±14.620 meter oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi
Sulawesi Tenggara ini dilakukan paralel dengan penyusunan Feasibility Study
(FS) dan Detail Engineering Design (DED). Beberapa informasi, khususnya
terkait dengan deskripsi rencana kegiatan secara lebih detail diperoleh dari draft
pembahasan dokumen FS dan DED dari pemrakarsa kegiatan. Data lainnya
didasarkan pada dokumen kegiatan serupa, sampai didapatkan informasi tentang
detail rencana kegiatan. Garis besar perencanaan teknis diuraikan pada sub bab
deskripsi rencana kegiatan, dimana berbagai rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan komponen
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak serta untuk menentukan batas
wilayah studi dan batas waktu kajian.
2.1.2. Kesesuaian Lokasi Kegiatan dengan Tata Ruang

A. Lokasi Kegiatan
Rencana pembangunan Jalan Kendari–Toronipa sepanjang ±14.620 meter
oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara
merupakan salah satu program prioritas pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Rencana pembangunan jalan Kendari-Toronipa yang melintasi Kota Kendari dan
Kabupaten Konawe ini telah mendapatkan Izin Prinsip Nomor:
01/IP/DPMPDEBU/I/2019.
Rencana Kegiatan Pembangunan Ruas Jalan Jalan Kendari–Toronipa
sebagian besar akan melewati jalan eksisting jalan yang sudah ada. Adapun
wilayah adminitrasi Kota Kendari dan Kabupaten Konawe yang akan dilintasi
rencana ini yaitu:
1. Kota Kendari: panjang ruas jalan yang direncanakan melintasi Kota Kendari
sepanjang ±5.200 meter. Jalan Jendral Sudirman (depan Mesjid Raya Kota
Kendari) Kelurahan Kandai sampai dengan Jalan R.E. Martadinata Kelurahan
Purirano Kecamatan Kendari. Jalan ini akan melintasi Kelurahan Kandai,
Kelurahan Kampung Salo, Kelurahan Kendari Caddi, Kelurahan Kasilampe,
Kelurahan Mata dan Kelurahan Purirano.
Tabel 2.1 Jalur Lintasan Jalan Berdasarkan Wilayah Administrasinya
No. Kota/Kabupaten Kecamatan Kelurahan/Desa
1. Kota Kendari Kendari Kandai
Kampung Salo
Kendari Caddi
Kessilampe
Mata
Purirano
2. Kabupaten Konawe Soropia Sorue Jaya
Tapulaga
Lepe
Bajo Indah
Mekar
Bajoe
Bokori
Toronipa
Sumber: Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2019

2. Kabupaten Konawe: panjang ruas jalan yang direncanakan melintasi


Kabupaten Konawe sepanjang ±9.420 meter. Jalan ini akan melewati Desa
Sorue Jaya, Desa Tapulaga, Desa Lepe, Desa Bajo Indah, Desa Mekar, Desa
Bajoe, Desa Bokori, dan Desa Toronipa

B. Kesesuaian Lokasi dengan Rencana Tata Ruang


Rencana pembangunan Jalan Kendari-Toronipa sepanjang ±14.620 meter
oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara melalui
jalur darat dan laut. Jalur darat akan melintasi jalan eksisting yang ada dan
mengalami pelebaran, sedangkan jalur laut atau jalan yang akan melintas di atas
laut akan dibangun dengan sistem pile slab dan jembatan akses sebanyak tiga
segmen.
Untuk rencana jalan yang melintasi jalur darat telah sesuai dengan RTRW
Kota Kendari sesuai dengan surat nomor 650/1018/PUPR/II/2019 perihal
rekomendasi kesesuaian rencana tata ruang, disurat itu disebutkan bahwa rencana
kegiatan tersebut yang melintas di Kota Kendari sepanjang ±5.200 meter dari
Kelurahan Kandai hingga Kelurahan Purirano ini dapat dimanfaatkan untuk
pembangunan jalan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012 tentang
Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Kendari 2010-2030 dan revisi RTRW
Kota Kendari 2019-2039.
Kegiatan ini pula telah mendapatkan arahan dari Pemerintah Kabupaten
Konawe melalui surat Nomor 600/1089/2019 perihal Rekomendasi Kesesuaian
Tata Ruang, Kabupaten Konawe berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Konawe Nomor 9 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Konawe Tahun 2014-2034.
Untuk jalan yang bersinggungan dan/atau berada pada wilayah laut telah
dikordinasikan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara
melalui surat nomor 523/197/DKP/2019 perihal informasi lokasi pemanfaatan
ruang laut. Dalam surat tersebut diuraikan bahwa rencana kegiatan berada dalam
Kawasan pemanfaatan umum, zona daerah ranjau yang menjadi Kawasan stategis
nasional dan juga melintasi jalur kabel serat optic jaringan komunikasi yang
menghubungkan Kendari-Maluku-Papua.
Hasil tumpang susun dengan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru
(PIPPIB) Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain Revisi XV (Lampiran
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.8599/MenLHK-
PKTL/IPSDH/PLA.1/12/2018, diketahui bahwa lokasi Kegiatan Pembangunan
Jalan Kendari-Toronipa berada di luar Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin
Baru (PIPPIB).
Gambar 2.1. Peta Lokasi
Gambar 2.2. Peta PIPIB
2.1.3. Deskripsi Rencana Kegiatan

Titik awal rencana pembangunan Jalan Kendari – Toronipa oleh Dinas


Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara berada pada
koordinat X=462609,58 dan Y=9568196,70 dengan titik akhir berada pada
koordinat X=454193,86 dan Y=9561038,80. Konstruksi perkerasan yang
digunakan untuk Rencana Pembangunan jalan Kendari-Toronipa sepanjang
±14.620 meter.

A. Geometri Jalan
Geometri jalan yang direncanakan merupakan jalan tipe 4/2 D (jalan terdiri
dari 8 lajur untuk 2 arah dengan pemisah jalur) dengan pengaturan sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Kriteria Desain Konstruksi Jalan Kendari-Toronipa

No. Karakteristik Kriteria


1. Panjang Ruas Jalan 14.620 meter
2. Lebar Perkerasan 2 x 15 meter
3. Lebar bahu diperkeras paving blok 2 x 2 meter
4. Median 2 meter
5. Trotoar, drainase dan jalur hijau 2 x 2 meter
6. ROW 40 meter
Sumber: Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2019
Gambar 2.3. Potongan melintang rencana pembangunan jalan
Gambar 2.4. Potongan melintang jalan di daerah timbunan
Gambar 2.5. Potongan melintang jalan di daerah galian
Gambar 2.6. Potongan melintang jalan pile slab
Gambar 2.7. Potong melintang pada jalan
B. Jenis Perkerasan Jalan
Rencana jenis perkerasan Jalan Kendari – Toronipa oleh Dinas Sumber
Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara sepanjang ±14.620 meter
ini akan mengikuti kondisi lingkungan yang dilalui, sebagian akan didesain
dengan jenis Flexible Pavement (Perkerasan lentur/aspal) dan sebagian lagi akan
dibuat dengan jenis Rigid Pavement (Perkerasan Kaku/Beton).
Saluran drainase jalan mutlak diperlukan sebagai salah satu bangunan
pelengkap jalan yang berfungsi sebagai pelindung badan jalan agar tidak tererosi
dan dapat mempertahankan daya tanah dasar. Saluran drainase jalan dibuat di sisi
kiri dan kanan jalan dan berujung pada ke saluran penghubung terdekat dengan
mempertimbangkan landau saluran. Pembangunan saluran drainase jalan dibuat
bersamaan pada saat pembuatan badan jalan sehingga dapat mencegah erosi pada
saat tahap konstruksi.

C. Jembatan
Jembatan adalah suatu struktur bangunan yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan
seperti lembah yang dalam, alur sungai, saluran irigasi dan pembuangan, jalan
kereta api, waduk, dan lain-lain. Desain dari jembatan yang akan dibangun pada
Jalan Kendari-Toronipa oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi
Sulawesi Tenggara akan disesuaikan dengan fungsi dari jembatan atau kondisi
bentuk permukaan bumi dimana jembatan tersebut dibangun. Struktur jembatan
yang akan dibangun adalah jembatan kerangka (Truss Bridge), Jembatan kerangka
dibuat dengan menyusun tiang-tiang jembatan membentuk kisi-kisi agar setiap
tiang hanya menampung sebagian berat struktur jembatan tersebut. Kelebihan
sebuah jembatan kerangka dibandingkan dengan jenis jembatan lainnya adalah
biaya pembuatannya yang lebih ekonomis karena penggunaan bahan yang lebih
efisien. Selain itu, jembatan kerangka dapat menahan beban yang lebih berat
untuk jarak yang lebih jauh dengan menggunakan elemen yang lebih pendek.
Selain jembatan pada jalan di darat, ada pula jembatan pada jalan atas laut sebagai
akses nelayan masuk dan keluar.
2.1.4. Deskripsi Teknis Kondisi Eksisting Jalan

Pembangunan Jalan Kendari–Toronipa akan memudahkan akses dari


Kelurahan Kandai Kota Kendari menuju ke Kelurahan Toronipa Kabupaten
Konawe. Jalan ini akan memudahkan dan mempercepat akses menuju beberapa
titik wisata yang ada di Kota Kendari (Pantai Mayaria Kelurahan Kasilampe) dan
Kabupaten Konawe(Pulau Bokori, Pantai Lambeso, Pantai Bintang Samudra dan
Pantai Toronipa). Disamping itu jalan tersebut juga akan mempermudah akses
obyek vital yakni Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Kendari yang
menyuplai Bahan Bakar Minyak Ke beberapa daerah di Sulawesi Tenggara (Kota
Kendari, Kab. Konawe, Kab. Konawe Selatan, Kab. Konawe Utara serta
Bombana).

2.1.5. Komponen Kegiatan yang Berpotensi Menyebabkan Dampak


Lingkungan

Komponen-komponen kegiatan yang berpotensi menyebabkan dampak


lingkungan pada tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, dan tahap operasional
adalah sebagai berikut:

A. Tahap Pra Konstruksi

1. Survey, Penentuan Lokasi dan Sosialisasi


Setelah pekerjaan persiapan dianggap cukup, maka akan dilakukan
peninjauan lapangan. Tujuannya untuk mengidentifikasi permasalah teknis yang
ada dan mungkin timbul di wilayah proyek. Terhadap beberapa permasalahan
yang telah diidentifikasi, segera akan dilakukan pencatatan yang selanjutnya
diagendakan untuk keperluan bahan perencanaan teknis pelaksanaan pada tahap
berikutnya. Kegiatan yang dimaksud meliputi:
a) Pengumpulan data/informasi. Aspek yang sangat penting harus dimiliki
data/informasinya tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Sulawesi Tenggara atau RTRW Kota Kendari, dan RTRW Kabupaten
Konawe.
b) Identifikasi kesesuaian lokasi rencana kegiatan pembangunan Jalan
Kendari-Toronipa dengan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru
(PIPPIB) Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan, dan
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain.
c) Identifikasi secara teknis yang harus didapat, seperti kontur, topografi, dan
elevasi tanah menggunakan GPS. Review koordinat dari batas-batas ruas
jalan yang akan dibangun.
d) Kontrol koordinat lapangan untuk lokasi jalan yang akan dibangun
dilakukan dengan pematokan.
e) Survei kepemilikan lahan dan batas-batasnya.
f) Survei sosial masyarakat dan ekonomi masyarakat.
g) Survei rona awal lingkungan dan perkiraan dampak yang akan terjadi
akibat pembangunan ruas jalan Kendari-Toronipa, baik di tahap Pra
Konstruksi, Tahap Konstruksi, maupun Operasi Jalan.
h) Kegiatan survei dilakukan untuk membuat desain (lokasi dan trase ruas
jalan) sepanjang ±14.620 meter dengan lebar rata-rata badan jalan 15 m,
menghubungkan Kota Kendari (Kelurahan Kandai) ke Kabupaten Konawe
(Desa Toronipa). Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini,
meliputi pengukuran, penetapan patok/batas, desain alinyemen horizontal
dan alinyemen vertikal. Inventarisasi pemenfaatan tataguna lahan
sepanjang ruas jalan/jembatan. Selain itu juga dilakukan pengukuran dan
inventarisasi tanah/bangunan dan tanaman budidaya yang akan
dibebaskan.
Kegiatan sosialisasi ditujukan untuk menjelaskan rencana implementasi
kegiatan pembangunan jalan terutama berkaitan dengan pemanfaatan lahan,
tahapan rencana kegiatan dan dampak yang akan ditimbulkan dengan adaya
kegiatan.
Tujuan pelaksanaan kegiatan sosialisasi adalah:
1) Untuk memberikan informasi mengenai rencana kegiatan kepada pemerintah
dan masyarakat terutama mengenai kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan;
2) Agar pemrakarsa memperoleh saran, masukan dan/atau tanggapan atas
rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan;
3) Agar masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait
rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas rencana usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan;
4) Menciptakan suasana kemitraan yang setara antara semua pihak yang
berkepentingan, yaitu dengan menghormati hak para pihak untuk
menyampaikan informasi yang harus diketahui oleh pihak-pihak lain
khususnya yang bermukim di sekitar lokasi kegiatan;
5) Sebagai wujud komitmen pemrakarsa terhadap penerapan aturan pemerintah
yang terkait pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup dan kepedulian
terhadap masyarakat sekitar.
Dari pelaksanaan sosialisasi ini, maka warga masyarakat akan mendapatkan
gambaran tentang kondisi lingkungan di sekitarnya, baik sebelum kegiatan
pembangunan jalan maupun tahap operasional. Dalam sosialisasi ini, terdapat
tanggapan dari warga masyarakat agar pelaksanaan pembangunan Jalan Kendari-
Toronipa dapat berjalan dengan baik, lancar dan tidak merugikan kepentingan
warga masyarakat.

2. Pembebasan/Pengadaan lahan
Kegiatan pelaksanaan pengadaan lahan untuk pembangunan jalan, dilakukan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
lahan Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Penentuan besarnya harga tanah didasarkan pada hasil kesepakatan pemilik
tanah, hak ulayat/adat dengan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Hasil
kesepakatan tersebut kemudian oleh Panitia Pengadaan lahan dituangkan dalam
Berita Acara Hasil Musyawarah, dan selanjutnya menerbitkan Surat Keputusan
Penetapan Besarnya Harga Tanah. Musyawarah antara pemilik tanah dengan
instansi pemerintah yang memerlukan tanah tersebut berpedoman pada penilaian
harga tanah yang dilakukan oleh Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah. Hasil Studi
Penyediaan Lahan akan dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembebasan lahan.
Pengadaan lahan dilaksanakan mengacu pada Rencana Tindak Pengadaan
lahan dan Pemukiman Kembali dan perlu dilakukan secara tuntas sebelum
pekerjaan konstruksi jalan dimulai agar tidak terjadi kendala pada pelaksanaan
konstruksi.
Terkait ganti kerugian dalam bentuk uang dalam pengadaan lahan, sesuai
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015, dilakukan oleh instansi
yang memerlukan tanah berdasarkan validasi dari ketua pelaksana pengadaan
lahan atau pejabat yang ditunjuk. Validasi tersebut dilaksanakan dalam waktu
paling lama tiga hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak berita acara
kesepakatan bentuk ganti kerugian.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015 disebutkan,
pemberian ganti kerugian dilakukan dalam waktu paling lama tujuh hari kerja
(sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh
pelaksana pengadaan lahan. Perpres ini juga menegaskan, pengadaan lahan bagi
pembangunan yang dilaksanakan oleh badan usaha swasta, dilakukan langsung
dengan cara jual beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati oleh pihak
yang berhak dengan badan usaha swasta.
Lebar tanah yang akan diadakan diharapkan memenuhi standar ruang milik
jalan-jalan fungsi kolektor dan sistem jaringan jalan sekunder. Untuk itu, maka
lebar ruang milik jalan (RUMIJA) pada kawasan permukiman dan kawasan
perkebunan rakyat adalah 40 meter.
B. Tahap Konstruksi

1. Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi


Kegiatan penerimaan tenaga kerja mencakup pengadaan tenaga kerja oleh
kontraktor pelaksana kegiatan pembangunan jalan. Untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja yang dibutuhkan proyek dengan berbagai kualifikasi keahlian
dan/atau keterampilan maka pemrakarsa dan/atau kontraktor memberi kesempatan
yang sama bagi masyarakat setempat yang ada di lokasi proyek maupun dari luar
lokasi proyek.
Untuk pekerjaan konstruksi pembangunan Jalan Kendari-Toronipa ini akan
dikerjakan oleh penyedia yang akan dipilih melalui proses tender. Penyedia ini
akan merekrut dan mobilisasi tenaga kerja yang diperlukan. Tenaga kerja
semaksimal mungkin diambil dari masyarakat setempat/lokal. Rekrutmen tenaga
kerja lokal, terutama warga dari desa/kelurahan sekitar proyek. Jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan konstruksi Jalan Kendari-Toronipa ini
adalah sekitar 175 orang untuk panjang jalan ±14.620 meter.
Tabel 2.3 Jumlah, Kualifikasi, dan Daerah Asal Pekerja Konstruksi

Kualifikasi
No. Posisi Jumlah Daerah Asal
Pendidikan
1. Team Leader 1 S2 Kontraktor
2. Tenaga Ahli Sipil 1 S1 Kontraktor
3. Tenaga Ahil Transportasi 1 S1 Kontraktor
4. Asisten Ahil 5 S1 Kontraktor
5. Mandor 15 SMU/S1 Lokal
6. Tukang 40 SMP/SMU Lokal
7. Pembantu Tukang 60 SD/SMP/SMU Lokal
8. Operator Alat Berat 20 SMP/SMU Lokal
9. Supir Angkut Material 20 SMP/SMU Lokal
10. Keamanan 12 SMP/SMU Lokal
Total 175
Sumber: Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2019
2. Mobilisasi Peralatan dan Material
Peralatan pembangunan didatangkan ke lokasi secara bertahap berdasarkan
kebutuhan penggunaan alat tersebut. Untuk mengurangi kepadatan jalan,
kedatangan atau pengangkutan peralatan bangunan dilaksanakan di luar waktu-
waktu padat lalu lintas. Jenis peralatan berat dan peralatan pembangunan secara
berturut-turut disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Jenis Peralatan dan Prakiraan Kapasitasnya

No. Jenis Peralatan Kapasitas


1. Asphalt Mixing Plant 50 ton/jam
2. Stone Crusher 50 ton /jam
3. Asphalt Finisher 60 ton/jam
4. Pneumatik Tyre Roller 10 ton
5. Tandem Roller 6 ton
6. Asphalt Sprayer 800 liter
7. Steel Wheel Roller 10 ton
8. Vibratory Roller 10 ton
9. Dump Truck 10 m3
10. Dump Truck 4 m3
11. Flat Bed Truck 4 m3
12. Wheel Loader 1,5 m3
13. Bulldozer -
14. Excavator -
15. Water Tank Truck 4000 liter
16. Crane on Track 15 ton
17. Concrete Vibratory -
18. Pedestrian Roller 1 ton
19. Concrete Mixer 500 liter
20. Generator Set 125 KVA
21. Generator Set 50 KVA
22. Air Compressor 400 m2/jam
23. Jack Hammer 1 m3/jam
No. Jenis Peralatan Kapasitas
24. Scale Bridge 35 ton
25. Concrete Pump -
26. Water Pump -
2
27. Road Markting Machine 6 m /jam
28. Pick Up Truck 2 m3
29. Three Wheel Roller 8 ton
30. Asphalt Liquid Mixer -
31. Rock Breaker 10 m3/jam
32. Vibratory Tamper 1 km/jam
33. Vulvi Mixer -
34. Track Loader -
35. Batching Plant 35 ton/jam
36. Truck Mixer 6 m3
37. Traller -
38. Stressing Jack -
39. Bor Pile Machine 20 m3
40. Impacting Hammer 2 m/jam
41 Cold Milling Machine -
Sumber: Studi Kelayakan (Tahun 2013) dan Studi Teknis Perencanaan (Tahun
2015).

Tabel 2.5 Rencana Pemakaian Alat Berat pada Kegiatan Konstruksi

No. Jenis Kegunaan


Alat Berat:
1. Excavator Menggali Tanah dan Batuan
2. Bulldozer Meratakan Permukaan Tanah
3. Compactor Memadatkan Tanah
4. Crane Memindahkan Material Konstruksi
Kendaraan:
1. Forklift Memindahkan Material Konstruksi
2. Dump Truck Pengangkutan Material
3. Lori Pengangkutan Material
4. Concrete Pump Truck Memompakan Ready Mix Concrete
Sumber: Studi Kelayakan (Tahun 2013) dan Studi Teknis Perencanaan (Tahun
2015).

Pada kegiatan mobilisasi kendaraan/alat berat dan pengangkutan material


konstruksi akan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Membuat jadwal untuk memobilisasi kendaraan dan material dengan
mengatur waktu kedatangan dan keberangkatan kendaraan pengangkut
material guna menghindari gangguan lalu lintas.
b) Menyiapkan petugas pengatur lalu lintas kendaraan proyek ke lokasi
pembangunan konstruksi jalan.
c) Mengatur kecepatan kendaraan konstruksi tidak lebih dari 40 km/jam, hal
ini agar material yang dibawa tidak berjatuhan dan mengotori jalan, serta
meminimalisasi polusi debu dari kendaraan konstruksi tersebut.
Adapun dampak yang diprakirakan muncul akibat kegiatan mobilisasi
peralatan dan meterial ini, antara lain: Lalu lintas kendaraan pengangkut peralatan
dan material menimbulkan keresahan bagi warga masyarakat yang rumahnya
dilewati. Di samping kondisi jalan yang relatif sempit, kendaraan pengangkut ini
juga umumnya berjalan secara lambat, sehingga dapat mengakibatkan gangguan
kelancaran lalu lintas dan gangguan keselamatan lalu lintas. Aktivitas
pengangkutan material, seperti pasir dan batu yang tidak disertai dengan penutup
dapat menimbulkan penurunan kualitas udara, khususnya peningkatan PM10 yang
dapat menyebabkan peningkatan gangguan kesehatan berupa peningkatan jumlah
kasus penyakit infeksi saluran pernapasan dan penyakit mata.

3. Pembangunan dan Pengoperasian Basecamp


Pembangunan basecamp untuk menunjang kegiatan pelaksanaan konstruksi
jalan umumnya dibangun di sekitar lokasi proyek. Pembangunan basecamp
mencakup kantor proyek, gudang material, bengkel, stone crusher, batching plan,
stockpile, penyimpanan peralatan berat dan barak untuk pekerja.
Lokasi pembangunan basecamp akan ditentukan berdasarkan Pedoman
Pelaksanaan Penglolaan Lingkungan Bidang Jalan No. 010/BM/2009, Direktorat
Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum.

4. Pembersihan dan Penyiapan Lahan


Pekerjaan pembersihan lahan merupakan tahap awal pelaksanaan konstruksi
kegiatan yang mencakup pembersihan vegetasi (semak belukar, perdu dan pohon-
pohon), bangunan, saluran dan utilitas (jaringan listrik, jaringan telekomunikasi,
jaringan air bersih/air minum, jaringan gas, jaringan bahan bakar minyak dan gas)
dan penanganan sisa pembersihan lahan. Peralatan yang digunakan adalah alat
manual (antara lain gergaji, kapak, sabit dan lain-lain) dan peralatan mekanik
(chain saw dan bulldozer) untuk pembersihan lahan yang relatif luas.
Lahan yang akan digunakan untuk pembangunan konstruksi jalan Kendari-
Toronipa sebagian masih dalam kondisi aslinya, yaitu lahan kebun yang harus
dibersihkan dan disesuaikan dengan topografi desain kegiatan konstruksi.
Kegiatan pembersihan dan penyiapan lahan yang akan dilakukan adalah:
(a) Pengukuran Lahan
Pengukuran lahan dilakukan dengan cara memindahkan titik koordinat
rencana site plan ke lokasi proyek sesuai dengan dokumen perencanaan.
Pelaksanaan ya menggunakan alat ukur: theodolit, waterpass, dan GPS (Global
Positioning System).
(b) Pekerjaan Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Pembersihan lahan terhadap rerumputan dan semak yang tumbuh pada tapak
proyek. Pembersihan lahan dilakukan dengan bulldozer.
(c) Pekerjaan Penggalian, Pemadatan, dan Pengurugan Tanah
Penggalian tanah dilakukan dengan alat berat excavator untuk mendapatkan
topografi yang sesuai dengan rencana pembangunan Jalan Kendari-Toronipa.
Topografi ini disesuaikan perencanaan dalan DED (Detail Engineering Design).
Pemadatan tanah dilakukan setelah didapatkan topografi yang diinginkan
agar partikel tanah semain rapat, sehingga tahan terhadap tekanan tinggi oleh
bangunan fisik dan kegiatan yang ada diatasnya. Kegiatan pemadatan tanah ini
dilakukan dengan compactor. Penimbunan tanah dilakukan untuk membuat
urugan tanah.
Dampak potensial yang diprakirakan muncul, meliputi: perubahan tata guna
lahan (konversi lahan), migrasi berbagai jenis fauna, meningkatnya limpasan
permukaan (surface run off) pada saat terjadi hujan, sehingga dapat menimbulkan
genangan air. Akibat limpasan permukaan tersebut di atas, maka dapat
menyebabkan ada penurunan kualitas air permukaan.

5. Pekerjaan Tanah
Pekerjaan tanah mencakup pengupasan tanah atas (top soil), penggalian dan
penimbunan tanah (cut and fill). Pengupasan tanah atas dilakukan sebelum
pekerjaan galian dan timbunan yaitu dengan cara memindahkan atau
menyingkirkan lapisan tanah atas yang subur biasanya dimanfaatkan untuk
menyuburkan tanaman pada pekerjaan lansekap. Penggalian dan penimbunan
dimaksudkan untuk mengurangi atau menambah tanah atau batuan dari elevasi
tanah asli, sehingga mencapai tanah dasar yang direncanakan.
Pekerjaan penggalian dan penimbunan (cut and fill) akan dilaksanakan
menggunakan alat berat, seperti bulldozer, loader, penggilas, motor grader,
scraper, dump truck dan excavator, serta kendaraan angkut. Material hasil
penggalian, seperti tanah ditimbun di lokasi lain (disposal area) dan batu akan
dimanfatkan jika memenuhi spesifikasi teknis, seperti tingkat kekerasan.
Sesuai kondisi bentang alam setempat, penggalian ataupun penimbunan
akan berlangsung di kedua sisi atau salah satu sisi rencana badan jalan.
Selama kegiatan berlangsung akan ditugaskan traffic man untuk mencegah
gangguan lalu lintas pada ruas jalan eksisting. Pekerjaan penggalian dan
penimbunan ang dilakukan ini memberikan dampak terhadap lingkungan, berupa
penurunan kualitas udara dengan adanya peningkatan debu, kecelakaan kerja,
terganggunya aksesibilitas atau gangguan kelancaran lalu lintas.

6. Pekerjaan Badan/Tubuh Jalan dan Jembatan


Pekerjaan badan/tubuh jalan Kendari-Toronipa oleh Dinas Sumber Daya Air
dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi kegiatan:
a) Pekerjaan Drainase
Pembuatan saluran drainase bertujuan untuk menyalurkan air dari badan
jalan ke pembuangan. Saluran drainase terletak pada tepi jalan (side drain),
memotong jalan (cross drain) dan median jalan (median drain) dengan jenis
bangunannya berupa parit dan gorong-gorong (box culvert dan pipe culvert).
Peralatan yang digunakan antara lain adalah peralatan manual yaitu pacul, sekop
dan peralatan mekanis, yaitu excavator.
Saluran drainase adalah bangunan yang bertujuan mengalirkan air dari
badan jalan secepat mungkin agar tidak menimbulkan bahaya dan kerusakan pada
jalan. Dalam banyak kejadian, kerusakan konstruksi jalan disebabkan oleh air,
baik itu air permukaan maupun air tanah. Air dari atas badan jalan yang dialirkan
ke samping kiri dan atau kanan jalan ditampung dalam saluran samping (side
ditch) yang bertujuan agar air mengalir lebih cepat dari air yang mengalir di atas
permukaan jalan, dan juga bertujuan untuk bisa mengalirkan kejenuhan air pada
badan jalan. Dalam merencanakan saluran samping harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
(1) Mampu mengakomodasi aliran banjir yang direncanakan dengan kriteria
tertentu sehingga mampu mengeringkan lapis pondasi.
(2) Saluran sangat baik diberi penutup untuk mencegah erosi maupun sebagai
trotoar jalan.
(3) Pada kemiringan memanjang, harus mempunyai kecepatan rendah untuk
mencegah erosi tanpa menimbulkan pengendapan.
(4) Pemeliharaan harus bersifat menerus.
(5) Air dari saluran dibuang ke outlet yang stabil ke sungai atau tempat
pengaliran yang lain.
(6) Perenanaan drainse harus mempertimbangkan faktor ekonomi, faktor
keamanan, dan segi kemudahan dalam pemeliharaan.
(7) Sistem drainse permukaan jalan terdiri dari: kemiringan melintang
perkerasan dan bahu jalan, selokan samping, gorong-gorong, dan saluran
penangkap.
(8) Kemiringan melintang normal, perkerasan jalan untuk lapis permukaan
aspal adalah 2% - 3%, sedangkan untuk bahu jalan diambil +2%.
(9) Gorong-gorong pembuang air. Kemiringan gorong-gorong adalah 0,5% -
2%. Jarak maksimum antar gorong-gorong pada daerah datar adalah 100 m
dan daerah pegunungan adalah 200 m. Diameter minimum adalah 80 cm.
(10) Selokan samping jalan:
- Kecepatan aliran maksimum yang diizinkan untuk material dari
pasangan batu dan beton adalah 1,5 m/detik.
- Kemiringan memanjang maksimum yang diizinkan untuk material dari
pasangan batu adalah 7,5%.
- Penampang minimum selokan samping adalah 0,50 m2.
- Pematah arus diperlukan untuk mengurangi kecepatan aliran bagi
selokan samping yang panjang dengan kemiringan cukup besar.
Pemasangan jarak antar pematah arus dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.6 Jarak Pematah Arus

Kemiringan Lereng (%) 6 7 8 9 10

Jarak Pematah Arus (m) 16 10 8 7 6

Sumber: Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2019

Seringkali, selokan di samping jalan di perkotaan pada jarak tertentu,


misalnya setiap 1 km dibuat sumur peresapan hujan. Hal ini dimaksudkan agar air
di selokan ini sebagian masuk ke dalam tanah.
Pada waktu pelaksanaan pekerjaan drainase dibuatkan saluran sementara
untuk mengalirkan air yang ada di sekitar lokasi proyek, untuk mencegah
terjadinya genangan atau banjir. Pekerjaan galian saluran dilakukan dengan
excavator dan tenaga manusia, kemudian tanah galian pekerjaan ini diangkut
dengan dump truck untuk ditempatkan di tempat yang telah ditentukan sesuai
dengan perencanaan.
Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan drainase adalah terganggunya
pola aliran permukaan alami, pencemaran kualitas air permukaan dan gangguan
lalu lintas.

b) Pekerjaan Badan Jalan


Pekerjaan badan jalan akan menggunakan dua jenis pekerjaan perkerasan
jalan, yakni Flexible Pavement (Pekerjaan Lentur/Aspal) dan Rigid Pavement
(Pekerjaan Kaku/Beton). Pekerjaan ini akan sangat tergantung dengan kondisi
lintasan yang akan dilalui.
Pekerjaan konstruksi badan jalan dan lapis perkerasan dengan jenis dan
ketebalan yang disesuaikan dengan rencana dapat berupa:
a) Lapis atas permukaan;
b) Lapis pondasi atas;
c) Lapis pondasi bawah;
d) Tanah dasar.
Pekerjaan pondasi mencakup penghamparan material, pencampuran,
penataan dan pemadatan material. Peralatan yang digunakan antara lain alat
penghampar, alat perata dan alat pemadat material.
Perkerasan badan jalan meliputi perkerasan berbutir yang terdiri dari
aktivitas pemrosesan, pengangkutan, penghamparan, penggilasan, dan pemadatan
agregat yang bergradasi pada rencana badan jalan yang ditingkatkan atau
dibangun. Tipe dari perkerasan yang diterapkan adalah Flexible pavement dengan
spesifikasi teknis ditentukan di bawah ini:
a) Perkerasan bagian sub-dasar akan menggunakan material kompak
(aggregate base) kelas S dengan ketebalan rata-rata rencana 20,0 cm.
b) Perkerasan bagian sub-dasar akan menggunakan material kompak
(aggregate base) kelas A dengan ketebalan rat-rata rencana 15,0 cm.
c) Perkerasan bahu jalan menggunakan material aggregate kelas C dengan
ketebalan rat-rata rencana 15,0 cm.
Mengatur kecepatan kendaraan konstruksi tidak lebih dari 40 km/jam, hal
ini agar material yang dibawa tidak berjatuhan dan mengotori jalan, serta
meminimalisasi polusi debu dari kendaraan konstruksi tersebut.
Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan konstruksi badan jalan adalah
pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu lintas.
Komposisi cor yang akan dihampar terdiri dari bahan berupa campuran
semen, agregat kasar, dan agregat halus yang dibuat dengan persyaratan tertentu
pada pihak lain yang telah memiliki izin. Pengangkutan ke lokasi kegiatan
dilakukan menggunakan dump truck untuk selanjutnya dihamparkan dengan
asphalt finisher, lapisan resap pengikat (aspal cair) dengan ketebalan 2 cm.
lapisan aspal beton aus (laston AC-WC) dengan ketebalan 4 cm.

c) Pekerjaan Jembatan
Pekerjaan jembatan mencakup pembuatan bangunan bawah/pondasi (antara
lain yaitu tiang pancang, abutment, poer, pilar, oprit) dan bangunan atas/rangka
baja atau beton termasuk lantai jembatan.
Pemancangan tiang pancang umumnya menggunakan bor (bor pile) atau
paku bumi (pile hummer). Bor pile umumnya digunakan atas pertimbangan
kondisi tanah dan kondisi lingkungan di sekitarnya yang relatif dekat dengan
bangunan rumah, dan utilitas umum. Pile hummer umumnya digunakan
berdasarkan pertimbangan kondisi lapisan tanah dan kondisi eksisting kegiatan
sekitarnya yang relatif jauh dari bangunan rumah dan utilitas umum, sehingga
dapat terhindar dari gangguan getaran yang dapat menimbulkan kerusakan
terhadap bangunan dan utilitas umum.
Potensi dampak lingkungan pada pekerjaan jembatan adalah meningkatnya
kebisingan, meningkatnya getaran, terganggunya lalu lintas dan pencemaran
kualitas air permukaan.
d) Penghijauan dan pertamanan
Penghijauan dan pertamanan mencakup pemasangan gembalan rumput,
penanaman tanaman berupa semak, perdu dan pohon di tepi jalan dan median
jalan serta pulau jalan. Jenis tanaman yang ditanam harus memenuhi kriteria
manfaatnya dan pertimbangan keselamatan pengguna jalan. Tujuan penghijauan
ini adalah untuk mengurangi pencemaran udara, mengurangi tingkat kebisingan,
mencegah erosi dan longsor serta fungsi estetika.
Potensi dampak positif lingkungan pada penghijauan dan pertamanan adalah
mencegah dan mengurangi longsor dan erosi, mengurangi kebisingan, mengurangi
pencemaran udara, meningkatkan estetika lingkungan dan kenyamanan para
pemakai jalan.
e) Pemasangan perlengkapan jalan
Pemasangan perlengkapan jalan antara lain adalan pemasangan pagar, guard
rail, trotoir, rambu lalu lintas, penerangan jalan dan marka jalan. Tujuannya
adalah untuk melancarkan lalu lintas dan mencegah kecelakaan lalu lintas. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah arus lalu lintas di sekitar lokasi
kegiatan yang dapat terganggu.

C. Tahap Operasi

1. Pengoperasian jalan
Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani
lalu lintas jalan. Pengoperasian jalan harus memenuhi standar pelayanan minimal
jalan. Pada awal pengoperasian jalan, frekuensi lalu lintas di jalan masih belum
terlalu padat tetapi seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan
daerah sekitar, volume kendaraan makin meningkat, yang akan mempengaruhi
pelayanan jalan.
Prasarana pendukung keselamatan dan keamanan lalu lintas yang akan
diadakan bagi Kendari-Toronipa adalah sebagai berikut:
a) Rambu jalan tunggal dengan permukaan pantul.
b) Patok kilometer.
c) Rel pengaman.
d) Kerb pracetak.
e) Marka jalan thermoplastik.
Penempatan prasarana pendukung bagi keselamatan dan keamanan lalu
lintas dimaksud akan dilakukan bersama instansi terkait di Kota Kendari,
kabupaten Konawe dengan Kordinasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tanggara.

2. Pemeliharaan jalan
Setelah dioperasikan beberapa waktu, jalan akan mengalami kerusakan
dengan demikian perlu dilakukan upaya pemeliharaan agar tidak terjadi kerusakan
yang lebih lanjut. Kegiatan pemeliharaan pada umumnya ditujukan untuk
mencegah setiap kerusakan lebih lanjut sehingga fungsi pelayanan jalan tidak
menurun. Kegiatan pemeliharaan jalan meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan
berkala dan rehabilitasi jalan.
Kegiatan pemeliharaan Jalan Kendari-Toronipa secara berkala setiap 1
(satu) tahun, terdiri dari:
a) Pemeliharaan badan jalan, meliputi pelapisan ulang permukaan jalan.
b) Perbaikan atau pengecatan kembali rambu-rambu dan marka jalan.
c) Penambahan rambu-rambu dan marka jalan pada lokasi yang membutuhkan.
d) Pembersihan drainase atau saluran samping.
e) Pemotongan rumput atau tegakan pada bagian bahu dan tebing jalan.
f) Pengadaan berbagai fasilitas penunjang jalan sesuai dengan keberadaannya.
Berdasarkan frekuensi pelaksanaan, derajat kesukaran serta tingkat
kepentingannya, kegiatan pemeliharaan dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
a) Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin dilaksanakan secara teratur sepanjang tahun dengan ciri-
ciri kegiatannya adalah sebagai berikut:
1) Tidak memerlukan keterampilan teknis yang tinggi.
2) Tidak memerlukan perencanaan teknis, dan dapat langsung
mempergunakan gambar pelaksanaan yang ada.
3) Tidak memelukan peralatan khusus, cukup peralatan sederhana sehari-
hari.
4) Tidak banyak memerlukan waktu penyelesaian, tetapi dilaksanakan scara
rutin dan kontinyu.
b) Pemeluharaan perkerasan lama, penambalan lubang kecil, dan pelaburan
setempat pada permukaan perkerasan berpenutup aspal lama yang masih
utuh, dimana luas lokasi yang retak kurang dari 10 % terhadap luas total
perkerasan. Perataan ringan secara rutin dengan motor grader pada jalan
tanpa penutup aspal untuk mengendalikan terjadinya lubang atau keriting
(corrugations).
c) Pemeliharaan bahu jalan lama, penambalan lubang pada bahu jalan lama
tanpa penutup aspal, penambalan lubang, dan pelaburan retak pada bahu jalan
lama berpenutup aspal.
d) Pemeliharaan gorong-gorong, saluran air, pembersihan dan pembuangan
lumpur secara rutin pada selokan dan saluran yang ada, pembuangan semua
sampah dari sistem drainase yang ada setelah hujan lebat, pemotongan
rumput secara rutin dan pengendalian pertumbuhan tanaman pada galian,
timbunan, lereng, dan berm.
e) Pemeliharaan perlengkapan jalan, pengecatan ulang semua rambu jalan, patok
tanda dan lainnya yang tidak terbaca, pembersihan rutin terhadap semua
perlengkapan jalan dan pengatur lalu lintas, perbaikan minor terhadap
masing-masing jenis perlengkapan jalan.
f) Pemeliharaan Jembatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dan
pembersihan rutin pada semua komponen struktur jembatan dimana korosi
pada baja atau pelapukan pada beton dapat terjadi jika tidak dibersihkan,
pemeriksaan dan pembersihan rutin kotoran pada semua saluran air dimana
penggerusan terhadap timbunan atau pondasi jembatan dapat terjadi jika tidak
dibersihkan, pemeriksaan dan pembersihan rutin semua kotoran dan sampah
dari lubang-lubang drainase lantai jembatan dan pipa-pipa saluran.
g) Pemeliharaan Darurat dilaksanakan menurut keperluan sesuai kerusakan yang
terjadi secara mendadak, misalnya jalan rusak akibat bencana. Hal yang
harus diperhatikan pada pemeliharaan darurat adalah:
1) Adanya kerusakan harus cepat diidentifikasi melalui inspeksi harian
sebelum sempat membesar.
2) Perbaikan harus segera berlangsung cepat dan dilaksanakan secara
darurat dimana jalan dapat diselamatkan dan berfungsi dengan baik.
Pemeliharaan darurat dapat dilaksanakan oleh instansi yang berwenang
mengingat besar kecilnya kerusakan, dilakukan dengan menggunakan tenaga
trampil yang keahliannya disesuaikan dengan kebutuhan, regu pemeliharaan
ini dengan atau tanpa bantuan buruh lokal.
Perbaikan Tanah Longsor
1) Pergeseran Kecil (Minor Slips)
Lereng-lereng galian yang tidak memiliki penahan atau perlindungan
akan mudah terkena erosi permukaan. Tiap pergeseran kecil dalam
lereng galian harus diselidiki dan diusahakan langkah-langkah
perbaikannya. Perbaikan akan segera dilakukan bila pergeseran dapat
dianggap telah merugikan/memperlemah fungsi salah satu bagian dari
struktur tersebut, misalnya mengganggu aliran atau menyumbat aliran
pada saluran drainase. Dalam kenyataan terjadinya pergeseran ini akan
sangat sulit ditentukan secara pasti. Namun demikian, penggunaan
instrumentasi ataupun pengamatan visual yang dilakukan secara teratur,
secara kualitatif akan dapat memberikan petunjuk terjadinya gejala
tersebut. Pada tingkatan yang kecil, mungkin perbaikan perlu dilakukan
dengan hanya membangun kembali bagian-bangian yang rusak. Namun
demikian, usaha tersebut perlu dilakukan bila dinaggap justru
membahayakan kestabilan konstruksi secara keseluruhan.
2) Perseseran Besar (Major Slips)
Apabila terjadi kesrusakan berat, maka harus segera diambil langkah
untuk mencegah atau mengurangi kerusakan yang berkelanjutan.
Material yang ada sebaiknya jangan dipindah dari lokasi pergeseran,
tetapi baru dipindah apabila tidak dapat dihindarkan. Sebagai tindakan
darurat, setiap air rembesan harus dirahan/dibendung. Sebagai tindakan
lebih lanjut, petunjuka dari tenaga ahli diminta sebelum melaksanakan
perbaikan permanen, yang perlu diingat bahwa pergeseran besar ini biasa
terjadi setelah adanya penurunan permukaan air (rapid drawdown) atau
terjadinya gempa bumi.
3) Longsoran Lahan dan Amblesan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada daerah longsor maupun rawan
longsor adalah ebagai berikut:
(a) Slope reshaping lereng terjal (pembentukan lereng lahan mejadi
lebih landai) pada daerah yang potensial longsor.
(b) Penguatan lereng terjal dengan bronjong kawat pada kaki lereng.
(c) Penutupan rekahan/retakan tanah dengan segera karena pada musim
penghujan rekahan bisa diisi oleh air hujan yang masuk ke dalam
tanah sehngga menjenuhi tanah di atas lapisan kedap.
(d) Bangunan rumah dari konstruksi kayu (semi permanen) lebih tahan
terhadap retakan tanah dibanding dengan bangunan pasangan
batu/bata pada lahan yang masih akan bergerak.
Teknik pengendalian tanah longsor metode vegetatif perlu dipilahkan
antara bagian kaki, bagian tengah, dan bagian atas lereng. Stabilisasi
tanah diutamakan pada kaki lereng, baik dengan tanaman (vegetatif)
maupun bangunan. Persyaratan vegetasi untuk pengendalian tanah
longsor antara lain: jenis tanaman memiliki sifat perakaran dalam
(mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat agregat tanah, dan
bobot biomassanya ringan. Pada lahan yang rawan longsor, kerapatan
tanaman berbeda antara bagian kaki lereng (paling rapat = standar
kerapatan tanaman), tengah (agak jarang = setengah standar), dan atas
(jarang = seperempat standar). Kerapatan yang jarang diisi dengan
tanaman rumput dan atau tanaman penutup tanah (cover crop) dengan
drainase baik, seperti pola agroforestry. Pada bagian tengah dan atas
lereng diupayakan perbaikan sistem drainase (internal dan eksternal)
yang baik, sehingga air yang masuk ke dalam tanah tidak terlalu besar,
agar tingkat kejenuhan air pada tanah yang berada di atas lapisan kedap
(bidang gelincir) bisa dikurangi bebannya.
Upaya pengendalian tanah longsor dengan metode teknik sipil, antara
lain berupa pengurugan/penutupan rekahan, reshaping lereng, bronjong
kawat, perbaikan drainase, baik drainase permukaan seperti saluran
pembuangan air (waterway) maupun drainase bawah tanah. Untuk
mengurangi aliran air (drainase) bawah tanah dilakukan dengan cara
mengalirkan air secara horisontal melalui terowongan air, sperti paritan
(trench) dan sulingan (pipa perforasi).

2.2. DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP

Deskripsi umum rona lingkungan hidup awal berisi uraian mengenai rona
lingkungan hidup (environmental setting) secara umum di lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan yang mencakup:

2.2.1. Komponen Lingkungan Hidup Terkena Dampak

A. Komponen Geo-Fisik-Kimia
1. Iklim

Kondisi iklim sekitar tapak proyek kegiatan pembangunan jalan akses


pariwisata Kendari-Toronipa diperoleh dari data sekunder hasil pencatatan yang
dilakukan oleh Stasiun Meteorologi Maritim Kendari dalam periode 10 tahun
(2009-2018). Pemilihan stasiun meteorologi tersebut karena merupakan stasiun
meteorologi terdekat dari tapak proyek sehingga dianggap cukup mewakili
wilayah studi. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan iklim suatu
daerah atau wilayah, yaitu curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara,
tekanan udara, dan angin.
Data curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Maritim Kendari
sepuluh tahun terakhir, menunjukan bahwa curah hujan bulanan rata-rata berkisar
60,5-320,9 mm/bulan. Rata-rata curah hujan bulanan maksimal terjadi pada bulan
Maret, dan rata-rata curah hujan bulanan minimal terjadi pada bulan Agustus.
Tabel 2.7 Curah Hujan (CH) Rata-rata Bulanan Tahun 2009-2018

Curah Hujan (mm) Rata-


Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2017 2018 Rata
Januari 159 188 266 353 346,7 108,6 239,9 99,4
163,6 225,2 214,9
Februari 236 263 184 529 188,4 173,5 274,5 330,3
228,3 190,8 259,8
Maret 226 253 314 157 333,6 438,6 532,2 329,7
258,4 366,8 320,9
April 216 210 156 70 142,6 345 - 207,6
172,7 98,4 179,8
Mei 32 229 158 186 231,8 475,6 - 108,4
702,3 460,0 287,0
Juni 36 345 209 121 292,5 353 - 268,9
526,8 410,6 284,8
Juli 148 396 110 107 770,3 166,5 41,9 163,5
300 279,8 248,3
Agustus 1 284 2 65 44,7 90 1,1 44,6
69,1 3,2 60,5
September 0 408 102 21 29,2 0 0 42,7
29,2 19,7 65,2
Oktober 2 226 92 58 18,3 0 4,5 187,9
66 0,0 65,5
233,1
November 75 338 88 57 99,1 21 0 32,6 130,1 107,4
0
163,8
Desember 237 148 81 132 396,5 427,5 263,9 164 203,4 221,7
0
2893, 2599, 1979, 2913, 2388, 2240,
Jumlah 1368 3288 1762 1856 1358
7 3 6 3 0 6
Bln Basah 6 12 8 7 8 8 4 8 9 8 7,8
Bln
2,7
Kering 5 0 1 3 3 3 5 3 1 3
Tipe Q = 0,35 (Daerah Agak Basah-Iklim C) 0,35
Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Tahun 2019

Tabel 2.8 Hari Hujan (CH) Bulanan Tahun 2007-2016

Hari Hujan (hari) Rata-


Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rata
Januari 10 18 16 19 16 12 20 12 14 19 15,6
Februari 13 17 16 14 15 13 21 23 13 15 16,0
Maret 19 21 18 13 18 18 9 19 23 17 17,5
April 12 18 16 8 20 16 - 20 19 20 16,6
Mei 8 19 11 13 18 22 - 14 19 25 16,6
Juni 9 19 8 7 16 23 - 20 24 23 16,6
Juli 6 21 12 7 24 9 10 13 16 15 13,3
Agustus 1 19 2 6 7 8 1 5 12 3 6,4
September 0 14 6 4 2 0 0 6 11 5 4,8
Oktober 1 18 8 3 4 0 1 11 9 0 5,5
November 8 12 8 7 3 2 1 7 16 14 7,8
Desember 15 10 16 11 27 16 18 14 16 16 15,9
Jumlah 102 206 137 112 170 139 81 164 192 172 152,5
Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Tahun 2019

Berdasarkan data klimatologi yang diperoleh, dapat diketahui jenis


klasifikasi iklim di wilayah studi. Seperti pada umumnya wilayah Indonesia,
keadaan iklim di tapak proyek ditandai dengan adanya bulan kering dan bulan
basah. Bulan kering menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) adalah
bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm per bulan dan bulan basah adalah
bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm per bulan. Tipe iklim dan
curah hujan dapat ditentukan melalui perhitungan dengan mengunakan data curah
hujan suatu wilayah. Sebagai dasar penggolongan iklim Schmidt dan Ferguson
adalah menggunakan rasio Q yaitu perbandingan antara jumlah rata-rata bulan
kering dan rata-rata bulan basah. Selama periode 10 tahun (2009-2018), tercatat
sebanyak 78 bulan basah dan 26 bulan kering. Berdasarkan data bulan kering dan
bulan basah tersebut, maka nilai Q diperoleh sebesar 35% (35% ≤ Q <60%)
sehingga iklim di wilayah studi menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson
tergolong tipe iklim golongan C (beriklim agak basah).

2. Indeks Kenyamanan Termal

Salah satu cara untuk menyatakan indeks ketidaknyamanan termal


(Discomfort Index), menggunakan persamaan Thoms. Indeks ketidaknyamanan
termal dihitung berdasarkan temperatur dan kelembaban udara, yang dinyatakan
dalam persamaan DI = T – 0,55(1-0,01 RH) (T-14,5). Temperatur udara (T) rata-
rata di Kota Kendari dan sekitarnya selama tahun 2009-2018. Terlihat bahwa
temperatur udara rata-rata maksimum terjadi pada bulan November (28,39oC),
sedangkan temperatur udara rata-rata minimum terjadi pada bulan Agustus
(25,89oC).
Kelembaban relatif (RH) di Kota Kendari dan sekitarnya selama tahun
2009-2018. Terlihat bahwa kelembaban relatif (RH) maksimum terjadi pada bulan
Mei (86,94%), sedangkan kelembaban relatif (RH) minimum terjadi pada bulan
November (80,09%).
Tabel 2.9 Temperatur Udara Rata-rata Bulanan Tahun 2009-2018

Temperatur Udara (oC) Rata-


Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rata
27,6
Januari 27,86 27,42 27,05 27,14 27,87 27,68 27,50 28,29 28,09 27,59
5
27,4
Februari 27,43 27,35 27,04 27,13 27,56 27,49 26,83 27,63 27,80 27,68
0
27,2
Maret 26,89 27,45 27,17 27,22 27,25 27,25 26,77 27,94 27,46 27,36
8
27,4
April 27,14 27,84 27,04 27,12 27,74 27,26 - 27,70 27,54 27,31
1
27,1
Mei 27,50 27,53 26,90 26,52 27,23 26,81 - 28,03 26,80 26,69
1
26,4
Juni 26,53 26,67 26,25 25,99 27,00 26,46 - 27,01 26,06 26,30
7
25,9
Juli 25,98 26,21 25,53 25,73 25,33 26,13 25,85 26,65 26,13 25,87
4
25,8
Agustus 26,09 26,21 25,58 25,22 26,12 25,38 25,11 26,48 26,23 26,52
9
Septembe 26,5
27,15 27,05 26,19 26,07 26,77 25,64 25,53 27,72 26,79 26,40
r 3
27,5
Oktober 27,76 26,98 27,25 27,58 28,04 26,90 26,74 27,90 28,35 28,05
6
Novembe 28,3
28,52 27,61 27,97 28,37 28,48 28,10 28,91 28,83 28,68 28,49
r 9
Desembe 28,0
27,68 27,35 27,78 27,92 27,29 28,04 28,77 28,37 28,38 28,45
r 1
Rata-
27,21 27,14 26,81 26,83 27,22 26,93 26,89 27,71 27,36 27,23
Rata
Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Tahun 2019

Tabel 2.10 Kelembaban Bulanan Tahun 2009-2018

Kelembaban (%) Rata-


Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rata
Januari 80,06 84,10 83,84 85,03 82,84 80,42 85,20 83,35 82,10 84,81 83,18
Februari 81,86 84,68 85,29 84,21 84,36 83,07 86,65 85,96 84,07 83,18 84,33
Maret 85,00 85,42 85,06 83,87 84,90 84,90 86,00 85,58 85,16 85,68 85,16
April 85,17 85,13 85,93 84,07 84,30 85,90 - 85,60 86,54 85,53 85,35
Mei 82,97 86,45 87,16 85,52 86,26 87,42 - 85,71 89,44 91,55 86,94
Juni 84,17 86,60 84,83 84,90 87,20 88,23 - 86,33 91,21 86,83 86,70
Juli 82,00 88,29 85,52 82,58 89,42 84,03 83,47 85,60 88,70 85,23 85,48
Kelembaban (%) Rata-
Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rata
Agustus 79,13 86,90 81,00 81,35 82,97 81,97 81,97 82,96 84,40 80,97 82,36
September 77,20 84,13 82,57 79,27 81,30 78,70 80,75 81,52 86 79,13 81,05
Oktober 77,29 86,16 83,65 79,45 78,16 76,23 80,40 82,68 82,90 78,97 80,59
November 79,36 83,67 81,13 80,07 77,07 77,63 78,77 81,17 81,48 80,60 80,09
Desember 82,29 84,23 82,16 81,94 84,74 83,50 82,23 83,88 81,84 81,68 82,85
Rata-Rata 81,37 85,48 84,01 82,69 83,63 82,67 82,83 84,20 85,31 83,68
Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Tahun 2019
Dari data temperatur udara (T) dan kelembaban (RH), indeks
ketidaknyamanan (Discomfort Index) berdasarkan persamaan Thoms di lokasi
proyek dapat ditentukan berikut.
Tabel 2.11 Indeks Kenyamanan Termal Tahun 2007-2016

Discomfort Index Rata-


Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rata
Januari 26,39 26,29 25,94 26,10 26,61 26,26 26,44 27,02 26,75 26,50 26,43
Februari 26,14 26,27 26,03 26,04 26,43 26,28 25,93 26,62 26,64 26,46 26,28
Maret 25,87 26,42 26,13 26,09 26,19 26,19 25,83 26,87 26,40 26,35 26,23
April 26,11 26,75 26,07 26,02 26,60 26,27 - 26,65 26,57 26,29 26,37
Mei 26,28 26,56 26,02 25,56 26,27 25,95 - 26,97 26,09 26,13 26,20
Juni 25,49 25,78 25,27 25,04 26,12 25,68 - 26,07 25,50 25,44 25,60
Juli 24,84 25,45 24,65 24,65 24,70 25,11 24,82 25,69 25,40 24,95 25,03
Agustus 24,76 25,37 24,42 24,12 25,03 24,30 24,06 25,36 25,22 25,26 24,79
September 25,56 25,95 25,07 24,75 25,51 24,34 24,36 26,37 25,83 25,03 25,28
Oktober 26,10 26,03 26,10 26,11 26,41 25,28 25,42 26,62 27,05 26,48 26,16
November 26,93 26,43 26,57 26,85 26,71 26,43 27,23 27,35 27,23 26,99 26,87
Desember 26,40 26,24 26,48 26,59 26,22 26,81 27,38 27,14 26,99 27,05 26,73
Rata-Rata 25,91 26,13 25,73 25,66 26,07 25,74 25,72 26,56 26,31 26,08
Sumber : Olahan Data,Tahun 2019

3. Angin
Data angin di sekitar lokasi proyek didekati dari data sekunder yang
bersumber dari data Stasiun Meteorologi Maritim Kendari. Distribusi arah dan
kecepatan angin baik secara total maupun rata-rata bulanan selama 21 tahun
(Januari 1998 sampai Desember 2018) ditunjukkan dalam bentuk windrose pada
berikut.
Gambar 2.8. Windrose Arah dan Kecepatan Angin Total Tahun 1998 –
2018
Gambar 2.9. Windrose Arah dan Kecepatan Angin Bulanan Tahun 1998 – 2018
4. Kualitas Udara
Gambaran umum tingkat kualitas udara di sekitar lokasi rencana
pembangunan jalan akses pariwisata Kendari-Toronipa diperoleh dari pengukuran di
lapangan. Lokasi pengukuran kualitas udara ini dilakukan pada 7 (tujuh) lokasi
pengamatan, yaitu :
a) Stasiun U-01 dengan koordinat S: 030 58' 17,6" E: 1220 35' 14,4" (Kel.
Kendari Caddi Kec. Kendari Barat Simpang Awal),
b) Stasiun U-02 dengan koordinat S: 030 58' 14,4" E: 1220 35' 26,8" (Kel.
Kendari Caddi Kec. Kendari Barat),
c) Stasiun U-03 dengan koordinat S: 030 57' 45,1" E: 1220 36' 34,4" (Kel. Mata
Kec. Kendari),
d) Stasiun U-04 dengan koordinat S: 030 57' 12,9" E: 1220 36' 44,93" (Kel.
Purirano Kec. Soropia),
e) Stasiun U-05 dengan koordinat S: 030 55' 43,5" E: 1220 38' 43,2" (Desa
Leppe Kec. Soropia),
f) Stasiun U-06 dengan koordinat S: 030 55' 35,6" E: 1220 39' 29,0" (Desa
Bajoe Kec. Soropia),
g) Stasiun U-07 dengan koordinat S: 030 54' 29,7" E: 1220 39' 47,1" (Kel.
Toronipa Kec. Soropia).
Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999, parameter SO2, CO, dan NO2, memiliki
baku mutu untuk pengukuran 1 jam, namun untuk parameter PM 10, PM 2,5 dan
Debu (TSP) tidak memiliki baku mutu 1 jam. Dengan demikian, data ini dikonversi
ke 24 jam dengan menggunakan persamaan konversi canter,
Dari hasil olahan data kualitas udara setelah dikonversi ke 24 jam,
menunjukan bahwa di tiga lokasi pemantauan diketahui bahwa konsentrasi SO2 yang
ada berkisar antara 5,78 – 19,11 μg/Nm3 dengan rata-rata 11,20 μg/Nm3, Semua
lokasi sampel menunjukkan bahwa konsentrasi SO2 berada di bawah baku mutu yang
ditetapkan (365 μg/Nm3 dengan waktu 24 jam). Konsentrasi NO2 yang terpantau
sebesar 16,05 – 66,66 μg/Nm3 dengan rata-rata 32,38 μg/Nm3, juga masih berada di
bawah baku mutu udara yang dipersyaratkan (150 μg/Nm3 dengan waktu 24 jam).
Konsentrasi CO yang terpantau berkisar antara 2.221,88 – 6.665,64 μg/Nm3 dengan
rata-rata 3.808,94 μg/Nm3, juga masih berada di bawah baku mutu udara yang
dipersyaratkan (10.000 μg/Nm3 dengan waktu 24 jam). Untuk kadar partikulat PM 10
terpantau sebesar 2,22 – 12,78 μg/Nm3 dengan rata-rata 5,16 μg/Nm3, masih berada
di bawah baku mutu udara yang dipersyaratkan (150 μg/Nm3 dengan waktu 24 jam),
PM 2,5 terpantau sebesar 5,55 – 25,00 μg/Nm3 dengan rata-rata 11,66 μg/Nm3, masih
berada di bawah baku mutu udara yang dipersyaratkan (65 μg/Nm3 dengan waktu 24
jam), dan TSP (debu) terpantau sebesar 25,44 – 66,77 μg/Nm3 dengan rata-rata 37,20
μg/Nm3, masih berada di bawah baku mutu udara yang dipersyaratkan (230 μg/Nm3
dengan waktu 24 jam)
Indeks kualitas udara di lokasi kegiatan dan sekitarnya dihitung berdasarkan
metode yang dikembangkan oleh Anjaneyulu, Y., Manickam, V., (2007),
Berdasarkan hasil perhitungan indeks kualitas udara, menunjukan bahwa indeks
kualitas udara (Air Pollution Index-API) di sekitar lokasi rencana pembangunan jalan
akses pariwisata Kendari-Toronipa berkisar antara 9,55-29,32, dengan skala 5
(sangat baik) sampai skala 4 (baik)
Tabel 2.12 Data Kualitas Udara di Sekitar Wilayah Studi (Pengukuran 1 Jam)
Lokasi Pengukuran
No Parameter Satuan BakuMutu
U-01 U-02 U-03 U-04 U-05 U-06 U-07
1 Sulfur Dioksida (SO2) µg/Nm3 34,40 29,60 27,80 12,80 14,90 10,40 11,20 900

2 Nitrogen Dioksida (NO2) µg/Nm3 120,00 100,00 52,10 34,80 42,10 28,90 30,10 400
3 Karbon Monoksida (CO) µg/Nm3 12.000 10.000 7.000 5.000 6.000 4.000 4.000 30.000

4 PM 10 µg/Nm3 17,00 23,00 9,00 4,00 4,00 4,00 4,00 -

5 PM 2,5 µg/Nm3 37,00 45,00 22,00 12,00 11,00 10,00 10,00 -

6 Debu (TSP) µg/Nm3 89,80 120,20 61,80 45,80 46,10 52,90 52,20 -

Sumber: Data Primer, 2019

Tabel 2.13 Data Kualitas Udara di Sekitar Wilayah Studi (Konversi 24 Jam)
Lokasi Pengukuran
No Parameter Satuan BakuMutu
U-01 U-02 U-03 U-04 U-05 U-06 U-07
1 Sulfur Dioksida (SO2) µg/Nm3 19,11 16,44 15,44 7,11 8,28 5,78 6,22 365

2 Nitrogen Dioksida (NO2) µg/Nm3 66,66 55,55 28,94 19,33 23,39 16,05 16,72 150

3 Karbon Monoksida (CO) µg/Nm3 6.665,64 5.554,70 3.888,29 2.777,35 3.332,82 2.221,88 2.221,88 10.000
4 PM 10 µg/Nm3 9,44 12,78 5,00 2,22 2,22 2,22 2,22 150

5 PM 2,5 µg/Nm3 20,55 25,00 12,22 6,67 6,11 5,55 5,55 65

6 Debu (TSP) µg/Nm3 49,88 66,77 34,33 25,44 25,61 29,38 29,00 230
Sumber: Olahan Data, 2019
Tabel 2.14 Indeks Kualitas Udara di Sekitar Wilayah Studi

Baku Konsentrasi Polutan Rating Kualitas Parameter

No Parameter Mutu (Ci) (Ci/Si) x 100


(Si) U-01 U-02 U-03 U-04 U-05 U-06 U-07 A01 A02 A03 A04 A05 A06 A07

1 Sulfur Dioksida (SO2) 365 19,11 16,44 15,44 7,11 8,28 5,78 6,22 5,24 4,50 4,23 1,95 2,27 1,58 1,70

2 Nitrogen Dioksida (NO2) 150 66,66 55,55 28,94 19,33 23,39 16,05 16,72 44,44 37,03 19,29 12,89 15,59 10,70 11,15

3 Karbon Monoksida (CO) 10000 6665,64 5554,70 3888,29 2777,35 3332,82 2221,88 2221,88 66,66 55,55 38,88 27,77 33,33 22,22 22,22

4 PM 10 150 9,44 12,78 5,00 2,22 2,22 2,22 2,22 6,30 8,52 3,33 1,48 1,48 1,48 1,48

5 PM 2,5 65 20,55 25,00 12,22 6,67 6,11 5,55 5,55 31,62 38,46 18,80 10,25 9,40 8,55 8,55

6 Debu (TSP) 230 49,88 66,77 34,33 25,44 25,61 29,38 29,00 21,69 29,03 14,93 11,06 11,13 12,78 12,61

` Air Pollution Index (API) 29,32 28,85 16,58 10,90 12,20 9,55 9,62

Skala 4 4 5 5 5 5 5

Keterangan: Baku mutu berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999, Tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Sumber: Olahan Data, 2019


5. Kebisingan
Tingkat kebisingan disekitar lokasi rencana pembangunan jalan akses
pariwisata Kendari-Toronipa dilakukan dengan pengukuran secara terus menerus
yaitu setiap lima detik dalam waktu 10 menit berdasarkan Kepmen Lingkungan
Hidup No. 48 Tahun 1996. Lokasi pengukuran kebisingan ini dilakukan pada 7
(tujuh) lokasi pengamatan, yaitu :
a) Stasiun ST-01 dengan koordinat S: 030 58' 17,6" E: 1220 35' 14,4" (Kel.
Kendari Caddi Kec. Kendari Barat Simpang Awal),
b) Stasiun ST-02 dengan koordinat S: 030 58' 14,4" E: 1220 35' 26,8" (Kel.
Kendari Caddi Kec. Kendari Barat),
c) Stasiun ST-03 dengan koordinat S: 030 57' 45,1" E: 1220 36' 34,4" (Kel.
Mata Kec. Kendari),
d) Stasiun ST-04 dengan koordinat S: 030 57' 12,9" E: 1220 36' 44,93" (Kel.
Purirano Kec. Soropia),
e) Stasiun ST-05 dengan koordinat S: 030 55' 43,5" E: 1220 38' 43,2" (Desa
Leppe Kec. Soropia),
f) Stasiun ST-06 dengan koordinat S: 030 55' 35,6" E: 1220 39' 29,0" (Desa
Bajoe Kec. Soropia),
g) Stasiun ST-07 dengan koordinat S: 030 54' 29,7" E: 1220 39' 47,1" (Kel.
Toronipa Kec. Soropia).
Hasil pengukuran tingkat kebisingan Leq (10 menit)

Tabel 2.15 Tingkat kebisingan Leq (10 menit)

Tingkat Bising (dB(A))


Parameter Baku Mutu
ST-01 ST-02 ST-03 ST-04 ST-05 ST-06 ST-07

Pemukiman 55 dB
Kebisingan 58,10 57,30 53,40 51,60 50,50 52,20 51,90
Industri 70 dB

Keterangan: Baku mutu berdasarkan Kepmen LH No. 48 Tahun 1996


Sumber: Olahan Data, 2019

Tingkat kebisingan siang hari di rencana lokasi pembangunan jalan akses


pariwisata Kendari-Toronipa berkisar antara 50,50-58,10 dB(A). Berdasarkan skala
kualitas lingkungan untuk parameter tingkat kebisingan menunjukkan bahwa tingkat
kebisingan di lokasi proyek dan sekitarnya dalam kategori sangat baik (Skala 5).

6. Kualitas Air
Gambaran umum tingkat kualitas air di sekitar lokasi rencana kegiatan
pembangunan jalan akses pariwisata Kendari-Toronipa, diperoleh dari pengukuran
langsung (sampel). Pengukuran kualitas air yang berada di dalam wilayah studi
meliputi air laut, air sungai dan air sumur. Pengukuran kualitas air laut perairan laut
di sampel di enam titik, yaitu :

a) stasiun AL-01 dengan koordinat LS : 03°58'18,7" BT : 122°35'16,8",


b) stasiun AL-02 dengan koordinat LS : 03°56'30,60" BT : 122°37'53,58",
c) stasiun AL-03 dengan koordinat LS : 03°56'20,27" BT : 122°38'55,05",
d) stasiun AL-04 dengan koordinat LS : 03°55'56,81" BT : 122°39'21,48",
e) stasiun AL-05 dengan koordinat LS : 03°55'56,81" BT : 122°39'21,48"
f) stasiun AL-06 dengan koordinat LS : 03°54'29,4" BT : 122°39'48,4".

Pengukuran kualitas air sungai disampel di satu titik yaitu, stasiun AS-01
dengan koordinat LS : 03°58'12,8" BT : 122°35'26,7". Sementara itu untuk kontrol
juga dilakukan pengambilan sampel air sumur penduduk pada satu titik sampel yaitu,
stasiun ASM-01 dengan koordinat LS : 03°54'28,5" BT : 22°39'43,4" .

a. Air Laut
Data kualitas air laut disekiitar wilayah studi disajikan pada Tabel II-1. Hasil
analisis laboratorium mengenai kualitas air laut menujukkan bahwa umumnya
konsentrasi parameter fisik, kimia, dan biologi air masih berada dibawa baku mutu
yang disyaratkan sesuai dengan Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004.
Selanjutnya untuk menentukan kualitas lingkungan dari air laut ini selanjutnya
dianalisis dengan menghitung indeks pencemaran (Pollution Index) berdasarkan
Kepmen LH nomor 115 Tahun 2003, seperti pada Tabel II-2 untuk baku mutu
Lampiran III Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 (Biota Perairan) dan Tabel II-3 untuk
baku mutu Lampiran II Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 (Wisata Bahari).
Berdasarkan hasil analisis indeks pencemaran air (IP) pada Tabel II-2
menunjukan bahwa kualitas air laut untuk peruntukan biota perairan pada sampel AL-
02 sampai AL-03, memiliki IP berkisar 0,43-0,65 termasuk kategori tidak tercemar
atau sangat baik (skala 5), sedangan kualitas air laut untuk peruntukan biota perairan
pada sampel AL-01 memiliki IP sebesar 4,11 termasuk kategori tercemar ringan pada
parameter kekeruhan, BOD,Nitrat, Sulfida, senyawa fenol, minyak dan lemak,
kadmiun, tembaga dan seng, hal ini dinilai baik (skala 4). Sementara itu, berdasarkan
hasil analisis indeks pencemaran air (IP) pada Tabel II-3 menunjukan bahwa kualitas
air laut untuk peruntukan wisata bahari pada sampel AL-02 sampai AL-03, memiliki
IP berkisar 8,55-9,89 termasuk kategori tercemar sedang pada sebagian parameter
TSS, BOD, Kromium hexavalent, dan detergen, hal ini dinilai sedang (skala 3),
sedangan kualitas air laut untuk peruntukan wisata bahari pada sampel AL-01
memiliki IP sebesar 11,20 termasuk kategori tercemar berat pada parameter TSS,
kekeruhan, BOD,Nitrat, Dteregen, minyak dan lemak, Kromium hexavalent,
kadmiun, hal ini dinilai buruk (skala 2).
Tabel 2.16 Parameter Kualitas Air Laut di Wilayah Studi
Hasil Pengukuran Baku Mutu
No Parameter Satuan Biota Wisata
AL-01 AL-02 AL-03 AL-04 AL-05 AL-06
Laut bahari
A Fisika
1 Total Padatan Tersuspensi mg/l 56,85 12,86 10,20 8,21 7,60 33,60 80 20
0
2 Suhu C 28,40 28,80 29,20 29,60 30,20 30,50 28-30 alami
3 Kecerahan m 4,20 5,80 6,90 7,40 7,50 5,10 >5 >6
4 Kekeruhan NTU 8,96 3,12 2,12 1,88 1,69 4,26 <5 5
B Kimia
5 pH (Derajat Keasaman) - 8,03 8,12 8,19 8,20 8,17 8,22 7 - 8,5 7 - 8,5
6 Salinitas % 30,20 31,70 32,10 34,50 34,80 35,10 33-34 alami
7 Disolved Oksigen mg/l 5,80 6,10 7,80 8,10 7,90 6,80 >5 >5
8 Amonia Total (NH3-N) mg/l 0,282 0,046 0,026 0,012 0,018 0,014 0,3 nihil
9 BOD mg/l 22,10 12,10 7,20 6,90 7,20 10,20 20 10
10 Fosfat (PO4-P) mg/l 0,012 0,008 0,004 0,002 0,004 0,006 0,015 0,015
11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,014 0,004 0,002 0,001 0,002 0,004 0,008 0,008
12 Sianida (CN-) mg/l 0,276 0,030 0,016 0,018 0,022 0,028 0,5 -
13 Sulfida (H2S) mg/l 0,028 0,006 0,004 0,008 0,002 0,004 0,01 nihil
14 Senyawa Fenol mg/l 0,017 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,002 nihil
15 Detergen mg/l MBAS 0,875 0,386 0,216 0,227 0,163 0,232 1 0,001
16 Minyak Lemak mg/l 1,872 0,569 0,388 0,412 0,382 0,411 1 1
C Logam Terlarut
17 Raksa (Hg) mg/l 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,001 0,002
18 Kromium heksavalen (Cr+6) mg/l 0,0039 0,0035 0,0012 0,0016 0,0014 0,0016 0,005 0,002
19 Arsen (As) mg/l 0,0072 0,0059 0,0032 0,0038 0,0042 0,0048 0,012 0,025
20 Cadmium (Cd) mg/l 0,0029 0,0004 0,0008 0,0006 0,0002 0,0004 0,001 0,002
21 Tembaga (Cu) mg/l 0,0129 0,0035 0,0033 0,0039 0,0021 0,0029 0,008 0,05
22 Timbal (Pb) mg/l 0,0033 0,0028 0,0022 0,0026 0,0028 0,0021 0,008 0,005
23 Nikel (Ni) mg/l 0,0164 0,0065 0,0035 0,0038 0,0044 0,0052 0,05 0,075
24 Seng (Zn) mg/l 0,0621 0,0268 0,0188 0,0209 0,0114 0,0168 0,05 0,095
Keterangan : Baku Mutu : Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 2.17 Analisis Indeks Pencemaran Air Laut Berdasarkan Baku Mutu Lampiran III Kepmen LH No. 51 Tahun
2004 (Biota Perairan)
Baku Hasil Pengukuran (Ci) Ci/Li
No Parameter Mutu
(Li) AL-01 AL-02 AL-03 AL-04 AL-05 AL-06 AL-01 AL-02 AL-03 AL-04 AL-05 AL-06
1 Total Padatan Tersuspensi 80 56,85 12,86 10,20 8,21 7,60 33,60 0,711 0,161 0,128 0,103 0,095 0,420
2 Suhu 28-30 28,40 28,80 29,20 29,60 30,20 30,50 - - - - - -
3 Kecerahan >5 4,20 5,80 6,90 7,40 7,50 5,10 0,216 0,184 0,162 0,152 0,150 0,198
4 Kekeruhan <5 8,96 3,12 2,12 1,88 1,69 4,26 2,267 0,624 0,424 0,376 0,338 0,852
5 pH (Derajat Keasaman) 7 - 8,5 8,03 8,12 8,19 8,20 8,17 8,22 0,373 0,493 0,587 0,600 0,560 0,627
6 Salinitas 33-34 30,20 31,70 32,10 34,50 34,80 35,10 - - - - - -
7 Disolved Oksigen >5 5,80 6,10 7,80 8,10 7,90 6,80 0,160 0,145 0,060 0,045 0,055 0,110
8 Amonia Total (NH3-N) 0,3 0,282 0,046 0,026 0,012 0,018 0,014 0,940 0,153 0,087 0,040 0,060 0,047
9 BOD 20 22,10 12,10 7,20 6,90 7,20 10,20 1,217 0,605 0,360 0,345 0,360 0,510
10 Fosfat (PO4-P) 0,015 0,012 0,008 0,004 0,002 0,004 0,006 0,800 0,533 0,267 0,133 0,267 0,400
11 Nitrat (NO3-N) 0,008 0,014 0,004 0,002 0,001 0,002 0,004 2,215 0,500 0,250 0,125 0,250 0,500
12 Sianida (CN-) 0,5 0,276 0,030 0,016 0,018 0,022 0,028 0,552 0,060 0,032 0,036 0,044 0,056
13 Sulfida (H2S) 0,01 0,028 0,006 0,004 0,008 0,002 0,004 3,236 0,600 0,400 0,800 0,200 0,400
14 Senyawa Fenol 0,002 0,017 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 5,647 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500
15 Detergen 1 0,875 0,386 0,216 0,227 0,163 0,232 0,875 0,386 0,216 0,227 0,163 0,232
16 Minyak Lemak 1 1,872 0,569 0,388 0,412 0,382 0,411 2,362 0,569 0,388 0,412 0,382 0,411
17 Raksa (Hg) 0,001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100
18 Kromium VI (Cr+6) 0,005 0,0039 0,0035 0,0012 0,0016 0,0014 0,0016 0,780 0,700 0,240 0,320 0,280 0,320
19 Arsen (As) 0,012 0,0072 0,0059 0,0032 0,0038 0,0042 0,0048 0,600 0,492 0,267 0,317 0,350 0,400
20 Cadmium (Cd) 0,001 0,0029 0,0004 0,0008 0,0006 0,0002 0,0004 3,312 0,400 0,800 0,600 0,200 0,400
21 Tembaga (Cu) 0,008 0,0129 0,0035 0,0033 0,0039 0,0021 0,0029 2,037 0,438 0,413 0,488 0,263 0,363
22 Timbal (Pb) 0,008 0,0033 0,0028 0,0022 0,0026 0,0028 0,0021 0,413 0,350 0,275 0,325 0,350 0,263
23 Nikel (Ni) 0,05 0,0164 0,0065 0,0035 0,0038 0,0044 0,0052 0,328 0,130 0,070 0,076 0,088 0,104
24 Seng (Zn) 0,05 0,0621 0,0268 0,0188 0,0209 0,0114 0,0168 1,471 0,536 0,376 0,418 0,228 0,336
Indeks Pencemaran 4,11 0,57 0,60 0,60 0,43 0,65
Keterangan : Baku Mutu : Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 2.18 Analisis Indeks Pencemaran Air Laut Berdasarkan Baku Mutu Lampiran II Kepmen LH No. 51 Tahun 2004
(Wisata Bahari)
Baku Hasil Pengukuran (Ci) Ci/Li
No Parameter Mutu
(Li) AL-01 AL-02 AL-03 AL-04 AL-05 AL-06 AL-01 AL-02 AL-03 AL-04 AL-05 AL-06
1 Total Padatan Tersuspensi 20 56,85 12,86 10,20 8,21 7,60 33,60 3,269 0,643 0,510 0,411 0,380 2,127
2 Suhu alami 28,40 28,80 29,20 29,60 30,20 30,50 - - - - - -
3 Kecerahan >6 4,20 5,80 6,90 7,40 7,50 5,10 0,216 0,184 0,162 0,152 0,150 0,198
4 Kekeruhan 5 8,96 3,12 2,12 1,88 1,69 4,26 2,267 0,624 0,424 0,376 0,338 0,852
5 pH (Derajat Keasaman) 7 - 8,5 8,03 8,12 8,19 8,20 8,17 8,22 0,373 0,493 0,587 0,600 0,560 0,627
6 Salinitas alami 30,20 31,70 32,10 34,50 34,80 35,10 - - - - - -
7 Disolved Oksigen >5 5,80 6,10 7,80 8,10 7,90 6,80 0,160 0,145 0,060 0,045 0,055 0,110
8 Amonia Total (NH3-N) nihil 0,282 0,046 0,026 0,012 0,018 0,014 - - - - - -
9 BOD 10 22,10 12,10 7,20 6,90 7,20 10,20 2,722 1,414 0,720 0,690 0,720 1,043
10 Fosfat (PO4-P) 0,015 0,012 0,008 0,004 0,002 0,004 0,006 0,800 0,533 0,267 0,133 0,267 0,400
11 Nitrat (NO3-N) 0,008 0,014 0,004 0,002 0,001 0,002 0,004 2,215 0,500 0,250 0,125 0,250 0,500
12 Sianida (CN-) - 0,276 0,030 0,016 0,018 0,022 0,028 - - - - - -
13 Sulfida (H2S) nihil 0,028 0,006 0,004 0,008 0,002 0,004 - - - - - -
14 Senyawa Fenol nihil 0,017 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 - - - - - -
15 Detergen 0,001 0,875 0,386 0,216 0,227 0,163 0,232 15,710 13,933 12,672 12,780 12,061 12,827
16 Minyak Lemak 1 1,872 0,569 0,388 0,412 0,382 0,411 2,362 0,569 0,388 0,412 0,382 0,411
17 Raksa (Hg) 0,002 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,050 0,050 0,050 0,050 0,050 0,050
18 Kromium VI (Cr+6) 0,002 0,0039 0,0035 0,0012 0,0016 0,0014 0,0016 2,450 2,215 0,600 0,800 0,700 0,800
19 Arsen (As) 0,025 0,0072 0,0059 0,0032 0,0038 0,0042 0,0048 0,288 0,236 0,128 0,152 0,168 0,192
20 Cadmium (Cd) 0,002 0,0029 0,0004 0,0008 0,0006 0,0002 0,0004 1,807 0,200 0,400 0,300 0,100 0,200
21 Tembaga (Cu) 0,05 0,0129 0,0035 0,0033 0,0039 0,0021 0,0029 0,258 0,070 0,066 0,078 0,042 0,058
22 Timbal (Pb) 0,005 0,0033 0,0028 0,0022 0,0026 0,0028 0,0021 0,660 0,560 0,440 0,520 0,560 0,420
23 Nikel (Ni) 0,075 0,0164 0,0065 0,0035 0,0038 0,0044 0,0052 0,219 0,087 0,047 0,051 0,059 0,069
24 Seng (Zn) 0,095 0,0621 0,0268 0,0188 0,0209 0,0114 0,0168 0,654 0,282 0,198 0,220 0,120 0,177
Indeks Pencemaran 11,20 9,89 8,99 9,06 8,55 9,11
Keterangan : Baku Mutu : Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004
Sumber : Data Primer, 2019
b. Air Sungai
Hasil analisis laboratorium, kualitas air sungai di sekitar lokasi
pembangunan jalan akses pariwisata Kendari-Toronipa menujukkan bahwa
umumnya konsentrasi parameter masih dibawah baku mutu yang disyaratkan oleh
PP. No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Tabel 2.19 Parameter Kualitas Air Sungai di Wilayah Studi
Hasil Baku Mutu
No Parameter Satuan
AS-01 Klas I Klas II
A Fisika
1 Suhu °c 28,6 +3 oC +3 oC
2 Total Disolved Solid (TDS) mg/l 692 1000 1000
3 Total Suspendid Solid (TSS) mg/l 22,80 50 50
B Kimia
4 pH (Derajat Keasaman) - 7,72 6-9 6-9
5 Disolved Oxygen (DO) mg/l 6,90 6 4
6 Chemical Oxygen Demand (COD) mg/l 34,80 10 25
7 Amonia (NH4) mg/l 0,249 0,5 -
8 Biologycal Oxygen Demand (BOD) mg/l 10,80 2 3
9 Phosfate (PO4) mg/l 0,049 0,2 0,2
10 Nitrat (Sebagai NO3) mg/l 6,12 10 10
11 Senyawaan fenol mg/l 0,158 1 1
12 Cadmium (Cd) mg/l 0,0054 0,01 0,01
13 Krom val. 6 (Cr+6) mg/l 0,0129 0,05 0,05
14 Tembaga (Cu) mg/l 0,0049 0,02 0,02
15 Timbal (Pb) µg/l 0,0033 0,03 0,03
16 Seng (Zn) mg/l 0,0329 0,05 0,05
17 Raksa (Hg) mg/l 0,0001 0,001 0,002
18 Besi (Fe) mg/l 0,1722 0,3 -
19 Mangan (Mn) mg/l 0,0664 0,1 -
20 Selenium (Se) mg/l 0,0027 0,01 0,05
21 Arsen (As) mg/l 0,0377 0,05 1
22 Cobalt (Co) mg/l 0,0872 0,2 0,2
23 Sianida (CN) mg/l 0,008 0,02 0,02
24 Detergen sebagai MBAS mg/l 118,7 200 200
25 Minyak Lemak mg/l 0,721 1 1
Keterangan : Baku Mutu : PP No. 82 tahun 2001 (Kelas I dan II)
Sumber : Data Primer, 2019

Kualitas air sungai ini selanjutnya dianalisis dengan menghitung indeks


pencemaran (Pollution Index) berdasarkan Kepmen LH nomor 115 Tahun 2003,
Tabel 2.20 Analisis Indeks Pencemaran Air Sungai
Baku Mutu Hasil
(Li) Pengukuran Ci/Li Ci/Li
No Parameter
Kelas Kelas (Ci) (Kelas I) (Kelas II)
I II (AS-01)
1 Suhu +3 oC +3 oC 28,6 - -
2 Total Disolved Solid (TDS) 1000 1000 692 0,692 0,692
3 Total Suspendid Solid (TSS) 50 50 22,80 0,456 0,456
4 pH (Derajat Keasaman) 6-9 6-9 7,72 0,147 0,147
5 Disolved Oxygen (DO) 6 4 6,90 0,105 0,105
6 Chemical Oxygen Demand (COD) 10 25 34,80 3,708 1,718
7 Amonia (NH4) 0,5 - 0,249 0,498 -
8 Biologycal Oxygen Demand (BOD) 2 3 10,80 4,662 3,782
9 Phosfate (PO4) 0,2 0,2 0,049 0,245 0,245
10 Nitrat (Sebagai NO3) 10 10 6,12 0,612 0,612
11 Senyawaan fenol 1 1 0,158 0,158 0,158
12 Cadmium (Cd) 0,01 0,01 0,0054 0,540 0,540
13 Krom val. 6 (Cr+6) 0,05 0,05 0,0129 0,258 0,258
14 Tembaga (Cu) 0,02 0,02 0,0049 0,245 0,245
15 Timbal (Pb) 0,03 0,03 0,0033 0,110 0,110
16 Seng (Zn) 0,05 0,05 0,0329 0,658 0,658
17 Raksa (Hg) 0,001 0,002 0,0001 0,100 0,050
18 Besi (Fe) 0,3 - 0,1722 0,574 -
19 Mangan (Mn) 0,1 - 0,0664 0,664 -
20 Selenium (Se) 0,01 0,05 0,0027 0,270 0,054
21 Arsen (As) 0,05 1 0,0377 0,754 0,038
22 Cobalt (Co) 0,2 0,2 0,0872 0,436 0,436
23 Sianida (CN) 0,02 0,02 0,008 0,400 0,400
24 Detergen sebagai MBAS 200 200 118,7 0,594 0,594
25 Minyak Lemak 1 1 0,721 0,721 0,721
Indeks Pencemaran 3,34 2,70
Keterangan : Baku Mutu : PP No. 82 tahun 2001 (Kelas I dan II)
Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan hasil analisis indeks pencemaran (IP) air sungai menunjukan


bahwa IP kualitas air sungai bila dibandingkan dengan bakumutu kelas I sebesar
3,34 (tercemar ringan dengan parameter COD dan BOD), sedangkan bila
dibandingkan dengan bakumutu kelas II sebesar 2,70 (tercemar ringan dengan
parameter COD dan BOD). Hal ini dinilai baik (skala 4).

c. Air Sumur Gali


Hasil analisis laboratorium, kualitas air sumur penduduk di sekitar lokasi
pembangunan jalan akses pariwisata Kendari-Toronipa menunjukkan bahwa
konsentrasi semua parameter masih dibawah baku mutu yang disyaratkan oleh
Peraturan Menteri Keseharan RI No. 32 tahun 2017 Kesehatan Air Untuk
Keperluan Higiene Sanitasi.
Tabel 2.21 Parameter Kualitas Air Sumur Gali di Wilayah Studi
Hasil
No Parameter Satuan Pengukuran Baku Mutu
(ASM-01)
A FISIKA
1 Bau - Tidak Berbau Tidak berbau
2 Rasa - Tidak Berasa Tidak berasa
3 Warna Skala TCU 10 50
4 Total Padatan Terlarut (TDS) mg/l 67 1000
5 Kekeruhan NTU 0,38 25
0
6 Suhu C 27,40 ±3 oC
B KIMIA
7 pH (Derajat Keasaman) - 7,25 6,5 - 8,5
8 Nitrat, sebagai NO3 mg/l 0,18 10
9 Nitrit, sebagai NO2 mg/l 0,01 1
10 Kesadahan (CaCo3) mg/l 8,20 500
11 Flourida (F) mg/l 0,0677 1,5
12 Peptisida total mg/l 0,001 0,1
13 Sulfat (SO4) mg/l 10,70 400
14 Besi (Fe) mg/l 0,0128 1
15 Mangan (Mn) mg/l 0,0102 0,5
16 Cadmium (cd) mg/l 0,0011 0,005
17 Kromium Val 6 (Cr+6) mg/L 0,0012 0,05
18 Timbal (Pb) mg/l 0,0002 0,05
19 Seng (Zn) mg/l 0,0411 15
20 Raksa (Hg) mg/l 0,0001 0,001
21 Selenium (Se) mg/l 0,0012 0,01
22 Arsen (As) mg/l 0,0104 0,05
23 Sianida (CN) mg/l 0,001 0,1
24 Deterjen (MBAS) mg/L 0,012 0,5
25 Zat Organik mg/l 1,22 10
Keterangan : Baku Mutu : PP No. 82 tahun 2001 (Kelas I dan II)
Sumber : Data Primer, 2019

Kualitas air sumur gali penduduk ini selanjutnya dianalisis dengan


menghitung indeks pencemaran (Pollution Index) berdasarkan Kepmen LH nomor
115 Tahun 2003,
Tabel 2.22 Analisis Indeks Pencemaran Air Sumur Gali
Hasil
Baku Mutu Pengukuran
No Parameter Ci/Li
(Li) (Ci)
(ASM-01)
1 Bau Tidak berbau Tidak Berbau -
2 Rasa Tidak berasa Tidak Berasa -
3 Warna 50 10 0,200
4 Total Padatan Terlarut (TDS) 1000 67 0,067
5 Kekeruhan 25 0,38 0,015
6 Suhu ±3 oC 27,40 -
7 pH (Derajat Keasaman) 6,5 - 8,5 7,25 0,250
8 Nitrat, sebagai NO3 10 0,18 0,018
9 Nitrit, sebagai NO2 1 0,01 0,010
10 Kesadahan (CaCo3) 500 8,20 0,016
11 Flourida (F) 1,5 0,0677 0,045
12 Peptisida total 0,1 0,001 0,010
13 Sulfat (SO4) 400 10,70 0,027
14 Besi (Fe) 1 0,0128 0,013
15 Mangan (Mn) 0,5 0,0102 0,020
16 Cadmium (cd) 0,005 0,0011 0,220
17 Kromium Val 6 (Cr+6) 0,05 0,0012 0,024
18 Timbal (Pb) 0,05 0,0002 0,004
19 Seng (Zn) 15 0,0411 0,003
20 Raksa (Hg) 0,001 0,0001 0,100
21 Selenium (Se) 0,01 0,0012 0,120
22 Arsen (As) 0,05 0,0104 0,208
23 Sianida (CN) 0,1 0,001 0,010
24 Deterjen (MBAS) 0,5 0,012 0,024
25 Zat Organik 10 1,22 0,122
Indeks Pencemaran 0,18
Keterangan : Baku Mutu : PP No. 82 tahun 2001 (Kelas I dan II)
Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan hasil analisis indeks pencemaran (IP) air sumur gali


penduduk menunjukan bahwa IP kualitas air sumur sebesar 0,18 (tidak tercemar),
Hal ini dinilai sangat baik (skala 5).
B. Komponen Biologi
a. Biota Darat
Istilah vegetasi menunjukkan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang
terbentuk oleh berbagai populasi spesies tumbuhan yang terdapat di dalam suatu
wilayah atau ekosistem serta memiliki variasi pada setiap kondisi tertentu.
Vegetasi dapat digunakan sebagai indikator habitat sekarang maupun sejarahnya.
Tujuan dari Analisis vegetasi adalah untuk menetapkan dampak ekologi
terkait dengan kendala-kendala habitat (habitat constrains). Pendekatan yang
digunakan dalam mengevaluasi aspek habitat, meliputi pengamatan pendahuluan
(reconnaissance) dan analisis vegetasi. Pengamatan pendahuluan dilakukan untuk
mempelajari habitat secara umum dan menyeluruh agar diperoleh gambaran
tentang keadaan habitat dan vegetasinya. Sedangkan analisis vegetasi bertujuan
untuk mengetahui komposisi jenis tumbuhan dan bentuk vegetasi yang ada
melalui pendiskripsian komunitas tumbuhan.
Analisis vegetasi meliputi dua cara : (1) berdasarkan fisiognomy, yaitu
penampakan luar suatu vegetasi dengan memanfaatkan ciri-ciri utama vegetasi
seperti tinggi, struktur, dan life-form atau bentuk pertumbuhan, dan (2)
berdasarkan komposisi floristik, yaitu mempelajari komposisi (susunan) dan
struktur vegetasi yang disajikan secara kuantitatif dengan parameter kerapatan,
frekuensi dan penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar (Arief, 1994).

Pengamatan yang dilakukan pada lokasi rencana kegiatan pembangunan


jembatan penghubung Kendari-Toronipa menggunakan analisis komposisi
floristik. Komponen yang diamati meliputi hutan mangrove dan vegetasi yang ada
disepanjang rencana lokasi kegiatan. Pengamatan hutan mangrove dilakukan pada
dua stasiun (ST) pengamatan yaitu ST-1 dengan koordinat koordinat Lintang
Selatan (LS): 03°57'11.61" Bujur timur (BT): 122°37'29.13" dan ST-2 LS:
3°56'3.55" BT: 122°38'51.90". Hutan mangrove pada ST-1 memiliki ketebalan
mangrove sejauh 322 meter dari darat ke laut dengan jalur tumbuhnya sepanjang
2.147 meter. Sedangkan ST-2 memiliki ketebalan 15-28 meter dari arah darat ke
laut dengan jalur tumbuhnya sepanjang 277 meter.
1. Vegetasi Mangrove
1.1. Stasiun I
Hasil pengamatan pada lokasi studi ST-1 masih memiliki komposisi
spesies dan struktur (stratifikasi) yang masih lengkap, terdiri dari tingkatan pohon,
tiang, pancang dan semai. Pengamatan vegetasi mangrove dilakukan dengan
menggunakan plot kuadrat. Plot kuadrat ditempatkan pada titik pengamatan
sebanyak 3 titik di sekitar ST pengamatan, dimana pada titik pengamatan
digunakan 3 plot sehingga total plot yang digunakan sebanyak 9 plot.
1) Tingkatan Pohon
Hasil identifikasi vegetasi mangrove pada tingkatan pohon ditemukan 7
jenis dengan total kerapatan sebesar 0,12 Individu/900m2. Hasil analisis
komposisi mangrove.
Tabel 2.23 Komposisi Jenis Mangrove Tingkatan Pohon
No Nama Jenis K KR F FR D DR INP
1 Ceriops tagal 0,032 26,13 1 23,68 11,44 27,78 77,59
2 Sonneratia alba 0,042 34,23 1 23,68 15,64 37,99 95,90
Rhizophora
3 0,016 12,61 0,67 15,79 3,21 7,80 36,20
mucronata
4 Rhizophora apiculata 0,019 15,32 0,78 18,42 7,38 17,92 51,66
5 Xylocarpus granatum 0,003 2,70 0,22 5,26 0,69 1,67 9,64
6 Avicennia lanata 0,004 3,60 0,22 5,26 1,03 2,51 11,37
Bruguiera
7 0,007 5,41 0,33 7,89 1,79 4,34 17,64
gymnorrhiza
Total Kerapatan = 0,12 Individu/900m2
Indeks Keanekaragaman (H’) = 1,64
(Sumber : Hasil Analisis Tahun, 2019)
Keterangan : K = Kerapatan (Individu/900m2). Kr = Kerapatan Relatif (%). F = Frekuensi. Fr = Frekuensi
Relatif (%).
D = Dominansi Relatif (cm2/900m2). Dr = Dominansi Relatif (%). INP = Indeks Nilai Penting
(%).

Hasil analisis pada tingkatan Pohon yang memiliki tingkat kerapatan yang
paling tinggi adalah jenis Sonneratia alba dengan nilai 0,042 Individu/900m2,
sedangkan yang memiliki tingkat kerapatan yang terendah adalah jenis
Xylocarpus granatum dengan nilai 0,003 individu/900m2. Tingkat kerapatan
pohon menurut nilainya menunjukan kategori jarang sampai sangat jarang. Hal ini
sesuai dengan kriteria baku mutu untuk kerapatan vegetasi menurut Fandeli
(1995) yaitu kerapatan pohon < 20 tergolong sangat jarang, kerapatan 21-50
kategori jarang, kerapatan 51-100 kategori sedang, kerapatan 101-200 kategori
tinggi, dan kerapatan >201 termasuk kategori kerapatan sangat tinggi. Kerapatan
relatif menunjukan persentase perbandingan tingkat suatu jenis terhadap seluruh
jenis yang ada. Ditinjau dari nilai KR, jenis mangrove yang menunjukan
penyusun utama dalam ekosistem adalah Sonneratia alba yang ditunjukan oleh
nilai kerapatan relatinya (Kr) lebih tinggi dibandingkan spesies lainnya yaitu
34,23 % sedangkan yang terendah adalah jenis Xylocarpus granatum yaitu 2,70
%.

Hasil analisis nilai frekuensi (penyebaran) menunjukan kisaran kategori


sangat rendah sampai sangat tinggi (F= 0,22 – 1 atau 22 % – 100 %). Hal ini
sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh Raunkiaer dalam Fandeli (1995)
bahwa penggolongan tumbuhan berdasarkan frekuensi dibagi atas 5 kelas. Yaitu
Kelas A (frekuensi 0-20 %) tergolong sangat rendah. Kelas B (frekuensi 21-40 %)
tergolong rendah. Kelas C (frekuensi 41-60 %) tergolong sedang. Kelas D
(frekuensi 61-80 %) tergolong tinggi dan Kelas E (frekuensi 81-100 %) tergolong
sangat tinggi. Tingginya nilai frekuensi suatu jenis mengindikasikan bahwa jenis
tersebut hampir berada pada semua stasiun pengamatan. Sedangkan konsekuensi
dari sebaran rendah adalah mudahnya punah apabila habitatnya terganggu,
sehingga jenis yang memiliki nilai frekuensi rendah harus mendapat perhatian
dalam pengelolaannya. Sebab, nilai frekuensi menunjukkan pola sebaran atau
uniformitas (keseragaman) suatu jenis di dalam ekosistem dan sekaligus
menggambarkan kapasitas reproduksi dan kemampuan adaptasinya (Fachrul,
2007).

Nilai dominansi (penutupan) yang paling besar ditunjukan oleh jenis


Sonneratia alba yaitu 15,64 cm2/900m2 atau 37,99 %. Sedangkan jenis yang
memiliki nilai terendah adalah Xylocarpus granatum 0,69 cm2/Ha atau 1,67 %.
Hal ini menunjukan bahwa jenis Sonneratia alba memiliki peranan atau
kontribusi yang lebih besar dibandingkan spesies yang lainnya. Jenis dominan
adalah jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara
efisien daripada jenis lainnya dalam tempat yang sama (Odum, 1998). Ditinjau
dari kemampuan suatu jenis dalam mempengaruhi ekosistem, maka dari 6 jenis
tingkatan pohon terdapat 5 jenis memiliki pengaruh penting terhadap suatu
ekosistem. Hal ini sesuai yang dikemukakan Fachrul (2007) bahwa pada tingkatan
pohon dan tiang, suatu jenis dapat dikatakan memeliki peranan penting dalam
ekosistem apabila nilai INP > 15 %. jenis yang memiliki nilai INP yang tinggi
dapat memberikan kontribusi besar pada habitatnya, sebaliknya jika memiliki INP
yang rendah maka kurang memberikan kontribusi (Barbour et al., 1999).

Hasil analisis indeks keanekaragaman jenis pada tingkatan pohon adalah


1,64 dengan kategori melimpah sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum
(1998) bahwa nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman melimpah tinggi.
H’ 1 - 3 menunjukkan keanekaragaman melimpah sedang dan H’ <1
menunjukkan keanekaragaman melimpah rendah. Barbour et al., (1999)
mengemukakan bahwa keanekaragaman dipengaruhi oleh jumlah individu dan
jumlah jenis suatu ekosistem, sehingga jika jumlah individu dan jumlah jenisnya
banyak maka nilai keanekaragamannya juga melimpah tinggi begitupun
sebaliknya jika jumlah individu dan jumlah jenisnya sedikit maka nilai
keanekaragamannya juga melimpah rendah.

2) Tingkatan Pancang
Hasil pengamatan tingkatan pancang ditemukan 7 jenis, dengan total
kerapatan 0,58 individu/900m2 dan berada pada kisaran kerapatan tiap jenis antara
0,18 – 0,178 individu/900m2. Dari 7 jenis sebanyak 2 jenis memiliki kerapatan
kategori jarang, dan 5 jenis memiliki kategori sangat jarang. Hasil analisis
vegetasi tingkatan pancang.
Tabel 2.24 Komposisi Jenis Mangrove Tingkatan Pancang
No Nama Jenis K KR F FR D DR INP
1 Ceriops tagal 0,151 26,15 0,89 21,62 5,21 23,27 71,04
2 Sonneratia alba 0,178 30,77 1 24,32 6,91 30,87 85,97
3 Rhizophora apiculata 0,089 15,38 0,78 18,92 3,48 15,56 49,86
Rhizophora
4 0,089 15,38 0,67 16,22 3,84 17,15 48,75
mucronata
5 Avicennia lanata 0,027 4,62 0,33 8,11 1,02 4,55 17,28
6 Xylocarpus granatum 0,018 3,08 0,22 5,41 1,07 4,77 13,25
Bruguiera
7 0,027 4,62 0,22 5,41 0,86 3,83 13,85
gymnorrhiza
Total Kerapatan = 0,58 Individu/900m2
Indeks Keanekaragaman (H’) = 1,68
Sumber : Hasil Analisis Tahun, 2019)
Keterangan : K = Kerapatan (Individu/900m2). Kr = Kerapatan Relatif (%). F = Frekuensi. Fr = Frekuensi
Relatif (%).
D = Dominansi Relatif (cm2/900m2). Dr = Dominansi Relatif (%). INP = Indeks Nilai Penting
(%).

Hasil analisis frekuensi (penyebaran) menunjukan secara keseluruhan


menyebar pada kisaran kategori rendah sampai sangat tinggi (F= 0,22 – 1 atau 22
– 100 %). Jenis yang memiliki kategori sangat tinggi adalah Sonneratia alba dan
Ceriops tagal, sedangkan jenis yang memiliki penyebaran yang rendah adalah
Xylocarpus granatum. Berdasarkan parameter dominansi, yang memiliki nilai
tertinggi yaitu Sonneratia alba dan Ceriops tagal, sehingga memiliki penutupan
lahan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Ditinjau dari
kemampuan suatu jenis dalam mempengaruhi ekosistem, maka dari 7 jenis
tingkatan tiang terdapat 5 jenis (selain Xylocarpus granatum dan Bruguiera
gymnorrhiza) memiliki pengaruh penting terhadap suatu ekosistem. Hal ini sesuai
yang dikemukakan Fachrul (2007) bahwa pada tingkatan pohon dan tiang, suatu
jenis dapat dikatakan memeliki peranan penting dalam ekosistem apabila nilai
INP >15%. Indeks keanekaragaman pada tingkatan tiang menunjukan nilai total
1,68 dangan kategori melimpah sedang. Keanekaragaman jenis pada tingkatan
tiang mempunyai jumlah dan indeks yang hampir sama dibandingkan dengan
tingkatan pohon dengan kategori sedang.
3) Tingkatan Semai
Identifikasi mangrove pada tingkatan semai di wilayah studi diperoleh 7
jenis. Hasil analisis vegetasi tingkatan semai selanjutnya disajikan pada Tabel
berikut.
Tabel 2.25 Komposisi Jenis Mangrove Tingkatan Semai
No Nama Jenis K KR F FR INP
1 Ceriops tagal 0,306 21,57 0,56 18,52 40,09
2 Rhizophora apiculata 0,167 11,76 0,56 18,52 30,28
3 Sonneratia alba 0,639 45,10 1 33,33 78,43
4 Bruguiera gymnorrhiza 0,083 5,88 0,33 11,11 16,99
5 Xylocarpus granatum 0,028 1,96 0,11 3,70 5,66
6 Avicennia lanata 0,083 5,88 0,22 7,41 13,29
7 Rhizophora mucronata 0,111 7,84 0,22 7,41 15,25
Total Kerapatan = 1,41 Individu/900m2
Indeks Keanekaragaman (H’) = 1,55
Sumber : Hasil Analisis Tahun, 2019)
Keterangan : K = Kerapatan (Individu/900m2). Kr = Kerapatan Relatif (%). F = Frekuensi. Fr =
Frekuensi Relatif (%).
INP = Indeks Nilai Penting (%).

Berdasarkan hasil analisis menunjukan total kerapatan 1,41


2
individu/900m , dengan kerapatan tiap jenis bervariasi mulai dari 0,028 – 0,639
individu/900m2 yang termasuk kategori jarang sampai sangat jarang. Kerapatan
tertinggi terdapat pada jenis Sonneratia alba dan Ceriops tagal sedangkan jenis
yang termasuk kategori jarang adalah Xylocarpus granatum. Selanjutnya jenis
yang memiliki pengaruh kuat terhadap kestabilan ekosistem yaitu 5 jenis. Indeks
keanekaragaman diperoleh nilai 1,55 termasuk kategori melimpah sedang. Hal ini
menunjukan bahwa kondisi ekosistem hutan mangrove memiliki kondisi hutan
yang masih stabil tetapi tidak menutup kemungkinan akan berubah menjadi tidak
stabil yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan (sedimentasi) dan gangguan oleh
masyarakat seperti penebangan mangrove.

1.2. Stasiun II

Pengamatan pada stasiun II dilakukan pada area mangrove dengan


ketebalan mangrove hanya mencapai 15 sampai 28 meter ke arah laut.
Pengamatan dilakukan secara menyeluruh dengan mengidentifikasi dan melihat
tingkat pertumbuhannya. Luas jalur pengamatan pada stasiun II adalah 277 meter
sepanjang pantai. Jenis Mangrove yang ditemukan adalah Rhizophora apiculata,
Sonneratia alba, Avicennia lanata. Berdasarkan strata pertumbuhan jenis yang
ditemukan pada kategori pohon hanya jenis Sonneratia alba, dan Avicennia
lanata. Jenis Avicennia lanata sejauh 277 meter hanya ditemukan sebanyak 2
jenis pohon dan jenis Sonneratia alba 6 jenis. Strata selanjutnya yang ditemukan
dari 3 jenis tersebut adalah semai yang ditemukan tersebar pada lakasi
pengamatan. Jenis Sonneratia alba merupakan jenis yang dominan pada strata
semai. Berikut ditampilkan kondisi stasiun II.

2. Vegetasi Non Mangrove


Vegetasi selain mangrove yang terdapat dalam wilayah studi terdiri dari
tanaman perkebunan seperti jambu mete dan jenis tumbuhan yang tumbuh secara
alami di sekitar rumah masyrakat. Berdasarkan hasil survei jenis vegetasi
budidaya yang banyak ditemukan di wilayah studi.
Tabel 2.26 Jenis-jenis Vegetasi yang tumbuh dilokasi pengamatan
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
1. Jati Tectona grandis
2. Jambu mete Anacardium ocidentale
3. Kelapa Cocos nucifera
4. Rambutan Nephelium sp.
5. Nangka Artocarpus integra
6. Mangga Mangifera indica
7. Pepaya Carica papaya
8. Srikaya Anona squamosa
9. Jambu Air Eugenia aquaea
10. Jeruk Citrus sp
11. Pisang Musa paradisiaca
Sumber: Data Pengatan, 2018
b. Biota Perairan
1. Kondisi Terumbu Karang
a) Gambaran Umum Terumbu Karang
Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun
terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-jenis karang
batu dengan tambahan penting dari alga berkapur dan organisme lain penghasil
kapur (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Terumbu karang merupakan komunitas
yang unik di antara komunitas laut lainnya dan mereka terbentuk seluruhnya dari
aktivitas biologi. Pada dasarnya karang merupakan endapan massive kalsium
karbonat (kapur) yang diproduksi oleh binatang karang dengan sedikit tambahan
dari alga berkapur dan organisme-organisme lain penghasil kalsium karbonat.
Klasifikasi ilmiah menunjukkan bahwa karang ini termasuk kelompok binatang
dan bukan sebagai kelompok tumbuhan. Binatang karang ini masuk ke dalam
phylumCnidaria, kelas Anthozoa, ordo Scleractinia (Asep, et al., 2001).
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem produktif di kawasan
pesisir yang memiliki sifat adaptasi stenotolerant. Dengan sifat tersebut
kemampuan adaptasi terumbu karang pada perubahan faktor lingkungan pembatas
keberadaannya berada dalam rentang yang relatif sempit. Menurut bentuk
pertumbuhannya (corallifeform) karang dibedakan menjadi Acropora dan
nonAcropora, dengan perbedaan morfologi berupa tipe bercabang (branching),
tipe padat (massive), tipe merayap (encrusting), tipe daun (foliose), tipe meja
(tabulate), serta tipe jamur (mushroom) (English et al., 1997).
Terumbu karang ialah struktur karbonat biogenic yang tahan gelombang
terbentuk dalam waktu yang lama. Bentuk terumbu karang bermacam-
macam,umumnya terumbu karang dikelompokan menjadi empat tipe: terumbu
cincin(atol), terumbu penghalang (barrierreef), terumbu tepi (fringingreef),
danterumbu yang belum mencapai permukaan (patchreef) (Munasik, 2009).
Menurut Nybakken (1992), berdasarkan geomorfologinya, ekosistemterumbu
karang dibagi ke dalam tiga tipe yaitu (1) Terumbu karang tepi (fringingreef),
yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjang pantai dengan kedalamantidak
lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan ke arah laut terbuka.(2)
Terumbu karang penghalang (barrierreef), berada jauh dari pantai yangdipisahkan
oleh gobah dengan kedalaman 40-70 meter. Umumnya terumbukarang ini
memanjang menyusuri pantai. (3) Terumbu karang cincin (atol),merupakan
karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari laut,melingkari
gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak.
Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang penting baik dari segi
sosial, ekonomi maupun budaya masyarakat kita. Hampir sepertiga penduduk
Indonesia yang tinggal di pesisir menggantungkan hidupnya dari perikanan laut
dangkal. Mereka umunya masih menggunakan cara-cara tradisional dan terbatas
(Sudiono, 2008). Fungsi utama ekosistem terumbu karang yang penting adalah
menciptakan kesinambungan antara daratan dan lautan (Nontji, 2007). Manfaat
yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam,
baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung antara lain
sebagai habitat ikan dan biota lainnya, pariwisata bahari, dan lain-lain. Sedangkan
manfaat tidak langsung, antara lain sebagai penahan abrasi pantai dan pemecah
gelombang. Terumbu karang adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting
sebagai sumber makanan, habitat berbagai jenis biota komersial, menyokong
industri pariwisata, menyediakan pasir untuk pantai, dan sebagai penghalang
terjangan ombak dan erosi pantai (Westmacott, et al., 2000).
b) Metode Pemantauan Kondisi Terumbu Karang
Pengamatan kondisi terumbu karang dilakukan dengan observasi langsung
di lokasi pengambilan data menggunakan peralatan selam (SCUBA). Metode
pengamatan kondisi terumbu karang yang digunakan yaitu menggunakan metode
transek garis atau Line Intercept Transect (LIT). Metode LIT digunakan untuk
menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat bentuk tumbuh karang
(lifeform) seperti tutupan Karang Hidup/lifecoral (Acropora, NonAcropora dan
SoftCoral), Karang mati/dead coral (dead coral dan dead coral algae), Algae,
Abiotik (substrat pasir, lumpur dan rubble), dan Other (organisme atau biota lain).
Metode LIT membutuhkan keahlian dalam menentukan bentuk pertumbuhan
karang.
Pengamatan kondisi terumbu karang pada survei kali ini bertempat di
perairan Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
Pengambilan data terumbu karang dilakukan pada empat titik pengamatan.
Transek garis yang digunakan ditempatkan sejajar dengan garis pantai.
Selanjutnya semua lokasi pengamatan dilakukan pengambilan titik koordinat
dengan memanfaatkan teknologi GPS (Global Positioning System).
Untuk melihat tutupan terumbu karang (% cover) atau kondisi terumbu
karang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (English, et
al., 1997):
% =

Dengan demikian, dapat diketahui kondisi terumbu karang berdasarkan


persentase penutupan karang. Penentuan kondisi persentase terumbu karang
mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001
tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.27 Kategori kerusakan terumbu karang.
No. Kategori % Tutupan Karang Hidup
1 Buruk 0 – 24,9 %
2 Sedang 25 – 49,9 %
3 Baik 50 – 74,9 %
4 Baik Sekali 75 – 100 %

b. Hasil dan Pembahasan


Secara umum tipe terumbu di lokasi survei termaksuk dalam tipe terumbu
karang tepi (fringingreef). Tipe terumbu ini merupakan terumbu karang yang
jaraknya tidak jauh dari pantai, hidup di perairan dangkal, sertasecara umum tipe
terumbu karang ini terdapat di sepanjang pantai. Kondisi terumbu karang secara
ekologi dapat ditentukan berdasarkan persentase penutupan karang hidup. Kondisi
karang hidup pada suatu terumbu karang dapat dipakai sebagai indikator kondisi
terumbukarang yang bersangkutan. Semakin besar persentase penutupan karang
hidupnya,maka kondisi terumbu karang semakin baik.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan di keseluruhan titik pengamatan
ditemukan ekosistem terumbu karang atau lifeform (bentuk pertumbuhan karang)
baik itu terumbu karang hidup (life coral) ataupun terumbu karang mati (dead
coral), Other (OT) (Biota Lain) dan Abiotic. Di seluruh titik pengamatan
didominasi oleh komponen Abiotic yaitu Lumpur (Silt/SI) atau lumpur berpasir,
dan patahan karang (RB) dan Karang mati yang ditumbuhi alga (DCA). Berikut
merupakan persentase bentuk kondisi terumbu karang di titik pengamatan Stasiun
1 (Gambar2), Stasiun 2 (Gambar 3), Stasiun 3 (Gambar 4) dan . Stasiun 4
(Gambar 5).

Gambar 2.10. Persentase tutupan kondisi terumbu karang pada titik


pengamatan Stasiun 1
Gambar 2.11. Persentase tutupan kondisi terumbu karang pada titik
pengamatan Stasiun 2

Gambar 2.12. Persentase tutupan kondisi terumbu karang pada titik


pengamatan Stasiun 3

Gambar 2.13. Persentase tutupan kondisi terumbu karang pada titik


pengamatan Stasiun 4

Pengamatan kondisi atau persentase tutupan terumbu karang dibagi


kedalam empat kategori yaitu Lifecoral, deadcoral, Abiotic, dan Other (biota
lain). Berdasarkan hasil pengamatan pada titik pengamatan Stasiun 1, Stasiun 2,
Stasiun 3 dan Stasiun 4 diperoleh persentase tutupan terumbu karang kategori
Life coral sebesar 32,09 %, dead coral sebesar 48,01 % , dan Other yaitu sebesar
2,05 % sedangkan kategori Abiotic didapatkan sebesar 17,83 % yang didominasi
oleh DC (dead coral / karang mati).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh terkait dengan
persentase tutupan terumbu karang hidup, dan dengan mengacu pada Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 tentang kriteria baku
kerusakan terumbu karang, maka kondisi terumbu karang di perairan Kecamatan
Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara dapat diketahui. Pada titik
pengamatan Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3 dan Stasiun 4 diperoleh komposisi
atau persentase terumbu karang hidup (life coral) yaitu 32,09 %. Dari hasil
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kondisi terumbu karang pada lokasi
pengamatan yaitu perairan Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi
tenggara masuk dalam kategori atau kondisi Sedang.
Ditemukan karang mati disetiap stasiun disebabkan oleh kegiatan
pengebomman ikan sehingga menyebabkan karang mati, karang patah-patah dan
kemudian ditumbuhi alga.
Adanya dominasi substrat lumpur/lumpur berpasir di 4 titik pengamatan
menyebabkan perairan ini menjadi sedikit keruh. Substrat lumpur/lumpur berpasir
bersumber dari adanya proses penebangan hutan mangrove sehingga terjadi erosi
yang mengakibatkan kondisi perairan menjadi keruh sehingga mengendap di
dasar perairan.
2. Kondisi Ikan Karang
a) Ikan Karang
Ikan karang adalah ikan yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang.
Terumbu karang sebagai habitat ikan karang adalah tempat untuk mencari makan,
berlindung, memijah dan tempat asuhan. Dengan demikian dilihat dari aspek
biologi dan perilakunya, ikan karang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kesesuaian habitatnya. Karena mobilitasnya, ikan dapat berpindah-pindah untuk
memilih habitat dengan keadaan yang lebih sesuai untuk kehidupannya maka
kehadiran atau ketidakhadiran jenis-jenis tertentu di suatu area terumbu karang
merupakan petunjuk yang akurat mengenai kondisi kesehatan ekosistem tersebut.
Berbagai cara dilakukan para ahli dalam mengkaji dinamika populasi ikan
karang dan korelasinya dengan terumbu karang sebagai habitat aslinya (Feary et
al., 2009), salah satunya adalah dengan melakukan monitoring dan evaluasi secara
berkala terhadap populasi ikan karang di suatu area. Hal tersebut sangat penting
untuk dilakukan guna menentukan langkah-langkah pengelolaan kawasan secara
berkelanjutan (Longenecker et al., 2009).
b) Metode pengamatan Ikan Karang Underwater Visual Census (UVC)
Metode sensus visual bawah air yang dikembangkan English et al., (1997)
merupakan metode yang cepat, akurat, efektif dan ramah lingkungan. Data yang
dihasilkan relevan dengan tujuan pengelolaan perikanan karang secara khusus dan
pengelolaan ekosistem terumbu karang secara umum. Ikan karang sebagian besar
bersifat diurnal (aktif pada siang hari) dan hanya sebagian kecil yang bersifat
nokturnal (aktif malam hari), oleh karena itu pendekatan waktu sensus visual
yang ideal dilakukan pada rentang waktu pagi hari hingga sore hari mendekati
senja (antara pukul 09:00–16:00). Pendekatan waktu juga perlu memperhatikan
kondisi pasang surut. Kondisi air surut sering menyebabkan arus tinggi dan
kekeruhan juga tinggi. Waktu ideal adalah saat air mulai naik dimana ikan-ikan
keluar untuk mencari makan.
Distribusi dan penyebaran pergerakan ikan karang merupakan reaksi
secara alami yang terjadi sebagai respon terhadap perubahan lingkungan dalam
habitat perairan. Oleh karena itu, keberadaan menjadi ikan penting untuk diamati,
bahkan ikan yang tidak mampu menghindar atas perubahan lingkungan dapat
menyebabkan kerusakan pada organ baik luar mau dalam serta bisa menimbulkan
kematian bila terdapat tekanan lingkungan melewati titik ambang kelayakan
habitat bagi aktivitas biologisnya. Selanjutnya data ikan karang di analisis secara
deskriptif dengan menghitung indeks keanekaragaman shannon, serta menghitung
percen cover karangnya. Untuk analisis data pada umumnya menggunakan
rumus Odum (1971) yaitu:
- Indeks Keanekaragaman Shannon (H’)
Indeks keanekaragaman yaitu nilai yang dapat menunjukkan keseimbangan
keanekaragaman dalam suatu pembagian jumlah individu tiap jenis.
H '   pi ln pi
Dimana H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon
Pi = proporsi kelimpahan individu dari satu individu ke i (ni/N)
Ni = jumlah individu tiap jenis
N = Jumlah total
Tabel 2.28 Indeks Kategori Keanekaragaman
No. Indeks Keanekaragaman (H) Kategori
1. H2,0 Rendah
2. 2>H3 Sedang
3. H3 Tinggi

- Kelimpahan Ikan Karang

Analisis kelimpahan ikan karang yang berada di terumbu karang buatan


dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Odum (1971)
sebagai berikut:
x
X =
n
dimana :
X = Kelimpahan ikan karang ke-i
Xi = Jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan ke-i
n = Luas transek pengamatan (m2)
c) Hasil dan Pembahasan Ikan Karang
Pengamtan kondisi ikan karang dilakukan pada empat titik stasiun yang
dilakukan perairan Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
Berikut posisi geografis ke-4 titik pengamatan yang diambil menggunakan GPS
(Tabel 04).
Tabel 2.29 Posisi Geografis ke 4 Titik Stasiun Pengamatan
No. Posisi Geografis Keterangan
Latitude (Y) Longlutude (X)
0
1 S 03 56’ 30,60” E 1220 37’ 53,58” Titik Pengamatan Stasiun 1
2 S 030 56’ 20,27” E 1220 38’ 55,05” Titik Pengamatan Stasiun 2
3 S 030 55’ 56,81” E 1220 39’ 21,48” Titik Pengamatan Stasiun 3
0
4 S 03 55’ 44,13” E 1220 39’ 43,20” Titik Pengamatan Stasiun 4

Penyebaran setiap individu ikan karang dan jumlah jenis ikan yang
ditemukan berbeda-beda untuk setiap titik stasiun pengamatan, hal tersebut
disebabkan oleh kondisi lokasi yang berbeda, seperti ketersediaan makanan dan
adanya wilayah yang dapat digunakan sebagai tempat perlindungan. Faktor lain
karena ada yang terdegradasi secara alamiah dan pula yang disebabkan oleh
aktivitas penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan
peledak (bom).
Salah satu kelompok biota laut yang hidup di daerah terumbu karang dan
memiliki nilai ekonomi tinggi adalah ikan karang. Ikan karang selain sebagai ikan
konsumsi juga memiliki nilai sebagai ikan hias (ornamental fishes). Menurut
Dartnall & Jones (1986), ikan karang dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok
berdasarkan tujuan pengelolaan, yaitu kelompok ikan target (ikan ekonomis/
konsumsi), kelompok ikan indikator dan kelompok ikan mayor (berperan
dalamrantai makanan).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan di empat titik stasiun secara keseluruhan
ikan-ikan yang ditemukan terdiri dari 33 spesies yang berasal dari 15 famili. Adapun
kelompok ikan terbagi atas kelompok ikan target (konsumsi), ikan mayor (ikan hias) dan
ikan indikator. Jumlah individu dan jenis ikan karang yang ditemukan tertera pada Tabel
05 berikut.
Tabel 2.30 Jenis dan Jumlah Ikan karang yang ditemukan di Sekitar Perairan
Kecamatan Soropia Rencana Jalan Pariwisata Kendari-Toronipa 2019
Jumlah
No Famili Genus Species Keterangan Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
1 2 3 4
1 Acanthuridae Acanthurus Acanthurus auranticavus Ikan Target 4 2 2 3
Acanthurus blochii Ikan Target 2
Acanthurus thompsoni Ikan Target 4 2 2
Ctenochaetus Ctenochaetus binotatus Ikan Target 5 4 4 3
Ctenochaetus striatus Ikan Target 4 5 4
Zebrasoma Zebrasoma scopas Ikan Target 4 2
2 Apogonidae Apogon Apogon leptacanthus Ikan Mayor 70
Apogon franeatus Ikan Mayor 6 4
Pterapogon Pterapogon kauderni Ikan Mayor 15
3 Caesinodae Caesio Caesio cuning Ikan Target 20 20 20 20
Caesio teres Ikan Target 25
4 Balistidae Balistapus Balistapus undulatus Ikan Mayor 2 2
5 Haemullidae Plectorhinchus Plectorhinchus chaetodonoides Ikan Target 1 2 1 1
Diagramma Diagramma pictum Ikan Target 2
6 Labridae Anampses Anampses caeruleopunctatus Ikan Mayor 2 2 3
Chaerodon Chaerodon anchorago Ikan Mayor 2 4 2
Cheilinus Cheilinus fasciatus Ikan Mayor 4 3 2 2
Cheilinus celebicus Ikan Mayor 2
Halichoeres Halichoeres melanurus Ikan Mayor 4 3 3 4
Halichoeres chrysotaenia Ikan Mayor 2
Labroides Labroides dimidiatus Ikan Mayor 1
Thalassoma Thalassoma lunare Ikan Mayor 5 4 5
7 Lutjanidae Lutjanus Lutjanus carponotatus Ikan Target 4 2
Jumlah
No Famili Genus Species Keterangan Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
1 2 3 4
8 Letrinidae Letrinus ornatus Ikan Target 1
9 Mullidae Parupeneus Parupeneus barberinus Ikan Target 2 2
Parupeneus multifasciatus Ikan Target 2
10 Nemipteridae Scolopsis Scolopsis bilineata Ikan Target 3 6 3
Scolopsis margaritifer Ikan Target 4 5 2
11 Scaridae Scarus Scarus rivulatus Ikan Target 6 5
Scarus scaber Ikan Target
Scarus dimidiatus Ikan Target 5 5 4 4
12 Pomancanthidae Pomacanthus sexsriatus Ikan Mayor 2 2
13 Pomacentridae Abudefduf Abudefduf bengalensis Ikan Mayor 5 5
Abudefduf vaigiensis Ikan Mayor 6 15
Amphiprion Amphiprion clarkii Ikan Mayor 2
Amphiprion perideraion Ikan Mayor 2 2
Chrysiptera Chrysiptera cyanea Ikan Mayor 7 4 4 10
Chrysiptera hemicyanea Ikan Mayor 6 1
Chrysiptera oxycephala Ikan Mayor 5 8
Dascyllus Dascyllus aurunus Ikan Mayor 3 4 3
Dascyllus trimaculatus Ikan Mayor 4 4
Pomacentrus Pomacentrus moluccensis Ikan Mayor 5 4 15 5
14 Serranidae Epinephelus Epinephelus merra Ikan Target 1 1
15 Zanclidae Zanclus Zanclus cornutus Ikan Mayor 3 2 2 3
16 Chaetodontidae Chaetodon Chaetodon kleini Ikan Indikator 2
Chaetodon octofasciatus Ikan Indikator 2 2 2 2
Chaetodon vagabundus Ikan Indikator 2 3
Chlemon Chlemon rostratus Ikan Indikator 2
Jumlah individu 203 122 135 93
Jumlah spesies 35 27 28 21

Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi studi diempat titik stasiun


pengamatan ikan karang yang terindentifikasi pada setiap stasiun di perairan
Kecamatan Soropiah kabupaten Konawe terdiri atas Stasiun 1 adalah 15 famili,
25 genus dan 35 spesies, dengan jumlah 203 individu; Stasiun 2 adalah 13 famili,
21 genus dan 27 spesies, dengan jumlah 122 individu; Stasiun 3 adalah 13 famili,
20 genus dan 28 spesies, dengan jumlah 135 individu dan Stasiun 4 adalah 10
famili, 17 genus dan 21 spesies, dengan jumlah 93 individu (Tabel 06).
Tabel 2.31 Kondisi Ekologi Ikan Karang
Stasiun Jumlah Indeks Keanekaragaman (H')
Famili Genus Spesies Individu
Stasiun 1 15 25 35 203 2,7963
Stasiun 2 13 21 27 122 2,8971
Stasiun 3 13 20 28 135 2,9454
Stasiun 4 10 17 21 93 2,7632

Dari hasil pengamatan di lokasi studi untuk indeks keanekaragaman


terdapat kategori yang tidak signifikan antara Stasiun 1 dan stasiunlainnya.
Berdasarkan hal tersebut terlihat jelas pada setiap stasiun dengan nilai indeks
keanekaragaman (H’) Stasiun 1 (2,7963); Stasiun 2 (2,8971); Stasiun 3 (2,9454)
dan Stasiun 4 (2,7632) tergolong sedang atau 2H3. Menurut Nybaken (1993)
faktor yang menyebabkan tingginya atau rendahnya indeks keanekaragaman ikan
adalah variasi habitat dasar perairan dalam suatu lokasi yang beranekaragam
(terumbu karang, pasir, berbatu). Selain itu, jika nilai indeks keanekaragaman
tinggi, maka menandakan lingkungan yang nyaman dan stabil sedangkan nilai
keanekaragaman rendah menandakan lingkungan yang menyesakkan dan
berubah-ubah (Nybakken, 1993).

d) Kelimpahan ikan Karang


Hasil pengamatan jumlah ikan karang yang teridentifikasi di sekitar
perairan Kecamatan Soropiah Kabupaten Konawe Rencana Jalan Pariwisata
Kendari-Toronipa, telah dilakukan pengamatan pada empat stasiun lokasi yang
mewakili kondisi lingkungan perairan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
kelimpahan ikan karang pada titik stasiun pengamatan ditemukan tiga kelompok
ikan karang yang terdiri atas ikan target, mayor dan indikator. Adapun kondisi
kelimpahan ikan karang pada stasiun pengamatan yakni Stasiun 1 (Gambar 11);
Satsiun 2 (Gambar 12); Stasiun 3 (Gambar 13) dan Stasiun 4 (Gambar 14).
Gambar 2.14. Kelimpahan ikan karang pada titik Stasiun 1

Gambar 2.15. Kelimpahan ikan karang pada titik Stasiun 2

Gambar 2.16. Kelimpahan ikan karang pada titik Stasiun 3

Gambar 2.17. Kelimpahan ikan karang pada titik Stasiun 4

Hasil pengamatan untuk ikan indikator dari Famili Chaetodontidae


bervariasi mulai dari titik Stasiun 1 hingga Stasiun 4. Secara keseluruhan
kelimpahan ikan indikator Chaetodontidae berkisar 2-6 ind/m2, Untuk Stasiun 1
ditemukan jumlah kelimpahan individu (6 ind/m2); Stasiun 2 (4 ind/m2); Stasiun
3 (2 ind/m2); dan stasiun 4 (5 ind/m2). Chaetodontidae (Butterfly fishes atau ikan
kupu-kupu) merupakan salah satu famili ikan karang yang sering dijumpai di
perairan Indo-Pasifik (Kulbicki & Bozec 2005). Ikan ini juga digunakan untuk
memantau status ekologi terumbu karang (Crosby &Reese, 1996; Samways,
2005).
Dilihat dari komposisi spesies, ikan indikator yang ditemukan di perairan
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Rencana Jalan Pariwisata Kendari-
Toronipa, ikan spesies (Chaetodon) yang termasuk famili Chaetodonthidae.
Keadaan ini menunjukkan bahwa spesies tersebut memiliki relung ekologi yang
luas dan tidak terpengaruh dengan perubahan-perubahan komposisi habitat
(kondisi terumbu karang).
Hasil pengamatan untuk kelompok ikan mayor jumlah kelimpahan yang
ditemukan di stasiun 1 (134 ind/ m2); Stasiun 2 (48 ind/ m2); Stasiun 3 (75 ind/
m2) dan Stasiun 4 (44 ind/ m2). Jenis-jenis ikan yang dikelompokan sebagai
mayor group meliputi semua ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok di
atas. Umumnya hidup dalam kelompok besar (schooling fish), misalnya
Abudefduf vaigiensis dan Pomacentrus moluccensis dari famili Pomacentridae,
ikan Capungan Banggai/Banggai Cardinal Fish (Pterapogon kauderni) dari
famili Apogonidae dan ikan jenis Thalassoma lunare dari famili Labridae.
Sedangkan untuk kelimpahan kelompok ikan target untuk Stasiun 1 (63
ind/ m2); Stasiun 2 (70 ind/ m2); stasiun 3 (72 ind/ m2) dan Stasiun 4 (7 ind/
m2). Kelompok ikan target (target species) meliputi ikan konsumsi dan ekonomis
penting yang berasosiasi dengan karang, termasuk di antaranya adalah kakap
(Lutjanus sp.) dari famili Lutjanidae, kerapu (Epinephelus merra) dari famili
Serranidae, Kakatua (Scarus dimidiatus) dari famili Scaridae, serta beberapa jenis
yang selalu diburu nelayan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Ada
beberapa jenis ikan target yang dijumpai dalam kelompok besar misalnya ikan
ekor kuning (Caesio cuning) dari famili Caesionidae.
Secara umum jumlah kelimpahan kelompok ikan karang mulai dari ikan
target, mayor dan indikator yang ditemukan di lokasi pengamatan di empat titik
stasiun didominasi oleh kelimpahan kelompok ikan mayor yang secara biologis
hidup bergerombol (sholling), kemudian didominasi kelimpahan kedua oleh
kelompok ikan target dan dominasi kelimpahan yang aling terakhir yaitu kelomok
ikan indikator. Dengan demikian, keberadaan ekosistem terumbu karang masih
memberikan fungsi ekologis timbal balik antara ekosistem terumbu karang dan
sumberdaya ikan karang yang optimal. Secara umum kondisi terumbu karang
dengan populasi ikan sangat erat hubungannya dalam memberikan gambaran
bahwa terumbu karang sehat maka ikannya akan melimpah (berbanding lurus)
artinya semakin bagus tutupan karang hidup maka akan mampu menyediakan
tempat untuk mencari makan, berlindung, memijah dan tempat asuhan.

a b

a
Gambar 2.18. Kondisi ikan di wilayah studi.

Keterangan: (a) Spsies Caetodon dari Famili Chaetodontidae (b) Spesies


Cheilinus fasciatus Famili Ikan Labridae (c) ikan Capungan Banggai/Banggai
Cardinal Fish (Pterapogon kauderni) dari famili Apogonidae

C. Komponen Kesehatan Masyarakat


a) Morbiditas
Morbiditas dapat diartikan sebagai angka kesakitan (insidensi atau
prevalensi) dari suatu penyakit yang terjadi pada populasi dalam kurun waktu
tertentu. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada
kurun waktu tertentu. Kesakitan penduduk kota Kendari diperoleh dari
pengumpulan data dari sarana pelayanan kesehatan melalui sistem pencatatan dan
pelaporan, yang selanjutnya dikelola oleh Dinas Kesehatan Kota Kendari. Pola
penyakit terbesar di Kota Kendari pada tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Tabel 2.32 20 Besar Penyakit Tingkat Kota Kendari Tahun 2018
No Jenis Penyakit Absolut Persentase
(%)
1 Infeksi Akut Lain Pada Saluran Pernapasan Bagian 23061 20,23
Atas
2 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 10899 9,56
3 Penyakit Lainnya 10568 9,27
4 Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat 10259 9,00
5 Penyakit lain pada saluran pernapasan bagian atas 8326 7,30
6 Penyakit pulpa dan jaringan peripikal 6048 5,30
7 Penyakit dan kelainan susunan syaraf lainnya 5818 5,10
8 Grastritis 4856 4,26
9 Penyakit Kulit Alergi 4731 4,15
10 Diare(termasuk tersangka kolera) 4252 3,73
11 Penyakit kulit infeksi 3648 3,20
12 Kecelakaan dan Ruda Paksa 3545 3,11
13 Gingivitas dan Penyakit Periodental 3241 2,84
14 Tonsilitis 3265 2,86
15 Gangguan Gigi dan Jaringannya Penyangga Gigi 2883 2,53
16 Infeksi Telinga Tengah 2247 1,97
17 Penyakit Mata Lain-Lain 1847 1,62
18 Asma 1733 1,52
19 Penyakit pada saluran kencing 1464 1,28
20 Penyakit karena jamur 1327 1,16
Sumber: Seksi Pelayanan Kesehatan, Dinkes Kota Kendari, 2019

Dari tabel di atas dapat dilihat penyakit infeksi lain pada saluran pernapasan
bagian atas (20,23%) merupakan penyakit terbesar yang ada di puskesmas,
menyusul penyakit tekanan darah tinggi (9,56%), Penyakit Lainnya (9,27%),
Penyakit pada Sistem Otot dan Jaringan Pengikat (9,00%), dan Penyakit lain pada
saluran pernapasan bagian atas (7,30%), Sedangkan penyakit yang terendah
adalah Penyakit karena jamur (1,16%).
Untuk wilayah Kecamatan Kendari sendiri diperoleh informasi penyakit
terbanyak sebagai berikut.
Tabel 2.33 10 besar penyakit di Kecamatan Kendari
No. Nama Penyakit Jumlah
1. Ispa 2.895
2. Penyakit Lain Pada system pernapasan 2.870
3. Penyakit Sistem Otot 1.635
4. Chepesia 1.219
5. Dispepsia 1.128
6. Febris 915
7. Penyakit Kulit Infeksi 780
8. Hypertensi 664
9. Penyakit Kulit Alergi 663
10. Pulpa Mulut 615
Sumber: Kecamatan Kendari dalam Angka Tahun 2018
Tidak berbeda jauh dengan data Kota Kendari, Ispa di Kecamatan Kendari
juga menempati urutan pertama sebagai penyakut yang paling sering dilaporkan
dan tercatat di pelayanan kesehatan setempat.
Sama halnya di Kecamatan Soropia, Ispa menempati urutan pertama
penyakit tertinggi. Sehingga dari gambaran tersebut, terhadap rencana kegiatan,
dampak pada gangguan system pernapasan atas akibat adanya kegiatan perlu
sangat diperhatikan, karena beban terhadap kasus tersebut sudah cukup tinggi.

Tabel 2.34 10 besar penyakit di Kecamatan Soropia


No. Nama Penyakit Jumlah
1. Ispa 676
2. Hipertensi 386
3. Dispepsia 305
4. Diare 197
5. Kecelakaan pada Ruda Paksa 114
6. Penyakit Pulpa 106
7. Penyakit Sistem Otot 74
8. Penyakit lain pada saluran nafas 48
9. Febris -
10. Gingivitas -
Sumber: Kecamatan Kendari dalam Angka Tahun 2018

b) Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan


upaya kesehatan. suatu lembaga dalam mata rantai sistem kesehatan nasional yang
mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Sarana
kesehatan merupakan salah satu penunjang pelayanan kesehatan di suatu daerah.
Keberadaan sarana kesehatan sangat menentukan tingkat cakupan pelayanan
kesehatan. Terhadap hal tersebut, maka teridentifikasi jumlah sarana kesehatan
yang ada di lokasi studi berikut ini.
Tabel 2.35 Sarana Kesehatan di Wilayah Studi
No. Sarana Kesehatan Kecamatan Kecamatan Soropia
Kendari
1. Rumah Sakit - -
2. Puskesmas 2 1
3. Pustu 3 1
4. Klinik 1 -
5. Posyandu 16 15
Sumber : BPS tahun 2018

c) Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam


bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tingkat pelayanan sarana
kesehatan sangat ditunjang oleh keberadaan tenaga kesehatan. Berikut jumlah
tenaga kesehatan di wilayah studi.
Tabel 2.36 Tenaga Kesehatan di Wilayah Studi
No. Tenaga Kesehatan Kecamatan Kecamatan Soropia
Kendari
1. Dokter 2 2
2. Bidan 10 19
3. Perawat 17 3
4. Tenkes Lainnya 3 -
Sumber : BPS tahun 2018

2.3. KEGIATAN LAIN DI SEKITAR LOKASI RENCANA USAHA


DAN/ATAU KEGIATAN

Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan pembangunan jalan


Kendari-Toronipa oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi
Sulawesi Tenggara, terdapat beberapa kegiatan, diantaranya:

A. Pemukiman dan bangunan usaha masyarakat


Wilayah yang paling besar memberikan dampak sosial pada kegiatan
pembangunan Jalan Kendari-Toronipa ini adalah pemukiman masyarakat yang
saat ini memadati areal kanan kiri jalan eksisting. Dengan adanya rencana
pelebaran jalan dan pembukaan jalur di beberapa ruas, akan ada areal pemukiman
yang juga sebagian dipakai menjadi usaha warung, toko dan usaha masyarakat
lainnya yang akan digusur.

B. Cagar Budaya
Terdapat Cagar Budaya Nasional Kota Kendari Bunker Jepang. Lokasi ini
dilindungi oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010
tentang Cagar Budaya. Lokasi ini terletak sekitar 50 meter dari Jalan
R.E.Martadinata (eksisting) Kota Kendari.

C. Wisata Laut
Terdapat tiga destinasi wisata utama yang akan dilintasi rencana
pembangunan Jalan Kendari-Toronipa, yakni Pantai Mayaria Kasilampe, Pantai
Lambeso, dan Pantai Toronipa.

D. Depot Pertamina
TBBM Kota Kendari terletak di Jalan R.E Martadinata merupakan salah
satu akses utama bahan bakar yang di distribusikan di Kota Kendari dan
Sekitarnya.
E. Dermaga
Terdapat dermaga milik swasta dan dermaga kayu masyarakat yang
digunakan jalur transportasi laut penyebrangan ke Pulau Bokori dan pulau-pulau
sekitarnya yang menjadi tujuan wisata dan juga dipakai masyarakat nelayan.

F. Sarana Pendidikan dan Pemerintahan


Terdapat sekolah dan kantor pemerintahan yang melintas di sepanjang
jalan Kendari-Toronipa.

G. Wilayah Perairan Militer


Di Jalan R.E.Martadinata terdapat Pangkalan Utama TNI AL VI
Pangkalan TNI AL Kendari yang menjadi salah satu wilayah garis pertahanan
pantai Indeonsia di Kota Kendari.

H. Kabel bawah air


Rencana pembangunan jalan Kendari-Toronipa melintasi kabel serat optik
jaringan komunikasi yang menghubungkan Kendari-Maluku-Papua. Hal ini pula
ditegaskan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan yang memberikan rekomendasi
mengenai rencana kegiatan pembangunan Jalan Kendari-Toronipa ini dengan
memperhatikan adanya jaringan kabel bawah laut serat optik komunikasi yang
menghubungkan Kendari-Maluku-Papua.

2.4. HASIL PELIBATAN MASYARAKAT

Pelibatan masyarakat merupakan bagian proses pelingkupan. Pelibatan


masyarakat dilakukan melalui pengumuman dan konsultasi publik. Prosedur
pelibatan masyarakat dalam proses Amdal harus mengacu pada Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan
Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin
Lingkungan.
Kegiatan pelibatan masyarakat dalam rangka penyusunan dokumen Amdal
ini dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pelibatan masyarakat dalam rangka
penyusunan dokumen Amdal Rencana Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa.
Kegiatan pengumuman koran Amdal telah dilakukan pada media Kendari pos
pada tanggal 9 Agustus 2019 (terlampir).
Kegiatan Konsultasi Publik dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2019 di
Kantor Kecamatan Soropia dan tanggal 15 Agustus 2019 di Kantor Kecamatan
Kendari. Jumlah warga yang ditemui pada saat kegiatan ini mencapai 41 orang.
Terdapat perbedaan respon masyarakat yang berada di Kecamatan Kendari dan
Kecamatan Soropia. Berikut Hasil konsultasi publik Studi Amdal rencana
kegiatan Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa di Kecamatan Soropia Pada
Tanggal 10 Agustus 2019.
1. Harapan – harapan serta keinginan masyarakat :
a. Warga pesisir tetap diberi ruang pemukiman di pesisir
b. Peningkatan perekonomian masyarakat
c. Jarak tempuh semakin cepat
d. Ganti rugi direalisasikan secepatnya
e. Warga lokal dilibatkan dalam pembangunan jalan
f. Daerah sekitar dapat menjadi destinasi wisata
g. Agar menjadi tanggul penahan ombak
h. Terciptanya lapangan kerja
i. Pelaksanaan pembanguan sebaiknya dilakukan secepatnya
j. Masyarakat diberi izin membangun di pinggir jalan
2. Kekhawatiran/kecemasan masyarakat:
a. Relokasi di darat dapat menghilangkan mata pencaharian nelayan
b. Sumber air masyarakat (sumur bor) putus karena bisa jadi terkena
dampak
c. Berdampak pada tempat tinggal
d. Ganti rugi yang tidak sesuai
e. Larangan membangun di pesisir
f. Rawan kecelakaan apabila tidak ada pagar pembatas
g. Tidak jelas akan di relokasi kemana
h. Berpotensi menjadi daerah rawan pembegalan
i. Tempat tinggal akan tergusur
j. Hilangnya sumber mata pencaharian
k. Berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan
3. Sikap Masyarakat:
Terhadap rencana pembangunan jalan Kendari-Toronipa, masyarakat yang
setuju sebanyak 92,30% sedangkan yang tidak setuju sebanyak 7,69%.
4. Alasan Setuju :
a. Perekonomian meningkat
b. Jarak tempuh semakin dekat dan cepat
c. Harga tanah meningkat
d. Wilayah menjadi ramai
5. Alasan Tidak Setuju
a. Ganti rugi belum di ketahui secara rinci
b. Letak lahan ganti rugi belum di ketahui
6. Saran-saran masyarakat :
a. Pemrakarsa tetap konsisten dengan komitmen
b. Pelibatan tenaga kerja lokal
c. Harap proyek di laksanakan secepatnya
d. Ganti rugi sebaiknya di bayar cash melalui rekenig bank
e. Informasi terkait lahan relokasi di perjelas
f. Pemberian ruang terhadap warga bajo agar dapat berkatifitas
sebagaimana mestinya
g. Bangunan jangan di gusur secara sepihak
h. Di berikan kesempatan dalam membenahi rumah sebelum
penggusuran
i. Sosialisasi secara langsung agar tidak menimbulkan potensi
provokasi/kegaduhan
j. Proyek yang melewati laut agar tidak di timbun dengang tanah
k. Mendukung dan bersyukur
7. Hal lain yang di sampaikan masyarakat :
a. Minimlisir dampak timbunan tanah di daerah pesisir
b. Pemberian akses jalan bagi pelajar dan nelayan
c. Penyediaan sumber air
d. Dampak langsung terhadap masyarakat di perhatikan
e. Ekosistem di sekitar proyek agar tetap di jaga
f. Pemberian alternatif terhadap penyediaan sumber air masyarakat

Sedangkan hasil konsultasi publik Studi Amdal rencana kegiatan


Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa di Kecamatan Kendari Pada Tanggal 15
Agustus 2019 adalah sebagai berikut:
1. Harapan – harapan serta keinginan masyarakat :
a. Pembangunan dapat mensejahterakan warga
b. Pemerintah memperhatikan warga yang terkena dampak
c. Lahan harus di siapkan terlebih dahulu sebelum pembangunan
d. Sebaiknya luas jalan tidak perlu 40 meter
e. Jalan bisa dapat berorientasi terhadap pembangunan pariwisata
f. Sebaiknya pembangunan jalan berdamapak hanya pada satu sisi
pemukiman
g. Jalan di perbaiki sebelum proyek di laksanakan
h. Nilai ganti rugi harus manusiawi
i. Pelibatan tenaga kerja lokal non skill
j. Agar laka lantas dapat di minimalisir
k. Agar sebaiknya dena / peta jalur jalan di perliihatkan
l. Pembangunan jalan bisa menciptakan rasa aman
2. Kekuatiran/kecemasan masyarakat :
a. Warga tidak mau membebaskan lahannya
b. Jumlah nominal ganti rugi yang tidak sesuai
c. Jalan bisa jadi lebih tinggi dari perumahan warga
d. Dapat menimbulkan pro kontra di masyarakat
e. Sulitnya untuk mencari lahan kosong untuk tempat tinggal
selanjutnya
f. Bagaimana kelanjutan hidup kedepannya
g. Jalan saat ini tidak di perhatikan
h. Warga merasa di rugikan
i. Hak-hak masyarakat di abaikan
j. Memicu peningkatan polusi udara
k. Lokasi relokasi yang belum jelas
l. Akses nelayan mencari hasil laut tertutup
3. Sikap Masyarakat:
Terhadap rencana pembangunan jalan Kendari-Toronipa, masyarakat yang
setuju sebanyak 88,8% sedangkan yang tidak setuju sebanyak 11,1%
4. Alasan Setuju :
a. Akses jalan bisa di nikmati masyarakat
b. Jalan menjadi bagus dan luas
c. Memiliki dampak positif terhadap kelancaran lalulintas
d. Menopang dan mendukung ekonomi dan produktivitas masyarakat
e. Dapat mempercepat perkembangan daerah dan masyarakat
5. Alasan Tidak Setuju
a. Pekerjaan utama bisa hilang
6. Saran-saran masyarakat :
a. Sebaiknya jalan di keruk terlebih dahulu sebelum di timbun
b. Lebar jalan sebaiknya 20 meter agar dampak tidak terlalu besar
c. Drainase agar di perhatikan
d. Penyediaan lahan bagi fasilitas umum dan warga yang terdampak
e. Pembangunan sebaiknya di lakukan sesuai dengan kebijakan yang
berlaku
f. Sebaiknya areal pesisir pantai tidak dirusak
g. Kelestarian lingkungan agar di perhatikan
7. Hal lain yang di sampaikan masyarakat :
a. Minimlisir dampak timbunan tanah di daerah pesisir
b. Pemberian akses jalan bagi pelajar dan nelayan
c. Penyediaan sumber air
d. Dampak langsung terhadap masyarakat di perhatikan
e. Ekosistem di sekitar proyek agar tetap di jaga
f. Pemberian alternatif terhadap penyediaan sumber air masyarakat
2.5. DAMPAK PENTING HIPOTETIK

Dampak penting Hipotetik adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat


mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Proses untuk
menghasilkan dampak penting hipotetik tersebut pada dasarnya diawali melalui
proses identifikasi dampak potensial. Esensi dari proses identifikasi dampak
potensial ini adalah menduga semua dampak yang berpotensi terjadi jika rencana
usaha dan/atau kegiatan dilakukan pada lokasi tersebut. Pada tahap ini kegiatan
pelingkupan dimaksudkan untuk mengidentifikasi segenap dampak lingkungan
hidup (primer, sekunder, dan seterusnya) yang secara potensial akan timbul
sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada tahapan ini hanya
diinventarisasi dampak potensial yang mungkin akan timbul tanpa memperhatikan
besar/kecilnya dampak, atau penting tidaknya dampak. Dengan demikian pada
tahap ini belum ada upaya untuk menilai apakah dampak potensial tersebut
merupakan dampak penting atau tidak. Proses identifikasi dampak potensial
dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku secara
nasional dan/atau internasional di berbagai literatur. Keluaran yang diharapkan
disajikan dalam bagian ini adalah berupa daftar dampak potensial yang mungkin
timbul atas adanya rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan untuk
selanjutnya dilakukan evaluasi dampak Potensial. Evaluasi Dampak Potensial
esensinya adalah memisahkan dampak-dampak yang perlu kajian mendalam
untuk membuktikan dugaan (hipotesa) dampak (dari dampak yang tidak lagi perlu
dikaji).

Dalam Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2012 salah


satu kriteria penapisan untuk menentukan apakah suatu dampak potensial dapat
menjadi DPH atau tidak adalah dengan menguji apakah pihak pemrakarsa telah
berencana untuk mengelola dampak tersebut dengan cara-cara yang mengacu pada
Standar Operasional Prosedur (SOP) tertentu, pengelolaan yang menjadi bagian
dari rencana kegiatan, panduan teknis tertentu yang diterbitkan pemerintah
dan/atau standar internasional, dan lain sebagainya. Langkah ini pada akhirnya
menghasilkan daftar kesimpulan dampak penting hipotetik (DPH).
Hakekat dari evaluasi dampak potensial adalah memisahkan dampak-
dampak yang perlu kajian mendalam untuk membuktikan dugaan (hipotesa)
dampak (dari dampak yang tidak lagi perlu dikaji). Langkah ini menghasilkan
daftar dampak penting hipotetik (DPH). Tahap-tahap dalam proses penentuan
dampak penting hipotetik disajikan pada gambar berikut ini.

Deskripsi
Rencana Kegiatan

Deskripsi
Rona Lingkungan
Awal
Dampak Dampak Penting
Potensial Hipotetik (DPH)
Hasil Pelibatan
Masyarakat

Kegiatan disekitar
Lokasi

Indentifikasi Evaluasi Dampak


Dampak Potensial Potensial

Gambar 2.33 Tahapan Penentuan Dampak Penting Hipotetik


2.5.1. Identifikasi Dampak Potensial

Identifikasi dampak potensial merupakan bagian yang menguraikan daftar


panjang semua dampak yang mungkin terjadi. Dampak-dampak yang masuk
daftar panjang ini masih beragam sifatnya, bisa berupa dampak positif atau
dampak negatif, maupun dampak penting ataupun dampak tidak penting.
Dalam proses identifikasi ini, diperlukan alat bantu sebagai assessment
tools untuk memudahkan proses identifikasi. Alat bantu yang paling mudah dan
sering digunakan adalah kombinasi antara matriks dengan bagan alir. Matriks
digunakan untuk menunjukkan interaksi antara komponen kegiatan dengan
komponen lingkungan hidup di wilayah studi. Identifikasi interaksi tersebut
diikuti dengan penyusunan bagan alir yang menunjukkan urut-urutan (sequence)
kejadian dampak. Dengan bagan alir ini diperoleh gambaran tentang dampak
mana yang terjadi lebih dahulu (primer) serta dampak-dampak turunannya
(sekunder dan tersier). Urutan ini akan menjadi bermanfaat pada saat
mengidentifikasi dampak yang akan dikelola dan pendekatan pengelolaannya.
Berikut kami sajikan bagan alir dan matriks identifikasi dampak potensial rencana
kegiatan pembangunan Jalan Kendari-Toronipa.

Gambar 2.34 Bagan Alir Dampak Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan


Kendari-Toronipa Tahap Prakonstruksi
Gambar 2.35 Bagan Alir Dampak Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa Tahap Konstruksi
Gambar 2.36 Bagan Alir Dampak Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan
Kendari-Toronipa Tahap Operasional
Tabel 2.37 Matriks Identifikasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa
Pra-
Konstruksi Operasional
No. Komponen Lingkungan konstruksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. Komponen Geo-Fisik-Kimia
Kualitas Udara dan Kualitas Udara (DEBU,CO,SO2,NO2)    
Bising Intensitas Bising    
Kualitas Air Fisik (Suhu, Kekeruhan, TSS, Sampah)  
Oceanografi Arus dan Gelombang  
Transportasi Kecelakaan Lalulintas     
Gangguan Lalulintas     
Kerusakan Jalan 
Gangguan akses nelayan 
Utilitas Gangguan Utilitas  
Genangan / Banjir Genangan / Banjir  

Estetika Sanitasi Lingkungan    


Tanah Longsor  
B. Biologi
Biota Perairan Populasi, Jenis, Keragaman Jenis  
Biota Darat Populasi, Jenis, Keragaman Jenis  
C. Sosial Ekonomi Budaya
Sosial Ekonomi Kesempatan Kerja 
Budaya Kesempatan Berusaha 
Sikap dan Persepsi       
Pendapatan Masyarakat  
Keresahan Masyarakat       
D. Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Masyarakat Prevalensi    
Insidensi    
K3   
Keterangan
1. Survey, Penentuan Lokasi dan Sosialisasi
2. Pembebasan Lahan
3. Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
4. Mobilisasi Peralatan dan Material
5. Pembangunan dan Pengoperasian Basecamp
6. Pembersihan dan Penyiapan Lahan
7. Pembangunan Jalan dan Jembatan
8. Pemasangan Rambu dan Marka Jalan
9. Pengoperasian Jalan dan jembatan
10. Pemeliharaan Jalan dan jembatan
Tabel 2.38 Daftar Dampak Potensial Rencana Pembangunan Jalan Kendari-
Toronipa
No. Kegiatan yang berpotensi menimbulkan Potensi Dampak Lingkungan
dampak lingkungan
I. Tahap Pra Konstruksi
1. Survey, Penentuan Lokasi dan Sosialisasi a. Perubahan Sikap dan Persepsi
b. Terjadinya Keresahan Masyarakat
2. Pembebasan Lahan a. Perubahan Sikap dan Persepsi
b. Terjadinya Keresahan Masyarakat
c. Penurunan Pendapatan Masyarakat
II Tahap Konstruksi
1. Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi a. Peningkatan Kesempatan Kerja
b. Timbulnya Kesempatan Berusaha
c. Perubahan Sikap dan Persepsi
d. Terjadinya Keresahan Masyarakat
e. Peningkatan Pendapatan Masyarakat
2. Mobilisasi Peralatan dan Material a. Penurunan Kualitas Udara (debu,
COx, SOx, NOx)
b. Peningkatan Intensitas Bising
c. Terjadinya Kecelakaan Lalulintas
d. Terjadinya Gangguan Lalulintas
e. Kerusakan Jalan
f. Perubahan Sikap dan Persepsi
g. Terjadinya Keresahan Masyarakat
h. Gangguan Kesehatan Masyarakat
3. Pembangunan dan Pengopersian a. Sanitasi Lingkungan
Basecamp
4. Pembersihan dan Penyiapan Lahan a. Penurunan Kualitas Udara (DEBU,
COx, SOx, NOx)
b. Peningkatan Intensitas Bising
c. Penurunan Kualitas Air
d. Gangguan Oceanografi
e. Gangguan Lalulintas
f. Gangguan utilitas
g. Timbulnya Genangan/Banjir
h. Longsor
i. Gangguan Biota Perairan
j. Gangguan Biota Darat
k. Perubahan Sikap dan Persepsi
l. Terjadinya Keresahan Masyarakat
m. Gangguan Kesehatan Masyarakat
n. Potensi K3
5. Pembangunan Jalan dan Jembatan 11. Penurunan Kualitas Udara
(DEBU, COx, SOx, NOx)
12. Peningkatan Intensitas Bising
13. Penurunan Kualitas Air
14. Gangguan Oceanografi
15. Kecelakaan Lalulintas
16. Gangguan Lalulintas
17. Gangguan Akses Nelayan
18. Gangguan utilitas
19. Timbulnya Genangan/Banjir
20. Sanitasi Lingkungan
21. Gangguan Biota Perairan
22. Perubahan Sikap dan Persepsi
23. Terjadinya Keresahan Masyarakat
24. Gangguan Kesehatan Masyarakat
25. Potensi K3
6. Pemasangan Rambu dan Marka Jalan a. Kecelakaan Lalulintas
b. Gangguan Lalulintas
c. Sanitasi Lingkungan
d. K3
III Tahap Operasional
1. Pengoperasian Jalan dan Jembatan a. Penurunan Kualitas Udara
b. Peningkatan Intensitas Bising
c. Perubahan Sikap dan Persepsi
d. Terjadinya Keresahan Masyarakat
e. Gangguan Kesehatan Masyarakat
2. Pemeliharaan Jalan dan Jembatan a. Gangguan Lalulintas
b. Sanitasi Lingkungan

2.5.2. Evaluasi Dampak Potensial

Selanjutnya dilakukan evaluasi dampak potensial. Evaluasi Dampak


Potensial esensinya adalah memisahkan dampak-dampak yang perlu kajian
mendalam untuk membuktikan dugaan (hipotesa) dampak (dari dampak yang
tidak lagi perlu dikaji). Dalam proses ini, harus dijelaskan dasar penentuan
bagaimana suatu dampak potensial dapat disimpulkan menjadi dampak penting
hipotetik (DPH) atau tidak.

Evaluasi dampak potensial dilakukan terhadap dampak-dampak potensial


yang telah diidentifikasi. Untuk itu dilakukan dengan mempergunakan metode
telaahan pustaka, diskusi antar anggota tim penyusun, konsultasi dengan tokoh
masyarakat, pakar dan intansi terkait. Dengan mengacu pada Panduan
Pelingkupan Dalam AMDAL yang diterbitkan oleh Deputi Bidang Tata
Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Desember
tahun 2007, bahwa pada tahap pelingkupan, informasi yang dimiliki masih
terbatas sehingga sulit untuk menggunakan 7 kriteria dampak penting
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2012. Untuk memilih dampak yang perlu dikaji dalam ANDAL,
diupayakan agar kriteria evaluasi dapat dipakai meskipun informasi yang dimiliki
masih terbatas. Informasi yang dimaksud diperoleh dari kunjungan lapangan
pendahuluan, konsultasi publik, analisis data sekunder, kajian dokumen-dokumen
lingkungan yang telah ada dan kajian peraturan yang terkait. Pada tahap
pelingkupan belum dilakukan pengambilan data primer. Secara sederhana kriteria
yang digunakan untuk mengevaluasi dampak potensial adalah sebagai berikut:
1) Apakah beban terhadap komponen lingkungan tertentu sudah tinggi?
2) Apakah komponen lingkungan tersebut memegang peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar (nilai sosial dan ekonomi) dan
terhadap komponen lingkungan lainnya (nilai ekologis) (sehingga
perubahan besar pada kondisi komponen lingkungan tersebut akan sangat
berpengaruh pada kehidupan masyarakat dan keutuhan ekosistem)?
3) Apakah ada kekhawatiran masyarakat yang tinggi tentang komponen
lingkungan tersebut?
4) Apakah ada aturan atau kebijakan yang akan dilanggar dan atau dilampaui
oleh dampak tersebut?
Jika salah satu dari kriteria evaluasi tersebut di atas menyatakan “Ya”, maka
dampak potensial tersebut dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik (DPH)
yang akan dikaji dalam ANDAL.
Tabel 2.39 Evaluasi Dampak Potensial Kegiatan Tahap Pra Konstruksi Rencana
Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa
Komponen Lingkungan Dikaji
Sumber Terkena Dampak Kriteria Dalam Justifikasi
No
Dampak Andal
Penerima Dampak 1 2 3 4
1. Survei, Sikap dan  Timbulnya - Ya Y - DPH Banyaknya beredar informasi
Penentuan Persepsi sikap dan a rute jalan yang akan dibangun
Lokasi, dan Masyarakat persepsi menyebabkan ketidakpastian
Sosialisasi masyarakat pada masyarakat baik.
(posisif atau
negatif)
Keresahan  Masyarakat - Ya Y - DPH Dampak ini menjadi lanjutan
Masyarakat menjadi a dari adanya dampak sikap dan
resah akan persepsi yang tidak terkelola
kepastian dengan baik dan dapat
lokasi menyebabkan keresahan
rencana masyarakat.
kegiatan
2. Pembebasan Sikap dan  Timbulnya - Ya Y - DPH Ketidakjelasan penentuan
Lahan Persepsi sikap dan a nilai pembebasan lahan,
Masyarakat persepsi metode pembebasan lahan,
masyarakat pelaksanaan pembebasan
(posisif atau lahan, dan status lahan yang
negatif) akan dibebaskan
Keresahan  Masyarakat - Ya Y - DPH Dampak ini menjadi lanjutan
Masyarakat menjadi a dari adanya dampak sikap dan
resah akan persepsi yang tidak terkelola
kepastian dengan baik dan dapat
lokasi menyebabkan keresahan
rencana masyarakat.
kegiatan
Pendapatan  Penurunan - Ya Y - DPH Penurunan pendapatan akibat
Masyarakat Pendapatan a lokasi kegiatan yang menjadi
Masyarakat salah satu sumber
perekonomian, seperti
kois/warung/toko, rumah jasa,
kebun, tempat tinggal, parker
perahu, dll dialihfungsikan
menjadi jalan yang
direncanakan
Tabel 2.40 Evaluasi Dampak Potensial Kegiatan Tahap Konstruksi Rencana
Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa
Komponen Lingkungan Dikaji
Sumber Terkena Dampak Kriteria Dalam Justifikasi
No
Dampak Andal
Penerima Dampak 1 2 3 4
1. Penerimaan Tingkat  Peningkatan Ya Ya Y - DPH Pembangunan dilakukan
Tenaga Kesempatan Kesempatan a bertahap, sehingga
Kerja Kerja Kerja diperkirakan setiap tahapan
Konstruksi akan membutuhkan 175 orang
tenaga kerja. Sehingga
dampak ini terkait dengan
nilai social
Peluang  Peningkatan - - - - Bukan Peluang berusaha masyarakat
Berusaha kesempatan DPH alam menyediakan kebutuhan
berusaha tenaga kerja. Dampak ini tetap
butuh pengelolaan dan
pemataun lingkungan
Sikap dan  Timbulnya - Ya Y - DPH Informasi mengenai system
Persepsi sikap dan a penerimaan tenaga kerja, gaji
Masyarakat persepsi dan peluang kerja.
masyarakat
(posisif atau
negatif)
Keresahan  Masyarakat - Ya Y - DPH Dampak ini menjadi lanjutan
Masyarakat menjadi a dari adanya dampak sikap dan
resah akan persepsi yang tidak terkelola
kepastian dengan baik dan dapat
lokasi menyebabkan keresahan
rencana masyarakat.
kegiatan
Pendapatan  Penurunan - Ya Y - DPH Terhadap penerimaan tenaga
Masyarakat Pendapatan a kerja lokal, maka masyarakat
Masyarakat yang bekerja akan kemudian
mengalami peningkatan
pendapatan. Dampak ini
terkait nilai social dan
ekonomi masyarakat.
2. Mobilisasi Udara  Penurunan - Ya - Ya DPH Peningkatan parameter yang
Peralatan Ambien Kualitas terjadi akibat mobilisasi
dan Material Udara peralatan dan material,
(Debu, COx, khususnya pada jalan rusk
SOx, NOx) dan/atau tanah, serta ceceran
material.
Kebisingan  Intensitas - - - - Bukan Dampak ini terkait suara
Bising DPH mesin kendaraan pengangkut
yang akan melintas, namun
tidak akan memberikan
pengaruh yang signifikan.
Dampak ini tetap
membutuhkan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan
Kecelakaan  Kecelakaan - - - - Bukan Dampak ini terkait kendaraan
Lalulintas pada DPH pengangkut yang membawa
Pengendara materialnya. Bukan DPH
dan tetapi masih membutuhkan
pengguna pengelolaan dan pemantauan
jalan lingkungan.
Lalulintas  Ganggguan - - - - Bukan Dampak ini terkait kendaraan
Komponen Lingkungan Dikaji
Sumber Terkena Dampak Kriteria Dalam Justifikasi
No
Dampak Andal
Penerima Dampak 1 2 3 4
Lalulintas DPH pengangkut yang membawa
materialnya. Bukan DPH
tetapi masih membutuhkan
pengelolaan dan pemantauan
lingkungan.
Jalan Akses  Rusaknya Ya Ya Y - DPH Beberapa kondisi jalan yang
jalan akses a akan dilalui telah rusak
ditambah lagi dengan
bertambahnya volume
kendaraan yang akan melintas
sehingga memberikan dampak
tambahan terhadap
kerusakan/memburuknya
kondisi jalan.
Sikap dan  Timbulnya - Ya Y - DPH Merupakan dampak dari
Persepsi sikap dan a penurunan kualitas udara dan
Masyarakat persepsi kerusakan jalan yang
masyarakat memberikan pengaruh niali
(posisif atau social.
negatif)
Keresahan  Masyarakat - Ya Y - DPH Dampak ini menjadi lanjutan
Masyarakat menjadi a dari adanya dampak sikap dan
resah akan persepsi yang tidak terkelola
kepastian dengan baik dan dapat
lokasi menyebabkan keresahan
rencana masyarakat.
kegiatan
Kesehatan  Prevalensi - Ya Y - DPH Kondisi penurunan kualitas
masyarakat dan insidensi a udara dapat mengganggu
kondisi pernapasan
pengendara dan pemukiman
disekitar.
3. Pembanguna Sanitasi  Limbah - - - - Bukan Timbulan limbah domestik
n dan Lingkungan domestik DPH tetap membutuhkan
Pengoperasia pengelolaan dan pemantauan
n Basecamp lingkungan.
4. Pembersihan Udara  Penurunan - Ya - Ya DPH Peningkatan parameter debu
dan Ambien Kualitas yang terjadi akibat
Penyiapan Udara pembukaan dan penimbunan
Lahan (Debu, COx, dan/atau cut and fill dalam
SOx, NOx) penyiapan lahan
Kebisingan  Intensitas - - - - Bukan Dampak ini terkait suara
Bising DPH mesin kendaraan dan kegiatan
pembongkaran beberapa unit
bangunan. Meskipun bukan
DPH, dampak ini tetap
membutuhkan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan
Kualitas Air  Penurunan - Ya - Ya DPH Kegiatan pembukaan dan
Kualitas Air penimbunan dan/atau cut and
fill dapat menyebabkan
tingkat kekeruhan air di
sekitar wilayah tersebut
meningkat.
Oceanografi  Gangguan - - - - Bukan Meskipun bukan DPH,
Oceanografi DPH dampak ini tetap
membutuhkan pengelolaan
Komponen Lingkungan Dikaji
Sumber Terkena Dampak Kriteria Dalam Justifikasi
No
Dampak Andal
Penerima Dampak 1 2 3 4
dan pemantauan lingkungan.
Lalulintas  Ganggguan - - - - Bukan Dampak ini terkait aktivitas
Lalulintas DPH alat berat dalam membuka
dan/atau melebarkan jalan.
Bukan DPH tetapi masih
membutuhkan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan.
Utilitas  Ganggguan - Ya Y - DPH Dalam rencana terdapat kabel
Utilitas a bawah, jaringan kelistrikan,
saluran dan sumber air serta
fasilitas lainnya yang akan
terganggu akibat pembukaan
dan/atau perluasan jalan.
Genangan /  Genangan / - Ya Y - DPH Terdapat petensi tertutupnya
Banjir Banjir a dan/atau menyepitnya saluran
akibat pembukaan lahan yang
dapat menyebabkan genangan
/ banjir
Longsor  Longsor - - - - Bukan Pengerjaan pembukaan lahan
DPH memperhatikan standar teknis
berdasarkan SOP. Namun
tetap memerlukan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan
Biota  Gangguan - Ya - - DPH Dampak ini merupakan
Perairan Biota dampak turunan akibat
Perairan penurunan kualitas air
sehingga mengganggu
kehidupan biota air.
Biota Darat  Gangguan - Ya - - DPH Terdapat tanaman warga dan
Biota Darat kebun warga yang akan
terkena lintasan rencana jalan.
Sikap dan  Timbulnya - Ya Y - DPH Merupakan dampak dari
Persepsi sikap dan a penurunan kualitas udara dan
Masyarakat persepsi kerusakan jalan yang
masyarakat memberikan pengaruh nilai
(posisif atau sosial.
negatif)
Keresahan  Masyarakat - Ya Y - DPH Dampak ini menjadi lanjutan
Masyarakat menjadi a dari adanya dampak sikap dan
resah akan persepsi yang tidak terkelola
kepastian dengan baik dan dapat
lokasi menyebabkan keresahan
rencana masyarakat.
kegiatan
Kesehatan  Prevalensi - Ya Y - DPH Kondisi penurunan kualitas
masyarakat dan insidensi a udara dapat mengganggu
kondisi pernapasan
pengendara dan pemukiman
disekitar.
K3  Kecelakaan - - - - Bukan Setiap tahapan pekerjaan
Kerja DPH wajib mematuhi rambu-rambu
dan peraturan yang berlaku
da/atau SOP yang diwajibkan.
Meskipun bukan DPH, namun
tetap membutuhkan
pemantauan dan pengelolaan
lingkungan.
Komponen Lingkungan Dikaji
Sumber Terkena Dampak Kriteria Dalam Justifikasi
No
Dampak Andal
Penerima Dampak 1 2 3 4
5. Pembanguna Udara  Penurunan - Ya - Ya DPH Peningkatan parameter debu,
n Jalan dan Ambien Kualitas COx, SOx, NOx akibat
Jembatan Udara operasional alat berat dan
(Debu, COx, pekerjaan jalan dan jembatan
SOx, NOx)
Kebisingan  Intensitas - - - - Bukan Dampak ini terkait suara
Bising DPH mesin alat berat. Meskipun
bukan DPH, dampak ini tetap
membutuhkan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan
Kualitas Air  Penurunan - Ya - Ya DPH Kegiatan pembuatan jalan dan
Kualitas Air jembatan dapat menyebabkan
tingkat kekeruhan air di
sekitar wilayah tersebut
meningkat.
Oceanografi  Gangguan - - - - Bukan Meskipun bukan DPH,
Oceanografi DPH dampak ini tetap
membutuhkan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan.
Kecelakaan  Kecelakaan - - - - Bukan Dampak ini terkait kendaraan
Lalulintas pada DPH dan alat berat yang beroperasi
Pengendara dalam pembuatan jalan dan
dan jembatan. Bukan DPH tetapi
pengguna masih membutuhkan
jalan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan.
Lalulintas  Ganggguan - Ya - - DPH Pekerjaan jalan dan jembatan
Lalulintas berpeluang meningkatkan
kemacetan, khususnya pada
hari libur dan/atau akhir
pekan.
Nelayan  Gangguan - Ya Y - DPH Tambat labu perahu yang
Akses a terganggu menyebabkan
Nelayan gangguan aktifitas nelayan
bekerja
Utilitas  Ganggguan - Ya Y - DPH Dalam rencana terdapat kabel
Utilitas a bawah, jaringan kelistrikan,
saluran dan sumber air serta
fasilitas lainnya yang akan
terganggu akibat pekerjaan
jalan dan jembatan.
Genangan /  Genangan / - Ya Y - DPH Terdapat petensi tertutupnya
Banjir Banjir a dan/atau menyepitnya saluran
akibat pekerjaan jalan dan
jembatan yang dapat
menyebabkan genangan /
banjir
Sanitasi  Limbah - - - - Bukan Timbulan limbah sisa
Lingkungan konstruksi DPH konstruksi tetap
membutuhkan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan.
Biota  Gangguan - Ya - DPH Dampak ini merupakan
Perairan Biota dampak turunan akibat
Perairan penurunan kualitas air
sehingga mengganggu
kehidupan biota air.
Sikap dan  Timbulnya - Ya Y - DPH Merupakan dampak dari
Komponen Lingkungan Dikaji
Sumber Terkena Dampak Kriteria Dalam Justifikasi
No
Dampak Andal
Penerima Dampak 1 2 3 4
Persepsi sikap dan a penurunan kualitas udara dan
Masyarakat persepsi kerusakan jalan dan gangguan
masyarakat aktivitas nelayan yang
(posisif atau memberikan pengaruh nilai
negatif) sosial.
Keresahan  Masyarakat - Ya Y - DPH Dampak ini menjadi lanjutan
Masyarakat menjadi a dari adanya dampak sikap dan
resah akan persepsi yang tidak terkelola
kepastian dengan baik dan dapat
lokasi menyebabkan keresahan
rencana masyarakat.
kegiatan
Kesehatan  Prevalensi - Ya Y - DPH Kondisi penurunan kualitas
masyarakat dan insidensi a udara dapat mengganggu
kondisi pernapasan
pengendara dan pemukiman
disekitar.
K3  Kecelakaan - - - - Bukan Setiap tahapan pekerjaan
Kerja DPH wajib mematuhi rambu-rambu
dan peraturan yang berlaku
da/atau SOP yang diwajibkan.
Meskipun bukan DPH, namun
tetap membutuhkan
pemantauan dan pengelolaan
lingkungan.
6. Pemasangan Kecelakaan  Kecelakaan - - - - Bukan Dampak ini terkait aktivitas
Rambu dan Lalulintas pada DPH pembuatan marka jalan dan
Marka Jalan Pengendara pemasangan rambu. Bukan
dan DPH tetapi masih
pengguna membutuhkan pengelolaan
jalan dan pemantauan lingkungan.
Lalulintas  Ganggguan - - - - Bukan Meskipun Bukan DPH tetapi
Lalulintas DPH masih memerlukan
pengelolaan dan pemantauan
lingkungan
Sanitasi  Limbah B3 - - - - Bukan Meskipun Bukan DPH tetapi
Lingkungan DPH masih memerlukan
pengelolaan dan pemantauan
lingkungan
K3  Kecelakaan - - - - Bukan Setiap tahapan pekerjaan
Kerja DPH wajib mematuhi rambu-rambu
dan peraturan yang berlaku
da/atau SOP yang diwajibkan.
Meskipun bukan DPH, namun
tetap membutuhkan
pemantauan dan pengelolaan
lingkungan.

Tabel 2.41 Evaluasi Dampak Potensial Kegiatan Tahap Operasional Rencana


Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa
Komponen Lingkungan Dikaji
Sumber Terkena Dampak Kriteria Dalam Justifikasi
No
Dampak Andal
Penerima Dampak 1 2 3 4
Komponen Lingkungan Dikaji
Sumber Terkena Dampak Kriteria Dalam Justifikasi
No
Dampak Andal
Penerima Dampak 1 2 3 4
1. Pengoperasia Udara Penurunan - Ya - Ya DPH Peningkatan parameter debu,
n Jalan dan Ambien Kualitas Udara COx, SOx, NOx dari aktivitas
Jembatan (Debu, COx, kendaraan bermotor.
SOx, NOx)
Kebisingan Intensitas Bising - - - - Bukan Dampak ini terkait suara
DPH kendaraan bermotor yang
melintasi jalan. Meskipun
bukan DPH, dampak ini tetap
membutuhkan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan
Sikap dan Timbulnya - Ya Y - DPH Merupakan dampak dari
Persepsi sikap dan a penurunan kualitas udara yang
Masyarakat persepsi memberikan pengaruh nilai
masyarakat sosial.
(posisif atau
negatif)
Keresahan Masyarakat - Ya Y - DPH Dampak ini menjadi lanjutan
Masyarakat menjadi resah a dari adanya dampak sikap dan
akan kepastian persepsi yang tidak terkelola
lokasi rencana dengan baik dan dapat
kegiatan menyebabkan keresahan
masyarakat.
Kesehatan Prevalensi dan - Ya Y - DPH Kondisi penurunan kualitas
masyarakat insidensi a udara dapat mengganggu
kesehatan masyarakat
pemukiman disekitar.
2. Pemeliharaa Lalulintas  Ganggguan - - - - Bukan Meskipun Bukan DPH tetapi
n Jalan dan Lalulintas DPH masih memerlukan
Jembatan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan
Sanitasi  Limbah B3 - - - - Bukan Meskipun Bukan DPH tetapi
Lingkungan DPH masih memerlukan
pengelolaan dan pemantauan
lingkungan
Tabel 2.42 Matriks Evaluasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan Pembangunan
Jalan Kendari-Toronipa
A B C
Komponen Kegiatan Komponen Lingkungan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Geo-Fisik- Kualitas Udara Kualitas Udara    
Kimia dan Bising (DEBU,CO,SO2,NO2)
Intensitas Bising    
Kualitas Air Fisik (Suhu, Kekeruhan,  
TSS, Sampah)
Oceanografi Arus dan Gelombang  
Transportasi Kecelakaan Lalulintas    
Gangguan Lalulintas     
Kerusakan Jalan 
Gangguan akses nelayan 
Utilitas Gangguan Utilitas  
Genangan / Genangan / Banjir  
Banjir
Estetika Sanitasi Lingkungan    
Tanah Longsor 
Biologi Biota Perairan Populasi, Jenis, Keragaman  
Jenis
Biota Darat Populasi, Jenis, Keragaman 
Jenis
Sosial Sosial Ekonomi Kesempatan Kerja 
Ekonomi Budaya Kesempatan Berusaha 
Budaya Sikap dan Persepsi       
Gangguan Tanaman Warga 
Pendapatan Masyarakat  
Keresahan Masyarakat       
Kesehatan Kesehatan Prevalensi    
Masyarakat Insidensi    
K3   
Keterangan
A. Tahap Pra-Konstruksi
B. Tahap Konstruksi
C. Tahap Operasional
1. Survey, Penentuan Lokasi dan Sosialisasi
2. Pembebasan Lahan
3. Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
4. Mobilisasi Peralatan dan Material
5. Pembangunan dan Pengoperasian Basecamp
6. Pembersihan dan Penyiapan Lahan
7. Pembangunan Jalan dan Jembatan
8. Pemasangan Rambu dan Marka Jalan
9. Pengoperasian Jalan dan jembatan
10. Pemeliharaan Jalan dan jembatan
 Bukan Dampak Penting Hipotetik
Dampak Penting Hipotetik

2.5.3. Daftar kesimpulan Dampak Penting Hipotetik

Langkah ini pada akhirnya menghasilkan daftar kesimpulan dampak penting


hipotetik (DPH) dan dampak-dampak potensial yang tidak dikaji lebih lanjut.
1. Daftar Kesimpulan DPH

Seluruh DPH yang telah dirumuskan ditabulasikan dalam bentuk daftar


kesimpulan DPH akibat rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji dalam
ANDAL sesuai hasil pelingkupan sebagai berikut:

II.5.3.A.1.1.1.1 Tahap Pra Konstruksi


1) Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
a) Sikap dan Persepsi
b) Keresahan Masyarakat
c) Pendapatan masyarakat
II.5.3.A.1.1.1.2 Tahap Konstruksi
1) Komponen Geo-Fisik-Kimia
a) Kualitas Udara
b) Kualitas Air
c) Gangguan Lalulintas
d) Kerusakan Jalan
e) Gangguan Akses Nelayan
f) Gangguan Utilitas
g) Genangan / Banjir
2) Komponen Biologi
a) Gangguan Biota Perairan
b) Gangguan Biota Darat
3) Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
a) Kesempatan Kerja
b) Sikap dan Persepsi
c) Gangguan Tanaman Warga
d) Pendapatan masyarakat
e) Keresahan Masyarakat
4) Komponen Kesehatan Masyarakat
a) Prevalensi Penyakit
b) Insidensi Penyakit
II.5.3.A.1.1.1.3 Tahap Operasional
1) Komponen Geo-Fisik-Kimia
a) Kualitas Udara
b) Kecelakaan Lalulintas
2) Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
a) Sikap dan Persepsi
b) Keresahan Masyarakat
3) Komponen Kesehatan Masyarakat
a) Prevalensi Penyakit
b) Insidensi Penyakit

2. Dampak-Dampak Potensial Yang Tidak Dikaji Lebih Lanjut

Dampak-dampak potensial yang tidak dikaji lebih lanjut yang telah


dijelaskan alasan-alasannya dengan dasar argumentasi yang kuat kenapa dampak
potensial tersebut tidak dikaji lebih lanjut adalah:
a. Tahap Konstruksi
1) Komponen Geo-Fisik-Kimia
a) Intensitas Bising
b) Arus dan Gelombang
c) Kecelakaan Lalulintas
d) Gangguan Lalulintas
e) Sanitasi Lingkungan
f) Longsor
2) Komponen Biologi
a) Gangguan Biota Darat
3) Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
a) Kesempatan Berusaha
4) Komponen Kesehatan Masyarakat
a) K3
II.5.3.A.1.1.1.4 Tahap Operasional
1) Komponen Geo-Fisik-Kimia
a) Intensitas Bising
b) Gangguan Lalulintas
c) Sanitasi Lingkungan
2.6. BATAS WILAYAH STUDI DAN BATAS WAKTU KAJIAN

Batas wilayah studi ini merupakan batas terluar dari hasil tumpang susun
(overlay) dari batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif setelah
mempertimbangkan kendala teknis yang dihadapi. Batasan ruang lingkup wilayah
studi penentuannya telah disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang
biasanya memiliki keterbatasan sumber data, seperti waktu, dana, tenaga, teknis,
dan metode telaahan. Setiap penentuan masing-masing batas wilayah (proyek,
ekologis, sosial dan administratif) harus dilengkapi dengan justifikasi ilmiah yang
kuat. Bagian ini harus dilengkapi dengan peta batas wilayah studi yang dapat
menggambarkan batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif. Peta
yang disertakan telah memenuhi kaidah-kaidah kartografi.

2.6.1. Wilayah Studi Amdal

Batas wilayah studi dibentuk dari empat unsur yang berhubungan dengan
dampak lingkungan suatu rencana kegiatan, yaitu:
1. Batas Proyek

Batas proyek, yaitu ruang dimana seluruh komponen rencana kegiatan


Pembangunan Jalan Kendari - Toronipa akan dilakukan, termasuk komponen
kegiatan tahap pra konstruksi, konstruksi, operasi. Dari ruang rencana kegiatan
inilah bersumber dampak terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Batas proyek
telah diplotkan pada gambar berikut, dimana koordinatnya diperoleh langsung
dari peta-peta hasil studi sebelumnya.

2. Batas Ekologis

Batas ekologis, yaitu ruang terjadinya sebaran dampak-dampak lingkungan


dari suatu rencana kegiatan Pembangunan Kendari-Toronipa yang akan dikaji,
mengikuti media lingkungan masing-masing (seperti air dan udara), dimana
proses alami yang berlangsung dalam ruang tersebut diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar. Batas ekologis mengarahkan penentuan lokasi
pengumpulan data rona lingkungan awal dan analisis persebaran dampak.

KA BAB II - Pelingkupan 109


Penentuan batas ekologis harus mempertimbangkan setiap komponen lingkungan
biogeofisik-kimia yang terkena dampak dari daftar dampak penting hipotetik
(DPH).

3. Batas Sosial

Batas sosial, yaitu ruang disekitar rencana kegiatan Pembangunan Jalan


Kendari - Toronipa yang merupakan tempat berlangsungsunya berbagai interaksi
sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk
sistem dan struktur sosial), sesuai dengan proses dan dinamika sosial suatu
kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar
akibat kegiatan pembangunan Jalan Kendari - Toronipa. Batas ini pada dasarnya
merupakan ruang di mana masyarakat, yang terkena dampak lingkungan seperti
limbah, emisi atau kerusakan lingkungan, tinggal atau melakukan kegiatan. Batas
sosial akan mempengaruhi identifikasi kelompok masyarakat yang terkena
dampak sosial-ekonomi-kesehatan masyarakat dan penentuan masyarakat yang
perlu dikonsultasikan (pada tahap lanjutan keterlibatan masyarakat).

4. Batas Administratif

Batas administratif, yaitu wilayah administratif wilayah pemerintahan


terkecil yang relevan, yaitu, batas desa/kelurahan, selanjutnya batas kecamatan,
kabupaten, provinsi) yang wilayahnya tercakup tiga unsur batas di atas. Dengan
menumpangsusunkan (overlay) batas administratif wilayah pemerintahan dengan
tiga peta batas seperti tersebut di atas, maka akan terlihat desa/keluruhan,
kecamatan, kabupaten dan/atau provinsi mana saja yang masuk dalam batas
proyek, batas ekologis dan batas sosial. Batas administratif sebenarnya diperlukan
untuk mengarahkan pemrakarsa dan/atau penyusun Amdal untuk dapat
berkoordinasi ke lembaga pemerintah daerah yang relevan, baik untuk koordinasi
administratif (misalnya penilaian Amdal dan pelaksanaan konsultasi
publik/masyarakat), pengumpulan data tentang kondisi rona lingkungan awal,
kegiatan di sekitar lokasi kegiatan, dan sebagainya. Wilayah administrasi yang
termasuk dalam lokasi kegiatan adalah 14 desa/keluarahan, 2 kecamatan, dan 2
Kota/Kabupaten.

KA BAB II - Pelingkupan 110


Masing-masing batas diplotkan pada peta yang kemudian
ditumpangsusunkan satu-sama lain (overlay) sehingga dapat ditarik garis luar
gabungan keempat batas tersebut. Garis luar gabungan itu yang disebut sebagai
”Batas Wilayah Studi”.

2.6.2. Batas Waktu Kajian

Dalam proses pelingkupan ini telah teridentifikasi secara jelas batas waktu
kajian yang digunakan dalam melakukan prakiraan dan evaluasi dampak dalam
kajian Andal. Setiap dampak penting hipotetik yang dikaji memiliki batas waktu
kajian tersendiri. Penentuan batas waktu kajian ini selanjutnya digunakan sebagai
dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona lingkungan tanpa adanya
rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan adanya rencana kegiatan
Pembangunan Jalan Kendari-Toronipa, seperti ditampilkan pada Tabel berikut ini.

KA BAB II - Pelingkupan 111


Tabel 2.43 Ringkasan proses pelingkupan andal rencana kegiatan pembangunan jalan Kendari - Toronipa
No Rencana Pengelolaan Komponen PELINGKUPAN Wilayah studi Batas Waktu
Kegiatan Lingkungan yang Lingkungan Kajian
Penyebab sudah direncanakan Terkena Dampak Potensial Evaluasi Dampak Potensial Dampak Penting
Dampak Dampak Hipotetik
A. Tahap Pra Konstruksi
1. Survey Kegiatan sosialisasi Sosial- Perubahan sikap Ketidakjelasan mengenai penentuan lokasi Disimpulkan Kelurahan/Desa 1 tahun
Penentuan dengan warga terkena Ekonomi- dan persepsi kegiatan, aktivitas survey dan sosialisasi dapat sebagai dampak yang dilintasi
Lokasi dan dampak dan Budaya masyarakat menyebabkan perubahan sikap dan persepsi. penting hipotetik jalan di
Sosialisasi berkordinasi dengan Ketidakjelasan informasi tentang rencana Kecamatan
apparat setempat serta kegiatan itu, baik itu mengenai tujuan proyek, Kendari dan
instansi terkait rencana detail proyek, hingga proses Kecamatan
penggantian lahan dan/bangunan masyarakat Soropia
yang terkena. Perubahan sikap dan persepsi
masyarakat terhadap proyek ini jika tidak
terkelola dengan baik dapat menjadi negative.
Sosial- Keresahan Kelanjutan dari perubahan sikap dna persepsi Disimpulkan Kelurahan/Desa 1 tahun
Ekonomi- Masyarakat masyarakat yang tidak terkelola dengan baik, sebagai dampak yang dilintasi
Budaya sehingga menyebabkan keresahan penting hipotetik jalan di
masyarakat. Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
2 Pembebasan Untuk proses ganti Sosial- Perubahan sikap Ketidakjelasan mengenai proses dan Disimpulkan Kelurahan/Desa 3 Tahun
Iahan rugi mengacu Ekonomi- dan persepsi pelaksanaan pembebasan lahan dapat sebagai dampak yang dilintasi
ketentuan tentang Budaya masyarakat menyebabkan perubahan sikap dan persepsi. penting hipotetik jalan di
pengadaan lahan bagi Ketidakjelasan informasi khususnya proses Kecamatan
kepentingan umum penggantian lahan dan/bangunan masyarakat Kendari dan
seperti UU yang terkena, harga yang ditetapkan dan Kecamatan
No.02/2012, Perpres prosedur pembayarannya. Perubahan sikap Soropia
71/2012, Perkaban dan persepsi masyarakat terhadap proyek ini
BPN NO.5/2012, jika tidak terkelola dengan baik dapat menjadi
Permendagri No. negative.
72/2012. Sosial- Keresahan Kelanjutan dari perubahan sikap dna persepsi Disimpulkan Kelurahan/Desa 3 tahun
(mengutamakan Ekonomi- Masyarakat masyarakat yang tidak terkelola dengan baik, sebagai dampak yang dilintasi
musyawarah mufakat Budaya sehingga menyebabkan keresahan penting hipotetik jalan di
. masyarakat. Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Sosial- Pendapatan Rumah kos/kontrakan, kebun, usaha, tambat Disimpulkan Kelurahan/Desa 3 tahun
Ekonomi- Masyarakat labuh nelayan yang terkena rencana jalur sebagai dampak yang dilintasi
Budaya dapat menyebabkan fungsi ekonomi tersebut penting hipotetik jalan di
hilang dan mengakibatkan penurunan Kecamatan
pendapatn masyarakat Kendari dan
Kecamatan
Soropia
B. Tahap Konstruksi
1. Penerimaan Kegiatan sosialisasi Sosial- Peningkatan Berdasarkan hasil penjaringan aspirasi pada Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 Tahun
tenaga kerja dengan warga terkena Ekonomi- kesempatan kerja saat dilakukan kegiatan konsultasi publik, sebagai dampak yang dilintasi
Konstruksi dampak dan Budaya warga mengharapkan ada pelibatan penting hipotetik jalan di
berkordinasi dengan masyarakat (warga lokal) untuk dapat Kecamatan
apparat setempat serta diperkerjakan sebagai tenaga kerja konstruksi. Kendari dan
instansi terkait Dampak ini dianggap penting karena akan Kecamatan
dapat meningkatkan pendapatan (ekonomi Soropia
masyarakat).
Kegiatan sosialisasi Sosial- Peningkatan Dengan adanya kegiatan di suatu daerah maka Disimpulkan - -
dengan warga terkena Ekonomi- kesempatan akan memungkinkan tumbuhnya usaha-usaha sebagai Bukan
dampak dan Budaya berusaha masyarakat sekitar untuk memenuhi dampak penting
berkordinasi dengan kebutuhan tenaga kerja. Namun dikarenakan hipotetik
apparat setempat serta lokasi kegiatan tersebar, dan besarnya peluang
instansi terkait mengoptimalkan tenaga kerja local maka
dampak pada kesempatan berusaha menjadi
tidak optimum,
Kegiatan sosialisasi Sosial- Perubahan sikap Adanya kekhawatiran tidak transparannya Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 Tahun
dengan warga terkena Ekonomi- dan persepsi proses penerimaan tenaga kerja, menyebabkan sebagai dampak yang dilintasi
dampak dan Budaya masyarakat masyarakat menjadi berpersepsi negative, penting hipotetik jalan di
berkordinasi dengan selain proses penerimaan, masyarakat juga Kecamatan
apparat setempat serta dapat berpersepsi negative mengenai upah Kendari dan
instansi terkait yang harusnya diteria dan dibayarkan. Kecamatan
Soropia
Kegiatan sosialisasi Sosial- Keresahan Kelanjutan dari perubahan sikap dan persepsi Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
dengan warga terkena Ekonomi- Masyarakat masyarakat yang tidak terkelola dengan baik, sebagai dampak yang dilintasi
dampak dan Budaya sehingga menyebabkan keresahan penting hipotetik jalan di
berkordinasi dengan masyarakat. Kecamatan
apparat setempat serta Kendari dan
instansi terkait Kecamatan
Soropia
Kegiatan sosialisasi Sosial- Pendapatan Dengan diterimanya masyarakat sebagai Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
dengan warga terkena Ekonomi- Masyarakat tenaga kerja, maka akan terjadi peningkatan sebagai dampak yang dilintasi
dampak dan Budaya pendapatan masyarakat sekitar, penting hipotetik jalan di
berkordinasi dengan Kecamatan
apparat setempat serta Kendari dan
instansi terkait Kecamatan
Soropia
2. Mobilisasi Belum ada Udara Ambien Penurunan Aktifitas angkut dan bongkar Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Peralatan dan Kualitas Udara materialberpotensi menimbulkan penurunan sebagai dampak yang dilintasi
Material (Debu, COx, SOx, kualitas udara, khususnya peningkatan penting hipotetik jalan di
NOx)
parameter debu. Peningkatan parameter yang Kecamatan
terjadi akibat mobilisasi peralatan dan Kendari dan
material, khususnya pada jalan rusk dan/atau Kecamatan
tanah, serta ceceran material Soropia
Belum ada Kebisingan Intensitas Bising Tingkat kebisingan yang bersumber dari Disimpulkan - -
suara mesin kendaraan pengangkut yang akan sebagai bukan
melintas, namun tidak akan memberikan dampak penting
pengaruh yang signifikan. Dampak ini tetap hipotetik
membutuhkan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan
Memasang rambu- Kecelakaan Kecelakaan pada Dampak ini terkait kendaraan pengangkut Disimpulkan - -
rambu sekitar lokasi Lalulintas Pengendara dan yang membawa materialnya. Bukan DPH sebagai bukan
pembongkaran pengguna jalan tetapi masih membutuhkan pengelolaan dan dampak penting
pemantauan lingkungan.
material hipotetik
Belum ada Lalulintas Ganggguan Dampak ini terkait kendaraan pengangkut Disimpulkan - -
Lalulintas yang membawa materialnya. Bukan DPH sebagai bukan
tetapi masih membutuhkan pengelolaan dan dampak penting
pemantauan lingkungan.
hipotetik
Belum ada Jalan Akses Rusaknya jalan Beberapa kondisi jalan yang akan dilalui telah Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
akses rusak ditambah lagi dengan bertambahnya sebagai dampak yang dilintasi
volume kendaraan yang akan melintas penting hipotetik jalan di
sehingga memberikan dampak tambahan
Kecamatan
terhadap kerusakan/memburuknya kondisi
jalan. Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Sikap dan Timbulnya sikap Merupakan dampak dari penurunan kualitas Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Persepsi dan persepsi udara dan kerusakan jalan yang memberikan sebagai dampak yang dilintasi
Masyarakat masyarakat (posisif pengaruh niali social. penting hipotetik jalan di
atau negatif)
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Keresahan Masyarakat Dampak ini menjadi lanjutan dari adanya Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Masyarakat menjadi resah akan dampak sikap dan persepsi yang tidak sebagai dampak yang dilintasi
kepastian lokasi terkelola dengan baik dan dapat menyebabkan penting hipotetik jalan di
rencana kegiatan keresahan masyarakat.
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Kesehatan Prevalensi dan Kondisi penurunan kualitas udara dapat Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
masyarakat insidensi mengganggu kondisi pernapasan pengendara sebagai dampak yang dilintasi
dan pemukiman disekitar. penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
3. Pembangunan Belum ada Sanitasi Limbah domestik Timbulan limbah domestik tetap Disimpulkan - -
dan Lingkungan membutuhkan pengelolaan dan pemantauan bukan dampak
Pengoperasian lingkungan. penting hipotetik,
Basecamp
4. Pembersihan Pembukaan dilakukan Udara Ambien Penurunan Peningkatan parameter debu yang terjadi Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
dan Penyiapan tidak sekaligus, tetapi Kualitas Udara akibat pembukaan dan penimbunan dan/atau sebagai dampak yang dilintasi
Lahan bertahap (Debu, COx, SOx, cut and fill dalam penyiapan lahan penting hipotetik jalan di
NOx)
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Kebisingan Intensitas Bising Dampak ini terkait suara mesin kendaraan dan Disimpulkan - -
kegiatan pembongkaran beberapa unit sebagai bukan
bangunan. Meskipun bukan DPH, dampak ini dampak penting
tetap membutuhkan pengelolaan dan
hipotetik
pemantauan lingkungan
Belum ada Kualitas Air Penurunan Kegiatan pembukaan dan penimbunan Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Kualitas Air dan/atau cut and fill dapat menyebabkan sebagai dampak yang dilintasi
tingkat kekeruhan air di sekitar wilayah penting hipotetik jalan di
tersebut meningkat.
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Oceanografi Gangguan Meskipun bukan DPH, dampak ini tetap Disimpulkan - -
Oceanografi membutuhkan pengelolaan dan pemantauan sebagai bukan
lingkungan. dampak penting
hipotetik
Belum ada Lalulintas Ganggguan Dampak ini terkait aktivitas alat berat dalam Disimpulkan - -
Lalulintas membuka dan/atau melebarkan jalan. Bukan sebagai bukan
DPH tetapi masih membutuhkan pengelolaan dampak penting
dan pemantauan lingkungan.
hipotetik
Berkordinasi dengan Utilitas Ganggguan Utilitas Dalam rencana terdapat kabel bawah, jaringan Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
instansi terkait kelistrikan, saluran dan sumber air serta sebagai dampak yang dilintasi
tentang rencana fasilitas lainnya yang akan terganggu akibat penting hipotetik jalan di
pembukaan dan/atau perluasan jalan.
kegiatan dengan Kecamatan
utilitas yang ada Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Membuat drainase Genangan / Genangan / Banjir Terdapat petensi tertutupnya dan/atau Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
dan gorong-gorong Banjir menyepitnya saluran akibat pembukaan lahan sebagai dampak yang dilintasi
yang dapat menyebabkan genangan / banjir penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Membuka dengan Longsor Longsor Pengerjaan pembukaan lahan memperhatikan Disimpulkan - -
memperhatikan standar teknis berdasarkan SOP. Namun tetap sebagai bukan
ketentuan elevasi memerlukan pengelolaan dan pemantauan dampak penting
lingkungan
dengan bukaan hipotetik
Belum ada Biota Perairan Gangguan Biota Dampak ini merupakan dampak turunan Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Perairan akibat penurunan kualitas air sehingga sebagai dampak yang dilintasi
mengganggu kehidupan biota air. penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Biota Darat Gangguan Biota Terdapat tanaman warga dan kebun warga Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Darat yang akan terkena lintasan rencana jalan. sebagai dampak yang dilintasi
penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Sikap dan Timbulnya sikap Merupakan dampak dari penurunan kualitas Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Persepsi dan persepsi udara dan kerusakan jalan yang memberikan sebagai dampak yang dilintasi
Masyarakat masyarakat (posisif pengaruh nilai sosial. penting hipotetik jalan di
atau negatif) Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Keresahan Masyarakat Dampak ini menjadi lanjutan dari adanya Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Masyarakat menjadi resah akan dampak sikap dan persepsi yang tidak sebagai dampak yang dilintasi
kepastian lokasi terkelola dengan baik dan dapat menyebabkan penting hipotetik jalan di
rencana kegiatan keresahan masyarakat.
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Kesehatan Prevalensi dan Kondisi penurunan kualitas udara dapat Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
masyarakat insidensi mengganggu kondisi pernapasan pengendara sebagai dampak yang dilintasi
dan pemukiman disekitar. penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Menerapkan SOP K3 Kecelakaan Kerja Setiap tahapan pekerjaan wajib mematuhi Disimpulkan - -
bagi tenaga kerja rambu-rambu dan peraturan yang berlaku sebagai bukan
setiap jenis da/atau SOP yang diwajibkan. Meskipun dampak penting
bukan DPH, namun tetap membutuhkan
kegiatannya. hipotetik
pemantauan dan pengelolaan lingkungan.
5. Pembangunan Pembangunan Udara Ambien Penurunan Peningkatan parameter debu, COx, SOx, NOx Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Jalan dan dilakukans ecara Kualitas Udara akibat operasional alat berat dan pekerjaan sebagai dampak yang dilintasi
Jembatan bertahap (Debu, COx, SOx, jalan dan jembatan penting hipotetik jalan di
NOx)
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Kebisingan Intensitas Bising Dampak ini terkait suara mesin alat berat. Disimpulkan - -
Meskipun bukan DPH, dampak ini tetap sebagai bukan
membutuhkan pengelolaan dan pemantauan dampak penting
lingkungan hipotetik
Belum ada Kualitas Air Penurunan Kegiatan pembuatan jalan dan jembatan dapat Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Kualitas Air menyebabkan tingkat kekeruhan air di sekitar sebagai dampak yang dilintasi
wilayah tersebut meningkat. penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Oceanografi Gangguan Meskipun bukan DPH, dampak ini tetap Disimpulkan - -
Oceanografi membutuhkan pengelolaan dan pemantauan sebagai bukan
lingkungan. dampak penting
hipotetik
Memasang rambu- Kecelakaan Kecelakaan pada Dampak ini terkait kendaraan dan alat berat Disimpulkan - -
rambu dan petugas Lalulintas Pengendara dan yang beroperasi dalam pembuatan jalan dan sebagai bukan
lalulintas pengguna jalan jembatan. Bukan DPH tetapi masih dampak penting
membutuhkan pengelolaan dan pemantauan
hipotetik
lingkungan.
Memasang rambu- Lalulintas Ganggguan Pekerjaan jalan dan jembatan berpeluang Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
rambu dan petugas Lalulintas meningkatkan kemacetan, khususnya pada sebagai dampak yang dilintasi
lalulintas hari libur dan/atau akhir pekan. penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Nelayan Gangguan Akses Tambat labu perahu yang terganggu Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Nelayan menyebabkan gangguan aktifitas nelayan sebagai dampak yang dilintasi
bekerja penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Berkordinasi dengan Utilitas Ganggguan Utilitas Dalam rencana terdapat kabel bawah, jaringan Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
instansi terkait kelistrikan, saluran dan sumber air serta sebagai dampak yang dilintasi
bangunan utilitas fasilitas lainnya yang akan terganggu akibat penting hipotetik jalan di
pekerjaan jalan dan jembatan.
yang dilitasi rencana Kecamatan
kegiatan Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Membuat drainase Genangan / Genangan / Banjir Terdapat petensi tertutupnya dan/atau Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
dan gorong-gorong Banjir menyepitnya saluran akibat pekerjaan jalan sebagai dampak yang dilintasi
dan jembatan yang dapat menyebabkan penting hipotetik jalan di
genangan / banjir
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Sanitasi Limbah konstruksi Timbulan limbah sisa konstruksi tetap Disimpulkan - -
Lingkungan membutuhkan pengelolaan dan pemantauan sebagai bukan
lingkungan. dampak penting
hipotetik
Belum ada Biota Perairan Gangguan Biota Dampak ini merupakan dampak turunan Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Perairan akibat penurunan kualitas air sehingga sebagai dampak yang dilintasi
mengganggu kehidupan biota air. penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Sikap dan Timbulnya sikap Merupakan dampak dari penurunan kualitas Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Persepsi dan persepsi udara dan kerusakan jalan dan gangguan sebagai dampak yang dilintasi
Masyarakat masyarakat (posisif aktivitas nelayan yang memberikan pengaruh penting hipotetik jalan di
atau negatif) nilai sosial.
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Keresahan Masyarakat Dampak ini menjadi lanjutan dari adanya Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
Masyarakat menjadi resah akan dampak sikap dan persepsi yang tidak sebagai dampak yang dilintasi
kepastian lokasi terkelola dengan baik dan dapat menyebabkan penting hipotetik jalan di
rencana kegiatan keresahan masyarakat. Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Belum ada Kesehatan Prevalensi dan Kondisi penurunan kualitas udara dapat Disimpulkan Kelurahan/Desa 5 tahun
masyarakat insidensi mengganggu kondisi pernapasan pengendara sebagai dampak yang dilintasi
dan pemukiman disekitar. penting hipotetik jalan di
Kecamatan
Kendari dan
Kecamatan
Soropia
Menerapkan SOP K3 Kecelakaan Kerja Setiap tahapan pekerjaan wajib mematuhi Disimpulkan - -
bagi tenaga kerja rambu-rambu dan peraturan yang berlaku sebagai bukan
setiap jenis da/atau SOP yang diwajibkan. Meskipun dampak penting
bukan DPH, namun tetap membutuhkan
kegiatannya. hipotetik
pemantauan dan pengelolaan lingkungan.
6 Pemasangan Menempatkan Kecelakaan Kecelakaan pada Dampak ini terkait aktivitas pembuatan marka Disimpulkan - -
Rambu dan petugas Lalulintas Pengendara dan jalan dan pemasangan rambu. Bukan DPH sebagai bukan
Marka Jalan pengguna jalan tetapi masih membutuhkan pengelolaan dan dampak penting
pemantauan lingkungan.
hipotetik
Belum ada Lalulintas Ganggguan Meskipun Bukan DPH tetapi masih Disimpulkan - -
Lalulintas memerlukan pengelolaan dan pemantauan sebagai bukan
lingkungan dampak penting
hipotetik
Mengumpul semua Sanitasi Limbah B3 Meskipun Bukan DPH tetapi masih Disimpulkan - -
limbah sisa,, terutama Lingkungan memerlukan pengelolaan dan pemantauan sebagai bukan
limbah B3 lingkungan dampak penting
hipotetik
Menerapkan SOP K3 Kecelakaan Kerja Setiap tahapan pekerjaan wajib mematuhi Disimpulkan - -
bagi tenaga kerja rambu-rambu dan peraturan yang berlaku sebagai bukan
setiap jenis da/atau SOP yang diwajibkan. Meskipun dampak penting
bukan DPH, namun tetap membutuhkan
kegiatannya. pemantauan dan pengelolaan lingkungan. hipotetik
C Tahap Operasi
1. Pengoperasian Penanaman pohon Udara Ambien Penurunan Peningkatan parameter debu, COx, SOx, NOx Disimpulkan Rute jalan Selama 10 tahun
Jalan dan pada areal hijau Kualitas Udara dari aktivitas kendaraan bermotor. sebagai dampak
Jembatan (Debu, COx, SOx, penting hipotetik
NOx)
Penanaman pohon Kebisingan Intensitas Bising Dampak ini terkait suara kendaraan bermotor Disimpulkan - -
pada areal hijau yang melintasi jalan. Meskipun bukan DPH, bukan dampak
dampak ini tetap membutuhkan pengelolaan penting hipotetik
dan pemantauan lingkungan
Belum ada Sikap dan Timbulnya sikap Merupakan dampak dari penurunan kualitas Disimpulkan - -
Persepsi dan persepsi udara yang memberikan pengaruh nilai sosial. bukan dampak
Masyarakat masyarakat (posisif penting hipotetik,
atau negatif)
namun dikelola
dan dipantau
Belum ada Keresahan Masyarakat Dampak ini menjadi lanjutan dari adanya Disimpulkan - -
Masyarakat menjadi resah akan dampak sikap dan persepsi yang tidak bukan dampak
kepastian lokasi terkelola dengan baik dan dapat menyebabkan penting hipotetik,
rencana kegiatan keresahan masyarakat.
namun dikelola
dan dipantau
Belum ada Kesehatan Prevalensi dan Kondisi penurunan kualitas udara dapat Disimpulkan Rute jalan Selama 10 tahun
masyarakat insidensi mengganggu kesehatan masyarakat sebagai dampak
pemukiman disekitar. penting hipotetik
2. Pemeliharaan Belum ada Lalulintas Ganggguan Meskipun Bukan DPH tetapi masih Disimpulkan - -
Jalan dan Lalulintas memerlukan pengelolaan dan pemantauan sebagai Bukan
Jembatan lingkungan dampak penting
hipotetik
Belum ada Sanitasi Limbah B3 Meskipun Bukan DPH tetapi masih Disimpulkan - -
Lingkungan memerlukan pengelolaan dan pemantauan sebagai bukan
lingkungan dampak penting
hipotetik

Anda mungkin juga menyukai