Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Belanda masuk ke Jambi pada tahun 1900 untuk mencari rempah-rempah.
Kedatangan Belanda di Jambi pada saat kekuasaan Kesultanan Jambi yang
berkuasa pada saat itu Sultan Abdul Kahar. Pada masa Sultan Taha tahun 1902
Belanda terus membujuk Sultan Taha untuk kerjasama namun selalu ditolak,
penyebab di tolaknya kerjasama Belanda karena pasal yang dinilai sangat
merugikan Jambi. Setelah kerjasama selalu ditolak oleh Sultan Taha. Belanda
melakukan penaklukan terhadap istana Sultan Taha dengan terjadinya
pertempuran sengit yang mengakibatkan sekitar 50 pejuang Jambi tewas, keraton
Jambi dapat dikuasai, namun Sultan Taha bisa meloloskan diri. Pada tahun
tanggal 23 April 1904, Belanda melakukan penangkapan terhadap Sultan Taha.
yang dipimpin oleh Letnam G Badings. Tanggal 26 April, pasukan mengetahui
jejak markas Sultan Taha. pasukan Letnam G Badings menemukan
persembunyian Sultan Taha dan terjadi pertempuran. Sultan Taha tewas ditembak.
Pada tanggal 27 April 1904, Belanda membawa jasad Sultan Taha ke Muara
Tembesi. Berita kematian Sultan Taha menyebabkan kekalahan perjuangan Sultan
Taha dalam melawan Belanda.1
Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sultan
Thaha Saifuddin pada 27 April 1904. Belanda menguasai wilayah-wilayah
kesultanan Jambi, maka jambi ditetapkan sebagai Keresidenan dan masuk ke
dalam wilayah Nederlandsh Indie. Residen Jambi yang pertama yaitu O.L
Helfrich yang diangkat berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20
tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906.2

1
Yulita. 2019. Perjuangan Sultan Thaha Saifuddin Dalam Menentang Belanda. Hal 21
2
Putri Seibahar Sari. 2021. Sejarah Jambi Pada Masa Keresidenan (1906-1942). Hal 15
BAB I

Setelah Belanda menguasai wilayah Jambi, Belanda mulai meluaskan


wilayah kekuasaannya ke Batanghari dengan membuka Perkebunan Karet tahun
1907. Maka Belanda mulai menerapkan sistem politik liberal dan politik etis
dimana sistem ini memberikan kesempatan bagi pemilik modal untuk membuka
lahan perkebunan seluas-luasnya di Batanghari. Sejak Belanda membuka
Perkebunan Karet, Perkebunan tersebut merupakan aspek penting dalam
pengembangan ekonomi pribumi pada masa Kolonial hingga saat ini. Usaha
perluasaan Perkebunan sejalan dengan proses ekspansi dan pasifikasi kekuasaan
Kolonial Belanda dalam rangka menerapkan Kebijakan Politik pax neerlamdica-
nya yang sukses dan memiliki prospek yang sangat menguntungkan di pasaran
dunia. 3
Dalam kebijakan Belanda untuk memajukan Perkebunan Karet di
Kabupaten Batanghari Belanda melakukan kebijakan yang dinamakan Politik Etis
dengan kebijakan Politik Etis tersebut Penduduk di Kabupaten Batanghari mulai
di kenal sistem pekerja upah. Akibat dari penerapan Politik Etis tersebut, status
dan kedudukan Penduduk Kabupaten Batanghari kehilangan dan sangat tidak
berharga sama sekali baik dari sisi Ekonomi, Politik, dan sosial kemasyarakatan
lainnya. Terlepas dari itu, kebijakan Politik etis membawa Belanda membuka
lahan pertanian secara besar-besaran, yang menyebabkan banyak di butuhkan
tenaga kerja yang bekerja di kebun karet. Serta meningkatnya kegiatan ekspor
terhadap perkebunan karet di Kabupaten Batanghari. Dalam kebijakan yang
dibuat oleh Belanda memiliki isi kebijakanya berupa mengembalikan kondisi
keuangan Belanda selepas krisis keuangan usai perang. Selain itu isi kebijakannya
untuk memberikan keuntungan yang besar bagi pemerintahan Kolonial.4
Pada tahun 1907 pertama kalinya Belanda mulai mengirim hasil perkebunan
Karet dengan jenis Karet Helfrich di perluasan wilayah perkebunan Muara
Tembesi dengan jumlah 20%. Setelah harga karet menggila di pasar dunia,
barulah sekitar tahun 1910-1920. Residen Jambi menganjurkan budidaya tanaman
ini dan mendistribusikan benihbenih unggulan kepada rakyat. Sekitar tahun 1918,
tanaman ini menjadi primadona baru bagi orang Jambi. Mereka menerapkan

3
A Muis. 2014. Latar Belakang Belanda Membuka Perkebunan Karet. Hal 1-2
4
Alinur. 2018. Politik Etis Pada Masa Kolonialisme Belanda. Hal 5
BAB I

pertanian dengan sistem monokultur, yakni hanya menanam karet. Situasi ini
menjadi semakin sulit pada saat harga karet turun drastis di pasaran dunia pada
1930-an. Tidak ada yang dapat mereka lakukan pada saat itu selain harus membeli
bahan pangan dengan harga tinggi, sambil berdoa harga karet kembali naik. 5

Tahun 1930 jenis Karet Polyurethane di Muara Sebo mengalami penurunan 21%.
Karena jenis Karet tersebut mengalami kelangkaan. Tahun 1942 dimana jenis
Karet Kupon mengalami peningkatan di perluasan wilayah perkebunan Pemayung
dengan 30% mengekspor Karet. Berikut Data Perkebunan Karet Per Tahun:
Tabel 1 Data Perkebunan Karet Per Tahun
Tahun Jenis Karet Perluasan Wilayah Perkebunan Jumlah (%)
1907 Helfrich Muara Tembesi 20
1910 Shorwder Pickles Muara Sekamis 15
1920 Hevea Muara Bulian 46
1930 Polyurethane Muara Sebo 21
1942 Kupon Pemayung 30

Dalam suatu proses yang panjang perkembangan Perkebunan Karet rakyat


Kabupaten Batanghari dari tahun 1907 sampai berakhimya kekuasaan pemerintah
Belanda pada tahun 1942, karet merupakan satu faktor yang berhasil
meningkatkan ekonomi masyarakat Jambi. Oleh karena itu masa karet dikenal
oleh penduduk setempat sebagai masa Hujan emas (istilah hujan emas juga
dikenal di daerah Palembang). Memasuki pemerintahan Belanda, pembangunan
diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan
kesejahtraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara.
Pemerintahan terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. 6

Sejauh penulis ketahui, penelitian yang mengkaji tentang perkembangan


perkebunan karet pada masa pemerintahan Hindia Belanda sudah ada menulisnya.
Seperti dalam Jurnal yang di tulis oleh Jemi Arifin pada tahun 2008 yang berjudul
“Perkebunan Karet Di Lampung 1892-1930”. Volume 27 No. 01 Jurnal Ilmu
Sejarah. Hasil penelitian ditemukan faktor yang melatar belakangi munculnya
BAB I

5
Margono, Hartono. 1984. Sejarah Perkembangan Perkebunan Jambi. Hal 23
6
Leirissa. 2019. Sejarah Perekonomian Perkebunan Karet Indonesia. Hal 15

perkebunan karet di Lampung tahun 1892 yaitu dari faktor sumber daya alam,
ekonomi, politik, dan letak geografis perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta ketersediaan sumber daya manusia. Semua faktor tersebut saling
terkait antara satu dengan lainnya misalkan saja dengan kondisi alam yang subur.
Lampung merupakan salah satu daerah yang dimanfaatkan untuk menanamkan
modal sebagai akibat pemberlakuan Undang-undang Agraria tahun 1870.
Kebijakan ekonomi politik itu merupakan produk golongan liberal dengan
kemenangan mereka di Parlemen Belanda. Perkembangan perkebunan karet di
Lampung untuk pertama kali dibuka di Way Lima 8 Oktober 1892. Perkebunan di
Lampung semakin berkembang sehingga membutuhkan buruh yang banyak maka
didatangkan buruh dari Jawa melalui upaya kolonisasi yang merupakan salah satu
pelaksanaan Politik Etis (emigrasi) dan melalui agen-agen penyalur buruh dari
Jawa. Keberadaan perkebunan tersebut menimbulkan dampak khususnya di
bidang sosial dan ekonomi yang masih bisa dilihat dan dirasakan hingga sekarang.
Dampak sosial akibat perkebunan karet tersebut antara lain adanya kolonisasi
yang menimbulkan daerah enclaves dengan banyaknya desa-desa Jawa yang
terpisah dengan penduduk lokal. Selain itu terjadi peningkatan jumlah penduduk
dan stratifikasi sosial di perkebunan berdasarkan jabatan dan warna kulit.
Sedangkan dampak ekonomi yang ditimbulkan yakni pembukaan Lampongshe
Bank atau Bank Kredit Lampung munculnya agen-agen tenaga kerja untuk
mendatangkan buruh-buruh dari Jawa. Adapun dampak yang masih dapat
dirasakan hingga saat ini adanya pembangunan sarana transportasi kereta api jalan
raya dan penyeberangan laut menuju dan dari Jawa.7
Kemudian Jurnal yang di buat oleh Eka Jaya Putra Utama pada tahun 2020
yang berjudul “Perkebunan Karet di Sintang Pada Awal Abad ke-20”. Volume 12
No. 02 Jurnal Ilmiah Kependidikan. Hasil penelitian dari Jurnal ini menunjukkan
bahwa perkebunan karet di Sintang tersebar dibeberapa wilayah, salah satunya
BAB I
terletak di Desa Nanga Jetak. Persiapan benih getah sudah disiapkan oleh
pengusaha Hindia Belanda, kemudian di distribusikan keberbagai daerah di
Sintang. Budidaya tanaman karet dikalukan oleh msyarakat pribumi dan dibantu
oleh orangorang Jawa yang dikontak oleh Pengusaha Hindia Belanda sebagai

7
Jemi Arifin. 2008. Perkebunan Karet Di Lampung 1892-1930. Hal 1

petani karet. Perkebunan karet di kelola oleh pengusaha Hindia Belanda dan
sebagian orang China. Karet yang sudah diolah menjadi getah di kirim ke
kerajaan Sintang melalui Sungai Melawi dan Pemerintah Hindia Belanda yang
ada di Pontianak melalui jalur Sungai Kapuas.8
Kemudian Jurnal yang di buat oleh Ibnu Zusneli Zubir pada tahun 2015
yang berjudul “Sejarah Perkebunan Karet Dan Dampak Bagi Perkembangan
Masyarakat Palembang, 1900-1942”. Volume 01 No. 01 Jurnal Sejarah dan
Budaya. Hasil penelitian dari artikel ini ditemukan perkebunan karet masa
kolonial di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken sangat berhubungan
dengan keadaan alam daerah ini dan juga adanya perubahan politik kolonial, open
the door. Ada dua perusahaan besar yang melakukan investasi besarbesaran
perkebunan besar karet yakni, pertama, Rubber Ondernemingen Melania pada
tahun 1909 yang melakukan penanaman dan usaha karet secara besar-besaran
mulai dari ujung timur Marga Pangkalan Balai sampai ke ujung barat Marga
Gasing dan berpusat di Musi Landas. Kedua, perkebunan Oud Wassenaar, N.V.
Oliepalmen en rubber Mijn yang membentang luas di daerah-daerah talang mulai
bagian utara Batang Hari Leko, Marga Rantau Bayur, ke utaranya Marga Suak
Tape, Marga Betung dan daerah Tebenan. Relevansi pembukaan perkebunan
besar dengan masyarakat di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken
terlihat dalam beberapa hal. Pertama, adanya perubahan posisi elit lokal, para
pasirah, kerio, pejabat dewan marga lainnya. Kedua, turut menciptakan
“perbaikan” sarana dan prasana infrastruktur masyarakat di sana. Ketiga,
mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi dan memberikan dampak yang luar
BAB I
biasa di dusun-dusun marga. Keempat, banyaknya pembangun jalan penghubung
untuk keperluan transportasi hasil karetnya memiliki dampak yang luas dan
mendalam terhadap pola masyarakat tradisional, tidak saja bagi orang Melayu
Banyuasin, tetapi juga bagi segi-segi kehidupan orang Kubu. Mereka mulai
memciptakan asimilasi bertahap orang Kubu dengan penduduk Melayu akibat
adanya perubahan orientasi pemikirannya karena memulai terbukanya
daerahdaerah mereka dari pengaruh dunia luar.9

8
Eka Jaya Putra. 2020. Perkebunan Karet di Sintang pada Awal Abad Ke-20. Hal 1
9
Ibnu Zusneli Zubir. 2015. Sejarah Perkebunan Karet dan Dampak Bagi Perkembangan Masyarakat
Palembang 1900-1942. Hal 1

Penulis menyadari banyak sekali penulisan yang mengkaji tentang


perkembangan perkebunan karet pada masa pemerintahan. Meskipun demikian
namun tempat, waktu, dan identifikasi masalah yang akan dimunculkan
menjadikankeunikan tersendiri pada penulisan ini. Selain itu juga penelitian yang
mengkaji perkembangan karet di kabupaten Batanghari masih belum ada yang
mengkajinya. Selain itu juga sumber arsip mengenai kedatangan Hindia Belanda
semakin memperkuat keilmiahan tulisan ini.
Fenomena yang menarik perhatian penulis mengenai tema yang akan dikaji di
proposal ini adalah Kabupaten Batanghari yang merupakan bagian dari keresidenan
Jambi dibawah kekuasaan Kolonial Belanda dan dijadikan sebagai daerah pusat
pemerintahan Hindia-Belanda. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk menulis
tentang bagaimana “Study Kasus Perkembangan Kebun Karet Pada Masa
Pemerintahan Hindia Belanda Di Kabupaten Batanghari Tahun (1907-1942)
Sebagai Bahan Ajar Pada Pembelajaran Sejarah Di SMA Negeri 8 Kota
Jambi.”
BAB I

1.2 Rumusan Masalah


Untuk memudahkan pembahasan, maka penulis mengerahkan tulisan
ini dengan rumusan permasalahan

1. Bagaimana Perkembangan Perkebunan Karet Pada Masa Pemerintahan


Hindia Belanda Di Kabupaten Batanghari Tahun 1907-1942 ?

2. Bagaimana penerapan Study Kasus Perkembangan Kebun Karet Pada


Masa Pemerintahan Hindia Belanda Di Kabupaten Batanghari Tahun
(1907-1942) Sebagai Bahan Ajar Pada Pembelajaran Sejarah Di SMA
Negeri 8 Kota Jambi

1.3 Tujuan Penelitian


Secara garis besar penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan Perkembangan Perkebunan Karet pada Masa


Pemerintahan Hindia Belanda di Kabupaten Batanghari Tahun 1907-
BAB I
1942.

2. Untuk mengetahui penerapan penerapan Study Kasus Perkembangan


Kebun Karet Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda Di Kabupaten
Batanghari Tahun (1907-1942) Sebagai Bahan Ajar Pada Pembelajaran
Sejarah Di SMA Negeri 8 Kota Jambi

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka dapat diambil manfaat yang
dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi, menambah
wawasan dan pengetahuan akademis bagi mahasiswa tentang Study Kasus
Perkembangan Kebun Karet Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda Di
Kabupaten Batanghari Tahun (1907-1942) Sebagai Bahan Ajar Pada
Pembelajaran Sejarah Di SMA Negeri 8 Kota Jambi.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Universitas Jambi
Hasil penelitian ini memberikan sumbangan khasanah penelitian
yang dijadikan dokumen dan dapat dijadikan acuan penelitian. Khususnya
penelitian mengenai Study Kasus Perkembangan Kebun Karet Pada Masa

Pemerintahan Hindia Belanda Di Kabupaten Batanghari Tahun (1907-


1942) Sebagai Bahan Ajar Pada Pembelajaran Sejarah Di SMA Negeri 8
Kota Jambi.
b. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan agar Masyarakat dapat meningkatkan nilai
sejarahnya dan cinta tanah air serta menjujung toleransi yang tinggi atas
dasar multi etnis yang berkembang ditengah masyarakat sehingga
memunculkan rasa nasionalisme yang tinggi.
c. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam
melakukan penelitian. Serta menambah pengetahuan peneliti Study Kasus
BAB I
Perkembangan Kebun Karet Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda Di
Kabupaten Batanghari Tahun (1907-1942) Sebagai Bahan Ajar Pada
Pembelajaran Sejarah Di SMA Negeri 8 Kota Jambi.

Anda mungkin juga menyukai