Anda di halaman 1dari 29

SEJARAH PERKEBUNAN INDONESIA

Tim Pengajar :
Herry Wirianata, Tri Nugroho Budi Santoso
Candra Ginting, Sri Gunawan, Sri Manu Rohmiyati

PRODI AGROTEKNOLOGI
INSTITUT PERTANIAN STIPER YOGYAKARTA
SEJARAH PERKEBUNAN INDONESIA
1.Jaman Prakolonial
▪ Hubungan dagang Indonesia dengan Timur Tengah me-
lalui Malaka dan India.
▪ Komoditi : cengkeh, pala dan rempah-rempah dari
Maluku, lada dari Lampung, Palembang, Bengkulu.
▪ Pedagang Cina membeli cengkeh dari Maluku Utara di-
bawa Ke Timur Tengah, oleh pedagang Arab dibawa ke
Eropa.
▪ Barter antara komoditi
perkebunan dgn sutra,
dikenal mata uang emas
dan tembaga dari Cina.
▪ Terjadi perdagangan
antar pulau
▪ Di Jawa Perkebunan mu-
lai mempunyai nilai eko-
nomi sejak abad ke-9.
▪ Monopoli raja (Banten,
Majapahit, Malaka dan
Timor)

Replika kapal layer nenek


moyang kita yang berlayar
ke Madagaskar
2. Jaman Kolonial (Penjajahan)
▪ Harga komoditi perkebunan meningkat tajam di Eropa
dan timbul persaingan di antara pedagang Eropa shg
mendorong penguasaan secara monopoli.
▪ Keunggulan manajemen pengusaha Eropa dan dgn
bantuan militer : melakukan kerjasama dengan
kerajaan Nusantara termasuk membantu kerajaan
mengatasi konflik internal shg memperoleh konsesi
wilayah dan monopoli perdagangan → pelabuhan dan
benteng
▪ Vereneeging Oost-Indische Compagnie (VOC) =
Gabungan Perseroan Dagang India Timur berdiri 1602.
Monopoli dagang di Maluku diperoleh pada 1667,
Mataram menyerahkan Priangan, Cirebon dan Madura
tahun 1707, wilayah pesisir Jawa tahun 1743.
▪ Tahun 1707 Priangan dijadikan
tempat penanaman kopi, rakyat
diwajibkan scr paksa menanam
kopi dan mulai dikenalkan sema-
cam kredit → harga kopi tinggi di
Eropa.
▪ Akhir abad 18, VOC menyewakan
tanah dan menjual lahan kpd
pengusaha swasta asing (teruta-
ma Cina) → ditanam kopi, tebu,
nila, lada. Gula diserahkan kpd
Belanda.
▪ VOC berakhir tahun 1799 dan
pemerintah Hindia Belanda mene-
rapkan kebijakan konservatif.
▪ Pemerintah Daendels (1808-1811) : penguasa lokal
diangkat sbg pegawai pemerintah, tidak menerima
upeti, pemerintah mewajibkan petani menanam kopi
sbg ganti pembayaran secara natura (pajak tanah).
▪ Belanda kalah perang dengan Inggris di Eropa →
Raffles (1811-1816) : memperkenalkan sistem sewa
tanah sebagai ganti kerja paksa dan upeti barang.
Inggris menguasai Maluku, Banda, Ternate dan Jawa
▪ Kondisi keuangan Pemerintah Belanda sangat merosot
pasca perang dgn Perancis → sumber pendapatan.
▪ Jawa sbg sumber pendapatan : kopi, teh, nila, lada,
kapok, gambir, pinang, gula tebu dan tembakau mrpk
tanaman yang menjanjikan tetapi hasilnya rendah →
Tanam Paksa (Cultuurstelsel) diusulkan oleh C.J. van
den Bosch tahun 1826 dan diterapkan tahun 1830.
Pengembangan budidaya tanaman
ekspor selama Tanam Paksa menca-
kup 4 pola berikut :
1.Kelanjutan dari budidaya tanaman
sebelumnya yang telah mapan sebe-
lum pengembangan perkebunan
besar.
2.Budidaya tnm ekspor oleh penduduk
lokal, sebagaimana dikenalkan oleh
pemerintah kolonial.
3.Perkembangan perkebunan skala
kecil sbg dampak dari pengembang-
an perkebunan besar di lingkungan-
nya.
4.Pengembangan perkebunan skala
kecil sebagai respon atas terbukanya
peluang ekonomi dan pasar dunia
▪ Produksi kopi, gula, teh, kina, mengalami peningkatan
pesat selama Tanam Paksa, terjadi ekspansi
perkebunan ke luar Jawa, meskipun tidak berhasil
karena pemerintah Hindia Belanda memonopoli
perdagangan seperti di Jawa.
▪ Sistem Tanam Paksa tidak dapat bertahan lama, teh dan
kina berakhir 1865, tembakau berakhir 1866, gula
berakhir 1870, kopi berakhir 1916.
▪ UU Agraria tahun 1870 merupakan awal dimulainya
industri perkebunan besar → kontrak jangka panjang
pada lahan-lahan yang tidak digarap untuk keperluan
penyelenggaraan perkebunan besar → memajukan
perusahaan perkebunan swasta dan melindungi hak
tanah milik pribumi.
▪ Hak erpfacht : hak untuk menguasai tanah hingga
350 hektar dan selama-lamanya 75 tahun →
membatalkan zakelijk recht (kontrak sewa tanah
hanya 25 tahun yang tidak memadai untuk tanaman
perkebunan.
▪ Pribumi dilarang menjual tanah kepada pengusaha
asing, termasuk penduduk lokal-non-pribumi.
▪ Industri gula swasta berkembang pesat, terpusat di
Jawa → Indonesia penghasil gula terbesar di dunia.
▪ Kelapa sawit mulai diujicoba ditanam di Kebun Raya
Bogor tahun 1848 (2 tanaman dari Bourbon/Mauritius
dan 2 tanaman dari Hortus Botanicus Amsterdam),
tahun 1853 dilaporkan tanaman ini tumbuh subur,
kelak menjadi induk tanaman kelapa sawit di
Indonesia.
▪ Hallet (pengusaha Belgia) tahun
1910 membuka perkebunan kelapa
sawit di Sumatera Utara (Pulau
Raja, Deli Muda dan Sungai Liput).
▪ Perkebunan tembakau berkem-
bang di Jawa dan Sumatera antara
1871-1913.
▪ Pada tahun 1870-an, perkebun-an
teh swasta membagikan bibit teh
kepada petani di sekitar kebun di
Priangan, jenis teh Assam masuk
ke Jawa dari Sri Lanka tahun 1877
dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven
di Gambung.
Perkembangan perkebunan ke
wilayah Suma era diikuti dengan
pengiriman tenaga kerja dari
Jawa.

Kelapa sawit di Kebun Raya Bogor


▪ Produksi kopi Arabika setelah
1880-an turun drastis akibat
karat daun, diimpor varietas
Liberika dan Robusta.
▪ Karet diusahakan mulai 1910
dan ekspansi berlangsung
cepat seiring dengan pengem-
bangan industri mobil, karet
mempunyai kontribusi 40% da-
ri keseluruhan ekspor Indone-
sia pada 1941.
▪ Perkebunan swasta kina di-
buka mulai 1877, tetapi dalam
skala kecil.
▪ Selama penjajahan Jepang, perusahaan perkebunan
dikelompokkan dan dikelola menurut kesatuan wilayah
kepulauan, perkebunan teh, kopi dan tebu dipersempit
dan digantikan dengan kapas, rosela, sisal, rami, dan
yute → untuk menggantikan terputusnya impor tekstil.
▪ Penanaman jarak digalakkan penjajahan Jepang untuk
memasok minyak pelumas → kepentingan perang.
▪ Produksi perkebunan pada umumnya turun drastis
selama masa penjajahan Jepang.
▪ Penghasilan Kerajaan Belanda 1925-1934 mencapai
15% dari total pendapatan nasional Belanda, berasal
dari keuntungan perusahaan, deviden, ekspor, perda-
gangan barang yang berhubungan dengan
perkebunan.
3.Masa Kemerdekaan Indonesia
▪ Sesuai dgn KMB 1949 : kepentingan ekonomi Belanda
terus mendapat jaminan dari Indonesia. Akhir 1949,
kekuasaan dialihkan ke RIS, ekonomi Indonesia
hancur dan menanggung beban hutang publik 1,13
miliar gulden, produksi perkebunan turun drastis.
▪ Tahun 1950 dibentuk Perusahaan Perkebunan Negara
(disebut PPN Lama) untuk mengambil alih 40 perusa-
haan asing (Belanda) dan pemerintah melakukan
pemulihan terkait kerusakan aset dan perlengkapan,
areal kebun dan gangguan sosial.
▪ Tahun 1955, pemerintah membatalkan hasil KMB yang
dipandang merugikan ekonomi Indonesia dan mendo-
rong nasionalisasi perkebunan asing, dimulai tahun
1957.
▪ Perkebunan yang diambilalih tahun 1957 disatukan
menjadi PPN Baru
▪ Terkait dengan nasionalisasi perkebunan swasta, pada
tahun 1967 di Den Haag, pemerintah Indonesia sepakat
Indonesia akan memberi ganti rugi kepada pemerintah
Belanda sebesar 600 juta gulden yang diselesaikan
dalam waktu 30 tahun.
Reorganisasi perusahaan perkebunan :
1.Tahun 1961 : penggabungan PPN Lama dan PPN Baru
menjadi BPU-PPN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan
Perkebunan Negara) : unit Aceh, unit Sumut I - IX, unit
Sumsel I & II, unit Jabar I-VI, Unit Jateng I – V, unit Jatim I –
X, PPN Perintis dan Unit Penelitian.
2.Tahun 1963 : pengelompokan ulang menjadi BPU-PPN
Karet (16 PPN), BPU-PPN Gula (51 PPN), BPU-PPN
Tembakau (7 PPN), BPU-PPN Aneka Tanaman (14 PPN)
(semua berstatus badan hukum), PPN Serat berdiri sendiri.
3.Tahun 1967 : dibentuk Departemen Perkebunan membawahi
Direktorat Perkebunan Negara dan Direktorat Jenderal
Perkebunan Rakyat.
4.Tahun 1968 : semua BPU dihapus, PPN menciut dari 88
buah menjadi 28 buah dan berubah nama menjadi
Perusahaan Negara Perkebunan (PNP)
5.Tahun 1969 : peralihan bentuk
dari PN menjadi PT (Perseroan Institut Pertanian Stiper (dahulu
Terbatas), pembinaan dilaku- Perguruan Tinggi Staf Perkebunan
kan oleh departemen teknis. → Sekolah Tinggi Perkebunan)
Dari 28 PNP hingga tahun 1972 didirikan tanggal 10 Desember
disetujui 13 buah yang menjadi 1958 sebagai tanggapan
PT.
terhadap kekurangan tenaga ahli
Perkebunan menjadi sumber perkebunan akibat nasionalisasi
dana utama dalam perebutan perkebunan Belanda oleh
Irian Barat Indonesia
Kelembagaan Pemerintah di bidang perkebunan :
1.Jawatan Perkebunan kelanjutan dari Landbouw Onderne-
ming Dienst dengan tugas : pendataan usaha perkebunan
yang sudah berjalan, mengawasi pembatasan produksi,
promosi pemasaran dan penelitian, serta mewakili peme-
rintah dalam forum internasional.
2.Departemen Perkebunan (tahun 1964)
3.Direktorat Jenderal Perkebunan Rakyat bagian dari Depar-
temen Pertanian (tahun 1967/68)
4.Direktorat Jenderal Perkebunan (1969) mrpk penyatuan
Direktorat Jenderal Perkebunan Rakyat dengan Ditjen
Perkebunan Negara
5.Dirjen Perkebunan masuk dalam Departemen Kehutanan
dan Perkebunan (1998), berubah menjadi Direktorat Jende-
ral Bina Produksi Perkebunan sampai tahun 2005 dan
berubah kembali menjadi Direktorat Jenderal Perkebunan.
PERKEMBANGAN PERKEBUNAN ERA ORDE BARU

▪ Sektor perkebunan didukung oleh 3 perkebunan :


Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar
Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR)
▪ Pembangunan PBN, PBS dan PR diarahkan pada
terwujudnya Trilogi Pembangunan (pemerataan,
pertumbuhan dan stabilitas) yang ditekankan pada PR
dengan dukungan PBN dan PBS.
▪ Kriteria keberhasilan pembangunan perkebunan : luas
areal, produksi, ekspor, penyerapan tenaga kerja,
pengembangan wilayah dan pelestarian lingkungan
hidup.
Tri Darma Perkebunan :
1.Menghasil devisa sebanyak-
banyaknya dengan cara
seefisien-efisiennya.
2.Memenuhi fungsi sosial
(penyediaan lapangan kerja)
3.Memelihara kekayaan alam
serta peningkatan kesuburan
tanah dan tanaman.
▪ PBN bertugas dlm pemerataan pembangunan dgn pola
Perkebunan Inti Rakyat (PIR) →PBN sbg inti
sedangkan PR sbg plasma; sumber teknologi dan
bahan tanam
▪ Thn 1993, reorganisasi PBN menjadi 9 PT Perkebunan
(PTP), kemudian pada thn 1996 26 PTP diciutkan
menjadi 14 PTP disertai penyertaan modal negara, dan
peleburan dan pendirian PT Perkebunan Nusantara →
skala perusahaan meningkat.
▪ Pengembangan PBSN melalui bantuan permodalan
untuk rehabilitasi, intensifikasi dan peremajaan kebun
serta pengembangan areal. Thn 1986 dikembangkan
PIR TRANS → PBSN berperan sbg inti di lokasi
transmigrasi (luas 3,5 juta ha tahun 2007).
Pertumbuhan produksi per tahun pada minyak sawit
(26,1%), inti sawit (21,0%), dan kakao (13,0%).
Pembangunan Perkebunan Rakyat
▪ PR : usaha tanaman perkebunan pada lahan petani
dengan tingkat kemampuan yang beragam → masalah :
akses permodalan, sumber benih, paket teknologi,
jaminan pengolahan dan pemasaran hasil serta
pendampingan dalam penerapan teknologi baku dan
penggunaan input sesuai rekomendasi.
▪ Perlu dukungan BUMN Perkebunan
▪ Ada 4 pola pengembangan perkebunan rakyat, yaitu :
1.Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) sbg pola pengem-
bangan perkebunan di wilayah bukaan baru untuk
petani atau masyarakat yang tidak memiliki lahan dan
modal, tetapi memiliki kemampuan dan kemauan kerja
menjadi petani peserta PIR. Pola PIR-TRANS KKPA
ditujukan untuk transmigran yang sudah ada dan
masyarakat sekitar.
2.Pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) : pola
pengembangan di sentra produksi wilayah perkebunan
yang sudah ada, untuk petani yang memiliki luas lahan
yang cukup memadai tetapi tidak mempunyai modal
kerja.
3.Pola Swadaya : bagi petani yang relatif memiliki sumber
daya
4.Pola Pengembangan Perkebunan Besar untuk peng-
usaha yang ingin berpartisipasi dalam pengembangan
usaha perkebunan.
LEMBAGA PENELITIAN PERKEBUNAN

▪ Pemerintah Belanda mempunyai perhatian terhadap


penelitian → kompetisi di pasar dunia
▪ Thn 1886 didirikan 3 balai penelitian gula : Cirebon,
Semarang, dan Pasuruan → setelah nasionalisasi dike-
lola Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula.
▪ Kebun Raya Bogor didirikan 1817 untuk pengem-
bangan botani tropis (awal penelitian pertanian) lalu
berfungsi utk penelitian teh, kopi, tembakau, dan karet.
Pusat Penelitian Kakao didirikan
di Salatiga thn 1901 dan Pusat
Penelitian Teh di Suka-bumi thn
1902 → tahun 1911 dibubarkan
dan didirikan Proefstation voor
Rubber di Bogor, Proefstation
voor Thee di Bogor, Proefstation
di Malang dan Besoekisch Proef-
station di Jember, Proefstation
voor Kina di Pengalengan.
▪ Tahun 1952 balai-balai tersebut digabung menjadi
Proefstation der CPV, berkedudukan di Bogor.
▪ Tahun 1916 didirikan Algemeen Proefstation der Avros
(APA) oleh gabungan perusahaan Algemeen Vereeniging
van Rubber Planters Ooskust van Sumatra (AVROS)→
setelah nasionalisasi APA diubah menjadi RISPA
(Research Institute of Sumatera Planters Association) dan
Proefstation der CPV Bogor diubah menjadi Balai
Penyelidikan Bogor yang meliputi Sub Balai Penelitian
Budidaya Jember.
▪ Tahun 1964 didirikan Pusat Penelitian Aneka Tanaman di
Marihat.
▪ Tahun 1968 RISPA diubah menjadi Balai Penelitian
Perkebunan Medan dan Balai Penyelidikan Perkebunan
Bogor diubah menjadi Balai Penelitian Perkebunan Bogor.
▪ Didirikan Balai Penelitian Teh dan Kina di Gambung pada
1973, Balai Penelitian Perkebunan Sembawa, Sumsel
pada 1981 dan Balai Penelitian Perkebunan Sungai Putih,
Sumut pada 1981.
▪ Thn 1987 dibentuk Asosiasi Penelitian dan Pengem-
bangan Perkebunan Indonesia (AP3I) beranggotakan
BUMN dan Perkebunan Swasta → AP3I dilebur dgn
Asosiasi Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (AP2GI)
menjadi Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI).
Thn 1987 AP2GI berubah menjadi Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).
Tahun 2003 APPI membentuk Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia. Selanjutnya berdasarkan
Menteri Pertanian mengeluarkan SK Nomor
199/TU.210/M/9/2009 yang mengubah LRPI menjadi
PT. Riset Perkebunan Indonesia yang merupakan
anak Perusahaan BUMN Perkebunan (PTPN I s/d
XIV) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia.
Herry Wirianata

Anda mungkin juga menyukai