Anda di halaman 1dari 68

Akuntansi pajak

Pengertian Akuntansi Pajak adalah :


Suatu proses dalam mencatat, menggolongkan, mengihtisarkan serta menafsirkan
transaksi-transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan dan  orang pribadi dengan
tujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang. Fungsi akuntansi pajak adalah
mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan
yang memuat perhitungan perpajakan.

Latar Belakang Masalah

§  Bagaimana mencatat ?

§  Penjualan

§  Pembayaran gaji

§  Pembayaran sewa

§  Penerimaan pendapatan jasa?

§  Dari mana pos-pos pajak dalam Laporan Keuangan diperoleh ?

§  Beban pajak penghasilan

§  Utang pajak penghasilan / pajak dibayar dimuka

§  Aset dan liabilitas pajak tangguhan

§  Bagaimana pengungkapan ?

Peranannya didalam perusahaan adalah signifikan, yaitu :

1.      Memberikan membuat perencanaan dan strategi perpajakan (dalam artian positif)

2.      Memberikan analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang
akan datang.
3.      Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan (mulai dari
penialian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) atas pajak, dan dapat menyajikannya
di dalam laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.

4.      Dapat melakukan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih baik,


sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.

onsep Laporan Keuangan pada Pajak Perusahaan


Konsep Laporan Keuangan pada Pajak Perusahaan

LABA RUGI

Laba sebelum pajak                                                                                       xxx

Pajak kini (current tax)                                                                                  (xxx)

Pajak tangguhan (deferred tax)                                                                     xxx

Laba tahun bjln dari operasi dilanjutkan                                                       xxx

Kerugian/pendapan operasi dihentikan                                                        xxx

Laba tahun berjalan                                                                                       xxx

Pendapatan komprehensif                                                                            xxx

Pajak penghasilan terkait                                                                              (xxx)

Total laba komprehensif                                                                                xxx

Laba yang dapat diatribusikan kepada:

Pemilik entitas induk                                                                                     xxx

Kepentingan non pengendali                                                                        xxx

NERACA

Aktiva Pajak Tangguhan                                                                               xxx     atau


Kewajiban Pajak Tangguhan                                                                         xxx

Apa yang menjadi masalah ?

Pengajaran pajak tidak diintegrasikan dengan pengetahun akuntansi yang lain


= menghafal regulasi, tidak memahami signifikansi, membosankan, tidak penting, dan
kurang menarik.

Pengajaran akuntansi tidak mengkaitkan dengan aspek perpajakan à transaksi tidak


dilihat secara integratif dengan pajaknya:

§  Penjualan / pembelian dengan mengabaikan PPN atau PPnBM

§  Pembayaran gaji, sewa mengabaikan pajak yang dipotong

§  Penerimaan pendapatan tidak memperhatikan pajak yang telah dipotong pihak lain

Perpajakan merupakan kewajiban perusahaan = menjadikan pembukuan/akuntansi


menjadi penting dan harus diselenggarakan.

Tujuan Diajarkan Perpajakan >>>

§  Dapat menjelaskan dan menerapkan ketentuan Perpajakan:

§  KUP, Banding

§  Pajak Penghasilan

§  PPN dan PPnBM

§  Bea Materai, PBB, BPHTB

§  Pajak Daerah

§  Dapat menyelesaikan administrasi perpajakan sebuah entitas à identifikasi,


administrasi, pembukuan, pembayaran, pelaporan.

§  Dapat menyajikan dan mengungkapkan informasi perpajakan dalam laporan


keuangan

Profesi Perpajakan>>>
§  Bagian Perpajakan dalam Perusahaan à administrasi pajak

§  Bagian akuntansi = mengetahui bagaimana pajak harus dibukukan. (jurnal, merancang


sistem), disajikan dan diungkapkan dalam LK

§  Auditor = memastikan kewajiban pajak telah diselesaikan, laporan keuangan telah


menyajikan dan mengungkapkan informasi pajak dengan benar.

§  Konsultan Pajak :

    - Administrasi pajak perusahaan

    - Advice dalam rangka keberatan, banding

    - Advice aspek pajak dalam bidang tertentu (kombinasi bisnis, transaksi internasional)

§  Fiskus à KPP atau DJP

Wajib Pajak Pribadi>>>

§  Pajak atas Penghasilan Perusahaan

§  Dibayar langsung oleh perusahaan :

•         Angsuran pajak (PPh 25)

•         Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29)

§  Dipotong oleh pihak lain (final, tidak final, 22, 23)

§  Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax)

§  Orang pribadi sebagai pengusaha atau yang mempekerjakan pihak lain

§  Pajak atas transaksi à PPN

§  Pajak Lainnya

§  PBB, pajak daerah, PPnBM à beban

§  Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP)

§  Pajak Daerah

§  Bea Materai
 

SIRKULASI PAJAK PERUSAHAAN

Pajak Dalam Perusahaan

§  Pajak atas Penghasilan Perusahaan

§  Dibayar langsung oleh perusahaan :

•         Angsuran pajak (PPh 25)

•         Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29)

§  Dipotong oleh pihak lain (final, tidak final, 22, 23)

§  Laporan laba rugi akan mempengaruhi jumlah beban pajak dan di Neraca à utang
pajak / pajak dibayar dimuka

§  Kewajiban memotong pajak pihak lain

§  Pajak atas penghasilan yang diterima pihak lain (21, 23, 26)
§  PPN à pajak atas penyerahan barang / jasa kena pajak

§  Tidak muncul dalam laporan laba rugi, tetapi di Neraca sebagai utang atau pajak
dibayar dimuka

§  Pajak Lainnya

§  PBB, pajak daerah, PPnBM à beban

§  Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP)

§  Pajak Daerah

§  Bea Materai

Pajak atas penghasilan perusahaan yang dipotong oleh pihak ketiga

·         PPh pasal 22

·         PPh pasal 23

Pajak penghasilan yang diangsur oleh perusahaan

·         PPh pasal 25

Pajak atas penghasilan perusahaan yang diperhitungkan setiap akhir tahun pajak

·         PPh pasal 29

Pajak yang telah dipotong Pihak Lain

§  Pajak final : sering tidak dimasukkan dalam pencatatan sehingga akan dicatat
pendapatan sebesar nilai setelah pajak ,Misal untuk pendapatan bunga deposito sering
langsung dimasukkan setelah pajak

 
§  Pajak tidak final : pajak yang dibayar dicatat sebagai pembayaran pajak dimuka

Pajak Lain

§  Pajak lain yang ada dalam perusahaan :

§  PBB : pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi dan bangunan dibayar setiap
tahun.

§  BPHTB : bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dikenakan pada pembeli saat
melakukan pengalihan hak.

§  Pajak reklame : termasuk pajak daerah

§  Pajak lain ini akan dicatat sebagai beban pada saat terjadinya. Untuk BPHTB akan
dicatat menambah harga perolehan dari tanah dan bangunan yang dibeli

TRADE OFF AKUNTANSI DAN PAJAK

§  Pajak à Penghasilan Kena Pajak besar akan menyebabkan pajak yang harus dibayarkan
besar.

§  Akuntansi : Laba sebelum pajak besar akan menyebabkan laba yang dilaporkan besar

§  Trade off ini akan semakin kecil untuk perusahaan terbuka, karena kepentingan
pemegang saham menginginkan laba yang tinggi à sehingga pajak tidak dapat
dikecilkan.

Perbedaan Pajak dan Akuntansi - 1

Penghasilan >>> Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun

§  Menghitung penghasilan kena pajak - identifikasi

§  Bukan obyek pajak

§  Beban yang boleh dikurangkan


§  Beban yang tidak boleh dikurangkan

§  Pajak final

§  Perbedaan cara pengukuran

Perbedaan Pajak dan Akuntansi – 1

§  Perbedaan Temporer

§  Depresiasi / amortisasi à metode, jangka waktu, nilai sisa

§  Biaya yang diestimasi: penyisihan piutang, penyisihan persediaan, manfaat pensiun

§  Perbedaan permanen

§  Penghasilan dikenakan pajak final

§  Biaya yang tidak boleh dikurangkan:

•         Biaya entertainment yang tidak ada bukti pendukung

•         Sumbangan

•         Biaya yang tidak terkait untuk memperoleh, mendapatkan dan memelihara


penghasilan

§  Penghasilan bukan obyek pajak

•         Laba anak perusahaan

•         Hibah

Akuntansi pajak penghasilan

Dalam standart akuntansi keuangan no.46 di fokuskan kepada Pajak Penghasilan


Perusahaan yang mempunyai Tujuan :

§  Mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan


§  Bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan
mendatang:

§  pemulihan (penyelesaian) jumlah tercatat aset (liabilitas) di masa depan yang diakui
pada laporan posisi keuangan entitas.

§  transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian lain pada periode kini yang diakui pada
laporan keuangan entitas.

§  Pernyataan ini juga mengatur pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari
sisa rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut.

§  Perbedaan pengaturan dengan IAS 12 : pengaturan pajak final, SKP, penambahan


kesesuaian dengan peraturan perpajakan untuk definisi aset pajak tangguhan

DEFINISI

§  Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada
periode masa depan sebagai akibat adanya:

§  (a) perbedaan temporer yang boleh dikurangkan;

§  (b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan

§  (c) akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan
mengizinkan.

§  Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode


masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

§  Beban pajak (Penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak
tangguhan yang diperhitungkan dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode.

§  Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban
pajak.

§  Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) adalah laba (rugi) selama
satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak
atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi).

§  Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan


pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas.
§  Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa
setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan
pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena
pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis
penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.

§  Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena
pajak (rugi pajak) untuk satu periode.

Pajak yang dibayar dimuka  >>> adalah Pajak yang dipotong/dipungut oleh pihak
ketiga atau yang dibayar oleh perusahaan setiap bulan yang akan diperhitungkan
sebagai kredit pengurang pajak di akhir tahun (untuk pajak penghasilan) atau di akhir
bulan (untuk PPN) seprti PPh 22, 23, 25 dan PPN.

Pajak yang terutang >>> adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam
Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.
2

Pengertian Laporan Keuangan Fiskal


Laporan Keuangan Komersial adalah laporan keuangan yang terdiri dari laba rugi,
neraca beserta lampirannya (laporan perubahan modal, laporan arus kas, dsb). Yang
disusun berdasarkan Standart Akuntansi Keuangan (SAK).

Laporan keuangan komersial ini pada dasarnya ditujukan untuk internal perusahaan dan
para pemegang saham. Yang mana laporan keuangan komersial lebih bersifat sebagai
acuan untuk mengambil langkah kedepan bagi manajemen perusahaan serta untuk
melihat kinerja perusahaan dalam tahun yang telah berjalan.
Proses Laporan Keuangan Fiskal
Laporan keuangan fiskal adalah Laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan
perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak.

PERBEDAAN
Pembukuan dan Pencatatan
Pembukuan

            Dalam pasal 1 angka 26 Udang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pembukuan


adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan
biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
tahun pajak berakhir.

            Wajib Pajak Badan, wajib menyelenggarakan pembukuan. Berapa-pun peredaran


bruto dalam satu tahun pajak, harus menyelenggarakan pembukuan.

 Pencatatan

             Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto
atau penjualan bruto dari usahanya dan penerimaan penghasilan lainnya dari luar usaha
dengan tujuan mempermudah perhitungan Penghasilan Kena Pajak serta
mempermudah perhitungan PPN dan PPnBM. Apabila wajib pajak dalam
memperhitungkan pajak penghasilan dengan menggunakan pencatatan, maka
penghasilan neto ditentukan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto.

Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah persentase tertentu dari peredaran  atau
penghasilan bruto usaha atau pekerjaan bebas  yang merupakan standar umum
besarnya pengasilan neto yang dianggap normal atau wajar yang dibuat dan
disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

·         Wajib Pajak Orang Pribadi, yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas, maka tidak perlu menyelenggarakan pembukuan.

·         Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang berdasarkan ketentuan Pasal 14 UU PPh diperbolehkan menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, yaitu Wajib Pajak
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran
bruto-nya dalam 1 tahun kurang dari 4,8 miliar rupiah, maka Anda tidak wajib
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan.

·         Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran bruto-nya dalam 1 tahun lebih dari 4,8 miliar rupiah, maka wajib
menyelenggarakan pembukuan.
3

andasan Hukum UU No.36 Th 2008 PPh


Pengertian Badan sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha

Jenis-Jenis Badan : perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan


lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun dan sebagainya.

PENGUKURAN ASSET

Pengeluaran yang didak boleh dibebankan Sekaligus Pasal 9 Ayat (2) UU PPh 

Merupakan Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan


yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan dikapitalisasi saat
pengeluaran, untuk kemudian dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.

• Perolehan yang dipengaruhi hubungan istimewa.

• Tukar menukar harta.

• Perolehan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,


atau pengambilalihan usaha, kecuali  ditentukan lain oleh Menkeu.

• Pengalihan selain dalam bentuk sumbangan keagamaan yang bersifat wajib kepada
lembaga yang dibentuk atau disahkan pemerintah; atau hibah kepada keluarga dalam
garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
sesuai ketentuan Menkeu.

• Pengalihan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

Berlaku nilai sesuai nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang
ditetapkan Dirjen Pajak, untuk:

• Pengalihan dalam bentuk sumbangan keagamaan yang bersifat wajib kepada lembaga
yang dibentuk atau disahkan pemerintah; atau hibah kepada keluarga dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial sesuai
ketentuan Menkeu.

• Warisan.

arif Penyusutan dan Amortisasi Pasal 11 Ayat (6), dan (7);


serta Pasal 11A Ayat (2) UU PPh

PSAK 60. 16 Revisi 2007 menyatakan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam
bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan
tidak dimaksudkan untuk dijual kembali dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai
masa manfaatlebih dari satu tahun.

Tarif Penyusutan dan Amortisasi Pasal 11 Ayat (6), dan (7); serta Pasal 11A Ayat (2) UU
PPh

Kelompok Aset Masa Tarif Penyusutan Tarif Penyusutan


Manfaat
(Metode Garis (Metode Saldo Menurun
Lurus) Berganda)
Aset Berwujud Selain
Bangunan dan Aset Tak
Berwujud
Kelompok I 4 Tahun 25% 50%
Kelompok II 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 Tahun 5% 10%
Bangunan

Non Permanen 10 Tahun 10% -


Permanen 20 Tahun 5% -
· Kelompok I              : Contohnya  Sepeda motor, sepeda dan becak. Atau

  Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa   

  Yang bersangkutan.

· Kelompok II             : Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.

· Kelompok III           : Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk.


· Kelompok IV           : Mesin berat untuk konstruksi, Kapal penumpang,

   kapal barang dan sejenisnya.

Ketentuan Khusus Atas Penyusutan

-  Penyusutan tidak boleh dilakukan atas aset yang tidak dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Atas aset ini, keuntungan
pengalihannya merupakan objek pajak, akan tetapi kerugian pengalihannya tidak
dapat dibebankan sebagai biaya.

-  Aset berupa tanah tidak dikenai penyusutan.

-  Atas aset yang dilakukan revaluasi, maka paska revaluasi dilakukan perubahan
beban penyusutan sesuai dengan nilah hasil revaluasi.

-  Penyusutan aset bagi sektor industri tertentu dapat dikenai ketentuan berbeda, di
antaranya dapat diberikan fasilitas percepatan pengakuan beban penyusutan, diatur
oleh ketentuan Menkeu.

Ada tiga klasifikasi tarif yang berlaku bagi badan usaha yang penghasilan brutonya berbeda-
beda. Pertama adalah bagi badan usaha yang penghasilan bruto (peredaran brutonya) di
bawah Rp4.8 Miliar.

Kedua adalah bagi badan usaha yang penghasilan bruto atau (peredaran brutonya) di atas
Rp4.8 Miliar dan kurang dari Rp50 Miliar.

Ketiga adalah bagi badan usaha yang penghasilan bruto (gross income-nya) lebih dari Rp50
Miliar.

Bila peredaran bruto (omzet) atau 'gross income' usaha Anda di bawah Rp4.8 Miliar, maka
tarif pajaknya adalah 0,5% dari Jumlah Peredaran Bruto (omzet). (Jumlah seluruh total
penjualan / pendapatan sebelum dikurangi biaya/beban X 0,5%). Tarif ini mulai
diberlakukan per 1 Juli 2018.

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.
50.000.000.000,- (lima puluh milyar) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% (lima puluh persen) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran
bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah).

Bila 'gross income' di atas Rp50 Miliar, maka tarif pajaknya adalah 25% dari Penghasilan
Kena Pajak. (Penghasilan Kena Pajak = Pendapatan/Penjualan – Biaya/Beban Operasional
dikoreksi fiskal +/-).

Contoh Soal
SOAL ILUSTRASI :

PT. Universal merupakan unit BUT yang dimiliki oleh suatu perusahaan asing yang
bergerak di bidang manufaktur barang – barang kerajinan. Di tahun 2012, PT. Universal
mencatatkan peredaran bruto sebesar Rp 25.000.000.000,00 serta total biaya operasi dan
non operasi sesuai laporan finansial sebesar Rp 16.500.000.000,00. Atas pemeriksaan
ulang, nilai tersebut perlu mendapatkan koreksi fiskal positif senilai Rp 500.000.000,00.
Jika penghasilan BUT seluruhnya dikirimkan kepada perusahaan induk, berapakah PPh 26
yang seharusnya dipotong terhadap penghasilan PT. Universal? Bagaimana PT. Universal
melakukan penjurnalan?

Jawaban         :

            Peredaran bruto                                           Rp 25.000.000.000

            Biaya operasi dan non operasi                  (Rp 16.500.000.000)

            Koreksi fiskal positif                                   Rp      500.000.000

            Penghasilan Kena Pajak                             Rp  9.000.000.000,-

Bagian PKP terkena keringanan tarif pasal 31E

            = 4.800.000.000/ 25.000.000.000 * 9.000.000.000

            = Rp 1.728.000.000

PPh badan atas penghasilan BUT

            = 50% x 25% x 1.728.000.000 + 25% x (9.000.000.000 -  1.728.000.000)

            = 12,5% x 1.728.000.000     + 25% x 7.272.000.000

            = 216.000.000 +   1.818.000.000


            = Rp 2.034.000.000

Penghasilan sebelum pajak                       Rp 9.000.000.000

            PPh badan                                     (Rp 2.034.000.000)

            Penghasilan setelah pajak              Rp 6.966.000.000,-

PPh 26 atas penghasilan setelah pajak     (Jika Perusahaan Asing dan tidak ada P3B-
Perjanjian penghindaran pajak berganda antar Negara)

            = 20% x 9.000.000.000

            = Rp 1.800.000.000,-

Jurnal

            Income Summary                 6.966.000.000

                        Laba Ditahan                                               6.966.000.000

            

              Beban pajak                          2.034.000.000

                        Utang PPh 29                                                2.034.000.000

                

           Beban Pajak                          1.800.000.000

                       Utang PPh 26                                                1.800.000.000

Tambahan Materi dan Contoh Kasus


Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang
PPN, Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan
atau keterikatan satu dengan yang lain. Adapun dijelaskan  pada  Pasal 8 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan,
ketergantungan atau keterikatan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung
berkenaan dengan usaha, pekerjaan, atau kepemilikan atau penguasaan, yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang bersangkutan.Penjelasan terkait Hubungan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan adalah sebagai berikut:

1.    Berkenaan dengan usaha

Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan usaha antara


Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima, dapat terjadi apabila terdapat
transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak. Transaksi yang bersifat rutin
antara kedua belah pihak adalah berupa pembelian, penjualan, atau pemberian imbalan
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2.    Berkenaan dengan pekerjaan

Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan pekerjaan antara


Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima terjadi apabila terdapat hubungan
yang berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau
tidak langsung antara kedua pihak tersebut. Contoh hubungan berkenaan dengan
pekerjaan adalah sebagai berikut:

a)            Tuan Andi merupakan direktur PT XYZ dan Tuan Banu merupakan pegawai PT
XYZ. Dalam hal ini, antara PT XYZ dengan Tuan Andi dan/atau Tuan Banu terdapat
hubungan pekerjaan langsung. Jika Tuan Andi dan/atau Tuan Banu menerima bantuan
atau sumbangan dari PT XYZ atau sebaliknya, maka bantuan atau sumbangan tersebut
merupakan objek Pajak Penghasilan bagi yang menerima karena antara PT XYZ dengan
Tuan Andi dan/atau Tuan Banu mempunyai hubungan pekerjaan langsung.

3.    Berkenaan kepemilikan atau penyertaan modal

Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan kepemilikan


atau penguasaan antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima terjadi
apabila terdapat kepemilikan atau penyertaan modal; atau adanya penguasaan melalui
manajemen atau penggunaan teknologi. Selain itu, hubungan istimewa di antara Wajib
Pajak orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan.
Berikut penjelasan mengenai penyebab Hubungan istimewa :

a)         Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak
dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak
atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.
Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan saham oleh
PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50% (lima
puluh persen) saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung
mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal
demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT
A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C, dan PT D
dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat
juga terjadi antara orang pribadi dan badan.

Harga perolehan dan pengalihan harta dalam Undang-undang Pajak Penghasilan

Harga perolehan dan pengalihan harta mempengaruhi besarnya penghasilan yang


diperoleh wajib pajak. Pasal 10 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur tentang
penentuan harga perolehan dan pengalihan harta, serta nilai pemakaian persediaan. Ada
beberapa cara dalam perolehan dan pengalihan harta, yaitu sebagai berikut:

1.    Jual Beli

Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah
jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat
hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.

Contoh kasus

CV L menjual mobil kepada CV H dengan harga Rp110.000.000,-, tetapi harga pasar


wajar dari mobil tersebut adalah Rp150.000.000,-. Nilai buku mobil tersebut bagi CV L
adalah Rp90.000.000,-
Jika antara CV L dan CV H ada hubungan istimewa, harga penjualan adalah harga pasar
wajar sebesar Rp150.000.000,-, sehingga keuntungan yang diperoleh oleh CV L sebesar
Rp40.000.000,-

2.    Tukar Menukar

Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar‐menukar harta adalah jumlah
yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.

Contoh kasus

CV L menukarkan Mobil merk Cayla (Nilai Buku Rp100.000.000,-; Harga Pasar


Rp150.000.000,-) dengan Mobil merk Toyota (Nilai Buku Rp80.000.000,-; Harga Pasar
Rp150.000.000,-) milik CV H. Dari transaksi tersebut, CV L memperoleh keuntungan
sebesar Rp50.000.000,- dan CV H memperoleh keuntungan sebesar Rp70.000.000,-.

Sehingga harga perolehan Mobil merk Cayla dan Mobil merk Toyota dari pertukaran
tersebut adalah sebesar harga pasarnya, yaitu Rp150.000.000,-

3.    Likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau


pengambilalihan usaha

Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan

Contoh kasus

PT B menggabungkan usaha dengan PT S. Pada saat penggabungan, Mobil yang dimiliki


PT B memiliki nilai buku Rp150.000.000,-, sedangkan harga pasarnya adalah
Rp175.000.000,-. Maka PT B memperoleh keuntungan sebesar Rp25.000.000,-.
4

PPH PASAL 21
Landasan Hukum:

Pasal 21 UU PPh

PMK No. 152/PMK.010/2015

Pengantar

            Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas


penghasilan berupa gaji,upah, honorarium, tunjangan , dan pembayaran lain dengan
bentuk dan nama apa pun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan tersebut yang dilakukan oleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

            Pada PPh pasal 21 ini menggunakan istilah pemotongan. Istilah pemotongan
digunakan untuk menunjukkan objek yang dikenakan pemotongan yaitu penghasilan
brutto yang dibayar oleh pemberi kerja, karena adanya aliran penghasilan, sehingga
penghasilan yang diterima pekerja tidak utuh, tetapi setelah dipotong PPh pasal 21.

Definisi

Pajak yang dikenakan terhadap WP orang pribadi dalam negeri atas penghasilan yang
terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Penghasilan yang dimaksud dapat berbentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan,


pensiun, atau pembayaran lain dengan nama apapun.

Subjek pajak & Objek Pajak


Subjek Pajak

 Pegawai.
 Penerima uang pesangon, pensiun/ uang manfaat pensiun, THT/ JHT, berikut ahli
waris.
 Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan atas pekerjaan,
jasa, atau kegiatan dan peserta kegiatan.

Objek Pajak

 Penghasilan pegawai tetap.


o Penghasilan penerima pensiun secara teratur.
o Penghasilan terkait PHK dan pensiun yang diterima secara sekaligus.
 Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas.
o Imbalan kepada bukan pegawai.
o Imbalan kepada peserta kegiatan.

Alur Perpajakan WP Orang Pribadi


 Beban Pajak Terutang Sesuai SPT
 (Tidak termasuk pajak final)
 Dikurangi
o Kredit PPh 21
 Dikurangi
o Kredit Pajak Lain (PPh 22, 23, 24)
 Dikurangi
o Pajak yang Dibayar Sendiri (Angsuran PPh 25)
 Akhir Tahun
o Pajak Kurang (Lebih) Bayar

PPh 21 Lebih Bayar

- Jika WP menyampaikan SPT lebih bayar, maka SPT disampaikan maksimal 3 tahun
setelah berakhirnya tahun pajak bersangkutan.

- Jika SPT disampaikan melewati 3 tahun sesudah berakhirnya tahun pajak dan WP telah
ditegur secara tertulis, maka pelaporan tidak dianggap sebagai SPT PPh

                                                       Lapisan Tarif

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


1 0 s/d Rp 50.000.00,00 5%
2 Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00 15%
3 Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 25%
4 Di atas Rp 500.000.000,00 30%

Dasar Pengenaan (2)

 Penghasilan yang melebihi Rp 4.500.000,- per bulan


o Berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, mingguan,
satuan, atau borongan.
o Berlaku sepanjang penghasilan kumulatif sebulan tidak melebihi
Rp 4.500.000,-
 50% dari Penghasilan bruto
o Bukan pegawai yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan
(baik tenaga ahli maupun bukan).
 Penghasilan bruto
o Merupakan seluruh jumlah penghasilan yg diterima atau diperoleh dalam
suatu periode atau saat dibayarkan.
o Berlaku atas penghasilan yang diterima oleh pihak selain yang telah diatur
berdasar ketiga DPP sebelumnya.

Elemen PTKP

No. Elemen PTKP


1 WP Sendiri Rp 54.000.000,-
2 Status Kawin Rp 4.500.000,-
3 Tanggungan, per orang, dengan jumlah maksimal tiga Rp 4.500.000,-
orang tanggungan.
4 PTKP bagi istri yang penghasilannnya digabung. Rp 54.000.000,-
Perhitungan Teknis
Penghitungan Teknis

Gaji Pokok XXX  


Tunjangan, bonus, imbalan bulanan lain XXX  
Iuran JKK, JKM, JPK yang dibayar perusahaan XXX  
Penghasilan bruto per bulan   XXX
(Biaya jabatan) (YYY)  
(Iuran dana pension, JHT, THT yang dibayar karyawan) (YYY)  
Penghasilan netto per bulan {x 12}   XXX
Penghasilan netto setahun   XXX
(PTKP)   (YYY)
Penghasilan Kena Pajak {x Tarif}   XXX
Pajak terutang setahun {/12}   ZZZ
Pajak terutang per bulan   ZZZ
 

Penjelasan PPh 21 >>>

-  Pembayaran gaji karyawan:

- Jumlah yang ditanggung perusahaan = menambah komponen gaji

- Jumlah yang ditanggung karyawan =mengurangi kas yang diterima karyawan

- Jumlah komitmen pada pihak lain =diakui sebagai utang misal pajak, iuran pensiun,
asuransi

Ilustrasi Soal
SOAL ILUSTRASI
PT. Sudan membayarkan gaji bruto sebesar Rp 5.000.000,00, dengan iuran pensiun
sebesar Rp 65.000,00 dan PPh 21 sebesar Rp 42.250,00. Bagaimanakah
PT. Sudan melakukan penjurnalan jika:

a. Iuran pensiun ditanggung dan dibayarkan oleh perusahaan.


b. Iuran pensiun ditanggung dan dibayarkan oleh pegawai.
c. Iuran pensiun ditanggung oleh pegawai, namun dan dibayarkan oleh perusahaan.

PENJURNALAN :

A. Beban gaji                           5.000.000

    Beban Tunjangan Pensiun      65.000

         Kas                                                  4.957.750

         Utang iuran pensiun                           65.000

          Utang PPh 21                                      42.250

B. Beban gaji                            5.000.000

          Kas                                                     4.957.750

          Utang PPh psl 21                                   42.250

C. Beban Gaji                            5.000.000

          Kas                                                       4.892.750

          Utang iuran pensiun                                  65.000

           utang PPh 21                                            42.250


5

Pengertian Pajak penghasilan 26


Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di
Indonesia.

Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya


dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya
menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

Tarif, Dasar dan Sifat Pengenaan (1)

20% dari jumlah bruto, dan bersifat final, atas:

· Dividen

. Bunga, premium, diskonto, dan imbalan lain terkait pengembalian utang.

· Royalti, sewa, dan penghasilan lain terkait penggunaan harta.

· Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan.

· Hadiah dan penghargaan.

· Pensiun dan pembayaran berkala lain.

·Premi swap dan transaksi lindung nilai lain.

·Keuntungan atas pembebasan utang.

Soal Ilustrasi Tarif Dasar Pengenaan 1


SOAL ILUSTRASI :

Friedrich merupakan seorang seorang pengusaha yang memiliki kegiatan bisnis di Asia
Timur melalui pemberian dana pinjaman berbunga rendah. Selama 2012, Friedrich telah
meminjamkan dana dengan rata – rata pokok pinjaman tertimbang sebesar $ 2.000.000
dan tingkat bunga rata – rata 6,5%  Kurs KMK ditetapkan konstan sepanjang tahun pada
tingkat Rp 9.100,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang seharusnya dipotong oleh
para debitur Friedrich? Bagaimana penjurnalan oleh debitur?

Jawaban        :

Pajak terutang          = 20% x (6,5% x 2.000.000 x 9.100)

                                    = 20% x 1.183.000.000

                                    = Rp 236.600.000,00

Jurnal

            Beban bunga                        1.183.000.000

                        Utang PPh 26                        236.600.000

                        Kas                                         946.400.000

SOAL ILUSTRASI :

            Barbarossa merupakan seorang dokter berkewarganegaraan asing yang selama


periode Januari – Maret 2012 tinggal di Indonesia untuk memberikan jasa
pendampingan riset bagi suatu rumah sakit yang baru berdiri. Barbarossa menerima
pembayaran senilai $ 21.750 yang dibayarkan sekaligus di muka kontrak. Kurs KMK yang
berlaku di awal januari adalah Rp 9.350,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang
seharusnya dikenakan atas penghasilan Barbarossa? Bagaimana penjurnalan oleh
pemberi kerja?

Jawaban         :

Pajak terutang           = 20% x (21.750 x 9.350)

                                    = 20% x 203.362.500

                                    = Rp 40.672.500

Jurnal Beban gaji                              203.362.500


                        Utang PPh 26                            40.672.500

                        Kas                                            162.690.000

Tarif Dasar Pengenaan 2


Tarif, Dasar, dan Sifat Pengenaan (2)

1. 20% dari perkiraan penghasilan netto, dan bersifat final, atas:

• Penghasilan atas penjualan harta, selain yang diatur oleh Pasal 4 Ayat (2).

• Premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi luar negeri.

• Penghasilan atas penjualan saham perusahaan antara di tax haven country  yang
berhubungan istimewa dengan badan atau BUT di Indonesia.

2. 20% dari PKP setelah pajak, dan bersifat final, atas:

• Penghasilan atas Bentuk Usaha Tetap.

• Dikecualikan dari pengenaan, jika penghasilan tersebut ditanamkan kembali di


Indonesia.

OAL ILUSTRASI :

Fai Su Chen merupakan warga negara China yang memiliki HAKI yang diakui di dunia.
Sebuah perusahaan di Indonesia memanfaatkan HAKI Fai Su Chen dan membayarkan
royalti sebesar Rp 115.000.000,00 setiap tahunnya. Pemerintah Indonesia dan China
terikat P3B dengan ketentuan atas royalti dipungut pajaknya oleh Pemerintah Indonesia
dengan tarif 10%. Bagaimanakah perusahaan tersebut melakukan penjurnalan?

Jawaban         :

Pajak terutang          = 10% x 115.000.000

                                  = 11.500.000

Jurnal oleh perusahaan

            Beban royalti            115.000.000


                        Utang pajak                 11.500.000

                         Kas                             103.500.000
6

Pajak Penghasilan 23
PPh 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan dari penyerahan jasa, atau
hadiah dan penghargaan , Bab ini akan menjelaskan tentang PPh Pasal 23 dengan
menggunakan dasar aturan Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan. PPh 23 pada
umumnya bukan berkaitan dengan hubungan majikan dan pekerja tetapi kepada
penghasilan yang berasal dari harta berwujud atau tidak berwujud, dana simpanan atau
modal, dan pemberian jasa profesi.

 Penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh 23 adalah orang pribadi atau
badan. Dalam halnya subjek pajak dalam negeri . Penerima penghasilan yang dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23 harus subjek pajak dalam negeri.

Tarif Pajak
 15% dari jumlah bruto atas:
o Dividen (Bagian Laba yang diperoleh pemegang saham atas modal atau
penyertaan yang dimilikinya)
o Bunga (termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian hutang)
o Royalti (suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai
imbalan atas : Penggunaan hak cipta, hak menggunakan peralatan
industri, Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial , dsb.
o Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang dipotong PPh 21
huruf (e).
 2% dari jumlah bruto (sebelum PPN) atas:
o Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
yang dikenai PPh pasal 4 ayat (2).
o Imbalan jasa teknik, manajemen, konstruksi, konsultan, katering dan jasa
lain selain yang dipotong PPh 21.
 Bagi yang tidak memiliki NPWP dikenai tarif 100% lebih tinggi.

Lingkup Jasa Dikenai PPh 23 berdasarkan PMK No. 244/


PMK. 03/ 2008.(1)
Adapun Jenis jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23 tidak termasuk PPN adalah :

 Jasa penilai (appraisal);


 Jasa aktuaris;
 Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
 Jasa perancang (design);
 Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
 Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
 Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
 Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
 Jasa penebangan hutan;
 Jasa pengolahan limbah;
 Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
 Jasa perantara dan/atau keagenan;

Lingkup Jasa Dikenai PPh 23 (2)


PMK No. 244/ PMK. 03/ 2008

 Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh


Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
 Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
 Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
 Jasa mixing film;
 Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan
dan perbaikan;
 Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
 Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

Soal Ilustrasi
Membayar sewa sebesar 100.000.000 dikenakan pajak PPh 23 sebesar 2%.

Penjurnalan>>>

Pemotong

Beban Sewa                   100.000.000

       Utang PPh 23                              2.000.000     

       Kas                                            98.000.000


Yang dipotong

Kas                                             98.000.000

PPh 23 dibayar dimuka                 2.000.000      

      Pendapatan Sewa                                      100.000.000

PT. Karya menandatangani sebuah kontrak untuk melaksanakan pengolahan


limbah dengan teknik sanitary landfill di 10 lokasi dengan imbalan jasa sebesar Rp
35.000.000,00. Berapakah besarnya PPh 23 yang dipotong oleh klien terhadap PT.
Karya dan bagaimana penjurnalannya saat pembayaran?

Jawaban:

            Beban PPh 23            = 2% x 35.000.000

                                                = Rp 700.000,00

Jurnal PT. Karya                                                                  

Kas                                               34.300.000                         

Pajak dibayar di muka PPh 2       700.000                                           

      Pendapatan jasa                                 35.000.000                           

Klien

Beban Operasi 35.000.000

Kas 34.300.000

Utang PPH23 700.000


7

7.1 Pasal 22 UU PPh


Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dilaksanakan oleh pihak yang biisa ditunjuk
sebagai pemungut pajak yang terutangnya pada saat pembayaran. Jika dikecualikan atau
pengaturan berdasarkan pemungutan, tata cara dan  besarnya pungutan pajak
ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pengaturan tersebut meliputi :
kegiatan impor barang, kegiatan pembelian barang (terhutang dan dipungut pada saat
dilakukan pembayaran), kegiatan hasil produksi (yang dipungut pada saat penjualan),
kegiatan hasil produksi atau pengolahan barang (terutang dan dipungut ketika pada
saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang), Pemungutan tersebut dilakukan
dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nama WP (Wajib
Pajak) ke bank persepsi atau boleh juga di kantor pos.

Pemungut, Penyetor, dan Pelapor (1)

 Aktivitas Penyerahan Barang


o Bendahara pemerintah untuk mekanisme pembelian barang.
o Bendahara pengeluaran untuk mekanisme Uang Persediaan (UP).
o Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar (SPM) untuk mekanisme Pembayaran Langsung (LS).

 Aktivitas Impor
o Bank Devisa
o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 

Pemungut, Penyetor, dan Pelapor (2)

 Aktivitas di Industri Tertentu


o Badan usaha yang ditunjuk Kepala KPP untuk penjualan hasil produksi
dalam negeri di industri semen, kertas, baja, dan otomotif.
o Produsen atau importir BBM, gas, dan pelumas untuk penjualan komoditas
tersebut.
o Industri atau eksportir yang ditunjuk Kepala KPP untuk pembelian bahan
keperluan di sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.

 Aktivitas Penyerahan Barang


o 1,5% dari harga pembelian.
 Aktivitas Impor
o 2,5% dari nilai impor bagi pengguna Angka Pengenal Impor (API).
o 0,5% bagi pengguna API untuk impor kedelai, gandum, dan tepung terigu.
o 7,5% dari nilai impor bagi non pengguna API.
o 7,5% dari harga jual lelang untuk barang yang tidak dikuasai.
o Nilai impor = CIF ditambah Bea Masuk dan pungutan lain.
.2 Pencatatan Transaksi
Pencatatan Transaksi PPh 22
Bendaharawan Negara dan Impor

 PPh 22 Dipungut Bendaharawan Negara


o Jumlah pajak yang dipungut oleh bendaharawan merupakan pengurang
kas yang diterima dicatat sebagai pembayaran pajak dimuka.
o PPN dan PPnBM tidak dicatat, namun bukti potongnya dimintakan untuk
memperoleh restitusi pajak.
 PPh 22 Atas Impor
o Jumlah PPh 22 yang dibayarkan dicatat sebagai pajak dibayar dimuka.
o Untuk Bea Masuk dan PPnBM menjadi penambah nilai persediaan.

7.3 Soal Ilustrasi


CV. Pincala mengirimkan tagihan ke Pemprov Aceh atas pengadaan barang sebesar
Rp 220.000.000,00 termasuk PPN. Pengadaan barang tersebut dikenai pemungutan
PPh 22 sebesar 1,5%. Harga pokok penjualan atas barang tersebut adalah Rp
115.000.000,00. Bagaimanakah CV. Pincala melakukan penjurnalan?

Jawaban        :

Piutang Dagang                         170.000.000

Pajak dibayar dimuka PPh 22       30.000.000

   Penjualan                                                       200.000.000

Harga Pokok Penjualan               115.000.000

    Persediaan                                                     115.000.000

7.4 Pencatatan Transaksi PPh 22 Industri Tertentu


 Pihak Pemungut
o Mencatat penerimaan kas dan mengakui utang pajak, sebab harus disetor
ke kas negara.
 Pihak yang Dipungut
o Mencatat pembayaran tersebut sebagai pajak dibayar di muka pada saat
pembelian, sebab kewajiban perpajakannya telah dipenuhi.

Sanksi Tarif
Bagi WP yang tidak memiliki NPWP, tarif lebih tinggi 100% untuk PPh 22 tidak
final.

Saat Terutang dan Pelunasan

Pemungutan pajak terutang dilakukan saat pembayaran kecuali ditetapkan berlainan


oleh Menkeu. Pengecualian tersebut antara lain :

- Kegiatan Impor

o   Saat pembayaran bea masuk. Kecuali jika pembayaran bea masuk


ditunda/dibebaskan, pemungutan dilakukan saat penyelesaian Pemberitahuan Impor
Barang (PIB).

- Kegiatan Pembelian Barang

o   Saat pembayaran.

-  Pembelian Hasil Produksi

o   Saat penjualan.

-  Penjualan Hasil Produksi/ Pengolahan Barang

o   Saat penerbitan delivery order.

Penyetoran hasil pungutan dilakukan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos.

Objek Dikecualikan dari Pemungutan (1)

-  Impor barang dan/ atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh.

- Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/ atau PPN.

- Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata – nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali.

Impor kembali, yang meliputi barang – barang yang diimpor kembali dalam kualitas
yang sama atau barang yang telah diekspor untuk perbaikan,

- pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentutakn Ditjen Bea dan
Cukai.
Objek Dikecualikan dari Pemungutan (2)

- Pembayaran atas pengadaan barang bagi institusi pemerintah jika berjumlah maksimal
Rp 2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran terpecah-pecah; atau jika ditujukan
untuk pembelian BBM, listrik, gas, pelumas, air minum/ PDAM, dan benda pos.

- Pembayaran untuk pembelian gabah dan/ atau beras oleh Perum Bulog.

- Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
yang ditujukan untuk ekspor.

- Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana BOS.

7.5 Pengecualian PPh 22


Pengecualian memerlukan bukti berupa Surat keterangan Bebas PPh 22 yang diterbitkan
oleh Dirjen Pajak untuk:

 Impor barang dan/ atau penyerahan barang yang tidak terutang PPh.
 Emas batangan yang diproses untuk menghasilkan perhiasan untuk diimpor.

Pelaksanaan pengecualian dari pemungutan PPh 22 dilakukan oleh Ditjen Bea dan Cukai,
dengan tata cara yang diatur oleh Dirjen Bea dan Cukai dan/ atau Ditjen Pajak.

SOAL ILUSTRASI>>>

· Membeli beberapa unit kendaraan  2.000.000.000 (pajak 0,45%). PPh 22 sebesar


4.500.000

Penjurnalan>>>

Kas                                                     2.004.500.000

            Utang PPh 22                                                       4.500.000

            Penjualan                                                      2.000.000.000

Persediaan                                              2.000.000.000

Pajak dibayar dimuka PPh 22                       4.500.000


                                    Kas                                                   2.004.500.000
9

Pada prinsipnya PPh dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib pajak Dalam
Negeri yang berasal dari berbagai sumber dan jenis penghasilan. Maka, Wajib Pajak
dalam negeri terutang pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal dari seluruh
penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Luar Negeri. 
Dengan digabungkannya seluruh penghasilan untuk menentukan PPh terutang, maka
PPh yang dipotong atau dipungut atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri di luar
negeri atau disetor oleh wajib pajak dalam negeri di luar negeri tentunya dapat
dikurangkan sebagai kredit pajak. Tetapi meskipun semua jenis dan sumber
pengahasilan harus digabung untuk menentukan PPh terutang, PPh yang dipotong atau
dipungut di luar negeri atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak dalam Negeri atau
PPh yang disetor sendiri oleh WP Dalam Negeri di Luar Negeri, tidak Otomatis semua
PPh tersebut dapat dikreditkan.

Prosedur Permohonan
Permohonan disampaikan kepada Dirjen Pajak ketika penyerahan SPT PPh dengan
melampirkan :

-  Laporan keuangan dari penghasilan luar negeri.

-  Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak (Tax Return) yang disampaikan di luar negeri.

-  Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Ketentuan Pengkreditan

Pajak yang boleh dikreditkan hanya pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh WP.

Penentuan Nilai Dikreditkan

Penentuan nilai batas maksimum kredit pajak dapat dilakukan tanpa harus melakukan
penghitungan menyeluruh berdasarkan peraturan  sebagai berikut :

a. Jika tarif acuan pengenaan pajak di luar negeri > dalam negeri, maka besaran
Nilai Pajak Dikreditkan
b. Jika tarif acuan pengenaan pajak di luar negeri < dalam negeri; atau jika tengah
mengalami rugi fiskal dalam negeri maka besaran
c. Nilai Pajak Dikreditkan  = Beban Pajak yang Telah Dipotong di Luar Negeri

Catatan :

 PKP dapat bernilai sama dengan penghasilan netto bagi WP badan, namun tidak
bagi OP.
 Nilai pajak dikreditkan tidak dapat melebihi beban pajak sesuai pasal 17

Negara Sumber Penghasilan (1)

· Penghasilan dari saham/sekuritas atau keuntungan pengalihan saham/sekuritas lain.

- Negara tempat badan yang menerbitkan saham/sekuritas.

· Bunga, royalti, dan sewa sehubungan penggunaan harta bergerak.

-Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, sewa.

· Penghasilan sewa sehubungan penggunaan harta tidak bergerak.

- Negara tempat harta tersebut terletak.

· Penghasilan berupa imbalan terkait jasa, pekerjaan, dan kegiatan.

- Negara tempat pihak yang membayar/ dibebani imbalan.

 Penghasilan BUT.

- Negara tempat BUT menjalankan usaha/ kegiatan.

· Penghasilan dari pengalihan hak penambangan atau tanda pemberian modal kepada
perusahaan penambangan.

- Negara lokasi penambangan.

·  Keuntungan karena pengalihan harta tetap.

- Negara tempat harta tetap.

. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu BUT.
- Negara tempat BUT.

Penentuan Nilai Dikreditkan


Penentuan nilai batas maksimum kredit pajak dapat dilakukan tanpa harus melakukan
penghitungan menyeluruh berdasarkan peraturan  sebagai berikut :

a. Jika tarif acuan pengenaan pajak di luar negeri > dalam negeri, maka besaran Nilai
Pajak Dikreditkan

b. Jika tarif acuan pengenaan pajak di luar negeri < dalam negeri; atau jika tengah
mengalami rugi fiskal dalam negeri maka besaran

c. Nilai Pajak Dikreditkan  = Beban Pajak yang Telah Dipotong di Luar Negeri

Catatan :

 PKP dapat bernilai sama dengan penghasilan netto bagi WP badan, namun tidak
bagi OP.
 Nilai pajak dikreditkan tidak dapat melebihi beban pajak sesuai pasal 17.

PT. KARJAM memperoleh penghasilan netto selama tahun 2011 dari dalam dan luar
negeri sebagai berikut:

            Penghasilan DN                               Rp 4.000.000.000,00

            Penghasilan LN                                Rp 2.500.000.000,00

Jika diketahui bahwa tarif pajak di luar negeri adalah sebesar 20%, maka berapakah nilai
batas maksimum kredit pajak dan nilai yang dikreditkan? Bagaimana penjurnalan
dilakukan saat penerimaan penghasilan dari luar negeri dan saat penghitungan pajak
penghasilan akhir tahun ?

Jawaban :

            Penghasilan LN                                Rp 4.000.000.000

            Penghasilan DN                               Rp 2.500.000.000

            Total penghasilan netto                  Rp 6.500.000.000


 

Beban PPh badan                            = 25% x 6.500.000.000

                                                        = Rp 1.625.000.000

Batas maksimum kredit pajak         = Rp 4.000.000.000 / Rp. 6.500.000.000 X Rp.


1.625.000.000

                                                        = Rp. 1.000.000.000

Beban pajak dibayarkan di LN         = 20% x 2.500.000.000

                                                         = Rp 500.000.000,-

Nilai Pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp. 500.000.000,-

 Jurnal yang Diperlukan adalah :

Pada Saat menerima penghasilan :

Kas                                                 2.000.000.000 D

Pajak Dibayar Dimuka PPh 24          500.000.000 D

Pendapatan Luar Negeri               2.500.000.000 K

Pencatatan Akhir Tahun

Beban Pajak                                  1.625.000.000 D

Pajak Dibayar Dimuka PPh 24         500.000.000 K

Utang Pajak PPh Badan 29           1.125.000.000 K 


10

Defenisi PPh 25
Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya disingkat PPh 25, merupakan angsuran pajak
penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam 
tahun pajak berjalan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pembayaran Angsuran
Pajak setiap bulan tersebut dimaksudkan untuk meringankan beban wajib pajak dalam
membayar pajak terhutang.

 Angsuran PPh Pasal 25 tersebut dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akir tahun pajak yang dilaporkan
dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh).

Definisi

Angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan pada tahun
berjalan.

Angsuran PPh 25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak terutang atas seluruh
penghasilan WP di akhir tahun pajak yang diaporkan dalam SPT Tahunan
PPh. Merupakan salah satu penentu nilai pajak kurang (lebih) bayar.

Cara Perhitungan
Cara Penghitungan

 Pajak terutang sesuai SPT.


o Dikurangi
 Kredit pajak dalam negeri.
o Kredit PPh 21, 22, 23 (Bagi OP)
o Kredit PPh 22, 23 (Bagi Badan)
 Kredit pajak luar negeri (PPh 24).
o Dikurangi
 Angsuran PPh 25 per tahun.
o Sama Dengan
 Angsuran PPh 25 per bulan.
o Dibagi 12

Contoh Jurnal
Secara Garis Besar :
§  Perusahaan setiap bulan harus mengangsur pajak.

§  Angsuran diperhitungkan dari pajak tahun sebelumnya (untuk perusahaan baru ada
cara perhitungan sendiri)

§  Angsuran pajak pada periode berjalan dicatat sebagai pembayaran pajak dimuka.

§  Namun dapat juga dicatat sebagai beban pajak kini.

§  Kedua pendekatan akan mempengaruhi jurnal pada akhir periode.

§  Membayar angsuran per bulan.

Contoh Penjurnalan :

Pajak dibayar dimuka PPh 25       25.000.000

                        Kas                                                     25.000.000

Soal Ilustrasi
Fa. Ekakarma senantiasa melaporkan SPT pada pertengahan Maret setiap tahun dan
melakukan pembayaran angsuran PPh 25 berdasar pelaporan tersebut. Di bulan
Desember tahun lalu Fa. Ekakarma membayarkan angsuran pajak sebesar
Rp 20.000.000,00, sedangkan berdasar SPT tahun ini Fa. Ekakarma akan membayarkan
angsuran sebesar Rp 15.750.000,00 per bulan. Bagaimanakah Fa. Ekakarma melakukan
penjurnalan di setiap bulannya, dengan menggunakan pendekatan pembebanan akhir
tahun atau pendekatan pembebanan langsung?

Pendekatan pembebanan akhir tahun

Bulan januari dan februari

Pajak dibayar di muka PPh 25                  20.000.000

            Kas                                                                             20.000.000

Bulan Maret-Desember

Pajak di bayar dimuka PPh 25                  15.750.000

            Kas                                                                             15.750.000

Pendekatan Pembebanan Langsung

Bulan januari dan februari


Beban pajak kini                                          20.000.000

            Kas                                                                             20.000.000

Bulan Maret-Desember

Beban pajak kini                                          15.750.000

            Kas                                                                             15.750.000


11

1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam
bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak
lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung
pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

. 2 Objek Pertambahan Nilai (PPN) & Tarif Pajak


Pertambahan Nilai
a. Objek pertambahan nilai

Adapun objek-objek yang dikenai PPN adalah sebagai berikut:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
2. Impor Barang Kena Pajak
3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
4. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
5. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atau Tidak Berwujud dan Ekspor Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

b. Tarif pajak pertambahan nilai

Nah tarif PPN ini penting untuk diketahui supaya Anda sebagai pengusaha dapat
mengenakan PPN kepada konsumen dengan jumlah yang tepat. Berdasarkan Undang-
Undang Dasar No. 42 tahun 2009, berikut adalah tarif PPN:

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)


2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
-Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
-Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
-Ekspos Jasa Kena Pajak
3. Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen)
sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

3 Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN


c. Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN

Wajib Pajak dalam hal ini yang melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN
disebut dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah orang
pribadi atau badan usaha yang memiliki jumlah penjualan barang atau jasa lebih dari Rp
4,8 M sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013. Jadi bagi pengusaha yang
jumlah penjualan barang atau jasanya belum mencapai Rp 4,8 M maka belum bisa
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Tetapi jika akhirnya jumlah penjualan barang
atau jasanya sudah melebihi Rp 4,8 M maka pengusaha tersebut wajib melaporkannya
sehingga dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pelaporannya paling lambat
adalah akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya jumlah penjualan barang atau jasa
melebihi Rp 4,8 M.

Jadi Intisari dari PPn dapat disimpulkan sebagai berikut :

 - PPN = pajak pertambahan nilai

- PPN dikenakan atas setiap penyerahan barang kena pajak yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak.

- PPN dikenakan pada setiap level distributor

- PPN akan ditambahkan dari harga jual, sehingga jumlah yang dibayar oleh konsumen
adalah harga jual ditambah dengan PPN.

- PPN yang dibayar oleh konsumen akan dicatat sebagai PPN keluaran

§  Pencatatan saat penjualan

  Piutang dagang                        330.000

            Penjualan                                          300.000

             PPN keluaran                                     30.000

-  Pada saat melakukan pembelian barang atau barang yang yang dipergunakan untuk
produksi perusahaan harus membayar PPN kepada suplier.

- PPN yang dibayarkan pada saat pembelian disebut sebagai PPN masukan

§  Pencatatan yang dilakukan pada saat melakukan pembelian

Pembelian / persediaan         200.000

Pajak masukan                         20.000

         Utang Dagang / kas                                    220.000


-  Tidak semua pajak masukan boleh dikreditkan.

-  Jika pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan akan langsung dicatat menambah
harga perolehan aktiva: Contoh PPN masukan atas pembelian kendaraan direksi.

-  PPN yang dibayar oleh perusahaan adalah selisih atas pajak keluaran dengan pajak
masukan.

      Pajak keluaran > pajak masukan = perusahaan harus membayar

     Pajak keluaran < pajak masukan = perusahaan dapat meminta restitusi / kompensasi 
(diperhitungkan pada pajak periode berikutnya).

-  PPN dibayar dan dilaporkan untuk setiap masa (bulan, maks 3 bulan), yaitu pada tgl 15
dan 20 pada masa berikutnya.

§  Pencatatan yang dilakukan pada saat pengakuan utang:

PPN keluaran                30.000

       PPN masukan                                  20.000

       Utang PPN                                        10.000

-  Pencatatan yang dilakukan pada saat pembayaran utang

Utang PPN   10.000            

    Kas                                         10.000

-  Jika PPN masukan lebih besar perusahaan mengajukan permohonan untuk restitusi.
Fiskus akan melakukan pemeriksaan sebelum mengabulkan permohonan restitusi.

4 Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPn BM)


PPnBM menurut UU nomor 42 tahun 2009 Pasal 5 adalah pajak yang dikenakan pada
barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

·  Pertimbangan atas Dikenakannya PPnBM

PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu saat penyerahan Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah oleh pengusaha seperti yang disebutkan di atas. Lalu mengapa harus
ada pajak penjualan atas barang mewah? Berikut beberapa pertimbangan Pemerintah
mengapa mengenakan pajak penjualan barang mewah:

a. Agar tercipta keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang


berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tingg

b. Untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

c. Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional

d. Mengamankan penerimaan negara

·   Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

Kemudian Anda mungkin bertanya-tanya, terus apa saja sih yang termasuk barang yang
tergolong mewah yang dikenai pajak? Nah yang termasuk barang mewah dan dikenai
pajak yaitu meliputi:

a. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok

b. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

c. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi

d. Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial

5 Tarif PPnBM
Berapakah tarif PPnBM itu sebenarnya? Tarif PPnBM sesuai dengan UU nomor 42 Tahun
2009 Pasal 8 adalah paling rendah 10% dan paling tinggi sebesar 200%. Namun jika
Anda seorang pengusaha dan mengekspor barang mewah ke luar negeri, maka tarif
pajaknya adalah 0%. Perhitungan pajaknya tinggal Anda kalikan persentase tarif
pajaknya dengan dasar pengenaan pajak, yaitu harga barang sebelum dikenai pajak.
Laporan PPnBM harus menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111. Jika masih berada
dalam periode yang sama, maka PPnBM dapat dilaporkan bersamaan dengan PPN dan
PPN Impor. Pelaporan PPnBM harus dibuat selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya
setelah tanggal faktur dibuat.
12

Pengertian Pajak Atas Penghasilan


Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:

·  Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;

·  penghasilan berupa hadiah undian;

·  penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

·  penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

·  penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan


Pemerintah.

Pemotong & Penerima PPh Pasal 4 ayat (2)


Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)

1.      Koperasi;

2.      Penyelenggara kegiatan;

3.      Otoritas bursa; dan

4.      Bendaharawan;

Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)

Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,
dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;

Ø  Penerima hadiah undian;

Ø  Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan


Ø  Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;

Penjelasan Tentang Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)


Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final; Karena bersifat final, maka
pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;

Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam
omset usaha, namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh
Final;

Pemotongan atau pemungutan Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) adalah cara pelunasan pajak
dalam tahun berjalan antara lain melalui pemotongan atau pemungutan pajak yang
bersifat final atas penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

1. PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

a. Objek PPh Final adalah sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah
susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung pertemuan
termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, bangunan industri.

b.  Besarnya PPh Final yang dipotong adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik
yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.

c.  Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa
termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge
(baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).

2. PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

a.  Objek PPh final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan meliputi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan
hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.

b. Besarnya PPh Final yang dipungut adalah 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan.

c. Pembebasan PPh Final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan kepada:

1)    Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang jumlah bruto
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

Catatan: Pembebasan diberikan melalui penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) oleh
Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
2) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus yaitu
pembebasan tanah oleh pemerintah untuk proyek-proyek jalan umum, saluran
pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi,
pelabuhan laut, bandar udara, fasilitas keselamatan umum seperti tanggul
penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, dan fasilitas Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia.

3)  pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan yang tidak termasuk subjek pajak (seperti: pemerintah dan perwakilan
negara asing).

Catatan: Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan 3) diberikan tanpa


melalui penerbitan SKB.

 3.  JASA KONSTRUKSI

a.   Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan


perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

b. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

c.  Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi
terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan
perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and
build).

d. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sampai selesai dan diserahterimakan

Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2


Contoh transaksi atas pembayaran PPh Pasal 4 (2)
Yayasan Bina Nusantara membayar sewa kantor kepada tuan Andos sebesar 90.000.000.
Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong oleh Yayasan Bina Nusantara adalah:

Rp. 90.000.000 x 10% = Rp. 9.000.000

Jadi yang dibayarkan kepada tuan Andos adalah 90.000.000 – Rp. 9.000.000 = 81.000.000

Namun apabila sipemilik bangunan kantor tidak mau dipotong pajak artinya tuan A
ingin harga sewa adalah sebesar Rp. 90.000.000 tanpa potongan pajak, maka Yayasan
Bina Nusantara harus melakukan mekanisme penghitungan gross up atas harga sewa
sbb:

110/100* harga sewa

110/100* Rp. 90.000.000 = 99.000.000

Maka dalam surat perjanjian sewa harus dicantumkan harga sewa sebesar Rp. 99.000.000

Yayasan akan mencatat dalam pembukuan harga sewa sebesar Rp. 99.000.000
13.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi
dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12
Tahun 1994.

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek
(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

13.2 Objek PBB


Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:

 Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman
serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.

Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan
atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung
bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah,
fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas
pantai.

Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :

·  Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial


kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti
asuhan, candi.

· Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.

· Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.

· Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

· Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

13.3 Subjek Pajak dan Wajib Pajak


Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

·   mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;

·   memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;

·   memiliki bangunan, dan atau;

·   menguasai bangunan, dan atau;

·   memperoleh manfaat atas bangunan

Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

Cara Mendaftarkan Objek PBB

·  Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di
KPP atau KP2KP setempat.

13.4 Dasar Pengenaan PBB


Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per
wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan
Bupati/Walikota serta memperhatikan :

·  harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;

· perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;

· nilai perolehan baru;

· penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp
12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
·   Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu
Tahun Pajak.

·   Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan
pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

13.5 Dasar Pengenaan & Tarif PBB


Dasar Penghitungan PBB

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :

    Objek pajak perkebunan adalah                           40%

    Objek pajak kehutanan adalah                              40%

    Objek pajak pertambangan adalah                        40%

    Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

      apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,00adalah     40%

     apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah     20%

Tarif PBB

Besarnya tarif PBB adalah 0,5%

Rumus Penghitungan PBB

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

    Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

        = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

        = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

    Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

        = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)


        = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

13.6 Tempat Pembayaran PBB


Tempat Pembayaran PBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat
Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama atau disampaikan
lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang
telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Saat Yang Menentukan Pajak Terutang

Saat yang menentukan pajak terutang adalah adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal
1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi
setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh:

menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2010. Kewajiban PBB Tahun 2010 masih
menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 2011 kewajiban PBB menjadi tanggung
jawab B. Perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan
dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
14.1 Pengertian Bea Materai

Dasar Hukum

· UU No 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai berlaku sejak 1 Januari 1986.

· PP No 7 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan PP 24 tahun 2000 tentang
Perubahan Tarif Bea Meterai dan besar Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan
Bea Meterai.

. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.

· Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud
tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang
berkepentingan.

· Benda Meterai adalah Meterai tempel dan kertas Materai yang dikeluarkan oleh
pemerintah Republik Indonesia.

14.2 Prinsip Umum Pemungutan atau Pengenaan Bea


Materai
1.  Bea Materai dikenakan atas dokumen (merupakan Pajak atas dokumen).

2.  Satu dokumen hanya terutang satu Bea Materai .

3.  Rangkap/Tindasan yang ditandatangani terutang Bea Materai sama dengan aslinya.

TARIF BEA METERAI

· Rp.6.000.- dikenakan atas dokumen.

· Surat Perjanjian dan surat surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, dan surat
pernyataan) yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.

· Akta-akta Notaris termasuk salinannya.

· Akta- akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap
rangkapnya.
· Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah);

1. Yang menyebutkan penerimaan uang.

2. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening Bank.

3. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.

4. Yang berisi bahwa pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah
dilunasi atau diperhitungkan.

. surat-surat Berharga seperti: wesel, promes dan aksep yang harga nominalnya lebih
dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)

. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominal nya lebih dari
1.000.000,00 (satu juta rupiah)

 Rp.3.000,- dikenakan atas dokumen.

. Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.
250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah):

14.3 Penanggung Bea Meterai : Subyek Bea Meterai


- Pihak atau para pihak penerima atau yang mendapatkan manfaat, kecuali pihak atau
pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain

- Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misal kwitansi, Bea Meterai terutang oleh
penerima kwitansi

- Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, misal surat perjanjian
dibawah tangan, maka masing-masing pihak terutang Bea Meterai

14.4 Yang Tidak Dikenakan Bea Materai


1. Dokumen yang berupa, antara lain;

2. Surat Penyimpanan barang

3. Konosemen

4. Surat Angkutan Penumpang dan Barang.


5. Keterangan Pemindahan yang di tuliskan diatas dokumen sebagaimana dimaksud
dalam huruf a,b,dan,c

6. Bukti Pengiriman dan Penerimaan Barang.

7. Surat Pengiriman Barang untuk dijual atas nama pengirim

8.  surat-surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan tersebut diatas.

9.  segala bentuk Ijazah

10.  Tanda terima Gaji, uang tunggu, pensiun, Uang tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu.

11.  Tanda bukti penerimaan Uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan
Bank.

12.  Kuitansi untuk semua jenis Pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan
dengan itu dari Kas Negara, Kas pemerintah Daerah, dan Bank.

13.  Tanda Penerimaan Uang yang dibuat untuk keperluan Interen Organisasi

14.  Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada


Penabung oleh Bank, Koperasi, dan Badan badan lainnya dibidang tersebut.

15.  Surat Gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

16.  Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam
bentuk apapun

14.5 Saat Terutang Bae Materai


-  Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan
diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, jadi bukan pada saat
ditandatangani. Misalnya; Kuitansi, Cek.

-  Dokumen yang dibuat lebih dari satu pihak, adalah pada saat dokumen itu telah
selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan Tanda Tangan dari yang
bersangkutan, misalnya; Surat Perjanjian Jual Beli.

- Dokumen yang dibuat di luar negeri, adalah pada saat digunakan di Indonesia. Bea
Meterai yang terutang pemetaraian kemudian.
PIHAK YANG TERUTANG BEA METERAI

Pihak yang terutang Bea Meterai adalah pihak yang mendapat manfaat dari dokumen,
kecuali pihak atau pihak pihak yang bersangkutan menentukan lain.

CARA PELUNASAN BEA METERAI

 Dengan menggunakan benda meterai,yaitu:

·  Meterai Tempel .

·  Kertas Meterai.

 . Dengan Cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

SANKSI SANKSI

Sanksi Administrasi sebesar 200% (dua ratus per sen) dari Bea Materai yang tidak atau
kurang dibayar . Penanggungjawab Sanksi ialah pemegang dokumen

Sanksi Pidana.

Penanggungjawab adalah sesuai dengan Putusan Pengadilan.

DALUARSA

Daluarsa dari kewajiban memenuhi Bea Materai ditetapkan 5 (lima)tahun, terhitung sejak
tanggal dokumen dibuat .
15.1 Defenisi Pajak Daerah
·  Dasar hukum dilaksanakannya pemungutan pajak daerah adalah Undang- Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

·  Pengaturan kewenangan perpajakan yang ada saat ini kurang mendukung pelaksanaan
otonomi daerah.

·  Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

·  Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak.

·  Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak daerah.

·  Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender.

·  Surat ketetapan pajak daerah (SKPD) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (UU 28 Tahun 2009)

Pajak daerah dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dibayarkan oleh wajib pajak
kepada daerah dan manfaatnya tidak dirasakan secara langsung berdasarkan undang-
undang.

Sumber-sumber:

1.      Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.      Dana Perimbangan

3.      Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

4.      Dana Alokasi Umum (DAU)

5.      Dana Alokasi Khusus (DAK)

6.      Pinjaman Daerah (Pembiayaan)


7.      Lain-lain penerimaan yang Sah

8.      Hibah

9.      Dana darurat lainnya

15.2 Jenis-Jenis Pajak Daerah


Pajak daerah terbagi ke dalam dua kelompok jenis daerah yaitu pajak provinsi dan pajak
kabupaten/kota.

Pajak Provinsi

1. Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan


kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan
teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya
menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 28


Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan sebagai berikut :

a)  untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu
persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);

b)  untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan
secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen).

Sedangkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam


kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah,
ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar
1% (satu persen). Kemudian Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat
besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi
sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

2.Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan
bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang
terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan
usaha (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi
masing-masing sebagai berikut :

a.  penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) dan

b.  penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai
berikut :

a.  penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan

b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima  
persen).

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

            Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan
bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan
bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor (Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009). Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50%
(lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk
kendaraan pribadi (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

4. Pajak Air Permukaan

            Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. Tarif
Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 24 Undang-Undang
nomor 28 Tahun 2009).

15.3 Lanjutan Jenis-jenis Pajak Daerah


5. Pajak Penerangan Jalan
 Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Tarif Pajak Penerangan Jalan
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari
sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak
Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen). Penggunaan tenaga
listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi
sebesar 1,5% (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan
bumi untuk dimanfaatkan. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan
logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di
bidang mineral dan batubara. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan
paling tinggi sebesar 25% (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

7. Pajak Parkir

 Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir
adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Tarif
Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (Pasal  65 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009).

8. Pajak Air Tanah

 Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (Pasal 70
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

9. Pajak Sarang Burung Walet

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau
pengusahaan sarang burung walet. Burung walet adalah satwa yang termasuk marga
collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan
collocalia linchi. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
10.  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

 Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi
atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan.

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut
wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Tarif
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar
0,3% (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

11.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau
bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009).

5.4 Prinsip-Prinsip Pajak Daerah


1) Prinsip Keadilan (Equality): pajak adil dan merata, pajak dipungut sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak.

2) Prinsip Kepastian (Certainly): pasti karena sifanya memaksa berdasarkan undang-


undang, jika tidak dilaksanakan akan mendapat sanksi.

3) Prinsip Kemudahan (Convenience): tidak menyulitkan dalam pembayaran pajak, saat


ini banyak tempat yang menyediakan jasa pembayaran pajak.

4) Prinsip Efisiensi (Efficiency): biaya pemungutan pajak sehemat mungkin, jangan


sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

Ciri-Ciri Pajak Daerah

1) Sifatnya memaksa

2) Manfaatnya tidak dirasakan secara langsung

3) Untuk membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah


15.5 Asa-Asas Pajak Daerah
Asas Kebangsaan: pajak dipungut terhadap orang-orang berkebangsaan Indonesia

2)   Asas Tempat Tinggal: pajak dipungut terhadap orang-orang yang bertempat tinggal
di Indonesia

3)   Asas Sumber Penghasilan: pajak dipungut berdasarkan sumber penghasilan.

Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Sistem pemungutan Pajak Daerah dilakukan dengan Self Assessment dan Official
Assessment sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis
Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Ketetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri
Wajib Pajak.

Jenis Pajak Daerah Self Assessment adalah sebagai berikut:

-   Pajak Provinsi: Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Rokok

-   Pajak Kabupaten/Kabupaten Kota: Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Sarang Burung Walet,
dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Jenis Pajak Daerah Official Assessment adalah sebagai berikut:

-  Pajak Provinsi: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan
Pajak Air Permukaan.

-  Pajak Kabupaten/Kota: Pajak Air Tanah, Pajak Reklame, PBB Perdesaan dan Perkotaan.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak

         Yang dimaksud Subjek Pajak dalam Pajak Daerah ialah pihak/orang yang
mengeluarkan uang untuk dikenakan pajak. Sedangkan Wajib Pajak adalah pihak/orang
yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan perpajakan kepada
Pemerintah Daerah.
         Subjek Pajak dan Wajib Pajak bisa terjadi pada pihak yang berbeda, namun pada
jenis pajak tertentu Subjek Pajak dan Wajib Pajak terjadi pada pihak yang sama.

Anda mungkin juga menyukai